Anda di halaman 1dari 14

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya ucapkan kepada Tuhan yang maha kuasa, atas berkat dan
penyertaannya sehingga saya diberikan kekuatan dan kemampuan untuk menyelesaikan
makalah ini.

Makalah ini bertopik “Budaya Politik di Indonesia dan Praktiknya” saya susun dengan
tujuan Untuk memenuhi UAS mata kuliah Pengantar Ilmu Politik sebagai syarat ujian.
Kemudian saya mencoba ikut berpartisipasi memberikan perspektif tentang budaya politik
dan unsur-unsurnya khususnya Budaya Politik Partisan dengan menganalisa satu kasus
sebagai objek pengkajian. Selain dari pada itu, saya juga ikut mensosialisasikan budaya
politik khususnya di Indonesia.

Saya mengucapkan banyak terima kasih kepada bapak yang mengampu mata kuliah dalam
hal ini Bapak Nindito,,,,,S.Sos.,MA yang telah banyak membimbing dan memberikan
tugas yang mulia ini sebagai syarat Ujian Akhir Semester dan sekaligus telah menambah
pengalaman serta ilmu dalam menjalani perkuliahan.

Tak lupa juga, saya mengucapkan banyak terima kasih kepada teman-teman Sosiologi
semua angkatan dan secara khususnya teman-teman angkatan 2013 yang telah banyak
membantu dalam menyelesaikan makalah ini.

Begitu juga saya mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah
banyak memberikan informasi sehingga saya dapat mudah menyelesaikan makalah ini.

Walaupun makalah menurut saya telah tersusun dengan baik, namun saya merasa masih
banyak kekurangan yang terdapat baik dari segi cara menganalisa, mengkaji, memaparkan,
maupun dari segi penyusunanya. Pepatah mengatakan “ Tak ada gading yang tak retak”
Oleh karena itu masukan yang bersifat membangun seperti saran, kritik, sanggahan
maupun yang lainya saya terima dengan senang hati demi penyempurnaan makalah ini
selanjutnya.

Terima kasih..

Penyusun

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR …………………………………………………………………………..
1

DAFTAR ISI
………………………………………………………………………………………… 2
BAB I PENDAHULUAN
………………………………………………………………………. 3
A. LATAR BELAKANG …………………………………………………………………. 3

B. RUMUSAN MASALAH ……………………………………………………………… 3

C. TUJUAN
PENUKISAN………………………………………………………………… 4

BAB II PEMBAHASAN ……………………………………………………………………….. 5


A. PENGERTIAN DAN DEFENISI …………………………………………………. 5
1. Pengertian
………………………………………………………………………………….
5
2. Defenisi
…………………………………………………………………………………
….. 5
3. Hubungan Budaya Politik dengan Perilaku Politik………………………….. 7
B. BENTUK-BENTUK BUDAYA POLITIK DI INDONESIA…………….. 8
C. PRAKTIK BUDAYA POLITIK PARTISAN DI INDONESIA
SEBAGAI ANALISIS KASUS ……………………………….. ………………….. 9
1. Tujuan Pemilihan Umum
……………………………………………………………. 9
2. Manfaat Pemilihan Umum
………………………………………………………….. 10
3. Sistem Pemilihan Umum
……………………………………………………………. 10
4. Asas Pemilihan Umum
………………………………………………………………. 10
5. Praktik Pemilu yang baik di Indonesia ………………………………………….
11
BAB III PENUTUP
……………………………………………………………………………. 14
A. KESIMPULAN
…………………………………………………………………………… 14
B.
SARAN…………………………………………………………………………
……………. 15
DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………………………
16

BAB 1

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Banyak kita jumpai bapak-bapak, ibu-ibu, muda-mudi, mahasiswa/i, profesional,


pedagang, nelayan, buruh, petani, politisi, yang hanya memilih, mencalonkan diri
(golput), menerima kritik dan berpikir solutif. Semuanya adalah cerminan budaya
politik.

Budaya politik sering diartikan sebagai sebagai seperangkat sikap, kepercayaan, dan
perasaan, warga negara terhadap sistem politik dan simbol-simbol (seperti bendera,
bahasa, dan lembaga-lembaga politik) yang dimilikinya. Dalam masyarakat
manapun sudah tentu terdapat sikap-sikap ataupun kepercayaan yang perlu dijadikan
sebagai patokan dari pada tingkah laku anggota-anggotanya.

Dengan kata lain budaya politik diartikan sebagai bagian dari pada kebudayaan
masyarakat, dengan ciri-ciri yang lebih khas. Istilah budaya politik meliputi
legitimasi, pengaturan kekuasaan, proses pembuatan kebijaksanaan pemerintah,
kegiatan partai-partai politik, perilaku aparat negara, serta gejolak Masyarakat
terhadap kekuasaan yang memerintah.

Kegiatan politik juga memasuki dunia keagamaan, kegiatan ekonomi dan sosial,
kehidupan pribadi dan sosial secara luas. Maka budaya politik langsung
mempengaruhi kehidupan politik dan menentukan keputusan nasional yang
menyangkut pola pengelokasian.

Nah, dalam makalah ini penyusun mencoba mengkaji pengertian budaya politik
serta unsur unsurnya dan menganalisis kasus budaya politik Negara kita Indonesia
khususnya Budaya Politik Partisan salahsatunya Pemilihan Umum sebagai ruang
partisipasi masyarakat serta untuk mengisi jabatan-jabatan politik.

B. RUMUSAN MASALAH

Pada penjabaran latar belakang diatas, maka saya mencoba membuat beberapa
perumusan Analisis permasalahan dalam bentuk pertanyaan-pertanyaan dibawah ini
:

1. Apa itu budaya politik dan defenisinya?

2. Apa saja bentuk budaya politik khususnya di negara Indonesia?

3. Bagaimana penguraian budaya politik?

4. Apa saja praktik budaya politik di Indonesia?

C. TUJUAN PENULISAN

1. Untuk memenuhi UAS mata kuliah Pengantar Ilmu Politik sebagai syarat Ujian.

2. Mencoba ikut berpartisipasi memberikan perspektif tentang budaya politik dan unsur-
unsurnya khususnya Budaya Politik Partisan dan menganalisa satu kasus sebagai
objek pengkajian.

3. Ikut mensosialisasikan budaya politik khususnya di Indonesia.

BAB II

PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN DAN DEFENISI

4. Pengertian

Budaya politik merupakan sistem nilai dan keyakinan yang dimiliki bersama oleh
masyarakat, namun setiap unsur masyarakat berbeda pula budaya politiknya, seperti
antara masyarakat denagan para elitnya.

Menurut Almond dan Powell berpendapat bahwa budaya politik merupakan dimensi
psikologis dari sistem politik, yang mana budaya politik bersumber dari perilaku
lahiriah dari manusia yang bersumber pada penalaran-penalaran yang sadar.
Pembahasan mengenai budaya politik (political culture) seharusnya bersamaan
dengan struktur politik (political structure) karena berhubungan dengan fungsi
konversi (conversation functions) dan kapabilitas (capabilities) sistem.

5. Defenisi

Beberapa defenisi budaya politik menurut para ahli dapat kita lihat sebagai berikut :

a. Budaya politik adalah pola tingkah laku individu dan orientasinya terhadap kehidupan
politik yang dihayati oleh anggota sistem politik.

b. Roy Macridis mengatakan bahwa Budaya politik sebagai tujuan bersama dan
peraturan yang harus diterima bersama.

c. Finer mengungkapkan bahwa Budaya politik lebih menekankan pada aspek legitimasi
peraturan-peraturan, lembaga politik serta prosedur.

Dari defenisi-defenisi diatas dapat ditarik garis besarnya bahwa budaya politik
sebagai hal yang berhubungan dengan lingkunagan, perasaan dsn sikap dimana
sistem politik itu berlangsung yang termasuk didalamnya sistem tradisi, kenangan
sejarah,motif, norma perasaan, dan sistem atau secara lebih tegas sebagaimana yang
digambarkan Almond dan Verba menyangkut aspek :

- Orientasi kognitif : pengetahuan tentang dan kepercayaan pada politik, peranan dan
segala kewajibannya serta input dan outputnya.

- Orientasi Afektif : kecenderungan emosi dan perasaan terhadap sistem politik,


peranannya, para aktor dan penampilanya.

- Orientasi evaluatif : pertimbangan terhadap sistem politik menyangkut keputusan dan


pendapat tentang obyek-obyek politik secara tipikal melibatkan kombinasi standar
nilai sistem dengan informasi dan perasaan.

- Pentingnya Budaya Politik

Kebudayaan politikmenjadi penting untuk dianalisis karena ada dua sistem :

Pertama : sikap warga negara terhadap orientasi politik yang menentukan


pelaksanaan sistem politik. Sikap dan orientasi politik sangat mempengaruhi
bermacam-macam tuntutan, hal yang diminta, cara tuntutan itu diutarakan, respon
dan dukungan terhadap golongan elit politik, respons dan dukungan terhadap rezim
yang berkuasa.

Kedua : dengan diketahui sifat dan hubungan antara kebudayaan politik dan
pelaksanaan sistemnya, kita akan lebih dapat menghargai cara-cara yang lebih
membawa perubahan sehingga sistem politik lebih demokratis dan stabil.

6. Hubungan Budaya Politik dengan Perilaku Politik

Menurut Robert K Carr merumuskan bahwa perilaku politik adalah suatu telaahan
mengenai tindakan menusia dalam situasi politik. Situasi politik itu sendiri sangat
luas cakupannya antara lain respon emosional berupa dukungan atau tuntutan
(supply or demand) maupun sikap apatis terhadap pemerintah dan kebijakan publik
dan lain – lain.

Tindakan dan pola perilaku individu sangat ditentukan oleh pola orientasi umum
(common orientation patterns) yang nampak secara jelas sebagai cerminan budaya
politik. Dengan demikian cerminan budaya politik merupakanalat pembentuk
konsep (conceptual tool) yang sangat berharga, yang dapat menghubungkan atau
mempertemukan telaahan tentang individu dalam lingkungan politik dengan sistem
politik sebagai kesatuan.

B. BENTUK – BENTUK BUDAYA POLITIK

- Tipe Budaya Politik

a. Budaya Politik Parokial (parochial political culture)

Menyangkut budaya yang terbatas pada wilayah atau ruang lingkup kecil, sempit
misalnya yang bersifat provincial.

b. Budaya Politik Kaula

Anggota masyarakat mempunyai minat perhatian, mungkin juga kesadaran terhadap


sistem sebagai keseluruhan tertutama pada aspek outputnya.

c. Budaya Politik Partisan

Anggota masyarakat memiliki kesadaran secara utuh bahwa mereka adalah aktor
politik. Oleh karena masyarakat dan budaya politik partisan dapat menilai dengan
penuh kesadaran baik sistem sebagai totalitas,input dan output maupun posisi
dirinya sendiri.

d. Budaya Politik Campuran

Gabungan karakteristik tipe-tipe kebudayaan politik yang murni yang diuraikan


diatas.

- Budaya Politik Indonesia

Penelaahan terhadap politik di Indonesia harus memperhatikan peranan budaya


politik karena ternyata mempunyai refleksi pada pelembagaan politik bahkan pada
proses politik.

Dengan demikian pembangunan politik di Indonesia dapat diukur berdasarkan


keseimbangan atau harmoni yang dicapai antara lain oleh budaya politik dengan
pelembagaan politik yang ada atau yang akan ada.

Konstalasi tentang budaya politik di indonesia dapat ditelaah melalui beberapa


variabel :

- Konfigurasi subkultur di Indonesia. Fenomena pluralisme di Indonesia di satu pihak


menjadi mozaid dan keindahan dan dilain pihak menjadi sumber konflik. Oleh
karenanya upaya nation building melalui character building harus menjadi pilihan.

- Budaya politik di Indonesia bersifat parochial kaula disatu pihak dan budaya politik
partisan dipihak lain, disatu pihak massa masih ketertinggalan dalam menggunakan
hak dan dalam memikul tanggung-jawab politiknya.

- Sifat ikatan primordil yang masih kuat berakar yang dikenal indikator berupa sentimen
kedaerahan, kesukuan, keagamaan, perbedaan pendekatan terhadap keagamaan
tertentu. Puritanisme dan non-puritanisme.

- Kecenderungan budaya politik Indonesia yang masih diwarnai dengan sikap


paternalisme dan sifat patrimonial; sebagai indikatornya : bapakisme asal bapak
senang dan lain – lain.

- Dilema interaksi tentang introduksi moderniasi (dengan segala konsekuensinya)


dengan pola-pola yang telah lama berakar sebagai tradisi dalam masyarakat.
Ciri-ciri kecenderungan militansi perbedaan tidak dipandang sebagai usaha mencari
alternatif yang terbaik, tetapi dipandang sebagai usaha jahat dan menantang, bila
terjadi krisis maka yang dicari adalah kambing hitamnya, bukan disebabkan oleh
peraturan yang salah dan masalah yang mempribadi selalu positif dan membakar
emosi.

Sedangkan, ciri – ciri kecenderungan toleransi adalah pemikiran berpusat pada


masalah atau kritis uang harus dinilai, berusaha mecari konsensus yang wajar yang
mana selalu membuka pintu untuk bekerja sama. Sikap netral dan krisis terhadap ide
orang, tetapi bukan curiga terhadap orang.

Budaya politik yang absolut memiliki value dan kepercayaan yang dianggap
sempuna dan permanen. Tipe budaya politik absolut beramsumsi bahwa perubahan
sebagai yang membahayakan.

Menurut David Apter menjelaskan bahwa kondisi politik yang menimbulkan agama,
politik yaitu kondisi politik yang sentralistik dengan peranan birokrasi & militer
yang kuat.

Ada tiga model kebudayaan politik yaitu antara lain :

- Model masyarakat demokratik,

- Model sistem otoriter,

- Model demokratik pra industrial.

C. PRAKTIK BUDAYA POLITIK PARTISAN DI INDONESIA

SEBAGAI ANALISIS KASUS

6. Pemilihan Umum

Pemilihan Umummerupakan salah satu budaya politik dan sarana demokrasi


khusunya di Indonesia. Pesta demokrasi yangmerupakan perwujudan tatanan
kehidupan negara dan masyarakat yang berkedaulatan rakyat, pemerintah dari dan
untuk rakyat. Melalui pemilu, setidaknya dapat dicapai tiga hal. Pertama, lewat
pemilu kita dapat menguji hak-hak politik rakyat secara masif dan serempak. Kedua,
melalui pemilu kita dapat berharap terjadinya proses rekrutmen politik secara adil,
terbuka, dan kompetitif. Ketiga, dari pemilihan umum kita menginginkan adanya
pola pergiliran kekuasaan yang damai. Pemilu, para pemilih dalam Pemilu juga
disebut konstituen, dan kepada merekalah para peserta Pemilu menawarkan janji-
janji dan program-programnya pada masa.

Pemilihan Umum, selanjutnya disingkat Pemilu, adalah sarana pelaksanaan


kedaulatan Rakyat yang diselenggarakan secara Langsung, Umum, Bebas, Rahasia,
Jujur, dan Adil dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila
dan Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

7. Tujuan Pemilihan Umum

Tujuan diselenggarakannya Pemilihan Umum adalah untuk menentukan Kepala


Negara (Presiden dan wakil Presiden), Kepala Daerah/Provinsi (Gubernur dan Wakil
Gubernur),

Kabupaten/kota (Bupati/Wakil Bupati dan walikota), sampai pada


perdesaan/kelurahan (Kepala Desa/lurah), DPD, dan juga Wakil Rakyat baik pusat
maupun Daerah (DPR-RI, DPRD-Provinsi, DPRD Kabupaten) serta untuk
membentuk Pemerintahan yang Demokratis, kuat dan memperoleh dukungan dari
Rakyat dalam rangka mewujudkan tujuan Nasional.

8. Manfaat Pemilihan Umum

Pemilu dipandang sebagai bentuk paling nyata dari kedaulatan yang berada di
tangan Rakyat serta wujud paling konkret partisipasi Rakyat dalam penyelenggaraan
Negara. Oleh karena itu,sistem dan penyelenggaraan Pemilu selalu menjadi
perhatian utama karena melalui penataan, sistem dan kualitas penyelenggaraan
Pemilu diharapkan dapat benar-benar mewujudkan Pemerintahan dari Rakyat, oleh
Rakyat, dan untuk Rakyat.

9. Sistem Pemilihan Umum

- Sistem Distrik

- Sistem Perwakilan Berimbang atau

- Sistem Proporsional
10. Asas Pemilihan Umum

- Langsung

- Bebas

- Umum

- Rahasia

- Jujur

- Adil

11. Praktik Pemilu yang baik di Indonesia

Bangsa Indonesia mempunyai komitmen yang kuat untuk menyelenggarakan Pemilu


2004 dengan format berbeda dengan sebelumnya, sehingga Azas Langsung, Umum,
Bebas, Rahasia, Jujur dan Adil dapat dilaksanakan secara benar, konsekuen dan
dapat dipertanggungjawabkan baik secara Hukum, Moral, maupun politis.

- Pemilu 1955
Pemilu pertama dilangsungkan pada tahun 1955 dan bertujuan untuk memilih
anggota-anggota DPR dan Konstituante. Pemilu ini seringkali disebut dengan
Pemilu 1955, dan dipersiapkan di bawah pemerintahan Perdana Menteri Ali
Sastroamidjojo. Namun, Ali Sastroamidjojo mengundurkan diri dan pada saat
pemungutan suara, kepala pemerintahan telah dipegang oleh Perdana Menteri
Burhanuddin Harahap.

Sesuai tujuannya, Pemilu 1955 ini dibagi menjadi dua tahap, yaitu:

Tahap pertama adalah Pemilu untuk memilih anggota DPR. Tahap ini
diselenggarakan pada tanggal 29 September1955, dan diikuti oleh 29 partai politik
dan individu,

Tahap kedua adalah Pemilu untuk memilih anggota Konstituante. Tahap ini
diselenggarakan Pemilu 1971 pada tanggal 15 Desember1955.

Lima besar dalam Pemilu ini adalah Partai Nasional Indonesia, Masyumi, Nahdlatul
Ulama, Partai Komunis Indonesia, dan Partai Syarikat Islam Indonesia.
Pemilu berikutnya diselenggarakan pada tahun 1971, tepatnya pada tanggal 5
Juli1971. Pemilu ini adalah Pemilu pertama setelah orde baru, dan diikuti oleh 9
Partai politik dan 1 organisasi masyarakat.

Lima besar dalam Pemilu ini adalah Golongan Karya, Nahdlatul Ulama, Parmusi,
Partai Nasional Indonesia, dan Partai Syarikat Islam Indonesia. cus

Pada tahun 1975, melalui Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1975 tentang Partai
Politik dan Golkar, diadakanlah fusi (penggabungan) partai-partai politik, menjadi
hanya dua partai politik (yaitu Partai Persatuan Pembangunan dan Partai Demokrasi
Indonesia) dan satu Golongan Karya.

- Pemilu 1977-1997
Pemilihan Umum Anggota DPR dan DPRD Indonesia 1977, Pemilihan Umum
Anggota DPR dan DPRD Indonesia 1982, Pemilihan Umum Anggota DPR dan
DPRD Indonesia 1987, Pemilihan Umum Anggota DPR dan DPRD Indonesia 1992,
dan Pemilihan Umum Anggota DPR dan DPRD.

Pemilu-Pemilu berikutnya dilangsungkan pada tahun 1977, 1982, 1987, 1992, dan
1997. Pemilu-Pemilu ini diselenggarakan dibawah pemerintahan Presiden Soeharto.
Pemilu-Pemilu ini seringkali disebut dengan “Pemilu Orde Baru”. Sesuai peraturan
Fusi Partai Politik tahun 1975, Pemilu-Pemilu tersebut hanya diikuti dua partai
politik dan satu Golongan Karya. Pemilu-Pemilu tersebut kesemuanya dimenangkan
oleh Golongan Karya.

- Pemilu 1999
Pemilihan Umum Anggota DPR dan DPRD Indonesia 1999, Pemilu berikutnya,
sekaligus Pemilu pertama setelah runtuhnya orde baru, yaitu Pemilu 1999
dilangsungkan pada tahun 1999 (tepatnya pada tanggal 7 Juni1999) di bawah
pemerintahan Presiden BJ Habibie dan diikuti oleh 48 partai politik.

Lima besar Pemilu 1999 adalah Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Partai
Golkar, Partai Persatuan Pembangunan, Partai Kebangkitan Bangsa, dan Partai
Amanat Nasional.

Walaupun Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan meraih suara terbanyak (dengan


perolehan suara sekitar 35 persen), yang diangkat menjadi presiden bukanlah calon
dari partai itu, yaitu Megawati Soekarnoputri, melainkan dari Partai Kebangkitan
Bangsa, yaitu Abdurrahman Wahid (Pada saat itu, Megawati hanya menjadi calon
presiden). Hal ini dimungkinkan untuk terjadi karena Pemilu 1999 hanya bertujuan
untuk memilih anggota MPR, DPR, dan DPRD, sementara pemilihan presiden dan
wakilnya dilakukan oleh anggota MPR.

- Pemilu 2004
Pada Pemilu 2004, selain memilih anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD
Kabupaten/Kota, rakyat juga dapat memilih anggota DPD, suatu lembaga
perwakilan baru yang ditujukan untuk mewakili kepentingan daerah.

Pemilihan umum presiden dan wakil presiden


Pemilihan umum presiden dan wakil presiden (pilpres) pertama kali diadakan dalam
Pemilu 2004.

- Pemilu 2004
Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden Indonesia 2004. Pemilu 2004
merupakan pemilu pertama di mana para peserta dapat memilih langsung presiden
dan wakil presiden pilihan mereka. Pemenang Pilpres 2004 adalah Susilo Bambang
Yudhoyono. Pilpres ini dilangsungkan dalam dua putaran, karena tidak ada
pasangan calon yang berhasil mendapatkan suara lebih dari 50%. Putaran kedua
digunakan untuk memilih presiden yang diwarnai persaingan antara Yudhoyono dan
Megawati yang akhirnya dimenangi oleh pasangan Yudhoyono-Jusuf Kalla.

Pergantian kekuasaan berlangsung mulus dan merupakan sejarah bagi Indonesia


yang belum pernah mengalami pergantian kekuasaan tanpa huru-hara. Satu-satunya
cacat pada pergantian kekuasaan ini adalah tidak hadirnya Megawati pada upacara
pelantikan Yudhoyono sebagai presiden.

Pemilu 2009
Pilpres 2009 diselenggarakan pada 8 Juli2009. Pasangan Susilo Bambang
Yudhoyono-Boediono berhasil menjadi pemenang dalam satu putaran langsung
dengan memperoleh suara 60,80%, mengalahkan pasangan Megawati
Soekarnoputri-Prabowo Subianto dan Muhammad Jusuf Kalla-Wiranto.

BAB III
PENUTUP

C. KESIMPULAN

Dari semua penjabaran diatas maka pada bab ini, saya menyimpulkan bahwa :

- Budaya politik merupakan sistem nilai dan keyakinan yang dimiliki bersama oleh
masyarakat, namun setiap unsur masyarakat berbeda pula budaya politiknya, seperti
antara masyarakat dengan para elitnya.

- Menurut Almond dan Powell berpendapat bahwa budaya politik merupakan dimensi
psikologis dari sistem politik, yang mana budaya politik bersumber dari perilaku
lahiriah dari manusia yang bersumber pada penalaran-penalaran yang sadar.

- Budaya politik adalah pola tingkah laku individu dan orientasinya terhadap kehidupan
politik yang dihayati oleh anggota sistem politik.

- Roy Macridis mengatakan bahwa Budaya politik sebagai tujuan bersama dan peraturan
yang harus diterima bersama.

- Finer mengungkapkan bahwa Budaya politik lebih menekankan pada aspek legitimasi
peraturan-peraturan, lembaga politik serta prosedur.

- Tipe Budaya Politik

- Budaya Politik Parokial (parochial political culture)

- Budaya Politik Kaula

- Budaya Politik Partisan


- Budaya Politik Campuran

- Budaya Politik Indonesia

Ada tiga model kebudayaan politik yaitu antara lain :

- Model masyarakat demokratik,

- Model sistem otoriter,

- Model demokratik pra industrial.


- Salah satu Praktik Budaya Politik adalah Pemilihan Umum.

D. SARAN

Dari awal analisa dan pengkajian materi makalah ini yang saya utarakan hingga pada
penyampaian saran ini, saya berharap kiranya makalah ini dapat bermanfaat bagi
kita semua terutama bagi yang membaca sebagai acuan pengenalan Budaya Politik
khususnya di negara kita Indonesia.

Terkadang banyak akademisi yang masih gelap mengetahui sistem budaya politik
maupun unsur-unsurnya, ini terjadi karena kurangnya penjelasan tentang budaya
politik itu sendiri.

Nah, dengan adanya Makalah ini saya menyumbang analisa dan pengkajian dari
berbagai literatur yang tentunya memperjelas tentang budaya politik terutama
analisis kasus Budaya Politik Partisan yang ada di Indonesia.

Tak lupa juga, tentunya semua uraian materi Makalah ini banyak kekurangan yang
ditemukan maupun banyak penjelasan yang kurang tepat baik dari segi bahasanya
maupun dari segi penyusunanya.

Oleh karenanya, masukan yang bersifat membangun dan berupa saran, kritik,
sanggahan, maupun yang lainnya saya terima dengan senang hati sebagai bahan
penyempurnaan makalah ini selanjutnya.

Terima kasih…

Anda mungkin juga menyukai