Anda di halaman 1dari 8

Sex Education Pada Remaja

Makalah ini dibuat untuk memenuhi Mata Ajar Keperawatan Anak I

OLEH:
Nama Kelompok 8:
1. A.A Istri Citra Adnyanita (17C10135)
2. Putu Thania Pramesuari A.D (17C10153)
3. Ni Nyoman Ayu Intan Pratiwi(17C10163)
4. I Nyoman Rai Putra Marthana (17C10164)
5. I Kadek Dharma Putra (17C10168)
6. A.A Gede Wahyu Spassayoga(17C10182)
Kelas : Ilmu Keperawatan C

INSTITUT TEKNOLOGI DAN KESEHATAN BALI


2019/2020
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat Beliau dan
kerja keras penulis, maka makalah dengan judul “Makalah Sex Education Pada Remaja” dapat
penulis selesaikan dengan tepat waktu. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada berbagai
pihak yang telah membantu penulis dalam pembuatan makalah, diantaranya :

1. Bapak I G.P. Darma Suyasa, S.Kp., M.Ng., Ph.D. selaku Rektor Institut Teknologi dan
Kesahatan Bali yang telah memberikan kesempatan bagi penulis untuk menuntut ilmu.
2. Ibu Ns. Ni Made Sri Rahyanti,S.Kep., M.Kep.,Sp.An. dosen pembimbing mata kuliah
Keperawatan Anak I yang telah membimbing penulis dalam pembuatan makalah ini.

Penulis menyadari bahwa makalah yang telah penulis susun masih jauh dari kata
sempurna.Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca,
sehinggapenulisan makalah berikutnya dapat lebih baik.

Denpasar, 06 September 2019

Penulis

BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 PENGERTIAN SEX EDUCATION


Sex education merupakan suatu informasi mengenai persoalan seksualitas
manusia yang jelas dan benar. Informasi itu meliputi proses terjadinya pembuahan,
kehamilan sampai kelahiran, tingkah laku seksual, hubungan seksual, dan aspek-aspek
kesehatan,kejiwaan dan kemasyarakata.
Sex education merupakan suatu pengetahuan yang kita ajarkan mengenai segala
sesuatu yang berhubungan dengan jenis kelamin. Tentang menstruasi, mimpi basah,
adanya perubahan hormon, masalah perkawinan, dan kehamilan

2.2 PENGERTIAN REMAJA


Remaja merupakan masa transisi dari masa kanak-kanak manuju masa dewasa
yang ditandai dengan berbagai perubahan baik fisik, psikis, maupun sosial. Perubahan
tersebut dapat menimbulkan persoal-persoalan yang kemungkinan dapat mengganggu
perkembangan remaja.

2.3 TUJUAN SEX EDUCATION


a. Memberi pengetahuan yang memadai kepada remaja mengenai diri anak
sehubungna dengan kematangan fisik, mental dan emosional sehubungan dengan
sex.
b. Mengurangi ketakutan dan kegelisahan sehubungan dengan terjadinya
perkembangan serta penyesuaian seksual pada remaja.
c. Mengembangkan sikap objektif dan penuh pengertian tentang sek.
d. Menanamakan pengertian tentang pentingnya nilai moral sebagai dasar
mengambil keputusan.
e. Memebrikan cukup pengetahuan tentang penyimpanagn dan penyalahgunaan seks
agar terhindar dari hal-hal yang membahayakan fisik dan mental.

2.4 SEX EDUCATION PADA REMAJA

Pada saat ini, seorang remaja akan mengalami banyak perubahan secara seksual. Orang
tua perlu lebih intensif menanamkan nilai norma yang baik. Berikan penjelasan mengenai
kerugian sek bebas seperti, penyakit yang ditularkan dan akibat-akibat secara emosional.
Pendidikan sek sejak dini akan menghindari kehamilan di luar pranikah saat anak-anak
bertumbuh menjadi remaja dan saat dewasa kelak.

Karena rasa ingin tahu yang besar, jika anak tidak dibekali pendidikan sek, maka remaja
akan mencari jawaban dari orang lain, dari teman sebaya atau internet yang informasinya
bisa kurang tepat. Karena itu, lindungi anak-anak sejak dini dengan membekali mereka
pendidikan mengenai sek dengan cara yag tepat.
2.5 DAMPAK POSITIF DAN NEGATIF SEX EDUCATION PADA REMAJA

2.5.1 Dampak positif sex education pada remaja

Pertama, memiliki pengetahuan yang cukup mengenai pendidikan seksual. Pendapat yang
serupa disampaikan oleh Santrock yang menyatakan bahwa remaja yang memiliki ketahanan
psikologi ialah remaja yang memiliki kemampuan untuk memecahkan masalah, kemampuan
untuk beradaptasi, dan belajar dari pengalaman hidup sehari-hari (Santrock, 1996).
Pengetahuan yang cukup berkaitan dengan pendidikan seksual mengandung unsur-unsur yang
sama dengan yang dimaksudkan dalam istilah intelektual, yang menggambarkan kemampuan
seseorang dalam berpikir dan mengekspresikan keinginan seksualnya ke arah yang positif.

Kedua, mampu menghindarkan dirinya dari perilaku seksual negatif beserta dengan
dampak-dampak buruknya. Dengan ini bahwa pendidikan seksual mengurangi tingkat
kehamilan yang tidak diinginkan pada remaja dan mengurangi tingkat drop out karena
perilaku seksual. Hal ini terjadi karena remaja semakin mampu mengontrol dirinya. Hal
tersebut sejalan bahwa seorang remaja yang memiliki ketahanan psikologi mampu
mengendalikan emosi, sikap dan menghindarkan dirinya agar tidak terseret dalam lingkungan
(Reivich & Shatte, 2002; MacKay & Iwasaki, 2005).

Ketiga, memiliki kemampuan untuk menemukan dan menyelesaikan masalah, inisiatif,


empati, dan efi kasi diri. Empati adalah kemampuan seseorang untuk memahami perspektif
orang lain dan membayangkan dirinya berada pada posisi orang tersebut (Gibbs, 2003).
Empati merupakan kemampuan individu untuk mengenali perasaan orang lain, hal-hal yang
menyebabkan terjadinya perasaan tersebut dan mampu terlibat dalam perasaan emosional
tersebut. Sedangkan efikasi diri adalah keyakinan tentang sejauh mana individu
memperkirakan kemampuan dirinya dalam melaksanakan tugas atau melakukan suatu
tindakan yang diperlukan untuk mencapai suatu hasil tertentu (Bandura, 1997). Efikasi diri
diyakini dapat membantu seseorang untuk menentukan seberapa besar usahanya untuk suatu
kegiatan, seberapa tekun dalam menghadapi masalah. Semakin besar efikasi diri seseorang,
semakin besar usahanya, ketekunannya, dan tingkat daya tahannya (Pajares, 1996).
Keempat, memiliki keinginan dan tujuan untuk mempersiapkan masa depan yang baik.
Dengan demikian remaja yang memiliki ketahanan psikologi, memiliki keinginan dan tujuan
untuk mempersiapkan masa depan yang baik. Hal ini dilakukan dengan menetapkan apa
tujuan yang ingin dicapainya, dan belajar sungguh-sungguh demi mencapai tujuannya
tersebut. Hal ini sejalan dengan pendapat Henderson dan Milstein yang mengungkapkan
bahwa remaja yang memiliki ketahanan psikologi merupakan remaja yang memiliki
kompetensi sosial serta keterampilan hidup dalam pemecahan masalah, berpikir secara kritis,
kemampuan berinisiatif, serta kesadaran akan tujuan yang bersifat positif. Remaja tersebut
memiliki minat khusus, memiliki tujuan dan arah serta termotivasi untuk berprestasi di
sekolah (Desmita, 2005).

2.5.2 Dampak negatif sex education pada remaja

Pengetahuan juga dapat mempengaruhi perilaku secara tidak langsung dengan


mempengaruhi norma, nilai, sikap, cara pandang, dan efikasi diri seorang remaja. Sebagai
contoh, mengenai hubungan seksual di kalangan remaja, pandangan mereka tentang
hubungan seksual di kalangan remaja tersebut akan dibentuk oleh teman dan media. Hal ini
akan membuka kesempatan terjadinya perilaku seksual dini pada remaja. Intensitas
komunikasi yang tinggi dengan teman sebaya mengenai seks secara praktis meningkatkan
risiko inisiasi hubungan seks pranikah pada usia lebih dini hampir dua kali lipat terutama
pada informan lakilaki. Damayanti (2006) menyatakan bahwa perilaku seks pranikah
cenderung dilakukan karena pengaruh teman sebaya yang negatif dan pada akhirnya remaja
mengadakan percobaan dengan jalan masturbasi, bercumbu atau berhubungan s eksual
(Hurlock, 1994). Pengetahuan remaja tentang seksualitas dan kesehatan reproduksi terutama
didapatkan dari teman sebaya. Adapun topik yang menjadi pembahasan para remaja dengan
teman sebayanya ialah cara berhubungan seks, akibat dari hubungan seksual, perkembangan
alat r eproduksi, dan perilaku seks pranikah. Sumber informasi yang diperoleh dari teman
sebaya lebih mudah diterima oleh remaja karena mereka berbicara dengan gaya bahasa yang
sama dan menghadapi masalah yang sama. Sesuai dengan teori psikososial menyatakan
bahwa pengetahuan dan keterampilan remaja dapat meningkat bila mereka diberi kesempatan
untuk meniru perilaku orang yang mempunyai ketertarikan dengannya. Pengaruh teman
sebaya dapat menciptakan keterikatan, kebersamaan, sehingga remaja seringkali sulit
melepaskan diri dari kelompok teman sebayanya (Handajani, 2001).

Peran media massa dalam memberikan informasi tentang hal ini juga bisa mempengaruhi
perilaku seksual remaja. Nuranti (2009) menyatakan bahwa riwayat terpapar pornografi ,
intensitas komunikasi tentang seks dengan teman sebaya, dan niat untuk melakukan inisiasi
hubungan seks secara praktis meningkatkan risiko perilaku seksual dini pada remaja. Akses
remaja terhadap media massa dan pengaruh teman sebaya merupakan faktor karakteristik
remaja yang berhubungan dengan sikap remaja terhadap hubungan seksual pranikah. Jika
remaja tidak mengetahui bahwa pornografi dapat merangsang keinginannya untuk
melakukan hubungan seksual, maka perilaku mereka akan cenderung semakin tergantung
pada pornografi. Namun jika mereka mengetahui tentang hal tersebut, maka mereka akan
menghindari paparan pornografi . Kunci untuk meningkatkan pengetahuan guna mengubah
perilaku, terutama terletak pada fakta-fakta tersebut di atas, konsepkonsep dan keterampilan
yang diperlukan untuk menyampaikan pesan yang menarik tentang perilaku dan memberikan
dasar yang diperlukan untuk mengubah sikap, persepsi norma dan keterampilan.

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1. Pengertian sex education
Sex education merupakan suatu informasi mengenai persoalan seksualitas manusia
yang jelas dan benar. Sex education merupakan suatu pengetahuan yang kita ajarkan
mengenai segala sesuatu yang berhubungan dengan jenis kelamin. Tentang menstruasi,
mimpi basah, adanya perubahan hormon, masalah perkawinan, dan kehamilan.
2. Pengertian remaja
Remaja merupakan masa transisi dari masa kanak-kanak manuju masa dewasa yang
ditandai dengan berbagai perubahan baik fisik, psikis, maupun sosial.
3. Tujuan sex education
a. Memberi pengetahuan yang memadai kepada remaja mengenai diri anak
sehubungna dengan kematangan fisik, mental dan emosional sehubungan dengan
sex.
b. Menanamakan pengertian tentang pentingnya nilai moral sebagai dasar
mengambil keputusan.
c. Memebrikan cukup pengetahuan tentang penyimpangan dan penyalahgunaan seks
agar terhindar dari hal-hal yang membahayakan fisik dan mental.
4. Sex education pada remaja
Pada saat ini, seorang remaja akan mengalami banyak perubahan secara seksual.
Orang tua perlu lebih intensif menanamkan nilai norma yang baik. Pendidikan sek
sejak dini akan menghindari kehamilan di luar pranikah saat anak-anak bertumbuh
menjadi remaja dan saat dewasa kelak. Karena rasa ingin tahu yang besar, jika anak
tidak dibekali pendidikan sek, maka remaja akan mencari jawaban dari orang lain, dari
teman sebaya atau internet yang informasinya bisa kurang tepat.

3.2 Saran

Sebagai tenaga kesehatan dan orang tua hendaknya memperluas pengetahuan agar dapat
memberikan pengertian kepada anak tentang sex education. Komunikasi dari orang tua dan anak
saangat penting dilakukan supaya terjalin komunukasi yang terbuka antara orang tua dan anak.
Karena mereka tidak dekat atau jauh dari control orang tua dan orang tualah yang lebih sering
terjerumus ke hal – hal yang negatif.

DAFTAR PUSTAKA

Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN). 2012. Genre Goes
To School: Yang Muda Harus Berencana. (online). <http://www. bkkbn.go.id/_layouts/mobile/
dispform.aspx?List=f933abed-2814-4155-9570ed3d2276b169&View=752bdf84-8082-49ce-
8654-7d312f11c5db&ID=7 > diakses pada 27 September 2014.

Purnama Diana Septi.

Rinta Leafi O, 2015, Pendidikan Seksual Dalam Membentuk Perilaku Seksual Positif
Pada Remaja Dan Implikasinya Terhadap Ketahanan Psikologi Remaja, Volume 21, Bkkbn
Provinsi Sumatera Utara, Diakses Pada Tanggal 6 September 2019

Anda mungkin juga menyukai