Kapita Selekta Kel - 4
Kapita Selekta Kel - 4
Pengembangan Produk
Disusun Oleh:
2018
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah S.W.T yang telah memberikan kekuatan kepada kami
untuk bisa menyelesaikan makalah tentang pengembangan formula OHT kapsul
ekstrak daun tempuyung.
Harapan kami semoga makalah ini bisa bermanfaat dan member inspirasi
bagi para pembaca. Namun tidak ada gading yang tak retak, kami harapkan saran
dan kritik membangun dari pembaca.
Penyusun
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR………………………………………………………………… 2
DAFTAR ISI………………………………………………………………………….. 3
BAB I PENDAHULUAN………………………………………………………….. 4
BAB II PEMBAHASAN……………………………………………………………. 6
2.1 Pembuatan Ekstrak……………………………………………………. 6
2.2 Uji Praklinik ………………………………………………………….. 7
2.3 Pembuatan Formula ………………………………………………….. 10
2.4 Hasil Evaluasi Sifat Fisik Granul Dan Kapsul Ekstrak Campuran Daun 11
Tempuyung Dan Daun Kumis Kucing………………………….
BAB III KESIMPULAN……………………………………………………………... 12
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………………. 13
BAB I
PENDAHULUAN
Batu ginjal merupakan salah satu penyakit yang sering terjadi di antara
penyakit ginjal lainnya. Gangguan kesehatan yang ditimbulkan oleh batu ginjal dan
batu kandung kemih antara lain gangguan fungsi ginjal, infeksi saluran kemih,
infeksi ginjal, kerusakan ureter dan uretra serta cacat ginjal. Karena itu penyakit
batu ginjal dan kandung kemih harus segera ditanggulangi. Pada masyarakat
Indonesia terdapat kebiasaan mengobati penyakit dengan ramuan obat tradisional
yang diwariskan secara turun temurun dari keluarga dan masyarakat
lingkungannya. Upaya pengobatan masyarakat ini perlu dikembangkan dengan
penelitian supaya pemakaiannya dapat menunjang keberhasilan upaya pengobatan,
sehingga pemakainan tumbuhan sebagai obat dapat dipertanggungjawabkan.
Tempuyung (Sonchus arvensis L.) termasuk dari famili asteraceae
merupakan tanaman tahunan yang bergetah, tumbuh liar diantara puing- puing
bangunan, ditembok, atau dipinggir jalan. Tempuyung banyak mengandung
senyawa kimia seperti flavonoid (kaemferol, luteolin-7- glukosida dan apigenin-7-
O-glukosida), kumarin, (skepoletin), taraksasterol serta asam fenolat (sinamat,
kumarat, dan vanilat). Tempuyung merupakan salah satu tanaman obat yang
berkhasiat sebagai pemecah batu ginjal dan pelancar air seni (Winarto & Karyasari,
2004). Mekanisme kerja obat peluruh batu ginjal salah satunya dengan melarutkan
kandungan kalsium batu ginjal. Salah satu kandungan kimia yang terdapat dalam
daun tempuyung adalah flavonoida, dimana mekanisme pelarutan batu ginjal
kemungkinan dengan terbentuknya kompleks antara ion kalsium batu ginjal dengan
gugus hidroksi karbonil flavonoid yang terkandung dalam obat tradisional
(Kristianingsih, I. dan Wiyono, A.S., 2015).
Tanaman kumis kucing (Orthosiphon stamineus Benth) adalah termasuk
familia Libiatae. Daun-daunnya berkhasiat obat, pengumpulan daun biasanya
dilakukan ketika tanaman ini berbunga, daun-daun ini berbau aromatic, lemah,
rasanya kalau diperhatikan benar agak asin, agak pahit dan sepet. Kumis kucing
mengandung beberapa senyawa aktif seperti terpenoid (diterpen dan triterpen),
polifenol (flavonoid dan asam fenolat), dan sterol (Tezuka dkk., 2000). Penelitian
Schut & Zwaving (1993) menemukan bahwa senyawa flavonoid yang diisolasi dari
kumis kucing menunjukkan aktivitas diuretik pada tikus. Zhong dkk. (2012)
meneliti efek pencegahan pembentukan kristal kalsium oksalat pada tikus yang
diinduksi nefrolitiasis dari kandungan flavonoid total, fenolik total, dan
polisakarida dalam ekstrak kumis kucing. Hossain & Rahman (2010)
mengemukakan bahwa kemampuan ekstrak kumis kucing dalam pengobatan batu
ginjal berkaitan dengan aktivitas antioksidannya yang mampu menghambat
peroksidasi lipid (Kartasapoetra, 1992).
Adanya aktivitas ekstrak daun tempuyung dan kumis kucing tersebut, maka
dikembangkan sediaan obat herbal kombinasi kedua bahan sehingga diharapkan
aktivitas peluruh batu ginjal lebih efektif untuk digunakan. Ekstraksi yang
dilakukan dengan maserasi, yaitu proses pengekstrakan simplisia dengan
menggunakan pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada
temperature ruangan (kamar) selama beberapa hari dan terlindung dari cahaya.
Cairan penyari akan masuk ke dalam sel melewati dinding sel, isi sel akan larut
karena adanya perbedaan konsentrasi antara larutan di dalam sel dengan di luar sel.
Larutan yang konsentrasinya tinggi akan terdesak keluar dan diganti oleh cairan
penyari dengan konsentrasi rendah (proses difusi). Peristiwa tersebut berulang
sampai terjadi keseimbangan konsentrasi antara larutan di luar sel dan di dalam sel.
(Wulandari, 2011).
Permasalahan estrak atau bahan alam adalah cenderung memiliki rasa yang
tidak enak dan bau yang khas. Oleh karena itu, untuk menutupi kekurangan bahan
alam tersebut sediaan dibuat dalam bentuk kapsul. Isi kapsul dapat berupa serbuk
atau granul. Formulasi serbuk sering membutuhkan penambahan zat pengisi,
lubrikan, dan glidan pada bahan aktif untuk mempermudah proses pengisian kapsul
(Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1995).
BAB II
PEMBAHASAN
Efek farmakologi yang telah diteliti adalah dekok satu persen daunnya
mempercepat kelarutan kalsium karbonat dan batu mamer secara in vitro dan juga
diujikan langsung kepada penderita batu ginjal/kandung kemih (18 kasus), ekstrak
air daunnya, secara in vitro dapat mempercepat kelarutan dan kecepatan pelarutan
kalsium oksalat, mekanisme pelarutan kalsium oksalat dalam dapar ftalat dan
ekstrak daun Sonchus arvensis L., mengikuti mekanisme hambatan permukaan.
Glikosida dari apigenin dan luteolin yang diperoleh dari fraksi air daunnya dapat
melarutkan batu ginjal berkalsium dengan cara merendamnya pada 37°C selama
empat jam. Sediaan infus daun (0,50%) pada dosis 8 ml/kg bb memberikan efek
diuretik 29,60% pada kelinci jantan. Menurut B. Wahjoedi infus daun Sonchus
arvensis L., 10% dengan dosis 10 x dosis lazim orang yang diberikan per oral
selama tujuh hari terus-menerus pada tikus putih galur LMR, hanya menunjukkan
penghambatan pembentukan batu kandung kemih buatan yang terbentuk secara in
vivo, mempunyai harga LD50 23,82 (21,08 – 26,91) mg/10 g bb mencit, bahan
diberikan secara intraperitoneal, sehingga digolongkan dalam bahan yang tidak
beracun (Dianawati, dkk., 2004).
Selain itu metode yang digunakan pada uji praklinik daun tempuyung
adalah uji toksisitas akut dan uji toksisitas subkronik. Hasil uji toksisitas akut
sampai hari ke 14 setelah pemberian larutan calcusol melalui oral dengan dosis 250-
6750 mg/kg BB tidak ditemukan hewan uji (mencit dan tikus) jantan atau betina
yang mati. Dengan demikian harga LD50 sediaan calcusol tidak dapat dihitung dan
hanya dinyatakan harga LD50 semu yaitu sediaan tertinggi 6750 mg/kg BB. Hasil
pemeriksaan gos patologi terhadap organ-organ penting mencit dan tikus seperti
hati ginjal, limpa, paru dan jantung setelah pemberiaan larutan calcusol pada dosis
250- 6750 mg/kg BB tidak ditemukan adanya penyimpangan yang berarti
(Budiharto, dkk., 2001).
Menurut hasil penelitian Shafaei, et all (2015), dari hasil studi toksisitas akut
dilakukan sesuai dengan pedoman OECD 425 yang menentukan dosis uji batas
5000mg/ kg tidak terjadi kematian pada pengobatan yang diamati pada penggunaan
dosis tersebut selama periode pengamatan 14 hari. Selain itu juga tidak ada
perubahan perilaku yang signifikan, seperti, apati, hiperaktif, atau morbiditas pada
tikus betina. Tidak ada perubahan abnormal pada berat badan, tingkat respirasi, dan
deyut jantung. Han et al. pada tahun 2008 melaporkan bahwa tidak ada tanda-tanda
akut toksisitas akut atau kematian yang diamati pada tikus betina dan LD50 untuk
ekstrak metanol Orthosiphon staminus terbukti lebih tinggi dari 5000 mg / kg.
Dalam penelitian ini, ekstrak metanol Orthosiphon staminus ditemukan aman
dengan dosis 5000 mg / kg, dan oleh karena itu, nilai LD50 untuk toksisitas oral
dianggap lebih besar dari 5000 mg / kg. Selain itu pada uji subkronik yang
dilakukan selama 28 hari pemberian ekstrak metanol Orthoshipon stamineus pada
dosis 250, 500, dan 1000mg/ kg tidak menyebabkan perubahan abnormal seperti
yang terlihat dari tes fungsi hati dan ginjal (Shafeai et al., 2015).
2.3 Pembuatan Formula
Dosis zat aktif ekstrak daun tempuyung dan ekstrak kumis kucing yang
digunakan yaitu 250mg, bedasarkan penelitian Nur Faizah (2001) dalam Winarto
(2004) yang menyebutkan bahwa efek diuresis pada hewan uji dari campuran
ekstrak tempuyung dan kumis kucing memberikan efek yang lebih kuat
dibandingkan dengan ekstrak yang tidak dicampur. Perbandingan dosis yang
digunakan yaitu ekstrak daun tempuyung sebanyak 8,825 mg/kg BB tikus dan
ekstrak daun kumis kucing sebanyak 8,825 mg/kg BB tikus. Sehingga konversi
dosis yang digunakan pada manusia yaitu 247,1 mg. Untuk memudahkan
penimbangan pada formula, dosis yang digunakan menjadi 250 mg ekstrak. Hal ini
dilakukan berdasarkan uji toksik daun tempuyung yang dilakukan Budiharto dkk
(2001) dalam Winarto (2004) menunjukan bahwa peningkatan dosis pada hewan
uji hingga 24 kali dosis manusia tidak menunjukan efek kematian maupun
kerusakan pada organ-organ penting seperti hati, ginjal, limfa, paru dan jantung.
Parameter sifat fisik granul diatas perlu dilakukan karena untuk mengetahui
kecepatan waktu alir granul yang berpengaruh terhadap kecepatan alliran pada saat
proses pengisian kedalam cangkang kapsul dan kemampuan daya serap air pada
granul yang berpengaruh terhadap kecepatan dalam proses pelepasan zat aktif untuk
pengobatan. Semakin kecil nilai waktu alir dan semakin besar nilai daya serap air
granul maka semakin baik granul tersebut.
b. Pemeriksaan Sifat Fisik Kapsul
Uji Kapsul Nilai
1. Kandungan senyawa kimia flavonoid dari daun tempuyung dan daun kumis
kucing menunjukkan aktivitas diuretik pada tikus yang dapat digunakan
sebagai peluruh batu ginjal.
2. Kombinasi ekstrak daun tempuyung dan kumis kucing dapat meningkat
efek diuretik pada hewan coba dibandingkan jika diberikan dalam bentuk
tunggal.
3. Daun tempuyung dan daun kumis kucing diektraksi dengan metode
maserasi menggunakan pelarut etanol 70%.
4. Pembuatan kapsul kombinasi ekstrak daun tempuyung dan ekstrak daun
kumis kucing dilakukan dengan cara granulasi basah.
5. Hasil ekstrak daun tempuyung dan daun kumis kucing diformulasikan
dalam bentuk sediaan kapsul dengan dosis masing- masing 250 mg.
6. Digunakan cangkang kapsul dengan ukuran 0 (650 mg).
DAFTAR PUSTAKA
Kuncahyono, I dan Rejeki, E.S. 2015. Formulasi Kapsul Ekstrak Campuran Bahan
Alami Buah Mengkudu (Morinda citrifolia L.) dan Daun Pepaya (Carica
papaya L.) Dengan Variasi Bahan Pengisi Laktosa dan Bahan Pengikat
Polivinilpirolidon (PVP). Seminar Farmasi Universitas Setia Budi.
Nurianti, Y., Hendriani, R., Sukandar, E. Y., & Anggadiredja, K. (2014). Acute and
subchronic oral toxicity studies of ethyl acetate extract of Sonchus arvensis
l. Leaves. International Journal of Pharmacy and Pharmaceutical
Sciences, 6(5), 343-347.
Shafaei, A., Esmailli, K., Farsi, E., Aisha, A. F., Majid, A. M. S. A., & Ismail, Z.
(2015). Genotoxicity, acute and subchronic toxicity studies of nano
liposomes of Orthosiphon stamineus ethanolic extract in Sprague Dawley
rats. BMC complementary and alternative medicine, 15(1), 360.
Winarto, W.P dan Karyasari. 2004. Tempuyung Tanaman Penghancur Batu
Ginjal. Yogyakarta: Argo Media Pustaka.