Attachment
Attachment
Disusun oleh :
PT SEMEN PADANG
Mengetahui :
Pembimbing Lapangan
i
ANALISIS KIMIA FLY ASH (FA) SEBAGAI ALTERNATIF MATERIAL
MENGGUNAKAN METODA UJI : STANDAR NASIONAL INDONESIA
(SNI) ) 15-2049-2015
Oleh
Mengetahui,
Pembimbing Prakerin
ii
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahiim
Segala puji syukur kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat
dan taufik-Nya kepada kita semua. Sehingga penulis dapat membuat Laporan
Praktik Kerja Industri (PRAKERIN) yang berjudul “ANALISIS KIMIA FLY
ASH (FA) SEBAGAI ALTERNATIF MATERIAL MENGGUNAKAN
METODA UJI : STANDAR NASIONAL INDONESIA (SNI) ) 15-2049-2015.
Laporan ini disusun berdasarkan hasil Praktik Lapangan yang telah
dilaksanakan oleh penulis di PT Semen Padang yang dilakukan setiap hari Senin
sampai Jumat pada periode 15 Juli – 15 September 2019. Prakerin ini merupakan
salah satu mata pelajaran yang wajib diikuti oleh siswa kelas 13. Dimana dengan
Prakerin ini siswa dapat siap dan dapat mengaplikasikan pembelajaran yang
diperoleh di Sekolah pada Industri tempat bekerja. Dalam kesempatan ini, penulis
mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu
dalam penyusunan Laporan Praktik Kerja Industri ini, diantaranya:
1. Kedua orang tua, saudara, dan keluarga besar yang selalu mendukung dan
mendoakan penulis sehingga laporan magang ini dapat terselesaikan
dengan baik.
2. Bapak Drs. Nasir selaku Kepala SMK SMAK Padang.
3. Ibu Meri yang telah membantu kami selama proses prakerin di PT.Semen
Padang
4. Ibu Yeni Hermayanti M.Si selaku Guru Pembimbing Prakerin yang telah
memberikan pengarahan pada proses prakerin.
5. PT. Semen Padang yang telah memberikan kesempatan magang kepada
penulis
6. Bapak Sarman Durmalay,S.T selaku Ka. Sie AFR & Material ketiga
sekaligus menjadi pembimbing lapangan penulis.
7. Ibu Yulmidawati A.Md.AK selaku kepala urusan laboratorium kimia
bahan
8. Bapak Darwas, ST selaku Kepala Urusan Bahan Penunjang.
iii
9. Kak Mike, Kak Rika, Kak Riska, Kak Yeyen, Kak Nurul, dan Bang
Hendra beserta Staf Laboratorium Quality Assurance.
10. Teman-teman yang sama-sama berjuang melaksanakan magang di PT
Semen Padang, Widya Wardatul Hasni, Zura Arifa Nandini, Nanda Putri
Utami, dan teman teman seperjuangan yang prakerin di PT.Semen Padang.
yang selalu memberikan semangat dan berkeja sama dalam melaksanakan
Prakerin
11. Bapak-Bapak karyawan PT Semen Padang dan PT Pasoka Sumber Karya
yang telah memberikan pengawasan dan memberikan arahan kepada
penulis.
12. Dan bagi teman-teman SMK SMAK PADANG angkatan 52 BP 2016
Penulis
iv
DAFTAR ISI
v
2.6.3. Semen Portland Type III........................................................ 18
2.6.4. Semen Portland Type V ......................................................... 19
2.6.5. Semen Portland Campur ........................................................ 19
2.6.6. Oil Well Cement (OWC) ....................................................... 21
2.6.7. Portland Composite Cement (PCC) ....................................... 21
2.6.8. Super “Portland Pozzoland Cement” (PCC) ......................... 23
2.7. Pengendalian Kualitas .................................................................... 23
2.8. Pemasaran ...................................................................................... 28
BAB III TINJAUAN PUSTAKA ............................................................... 25
3.1 Limbah B3 ..................................................................................... 25
3.1.1 Pengertian Limbah B3 ............................................................ 25
3.2 Fly Ash (FA) .................................................................................. 25
3.2.1 Kandungan Fly Ash Batubara ............................................... 27
3.2.2 Proses Pembentukan Batubara ............................................... 28
3.2.3 Kemampuan Fly Ash ............................................................. 30
3.2.4 Proses Pemanfaatan ............................................................... 30
3.3 Produk Hasil Pemanfaatan Limbah B3 .......................................... 31
3.4 Acuan Pemanfaatan Fly Ash .......................................................... 31
BAB IV PELAKSANAAN PRAKTIKUM ............................................... 32
4.1. Waktu dan Tempat Pelaksanaan...................................................... 32
4.2. Pengujian yang Dilakukan............................................................... 32
4.3. Metoda yang Digunakan ................................................................. 31
4.4. Prinsip Kerja .................................................................................... 33
4.5. Metodologi Pengujian ..................................................................... 36
4.5.1. Alat ........................................................................................ 36
4.5.2.Bahan ...................................................................................... 37
4.5.3.Cara Kerja Pengujian Kimia Semen Lengkap ........................ 37
4.5.4 Pengamatan ............................................................................ 41
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN ...................................................... 42
5.1 Hasil ................................................................................................. 43
5.2 Pembahasan ...................................................................................... 43
vi
BAB VI PENUTUP .................................................................................... 47
6.1 Kesimpulan ...................................................................................... 47
6.2 Saran ................................................................................................. 48
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 49
LAMPIRAN ................................................................................................ 50
vii
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
Gambar 2.1. Pabrik PT Semen Padang ................................................... 5
Gambar 2.2. Logo PT Semen Padang .................................................... 6
Gambar 2.3. Struktur Organisasi Perusahaan PT Semen Padang .............. 11
Gambar 2.4. Struktur Organisasi Alternatif Fuel & Raw .......................... 14
Gambar 2.5. Proses Pembuatan Semen pada PT Semen Padang ............... 16
Gambar 2.6. Semen Portland Type I .......................................................... 17
Gambar 2.7. Semen Portland Type II ........................................................ 18
Gambar 2.8. Semen Portland Type III ....................................................... 18
Gambar 2.9. Semen Portland Type V ........................................................ 19
Gambar 2.10. Semen Super Mansory ........................................................ 20
Gambar 2.11. Semen Oil Well .................................................................... 22
Gambar 2.12. Portland Composite Cement (PCC) .................................... 22
Gambar 2.13. Super Portland Pozzoland Cement (PPC) ........................... 23
Gambar 4.1. Komposisi & Klasifikasi Fly Ash .......................................... 27
Gambar 4.2. Proses Perpindahan Energi PLTU .......................................... 29
Gambar 4.3. Sistem Fly Ash ....................................................................... 31
Gambar 5.1. Tabel Hasil Analisis yang Didapatkan ................................... 43
viii
DAFTAR LAMPIRAN
i. Foto Perusahaan
ii. Foto Laboratorium
iii. Diagram Alir Proses Industri
iv. Foto Pengujian
v. Pembuatan Reagen dan Pereaksi
vi. Pengolahan Data
ix
BAB I
PENDAHULUAN
1
Penulis menjalani proses Prakerin di PT Semen Padang. Analisa yang
dilakukan ialah ANALISIS KIMIA FLY ASH (FA) SEBAGAI
ALTERNATIF MATERIAL MENGGUNAKAN METODA UJI :
STANDAR NASIONAL INDONESIA (SNI) 15-2049-2015. Analisa ini
dilakukan untuk mengetahui analisis lengkap Fly Ash sebagai alternatif material
dalam bhan baku semen dari metoda yang digunakan di Laboratorium
Pengujian AFR (Alternatif Fuel & Raw) di PT Semen Padang.
PT Semen Padang merupakan perusahaan besar dengan kualitas yang baik.
Sehingga kami yakin akan mendapatkan banyak pengalaman dan pengetahuan
yang bisa kami pelajari dengan harapan akan bisa menerapkan ilmu pengetahuan
dan teknologi baru dari tempat industri yang belum kami dapatkan sebelumnya
di lembaga pendidikan.
Perkembangan pembangunan di Indonesia pada era globalisasi ini semakin
meningkat. Hal ini ditandai dengan adanya berbagai kegiatan pembangunan
terkhususnya pembangunan secara fisik. Pembangunan fisik meliputi kegiatan
pembangunan gedung-gedung bertingkat, jalan raya, pusat perbelanjaan, dll.
Adanya berbagai kegiatan pembangunan ini berpengaruh terhadap kebutuhan
semen sebagai salah satu material bangunan yang sering dan harus digunakan.
2
1.3 Manfaat
1. Dapat meningkatkan pengetahuan dan memperluas wawasan siswa
mengenai materi dan praktik kerja industri.
2. Memperoleh pengalaman dalam menangani pekerjaan dalam sebuah
perusahaan atau industri secara langsung.
3. Dapat mengetahui proses pembuatan semen di PT Semen Padang
secara umum.
4. Dapat melakukan analisa semen rutin dan lengkap dengan baik dan
benar.
5. Dapat berkomunikasi dan bertingkah laku dengan sopan dan sesuai
pada tempatnya.
3
BAB II
4
A (1981- 1983) dan Indarung III B (selesai tahun 1987). Pabrik Indarung III C
dibangun oleh PT Semen Padang pada tahun 1994.
Kemudian dalam perkembangannya pabrik Indarung III A akhirnya
dinamakan pabrik Indarung III sedangkan pabrik Indarung III B dan III C yang
menggunakan satu Kiln yang sama diberi nama pabrik Indarung IV. Dengan
diresmikannya pabrik Indarung V pada tanggal 16 Desember 1998 maka
kapasitas produksi meningkat menjadi 5.240.000 ton semen pertahun. Dan pada
akhir tahun 2016 pabrik baru yaitu Indarung VI sudah beroperasi dengan
kapasitas produksi±1.500.000 ton semen pertahun.
Berdasarkan surat menteri keuangan. Republik Indonesia No. S-326/ MK.
016/ 1995 tanggal 5 Juni 1995, pemerintah melakukan konsolidasi atas tiga buah
pabrik semen milik pemerintah yaitu PT. Semen Padang, PT. Semen Gresik dan
PT. Semen Tonasa yang terealisasi tanggal 15 September 1995.
Pada saat ini, pemegang saham Perusahaan adalah PT Semen Indonesia
(Persero)Tbk dengan kepemilikan saham sebesar 99,99% dan Koperasi Keluarga
Besar Semen Padang dengan saham sebesar 0,01%. PT Semen Indonesia
(Persero) Tbk sendiri sahamnya dimiliki mayoritas oleh Pemerintah Republik
Indonesia sebesar 51,01%. Pemegang saham lainnya sebesar 48,09% dimiliki
publik. PT Semen Indonesia (Persero) Tbk. merupakan perusahaan yang
sahamnya tercatat di Bursa Efek Indonesia.
5
2.2. Logo PT Semen Padang
6
Menjadi perusahaan persemenan yang andal, unggul dan berwawasan
lingkungan di Indonesia bagian barat dan Asia Tenggara. "To become a
reliable, leading and environtment friendly cement industry".
7
2.3.4. Motto
“ Giving the Best to Build a Better Life”
Memberikan yang terbaik untuk membangun kehidupan yang lebih
baik
8
dan pemusnahan barang yang diuji, seperti semen, gypsum, clay,
pozzolan, dan batubara.
Biro Quality Assurance didukung oleh 3 Seksi, yaitu Seksi Pengujian
Bahan, Seksi Pengujian Produk dan Staf quality assurance. Seksi
pengujian Bahan bertanggung jawab atas semua barang material yang
datang, Seksi Pengujian Produk bertanggung jawab atas produk yang
dihasilkan dan produk yang akan diuji
Sampel dari unit AFR di uji di Laboratoruim Kimia bahan Unit Quality
Assurance. Pengujian AFR di laboratorium ini sangat diperlukan untuk
memastikan apakah penggunaanya sebaagai AFR dapat mengurangi limbah B3
dan gas emulsi seperti CO₂ yang dihasilkan oleh aktivitas produksi.
Telah kita ketahui bahwa penggunaan AFR (Alternatif fuel & raw
material) di industri semen akhir-akhir ini sedang giat dikembangkan dan
9
diterapkan, salah satunya di PT Semen Padang. Jenis yang dikembangkan di PT
Semen Padang adalah Industry waste (Limbah industri) maupun Biofuel. Upaya
ini dipicu oleh terbatasnya bahan bakar yang umumnya dipakai di industri
semen, terlebih jenis bahan bakar Non Renewable Fosil Fuel ( Bahan bakar yang
tidak dapat diperbarui) yaitu Gas, Oil, dan Coal.
Ada dua prinsip utama yang harus diidentifikasi sebelum AFR digunakan.
Pertama, mencakup komposisi kimia, energy and ash content, moisture juga
alkali/ volatile content. Kedua, AFR yang dipilih umumnya didasarkan pada
harga dan availabilitynya. Setelah kedua parameter dapat dipenuhi maka semua
jenis AFR dapat digunakan baik dalam bentuk padat, powder maupun cairan.
10
kualitas produksi klinkernya. Meski demikian, pemanfaatan aspek kimia
dari klinker tetap perlu diperhatikan.
4) Hal lain yang harus diwaspadai adalah kandungan senyawa kimia yang
menyertai AFR Tersebut. Misalnya saja AFR tersebut banyak
mengandung senyawa Cl, maka akumulasikan dari klorin dalam kiln
sistem akan menjadikan masalah pengoperasian bertambah, Antara lain
bisa mengakibatkan dinding inlet maupun calciner sering block up dan
sebagainya. Jadi, apapun jenis AFR yang dipakai perlu diidentifikasi
kandungan senyawa yang mengikutinya agar operasi pebrik tidak
terganggu.
11
lokasi pabrik. Batu kapur digunakan sebanyak ± 80%. Batu kapur
merupakan sumber utama oksida yang mempunyai rumus molekul
CaCO3 (Kalsium Karbonat), Batu Kapur yang baik dalam
penggunaannya memiliki kadar air ± 5%. Lime Stone berfungsi
sebagai bahan penyedia senyawa oksids 50-15% dimana senyawa ini
selanjutnya akan membentuk senyawa-senyawa utama semen (C2S3,
C3S, C3A, C4AF). Senyawa-senyawa yang terkandung di dalam batu
kapur adalah ± 50% CaO, ± 11% SiO2, ± 2% Al2O3, ± 1% Fe2O3, dan
oksida-oksida lain seperti MgO.
2. Batu Silika (Silica Stone)
Batu silika merupakan sumber utama silika dioksida dan alumina
yang merupakan bahan aditif untuk mengkonversikan kekurangan
komposisi kimia pada pembuatan semen. Batu silika digunakan
sebanyak ±9%. Pengambilan batu silika untuk PT. Semen Padang
terdapat di Bukit Ngalau yang terletak 1,5 km dari lokasi pabrik.
Batu silika yang baik untuk pembuatan semen adalah dengan kadar
SiO2 ± 90%. Senyawa SiO2 dibutuhkan untuk membentuk senyawa
C2S dan C3S. Senyawa yang terkandung di dalam batu kapur adalah
±1% CaO, ±70% SiO2, ± 13% Al2O3, ±16% Fe2O3.
3. Tanah Liat (Clay)
Tanah liat merupakan sumber Aluminium Oksida (Al2O3) dan
Iron Oksida (Fe2O3 dan FeO). Tanah liat ditambang di sekitar pabrik
(Bukit Atas) dan diambil dengan menggunakan excavator dan
ditransportasikan dengan dump truck dan kebutuhannya adalah
sekitar 8-9% dari total kebutuhan bahan mentah. Clay digunakan
sebanyak ± 8%. Rumus kimia clay yang digunakan pada produksi
semen Al2O3.K2O.6SiO2.2H2O. Clay yang baik untuk digunakan
memiliki kadar air ± 20%, kadar SiO2 tidak terlalu tinggi ± 46%.
Senyawa Al2O3 dibutuhkan untuk membentuk senyawa-senyawa
yaitu C3A dan C4AF. Senyawa-senyawa yang terkandung di dalam
tanah liat ± 45% SiO2,± 29% Al2O3, ± 10% Fe2O3.
12
4. Pasir Besi (Ironsand) / Copper Slag / Sampah Konkrit
Pasir besi (Ironsand) / Copper Slag / Sampah Konkrit (Sumber
Fe) mempunyai oksida utama berupa Fe2O3 yang kebutuhannya
hanya sekitar 1-2% dari total kebutuhan bahan mentah. PT Semen
Padang tidak memiliki area tambang pasir besi tapi membeli dari
luar, biasanya diambil dari PT Aneka tambang Cilacap. Ironsand
digunakan sebanyak kurang lebih 1%. Ironsand memiliki rumus
kimia Fe2O3 yang pada umumnya selalu tercampur dengan SiO2
dan TiO2 sebagai impuritiesnya. Fe2O3 berfungsi sebagai
penghantar panas dalam proses pembuatan kerak semen.
2.5.1.1 Bahan Aditif/Material Ketiga
Bahan aditif merupakan bahan mentah yang ditambahkan ke dalam
rawmix atau klinker untuk menghasilkan semen jenis tertentu. Bahan
aditif yang digunakan adalah :
1. Pozzolan
2. Gypsum
3. Fly Ash
2.5.2. Proses Produksi Semen
2.5.2.1 Jenis Proses Semen
Ada dua macam jenis proses produksi semen yang dipergunakan di
PT. Semen Padang, yaitu:
1) Proses Basah (Wet Process)
Pada proses basah, pembuatan semen dilakukan dengan
menambahkan air saat penggilingan bahan mentah. Hasil
penggilingan bahan mentah tersebut berupa lumpur yang disebut
dengan Slurry dengan kadar air sekitar 30-36%. Pembuatan
semen dengan proses basah dilakukan di Pabrik indarung I dan
sekarang sudah tidak beroperasi lagi.
Keuntungan proses basah :
Debu yang dihasilkan tidak banyak (polusi udara kecil).
Umpan Kiln lebih homogen.
13
Operasi sederhana.
Kerugian proses basah :
Pemakaian bahan bakar lebih banyak.
Kiln yang digunakan lebih panjang.
Memerlukan air yang cukup banyak.
14
mentah ke storage dilakukan pengaturan pencampuran awal
(preblending) bahan mentah sejenis agar kualitas bahan mentah
tersebut lebih seragam.
b. Pengolahan bahan mentah
Pengolahan bahan mentah meliputi kegiatan/proses dalam hal :
Pencampuran sesama bahan mentah sesuai dengan
perbandingannya
Pemecahan dan penggilingan bahan mentah
Homogenisasi
Pada proses basah, terjadi penambahan air sewaktu proses
penggilingan sedangkan pada proses kering menggunakan
udara panas untuk pengeringan bahan mentah. Mesin
penggilingan bahan mentah ini disebut dengan Raw Mill.
c. Pembakaran Raw Mix/Slurry menjadi Klinker
Pada proses pembakaran ini, raw mix (Slurry pada proses basah)
melalui beberapa tahapan proses yang menghasilkan produk
semen setengah jadi yang disebut dengan klinker. Tujuan utama
dari proses pembakaran ini adalah untuk menghasilkan reaksi
kimia dan pembentukan senyawa diantara oksida-oksida yang
terdapat pada bahan mentah. Pembakaran ini dilakukan sampai
mencapain suhu maksimum, yaitu 1400°C. Pada proses
pembakaran ini terjadi beberapa proses, yaitu:
Pengeringan (untuk proses basah)
Pemanasan pendahuluan (pre heating)
Kalsinasi (calcination)
Pemijaran (sintering)
Pendingin (cooling)
Proses pembakaran dilakukan dalam sebuah alat yang
disebut dengan kiln. Kiln ini berbentuk silinder dengan
diameter yang mencapai 5 m dengan panjang mencapai 80 m
dengan kemiringan 3°. Kiln ini berotasi selama pembakaran
15
agar material terbakar merata. Bahan bakar untuk proses
pembakaran ini adalah batu bara yang telah dijadikan serbuk.
Raw mill atau slurry yang telah mengalami pemijaran di
dalam kiln selanjutnya di dinginkan di dalam cooler. Material
yang keluar dari kiln ini disebut sebagai kilnker dengan
temperatur yang mencapai 140°C.
d. Penggilingan Klinker dan penambahan Gypsum menjadi Semen
Semen setengah jadi (Klinker) yang dihasilkan selanjutnya
melalui proses penggilingan sampai dengan kehalusan tertentu.
Pada tahap ini klinker yang telah didinginkan di dalam silo
diumpankan bersama gypsum sekitar 4% s/d 6% ke dalam cement
mill (tromolcement). Fungsi gypsum dalam semen adalah sebagai
retarder, yaitu sebagai bahan yang dapat mengendalikan reaksi
sewaktu pengerasan semen, sehingga semen tidak terlalu cepat.
Di dalam cement mill klinker yang berukuran 1-4 mm3 digiling
bersama gypsum sampai mencapai tingkat kehalusan tertentu
dengan menggunakan peralatan grinding media yang terbuat dari
bola-bola baja. Semen yang dihasilkan selanjutnya disimpan
dalam Silo Cement untuk siap dikantongkan atau
ditransportasikan
16
2.6. Jenis-jenis Produk
PT Semen Padang memiliki beberapa jenis produk. Adapun profil dari
produknya sebagai berikut :
2.6.1. Semen Portland Type I (Ordinary Portland Cement)
Semen portland type I dipakai untuk keperluan konstruksi umum
yang tidak memakai persyaratan khusus terhadap panas hidrasi dan
kekuatan tekan awal. Cocok dipakai pada tanah dan air yang
mengandung sulfat 0,0% - 0,08 % dan dapat digunakan untuk bangunan
rumah pemukiman, gedung-gedung bertingkat, dan lain-lain.
Keunggulannya adalah serbaguna dengan kekuatan dan daya tahan
prima untuk berbagai aplikasi beton. Semen portland tipe I ini telah
memenuhi SNI 2049:2015, ASTM C 150-07, dan BS 12-1996. Semen
Portland Type I yang dihasilkan PT Semen Padang dapat dilihat pada
Gambar 2.6.
17
Semen Portland Type II yang dihasilkan PT Semen Padang dapat
dilihat pada Gambar 2.7.
18
2.6.4. Semen Portland Type V (High Sulphate Resistance)
Semen portland tipe V dipakai untuk konstruksi bangunan-
bangunan pada tanah atau air yang mengandung sulfat melebihi 0,17-
1,67% (mengandung SO3125 – 250 ppm) dan sangat cocok untuk
instalasi pengolahan limbah pabrik, konstruksi dalam air, jembatan,
terowongan, dan pelabuhan. Semen portland tipe V ini telah memenuhi
SNI 2049:2015, dan ASTM C 150-07. Semen Portland Type V yang
dihasilkan PT Semen Padang dapat dilihat pada Gambar 2.9.
19
Gambar 2.10. Semen Super Masonry
20
pekerjaan / percobaan (well simulation test), pencampuran bahan
tambahan, pengadukan dan pemompaan slurry cement ke tempat yang
telah ditentukan didalam sumur.
Oil well cement (OWC) digunakan untuk penyekat pada
pengeboran sumur minyak. Oleh karenanya semen jenis ini juga disebut
semen sumur minyak. Sumur-sumur minyak atau gas dibuat dengan
mengebor lubang ke dalam tanah / bumidengan kedalam ratusan sampai
dengan 20.000 kaki(sekitar 7.000 meter). Pipa besi yang disebut casing
ditempatkan pada lubang sumur dan semen dipompa ke bawah melalui
pipa tersebut.
Sewaktu semen terpompa keluar melalui dasar casing tersebut dan
kembali ke permukaan melalui bagian luar casing, ia akan membentuk
ikatan krisis antara bagian luar casing dengan dinding sumur yang telah
dibor. Ikatan ini akan melindungi minyak, gas dan air bawah tanah
sehingga tidak bercampur di dalam sumur tersebut.
Kekokohan semen tergantung pada serangan sulfat, suhu dan
tekanan yang tinggi selama proses pemompaan berlangsung.
Dikarenakan keharusan waktu pemekatan yang ketat, maka OWC
diproduksi dengan standar mutu yang ketat sesuai dengan standar API
(American Petroleum Institute).
Fungsi energineering cementing :
a. Menahan serta mengikat casing dengan formasi
b. Menutup daerah circulation
c. Melindungi casing dari pengaratan yang disebabkan oleh air
dibawah permukaan tanah
d. Menghindari terjadinya blow out (semburan liar dengan membentuk
sekatan formasi)
e. Melindungi casing dari beban getaran / guncangan selama pemboran
f. Menghindari terjadinya perpindahan fluida antar zone
Semen Oil Well yang dihasilkan PT Semen Padang dapat dilihat
pada Gambar 2.11.
21
Gambar 2.11 Semen Oil Well
22
2.6.8. Super "Portland Pozzolan Cement" (PPC)
Semen yang memenuhi persyaratan mutu semen Portland Pozzolan
SNI 15-0302-2004 dan ASTM C 595 M-05 s. Dapat digunakan secara
luas seperti:
a. Konstruksi beton massa (bendungan, dam dan irigasi)
b. Konstruksi Beton yang memerlukan ketahanan terhadap serangan
sulfat(Bangunantepi pantai, tanah rawa).
c. Bangunan / instalasi yang memerlukan kekedapan yang lebih
tinggi.
d. Pekerjaan pasangan dan plesteran.
Semen Portland Pozzolan Cement yang dihasilkan PT Semen Padang
dapat dilihat pada Gambar 2.13.
23
2.8 Pemasaran
PT Semen Padang mempunyai beberapa lokasi untuk pengantongan dan
pendistribusian produk, terutama sekali untuk pasar-pasar dalm negeri. PT
Semen Padang mempunyai 12 silo yang berlokasi dekat dengan pabrik yang
mempunyai kapasitas 100.000 metrik ton dan 9 silo di pelabuhan laut Teluk
Bayur (± 14 km dari lokasi pabrik) yang mempunyai kapasitas 90.000 metrik
ton. PT Semen Padang juga mempunyai tempat pengantongan (packing plant) di
Aceh (Lhokseumawe), Medan, Dumai, Lampung, Tanjung Priok dan Ciwandan.
1. Dalam Negeri
Daerah pemasaran PT Semen Padang dalam negeri saat ini meliputi
seluruh wilayah pulau Sumatra dan sebagian wilayah pulau jawa (
Banten, DKI, Jawa Barat, dan Jawa Tengah ).
2. Luar Negeri
Apabila supply dalam negeri telah mencukupi, Maka kelebihannya
akan di ekspor. Untuk ekspor PT Semen Padang pernah mensupply ke
berbagai Negara , seperti : Bangladesh, Maldives , Mauritus, Srilanka,
Philipina, dan lain-lain.
24
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Limbah B3
3.1.1 Pengertian Limbah B3
Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 101 Tahun 2014, Bahan
Berbahaya dan Beracun yang selanjutnya disingkat B3 adalah zat, energi,
dan/atau komponen lain yang karena sifat, konsentrasi, dan/atau
jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung, dapat
mencemarkan dan/atau merusak lingkungan hidup, dan/atau
membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, serta kelangsungan hidup
manusia dan makhluk hidup lain. Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun
yang selanjutnya disebut Limbah B3 adalah sisa suatu usaha dan/atau
kegiatan yang mengandung B3.
25
tersuspensi di dalam gas-gas buangan, maka partikel-partikel fly ash umumnya
berbentuk bulat. Partikel-partikel fly ash yang terkumpul pada precipitator
elektrostatik biasanya berukuran (0.074 – 0.005 mm). Bahan ini terutama terdiri
dari silika dioksida (SiO2), aluminium oksida (Al2O3) dan besi oksida (Fe2O3).
Saat ini umumnya fly ash batubara digunakan dalam pabrik semen sebagai
salah satu bahan campuran pembuat beton. Selain itu, sebenarnya abu terbang
batubara memiliki berbagai kegunaan yang amat beragam:
1. Penyusun beton untuk jalan dan bendungan
2. Penimbun lahan bekas pertambangan
3. Recovery magnetit, cenosphere, dan karbon
4. Bahan baku keramik, gelas, batu bata, dan refraktori
5. Bahan penggosok (polisher)
6. Filler aspal, plastik, dan kertas
7. Pengganti dan bahan baku semen
8. Konversi menjadi zeolit dan adsorben
Konversi abu terbang batubara menjadi zeolit dan adsorben merupakan
contoh pemanfaatan efektif dari abu terbang batubara. Keuntungan adsorben
berbahan baku fly ash batubara adalah biayanya murah. Selain itu, adsorben ini
dapat digunakan baik untuk pengolahan limbah gas maupun limbah cair
(Marinda P, 2008).
Abu terbang batubara umumnya dibuang di landfill atau ditumpuk begitu
saja di dalam area industri. Penumpukan abu terbang batubara ini menimbulkan
masalah bagi lingkungan. Hal ini yang menimbulkan masalah lingkungan dan
kesehatan, karena fly ash hasil dari tempat pembakaran batubara dibuang sebagai
timbunan. Fly ash dan bottom ash ini terdapat dalam jumlah yang cukup besar,
sehingga memerlukan pengelolaan agar tidak menimbulkan masalah lingkungan,
seperti pencemaran udara, atau perairan, dan penurunan kualitas ekosistem.
Salah satu penanganan lingkungan yang dapat diterapkan adalah
memanfaatkan limbah fly ash untuk adsorbsi udara pembakaran dalam
kendaraan bermotor belum bisa dimasyarakatkan secara optimal, karena
berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 85 tahun 1999 tentang pengelolaan
limbah bahan berbahaya dan beracun (B3), fly ash dan bottom ash dikategorikan
26
sebagai limbah B3 karena terdapat kandungan oksida logam berat yang akan
mengalami pelindihan secara alami dan mencemari lingkungan.
27
3.2.2 Proses Pembentukan Fly Ash
Sistem pembakaran batubara umumnya terbagi 2 yakni sistem unggun
terfluidakan (fluidized bed system) dan unggun tetap (fixed bed system atau
grate system). Disamping itu terdapat sistem ke-3 yakni spouted bed
system atau yang dikenal dengan unggun pancar. Fluidized bed system
adalah sistem dimana udara ditiup dari bawah menggunakan blower
sehingga benda padat di atasnya berkelakuan mirip fluida. Teknik
fluidisasi dalam pembakaran batubara adalah teknik yang paling efisien
dalam menghasilkan energi. Pasir atau corundum yang berlaku sebagai
medium pemanas dipanaskan terlebih dahulu. Pemanasan biasanya
dilakukan dengan minyak bakar. Setelah temperatur pasir mencapai
temperatur bakar batubara (300℃) maka diumpankanlah batubara. Sistem
ini menghasilkan abu terbang dan abu yang turun di bawah alat. Abu-abu
tersebut disebut dengan fly ash dan bottom ash. Teknologi fluidized bed
biasanya digunakan di PLTU (Dacosta, 2009).
Komposisi fly ash dan bottom ash yang terbentuk dalam
perbandingan berat adalah: (80-90%) berbanding (10-20%). Fixed bed
system atau grate system adalah teknik pembakaran dimana batubara
berada di atas conveyor yang berjalan atau grate. Sistem ini kurang efisien
karena batubara yang terbakar kurang sempurna atau dengan perkataan
lain masih ada karbon yang tersisa. Abu yang terbentuk terutama bottom
ash masih memiliki kandungan kalori sekitar 3000 kkal/kg. Di China,
bottom ash digunakan sebagai bahan bakar untuk kerajinan besi (pandai
besi). Teknologi fixed bed system banyak digunakan pada industri tekstil
sebagai pembangkit uap (steam generator). Komposisi fly ash dan bottom
ash yang terbentuk dalam perbandingan berat adalah: (15-25%)
berbanding (75-85%) (Koesnadi, 2008).
28
Gambar 4.2 Proses Perpindahan Energi pada PLTU
29
3.2.3 Kemampuan Fly Ash
Fly ash batubara memiliki kemampuan dapat menyerap air dan
beberapa unsur hara sehingga dapat meningkatkan kualitas adsorbsi
dengan baik (geology.com.cn, dalam Rilham, 2012). Selain itu fly ash
batubara juga dapat digunakan sebagai adsorben berbagai macam zat-zat
polutan seperti SOx, CO, dan partikulat debu termasuk timbal (Pb). Fly
ash batubara juga digunakan dalam bahan cetakan pada industri
pengecoran logam karena memiliki ukuran butir jauh lebih kecil daripada
pasir cetak sehingga saat dibuat cetakan akan menghasilkan permukaan
yang lebih halus (Prahasto dan Sugiyanto, 2007).
30
3.3 Produk Hasil Pemanfaatan Limbah B3
Dari proses pengolahan limbah B3 tersebut, bahwa limbah B3 fly ash yang
digunakan sebagai material ketiga ditambahkan di cement mill sehingga
menghasilkan produk PCC (Portland Composite Cement). Yang mana
komposisi PCC adalah limestone 84%, silica stone 11%, clay 3%, iron sand 2%.
Untuk persentase penambahan material ketiga adalah 4% gypsum. Sedangkan
untuk penggunaan fly ash maksimal 5% dari jumlah total penggunaan bahan
baku.
Spesifikasi
Parameter Satuan Fly Ash
Internal
SiO₂ % 51,00
Al₂O₃ % 18,71
Fe₂O₃ % 10,75
CaO % 13,07
MgO % 0,80
Jumlah % 94,33
H₂O % 0,70 2,00 maks.
Bagian Tak Larut % 62,88
Hilang Pijar % 1,86 6,00 maks.
Sisa diatas ayakan 45 % 24,0 32 maks.
31
BAB IV
PELAKSANAAN PRAKERIN
32
4.4 Prinsip Kerja
Pada Laboratorium Quality Assurance PT Semen Padang, menganalisa
produk, bahan, dan bahan yang menunjangi untuk pembuatan dan pemasaran
semen. Adapun dalam melakukan pengujian memiliki prinsip kerja sebagai
berikut :
1. Analisis Kimia
a. Silikon Dioksida (SiO2)
Dalam metode ini uji silikon dioksida (SiO2) ditentukan secara
gravimetri. Kemudian ditambahkan natrium karbonat, setelah itu dilebur
selama 3 jam dalam furnace 1000 ± 500C. Peleburan sampel dengan
Na2CO3/ K2HSO4 yang berfungsi sebagai penguraian ikatan rangkap dari
oksida oksida yang terkandung dalam fly ash yang tidak bisa terlarut
dengan asam kuat.
Reaksi:
1000℃
𝑅(𝑂𝐻)3 → 𝑅2 𝑂3
33
c. Kalsium Oksida (CaO)
Filtrat dari penentuan R2O3 yang mengandung CaO dan MgO
ditambahkan ammonium oksalat dan NH4OH sehinngga terbentuk
endapan . endapan yang terbentuk dibiarkan 1 jam supaya endapan
mengendap dengan sempurna. Endapan dari penyaringan CaO dimasukkan
ke dalam gelas piala kemudian tambahkan H2SO4 1 : 1 dan aquadest panas
200 mL. Kemudian dititrasi dengan KMnO4 yang analisisnya dilakukan
secara volumetrik.
Reaksi
Filtrat R2O3 mengandung Ca
𝐶𝑎++ + 2𝐻𝐶𝑙 → 𝐶𝑎𝐶𝑙2 𝑑𝑎𝑛 𝐻 +
+𝑂𝐻 −
𝐶𝑎𝐶𝑙2 + (𝑁𝐻4 )2 𝐶2 𝑂4 → 𝐶𝑎𝐶2 𝑂4 ↓𝑝𝑢𝑡𝑖ℎ + 2𝑁𝐻4 𝐶𝑙
𝑖𝑛𝑑.𝑀𝑀
𝐶𝑎𝐶2 𝑂4 + 𝐻2 𝑆𝑂4 𝑏𝑒𝑟𝑙𝑒𝑏𝑖ℎ → 𝐶𝑎𝑆𝑂4 + 𝐻2 𝐶2 𝑂4 + 𝐻2 𝑆𝑂4 𝑏𝑒𝑟𝑙𝑒𝑏𝑖ℎ
34
e. Sulfur Trioksida (SO3)
Dalam metode ini sulfat diendapkan dalam larutan asam dari bahan/
contoh dengan barium klorida (BaCl2). Endapan dipijarkan dan ditimbang
sebagai barium sulfat (BaSO4) dan dihitung kesetaraan SO3.
Reaksi :
𝑆𝑂3 + 𝐵𝑎𝐶𝑙2 → 𝐵𝑎𝑆𝑂4 ↓𝑝𝑢𝑡𝑖ℎ + 𝐶𝑙 −
800−900℃
B𝑎𝑆𝑂4 ↑
BaS𝑂4
35
h. Al2O3
Didalam pengujian R2O3 telah terdapat 2 komponen mayor yaitu
Al2O3 dan Fe2O3, jadi nilai dari Al2O3 bisa didapatkan dari hasil
pengurangan dari nilai R2O3 dengan Fe2O3.
36
4.5.2 Bahan
1. Aquadest
2. Larutan HCl 1:1
3. Natrium Karbonat (Na2CO3)
4. H2SO4 1:1
5. HF
6. SnCl2
7. HgCl 7%
8. H3PO4 10%
9. Indikator BDS
10. K2Cr2O7 0,025 N
11. Indikator MM
12. NH4OH 1:1
13. NH4NO3 2%
14. KMnO4 0,5000 N
15. BaCl2 10%
4.5.3 Cara Kerja Pengujian Kimia Fly Ash
A. Penentuan SiO2
1. Timbang dengan teliti 0,5000 gram contoh
2. Masukkan ke cawan platina
3. Tambahkan 2 – 3 gram Na2CO3 p.a dan aduk
4. Tambahkan lagi 1 gram Na2CO3 ( sebagai penutup bagian atasnya)
tutup platina dan lebur dalam furnace pada suhu 10000C selama 30
menit.
5. Keluarkan leburan dan dinginkan
6. Masukkan cawan + tutupnya ke dalam gelas piala 400 mL yang telah
berisi aquadest panas ± 20 mL
7. Tutup gelas dengan kaca arloji, ditambahkan 25 mL HCl 1:1 yang
telah berisi aquadest
8. Bilas cawan dan tutupnya dengan aquadest
9. Keringkan hasil leburan diatas penangas air
37
10. Panaskan diatas water bath selama 1 jam + 5 mL HCl 1:1 teteskan
dengan merata, biarkan 1 menit kemudian tambahkan ± 30 mL H2O
panas
11. Saring endapan dengan kertas saring berpori kasar dan filtrat
ditampung dengan gelas piala 400 mL
12. Cuci endapan aquadest panas sampai bersih (bebas Klorida)
13. Lipat endapan dan haluskan kedalam cawan platina yang diketahui
beratnya (sebelum ditimbang harus dipanaskan dalam furnace pada
suhu 10000C selam 10 menit dan dinginkan dalam desikator)
14. Pijarkan endapan dalam furnace pada suhu 8000C selama 30 menit
15. Pijarkan endapan lagi dalam furnace pada suhu 10000C selama 30
menit
16. Dinginkan endapan dalam desikator dan timbang berat endapan (a)
17. Basahkan endapan dengan 1 tetes H2SO4 1:1 dan 10 mL HF
18. Keringkan endapan diatas penangas pasir ( sampai uap putih hilang)
19. Pijarkan dalam furnace pada suhu 10000C selama 5 menit
20. Dinginkan dalam desikator dan timbang berat (b)
21. Lakukan pengerjaan blanko
22. Filtrat diasamkan dan dikisatkan
(berat endapan A−berat endapan B)−berat blanko
%SiO2 = × 100
berat sampel
B. Penentuan R2O3
1. Endapan setelah penetapan SiO2 tambhakan 1 gram Na2CO3
2. Lebur dalam furnace pada suhu 10000C selama 30 menit
3. Dinginkan dan filtrat disatukan dengan penyaringan SiO2
sebelumnya kemudian didihkan
4. Tambahkan indikator MM sebanyak 1-5 tetes (merah)
5. Tambahkan NH4OH 1:1 sampai terbentuk endapan coklat
(perubahan warna larutan dari merah kekuningan
6. Saring endapan dengan segera dengan kertas saring berpori kasar
kedalam gelas piala 600 mL (filtrate untuk penetapan CaO dan
MgO)
38
7. Bilas gelas piala dengan NH4NO3 2% panas dan cuci endapan
dengan NH4NO3 2% panas sampai bersih
8. Lipat kertas saring yang berisi endapan tersebut, masukan ke dalam
cawan platina yang telah diketahui beratnya
9. Abukan endapan ke dalam furnace pada suhu 10000C 1 jam
10. Dinginkan endapan dalam desikator dan timbang beratnya
berat endapan − berat blanko
%R 2 O3 I = × 100
berat sampel
C. Penentuan CaO
1. Filtrat dari penentuan R2O3 ditambahkan HCl 1:1 kemudian kisatkan
sampai 200 mL
2. Tambahkan ammonium oksalat 30 mL setelah itu tambahkan
NH4OH 1:1 sampai terbentuk endapan
3. Biarkan selama 1 jam , kemudian saring dengan kertas saring halus
4. Bilas dengan aquadest panas sebanyak 10 kali
5. Endapan dimasukkan kedalam gelas piala, setelah itu ditambahkan
10 mL dan didiamkan
6. Tambahakan aquadest panas sampai 200 mL
7. Kemudian dititrasi dengan KMnO4 0,5000 N denga TAT pink seulas
8. Catat volume KMnO4
(volume penitaran I−volume blanko)×N.KMnO4
%CaO I = × 28,04 × 100%
mg sampel
D. Penentuan MgO
1. Filtrat dari CaO dikisatkan sampai 200 mL
2. Setelah mendidih tambahkan diammonium hidrogen posfat
sebanyak 10 mL, dinginkan dan tambahkan NH4OH sebanyak 30
mL lalu diaduk sampai terbentuk endapan
3. Diaduk selama 15 menit
4. Didiamkam selama 10 jam, kemudian saring dengan kertas saring
halus
5. Dibilas dengan larutan NH4OH : aquadest 1: 20
6. Endapan dimasukkan kedalam cawan platina, kemudian dipijarkan
kedalam furnace 10000C selama 1 jam
39
berat endapan − berat blanko
%MgO I = × 0,36207 × 100%
berat sampel
E. Penentuan Fe2O3
1. Ditimbang sampel sebanyak 0,5000 gram
2. Masukkan kedalam cawan platina
3. Tambahkan 2 gram Na2CO3 (sebagai penutup bagian atasnya) tutup
cawan platina, lebur dalam furnace 1000 ± 500C selama 30 menit
4. Keluarkan leburan dan dinginkan
5. Masukkan cawan + tutupnya kedalam gelas piala 600 mL yang
telah berisi aquadest panas ±25mL
6. Tutup gelas dengan kaca arloji, ditambahkan 25 mL HCl 1:1 yang
telah berisi aquadest panas
7. Bilas cawan dan tutupnya dengan aquadest dan keluarkan cawan+
tutup
8. Panaskan sampai mendidih, tambahkan SnCl2 tetes per tetes (
hingga larutan tak berwarna atau bening)
9. Dinginkan filtratnya
10. Tambahkan 10 mL HgCl2 jenuh dan tambahkan 10 mL H3PO4
11. Tambahkan 2 tetes indikator BDS (Barium Diphenylamine
Sulfonat)
12. Titrasi dengan K2Cr2O7 0,0250 N dengan TAT lembayung
(𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑝𝑒𝑛𝑖𝑡𝑎𝑟𝑎𝑛−𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑏𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜 ×0,002
%𝐹𝑒2 𝑂3 𝐼 = × 100%
𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
40
G. Penentuan SO3
1. Ditimbang 1,0000 gram sampel kedalam gelas piala 250 mL dengan
teliti
2. Dilarutkan dengan sedikit aquaedest
3. Ditambahkan HCl 1:1 sebanyak 15 mL lalu panaskan
4. Setelah mendidih tambahkan aquadest panas sampai volume 100
mL
5. Saring filtrat dengan kertas saring whatman 41
6. Filtratnya ditambahkan HCl 1:1, panaskan sampai mendidih
7. Tambahkan BaCl 2% sebanyak 10 mL, lalu di diamkan 1 jam
8. Saring endapan dengan kertas saring whatman 42 bilas dengan
aquadest panas
9. Endapan di masukkan kedalam cawan platina dan dipijarkan
kedalam furnace suhu 10000C selama 30 menit
10. Dinginkan dalam desikator dan kemudian timbang berat endapan
4.5.4 Pengamatan
1. SiO2
Sampel + HCl → Larutan gel kuning → uap putih ↑ + HCl + Aquadest →
Saring larutan kuning(larutan a) → Endapan gel berwaran putih diabukan,
pengabuan ini terjadi selama 1 jam didapatkan endapan berwarna putih.
2. R2O3
Larutan kuning (larutan a) → dipanaskan + ditambahkan indikator MM
→ Larutan berwarna merah + NH4OH → Larutan kuning dan endapan
berwarna coklat → Endapan disaring dan dicuci dengan NH4NO3 panas →
filtrat kuning (larutan b) untuk Cao dan MgO. Endapan coklat →
dipijarkan. Pengabuan ini selama 1 jam → Endapan coklat
3. CaO
41
Filtrat R2O3 berwarna kuning + Ammonium oksalat → endapan putih +
H2O + H2SO4 → Larutan Bening → Titrasi dengan larutan KMnO4 →
warna TAT pink seulas
4. MgO
Filtrat dari CaO berwarna kuning + Aquadest + (NH4)2HPO4 →kuning +
NH4 ( Amoniak ) → endapan kuning → dipijarkan. didapatkan endapan
berwarna putih
5. Fe2O3
Sampel + HCl + H2O → kuning → panaskan + SnCl2 → warna bening +
Aquadest +HgCl2 + H3PO4 + Indikator BDS → Titrasi dengan K2Cr2O7 →
TAT berwarna lembayung (ungu)
6. SO3
Sampel + aquadest → Larutan hitam keabuan + HCl → Larutan kuning +
BaCl2 →larutan kuning. Endapan putih dipijarkan. Pengabuan ini selama 1
jam → Endapan putih
42
BAB V
HASIL PRAKTIKUM
5.2 PEMBAHASAN
Di PT Semen Padang, pemanfaatan limbah B3 khususnya pada fly ash
tersebut dengan kandungan kimia limbahnya dapat dibandingkan dengan
kandungan kimia bahan baku utama. Selain itu, syarat limbah B3 yang
digunakan sebagai substitusi bahan adalah kadar total persentase parameter lebih
besar dari 50%.
Limbah abu terbang sisa pembakaran batubara yaitu fly ash. Dapat di
jadikan bahan baku alternatif material kedalam produk dengan cara fly ash
sebagai material ketiga/zat aditif yang ditambahkan langsung ke cement mill
sebanyak maksimal 5% dari total jumlah bahan baku dan produk yang dihasilkan
adalah Portland Composite Cement (PCC).
Pengujian kimia fly ash (FA) sebagai alternatif material yang dilakukan
dengan metoda yaitu Standar Nasional Indonesia (SNI) 15-2049-2015,
didapatkan hasil dengan melihat titik kritisnya masing-masing. Titik kritis
43
adalah suatu tahapan atau proses yang paling menentukan berhasil atau gagalnya
suatu pengujian.
Berikut beberapa titik kritis dalam melakukan suatu praktikum pengujian :
1) Penimbangan
Menimbang merupakan bagian yang penting dalam melakukan
suatu analisa terutama untuk analisa wet kimia karena membutuhkan
ketelitian yang cukup tinggi , ketika menimbang menggunakan neraca
terutama neraca analitik perhatikanlah terlebih dahulu kondisi neraca
yang akan digunakan,pastikan neraca dalam keadaan baik dan lihatlah
keseimbangan waterpass pada neraca, jika telah memastikan neraca
dalam keadaan baik, maka neraca siap digunakan. Timbanglah sampel
dengan teliti agar hasil analisa yang didapatkan sesuai dengan yang
diharapkan.
2) Melarutkan sampel
Pada saat melakukan analisa ketika melarutkan sampel dengan
pelarutnya pastikanlah sampel larut dengan sempurna, bila perlu aduk
dan tekan-tekan sampel yang belum larut dengan bantuan batang
pengaduk sehingga dapat mempermudah kita untuk melakukan
praktikum selanjutnya seperti menyaring.
3) Pemanasan
Pemanasan yang tidak sempurna dapat dapat mempengaruhi hasil
analisa karena pemanasan juga berfungsi untuk mempercepat jalannya
suatu reaksi jadi perhatikanlah suhu pada saat melakukan praktikum
4) Pengendapan
Pembentukkan endapan (pengendapan) adalah salah satu teknik
untuk memisahkan analit dari zat lain. Dalam melakukan suatu analisa
biasanya disarankan pemakaian pengendap berlebih karena kelarutan
endapan-endapan dapat berkurang atau menurun yang disebabkan
oleh efek ion yang sama (common ion-effect) kelebihan pengendap
yang banyak tidak diinginkan, bukan saja karena pemborosan pereaksi
tetapi juga karena endapan dapat cenderung melarut kembali dalam
kelebihan pereaksi yang banyak, membentuk ion rangkai komplek
44
Terbentuknya endapan atau tidak dalam suatu reaksi itu tergantung
kelarutan dari zat terlarut yaitu jumlah maksimum zat terlarut yang
akan larut dalam sejumlah pelarut tertentu pada suhu tertentu. Dalam
tahap pengendapan ini analis harus teliti dan hati-hati dengan pengotor
endapan jika pengotor masuk kedalam endapan, dapat mengakibatkan
bertambahnya bobot dan kadar dari suatu sampel tersebut, oleh karena
itu dilakukan digestion atau aging/diperam, maksudnya adalah
membiarkan endapan terendam dalam larutan induknya untuk waktu
tertentu (sesuai prosedur kerja) fungsinya adalah sebagai berikut:
a. Memurnikan endapan dari pengotornya
b. Memperbesar permukaan partikel
c. Supaya kristal-kristal menjadi lebih sempurna
Pencucian endapan bertujuan untuk menghilangkan atau
menyingkirkan kotoran yang terabsorbsi pada permukaan endapan
maupun yang terbawa secara mekanis.
Pemilihan larutan pencuci:
a. Larutan tersebut dapat semudah mungkin mencapai tujuan untuk
memurnikan endapan
b. Tidak melarutkan endapan terlalu banyak.
Tidak memakai larutan yang panas jika endapan dapat larut
dalam keadaan panas
Pada larutan pencuci ditambahkan sedikit ion senama dari
endapan untuk menekan pengionan endapan
Penambahan senyawa organik untuk mengurangi kepolaran
larutan pencuci
c. Untuk endapan yang berbentuk koloid, ditambahkan elektrolit
untuk mencegah peptisasi.
5) Penyaringan
Penyaringan harus dilakukan dengan hati-hati karena didalam
melakukan analisa semen umumnya penyaringan dilakukan dalam
45
keadaan panas, oleh karena itu jangan sampai ada yang tertumpah
karena akan sangat berdampak pada hasil analisa.
Penyaringan dilakukan dengan bantuan kertas saring, jadi
perhatikanlah kertas saring yang akan digunakan untuk analisa,
berikut tipe-tipe kertas saring yang digunakan dalam analisa semen:
Kertas saring whatman 40 adalah kertas saring medium, kertas
saring digunakan jika analis membutuhkan atau mengambil
residu maupun endapan dari sampel
Kertas saring whatman 41 adalah kertas saring yang digunakan
jika analis membutuhkan atau mengambil filtrat dari suatu
sampel
Kertas saring whatman 42 adalah kertas saring yang digunakan
jika analis membutuhkan atau mengambil residu suatu sampel
6) Pengaturan pH
pH suatu larutan sampel sangat mempengaruhi analisa yang akan
analis lakukan, oleh karena itu pH larutan sampel harus dikontrol agar
sampel jika ditambahkan pereaksi tertentu akan menghasilkan reaksi
yang diinginkan. Beberapa reaksi membutuhkan suasana larutan
(asam/basa) untuk dapat bereaksi.
7) Titrasi
Titrasi merupakan metode analisis kimia secara kuantitatif yang
biasa digunakan dalam laboratorium untuk menentukan konsentrasi
dari reaktan. Karena pengukuran volume memainkan peranan penting
dalam titrasi, maka dari itu dalam mentitrasi sampel analis harus
berhati-hati karena jika kelebihan satu tetes penitarpun maka akan
melewati titik akhir titrasi dan akan sangat mempengaruhi konsentrasi
atau kadar dari suatu sampel. Titik akhir titrasi bias diamati secara
visual maupun dengan menggunakan alat yang bernama fotometer.
Menggunakan metoda yang berbeda tentu kita juga menggunakan
alat, bahan dan cara kerja yang berbeda. Sehingga dari ini kita dapat
mengetahui bahwa didalam masing-masing metoda yang kita gunakan
mempunyai kelebihan dan kekurangannya masing –masing.
46
BAB VI
PENUTUP
6.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil uji yang dilakukan, maka dapat disimpulkan yakni data
fly ash didapat sebagai berikut :
47
6.2 Saran
Melihat hasil kesimpulan di atas, maka penulis memberikan saran sebagai
berikut:
1. Sebaiknya membuat buku pemanfaatan fly ash sebagai bahan baku
alternatif pembuatan semen
2. Sebelum melakukan pengujian, sebaiknya terlebih dahulu memahami
prosedur uji dan reaksi reaksi yang terjadi pada setiap langkah prosedur uji
yang dilakukan. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari kesalahan
kesalahan dalam pengujian
3. Karena pengerjaan pengujian ini menggunakan bahan kimia yang bisa
menyebabkan gangguan kesehatan, setiap analis harus mematuhui aturan-
aturan yang berlaku di laboratorium seperti menggunakan Alat Pelindung
Diri (APD) selama pengujian dan telah disediakan serta sesuai aturan yang
berlaku di laboratorium PT Semen Padang
48
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. http://www.kamusilmiah.com/geologi/mengenal-batubara-2/html.
Diakses tanggal 16 Februari 2013
Eka Yunita. 2017. Analisis Potensi dan Karakteristik Limbah Padat Fly Ash dan
Bottom Ash Hasil Dari Pembakaran Batubara Pada Pembangkit Listrik
Tenaga Uap (PLTU) PT Semen Tonasa. Makassar: Universitas Islam Negeri
Alauddin Makassar
Standar Nasional Indonesia 15- 2049- 2015. 2015. Semen Portland. Jakarta :
Badan Standarisasi Indonesia
49
LAMPIRAN
I. Foto Perusahaan
50
II. Foto Laboratorium
a. Laboratorium Produk
Ruang Timbang
51
b. Laboratorium Bahan
52
IV. Foto Pengujian
Pengujian Fe2O3
Pengujian SiO2
53
Pengujian R2O3
Pengujian CaO
Pengujian MgO
54
Pengujian SO3
55
V. Pembuatan Reagen dan Pereaksi
1. HCl 1:1
Tambahkan 1250 mL HCl p.a menggunakan gelas ukur dan masukkan
kedalam gelas piala, kemudian dilarutkan dalam 1250 mL aquades lalu
diaduk hingga homogen .
3. BaCl2 10%
Ditimbang 250,00 gram BaCl2, kemudian dilarutkan dalam 2500 mL
aquadest.
56
4. Letakkan di atas plat pemanas yang berpengaduk magnetik,
biarkan selama 20 menit dengan kecepatan pengaduk sedang,
kemudian lepaskan kondensor.
5. Didihkan filtrat dengan segera, kemudian titrasi dengan larutan
baku Ammonium Asetat hingga titik akhir titrasi tidak berwarna.
5. KMnO4 0,25 N
Ditimbang 16 gram KMnO4 kemudian dilarutkan dalam 2L aquades bebas
CO2 yang telahdidinginkan.Adukdan homogenkan.
8. NH4NO3 2%
Ditimbang 20 gram NH4NO3 p.a dilarutkan didalam 1000 mL aquades,
diaduk dan dihomogenkan.
9. NH4OH 1:1
1 bagian Amoniak p.a ditambahkan kedalam 1 bagian aquades dan diaduk
sampai homogen.
57
11. SnCl2 10%
Ditimbang 10 gram SnCl2, ditambahkan 3 butir Sn dalam 100 mL
aquades, diaduk dan dihomogenkan.
12. HgCl2 7%
Ditimbang 70 gram HgCl2 dilarutkan dalam 1 liter aquades,diaduk dan
dihomogenkan.
58
VI. Pengolahan Data
1. Pengujian SiO2
SEBELUM + HF
SiO2(A) I II BLANKO
Beratcawan + endapan 25,5738 g 25,8681 g 25,4443 g
Berat cawan 25,3644 g 25,6596 g 254443 g
Berat endapan 0,2094 g 0,2085 g 0g
SETELAH + HF
= 41,36%
= 41,32%
%SiO2 I + %SiO2 II
%SiO2 rata − rata =
2
41,36% + 41,32%
=
2
= 41,34%
59
2. Pengujian R2O3
R2O3 I II BLANKO
Beratcawan + endapan 24,9900 g 23,2523g 22,4443 g
Berat cawan 24,7788 g 23,0594g 22,4443 g
Berat endapan 0,1922 g 0,1929g 0g
0,1922𝑔 − 0𝑔
= × 100%
0,5000 𝑔
= 38,44%
= 38,58%
%𝑅2 𝑂3 𝐼 + %𝑅2 𝑂3 𝐼𝐼
%𝑅2 𝑂3 𝑟𝑎𝑡𝑎 − 𝑟𝑎𝑡𝑎 =
2
38,44% + 38,55%
=
2
= 38,51%
3. Pengujian CaO
CaO I II BLANKO
Volume penitaran 9,8 ml 9,9ml 0,10 ml
(9,8𝑚𝑙−0,10 𝑚𝑙)×0,1674 𝑁
= × 28,04 × 100%
500 𝑚𝑔
= 9,20%
60
(9,9𝑚𝑙 − 0,10 𝑚𝑙) × 0,1674 𝑁
= × 28,04 × 100%
500 𝑚𝑔
= 9,29%
%𝐶𝑎𝑂 𝐼 + %𝐶𝑎𝑂 𝐼𝐼
%𝐶𝑎𝑂 𝑟𝑎𝑡𝑎 − 𝑟𝑎𝑡𝑎 =
2
9,20% + 9,29%
=
2
= 9,25 %
4. Pengujian MgO
MgO I II BLANKO
Beratcawan + endapan 24,5631 g 22,2773 g 22,4440 g
Beratcawan 24,5280 g 22,2418 g 22,4438g
Beratendapan 0,0351 g 0,0355 g 0,0002 g
%MgO I + %MgO II
%MgO rata − rata =
𝟐
2,54%+2,57%
= 2
= 2,56 %
5. Pengujian Fe2O3
Fe2O3 I II BLANKO
Volume penitaran 11,50 ml 11,50 ml 0,10 ml
61
(𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑝𝑒𝑛𝑖𝑡𝑎𝑟𝑎𝑛−𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑏𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜 ×0,008
%𝐹𝑒2 𝑂3 𝐼 = × 100%
𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
= 18,24%
= 18,24%
%𝐹𝑒2 𝑂3 𝐼 + %𝐹𝑒2 𝑂3 𝐼𝐼
%𝐹𝑒2 𝑂3 𝑟𝑎𝑡𝑎 − 𝑟𝑎𝑡𝑎 =
2
18,24% + 18,24%
=
2
= 18,24 %
6. Pengujian Al2O3
% Al2O3 I = %R2O3 - %Fe2O3
= 38,44% -18,24%
= 20,20%
= 20,27%
62
7. Pengujian Kadar Hilang Pijar (LOI)
HILANG PIJAR I II
Berat cawan sebelum dipijar 28,6964 g 26,5750 g
Berat cawan setelah dipijar 28,6658 g 26,5444 g
Berat yang hilang 0,0306 g 0,0306 g
0,0306 𝑔
= × 100%
0,9998 𝑔
= 3,06 %
0,0306 𝑔
= × 100%
0,9998 𝑔
= 3,06 %
%𝐿𝑂𝐼 𝐼 + %𝐿𝑂𝐼 𝐼𝐼
%𝐿𝑂𝐼 𝑟𝑎𝑡𝑎 − 𝑟𝑎𝑡𝑎 =
2
3,06% + 3,06%
=
2
= 3,06 %
8. Penngujian SO3
SO3 I II BLANKO
Beratcawan + endapan 24,5626 g 24,1613 g 25,4440 g
Beratcawan 24,4699 g 24,0893 g 25,4440 g
Beratendapan 0,0927 g 0,0920 g 0,0000g
0,0927 𝑔 − 0 𝑔
= × 0,343 × 100%
1,0000 𝑔
= 3,18 %
63
𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑒𝑛𝑑𝑎𝑝𝑎𝑛−𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑏𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜
%𝑆𝑂3 𝐼𝐼 = × 0,343 × 100%
𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
0,0920𝑔 − 0 𝑔
= × 0,343 × 100%
1,0000 𝑔
= 3,16 %
%𝑆𝑂3 𝐼 + %𝑆𝑂3 𝐼𝐼
%𝑆𝑂3 𝑟𝑎𝑡𝑎 − 𝑟𝑎𝑡𝑎 =
2
3,18% + 3,16%
=
2
= 3,17%
64