Anda di halaman 1dari 6

Sejarawan-sejarawan Islam Indonesia dan karya-karyanya

1. Azumardi Azra
Beliau lahir pada tanggal 4 Maret 1995 di Lubuk Alung, Sumatera Barat.
Sejak 1982, ia menjadi dosen Pascasarjana dan Fakultas Tarbiyah dan Fakultas Adab,
IAIN Syarif Hidayatullah, Jakarta. Pada 1997. Ia menjadi guru besar sejarah pada
Fakultas Adab, IAIN Syarif Hidayatullah, Jakarta. Pernah menjadi Pembantu Rektor I
IAIN Syarif Hidayatullah, Jakarta (1998). Kini, sejak 14 Oktober 1998, ia menjadi
Rektor IAIN Syarif Hidayatullah, Jakarta.
Selain menekuni kariernya sebagai dosen, ia juga menjadi anggota Dewan
Redaksi Jurnal Ulumul Qur’an; Islamika; Editor-in-Chief Studia Islamika; Wakil
Direktur Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat (PPIM) IAIN Jakarta; Visiting
Fellow pada Oxford Centre for Islamic Studies, Oxford University (1994-1995);
dosen tamu University of Philippines (1997) dan University Malaya (1997); anggota
SC SEASREP (Southeast Asian Studies Regional Exchange Program), Toyota
Foundation & The Japan Foundation (1998 sampai kini). Selain itu, ia termasuk salah
seorang pengurus Masyarakat Sejarawan Islami (MSI), dan Himpunan Indonesia
untuk Pengembangan Ilmu-ilmu Sosial (HIPIIS).
Selama menjadi mahasiswa IAIN Syarif Hidayatullah, Jakarta, ia aktif dalam
organisasi intra dan ekstra universiter; Ketua Umum Senat Mahasiswa Fakultas
Tarbiyah (1979-1982), dan Ketua Umum Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang
Ciputat (1981-1982). Dari 1979 sampai 1985, ia bekerja sebagai wartawan/redaksi
majalah Panji Masyarakat.
Pada 1986, ia memperoleh beasiswa Fullbright untuk melanjutkan studi di
Colombia University, New York, Amerika Serikat. Gelar M.A diperolehnya pada
1988 dari Departemen Bahasa-bahasa dan Kebudayaan Timur Tengah, Columbia
University. Ia kemudian melanjutkan program doktoral pada Departemen Sejarah,
Columbia University, ketika memperoleh “Columbia University President
Fellowship”. Dari departemen ini, ia memperoleh gelar M.A (kedua) pada 1989, dan
M.Phil pada 1990. Sedangkan gelar Ph.Ddiperolehnya pula dari Departemen Sejarah,
Columbia University, pada 1992, dengan disertasi berjudul, The Transmission of
Islamic Reformism to Indonesi: Networks of Middle Eastern and Malay Indonesia
‘Ulama’ in the seventeenth and Eighteenth Centuries.
Selain aktif sebagai pemakalah dalam berbagai seminar tingkat nasional dan
internasiona, ia juga menulis banyak artikel dan essay di berbagai media massa
nasional dan internasional. Artikel substantifnya yang dipublikasikan secara
internasional, antara lain, “Education, Law, Misticism; Constructing Social
Realities”, dalam Mohd. Taib Osman (ed.), Islamic Civilization in the Malay World,
Kuala Lumpur & Istanbul, Dewan Bahasa dan Pustaka & IRCICA, 1997; “A
Hadhrami Religious, Schoral, Indonesia: Sayyid Uthman”, dalam U. Freitage & W.G.
Clarence-Smith (eds.), Hadhrami Tranders, Scholar, and Statesmen in the Indian
Ocean 1950-1960, Leiden E.J. Brill, 1997; dan “Oppisition to Sufism in the East
Indies in the Seventeenth and Eighteenth Centuries”, dalam Freederick de Jong &
Bern Radtk (ed.), Islamic Mysticism Contested: Thirteenth Centuries of Controversies
and Polemics, Leiden: Brill, 1999.
Beberapa bukunya yang telah diterbitkan ialah Jaringan Ulama Timur Tengah
dan Kepulauan Nusantara Abad XVII dan XVIII (1998), dan Pergolakan Politik Islam
(1997). Buku yang dieditnya, antara lain, Islam dan Masalah-masalah
Kemasyarakatan (1983), Perkembangan Modern dalam Islam (1985), dan Perspektif
Islam di Asia Tenggara (1989). Adapun karya terjemahannya ialah Mengenal Ajaran
Kaum Sufi (1984), dan Agama di Tengah Sekularisasi Politik (1985).
Pada tahun 1999, ia meluncurkan enam buku terbarunya, yaitu Menuju
Masyarakat Madani (Remaja Rosdakarya, Bandung), Renaisans Islam Asia Tenggara
(Remaja Rosdakarya, Bandung), Islam Reformis: Dinamika Gerakan, pembaharuan
dan Intelektual, Pendidikan Islam: Tradisi dan Modernisasi Menuju Milenium Baru,
dan Esei-esei Intelektual Muslim & Pendidikan Islam, dan Konteks Berteologi di
Indonesia: Pengalaman Islam. 1
2. Abdurrahman Siddiq
Syekh Abdurrahman Siddiq bin Muhammad 'Afif bin Mahmud bin
Jamaluddin Al-Banjari lahir di Dalam Pagar, Martapura, Kalimantan Selatan pada
tahun 1857. Kemudian ia meninggal dunia di Sapat, Indragiri Hilir, Riau pada
tanggal 10 Maret 1930 ketika berumur 72 tahun. Saat baru berusia tiga bulan, ibunda
Abdurrahman Siddiq meninggal dunia. Ia tak sempat mendapat asuhan sang ibunda.
Ia pun kemudian dirawat kakek dan neneknya. Sang kakek merupakan seorang ulama
bernama Mufti H Muhammad Arsyad. Namun ketika baru diusia setahun, sang kakek

1
Azyumardi Azra, Renaisans Islam Asia Tenggara, (Bandung: PT. REMAJA ROSDAKARYA: 1999), hlm. Terakhir.
meninggal. Maka Abdurrahman Siddiq pun tumbuh dewasa hanya bersama neneknya,
Ummu Salamah. Sang nenek merupakan muslimah yang taat beribadah dan faqih
beragama. Ia mendidik syaikh dengan kecintaan pada Alquran. Beranjak dewasa,
nenek mengirim syekh pada guru-guru agama di kampung halamannya. Ketika
dewasa, Syaikh makin giat menuntut ilmu agama.

Ia melakukan perjalanan menuntut ilmu ke Padang, Sumatera Barat. Setelah


menyelesaikan pendidikan di Padang pada 1882, ia masih haus ilmu. Maka pergilah
syekh ke kota kelahiran Islam, Makkah pada tahun 1887. Di tanah suci, Abdurrahman
Siddiq banyak menghadiri majelis ilmu para ulama ternama Hijaz. Tak hanya di
Makkah, ia pun giat bergabung di halaqah-halaqah ilmu di Masjid Nabawi di
Madinah. Kegiatan tersebut ia lakukan hingga tujuh tahun lamanya. Bahkan Syekh
juga sempat menjadi pengajar di Masjidil Haram selama dua tahun sebelum kemudian
kembali ke tanah air. Ia diangkat oleh Sultan Mahmud Shah (Raja Muda) sebagai
Mufti Kerajaan Indragiri 1919-1939 berkedudukan di Rengat dan mengabdikan diri
di Kerajaan Indragiri. Berikut ini merupakan karya-karya dari Abdurrahman Siddiq :

a. Fathu al'Alim fi Tartib al Ta'lim, diterbitkan di Singapura, Matba'ah Ahmadiah,


1322 H
b. Risalah 'Amal Ma'rifah, diterbitkan di Singapura : Matba'ah Ahmadiah, 1322 H
c. Majmu' al Ayah wa al Hadist fi fada-il al ilmi wa al 'ulama wa al Muta'allimin wa
al Mustami'in, Singapura : Matba'ah Ahmadiah, 1355 H
d. Kitab Asrar al Salat min Uddat al Kutub al Mu'tamadah, selesai ditulis tahun
1334 H/1915 M, diterbitkan di Singapura: Matba'ah Ahmadiah, 1931 M
e. Risalah Syajaroh al Arsyadiyah" yang menyebutkan silsilah dari Syekh M. Arsyad
al Banjari', Singapura : Matba'ah Ahmadiah, 1354 H
f. Kitab al Fara-id, Singapura: Matba'al Ikhwan, 1338 H
g. Sejarah Perkembangan Islam di Kerajaan Banjar, Singapura: Matba'ah
Ahmadiah, 1355 H, dll.2
3. Buya HAMKA ( Haji Abdul Malik Karim Amrullah )

Beliau dilahirkan pada tanggal 16 Februari 1908 M (14 Muharram 1326 H), Di
tepi Danau Maninjau, di sebuah kampung yang bernama Tanah Sirah, dengan nama

2
Abdurrahman Siddiq, Risalah Syajaroh al Arsyadiyah, (Singapura : Matba'ah Ahmadiah: 1354 H), hlm.
Terakhir.
“Abdul Malik”. Kemudian setelah menunaikan ibadah haji, nama itu kemudian berubah
menjadi “Haji Abdul Malik Karim Amrullah” yang disingkat dengan Hamka. Ayahnya,
Abdul Karim Amrullah, alias Haji Rasul, adalah tokoh pelopor gerakan Islam “Kaum
Muda” di Minangkabau. Karenanya, sebagai putera dari seorang tokoh pergerakan, maka
sejak kecil Hamka sudah menyaksikan dan mendengar secara langsung pembicaraan
tentang pembaharuan dan gerakannya, melalui ayah dan rekan-rekan ayahnya.
Pada Tahun 1914 (dalam usia 6 tahun), Hamka dibawa oleh ayahnya ke Padang
Panjang. Ketika telah mencapai usia 7 tahun, ia dimasukkan ke sekolah desa, sedangkan
pada malam harinya ia mengaji (mempelajari Alquran) pada ayahnya sendiri hingga
tamat. Pada tahun 1916 hingga tahun 1923, ia berlajar agama pada Sekolah Diniyah
School di Padang Panjang dan Sumatera Thawalib di Parabek. Sejak saat itu, Hamka
sudah mulai gemar membaca buku-buku, baik buku ceritera, sejarah kepahlawanan, atau
artikel-artikel di surat kabar yang memuat kisah kepahlawanan.
Kemudian pada tahun 1924, ia berangkat ke Yogyakarta untuk mendalami
pergerakan-pergerakan Islam. Ia mendapatkan pengarahan-pengarahan dari H.O.S.
Cokroaminoto, H. Fachruddin, R.M. Suryopranoto, dan A.R. Sutan Mansur. Pada tahun
1925, Hamka kembali ke Padang Panjang. Pada waktu itu, bakatnya sebagai
pengarang sudah mulai tumbuh. Ia membuka kursus pidato bagi teman-temannya di
Surau Jembatan Besi. Dengan kemampuannya menyusun kata-kata dalam berpidato dan
menulis, membuatnya mendapatkan posisi istimewa di antara teman-temannya. Ia
mencatat dan mengedit pidato teman-temannya, kemudian mempublikasikannya melalui
Majalah Khatib al-Ummah. Tahun 1927, ia berangkat ke Makkah sambil koresponden
pada Harian Pelita Andalas di Medan.
Sepulang dari Makkah, ia menulis di Majalah Seruan Islam di Tanjung Pura,
selain itu ia juga menjadi pembantu pada Majalah Bintang Islam dan Suara
Muhammadiyah di Yogyakarta. Dengan keahlian yang dimilikinya itu, menyebabkan ia
diangkat oleh Pemerintah menjadi anggota Badan Pertimbangan Kebudayaan dari
Kementerian PP&K dan Penasehat pada Kementerian Agama, pada tahun 1952. Pada
tahun yang sama pula, ia diangkat menjadi Guru Besar pada Peguruan Tinggi
(Universitas) Islam yang ada di Makassar. Berkat jasa-jasanya dalam penyiaran Islam
dengan memakai bahasa Indonesia yang indah, maka pada awal tahun 1959, Majelis
Tinggi Universitas Al-Azhar, Cairo, memberikan gelar Doctor Honoris Causa kepada
Hamka. Kemudian pada tanggal 6 Juni 1974, ia memperoleh gelar Doktor dalam
kesusasteraan dari Universitas Malaysia.
Pada tanggal 26 Juli 1975, bertepatan dengan 17 Rajab 1395, Musyawarah Alim
Ulama seluruh Indonesia melantik Hamka sebagai Ketua Majelis Ulama Indonesia
(MUI). Dan pada tanggal 18 Juli 1981, Hamka wafat di Jakarta. Berikut ini adalah Karya-
karya Buya Hamka:
a. Roman/Novel
Dalam bidang ini, Hamka menulis beberapa buku, antara lain: Si
Sabariyah, Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck, Di Bawah Lindungan Ka’bah,
Merantau ke Deli, Terusir, Keadilan Ilahi, Di Tepi Sungai Nil, Di Tepi Sungai
Dajlah, Mandi Cahaya di Tanah Suci,dan Empat Bulan di Amerika.
b. Politik
Di antara karya-karyanya yang berbau politik adalah: Adat Minangkabau dan Agama
Islam, Revolusi Fikiran, Revolusi Agama, Adat Minangkabau Menghadapi Revolusi,
Negara Islam, Sesudah Naskah Renville, Merdeka, Islam dan Demokrasi, Urat
Tunggang Pancasila.
c. Tasawuf, Dakwah, dan Sejarah
Mengenai tasawuf, sedikitnya ada empat buku yang ditulis oleh Hamka, yaitu:
Tasawuf Modern, Tasawuf dari Abad ke Abad, Mengembalikan Tasawuf ke
Pangkalnya, dan Tasawuf, Perkembangan dan Pemurniannya. Mengenai dakwah,
paling tidak ada tiga buku yang ia tulis, yaitu: Kepentingan Muballig, Pedoman
Muballig Islam, dan Prinsip dan Kebijaksanaan Dakwah Islam. Adapun mengenai
sejarah, ditemukan tiga buku karya Hamka, yaitu: Sejarah Umat Islam, Sejarah Islam
di Sumatera, dan Sejarah Hidup Jamaluddin al-Afghani.
d. Karya Islam Umum
Adapun karya-karya Hamka lainnya yang penulis tidak sempat klassifikasikan
temanya, antara lain adalah: Tafsir al-Azhar, Agama dan Perempuan, Pembela Islam,
Falsafah Hidup, Lembaga Hidup, Lembaga Budi, Menunggu Beduk Berbunyi,
Pelajaran Agama Islam, Pandangan Hidup Muslim, Muhammadiyah Melalui Tiga
Zaman, Muhammadiyah di Minangkabau, Kedudukan Perempuan dalam Islam, Ayat-
ayat Mi’raj, dan Doa-doa Rasulullah.3

3
Buya Hamka, Kenang-kenangan Hidup, (Jakarta: Bulan Bintang: 1974), hlm.3-5.

Anda mungkin juga menyukai