Anda di halaman 1dari 12

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Wilayah Kerja Puskesmas Sempaja Samarinda
Kalimantan Timur, dimana fokus lokasi tempat penelitian dilakukan pada daerah
Jalan Pramuka yang menjadi kawasan tertinggi kasus skabies menurut data
penyakit di Puskesmas.
1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
2. Karakteristik Responden
Jumlah responden yang diwawancarai dalam penelitian ini sebanyak 114
orang. Data Responden diperoleh melalui lembar kuesioner.
Adapun karakteristik responden dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut :
Tabel 4.1 Karakteristik Responden Penelitian Tahun 2017
No Usia Jenis Pendidikan Status Jumlah %
Kelamin Pernikahan
1 20-25 L S1 Belum 28 28%
Menikah
2 20-25 P S1 Belum 33 33%
Menikah
3 26-30 L S1 Belum 34 34%
Menikah
4 26-30 P S1 Belum 19 19%
Menikah
114 100
Jumlah
Sumber : data primer

Tabel 4.2 Tabel Frekuensi Berdasarkan kasus Skabies


No Penyakit Jumlah %
1 Skabies 67 58,8
2 Tidak Skabies 47 41,2
Total 114 100

Jika dilihat, pada tabel 4.2 diatas jumlah responden 114 orang, yang menderita
skabies sebanyak 58,8% dan tidak menderita skabies 41,2% .
3. Analisis Variabel Kebiasan Mandi dengan Penyakit Skabies
Berdasarkan hasil observasi yang telah dilakukan. Berikut hasil analisis
statistik hungan natara kebiasan mandi dengan penyakit skabies
Kebiasan Skabies Total % p
Mandi Skabies % Tidak %
Skabies
Tidak 42 36,8 17 14,9 59 51,8 0,005
Baik
Baik 25 21,9 30 26,3 55 48,2
Total 67 58,8 47 41,2 114 100

Hasil analisis statistik menggunakan uji Chi square didapatkan nilai Chi square =
7,778 ,; p= 0,005 (p≤0.05) untuk hubungan kebiasaan mandi dengan penyakit
skabies, ada hubungan yang signifikan antara frekuensi mandi dengan kejadian
skabies. Seperti dikemukakan Juanda (2007) mandi yang baik adalah :
1. Satu sampai dua kali sehari, khususnya di daerah tropis.
2. Bagi yang terlibat dalam kegiatan olah raga atau pekerjaan lain yang
mengeluarkan banyak keringat dianjurkan untuk segera mandi setelah selesai
kegiatan tersebut.
3. Menggunakan sabun yang lembut. Germisidal atau sabun antiseptik tidak
dianjurkan untuk mandi sehari-hari.
4. Membersihkan anus dan genitalia dengan baik karena pada kondisi tidak
bersih, sekresi normal dari anus dan genitalia akan menyebabkan iritasi dan
infeksi.
5. Membersihkan badan dengan air.

4. Analisis Variabel Berganti Pakaian dengan Penyakit Skabies


Berikut hasil analisis statistik hungan antara berganti pakaian dengan penyakit
skabies
Berganti Skabies Total % p
Pakaian Skabies % Tidak %
Skabies
Tidak 47 41,2 10 8,8 57 50 0,000
Baik
Baik 20 17,5 37 32,5 57 50
Total 67 58,8 47 41,2 114 100

Hasil analisis menggunakan uji Chi square didapatkan nilai Chi square =

26.391; p= 0,000 (p≤0.05) dari hasil tersebut dapat disimpulkan ada hubungan

variabel berganti pakaian dengan kejadian skabies. Salah satu penyebab dari kejadian

skabies adalah pakaian yang kurang bersih dan saling bertukar-tukar pakaian dengan

teman satu kamar. Hal itulah yang tidak diperhatikan serius oleh responden Para

responden dapat menghindari penyakit skabies dengan menjaga kebersihan

pakaiannya. Dengan rajin mencuci dan menjemur.

Menurut penelitian Kurniawati (2004) menyimpulkan bahwa, tidak saling

bertukar pakaian dengan teman tidak mudah tertular penyakit skabies.


Pada tabel uji statistik diatas masih terdapat responden dengan kategori skabies

tapi mempunyai perilaku yang baik tidak berganti pakaian yaitu sebanyak 17,5% dan

masih juga terdapat responden yang tidak skabies tapi mempunyai perilaku tidak baik

sering berganti pakaian yaitu sebanyak 8,8%.

5. Analisis Variabel Kepadatan Hunian dengan Penyakit Skabies


Berikut hasil analisis statistik hungan antara kepadatan Hunian dengan
penyakit skabies
Kepadata Skabies Total % p
n Hunian Skabies % Tidak %
Skabies
Tidak 15 13,2 18 15,8 33 28,9 0,065
memenu
hi Syarat
Memenu 52 45,6 29 25,4 81 71,1
hi Syarat
Total 67 58,8 47 41,2 114 100

Hasil analisis menggunakan uji Chi square didapatkan nilai Chi square

= 3.399; p= 0,065 (p ≥0.05) dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa tidak ada

hubungan variabel kepadatan hunian dengan kejadian scabies. Penularan skabies

terjadi akibat hubungan erat langsung dengan penderita Kepadatan hunian serta

penataan ruang seperti itu dapat berpotensi menimbulkan kejadian scabies. Kondisi

kebersihan air serta pengelolaan sampah yang kurang efektif juga menjadi faktor
yang menyebabkan kejadian scabies. Namun pada penelitian ini kepadatan hunian

tidak berpengaruh pada penyebaran skabies dilokasi penelitian.


Pembahasan

Dalam penelitian ini instrumen pengumpulan data yang digunakan adalah

kuesioner dan lembar observasi. Data yang digunakan berdasarkan hasil jawaban

responden secara pengisian langsung dan wawancara oleh 114 responden , serta hasil

observasi terhadap lingkungan dan tempa tinggal responden.

Pada penelitian ini terdapat beberapa keterbatasan, diantaranya yaitu:

Sumber Data Data yang diambil merupakan data primer menggunakan kuesioner dan

lembar observasi dengan cara pembagian langsung dan wawancara kepada responden

serta melalui observasi langsung sanitasi lingkungan tempat tinggal responden yang

dibatasi pada kebiasaan mandi, berganti pakaian dan kepadatan hunian tiap kamar.

Adapun kelemahan yang mungkin terjadi dalam pengumpulan data ini

adalah: a. Kemungkinan terjadi bias jawaban karena mungkin terdapat jawaban yang

tidak berdasarkan kejujuran, atau mungkin responden mengikuti jawaban responden

lainnya. b. Untuk besar masalah skabies, hanya bisa memperoleh data suspect skabies

responden. Karena hanya berdasarkan obesrvasi terhadap gejala yang dialami, bukan

diagnosis dokter atau hasil laboratorium.

Suspect skabies Skabies disebabkan oleh kutu/tungau Sarcoptes scabiei.

Sarcoptes scabiei adalah tungau kecil berkaki delapan dan didapatkan melalui kontak

fisik yang erat dengan orang lain yang menderita penyakit ini. Tungau skabies

(Sarcoptes scabiei) ini berbentuk oval, dengan ukuran 0,4 x 0,3 mm pada jantan dan

0,2 x 0,15 pada betina (Brown dkk, 2002).


a. Menurut Handoko (2007), terdapat empat tanda utama skabies yaitu: Pruritus

nokturna, yaitu gatal pada malam hari yang disebabkan karena aktivitas tungau

ini lebih tinggi pada suhu yang lebih lembab dan panas.

b. Penyakit ini menyerang manusia secara berkelompok.

c. Adanya terowongan pada tempat- tempat predileksi yang berwarna putih atau

keabu- abuan, berbentuk lurus atau berkelok, rata- rata 73 panjang 1cm, dan pada

ujung terowongan itu ditemukan papul atau vesikel. Tempat predileksinya adalah

tempat- tempat dengan stratum korneum yang tipis seperti jari- jari tangan,

pergelangan tangan bagian volar, umbilikus, genetalia pria dan perut bagian

bawah.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebanyak (58,8%) dari seluruh responden

mengalami suspect skabies, yang diperoleh dari hasil kuesioner dan pemeriksaan

kulit responden berdasarkan gejala klinis penyakit. Setidaknya jika ada dua dari

gejala klinis skabies yaitu gatal terutama malam hari, lesi kulit berupa terowongan,

benjolan kecil, bintik merah, terutama pada tempat dengan lapisan kulit yang tipis

seperti sela-sela jari tangan, pergelangan tangan, siku bagian luar (sikut), lipat ketiak,

sekitar payudara, telapak kaki dan telapak tangan yang dialami responden, maka

termasuk suspect skabies.

Menurut pengakuan responden, skabies pada anak kost berlangsung cepat karena

secara tidak mereka sadari skabies dapat berpindah melalui kontak langsung seperti

berjabat tangan dengan penderita dan tidur yang berdekatan, ataupun tidak langsung

seperti pinjam meminjam baju dan merendam baju disatukan dengan baju penderita.
Seperti yang dijelaskan Handoko (2008) bahwa transmisi atau perpindahan

skabies antara penderita dapat berlangsung melalui kontak 74 langsung (kontak

kulit), misalnya berjabat tangan, tidur bersama dan hubungan seksual. Selain itu juga

dapat melalui kontak tidak langsung (melalui benda), misalnya pakaian, handuk,

sprei, bantal, dan lain-lain.

Penanganan skabies yang telah dilakukan hanya dengan pengobatan terhadap

penderita, dan itu pun jika mendapatkan laporan langsung dari penderita. Di samping

itu, kasus skabies tidak didata secara rutin dan aktif oleh pengasuhan bagian

kesehatan. Sehingga tidak terdapat gambaran masalah skabies yang jelas dan tidak

pernah dilakukan pencegahan secara menyeluruh.

Seperti yang diterangkan Wendel dan Rompalo (2002) dalam Wardhana (2006)

bahwa pencegahan pada manusia dapat dilakukan dengan cara menghindari kontak

langsung dengan penderita dan mencegah penggunaan barang-barang penderita

secara bersama. Pakaian, handuk, dan lainnya yang pernah digunakan penderita

harus diisolasi dan dicuci dengan air panas.

Dari hasil analisis statistik dengan menggunakan uji chi square didapatkan bahwa

kebiasaan mandi dan berganti pakaian memiliki hubungan dengan suspect skabies

dan sebagian besar responden (58,8%) yang mengalami suspect scabies. Masih

terdapat responden yang tidak memperhatikan personal hygiene diri mereka sendiri.

Responden mempunya kebiasaan berganti pakaian dengan teman

sepermainan mereka sebanak 50 % dan responden yang mempunyai kebiasan tidak


baik dalam hal kebiasan mandi sebanyak 51,8% hal ini adalah salah satu pencetus

munculnya skabies pada responden yang telah diwawancarai.

Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Putri (2011) dalam Siregar

(2012), bahwa ada hubungan antara higiene perseorangan dengan kejadian skabies

pada anak. Begitu juga dengan hasil penelitian Ma’ruf, dkk (2003) higiene

perseorangan berperan dalam penularan penyakit skabies, dimana sebagian besar

responden yaitu anak kost (213 orang) mempunyai higine perseorangan yang buruk

dengan prevalensi penyakit skabies 73,70%.

Hasil penelitian ini juga diperkuat oleh Mosby (1994) dalam Siregar

(2012), yang mengatakan bahwa personal hygiene menjadi penting karena personal

hygiene yang baik akan meminimalkan pintu masuk mikroorganisme yang ada

dimana-mana dan pada akhirnya mencegah seseorang terkena penyakit, dalam hal ini

termasuk penyakit skabies.

Personal hygiene merupakan kebutuhan dasar manusia yang harus

senantiasa terpenuhi. Personal hygiene termasuk ke dalam tindakan pencegahan

primer yang spesifik. Hal ini juga sesuai dengan teori segitiga epidemiologi yang

menyatakan bahwa suatu penyakit terjadi karena adanya ketidak seimbangan antara

host 83 (dalam hal ini manusia), agent (dalam hal sumber penyakit skabies seperti

kutu) dan lingkungan dalam hal ini termasuk personal hygiene.

Personal hygiene yang kurang dapat memudahkan penyebaran skabies,

karena kebanyakan kasus yang terjadi akibat adanya kontak personal (Muzakir,

2008). Pada penelitian ini, diketahui bahwa salah satu indikator personal hygiene
berupa kebersihan sprei dan kasur menunjukkan semua responden tidak mencuci

sprei dan menjemur kasur secara berkala.

Penggunaan kasur diperuntukan untuk diri sendiri hal ini disebabkan

karena kasur yang digunakan adalah kasur dengan model tanpa ranjang sehingga

bersentuhan langsung dengan lantai. Ketika responden ingin tidur istirahat siang

ataupun sore hari, terkadang responden menggunakan kasur miik teman nya yaitu

tidak tidur dikamar sendiri melainkan beristirhat dikamar teman, atau berbaring

dengan alas tidur sembarangan tanpa peduli kasur tersebut milik siapa atau alas

tersebut kotor atau tidak.

Hanya sedikit responden yang menggunakan sprei. Sehingga

berdasarkan prilaku tersebut penularan skabies pada responden termasuk cepat.

Disamping itu juga, prilaku pinjam meminjam pakaian merupakan hal yang sangat

sulit dihilangkan di pada anak kost sebagai responden karena menurut responden jika

ia tidak meminjamkan pakaian kepada temannya maka ia akan dianggap pelit.

Dan yang sangat disayangkan banyak diantara responden yang kurang

memperhatikan kebersihan handuk, karena didapatkan banyak handuk yang

ditinggalkan di kamar mandi dan pakaian sehabis dicuci yang digantung di dinding

kamar mandi atau di diletakkan berserakan dilantai kamar hingga esok hari.

Inilah beberapa faktorpersonal hygiene yang menjadi pemicu

timbulnya skabies atau penyakit kulit lainnya pada responden. Berbagai penyebab

tidak hygiene nya responden dalam kehidupan sehari-hati. Sebab lainnya adalah

budaya antri yang selalu ada di kost kostan, apapun yang dilakukan, antri sudah
menjadi hal wajib, banyak responden yang enggan mengantri sehingga ia menunda

untuk mandi dan mencuci pakaian walaupun terdapat responden yang menggunakan

jasa laundry untuk mencuci namun tidak menjamin jasa laundry tersebut melakukan

kebersihan pakain dengan baik dan benar.

Disamping itu juga, padatnya kegiatan perkuliahan dan sekolah yang

dialami responden juga menjadi alasan responden tidak cukup waktu untuk

melakukan bersih-bersih, seperti mandi, mencuci, dan menjemur handuk di terik

matahari. Begitu juga pada perilaku kebersihan terhadap kamar, kurangnya kesadaran

dan kepedulian responden terhadap llingkungan merupakan penyebab utama dari

masalah lingkungan yang ada.

Kamar responden menjadi lembab, pengap, baju, alat shalat, dan buku

yang tidak pada tempatnya. Hal ini disebabkan oleh kurangnya kesadaran mereka

untuk menjaga kebersihan kamar, kurangnya kepedulian terhadap lingkungan,

sehingga mereka menjadi tidak disiplin akan kebersihan kamar dan responden jarang

ada yang membuka dan menutup jendela, serta menaruh buku dan baju di dalam

lemari
Kesimpulan dan Saran

Berdasarkan penelitian yang dilakukan terhadap 114 responden di Wilayah

Kerja Sempaja diketahui bahwa:

a. Sebagian besar responden mengalami skabies yaitu sebanyak 58,8%

responden.

Anda mungkin juga menyukai