Anda di halaman 1dari 16

PENGEMBANGAN BAHAN AJAR BIOLOGI KONSERVASI

BERBASIS ETNOPEDAGOGI

Suroso Mukti Leksono, A. Syachruroji, dan Pipit Marianingsih


Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sultan Ageng Tirtayasa
email: sumule56@yahoo.com

Abstrak
Penelitian ini bertujuan mengekplorasi kearifan lokal di Banten untuk pengembangan bahan ajar
biologi konservasi berbasis etnopedagogi. Metode R&D digunakan untuk mengembangkan bahan
ajar. Ditemukan tiga konsep kearifan lokal yang dapat digunakan untuk konten pembelajaran biologi
konservasi yaitu (1) konsep pembagian lansekap untuk pembelajaran konsep biodiversitas tingkat
ekosistem; (2) pemanfaatan spesies untuk kehidupan seharai-hari untuk konsep biodiversitas tingkat
spesies; (3) kearifan dalam menanam padi lokal untuk konsep biodiversitas pada tingkat genetika.
Konten-konten tersebut selanjutnya dikembangkan untuk bahan ajar biologi konservasi dengan tujuan
untuk mengembangkan literasi konservasi. Prinsip-prinsip yang dikembangkan dalam bahan ajar
tersebut meliputi tujuan; nilai-nilai; konsep; ancaman dan tindakan konservasi terhadap biodiversitas.
Hasil validasi ahli tentang kemampuan penyajian, materi dan penggunaan bahasa dalam bahan ajar
menunjukkan hasil yang baik dan layak digunakan, sedangkan uji coba keterbacaan menunjukkan
hasil bahwa bahan ajar tersebut dapat membantu mahasiswa dalam memahami materi, meningkatkan
keterampilan proses biodiversitas dan kepedulian terhadap lingkungan.

Kata kunci: biodiversitas, etnopedagogi, kearifan lokal, konservasi

DEVELOPMENT OF BIOLOGY CONSERVATION TEACHING MATERIALS


BASED ON ETHNOPEDAGOGY

Abstract
This study was aimed at exploring the local wisdom in Banten to develop biology conservation
teaching materials based on ethno pedagogy. An R&D method was used to develop the teaching
materials. The study reveals that there are three concepts of local wisdom that could be used for biology
conservation learning content, that are (1) the concept of the landscape division for ecosystem-level
biodiversity learning concept; (2) species utilization by local people for species-level biodiversity
learning concept; and (3) local wisdom in planting local rice for the genetic-level biodiversity learning
concept. Then, those contents were developed for biology conservation teaching materials with the aim to
develop conservation literacy. The principles developed in the teaching materials included the purpose,
the values, the concept, the threads and action towards biodiversity. The results of expert judgments
shows that the content, lay out, and language in teaching materials have good criteria and feasible to
use. The result of readability test indicates that the teaching materials can help students to understand
the content, to improve the biodiversity process skills, and to increase environment awareness.

Keywords: biodiversity, conservation, ethno pedagogy, local wisdom

PENDAHULUAN kekayaan keanekaragaman hayati yang


Indonesia merupakan salah satu nega- tinggi di dunia. Walaupun luas Indonesia
ra megabiodiversitas, karena mempunyai hanya 1,3% dari luas total daratan dunia,

168
Suroso M.L., A. Syachruroji, dan Pipit M.:Pengembangan Bahan Ajar...

Indonesia memiliki sedikitnya 90 tipe di Kota Serang menunjukkan bahwa


ekosistem, dan kekayaan spesies yang luar materi lingkungan sekitar hampir tidak
biasa (Indrawan, Primack, & Supriatna, pernah digunakan dalam pembelajaran
2007). Namun sebagian besar masyarakat biodiversitas di Provinsi Banten, padahal
Indonesia tidak menyadarinya. Hal ini Banten mempunyai kekayaan biodiver-
terbukti bahwa kerusakan lingkungan sitas yang tinggi. Selain mempunyai
terus berlangsung, seperti penebangan kawasan konservasi yang luas, seperti
pohon secara ilegal, penangkapan ikan Taman Nasional Ujung Kulon dan Taman
dengan bom, perdagangan satwa liar, dan Nasional Gunung Halimun Salak, Banten
masih banyak lagi aktivitas manusia yang juga mempunyai binatang endemik, seperti
cenderung merusak lingkungan, yang Badak Jawa.
pada akhirnya menimbulkan bencana alam Propinsi Banten juga menyimpan
serta akan berdampak pada menurunnya banyak kearifan lokal yang berhubungan
biodiversitas. dengan konservasi biodiversitas, seperti
Rendahnya pemahaman masyarakat kearifan lokal dalam memperlakukan alam
tentang arti penting biodiversitas, me- pada Masyarakat Adat Kasepuhan Banten
nurut Leksono & Rustaman (2012) Kidul. Agenda 21 merekomendasikan
disebabkan oleh sistem pembelajaran bahwa untuk meningkatkan kepedulian
yang tidak sesuai. Pembelajaran konservasi masyarakat tentang pentingnya bio-
biodiversitas seharusnya melibatkan diversitas, pembelajaran yang sesuai
siswa secara aktif dan menggunakan adalah pembelajaran berbasis budaya
lingkungan sekitar sebagai sumber belajar lokal atau pendekatan etnopedagogi.
(Dikmenli, 2010; Ramadoss & Moli, Pemanfaatan konten kearifan lokal
2011; Leksono, 2011), dengan tujuan dalam pembelajaran, selain dapat me-
akhir meningkatkan literasi konservasi nyelamatkan pengetahuan kearifan lokal
biodiversitas (Erdogan, 2009). Literasi itu sendiri, juga meningkatkan kepeduli-
konservasi biodiversitas menurut Leksono an peserta didik tentang konservasi
& Rustaman (2012) adalah kemampuan biodiversitas (Snively & Corsiglia, 2001).
seseorang untuk memahami biodiversitas Berdasarkan latar belakang tersebut
dan mengkomunikasikan biodiversitas, penelitian ini bertujuan mengembangkan
serta menerapkan pengetahuan konservasi buku ajar berbasis etnopedagogi untuk
biodiversitas untuk memecahkan masalah- m e ni ng k a t k a n l i t e r a s i k on s e r va s i
masalah biodiversitas, sehingga memiliki mahasiswa calon guru biologi. Bahan ajar
sikap dan kepekaan yang tinggi terhadap tersebut diharapkan dapat meningkatkan
diri dan lingkungannya dalam mengambil pemahaman calon guru tentang arti
keputusan berdasarkan pertimbangan- penting biodiversitas, dampak kegiatan
pertimbangan ilmiah. manusia terhadap spesies, komunitas, dan
Pembelajaran berbasis lingkungan ekosistem serta upaya-upaya penyelamat-
sekitar tempat tinggal peserta didik di- an biodiversitas, yang pada akhirnya
maksudkan untuk dapat meningkatkan dapat meningkatkan literasi konservasi,
kepedulian mereka terhadap arti penting dan mampu mengajarkan konservasi
biodiversitas dengan contoh-contoh nyata biodiversitas berbasis budaya dan kearifan
pada kehidupan sehari-hari. Penelitian lokal setempat, sehingga akan terwujud
awal terhadap 31 guru biologi SMA pembangunan berkelanjutan.

169
JURNAL KEPENDIDIKAN, Volume 45, Nomor 2, November 2015, Halaman 168-183

METODE lah validitas buku dengan memvalidasinya


Untuk mendapatkan contoh kearifan ke ahli pendidikan dan ahli konten biologi
lokal yang berhubungan dengan konservasi konservasi. Tahap berikutnya adalah uji
biodiversitas, penelitian mengekplorasi ke- coba keterbacaan buku sehingga men-
arifan lokal di masyarakat adat yang berada dapatkan bahan ajar yang dapat dipakai
di Banten, yaitu di desa Adat Kasepuhan dalam pembelajaran biologi konservasi
Banten Kidul, di Desa Cisungsang, Ke- berbasis etnopedagogi.
camatan Cibeber Kabupaten Lebak Provinsi
Banten. Penelitian dilaksanakan pada bulan HASILPENELITIAN DAN PEMBAHASAN
April sampai dengan Juni 2014. Pada Tahap pertama penelitian ini adalah
tahap ekplorasi kearifan lokal, metode mengekplorasi kearifan lokal masyara-
yang digunakan adalah wawancara dengan kat Banten yang berhubungan dengan
key person untuk mendapatkan data konservasi biodiversitas. Kearifan lokal
yang akurat tentang pengetahuan lokal yang digali sebagai dasar pengembang-
yang berhubungan dengan konservasi an buku ajar adalah contoh kearifan
biodiversitas yang meliputi cara pengo- lokal yang berhubungan dengan kearifan
lahan lahan, cara bercocok tanam dan dalam pengelolaan ekosistem, jenis dan
pemanfaatan makhluk hidup untuk genetika sesuai dengan pengelompokkan
keperluan sehari-hari, seperti untuk biodiversitas menurut Maclaurin & Sterel-
tanaman pangan, sayuran dan lalapan, ny (2008) bahwa tiga tingkatan biodiver-
bumbu dapur/rempah-rempah, buah- sitas yaitu ekosistem, jenis, dan genetika.
buahan, obat-obatan, bahan bangunan, Dalam pengelolaan wilayah, ma-
bahan pewarna, dan untuk bahan kerajinan syarakat Kasepuhan Cisungsang di Banten
yang terdapat di masyarakat adat. Kidul memiliki konsep pembagian lanse-
Setelah mendapatkan dokumentasi kap secara tradisional. Pembagian lansekap
tentang kearifan lokal yang terkait dengan tersebut meliputi wilayah yang disebut
konservasi biodiversitas, tahap selanjutnya Lembur, Pekarangan, Sawah, Huma,
adalah menganalisis konten tersebut untuk Kebun, Talun/Dudukuhan, Sampalan
bahan ajar biologi konservasi berbasis (Ladang Pengembalaan), Reuma Ngora,
etnopedagogi. Metode yang digunakan Reuma Kolot, Leuweung Cadangan, Leu-
untuk pengembangan bahan ajar adalah weung Titipan dan Leuweung Tutupan
Research and Development dari Gall, (Hutan Konservasi).
Gall, & Borg (2003) dengan lima tahap, Konsep pembagian lansekap pada
yaitu studi pendahuluan, penyusunan dan masyarakat Kasepuhan Banten Kidul
pengembangan draf buku, validasi buku ini dapat menjadi konten pembelajaran
dan uji coba keterbacaan buku ajar. konservasi biodiversitas pada tingkat
Studi pendahuluan dilakukan untuk ekosistem. Masing-masing satuan lansekap
menganalisis materi-materi esensial yang mempunyai fungsi yang mencerminkan
dapat digunakan dalam pembelajaran keharmonisan ekosistem. Pembagian
biologi konservasi berbasis etnopedagogi. lansekap ini pula menunjukkan adanya
Penyusunan dan pengembangan draf buku kearifan lokal dalam memenuhi kebutuhan
bertujuan untuk merumuskan tujuan buku, hidup tanpa merusak lingkungan karena
menentukan komponen-komponen isi buku di setiap satuan lansekap tersebut terdapat
berdasarkan studi pendahuluan. Setelah aturan atau batasan akses dalam pemanfaat-
draf buku tersusun tahap selanjutnya ada- an sumber daya yang ada di dalamnya.

170
Suroso M.L., A. Syachruroji, dan Pipit M.:Pengembangan Bahan Ajar...

Kearifan lokal masyarakat Banten Taman Nasional Gunung Halimun Salak,


Kidul dalam mengelola alam selaras dengan sehingga tidak memungkinkan lagi mereka
pengetahuan modern dalam konservasi merambah hutan Taman Nasional.
biodiversitas. Penggolongan hutan oleh Prinsip-prinsip pengelolaan ekosistem
masyarakat kasepuhan hampir sama di Kasepuhan Banten Kidul sejalan dengan
halnya dengan konsep pengelolaan dan pendapat Brook & McLachlan (2008) yang
penggolongan hutan secara modern dalam menyatakan bahwa local ecologi know-
konsep Taman Nasional. Berdasarkan ledge masih relevan dengan pengetahuan
Undang-Undang No.5 Tahun 1990 tentang ekologi modern, sehingga prinsipnya
Konservasi Sumber Daya Alam Hayati masih dibutuhkan dalam pengelolaan
dan Ekosistemnya, Taman Nasional alam dan konservasi. Pengelolaan Taman
merupakan kawasan pelestarian alam Nasional seharusnya melibatkan lingkung-
yang mempunyai fungsi perlindungan an dan budaya setempat, sehingga mereka
sistem penyangga kehidupan, pengawetan merasa memiliki yang pada akhirnya da-
keanekaragaman hayati tumbuhan dan pat meningkatkan konservasi di kawasan
satwa, serta pemanfaatan sumber daya tersebut (Weeks & Mehta, 2004).
alam hayati dan ekosistemnya secara lestari Wiratno, dkk. (2001) menyatakan
yang dikelola dengan sistem zonasi, yang bahwa berdasarkan analisis historis terhadap
terdiri dari zona inti, zona penyangga, peran beberapa sistem pengetahuan lokal
zona pemanfaatan, dan zona lainnya sesuai dalam bentuk praktik penggunaan lahan
dengan keperluan (Wiratno, dkk., 2001). masyarakat tradisional menunjukkan bah-
Zona Inti pada konsep Taman Nasional wa telah terdapat cukup bukti pentingnya
sama dengan Leuweng Tutupan dalam mengadopsi dan mengintegrasikan sistem-
konsep masyarakat kasepuhan. Zona sistem tersebut dalam upaya pengelolaan
inti ini tidak boleh dieksploitasi oleh kawasan konservasi. Penelitian Daniels
manusia. Zona Penyangga dapat dikatakan (2002) juga menyatakan bahwa konsep
sama fungsinya dengan leuweng titipan kearifan lokal dapat menjaga kelestarian
yang juga tidak boleh digunakan karena biodiversitas, oleh sebab itu dalam me-
kepentingannya untuk menyangga sistem rencanakan konservasi biodiversitas
kehidupan. Kedua jenis hutan ini harus sebaiknya melibatkan kearifan lokal.
dijaga kelestariannya dan tetap terlindung Contoh kearifan lokal dalam
dari ketamakan manusia agar kehidupan pengelolaan spesies tercermin dalam
di sekitar kawasan dapat tetap seimbang. pemanfaatan tumbuhan. Masyarakat
Sedangkan zona pemanfaatan dapat kita Kasepuhan Cisungsang di Banten Kidul
samakan dengan Leuweng Cadangan yang masih menggunaan tumbuhan yang
masyarakat sekitar dapat memanfaatkan- terdapat di sekitarnya untuk menopang
nya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. hidupnya. Pemanfaatan jenis tumbuhan
Pengelolaan lansekap lainnya, se- untuk keperluan sehari-hari di Kasepuhan
perti reuma, talun, huma, sawah dapat Cisungsang berdasarkan fungsinya dapat
disamakan dengan zona pemanfaatan dikelompokkan menjadi tanaman pangan,
intensif dan menunjukkan bahwa mereka sayuran dan lalapan, bumbu dapur/rempah-
telah meninggalkan ladang berpindah yang rempah, buah-buahan, obat-obatan, bahan
merambah hutan, yang sebelumnya masih bangunan, bahan pewarna, dan untuk
dianut oleh warga kasepuhan. Pemukiman bahan kerajinan. Dengan memanfaatkan
masyarakat Kasepuhan berdekatan dengan tumbuhan tersebut, secara tidak langsung

171
JURNAL KEPENDIDIKAN, Volume 45, Nomor 2, November 2015, Halaman 168-183

masyarakat Kasepuhan Cisungsang di melinjo (Gnetum gnemon), tiwu endog


Kasepuhan Banten Kidul telah menye- (Saccharum edulle), dan kacang tanah
lamatkan biodiversitas tanaman. Jumlah (Arachis hypogaea). Tanaman tambahan
jenis tiap-tiap fungsi tanaman tersebut tersebut diperoleh dari huma, pekarangan
dapat dilihat pada Gambar 1. dan talun. Semua tanaman tersebut di-
Gambar 1 menunjukkan bahwa budidayakan oleh masyarakat dan selalu
masyarakat Kasepuhan Cisungsang di dipelihara serta ditanam kembali setelah
Kasepuhan Banten Kidul memanfaatkan dipanen. Hal tersebut dilakukan karena
t an am an s eba ga i t ana m an panga n masyarakat mengetahui fungsi tanaman
sebanyak 14 Jenis, yang terdiri atas satu tersebut sebagai sumber pangan. Kondisi
jenis tanaman pokok dan 13 jenis sebagai demikian lah yang dinamakan konservasi
tanaman pangan tambahan. Makanan biodiversitas menurut Supriatna (2004) dan
pokok masyarakat Kasepuhan Cisungsang Rifai (2004), bahwa mereka tanpa paksaan
Banten Kidul adalah padi (Oryza sativa) melestarikan tanaman karena mengetahui
yang ditanam di sawah dan huma. Tanaman manfaatnya.
pangan tambahan terdiri dari singkong Berdasarkan Gambar 1 tampak
(Manihot esculenta), pisang (Musa bahwa terdapat 30 jenis tanaman yang
paradisiaca), talas (Colocasia sp.), ubi dimanfaatkan sebagai sayur dan lalapan
jalar (Ipomoea batatas), gembili (Dioscorea oleh masyarakat Cisungsang di Kasepuh-
esculenta), gadung (Dioscorea hispida), an Banten Kidul. Bagian tanaman yang
buah bubuay (Plectocomia elongate), sagu dimanfaatkan untuk sayur dan lalapan
kawung (Arenga pinnata), ganyong (Canna adalah pucuk daun, daun, buah, dan bunga.
discolour), labu (Cucurbita moschate), Semua tanaman yang dimanfaatkan untuk

Gambar 1. Jumlah Jenis Tanaman Berdasarkan Fungsi Tanaman


di Kasepuhan Cisungsang

172
Suroso M.L., A. Syachruroji, dan Pipit M.:Pengembangan Bahan Ajar...

lalapan dan sayuran tersebut dibudaya- jawer kotok (Coleus purpureus), antaman
kan di pekarangan, huma dan talun. Ada- (Centella asiatica), jongek (Emilia
pun tanaman yang dimanfaatkan sebagai sonchifolia), dan kibulu (Ageratum
bumbu/rempah-rempah oleh masyarakat conyzoides). Mereka berpendapat bahwa
Cisungsang di Kasepuhan Banten Kidul masih banyak tanaman tersebut di alam,
selama penelitian ditemukan sebanyak 22 sehingga mereka tidak membudidayakan.
jenis. Tamanan tersebut semuanya juga Namun jika keberadaannya di alam susah
telah dibudidayakan di pekarangan, huma, ditemukan lagi, mereka akan menanam-
kebun, dan talun. nya, seperti contohnya kumis kucing
Tanaman yang dibudidayakan di (Orthosiphon stamineus). Hongsawong
pekarangan contohnya adalah jahe (Zingiber (2011) menyarankan bahwa pemakaian
offinale), panglai (Zingiber cassum), kencur tanaman obat harus efektif, dan perlunya
(Kaempferia galanga), lengkuas (Alpinia mengkonservasi tanaman obat tersebut.
galangal) dan temu lawak (Curcuma Pemanfaatan tanaman lainnya yaitu
xanthorrhiza). Tanaman yang dibudidayakan sebagai bahan bangunan, diketahui se-
di kebun contohnya adalah seledri (Apium banyak 15 jenis tanaman (Gambar 1), di
graveolens), cabai (Capsicum annum), antaranya yaitu ijuk dari aren (Arenga
bawang (Allium fistulosum), dan tomat piñata), batang dari rasamala (Altingia
(Solanum lycopersicum). Tamanan yang excelsa), bambu (Bambusa sp.), kelapa
dibudidayakan di talun contohnya adalah (Cocos nucifera), nangka (Artocarpus
cengkeh (Syzygium aromaticum), pala heterophyllus), durian (Durio zibethinus)
(Myristica fragrans), kemiri (Aleurites dan jati (Tectona grandis). Ditemukan
moluccana), dan lada (Piper nigrum). empat jenis tanaman sebagai bahan pewar-
Selanjutnya, ditemukan tujuh jenis tumbuh- na yaitu hariang (Begonia sp), pacar tere
an penghasil buah-buahan, yaitu pisang (Impatien platypetala), pandan (Pandanus
(Musa paradisiaca), manga (Mangifera amaryllifolius) dan kunyit (Curcuma
indica), jeruk (Citrus maxima), alpukat longa). Delapan jenis tanaman yang
(Persea Americana), nangka (Artocarpus dimanfaatkan sebagai bahan kerajinan
heterophyllus), kelapa (Cocos nucifera), di antaranya kaung atau aren (Arenga
dan jambu (Psidium guajava). Semua pinnata), rotan (Calamus platyacanthos),
tanaman tesebut telah dibudidayakan di nangka (Artocarpus heterophyllus) dan
pekarangan dan talun. bambu (Bambusa sp). Sebagian besar
Terdapat 39 jenis tumbuhan yang tanaman tersebut telah dibudidayakan,
dimanfaatkan sebagai obat dan 37 jenis kecuali rotan.
untuk obat khusus terkait melahirkan. Dengan memanfaatkan tanaman ter-
Sebagian besar tanaman obat tersebut sebut secara tidak langsung masyarakat
telah dibudidayakan, seperti alpukat Kasepuhan Cisungsang di Kasepuhan
(Persea Americana), cengkeh (Syzy- Banten Kidul telah menyelamatkan bio-
gium aromaticum), jahe (Zingiber offi- diversitas tanaman. Masyarakat akan
cinarum), jambe (Cycas revolute), jarak melindungi tanaman apabila mereka
(Jatropha curcas), dan sebagainya. mengetahui manfaatnya. Hal ini sesuai
Namun masih ada beberapa tanaman dengan prinsip konservasi, yaitu pende-
yang mengambil langsung dari hutan, katan save, study, dan use (Supriatna,
contohnya harendong (Melastoma mala- 2004). Tiga prinsip tersebut bersifat
bathricum), keseureuh (Letsea kibeba), holistik, yaitu pendekatan menyeluruh

173
JURNAL KEPENDIDIKAN, Volume 45, Nomor 2, November 2015, Halaman 168-183

yang diharapkan dapat melindungi spesies nya bulu pada bulir padinya. Nama jidah
dengan tidak meninggalkan aspek man- dilatarbelakangi oleh masa produksinya.
faat (Warren, 1992). Lebih lanjut, Rifai Selain ciri pembeda tersebut penamaan
(2004) menekankan bahwa pendekatan varietas padi juga dilatarbelakangi oleh
dalam upaya konservasi adalah dengan cerita legenda rakyat, misalnya sri kuning,
mengedepankan pemanfaatan secara sisik naga, dan orang yang pertama kali
lestari. Kearifan lokal dalam pemanfaatan menanam, contohnya jamudin, nani,
spesies untuk kehidupan sehari-hari dapat randa kaya, dan ketan ujum. Dilihat dari
menjadi konten pembelajaran konservasi masa produksi, padi dibedakan atas jenis
biodiversitas pada tingkat spesies. padi leuir (padi yang ditanam didataran
Contoh kearifan lokal dalam pelestari- tinggi dan berumur 5-6 bulan) dan jenis
an genetik adalah dijumpainya tanaman padi hawara (jenis padi yang berumur 3-4
padi (Oryza sativa) dengan puluhan varietas bulan).
lokal. Komunitas Kasepuhan Banten Kidul Secara umum masyarakat kasepuhan
menyimpan puluhan varietas padi yang membedakan varietas padi menjadi tiga,
membuat mereka mampu berswasem- yaitu jenis pare, ketan dan cere. Perbedaan
bada beras. Mereka masih menanam padi antara pare dan cere terletak pada bulu
varietas lokal yang dimilikinya secara turun yang terdapat pada ujung bulir padinya.
temurun. Menurut ketentuan adat, padi Jenis pare tidak mempunyai bulu seperti
hanya boleh ditanam sekali dalam setahun. halnya jenis cere. Sedangkan jenis ketan
Masyarakat Kasepuhan, mengenal dua apabila dimasak lebih pulen dan lengket
jenis padi, yaitu padi yang ditanam di sawah dibandingkan dengan jenis pare dan cere.
dan di huma. Padi sawah memerlukan air Selama penelitian ditemukan 50 varietas
irigasi sedangkan padi huma mengandalkan padi lokal di Kasepuhan Banten Kidul
air hujan.Varietas padi menurut pengetahuan (Tabel 1).
lokal masyarakat kasepuhan secara umum Keanekaragaman varietas padi lokal
dapat dibedakan melalui bentuk daun, merupakan sumber plasma nutfah yang
tinggi pohon, ketegakan pohon, bentuk penting. Bila keanekaragaman varietas lokal
buah, warna bulir, bulu, masa tanam, tempat ini telah punah maka kerugian sangat besar
tanam dan produksinya. dirasakan oleh semua pihak, terutama bagi
Secara spesifik di lapangan, masyarakat pemulia tanaman karena sebagai bahan
dapat membedakan varietas padi melalui dasar untuk penelitiannya. Kearifan lokal
bentuk gabah, warna gabah, bulu tangkai dalam bercocok tanam padi pada masyarakat
buah, tempat tanam dan produksinya Kasepuhan Banten Kidul dapat menjadi
(Leksono, 2010). Ciri pembeda tersebut konten dalam pembelajaran konservasi
dapat dijadikan nama dalam sebuah biodiversitas pada tingkat genetik.
varietas tanaman padi, misalnya saja Banyaknya varietas padi yang ditanam
nama varietas sri kuning dan beureum secara turun temurun secara tidak langsung
karang dilatar belakangi oleh warna gabah telah melestarikan genetik padi. Materi
(bulir) berwarna kuning untuk sri kuning genetik sangat penting bagi pemulia
dan merah untuk beureum karang. Nama tanaman untuk dapat merakit tanaman baru
varietas padi ketan hideung dilatarbela- yang unggul. Banyaknya varietas tanaman
kangi oleh warna berasnya yang berwarna padi yang terdapat di Kasepuhan Banten
hitam. Nama varietas gajah panjang, ketan Kidul terjadi karena persilangan secara
hideung bulu dilatarbelakangi oleh ada- alami dan tidak disengaja pada awalnya.

174
Suroso M.L., A. Syachruroji, dan Pipit M.:Pengembangan Bahan Ajar...

Tabel 1.Varietas Padi Lokal yang Ditanam Warga Kasepuhan Banten Kidul
Tempat Tempat Tempat
Jenis Pare Jenis Ketan Jenis Cere
tanam tanam tanam
1. Maringgeuy Huma 1. Alean Huma 1. Markoti Sawah
2. Beureum Batu Huma 2. Semarang Huma 2. Hoe Sawah
3. Ranji Huma 3. Beureum Ajid Sawah 3. Layung Sawah
4. Beureum Beunying Huma 4. Hideung Rante Sawah 4. Ambon Sawah
5. Jamudin Huma 5. Lepo Sawah 5. Kiara/Cawok Sawah
6. Banteng Beureum Huma 6. Ruyung Sawah 6. Demek/Ujum Sawah
7. Banteng Bodas Huma 7. Ulam Sawah 7. Marilen Sawah
8. Beureum Geulis Huma 8. Hideung Bulu Sawah 8. Gelas Sawah
9. Loyor Huma 9. Hideung Sawah 9. Gadog Sawah
10.Beureum Karang Huma 10. Leneng Sawah
11.Bangban Huma 11.Cikur Sawah
12.Raja Denok Sawah 12.Nangka Sawah
13.Sero Sawah
14.Sisik Naga Sawah
15.DT Sawah
16.Srimahi Sawah
17.Tampeuy Bodas Sawah
18.Tampeuy Koneng Sawah
19.Tampeuy Perak Sawah
20.Benter Sawah
21.Terong Bodas Sawah
22.Terong Beureum Sawah
23.Peuteuy Sawah
24.Srikuning Sawah
25.Angsana Sawah
26.Nani Sawah
27.Jidah Sawah
28.Manglar Sawah
29.Nemol Sawah

Hal ini terjadi karena dalam satu petak kesadaran masyarakat tentang alam perlu
sawah ditanam beberapa varietas, sehingga melibatkan masyarakat lokal dalam
secara alami akan terjadi persilangan yang mengamati proses secara alami. Bila
menghasilkan varietas baru (Leksono, masyarakat lokal terlibat dalam pengamatan,
2010). Melalui pengamatan tersebut pada mereka akan meningkat pengetahuannya.
akhirnya mereka menemukan varietas baru. Masyarakat tanpa mereka sadari akan
Warren (1992) mengungkapkan hasil menerapkan prinsip-prinsip konservasi
penelitiannya bahwa untuk meningkatkan dalam kehidupannya sehari-hari.

175
JURNAL KEPENDIDIKAN, Volume 45, Nomor 2, November 2015, Halaman 168-183

Bahan ajar atau materi pembelajaran secara ilmiah. Oleh sebab itu, sangat
secara garis besar terdiri atas pengetahuan, dibutuhkan bahan ajar yang berorientasi
keterampilan dan sikap yang harus di- kepada proses literasi.
pelajari siswa dalam rangka mencapai World Wildlife Fund (1996) telah
standar kompetensi yang telah ditentukan. mengembangkan literasi biodiversitas
Bahan ajar disusun untuk memudahkan untuk sekolah menengah, dengan dua
pencapaian tujuan pembelajaran. Menurut indikator. Pertama, kognitif outcome
National Research Council (1996) bahan ajar yang meliputi pengetahuan tentang
disusun sesuai dengan tujuan pembelajaran tentang prinsip dan proses ekologi yang
yang hendak dicapai, perkembangan dan berhubungan dengan biodiversitas,
kemampuan peserta didik serta berguna pengetahuan tentang permasalahan dan isu-
untuk bekal hidup peserta didik dalam isu yang berhubungan dengan biodiversitas,
masyarakat. Menurut Darkuni (2010) pengetahuan tentang strategi dan aksi
bahan ajar disusun berdasarkan tujuan penyelamatan biodiversitas. Kedua, afektif
pembelajaran yang hendak dicapai, untuk outcome yang meliputi kepekaan dan nilai
menguasai disiplin ilmu, sebagai warisan positif terhadap pencegahan dan remediasi
nilai-nilai generasi ke generasi, berharga permasalahan dan isu-isu biodiversitas,
bagi kehidupan manusia dan sesuai keyakinan personal dan masyarakat yang
kebutuhan dan minat siswa. berhubungan dengan biodiversitas (prediksi
Pada tahap awal dalam pengembang- behavior).
an bahan ajar biologi konservasi berbasis Trombulak (2004) telah mengung-
etnopedagogi untuk meningkatkan lieterasi kapkan prinsip-prinsip konservasi biologi
konservasi adalah analisis konsep untuk sebagai dasar untuk literasi konservasi,
mendapatkan materi-materi esensial yang yang meliputi (1) tujuan biologi konservasi,
dapat digunakan dalam pembelajaran (2) nilai-nilai keanekaragaman hayati, (3)
biologi konservasi. Literasi konservasi konsep untuk memahami biodiversitas,
adalah kemampuan seseorang untuk da- (4) ancaman terhadap keanekaragaman
pat memahami, mengomunikasikan dan hayati, dan (5) tindakan konservasi dan
memecahkan masalah-masalah konservasi restorasi keanekaragaman hayati. Menurut
biodiversitas, sehingga mereka memiliki Erdogan, et al. (2009) literasi lingkungan
sikap dan kepekaan yang tinggi terhadap mencakup enam komponen, yaitu (1)
diri dan lingkungannya dalam mengambil pengetahuan tentang sejarah alam dan
keputusan berdasarkan pertimbangan- ekologi, (2) pengetahuan tentang isu-
pertimbangan ilmiah. isu lingkungan dan permasalahannya,
Pembelajaran biologi konservasi pada (3) pengetahuan sosial politik ekonomi,
hakikatnya mempunyai outcome mengubah (4) keterampilan kognitif, (5) afektif
perilaku peserta didik dalam menghargai (faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku
alam, tidak hanya sekedar menguasai bertanggung jawab) dan (6) tindakan
konsep semata. Walaupun demikian, (perilaku bertanggung jawab). Berdasar-
proses dalam penguasaan konsep sangat kan para ahli tersebut di atas materi esen-
dibutuhkan untuk mengubah perilaku. sial yang perlu dikembangkan dalam
Dengan menguasai konsep pada bidang bahan ajar biologi konservasi berbasis
biologi konservasi maka peserta didik etnopedagogi dapat dilihat pada Tabel 2.
akan dapat menyelesaikan permasalahan- Setelah buku ajar dikembangkan
permasalahan dalam bidang konservasi tahap berikutnya adalah uji validasi buku

176
Suroso M.L., A. Syachruroji, dan Pipit M.:Pengembangan Bahan Ajar...

177
JURNAL KEPENDIDIKAN, Volume 45, Nomor 2, November 2015, Halaman 168-183

ajar oleh ahli pendidikan dan konten an siswa dapat meletakkan dasar-dasar
biologi konservasi. Hasil validasi buku yang nyata bagi siswa untuk berpikir
yang dikembangkan menunjukkan bahwa dan dapat memecahkan masalah yang
menurut ahli kemampuan penyajian da- terjadi di masyarakat sehingga suatu saat
lam bahan ajar memperoleh nilai rata-rata ilmu yang dipelajari dapat diterapkan
84 (Gambar 2). Secara umum gambar langsung dalam masyarakat. Menurut
dan ilustrasi disajikan secara jelas dan ahli pendidikan, materi yang ditulis masih
menarik serta diberi judul yang sesuai. kurang melibatkan siswa secara aktif.
Materi disajikan secara sistematis, jelas Oleh sebab itu, disarankan untuk membuat
dan logis serta terdapat pengantar tujuan lembar kegiatan dibagian akhir pada bahan
pembelajaran. Materi disajikan sudah ajar, sehingga mahasiwa akan terlibat aktif
dalam konteks kehidupan sehari-hari. dalam proses pembelajaran. Bahan ajar yang
Menurut hasil penelitian Atmojo (2013) menarik secara penyajian merupakan bagian
pembelajaran dengan mengeksplorasi penting dari proses pembelajaran Biologi
lingkungan dengan pengalaman kesehari- Konservasi Berbasis etnopedagogi.

Gambar 2. Hasil Validasi Ahli Bahan Ajar Biologi Konservasi


Keterangan:
Aspek Penyajian Aspek Materi
1 = Tampilan umum (gambar dan ilustrasi) 5 = Kelengkapan materi
2 = Sistimatika penyajian 6 = Kaakuratan materi
3 = Penyajian mempertimbangkan kebermaknaan 7 = Materi mengikuti silabus
dan kebermanfaatan 8 = materi dapat meningkatkan literasi biodiversitas
4 = Melibatkan siswa secara aktif X1= Rata-rata aspek materi
X1= Rata-rata aspek penyajian

Aspek Bahasa
9 = Bahasa Indonesia yang baik dan benar
10 = Peristilahan
11 = Kejelasan bahasa
12 = Kesesuaian bahasa
X3 = Rata-rata aspek bahasa

178
Suroso M.L., A. Syachruroji, dan Pipit M.:Pengembangan Bahan Ajar...

Menurut Arsyad (2010) tampilan Contoh nilai psikologis tercermin pada


ilustrasi secara jelas dan menarik akan pemanfaatan tumbuhan sebagai alat se-
menambah motivasi peserta didik untuk saji dan keperluan upacara adat. Masyarakat
mempelajari bahan ajar tersebut. Selain itu Kasepuhan Banten Kidul sangat ber-
dengan adanya ilustrasi dalam bahan ajar gantung hidupnya dari biodiversitas yang
akan memperlancar pemahaman peserta ada di sekitarnya.
didik, sebab informasi yang diberikan Materi tentang konsep biodiversitas
disajikan dalam dua format, yaitu verbal dalam buku ajar menampilkan pembagian
dan visual. lansekap secara tradisional sebagai contoh
Gambar 2 menunjukkan bahwa keanekaragaman ekosistem, pemanfaatan
berdasarkan uji ahli materi yang dirancang berbagai tumbuhan untuk memenuhi
untuk pembelajaran dalam bahan ajar kebutuhan hidup sebagai contoh ke-
memperoleh nilai rata-rata 90%. Berdasar- anekaragaman jenis dan konsevasi padi
kan penilainan, materi disajikan secara lokal sebagai contoh keanekaragaman
lengkap sesuai dengan tuntutan kurikulum, genetika. Materi ancaman biodiversitas
yaitu tentang konsep keanekaragaman menampilkan contoh penebangan kayu
hayati, yang meliputi tingkat genetika, jenis yang berpotensi untuk bahan bangunan
dan ekosistem, serta upaya penyelamatan secara berlebihan dan memelihara ikan
keanekaragaman hayati. Materi yang budidaya, misalnya ikan mas, mujaher,
disajikan berbasis kearifan lokal Banten, lele dumbo di kolam-kolam merupakan
dengan menampilkannya contoh-contoh introduksi spesies yang mengakibatkan
keanekaragaman hayati di Banten. ikan-ikan lokal susah ditemukan lagi.
Informasi diberikan secara jelas, akurat dan Materi tentang tindakan konservasi
kontekstual dalam kehidupan yang nyata. menampilkan contoh larangan untuk
Materi tentang tujuan biologi kon- membunuh binatang dan menanam kem-
servasi yaitu menjaga tiga aspek penting bali lahan-lahan bekas garapan dengan
dari kehidupan di bumi (1) keanekaragam- tanaman tahunan. Bahan ajar berbasis
an hayati, (2) integritas ekologi, dan (3) etnopedagogi sangat penting dalam
kesehatan ekologi menampilkan contoh menjaga kearifan lokal itu sendiri, sebab
keanekaragaman hayati yang terdapat kearifan lokal jarang sekali terdokumen-
di Kasepuhan Cisungsang di Banten tasi dengan baik (Snively & Corsiglia,
Kidul yang masih beranekaragam mulai 2001). Konten lokal dalam pembelajaran
biodiversitas yang terdapat di Hutan Taman akan meningkatkan pemahaman peserta
Nasional Gunung Halimun sampai dengan didik dalam memahami materi dan
pekarangan rumah. kepedulian mereka terhadap alam (Djulia,
Materi tentang nilai biodiversitas, ter- 2005). Pemanfaatan konten lokal dalam
dapat contoh konsep pembagian lansekap pembelajaran dapat memperkaya materi
lahan yang terdapat hutan titipan dan hutan pembelajaran (Glasson, et al., 2010; Gopal,
tutupan yang tidak boleh sembarangan 2005; Djulia, 2005) dan meningkatkan
dibuka. Hal ini merupakan contoh nilai kepedulian masyarakat akan arti penting
instriksik. Contoh nilai instrumental pelestarian lingkungan (Armesto, Smith-
biodiversitas adalah pemanfaatan berbagai Ramirez, & Rozzi, 2001; Rao, et al., 2003).
jenis tumbuhan untuk keperluan pangan, Pemakaian bahasa yang baik dan
papan, kesehatan dan kerajinan yang benar pada bahan ajar menurut para
terdapat di Adat Kasepuhan Banten Kidul. ahli masih belum baik dengan nilai

179
JURNAL KEPENDIDIKAN, Volume 45, Nomor 2, November 2015, Halaman 168-183

76. Menurut para ahli, bahasa yang membantu mahasiswa dalam hal mema-
digunakan belum memenuhi aturan EYD, hami materi, meningkatkan keterampilan
namun mudah dipahami. Bahasa yang proses biodiversitas dan meningkatkan
digunakan seharusnya disesuaikan de- kepedulian mahasiswa terhadap ling-
ngan perkembangan kognitif peserta didik. kungan.
Bahan ajar juga belum dilengkapi dengan Gambar 3 menunjukkan sebagian
glosari (penjelasan untuk peristilahan yang besar mahasiswa (82%) berpendapat
sulit dan tidak umum digunakan). Bahasa bahwa Bahan Ajar Biologi Konservasi
merupakan kunci dalam memahami Berbasis Etnopedagogi membantu dalam
sesuatu permasalahan (Firman, 2004). memahami materi. Materi yang konteks-
Dengan menggunakan bahasa yang tual akan meningkatkan penguasaan
baik dan benar akan memperlancar materi dalam pembelajaran. Mereka
pemahaman peserta didik tentang hal yang akan lebih menghayati pembelajaran,
dipelajarinya (Arsyad, 2010), sehingga lebih mudah dimengerti dan dianalisis,
tidak terjadi miskonsepsi. Salah satu sehingga mereka mampu melakukan ob-
penyebab miskonsepsi adalah pengguna- servasi, bertanya, mengajukan hipotesis,
an bahasa yang tidak jelas dan tidak sesuai mengumpulkan data, dan menyimpulkan-
dengan perkembangan kognitif peserta nya (Suyanti, 2010). Menurut Glynn &
didik (Mukti, Raharjo, & Wiyono, 2011). Winter (2004), pembelajaran dengan
Setelah memasukkan beberapa saran menggunakan konteks dunia nyata dan
dari ahli, selanjutnya buku ajar diujicoba- integrasi berbagai ilmu, akan berpengaruh
kan ke mahasiswa. Uji coba keterbacaan terhadap penguasaan konsep peserta didik.
buku ajar dilihat dari kemampuannya Sebagian besar mahasiswa (84%)
untuk meningkatkan literasi konservasi berpendapat bahwa Bahan Ajar Biologi
biodiversitas dengan indikator dapat Konservasi Berbasis Etnopedagogi mem-

Gambar 3. Hasil Uji Coba Keterbacaan Bahan Ajar Biologi Konservasi

Keterangan:
A= Buku ajar dapat membantu mahasiswa dalam memahami materi
B= Buku ajar dapat membantu mahasiswa dalam meningkatkan keterampilan proses biodiversitas
C= Buku ajar dapat meningkatkan kepedulian mahasiswa terhadap lingkungan

180
Suroso M.L., A. Syachruroji, dan Pipit M.:Pengembangan Bahan Ajar...

bantu mahasiswa dalam meningkat- yaitu: konsep pembagian lansekap untuk


kan keterampilan proses biodiversitas. pembelajaran konsep biodiversitas tingkat
Hal ini dapat terjadi karena dalam buku ekosistem, pemanfaatan spesies untuk
ajar tersebut terdapat ajakan mahasiswa kehidupan sehari-hari untuk konsep
untuk dapat mengidentifikasi masalah biodiversitas tingkat spesies, dan kearifan
konservasi, memilih dan memilah sumber dalam menanam padi lokal untuk konsep
informasi yang layak untuk mendukung biodiversitas pada tingkat genetika. Konten-
tesis, mengoleksi dan mengolah informasi, konten tersebut selanjutnya dikembang-
membuat dan mengintrepretasi grafik dan kan untuk bahan ajar biologi konservasi
tabel, menganalisis dan mengintepretasi dengan tujuan untuk mengembangkan
data, memprediksi, merumuskan solusi literasi konservasi. Prinsip-prinsip yang
dan pemecahan masalah konservasi di dikembangkan dalam bahan ajar tersebut
Kasepuhan Banten Kidul. Lembar kerja meliputi tujuan, nilai-nilai, konsep, ancam-
dalam buku ajar membantu mahasiswa an, dan tindakan konservasi terhadap
untuk melakukan pengamatan di lapangan. biodiversitas. Hasil validasi ahli tentang
Sebagian besar mahasiswa (81%) kemampuan penyajian, materi dan
berpendapat bahwa Bahan Ajar Biologi penggunaan bahasa dalam bahan ajar
Konservasi Berbasis Etnopedagogi dapat menunjukkan hasil yang baik dan layak
meningkatkan kepedulian mahasiswa digunakan, sedangkan uji coba keterbacaan
terhadap lingkungan. Hal ini terkait menunjukkan hasil bahwa bahan ajar
dengan pengembangan Bahan Ajar Biologi tersebut dapat membantu mahasiswa
Konservasi Berbasis Etnopedagogi yang dalam memahami materi, meningkatkan
membahas materi secara kontekstual di keterampilan proses biodiversitas dan
Kasepuhan Banten Kidul. kepedulian terhadap lingkungan.
Menurut Leksono & Rustaman (2012)
materi yang kontekstual merupakan cara DAFTAR PUSTAKA
yang baik untuk mempelajari konservasi dan Armesto, J.J., Smith-Ramirez, C., & Rozzi,
dapat lebih memahami lingkungan sekitar. R. 2001. “Conservation Strategies for
Materi pada pendidikan konservasi alam Biodiversity and Indigenous People in
sebaiknya berisi hal-hal yang kontekstual Chilean Forest Ecosystem”. Journal
karena dapat lebih memahami fenomena of the Royal Society of New Zealand,
alam di sekitarnya. Bahan ajar yang berisi XXXI(4), 865-877.
kearifan lokal di Kasepuhan Banten Kidul Arsyad, A. 2010. Media Pembelajaran.
dapat membuka wawasan mahasiswa Jakarta: Rajawali Press.
tentang rasa cinta tehadap biodiversitas Atmojo, S.E. 2013. "Penerapaan Model
yang terdapat di Indonesia. Nenek moyang Pembelajaran Berbasis Masalah dalam
kita sebenarnya telah memanfaatkan Peningkatan Hasil Belajar Pengelolaan
biodiversitas dengan arif. Hal inilah yang Lingkungan". Jurnal Kependidikan,
dapat meningkatkan rasa cinta terhadap 43(2), 135-143.
tanah air. Brook, R.K., & McLachlan, S.M. 2008. “Trends
and Prospects for Local Knowledge in
SIMPULAN Ecological and Conservation Research
Ditemukan tiga konsep kearifan and Monitoring”. Biodiversity Conser-
lokal yang dapat digunakan untuk vation, XVII, 3501-3512.
konten pembelajaran biologi konservasi

181
JURNAL KEPENDIDIKAN, Volume 45, Nomor 2, November 2015, Halaman 168-183

Daniels, A.E. 2002. “Indigenous Peoples Jurnal Penyelidikan MPBL, VI, 120-
and Neotropical Forest Conservation: 132.
Impacts of Protected Area Systems Hongsawong, M. 2011 “North Eastern Thai
on Traditional Cultures”. Macalester Herbs: Local Wisdom Application for
Environmental Review, 23 September Conservation Made by Khong River
2002. Community”. European Journal of
Darkuni, M.N. 2010. Pengembangan Social Sciences, XXIII(3), 474-482.
Bahan Ajar Bidang Studi Biologi. Indrawan, M., Primack, R.B., & Supriatna,
Malang: Jurusan Biologi FMIPA UM. J. 2007. Biologi Konservasi. Jakarta:
Dikmenli, M. 2010. “Biology Student Yayasan Obor.
Teachers Conceptual Frameworks Leksono, S.M. 2010. “Konservasi
Regarding Biodiversity”. Education, Keanekaragaman Hayati padi Lokal
CXXX(3), 479-489. oleh Masyarakat Adat Kasepuhan
Djulia, E. 2005. Peran Budaya Lokal dalam Banten Kidul di Sekitar Kawasan
Pembentukan Sains (Studi Naturalistik Taman Nasional Gunung Halimun”.
Sains Siswa Kelompok Budaya Sunda Biodidaktika, V(1), 9-18.
tentang Fotosintesis dan Respirasi Leksono, S.M. 2011. “Pengaruh Model
Tumbuhan dalam Konteks Sekolah Pembelajaran Group Investigasi
dan Lingkungan Pertanian. Disertasi. terhadap Pengetahuan, Proses Skill dan
PPS UPI Bandung. Sikap Mahasiswa Calon Guru Biologi
Erdogan, M. 2009. “Components of En- terhadap Konservasi Biodiversitas”.
vironmental Literacy in Elementary Jurnal Penelitian dan Evaluasi Pen-
Science Education Curriculum in didikan, VI(2), 729-744.
Bulgaria And Turkey”. Eurasia Leksono, S.M., & Rustaman, N. 2012.
Journal of Mathematics, Science and “Pengembangan Literasi Biodiversitas
Teknology Education, V(1), 15-26. sebagai Tujuan Pembelajaran Biologi
Firman, H. 2004. Menulis Karya Ilmiah. Konservasi bagi Calon Guru Biologi”.
Bandung: UPI. Makalah pada Seminar Nasional dan
Gall, M.D., Gall, J.P., & Borg, W.R. 2003. Rapat Tahunan BKS-PTN B, Bidang
Educational Research an Introduction. Ilmu MIPA, Fakultas MIPA UNIMED,
Boston: Pearson Education Inc. Medan.
Glasson, G.E., Mhango, N., Priri, A., & Maclaurin, J., & Sterelny, K. 2008. What is
Lanier, M. 2010. “Sustainablility Biodiversity? Chicago: The University
Science Education in Africa: Nego- of Chicago Press.
tiating Indigenous Ways of Living Mukti, A.D.Y., Raharjo, T., & Wiyono,
With Nature in The Third Space”. E. 2011. “Identifikasi Miskonsepsi
International Journal of Science dalam Buku Ajar Fisika SMA Kelas
Education, XXXII(1), 125-141. X Semester Gasal”. Jurnal Materi dan
Glynn, S.M., & Winter, L.K. 2004. Pembelajaran Fisika, I(1), 39-44.
“Contextual Teaching and Learning National Research Council. 1996. National
of Science in Elementary Schools”. Science Education Standards. New
Journal of Elementary Science York: National Academy Press.
Education, XVI(2), 51-63. Ramadoss, A., & Moli, G.P. 2011. “Biodi-
Gopal, R. 2005. “Indigenous Environmen- versity Conservation Through Environ-
tal Knowledge in Formal Education”. mental Education for Sustainable

182
Suroso M.L., A. Syachruroji, dan Pipit M.:Pengembangan Bahan Ajar...

Development - A Case Study From Education Committee of the Society for


Puducherry, India”. International Conservation Biology”. Conservation
Electronic Journal of Environmental Biology, XVII(5), 1180-1190.
Education, I(2), 97-111. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990
Rao, K.S., Semwal, R.L., Maikhuri, tentang Konservasi Sumber Daya
R.K., Nautiyal, S., Sen, K.K., Singh, Alam Hayati dan Ekosistemnya,
K., Chandrasekhar, K., & Saxena, Taman Nasional.
K.G. 2003. “Indigenous Ecological Warren, D.M. 1992. “Indigenous Know-
Knowledge, Biodiversity dan Sus- ledge, Biodiversity Conservation and
tainable Development in The Central Development”. Paper on International
Himalayas”. Tropical Ecology , Conference on Conservation of Bio-
XLIV(1), 93-111. diversity in Africa: Local Initiatives
Rifai, M.A. 2004. “Keanekaragaman and Institutional Roles, Nairobi Kenya,
Hayati Indonesia: Potensi Tak Tergali, August 30-September 3.
Peluang Tak Termanfaatkan, dan Weeks, P., & Mehta, S. 2004. “Managing
Tantangan Tak Terjawab-Bagaimana People and Landscapes: IUCN’S
Memperbaiki Semua Keterpurukan Protected Area Categories”. Journal
Ini?”. Lingkungan dan Pembangunan, Human Ecolology, XVI(4), 253-263.
XXIV(1), 1-16. Wiratno, Indriyo, D., Syarifudin, A., &
Snively, G., & Corsiglia, J. 2001. “Dis- Kartika, A. 2001. Berkaca di Cer-
covering Indigenous Science: Implica- min Retak, Refleksi Konservasi dan
tionsf for Science Education”. Science Implikasi bagi Pengelolaan Taman
Education, LXXX, 6-34. Nasional. Jakarta: The Gibbon
Supriatna, J. 2004. “Penelitian Strategis Foundation Indonesia PILI NGP
dalam Pengembangan Konservasi Ke- Movement.
anekaragaman Hayati di Indonesia”. World Wildlife Fund & Wisconsin Center
Lingkungan dan Pembangunan, XXIV for Environ-mental Education. 1996.
(1), 30-49. Report to the National Environmental
Suyanti, R.D. 2010. Strategi Pembelajaran Education and Training Foundation
Kimia. Yogyakarta: Graha Ilmu. on the Development of a Biodiversity
Trombulak. 2004. “Principles of Conserva- Literacy Assessment Instrument.
tion Biology: Recommended Guidelines Wisconsin: National Environmental
for Conservation Literacy from the Education and Training Foundation.

183

Anda mungkin juga menyukai