Anda di halaman 1dari 14

Makalah Kapita Selekta Fitofarmaka

Pengembangan Produk

Disusun Oleh:

Trias Amartiwi 1708062132

Ma’ruf Effendi 1708062193

Febriola Dewi Setyawati 1708062195

Nur Afifa 1708062204

Ika Meiliana Johan 1708062212

Muhammad Faisal Rahman 1708062226

Shabrina Arwi Laily 1708062230

PROGRAM PROFESI APOTEKER

UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN YOGYAKARTA

2018
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah S.W.T yang telah memberikan kekuatan kepada kami
untuk bisa menyelesaikan makalah tentang pengembangan formula OHT kapsul
ekstrak daun tempuyung.

Terimakasih, kami sampaikan kepada Zainab, M.Si., Apt. yang telah


membimbing dalam menyelesaikan makalah ini. Ucapan terimakasih penulis
sampaikan kepada semua pihak yang telah membantu, memberi masukan dan
meberi motivasi sehingga dapat menyelesaikan makalah ini.

Harapan kami semoga makalah ini bisa bermanfaat dan member inspirasi
bagi para pembaca. Namun tidak ada gading yang tak retak, kami harapkan saran
dan kritik membangun dari pembaca.

Yogyakarta, 3 Februari 2018

Penyusun
DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGANTAR………………………………………………………………… 2
DAFTAR ISI………………………………………………………………………….. 3
BAB I PENDAHULUAN………………………………………………………….. 4
BAB II PEMBAHASAN……………………………………………………………. 6
2.1 Pembuatan Ekstrak……………………………………………………. 6
2.2 Uji Praklinik ………………………………………………………….. 7
2.3 Pembuatan Formula ………………………………………………….. 10
2.4 Hasil Evaluasi Sifat Fisik Granul Dan Kapsul Ekstrak Campuran Daun 11
Tempuyung Dan Daun Kumis Kucing………………………….
BAB III KESIMPULAN……………………………………………………………... 12
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………………. 13
BAB I
PENDAHULUAN

Batu ginjal merupakan salah satu penyakit yang sering terjadi di antara
penyakit ginjal lainnya. Gangguan kesehatan yang ditimbulkan oleh batu ginjal dan
batu kandung kemih antara lain gangguan fungsi ginjal, infeksi saluran kemih,
infeksi ginjal, kerusakan ureter dan uretra serta cacat ginjal. Karena itu penyakit
batu ginjal dan kandung kemih harus segera ditanggulangi. Pada masyarakat
Indonesia terdapat kebiasaan mengobati penyakit dengan ramuan obat tradisional
yang diwariskan secara turun temurun dari keluarga dan masyarakat
lingkungannya. Upaya pengobatan masyarakat ini perlu dikembangkan dengan
penelitian supaya pemakaiannya dapat menunjang keberhasilan upaya pengobatan,
sehingga pemakainan tumbuhan sebagai obat dapat dipertanggungjawabkan.
Tempuyung (Sonchus arvensis L.) termasuk dari famili asteraceae
merupakan tanaman tahunan yang bergetah, tumbuh liar diantara puing- puing
bangunan, ditembok, atau dipinggir jalan. Tempuyung banyak mengandung
senyawa kimia seperti flavonoid (kaemferol, luteolin-7- glukosida dan apigenin-7-
O-glukosida), kumarin, (skepoletin), taraksasterol serta asam fenolat (sinamat,
kumarat, dan vanilat). Tempuyung merupakan salah satu tanaman obat yang
berkhasiat sebagai pemecah batu ginjal dan pelancar air seni (Winarto & Karyasari,
2004). Mekanisme kerja obat peluruh batu ginjal salah satunya dengan melarutkan
kandungan kalsium batu ginjal. Salah satu kandungan kimia yang terdapat dalam
daun tempuyung adalah flavonoida, dimana mekanisme pelarutan batu ginjal
kemungkinan dengan terbentuknya kompleks antara ion kalsium batu ginjal dengan
gugus hidroksi karbonil flavonoid yang terkandung dalam obat tradisional
(Kristianingsih, I. dan Wiyono, A.S., 2015).
Tanaman kumis kucing (Orthosiphon stamineus Benth) adalah termasuk
familia Libiatae. Daun-daunnya berkhasiat obat, pengumpulan daun biasanya
dilakukan ketika tanaman ini berbunga, daun-daun ini berbau aromatic, lemah,
rasanya kalau diperhatikan benar agak asin, agak pahit dan sepet. Kumis kucing
mengandung beberapa senyawa aktif seperti terpenoid (diterpen dan triterpen),
polifenol (flavonoid dan asam fenolat), dan sterol (Tezuka dkk., 2000). Penelitian
Schut & Zwaving (1993) menemukan bahwa senyawa flavonoid yang diisolasi dari
kumis kucing menunjukkan aktivitas diuretik pada tikus. Zhong dkk. (2012)
meneliti efek pencegahan pembentukan kristal kalsium oksalat pada tikus yang
diinduksi nefrolitiasis dari kandungan flavonoid total, fenolik total, dan
polisakarida dalam ekstrak kumis kucing. Hossain & Rahman (2010)
mengemukakan bahwa kemampuan ekstrak kumis kucing dalam pengobatan batu
ginjal berkaitan dengan aktivitas antioksidannya yang mampu menghambat
peroksidasi lipid (Kartasapoetra, 1992).

Adanya aktivitas ekstrak daun tempuyung dan kumis kucing tersebut, maka
dikembangkan sediaan obat herbal kombinasi kedua bahan sehingga diharapkan
aktivitas peluruh batu ginjal lebih efektif untuk digunakan. Ekstraksi yang
dilakukan dengan maserasi, yaitu proses pengekstrakan simplisia dengan
menggunakan pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada
temperature ruangan (kamar) selama beberapa hari dan terlindung dari cahaya.
Cairan penyari akan masuk ke dalam sel melewati dinding sel, isi sel akan larut
karena adanya perbedaan konsentrasi antara larutan di dalam sel dengan di luar sel.
Larutan yang konsentrasinya tinggi akan terdesak keluar dan diganti oleh cairan
penyari dengan konsentrasi rendah (proses difusi). Peristiwa tersebut berulang
sampai terjadi keseimbangan konsentrasi antara larutan di luar sel dan di dalam sel.
(Wulandari, 2011).
Permasalahan estrak atau bahan alam adalah cenderung memiliki rasa yang
tidak enak dan bau yang khas. Oleh karena itu, untuk menutupi kekurangan bahan
alam tersebut sediaan dibuat dalam bentuk kapsul. Isi kapsul dapat berupa serbuk
atau granul. Formulasi serbuk sering membutuhkan penambahan zat pengisi,
lubrikan, dan glidan pada bahan aktif untuk mempermudah proses pengisian kapsul
(Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1995).
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pembuatan Ekstrak


Pembuatan ekstrak kental daun tempuyung dilakukan dengan metode
maserasi. Simplisia daun tempuyung sebanyak 3 kg dimaserasi dengan 100 L etanol
70%. Maserasi dilakuan dengan pengocokan selama 5 hari kemudiaan didiamkan
semalam dan maserasi dilakuakan sebanyak tiga kali. Ekstrak hasil maserasi di
pekatkan dengan evaporator vacuum kemudian ekstrak dikentalkan didalam oven
suhu 50° sampai diperoleh ekstrak kental. Selanjutnya ekstrak kental daun
tempuyung dilakukan uji identifikasi kandungan flavonoid (Kuncahyo dan Rejeki,
2015).

Tahap selanjutnya dilakukan fraksinansi ekstrak kental daun tempuyung


dengan menggunakan pelarut yang berbeda kepolaranya, yaitu dengan n-heksan
dan dilakukan sebanyak 4 kali. Fraksinasi dilakukan untuk memisahkan flavonoid
dari senyawa lain yang terkandung dalam ekstrak. Penggunaan n- heksan yang
bersifat non polar dapat menarik senyawa- senyawa non polar yang terkandung
pada ekstrak seperti klorofil dan senyawa lain yang bersifat non polar. Sehingga
pada fraksi polar ekstrak hasil fraksinasi yang terkandung adalah senyawa
berkhasiat yang akan digunakan pada formulasi sediaan kapsul.selain itu dilakukan
identifikasi flavonoid pada tiap fraksi, kemudian fraksi polar diserbukan dengan
pengisi dan adsorben kemudian dikeringkan dengan oven suhu 40- 50°. Ekstrak
kering ini yang akan digunakan sebagai bahan aktif pada formula kapsul
(Roselyndiar, 2012).

Pembuatan ekstrak kental daun kumis kucing dilakukan dengan metode


maserasi. Serbuk daun kumis kucing 100 mg dibasahi dengan cairan penyari (10
bagian bahan dengan 75 bagian penyari) dalam bejana, didiamkan selama 5 hari
dengan melakukan pengadukan setiap harinya 2-3 kali/hari. Menyaring rendemen
dengan kertas saring, dan kemudian menambahkan 250 ml etanol 70% pada bahan
yang masih terdapat pada bejana. Memekatkan ekstrak pada rotary evaporator
dengan suhu 60°C. Mengeringkan dalam waterbath selama 1 hari. Ekstrak
kemudian di lakukan uji flavonoid (Wulandari, 2011).
Dalam simplisia daun kumis kucing dapat dijadikan ekstrak dengan
menggunakan cairan pelarut berupa etanol 70%. Cairan pelarut dalam pembuatan
ekstrak adalah pelarut yang baik (optimal) untuk kandungan senyawa tersebut agar
dapat terpisahkan dari bahan dan kandungan senyawa lainnya, sehingga hanya
menggandung senyawa yang diinginkan. Pelarut etanol bisa digunakan untuk
menyari zat yang kepolaran relatif tinggi sampai relatif rendah, karena etanol
merupakan pelarut universal. Etanol mempunyai kelebihan yaitu lebih selektif,
kapang dan kuman sulit tumbuh dalam etanol 20% keatas, tidak beracun, netral,
absorbsinya baik, etanol dapat bercampur dengan air pada segala perbandingan,
panas yang diperlukan untuk pemekatan lebih sedikit (Prayoga, 2008).
Menurut literatur dalam mengkonsumsi daun kumis kucing sebaiknya
dalam bentuk ekstrak karena dalam bentuk ini sudah memiliki takaran yang jelas,
bebas zat toksik, dan hanya zat-zat berkhasiat yang diambil, sehingga aman untuk
dikonsumsi, pembuatan ekstark daun kumis kucing ini menggunakan etanol 70%
yaitu senyawa organik yang mempunyai gugus OH. Pemakaian etanol 70% juga
dikarenakan etanol 70% dapat mengambil ekstrak total yang dimiliki oleh daun
kumis kucing bukan ekstrak fraksinasi sehingga berbagai zat yang terkandung
dalam daun kumis kucing masih tetap ada dan tidak mengalami fraksinasi. Hal ini
disebabkan oleh sifat tanaman herba yang jika dicari satu demi satu khasiat yang
terkandung di dalamnya maka tidak akan menghasilkan khasiat utama yang
diinginkan dan dapat menjadi lebih toksik karena hilangnya komponen lain yang
dapat menetralkan komponen yang lain, dalam tanaman ini khasiatnya dapat hilang.
Pengolahan bahan tanaman yang berupa daun, seperti daun tempuyung, kumis
kucing, dan sambiloto, harus diperlakukan secara hati-hati untuk melindungi warna,
aroma, serta kandungan zat berkhasiat dan senyawa kimianya. Daun-daun segar
mudah mengalami kerusakan selama pengolahan. Bila penanganannya salah akan
mengakibatkan perubahan warna atau bahkan tercemar mikroba (Prayoga, 2008).
2.2 Uji Praklinik

2.2.1 Daun Tempuyung

Efek farmakologi yang telah diteliti adalah dekok satu persen daunnya
mempercepat kelarutan kalsium karbonat dan batu mamer secara in vitro dan juga
diujikan langsung kepada penderita batu ginjal/kandung kemih (18 kasus), ekstrak
air daunnya, secara in vitro dapat mempercepat kelarutan dan kecepatan pelarutan
kalsium oksalat, mekanisme pelarutan kalsium oksalat dalam dapar ftalat dan
ekstrak daun Sonchus arvensis L., mengikuti mekanisme hambatan permukaan.
Glikosida dari apigenin dan luteolin yang diperoleh dari fraksi air daunnya dapat
melarutkan batu ginjal berkalsium dengan cara merendamnya pada 37°C selama
empat jam. Sediaan infus daun (0,50%) pada dosis 8 ml/kg bb memberikan efek
diuretik 29,60% pada kelinci jantan. Menurut B. Wahjoedi infus daun Sonchus
arvensis L., 10% dengan dosis 10 x dosis lazim orang yang diberikan per oral
selama tujuh hari terus-menerus pada tikus putih galur LMR, hanya menunjukkan
penghambatan pembentukan batu kandung kemih buatan yang terbentuk secara in
vivo, mempunyai harga LD50 23,82 (21,08 – 26,91) mg/10 g bb mencit, bahan
diberikan secara intraperitoneal, sehingga digolongkan dalam bahan yang tidak
beracun (Dianawati, dkk., 2004).

Hasil uji aktivitas farmakodinamik efek antikalkuli jamu calcusol pada


hewan uji perlakuan dan kontrol tidak berbeda secara bermakna. Sementara
produksi urin tikus yang diberi calcusol 200 mg/kg BB, 400 mg/kg BB, dan 800
mg/kg BB meningkat secara bermakna jika dibandingkan dengan kelompok control
yang diberikan air 20 ml/kg BB. Pemberian calcusol juga tidak mempengaruhi pH
antara 5,85-5,91. Pemberiaan calcusol pada dosis 200 mg/kg BB dan 400 mg/kg
BB ternyata dapat menurunkan jumlah hablur dalam sedimen urin, sebaliknya tidak
terjadi perubahan jumlah hablur dalam sedimen urin pada pemberian calcusol dosis
800 mg/kg BB. Tidak ditemukan hablur kalsium oksalat, kalsium hidrogen fosfat
atau amonium fosfat, baik pada kelompok pembanding maupun kelompok uji
(Budiharto, dkk., 2011).

Selain itu metode yang digunakan pada uji praklinik daun tempuyung
adalah uji toksisitas akut dan uji toksisitas subkronik. Hasil uji toksisitas akut
sampai hari ke 14 setelah pemberian larutan calcusol melalui oral dengan dosis 250-
6750 mg/kg BB tidak ditemukan hewan uji (mencit dan tikus) jantan atau betina
yang mati. Dengan demikian harga LD50 sediaan calcusol tidak dapat dihitung dan
hanya dinyatakan harga LD50 semu yaitu sediaan tertinggi 6750 mg/kg BB. Hasil
pemeriksaan gos patologi terhadap organ-organ penting mencit dan tikus seperti
hati ginjal, limpa, paru dan jantung setelah pemberiaan larutan calcusol pada dosis
250- 6750 mg/kg BB tidak ditemukan adanya penyimpangan yang berarti
(Budiharto, dkk., 2001).

Uji toksisitas subkronik perlu dilakukan guna mengetahui tingkat keamaan


penggunan daun tempuyung sebagai obat alternative peluruh ginjal yang digunakan
secara berulang dalam jangka waktu tertentu. Menurut hasil penelitian Nurianti, et
all. (2014), pemberian ekstrak etil asetat daun tempuyung aman setelah pemberian
dosis tunggal dan berulang berdasarkan studi toksisitas oral akut dan subkronik
pada tikus. LD50 ekstrak lebih tinggi dari 15 g/kg BB dan praktis tidak toksik.
Diamati setelah pemberian 24 jam dan 90 hari ekstrak etil asetat daun tempuyung
tidak menimbulkan efek toksik pada pusat system saraf. Selain itu selama 90 hari
setelah pemberian ekstrak etil asetat daun tempuyung juga tidak menimbulkan
kelainan pada organ ginjal, hati, jantung, ovarium, testis, limfa.
2.2.1 Daun Kumis Kucing

Menurut hasil penelitian Shafaei, et all (2015), dari hasil studi toksisitas akut
dilakukan sesuai dengan pedoman OECD 425 yang menentukan dosis uji batas
5000mg/ kg tidak terjadi kematian pada pengobatan yang diamati pada penggunaan
dosis tersebut selama periode pengamatan 14 hari. Selain itu juga tidak ada
perubahan perilaku yang signifikan, seperti, apati, hiperaktif, atau morbiditas pada
tikus betina. Tidak ada perubahan abnormal pada berat badan, tingkat respirasi, dan
deyut jantung. Han et al. pada tahun 2008 melaporkan bahwa tidak ada tanda-tanda
akut toksisitas akut atau kematian yang diamati pada tikus betina dan LD50 untuk
ekstrak metanol Orthosiphon staminus terbukti lebih tinggi dari 5000 mg / kg.
Dalam penelitian ini, ekstrak metanol Orthosiphon staminus ditemukan aman
dengan dosis 5000 mg / kg, dan oleh karena itu, nilai LD50 untuk toksisitas oral
dianggap lebih besar dari 5000 mg / kg. Selain itu pada uji subkronik yang
dilakukan selama 28 hari pemberian ekstrak metanol Orthoshipon stamineus pada
dosis 250, 500, dan 1000mg/ kg tidak menyebabkan perubahan abnormal seperti
yang terlihat dari tes fungsi hati dan ginjal (Shafeai et al., 2015).
2.3 Pembuatan Formula

Komposisi Formula Fungsi

Sebuk ekstrak daun


250 mg Zat aktif
tempuyung
Sebuk ekstrak daun kumis
250 mg Zat aktif
kucing
Aerosil 57,2 mg Pelicin
Polivinilpirolidon (PVP) 32,5 mg Pengikat
Mg stearat : Talkum 6,59 mg Pelicin
Explotab 19,5 mg Penghancur
Vivapur 102 ad 650 mg Pengisi
Bobot Kapsul 650 mg
Sumber: Kuncahyo dan Rejeki (2015) dan Roselyndiar (2012)

Dosis zat aktif ekstrak daun tempuyung dan ekstrak kumis kucing yang
digunakan yaitu 250mg, bedasarkan penelitian Nur Faizah (2001) dalam Winarto
(2004) yang menyebutkan bahwa efek diuresis pada hewan uji dari campuran
ekstrak tempuyung dan kumis kucing memberikan efek yang lebih kuat
dibandingkan dengan ekstrak yang tidak dicampur. Perbandingan dosis yang
digunakan yaitu ekstrak daun tempuyung sebanyak 8,825 mg/kg BB tikus dan
ekstrak daun kumis kucing sebanyak 8,825 mg/kg BB tikus. Sehingga konversi
dosis yang digunakan pada manusia yaitu 247,1 mg. Untuk memudahkan
penimbangan pada formula, dosis yang digunakan menjadi 250 mg ekstrak. Hal ini
dilakukan berdasarkan uji toksik daun tempuyung yang dilakukan Budiharto dkk
(2001) dalam Winarto (2004) menunjukan bahwa peningkatan dosis pada hewan
uji hingga 24 kali dosis manusia tidak menunjukan efek kematian maupun
kerusakan pada organ-organ penting seperti hati, ginjal, limfa, paru dan jantung.

Pembuatan kapsul kombinasi ekstrak daun tempuyung dan ekstrak daun


kumis kucing dilakukan dengan cara granulasi basah. Esktrak kental ditambah
dengan laktosa, aerosil, dan eksplotab kemudian diaduk hingga homogen.
Polivinilpirolidon dikembangkan terlebih dahulu menggunakan akuades kemudian
ditambahkan dengan campuran pertama hingga terbentuk massa yang siap untuk
digranulasi. Massa granul diayak dengan ayakan nomer 16 selanjutnya dikeringkan
dalam oven dengan suhu kurang dari 50oC. Granul yang telah kering, diayak
kembali dengan ayakan nomer 18 kemudian ditambahkan talk dan mg stearat.
Campuran dimasukkan ke dalam cangkang kapsul nomor 0 (Kuncahyo dan Rejeki,
2015).
2.4 Hasil Evaluasi Sifat Fisik Granul dan Kapsul Ekstrak Campuran
Daun Tempuyung dan Daun Kumis Kucing
a. Pemeriksaan Sifat Fisik Granul
Uji Granul Nilai
Waktu Alir (detik) 5,99 ± 0,220
Daya Serap Air (g/menit) 0,062 ± 0,005

Parameter sifat fisik granul diatas perlu dilakukan karena untuk mengetahui
kecepatan waktu alir granul yang berpengaruh terhadap kecepatan alliran pada saat
proses pengisian kedalam cangkang kapsul dan kemampuan daya serap air pada
granul yang berpengaruh terhadap kecepatan dalam proses pelepasan zat aktif untuk
pengobatan. Semakin kecil nilai waktu alir dan semakin besar nilai daya serap air
granul maka semakin baik granul tersebut.
b. Pemeriksaan Sifat Fisik Kapsul
Uji Kapsul Nilai

Keseragaman Bobot (mg) 649,72 ± 1,323


(CV= 1,02%)
Higroskopisitas (mg) 574,42 ± 0,41
Waktu Hancur (detik) 806,82

Hasi evaluasi keseragaman bobot menunjukkan formula tersebut


memberikan bobot yang seragam sesuai dengan persyaratan yang ditentukan oleh
Farmakope Indonesia Edisi III. Hasil uji waktu hancur juga telah memenuhi
persyaratan yang ditentukan yaitu tidak lebih dari 15 menit. Pengujian terhadap
higroskopis granul menunjukkan bahwa formula masih memberikan bentuk fisik
yang keras dan pengamatan warna isi dalam kapsul tidak berubah dan tetap kering.
Hal ini menunjukkan bahwa sediaan kapsul tetap stabil dalam penyimpanan.
BAB III
KESIMPULAN

1. Kandungan senyawa kimia flavonoid dari daun tempuyung dan daun kumis
kucing menunjukkan aktivitas diuretik pada tikus yang dapat digunakan
sebagai peluruh batu ginjal.
2. Kombinasi ekstrak daun tempuyung dan kumis kucing dapat meningkat
efek diuretik pada hewan coba dibandingkan jika diberikan dalam bentuk
tunggal.
3. Daun tempuyung dan daun kumis kucing diektraksi dengan metode
maserasi menggunakan pelarut etanol 70%.
4. Pembuatan kapsul kombinasi ekstrak daun tempuyung dan ekstrak daun
kumis kucing dilakukan dengan cara granulasi basah.
5. Hasil ekstrak daun tempuyung dan daun kumis kucing diformulasikan
dalam bentuk sediaan kapsul dengan dosis masing- masing 250 mg.
6. Digunakan cangkang kapsul dengan ukuran 0 (650 mg).
DAFTAR PUSTAKA

Budiharto, M., Ngatidjan, N., & Donatus, I. A. (2001). Tempuyung sebagai


Alternatif Penghancur Batu Ginjal. Media Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan, 11(4 Des).

Kartasapoetra,G. 1992. Budidaya Tanaman Berkhasiat Obat, Rineka Cipta,


Jakarta.

Kristianingsih, I., & Wiyono, A. S. (2017). Penggunaan Infusa Daun Alpukat


(Persea americana Mill.) Dan Ekstrak Daun Pandan (Pandanus
amarryllifolius Roxb) Sebagai Peluruh Kalsium Batu Ginjal Secara In
Vitro. Jurnal Wiyata Penelitian Sains dan Kesehatan, 2(1), 93-101.

Kuncahyono, I dan Rejeki, E.S. 2015. Formulasi Kapsul Ekstrak Campuran Bahan
Alami Buah Mengkudu (Morinda citrifolia L.) dan Daun Pepaya (Carica
papaya L.) Dengan Variasi Bahan Pengisi Laktosa dan Bahan Pengikat
Polivinilpirolidon (PVP). Seminar Farmasi Universitas Setia Budi.

Nurianti, Y., Hendriani, R., Sukandar, E. Y., & Anggadiredja, K. (2014). Acute and
subchronic oral toxicity studies of ethyl acetate extract of Sonchus arvensis
l. Leaves. International Journal of Pharmacy and Pharmaceutical
Sciences, 6(5), 343-347.

Prayoga, S. (2008). Efek Antiinflamasi Ekstrak Etanol Daun Kumis Kucing


(Orthosiphon stamineus Benth.) Pada Tikus Putih Jantan Galur Wistar.
Disertasi. Universitas Muhammadiyah Surakarta).

Roselyndiar. (2012). Formulasi Kapsul Kombinasi Ekstrak Herba Seledri (Apium


graveolens L.) dan Daun Tempuyung (Sonchus arvensis L.). Skiripsi.
Universitas Indonesia.

Shafaei, A., Esmailli, K., Farsi, E., Aisha, A. F., Majid, A. M. S. A., & Ismail, Z.
(2015). Genotoxicity, acute and subchronic toxicity studies of nano
liposomes of Orthosiphon stamineus ethanolic extract in Sprague Dawley
rats. BMC complementary and alternative medicine, 15(1), 360.
Winarto, W.P dan Karyasari. 2004. Tempuyung Tanaman Penghancur Batu
Ginjal. Yogyakarta: Argo Media Pustaka.

Wulandari, I. (2011). Teknologi Ekstraksi Dengan Metode Maserasi Dalam Etanol


70% Pada Daun Kumis Kucing (Orthosiphon Stamineus Benth) Di Balai
Besar Penelitian Dan Pengembangan Tanaman Obat Dan Obat Tradisional
(B2p2to-Ot) Tawamangmangu. Disertasi. Universitas Sebelas Maret.

Anda mungkin juga menyukai