Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
1.3 Tujuan
1.3.1 Untuk mengetahui teori tentang kesehatan reproduksi pada perempuan.
1.3.2 Untuk mendalami masalah kesehatan reproduksi pada perempuan.
1.3.3 Untuk mengetahui kasus dari permasalahan kesehatan reproduksi pada
perempuan serta cara mengatasinya.
BAB 2
KONSEP TEORI
2.4 Kasus
2.4.1 Kasus Tragedi Rohingya
Dikutip dari : http://www.kompasiana.com//
Berikut ini adalah kronologi lengkap pemicu tragedi Rohingya dari surat kabar Myanmar
dan dari beberapa media internasional. Surat kabar The New Light of Myanmar edisi 4
Juni 2012 melaporkan satu berita mengenai pemerkosaan dan pembunuhan seorang
gadis oleh tiga orang pemuda:
1) Insiden Pemerkosaan dan Pembunuhan
“NAY PYI TAW, 4 Juni - Dalam perjalanan menuju rumah dari tempat bekerja sebagai
tukang jahit, Ma Thida Htwe, seorang gadis Buddha berumur 27 tahun, putri U Hla Tin,
dari perkampungan Thabyechaung, Desa Kyauknimaw, Yanbye, ditikam sampai mati
oleh orang tak dikenal. Lokasi kejadian adalah di hutan bakau dekat pohon alba di
samping jalan menuju Kyaukhtayan pada tanggal 28 Mei 2012 pukul 17:15.
Kasus tersebut kemudian dilaporkan ke Kantor Polisi Kyauknimaw oleh U Win Maung,
saudara korban. Kantor polisi memperkarakan kasus ini dengan Hukum Acara Pidana
pasal 302/382 (pembunuhan / pemerkosaan). Lalu Kepala kepolisian distrik Kyaukpyu
dan personil pergi ke Desa Kyauknimaw pada 29 Mei pagi untuk pencarian bukti-bukti
lalu menetapkan tiga tersangka, yaitu Htet Htet (a) Rawshi bin U Kyaw Thaung
(Bengali/Muslim), Rawphi bin Sweyuktamauk (Bengali/Muslim) dan Khochi bin
Akwechay (Bengali/ Muslim).
Penyelidikan menunjukkan bahwa Htet Htet (a) Rawshi tahu rutinitas sehari-hari korban
yang pulang-pergi antara Desa Thabyechaung dan Desa Kyauknimaw untuk menjahit.
Menurut pengakuannya dia berbuat dipicu oleh kebutuhan uang untuk menikahi
seorang gadis, dan berencana untuk merampok barang berharga yang dipakai korban.
Bersama dengan Rawphi dan Khochi, Rawshi menunggu di pohon alba dekat tempat
kejadian. Tak lama Ma Thida Htwe yang diincarnya datang dan berjalan sendirian,
ketiganya lalu menodongkan pisau dan membawanya ke hutan. Korban lalu diperkosa
dan ditikam mati, tak lupa merenggut lima macam perhiasan emas termasuk kalung
emas yang dikenakan korban.
Untuk menghindari kerusuhan rasial dan ancaman warga desa kepada para tersangka,
aparat kepolisian setempat bersiaga dan mengirim tiga orang pelaku tersebut ke
tahanan Kyaukpyu pada tanggal 30 Mei pukul 10.15.
Pada pukul 13:20 hari yang sama, sekitar 100 warga dari Rakhine Kyauknimaw tiba di
Kantor Polisi Kyauknimaw dan menuntut agar tiga orang pelaku pembunuh diserahkan
kepada mereka namun dijelaskan oleh pihak kepolisian bahwa mereka sudah dikirim ke
tahanan.
Massa yang mendatangi kepolisian tidak puas dengan itu dan berusaha untuk masuk
kantor polisi. Polisi terpaksa harus menembakkan lima tembakan untuk membubarkan
mereka.
Pada pukul 13:50 100 warga Rakhine Desa Kyauknimaw lalu meninggalkan kantor
polisi menuju Kantor Pemerintahan untuk menyampaikan keinginannya dengan diikuti
oleh pihak kepolisian untuk mencegah terjadi keributan.
Pukul 16.00, para pejabat tingkat Kota menerima dan memberikan klarifikasi untuk
menghindari kerusuhan, dan penduduk desa meninggalkan kantor pada pukul 17:40.
Keesokan harinya, 31 Mei pukul 9 pagi, mereka meninggalkan Yanbye ke Desa
Kyauknimaw dengan dua perahu. Mereka pulang dengan membawa santunan sebesar
1 juta Kyat (mata rupiah Myanmar) untuk desa dari Menteri Perhubungan, U Kyaw Khin,
600.000 Kyat dan lima set jubah untuk pemakaman korban serta ditambah 100.000
Kyat dari santunan perwakilan negara.
Pada 31 Mei 15:05 Menteri Dalam Negeri dan Keamanan Perbatasan Negara, wakil
kepala Kantor Polisi, Kabupaten Kyaukphyu dan Kepala Kantor Polisi Distrik
berpartisipasi dalam pemakaman korban dan mengadakan diskusi dengan penduduk
desa.
Pada 1 Juni pukul 9 pagi Kepala Menteri Negara dan partai di Kyaukpyu mengadakan
diskusi dengan organisasi pemuda Kyaukpyu atas kasus pembunuhan tersebut.
Diskusi-diskusi terutama menyinggung menjatuhkan hukuman jera pada para
pembunuh dan membantu mencegah kerusuhan saat mereka sedang diadili.”
2) Insiden 10 Orang Muslim Dibunuh Dalam Bis
Menurut berita harian New Light dan beberapa blog orang Myanmar menyebutkan
bahwa beredar foto-foto dan informasi bahwa “menurut bukti forensik polisi dan juga
saksi mata yang melihat tubuh korban, ia diperkosa beberapa kali oleh tiga pemuda
Bengali Muslim dan tenggorokannya digorok, dadanya ditikam beberapa kali dan organ
wanitanya ditikam dan dimutilasi dengan pisau.
Setelah itu lebih dari seribu massa marah dan hampir menghancurkan kantor polisi di
mana tiga pelaku ditangkap. Lalu kasus terburukl dan pemicu tragedi Ronghya adalah
pembantaian terhadap 10 orang Muslim peziarah yang ada dalam sebuah bus di
Taunggup dalam perjalanan dari Sandoway ke Rangoon pada tanggal 4 Juni.”
Koran New Light Myanmar edisi 5 Juni memberitakan rincian mengenai pembunuhan
sepuluh orang Burma Muslim oleh massa Arakan sebagai berikut:
“Sehubungan dengan kasus Ma Thida Htwe yang dibunuh kejam pada tanggal 28 Mei,
sekelompok orang yang terkumpul dalam Wunthanu Rakkhita Association, Taunggup,
membagi-bagikan selebaran sekitar jam 6 pagi pada 4 Juni kepada penduduk lokal di
tempat-tempat ramai di Taunggup, disertai foto Ma Thida Htwe dan memberikan
penekanan bahwa massa Muslim telah membunuh dan memperkosa dengan keji
wanita Rakhine.
Sekitar pukul 16:00, tersebar kabar bahwa ada mobil yang berisikan orang Muslim
dalam sebuah bus yang melintas dari Thandwe ke Yangon dan berhenti di Terminal
Bus Ayeyeiknyein.
Petugas terminal lalu memerintahkan bus untuk berangkat ke Yangon dengan segera.
Bus berisi penuh sesak oleh penumpang.
Beberapa orang dengan mengendarai sepeda motor mengikuti bus. Ketika bus tiba di
persimpangan Thandwe-Taunggup, sekitar 300 orang lokal sudah menunggu di sana
dan menarik penumpang yang beridentitas Muslim keluar dari bus. Dalam bentrokan
itu, sepuluh orang Islam tewas dan bus juga hancur.
Konflik sejak insiden 10 orang Muslim terbunuh terus memanas di kawasan Arrakan,
Burma, muslim Rohingya menjadi sasaran. Seperti dilansir media Al-Jazeera, Hal ini
dipicu juga oleh bibit perseteruan yang sudah terpendam lama, yaitu perseteruan
antara kelompok etnis Rohingya yang Muslim dan etnis lokal yang beragama Buddha.
Rohingya tidak mendapat pengakuan oleh pemerintah setempat. Ditambah lagi agama
yang berbeda. Dari laporan berbagai berita sampai saat ini sejak insiden tersebut sudah
terjadi tragedi pembantaian etnis Rohingya (yang notabene beragama Islam) lebih dari
6000 orang.**[harja saputra]
2.4.2 Analisa Kasus
Dari kasus diatas jelas bahwa perempuan adalah korban dari kekerasan yang meliputi
tindakan fisik, psikologi maupun seksual. Dari segi fisik perempuan tersebut telah
mengalami penganiayaan yang pada akhirnya sampai pembunuhan. Dari segi psikologi
perempuan tersebut bisa mengalami gangguan mental, trauma terhadap hubungan
seksual, disfungsi seksual. Dan dari segi seksual jelas bahwa perempuan tersebut
mengalami pelecehan seksual. Korban dari perkosaan tersebut juga akan beresiko
HIV/AIDS ataupun IMS. Kasus perkosaan dan pembunuhan di atas telah melanggar
Hak-Hak Reproduksi perempuan antara lain :
a. Hak atas kebebasan dan keamanan yang berkaitan dengan kehidupan
reproduksinya.
b. Hak untuk bebas dari penganiayaan dan perlakuan buruk termasuk
perlindungan dari pelecehan, perkosaan, kekerasan, penyiksaan seksual.
Selain itu juga melanggar Hak Asasi Manusia (HAM) yaitu : a) Hak untuk hidup; b) Hak
atas keamanan seseorang; c) Hak atas non-diskriminasi dan kesetaraan; d) Hak atas
kesehatan; e) Hak untuk bebas dari perlakuan yang kejam, merendahkan dan tidak
manusiawi.
Kasus pemerkosaan terhadap perempuan di daerah konflik bukanlah merupakan isu
yang baru. Kasus-kasus ini telah terjadi sejak pertama kali perang antar manusia
berlangsung. Perkosaan telah digunakan berkali-kali sebagai taktik atau senjata dalam
perang. Pemerkosaan merupakan bagian dari kekerasan berdasarkan gender atau
yang lebih dikenal dengan Gender Based Violence (GBV), namun GBV mencakup
lebih luas tidak hanya berkaitan dengan pemerkosaan. Perang dan GBV memiliki
keterkaitan yang erat. Dimana perempuan seringkali menjadi korban dalam jumlah
besar. . Perang sering kali memberikan efek yang buruk bagi rakyat sipil, terutama
perempuan. Meskipun pada dasarnya baik perempuan maupun laki-laki memiliki
potensi yang sama menjadi korban, namun mereka mengalami dalam bentuk yang
berbeda. Laki-laki umumnya dipaksa untuk pergi berperang dan terbunuh di dalam aksi
senjata, sementara perempuan mengalami kekerasan seksual, pemaksaan kehamilan,
penculikan, perkosaan, perbudakan seksual dan pemaksaan prostitusi.
Terdapat berbagai definisi mengenai Gender Based Violence (GBV). Menurut UN
Commissioner for Refugees mendefinisikan GBV sebagai: “ gender-based violence
(GBV) refers to violence that targetsa person or a group of persons because of gender”.
Dalam hal ini GBV berarti kekerasan yang ditargetkan kepada seseorang atau
sekelompok orang karena gender mereka. Sedangkan Komite penghapusan Kekerasan
terhadap perempuan mengartikan dengan lebih luas, yaitu termasuk kepada tindakan
yang mengakibatkan kerugian fisik, mental atau seksual atau penderitaan, ancaman
tindakan, serta paksaan dan perampasan kebebasan lainnya berdasarkan gender
mereka. Sedangkan menurut UNIFEM (United Nations Introduction dalam “Women War
Peace” GBV memasukkan konteks baru ke dalam pendefinisian GBV, yaitu
memasukkan unsur hubungan kekuasaan yang tidak setara antara perempuan dan laki-
lakidalam masyarakat. Pada umumnya GBV ditimbulkan oleh laki-laki terhadap
perempuan. Oleh karena itu pada tahun 1993, deklarasi PBB tentang Penghapusan
kekerasan terhadap perempuan mengeluarkan definisi resmi pertama dari kekerasan
berbasis gender: Pasal 1 : tindakan kekerasan berbasis gender yang menghasilkan,
atau mungkin mengakibatkan, kerugian fisik, seksual atau psikologis atau penderitaan
terhadap perempuan, termasuk ancaman dari tindakan tersebut, pemaksaan atau
perampasan sewenang-wenang, baik terjadi di publik ataupun dalam kehidupan pribadi.
Pasal2 : menyatakan bahwa Deklarasi definisi harus mencakup, tetapi tidak terbatas
pada, tindakan kekerasan fisik, seksual, dan psikologis dalam keluarga, masyarakat,
atau dilakukan atau dibiarkan oleh negara, di mana pun itu terjadi. Tindakan ini meliputi:
pelecehan seksual, termasuk anak-anak perempuan, mas kawin yang berhubungan
dengan kekerasan; perkosaan, termasuk perkosaan; mutilasi alat kelamin perempuan
atau pemotongan dan praktek-praktek tradisional lainnya berbahaya bagi perempuan;
non-kekerasan terhadap pasangan; kekerasan seksual yang berhubungan dengan
eksploitasi; pelecehan seksual dan intimidasi di tempat kerja, di sekolah dan di tempat
lain, perdagangan perempuan, dan pelacuran paksa.
Jika didefinisikan sesuai dengan penggunaan kata, GBV tidak hanya melingkupi
perempuan, namun biasanya perempuan selalu menjadi korban, hal ini disebabkan
perempuan lebih rentan mengalami kekerasan. Hal ini muncul berkaitan dengan
hubungan kekuasaan yang tidak setara, baik itu dalam lingkup keluarga, masyarakat,
bahkan negara. Oleh karena itu muncul berbagai istilah yang digunakan untuk
menggambarkan GBV, seperti “kekerasan seksual”, “kekerasan terhadap perempuan”,
dan lainnya.
Meskipun konsep GBV seolah-olah khusus pada korban perempuan, namun laki-laki
dapat mengalami kekerasan berbasis gender ini. Namun, kekerasan yang mengalami
lebih kepada diskriminasi jika mereka menyimpang dari konsep “maskulinitas”. Dapat
dikatakan disini bahwa jika pria yang mengalami kekerasan dan diskriminasi gender hal
ini disebabkan ketika mereka tidak menunjukkan sisi ke-maskulinitas mereka seperti
yang seharusnya. Contohnya seperti yang dialami oleh para kaum LGBT. Menurut
sebuah lembaga penelitian Internasional secara keseluruhan di seluruh dunia, laki-laki
memiliki tingkat kekerasan fisik daripada wanita. Namun kekerasan ini diakibatkan oleh
sesama mereka sendiri dalam perang, perkelahian antar geng, kekerasan di sekolah
dan jalanan. Sedangkan perempuan mengalami kekerasan dari lawan jenis mereka.
Menurut pasal 2 konvensi tentang penghapusan segala bentuk diskriminasi terhadap
perempuan (CEDAW) menjelaskan bahwa kekerasan terhadap perempuan termasuk
kekerasan seksual, fisik, dan psikologis, meliputi:
1) Di dalam keluarga: pemukulan, pelecehan seksual terhadap anak, mutilasi alat
kelamin perempuan dan pemerkosaan.
2) Di dalam masyarakat: pelecehan seksual, pelecehan seksual sekaligus
intimidasi,perdagangan manusia dan pelacuran paksa.
3) Negara: dalam hal berkaitan dengan negara contohnya yaitu buruknya rancangan
dan penegakan hukum untuk kekerasan terhadap perempuan, agen penegak hukum
yang melanggar hukun, kurangnya fasilitas dan pendidikan untuk pencegahan dan
pengobatan perempuan korban kekerasan, sanksi dan penguatan gender yang tidak
setara. Selain itu ketidak pedulian negara dan penelantaran dalam memberikan dan
menciptakan peluangbagi perempuan dalam haknya untuk bekerja, berpartisipasi,
pendidikan, dan akses kelayanan sosial.
Kasus-kasus GBV dapat ditemukan di negara-negara yang sedang berkonflik, baik itu
konflik internal maupun konflik eksternal negara. Menurut data dari UNFPA berkaitan
dengan kasus GBV di seluruh dunia yaitu, satu dari tiga wanita telah dipukuli dan
dipaksa melakukan hubungan seks. Baik itu oleh kenalan maupun anggota keluarga.
Selanjutnya pelaku GBV seringkali tidak tersentuh oleh hukum. Setiap tahun ratusan
ribu perempuan dan anak-anak diperdagangkan dan diperbudak, sedangkan jutaan
lainnya menjadi objek praktek berbahaya. Menurut hasil laporan dari Oxfam kanada
terdapat 16 fakta mengenai GBV, yaitu:
a. Di seluruh dunia, sebanyak 1 dari setiap 3 wanita telah dipukuli, dipaksa
melakukan hubungan seks, atau dilecehkan dengan cara lain - yang paling sering oleh
seseorang yang dikenalnya, termasuk oleh suaminya atau anggota keluarga laki-laki.
b. Wanita lebih rentan terhadap kekerasan selama masa krisis karena
ketidakamanan yang meningkat.
c. 1 dari 5 wanita akan menjadi korban perkosaan atau percobaan perkosaan
dalamhidupnya.
d. Sekitar 1 dari 4 wanita disalahgunakan selama kehamilan, yang menempatkan ibu
dan anak beresiko.
e. Hukum yang mempromosikan kesetaraan gender sering tidak diterapkan.
f. Setidaknya 130 juta perempuan telah dipaksa menjalani mutilasi alat kelamin
perempuan (FGM).
g. Sedikitnya 60 juta anak perempuan yang seharusnya dapat diharapkan untuk
hidup yang hilang dari berbagai populasi sebagai akibat dari aborsi atau kelalaian.
h. Lebih dari setengah juta perempuan terus meninggal setiap tahun dari kehamilan
dan persalinan yang berhubungan dengan tingkat infeksi HIV di kalangan perempuan
meningkat pesat.
i. Pelaku kekerasan berbasis gender seringkali tidak dihukum.
j. Di seluruh dunia, perempuan dua kali lebih mungkin sebagai laki-laki untuk buta
huruf, membatasi kemampuan mereka untuk menuntut hak dan perlindungan.
k. Pernikahan dini dapat memiliki konsekuensi serius termasuk berbahaya,
penolakan pendidikan, masalah kesehatan, termasuk kehamilan prematur, yang
menyebabkan tingginya tingkat kematian ibu dan bayi. Ketidakseimbangan kekuasaan
juga berarti bahwa pengantin muda tidak dapat menegosiasikan penggunaan kondom
atau protes ketika suami mereka terlibat dalam luar nikah hubungan seksual.
l. Kekerasan terhadap perempuan merupakan menguras tenaga kerja produktif
secara ekonomi.
m. Setiap tahun, diperkirakan 800.000 orang diperdagangkan melintasi perbatasan 80
persendari mereka perempuan dan anak perempuan. Kebanyakan dari mereka
akhirnya terjebak dalam perdagangan seks komersial.
n. Kekerasan berbasis gender juga berfungsi dengan niat atau efek untuk
melanggengkan kekuasaan laki-laki dan kontrol..
BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Persoalan kesehatan reproduksi bukan hanya mencakup persoalan kesehatan
reproduksi wanita secara sempit dengan mengaitkannya pada masalah seputar
perempuan usia subur yang telah menikah, kehamilan dan persalinan, pendekatan baru
dalam program kependudukan memperluas pemahaman persoalan kesehatan
reproduksi. Dimana seluruh tingkatan hidup perempuan merupakan fokus persoalan
kesehatan reproduksi. Secara tematik, ada lima kelompok masalah yang diperhatikan
dalam kesehatan reproduksi, yaitu kesehatan reproduksi itu sendiri, keluarga
berencana, PMS dan pencegahan HIV/AIDS, seksualitas hubungan manusia dan
hubungan gender, dan remaja. Secara lebih spesifik, berbagai masalah dalam
kesehatan reproduksi adalah perawatan kehamilan, pertolongan persalinan, infertilitas,
menopause, penggunann kontrasepsi, kehamilan tidak dikehendaki dan aborsi baik
pada remaja maupun pasangan yang telah menikah, PMS dan HIV/AIDS (berkaitan
dengan prostitusi, homoseksualitas, gaya hidup dan praktek tradisional), pelecehan dan
kekerasan pada perempuan, pekosaan, dan layanan dan informasi pada remaja.
Berfungsinya sistem reproduksi wanita dipengaruhi oleh aspek-aspek dan proses-
proses yang terkait pada setiap tahap dalam lingkungan hidup. Masa kanak-kanak,
remaja pra -nikah, reprodukstif baik menikah maupun lajang, dan menopause akan
dilalui oleh setiap perempuan, dan pada masa- masa tersebut akan terjadi perubahan
dalam sistem reproduksi.
Akibat yang muncul dari GBV (Gender Based Violence) biasanya bersifat
menghancurkan, terutama bagi korbannya. Korban sering kali mengalami gangguan
emosi, mengalami gangguan mental serta kesehatan reproduksi yang buruk.
Perempuan korban kekerasan juga beresiko tinggi tertular HIV. Selain itu untuk jangka
panjang para korban akan memerlukan pelayanan kesehatan intensif. Tidak hanya bagi
korban itu sendiri, GBV juga memberikan dampak bagi anak-anak yang menjadi saksi.
Mereka akan mengalami kerusakan psikologis yang akan sulit untuk disembuhkan.
3.2 Saran
Sehubungan dengan fakta bahwa fungsi dan proses reproduksi harus didahului oleh
hubungan seksual, tujuan utama program kesehatan reproduksi adalah meningkatkan
ksesadaran kemandirian wanita dalam mengatur fungsi dan proses reproduksinya,
termasuk kehidupan seksualitasnya, sehingga hak-hak reproduksinya dapat terpenuhi,
yang pada akhirnya menuju penimgkatan kualitas hidupnya.
DAFTAR PUSTAKA
2 komentar:
1.
Artikelnya bagus, enak untuk di baca dan tentunya mudah untuk di pahami. Dengan
adanya artikel ini saya jadi terbantu, kebetulan saya lagi cari artikel yang seperti ini,
tulisan ini bermanfaat bagi saya dan orang lain.Kunjungi juga gan Artikel Tentang
kesehatan ini artikel saya.
Balas
Balasan
Balas
2.
Balas
Balasan
Balas
Tambahkan komentar
Muat yang lain...
Beranda
Langganan: Posting Komentar (Atom)
Arsip Blog
▼ 2014 (1)
o ▼ Juni (1)
MAKALAH KESEHATAN REPRODUKSI