A. Definisi
Stroke adalah disfungsi neurologis yang umum dan timbul secara mendadak
sebagai akibat dari adanya gangguan suplai darah ke otak dengan tanda dan gejala
sesuai dengan daerah otak yang terganggu (WHO, 1989).
Stroke atau penyakit serebrovaskular mengacu pada setiap gangguan neurologik
mendadak yang terjadi akibat pembatasan atau terhentinya aliran darah melalui
sistem suplai arteri otak ( Sylvia A. Price, 2006 )
Stroke merupakan penyakit peredarah darah otak yang diakibatkan oleh
tersumbatnya aliran darah ke otak atau pecahnya pembuluh darah di otak, sehingga
suplai darah ke otak berkurang (Smltzer & Bare, 2005).
Stroke hemoragik adalah disfungsi neurologi fokal yang akut dan disebabkan oleh
perdarahan primer substansi otak yang terjadi secara spontan bukan oleh karena
trauma kapitis, disebabkan oleh karena pecahnya pembuluh arteri, vena dan kapiler.
(Djoenaidi Widjaja et. al, 1994)
Stroke hemoragik yaitu suatu kerusakan pembuluh darah otak sehingga
menyebabkan perdarahan pada area tersebut. Hal ini menyebabkan gangguan fungsi
saraf (Haryono, 2002)
Stroke hemoragik terjadi karena salah satu pembuluh darah di otak (aneurisma,
mikroaneurisma, kelainan pembuluh darah kongenital) pecah atau robek. Keadan
penderita stroke hemoragik umumnya lebih parah. Kesadaran umumnya
menurun.Mereka berada dalam keadaan somnolen, osmnolen, spoor, atau koma pada
fase akut.
Stroke hemoragik adalah disfungsi neurologi fokal yang akut dan disebabkan oleh
perdarahan primer substansi otak yang terjadi secara spontan bukan oleh karena
trauma kapitis, disebabkan oleh karena pecahnya pembuluh arteri, vena dan kapiler
(Widjaja, 1994).
Stroke perdarahan intraserebral atau perdarahan intraserebral primer adalah
suatu sindroma yang ditandai adanya perdarahan spontan ke dalam substansi otak
(Gilroy, 2000).
B. Epidemiologi
Perdarahan intraserebral dua kali lebih banyak dibanding perdarahan
subarakhnoid (PSA) dan lebih berpotensi menyebabkan kematian atau disabilitas
dibanding infark serebri atau PSA (Broderick dkk, 1999). Sekitar 10% kasus stroke
disebabkan oleh PIS. Sumber data dari Stroke Data Bank (SDB), (Caplan, 2000)
menyebutkan bahwa setidaknya 1 dari 10 kasus stroke disebabkan oleh perdarahan
parenkim otak. Populasi dimana frekuensi hipertensinya tinggi, seperti Amerika-Afrika
dan orang-orang Cina, Jepang dan keturunan Thai, memiliki frekuensi yang tinggi
terjadinya PIS.
Angka kejadiannya berkisar antara 12-15 per 100.000 penduduk per tahun dan
lebih sering dijumpai pada laki-laki, usia tua, dan orang Asia Afrika. Dalam suatu studi
populasi yang dilakukan pada 1.041 penderita PIS, 50% pendarahan terjadi di
subkortikal dalam, 35% di substansia alba (lobar), 10% di serebelum, dan 6% di
batang otak. Angka kematian PIS dalam 30 hari setelah serangan stroke mencapai
35-52%. Dari jumlah ini, setengah diantaranya meninggal dalam dua hari pertama
setelah serangan stroke. Sekitar 40% kasus PIS disertai pendarahan intraventrikular.
Keadaan ini mengakibatkan hidrosefalus akut, peningkatan TIK, serta peningkatan
mortalitas dan kecacatan.
Perdarahan intraserebral dapat terjadi pada rentang umur yang lebar, dapat terjadi
pada dekade tujuh puluh, delapan puluh dan sembilan puluh. Walaupun persentase
tertinggi kasus stroke pada usia dibawah 40 tahun adalah kasus perdarahan, PIS
sering juga terjadi pada usia yang lebih lanjut. Usia lanjut dan hipertensi merupakan
faktor resiko paling penting dalam PIS. Perdarahan intraserebral terjadi sedikit lebih
sering pada pria dibanding wanita dan lebih sering pada usia muda dan setengah-
baya pada ras kulit hitam dibanding kulit putih di usia yang sama (Broderick, 1999).
C. Etiologi
Perdarahan serebri
Stroke PIS (perdarahan intra serebri) biasanya terjadi pada saat seseorang
sedang aktif bekerja. PIS dapat mengganggu fungsi motorik volunter karena
perdarahannya biasanya terjadi di arteri dalam (arteri cerebri) yang berdekatan
dengan ganglia basalis dan kapsula interna. Gangguan yang terjadi pada PIS
biasanya adalah paralisis dan kerusakan korteks motorik.
Beberapa penyebab Perdarahaan Intra Serebrum (PIS):
1. Perdarahan intracerebrum hipertensif
2. Perdarahan subaraknoid (PSA)
- Ruptura aneorisma sakular (berry)
- Ruptura malformasi arteriovena (MAV)
- Trauma
Pardarahan Subarakhnoid (PSA) memiliki dua kausa utama: ruptur suatu
aneurisma vaskular dan trauma kepala. Karena perdarahan dapat masif
dan ekstravasi darah ke dalam ruang subaraknoid lapisan meningen dapat
berlangsung cepat. Penyebab tingginya angka kematian ini adalah bahwa
empat penyulit dapat menyebabkan iskemia otak serta morbiditas dan
mortalitas “tipe lambat” yang dapat terjadi lama setelah perdarahan
terkendali. Penyulit-penyulit tersebut adalah:
Vasopasme reaktif disertai infark
Sekitar 3 sampai 12 hari setelah pendarahan itu, arteri di otak dapat
kontrak (kejang), membatasi aliran darah ke otak. Kemudian jaringan
otak tidak mendapatkan oksigen yang cukup dan dapat mati seperti
pada stroke iskemik. Vasospasm dapat menyebabkan gejala mirip
dengan stroke iskemik, seperti kelemahan atau hilangnya sensasi
pada satu sisi tubuh, kesulitan menggunakan atau memahami bahasa,
vertigo, dan koordinasi terganggu.
Ruptur ulang
Bagi pasien yang bertahan hidup setelah perdarahan awal, ruptur
ulang atau perdarahan ulang adalah penyulit paling berbahaya pada
masa pasca perdarahan dini.
Hiponatremia
Hidrosefalus
Dalam waktu 24 jam, darah dari perdarahan subarachnoid dapat
membeku. Darah beku ini dapat mengganggu aliran cairan
serebrospinal yang terletak di sekitar otak. Akibatnya,darah
terakumulasi dalam otak, peningkatan tekanan dalam tengkorak.
Hydrocephalus akan menyebabkan gejala seperti sakit kepala,
mengantuk, kebingungan, mual, dan muntah-muntah dan dapat
meningkatkan risiko koma dan kematian (Sylvia A. Price dan Wilson,
2006).
3. Penyalahgunaan kokain, amfetamin
4. Perdarahan akibat tumor otak
5. Infark hemoragik
6. Perdarahan sistemik termasuk terapi antigulan.
Pecahnya aneurisma
Biasanya perdarahan serebri terjadi akibat aneurisme yang pecah maka
penderita biasanya masih muda dan 20% mempunyai lebih dari satu aneurisme.
Dan salah satu dari ciri khas aneurisme adalah kecendrungan mengalami
perdarahan ulang (Sylvia A. Price, 1995).
Aterosklerosis (trombosis)
40 % kaitannya dengan kerusakan lokal dinding akibat anterosklerosis.
Proses aterosklerosis ditandai dengan plak berlemak pada lapisan intima arteri
besar. Bagian intima arteri serebri menjadi tipis dan berserabut, sedangkan sel-
sel ototnya menghilang. Lumina elastika interna robek dan berjumbal sehingga
lumen pembuluh sebagian berisi oleh materi sklerotik tersebut.
Embolisme
Embolisme serebri termasuk urutan kedua dari penyebab utama stroke.
Kebanyakan emboli serebri berasal dari suatu trombus dalam jantung, sehingga
masalah yang dihadapi sesungguhnya merupakan perwujudan penyakit jantung,
jarang terjadi berasal dari plak ateromatosa sinus carotikus (carotisintema).
Setiap batang otak dapat mengalami embolisme tetapi biasanya embolus akan
menyumbat bagian-bagian yang sempit.
Penyebab lain (dapat menimbulkan infark atau perdarahan).
Trombosis sinus dura
Diseksi arteri karotis atau vertebralis
Vaskulitis sistem saraf pusat
Penyakit moya-moya (oklusi arteri besar intrakranial yang progresif)
Kondisi hyperkoagulasi
Penyalahgunaan obat (kokain dan amfetamin)
Kelainan hematologis (anemia sel sabit, polisitemia atau leukemia)
Miksoma atrium.
Faktor risiko
Faktor risiko adalah faktor yang meningkatkan risiko untuk terjadinya suatu
penyakit (Fletcher dkk, 1992). Faktor risiko stroke dikelompokan menjadi dua, yaitu
faktor-faktor yang tidak dapat diubah dan yang dapat diubah (Bustami, 2007).
Penjabaran faktor risiko tersebut sebagai berikut (Sacco dkk, 1996).
Faktor risiko stroke yang tidak dapat dimodifikasi adalah :
D. Klasifikasi
1.Stroke dapat diklasifikasikan menurut patologi dan gejala kliniknya, yaitu
a.Stroke Haemorhagi
Merupakan perdarahan serebral dan mungkin perdarahan
subarachnoid.Disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah otak pada daerah otak
tertentu.Biasanya kejadiannya saat melakukan aktivitas atau saat aktif, namun
bisa juga terjadi saat istirahat. Kesadaran pasien umumnya menurun.
b.Stroke Non Haemorhagic
Dapat berupa iskemia atau emboli dan thrombosis serebral, biasanya
terjadisaat setelah lama beristirahat, baru bangun tidur atau di pagi hari. Tidak
terjadiperdarahan namun terjadi iskemia yang menimbulkan hipoksia dan
selanjutnyadapat timbul edema sekunder . Kesadaran umummnya baik.
2. Menurut perjalanan penyakit atau stadiumnya:
a.TIA ( Trans Iskemik Attack)
Gangguan neurologis setempat yang terjadi selama beberapa menit
sampai beberapa jam saja. Gejala yang timbul akan hilangdengan spontan dan
sempurna dalam waktu kurang dari 24 jam.
b.Stroke involusi
Stroke yang terjadi masih terus berkembang dimana gangguan neurologis
terlihat semakin berat dan bertambah buruk. Proses dapat berjalan 24 jam atau
beberapa hari.
c.Stroke komplit
Gangguan neurologi yang timbul sudah menetap atau permanen. Sesuai
dengan istilahnya stroke komplit dapat diawali oleh serangan TIA berulang.
Stroke Haemorhagi merupakan perdarahan serebral dan mungkin perdarahan
subarachnoid. Disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah otak pada daerah otak
tertentu. Biasanya kejadiannya saat melakukan aktivitas atau saat aktif, namun bisa
juga terjadi saat istirahat. Kesadaran pasien umumnya menurun. Stroke Haemorhagi
dibagi dua, yaitu:
(a) Perdarahan Intraserebral
Pecahnya pembuluh darah (mikroaneurisma) terutama karena hypertensi
mengakibatkan darah masuk ke dalam jaringan otak, membentuk massa yang
menekan jaringan otak dan menimbulkan edema otak. Peningkatan TIK yang terjadi
cepat, dapat mengakibatkan kematian mendadak karena herniasi otak. Perdarahan
intraserebral yang disebabkan karena hypertensi sering dijumpai di daerah putamen,
talamus, pons dan serebelum.
(b) Perdarahan Subarachnoid
Perdarahan ini berasal dari pecahnya aneurisma berry atau AVM. Aneurisma yang
pecah ini berasal dari pembuluh darah sirkulasi Willisi dan cabang-cabangnya yang
terdapat di luar parenkim otak (Juwono, 1993: 19). Pecahnya arteri dan keluarnya ke
ruang sub arachnoid menyebabkan TIK meningkat mendadak, meregangnya struktur
peka nyeri dan vasospasme pembuluh darah serebral yang berakibat disfungsi otak
global (nyeri kepala, penurunan kesadaran) maupun fokal (hemiparese, gangguan
hemi sensorik, afasia, dll) (Siti Rohani, 2000).
Pecahnya arteri dan keluarnya darah keruang subarakhnoid mengakibatkan
tarjadinya peningkatan TIK yang mendadak, meregangnya struktur peka nyeri,
sehinga timbul nyeri kepala hebat. Sering pula dijumpai kaku kuduk dan tanda-tanda
rangsangan selaput otak lainnya. Peningkatam TIK yang mendadak juga
mengakibatkan perdarahan subhialoid pada retina dan penurunan kesadaran.
Perdarahan subarakhnoid dapat mengakibatkan vasospasme pembuluh darah
serebral. Vasospasme ini seringkali terjadi 3-5 hari setelah timbulnya perdarahan,
mencapai puncaknya hari ke 5-9, dan dapat menghilang setelah minggu ke 2-5.
Timbulnya vasospasme diduga karena interaksi antara bahan-bahan yang berasal
dari darah dan dilepaskan kedalam cairan serebrospinalis dengan pembuluh arteri di
ruang subarakhnoid. Vasispasme ini dapat mengakibatkan disfungsi otak global (nyeri
kepala, penurunan kesadaran) maupun fokal (hemiparese, gangguan hemisensorik,
afasia danlain-lain).
Otak dapat berfungsi jika kebutuhan O2 dan glukosa otak dapat terpenuhi. Energi
yang dihasilkan didalam sel saraf hampir seluruhnya melalui proses oksidasi. Otak
tidak punya cadangan O2 jadi kerusakan, kekurangan aliran darah otak walau
sebentar akan menyebabkan gangguan fungsi. Demikian pula dengan kebutuhan
glukosa sebagai bahan bakar metabolisme otak, tidak boleh kurang dari 20 mg%
karena akan menimbulkan koma. Kebutuhan glukosa sebanyak 25 % dari seluruh
kebutuhan glukosa tubuh, sehingga bila kadar glukosa plasma turun sampai 70 %
akan terjadi gejala disfungsi serebral. Pada saat otak hipoksia, tubuh berusaha
memenuhi O2 melalui proses metabolik anaerob, yang dapat menyebabkan dilatasi
pembuluh darah otak.
Perbedaan perdarahan Intra Serebral (PIS) dan Perdarahan Sub Arachnoid (PSA)
Gejala PIS PSA
Timbulnya Dalam 1 jam 1-2 menit
Nyeri Kepala Hebat Sangat hebat
Kesadaran Menurun Menurun sementara
Kejang Umum Sering fokal
Tanda rangsangan +/- +++
Meningeal.
Hemiparese ++ +/-
Gangguan saraf otak + +++
E. Manifestasi Klinis
Gambaran klinis yang sering terjadi antara lain;
- Nyeri kepala akut dan terasa berat,
- leher bagian belakang kaku,
- muntah,
- penurunan kesadaran yang berkembang cepat sampai keadaan koma
- Pasien dengan perdarahan pada lobus temporal atau lobus frontal dapat
mengalami seizure/kejang tiba-tiba yang dapat diikuti kelumpuhan kontralateral
- 90% menunjukkan adanya darah dalam cairan serebrospinal (bila perdarahan
besar dan atau letak dekat ventrikel), dari semua pasien ini 70-75% akan
meninggal dalam waktu 1-30 hari, biasanya diakibatkan karena meluasnya
perdarahan sampai ke system ventrikel, herniasi lobus temporalis, dan penekanan
mesensefalon, atau mungkin disebabkan karena perembasan darah ke pusat-
pusat yang vital (Hieckey, 1997; Smletzer & Bare, 2005).
F. Patofisiologi
Hemoragik serebral (pecahnya pembuluh darah serebral sehingga terjadi
perdarahan ke dalam jaringan otak atau area sekitar), hemoragik dapat terjadi di
epidural, subdural, dan intraserebral. (Hudak & Gallo, 2005; Ranakusuma, 2002).
Stroke hemoragik terjadi perdarahan yang berasal dari pecahnya arteri penetrans
yang merupakan cabang dari pembuluh darah superfisial dan berjalan tegak lurus
menuju parenkim otak yang di bagian distalnya berupa anyaman kapiler.
Aterosklerosis dapat terjadi dengan bertambahnya umur dan adanya hipertensi kronik,
sehingga sepanjang arteri penetrans terjadi aneurisma kecil-kecil dengan diameter 1
mm. Peningkatan tekanan darah yang terus menerus akan mengakibatkan pecahnya
aneurisme ini, sehingga dapat terjadi perdarahan dalam parenkim otak yang bisa
mendorong struktur otak dan merembas ke sekitarnya bahkan dapat masuk kedalam
ventrikel atau ke ruang intrakranial.
Perdarahan intracranial biasanya disebabkan oleh karena ruptur arteri serebri.
Ekstravasasi darah terjadi di daerah otak dan atau subaraknoid, sehingga jaringan
yang ada disekitarnya akan tergeser dan tertekan. Darah ini sangatn mengiritasi
jaringan otak, sehingga dapat mengakibatkan vasospasme pada arteri di sekitar
perdarahan. Spasme ini dapat menyebar ke seluruh hemisfer otak dan sirkulus willis.
Bekuan darah yang semula lunak akhirnya akan larut dan mengecil. Daerah otak
disekitar bekuan darah dapat membengkak dan mengalami nekrosis, karena kerja
enzim-enzim maka bekuan darah akan mencair, sehingga terbentuk suatu rongga.
Sesudah beberapa bulan semua jaringan nekrotik akan diganti oleh astrosit dan
kapiler-kapiler baru sehingga terbentuk jalinan desekitar rongga tadi. Akhirnya rongga-
rongga tersebut terisi oleh astroglia yang mengalami proliferasi (Price & Willson,
2002).
Kebanyakan kasus PIS terjadi pada pasien dengan hipertensi kronik. Keadaan ini
menyebabkan perubahan arteriosklerotik pembuluh darah kecil, terutama pada
cabang-cabang arteri serebri media, yang mensuplai ke dalam basal ganglia dan
kapsula interna. Pembuluh-pembuluh darah ini menjadi lemah, sehingga terjadi
robekan dan reduplikasi pada lamina interna, hialinisasi lapisan media dan akhirnya
terbentuk aneurisma kecil yang dikenal dengan aneurisma Charcot-Bouchard. Hal
yang sama dapat terjadi pembuluh darah yang mensuplai pons dan serebelum.
Rupturnya satu dari pembuluh darah yang lemah menyebabkan perdarahan ke dalam
substansi otak (Gilroy,2000; Ropper, 2005).
Perdarahan subaraknoid sering dikaitkan dengan pecahnya aneurisma.
Kebanyakan aneurisma mengenai sirkulus wilisi. Hipertensi atau gangguan
perdarahan mempermudah kemungkinan terjadinya ruptur, dan sering terdapat lebih
dari satu aneurisma. Gangguan neurologis tergantung letak dan beratnya perdarahan.
Pembuluh yang mengalami gangguan biasanya arteri yang menembus otak seperti
cabang cabang lentikulostriata dari arteri serebri media yang memperdarahi sebagian
dari 3 ganglia basalis dan sebagian besar kapsula interna. Timbulnya penyakit ini
mendadak dan evolusinya dapat cepat dan konstan, berlangsung beberapa menit,
beberapa jam, bahkan beberapa hari.
3. Kekuatan otot :
Aturlah posisi klien agar tercapai fungsi optimal yang diuji. Klien secara aktif menahan
tenaga yang ditemukan oleh sipemeriksa. Otot yang diuji biasanya dapat dilihat dan
diraba. Gunakan penentuan singkat kekuatan otot dengan skala Lovett’s (memiliki
nilai 0 – 5)
0 = tidak ada kontraksi sama sekali.
1 = gerakan kontraksi.
2 = kemampuan untuk bergerak, tetapi tidak kuat kalau melawan tahanan atau
gravitasi.
3 = cukup kuat untuk mengatasi gravitasi.
4 = cukup kuat tetapi bukan kekuatan penuh.
5 = kekuatan kontraksi yang penuh.
6
c.Pemeriksaan Fungsi Sensorik
Pemeriksaan sensorik adalah pemeriksaan yang paling sulit diantara pemeriksaan
sistem persarafan yang lain, karena sangat subyektif sekali. Oleh sebab itu sebaiknya
dilakukan paling akhir dan perlu diulang pada kesempatan yang lain (tetapi ada yang
menganjurkan dilakukan pada permulaan pemeriksaan karena pasien belum lelah dan
masih bisa konsentrasi dengan baik).
Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengevaluasi respon klien terhadap beberapa
stimulus. Pemeriksaan harus selalu menanyakan kepada klien jenis stimulus.
Gejala paresthesia (keluhan sensorik) oleh klien digambarkan sebagai perasaan
geli (tingling), mati rasa (numbless), rasa terbakar/panas (burning), rasa dingin (coldness)
atau perasaan-perasaan abnormal yang lain. Bahkan tidak jarang keluhan motorik
(kelemahan otot, twitching / kedutan, miotonia, cramp dan sebagainya) disajikan oleh
klien sebagai keluhan sensorik. Bahan yang dipakai untuk pemeriksaan sensorik meliputi:
1. Jarum yang ujungnya tajam dan tumpul (jarum bundel atau jarum pada perlengkapan
refleks hammer), untuk rasa nyeri superfisial.
2. Kapas untuk rasa raba.
3. Botol berisi air hangat / panas dan air dingin, untuk rasa suhu.
4. Garpu tala, untuk rasa getar.
5. Lain-lain (untuk pemeriksaan fungsi sensorik diskriminatif) seperti :
a. Jangka, untuk 2 (two) point tactile dyscrimination.
b. Benda-benda berbentuk (kunci, uang logam, botol, dan sebagainya), untuk
pemeriksaan stereognosis
c. Pen / pensil, untuk graphesthesia.
1. Kaku kuduk
Bila leher ditekuk secara pasif terdapat tahanan, sehingga dagu tidak dapat
menempel pada dada, kaku kuduk positif (+).
2. Tanda Brudzinski I
Letakkan satu tangan pemeriksa dibawah kepala klien dan tangan lain didada
klien untuk mencegah badan tidak terangkat. Kemudian kepala klien difleksikan
kedada secara pasif. Brudzinski I positif (+) bila kedua tungkai bawah akan fleksi pada
sendi panggul dan sendi lutut.
3. Tanda Brudzinski II
Tanda Brudzinski II positif (+) bila fleksi tungkai klien pada sendi panggul secara
pasif akan diikuti oleh fleksi tungkai lainnya pada sendi panggul dan lutut.
4. Tanda Kernig
Fleksi tungkai atas tegak lurus, lalu dicoba meluruskan tungkai bawah pada sendi
lutut. Normal, bila tungkai bawah membentuk sudut 1350 terhadap tungkai atas.
Kernig (+) bila ekstensi lutut pasif akan menyebabkan rasa sakit terhadap hambatan.
5. Test Laseque
Fleksi sendi paha dengan sendi lutut yang lurus akan menimbulkan nyeri
sepanjang m. ischiadicus.
Mengkaji abnormal postur dengan mengobservasi :
1. Decorticate posturing, terjadi jika ada lesi pada traktus corticospinal.
Nampak kedua lengan atas menutup kesamping, kedua siku, kedua
pergelangan tangan dan jari fleksi, kedua kaki ekstensi dengan memutar
kedalam dan kaki plantar fleksi.
2. Decerebrate posturing, terjadi jika ada lesi pada midbrain, pons atau
diencephalon.
Leher ekstensi, dengan rahang mengepal, kedua lengan pronasi,
ekstensi dan menutup kesamping, kedua kaki lurus keluar dan kaki plantar
fleksi
H. Pemeriksaan Diagnostik/Penunjang
1. Angiografi serebral
Membantu menentukan penyebab dari stroke secara apesifik seperti perdarahan
arteriovena atau adanya ruptur.
2. CT Scan
Memperlihatkan secara spesifik letak oedema, posisi hematoma, adanya jaringan
otak yang infark atau iskemia serta posisinya secara pasti. CT scan merupakan
pemeriksaan paling sensitif untuk PIS dalam beberapa jam pertama setelah
perdarahan. CT-scan dapat diulang dalam 24 jam untuk menilai stabilitas
3. Pungsi lumbal
Tekanan yang meningkat dan di sertai dengan bercak darah pada cairan lumbal
menunjukkan adanya haemoragia pada sub arachnoid atau perdarahan pada
intrakranial. Peningkatan jumlah protein menunjukan adanya proses inflamasi.
4. MRI (Magnetic Imaging Resonance)
Dengan menggunakan gelombang magnetic untuk menentukan posisi serta besar/
luas terjadinya perdarahan otak.
5. USG Dopler
Untuk mengidentifikasi adanya penyakit arteriovena (masalah sistem karotis).
6. EEG
Melihat masalah yang timbul dampak dari jaringan yang infark sehingga
menurunnya impuls listrik dalam jaringan otak.
I. Penatalaksanaan Stroke
Untuk mengobati keadaan akut perlu diperhatikan faktor-faktor kritis sebagai
berikut:
1. Berusaha menstabilkan tanda-tanda vital dengan:
a. Mempertahankan saluran nafas yang paten yaitu lakukan pengisapan lendir yang
sering, oksigenasi, kalau perlu lakukan trakeostomi, membantu pernafasan.
b. Mengontrol tekanan darah berdasarkan kondisi pasien, termasuk usaha
memperbaiki hipotensi dan hipertensi.
2. Berusaha menemukan dan memperbaiki aritmia jantung.
3. Merawat kandung kemih, sedapat mungkin jangan memakai kateter.
4. Menempatkan pasien dalam posisi yang tepat, harus dilakukan secepat mungkin
pasien harus dirubah posisi tiap 2 jam dan dilakukan latihan-latihan gerak pasif.
Pengobatan Konservatif
1. Vasodilator meningkatkan aliran darah serebral (ADS) secara percobaan, tetapi
maknanya :pada tubuh manusia belum dapat dibuktikan.
2. Dapat diberikan histamin, aminophilin, asetazolamid, papaverin intra arterial.
3. Anti agregasi thrombosis seperti aspirin digunakan untuk menghambat reaksi
pelepasan agregasi thrombosis yang terjadi sesudah ulserasi alteroma.
Pengobatan Pembedahan
Tujuan utama adalah memperbaiki aliran darah serebral:
1. Endosterektomi karotis membentuk kembali arteri karotis, yaitu dengan membuka
arteri karotis di leher.
2. Revaskularisasi terutama merupakan tindakan pembedahan dan manfaatnya paling
dirasakan oleh pasien TIA.
3. Evaluasi bekuan darah dilakukan pada stroke akut
4. Ugasi arteri karotis komunis di leher khususnya pada aneurisma.
Rencana Intervensi
Smeltzer C. Suzanne, Brunner & Suddarth. 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah,
Jakarta, EGC.
Carpenito Linda Juall. 1995, Rencana Asuhan & Dokumentasi Keperawatan, Jakarta
EGC.
Depkes RI. 1996, Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan Sistem
Persarafan, Jakarta, Diknakes.
Doenges, M.E. 2000, Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3, EGC, Jakarta.
Hudak C.M.,Gallo B.M. 1996, Keperawatan Kritis, Pendekatan Holistik. Edisi VI, Volume
II, Jakarta, EGC.
Price S.A., Wilson L.M. 1995, Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi 4,
Buku II, Jakarta, EGC.
Pemeriksaan Laboratorium
a. Pemeriksaan darah lengkap
Untuk mengetahui adanya anemia, trombositopenia dan
leukositosis yang dapat menjadi factor risiko stroke hemoragik
b. Pemeriksaan glukosa darah
Untuk mengetahui kadar glukosa darah sebagai sumber bahan
bakar untuk metabolism sel otak. Apabila kadar glukosa darah yang terlalu
rendah maka akan dapat terjadi kerusakan pada jaringan otak
c. Pemeriksaan analisa gas darah
Untuk mengetahui gas darah yang disuplai ke jaringan otak sebagai
sumber untuk metabolisme
d. Pemeriksaan serum elektrolit
e. Pemeriksaan LED (Laju Endap Darah)
Mengetahui adanya hiperviskositas yang dapat menjadi factor risiko
stroke hemoragik
f. Pemeriksaan faal hemostatis
Untuk mengetahui adanya risiko perdarahan sebagai komplikasi
dan pencetus stroke hemoragik