Anda di halaman 1dari 11

BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Definisi
1. Pre-eklampsia
Pre eklamsia adalah timbulnya hipertensi disertai proteinuria dan edema
akibat kehamilan setelah usia kehamilan 20 minggu atau segera setelah
persalinan. ( Taufan, 2011).
Pre eklamsi adalah suatu sindroma klinis dalam kehamilan viable ( usia
kehamilan > 20 minggu dan / berat janin 500 gram ) yang ditandai dengan
hipertensi, proteinuria dan edema. Gejala ini dapat timbul sebelum kehamilan
20 minggu bila terjadi penyakit trofoblastik. ( Taufan, 2011)
Hipertensi biasanya timbul lebih dahulu daripada tanda-tanda lain. Untuk
menegakkan diagnosis pre-eklampsia, kenaikan tekanan sistolik harus
30mmHg atau lebih di atas tekanan yang biasanya ditemukan, atau mencapai
140 mmHg atau lebih. Kenaikan diastolik sebenarnya lebih dapat dipercaya.
Apabila tekanan diastolik naik dengan 15 mmHg atau lebih, atau menjadi 90
mmHg atau lebih, maka diagnosis hipertensi dapat dibuat. Penentuan tekanan
darah dilakukan minimal 2 kali dengan jarak waktu 6 jam pada keadaan
istirahat.
Edema ialah penimbunan cairan secara umum dan berlebihan dalam
jaringan tubuh, dan biasanya dapat diketahui dari kenaikan berat badan serta
pembengkakan kaki, jari tangan, dan muka. Edema pretibial yang ringan
sering ditemukan pada kehamilan biasa, sehingga tidak seberapa berarti
untuk penentuan diagnose pre-eklampsia. Kenaikan berat badan ½ kg setiap
minggu dalam kehamilan masih dapat dianggap normal, tetapi bila kenaikan
1 kg seminggu beberapa kali, hal ini perlu menimbulkan kewaspadaan
terhadap timbulnya pre-eklampsia.
Edema dapat terjadi di bagian berikut:
1)Bagian depan kaki (pra-tibia)
2)Tangan, jari-jari tangan
3)Wajah, kelopak mata
4)Dinding abdomen
5)Daerah sakrum
6)Vulva (Safe Motherhood:2000)
Proteinuria berarti konsentrasi protein dalam urin yang melebihi 0.3 g/l
dalam urin 24 jam atau pemeriksaan kualitatif menunjukkan 1 atau 2+ atau 1
g/l atau lebih dalam urin yang dikeluarkan dengan kateter atau midstream
yang diambil minimal 2 kali dengan jarak waktu 6 jam. Biasanya proteinuria
timbul lebih lambat daripada hipertensi dan kenaikan berat badan; karena itu
harus dianggap sebagai tanda yang cukup serius.

2. Eklampsia
Eklamsia kelainan akut pada ibu hamil, saat persalinan atau masa nifas
ditandai dengan timbulnya kejang atau koma, dimana sebelumnya sudah
menunjukkan gejala-gejala pre eklamsia (Hipertensi, oedema, proteinuria).
Eklamsia adalah suatu komplikasi kehamilan yg ditandai dengan
peningkatan TD (S > 180 mmHg, D > 110
mmHg), proteinuria, oedema,kejang dan/atau penurunan kesadaran.
Eklampsia adalah akut dengan kejang coma pada wanita hamil dan
wanita dalam nifas disertai dengan hipertensi, edema, dan
proteinuria. (Obsetri Patologi ; UNPAD).
Eklampsia adalah suatu keadaan dimana didiagnosis ketika
pre eklampsia memburuk menjadi kejang (Helen Varney ; 2007).
Berdasarkan pengertian-pengertian di atas, maka dapat disimpulkan
yaitu eklampsia adalah suatu keadaan dimana pre eklampsia tidak dapat
diatasi sehingga mengalami gangguan yang lebih lanjut yaitu hipertensi,
edema, dan proteinuria serta kejang.

B. Etiologi
Apa yang menjadi penyebab pre-eklampsia dan eklampsia sampai
sekarang belum diketahui. Telah terdapat banyak teori yang mencoba
menerangkan sebab-sebab penyakit terebut, akan tetapi tidak ada yang dapat
memberi jawaban yang memuaskan. Teori yang dapat diterima harus dapat
menerangkan hal-hal berikut:
1)Sebab bertambahnya frekuensi pada primigravidaritas, kehamilan
ganda, hidramnion, dan mola hidatidosa.
2)Sebab bertambahnya frekuensi dengan makin tuanya kehamilan.
3)Sebab dapat terjadinya perbaikan keadaan penderita dengan kematian
janin dalam uterus.
4)Sebab jarang terjadinya eklampsia pada kehamilan-kehamilan
berikutnya.
5)Sebab timbulnya hipertensi, edema, proteinuria, kejang, dan koma.
Etiologi pre-eklampsia sampai saat ini belum diketahui dengan
pasti.Banyak teori-teori yang dikemukakan oleh para ahli yang mencoba
menerangkan penyebabnya, oleh karena itu disebut “penyakit teori”; namun
belum ada yang memberikan jawaban yang memuaskan.Teori sekarang yang
dipakai sebagai penyebab pre-eklampsia adalah teori “iskemia
plasenta”.Namun teori belum dapat menerangkan semuahal yang berkaitan
dengan penyakit ini (Rustam, 1998). Adapun teori-teori tersebut adalah;

a)Peran Prostasiklin dan Tromboksan


Pada pre-eklampsia dan eklampsia didapatkan kerusakan pada endotel
vaskuler, sehingga sekresi vasodilator prostasiklin oleh sel-sel sendotelial
plasenta berkurang, sedangkan pada kehamilan normal, prostasiklin
meningkat.Sekresi tromboksan oleh trombosit bertambah sehingga timbul
vasokonstriksi generalisata dan sekresi aldosterone menurun.Akibat
perubahan ini menyebabkan pengurangan perfusi plasenta sebanyak 50%,
hipertensi dan penurunan volumeplasma (Y, Joko, 2002).
b)Peran Faktor Imunologis
Preeklampsia sering terjadi pada kehamilan pertama karena pada
kehamilan pertama terjadi pembentukan blocking antibodies terhadap antigen
plasenta tidak sempurna.Pada pre-eklampsia terjadi kompleks imun humoral
dan aktivasi komplemen.Hal ini dapat diikuti dengan terjadinya pembentukan
proteinuria.
c)Peran Faktor Genetik
Pre-eklampsia hanya terjadi pada manusia.pre-eklampsia meningkat
pada anak dari ibu yang menderita pre-eklampsia.
d)Iskemik dari Uterus
Terjadi karena penurunan aliran darah di uterus
e)Defisiensi Kalsium
Diketahui bahwa kalsium berfungsi membantu mempertahankan
vasodilatasi dari pembuluh darah (Joane, 2006).
f)Disfungsi dan aktivasi dari endothelial
Kerusakan sel endotel vaskuler maternal memiliki peranan penting
dalam pathogenesis terjadinya pre-eklampsia.Fibronektin dilepaskan oleh sel
endotel yang mengalami kerusakan dan meningkat secara signifikan dalam
darah wanita hamil dengan pre-eklampsia. Kenaikan kadar fibronektin sudah
dimulai pada trimester pertama kehamilan dan kadar fibronektin akan
meningkat sesuai dengan kemajuan kehamilan (Drajat Koerniawan).
C. Patofisiologi
1. Pada pre eklamsia terdapat penurunan aliran darah. Perubahan ini
menyebabkan prostaglandin plasenta menurun dan mengakibatkan iskemia
uterus. Keadaan iskemia pada uterus, merangsang pelepasan bahan
troboplastik yaitu akibat dari hiperoksidase lemak dan pelepasan rennin
uterus. Bahan troboplastik menyebabkan terjadinya endotheliosis
menyebabkan pelepasan tromboplastin. Tromboplastin yang dilepaskan
mengakibatkan pelepasan tomboksan dan aktivasi agegrasi trombosit
deposisi fibrin. Pelepasan tromboksan akan menyebabkan terjadinya
vasopasme sedangkan aktivasi/agregasi trombosit deposisi fibrin akan
menyebabkan koagulasi intravaskular yang mengakibatkan perfusi darah
menurun dan konsumtif koagulapati.
Konsumtif koagulapati mengakibatkan trombosit dan faktor pembekuan
darah menurun dan menyebabkan gangguan faal hemostasis. Rennin
uterus yang dikeluarkan akan mengalir bersama darah sampai organ hati dan
bersama sama angiotensinogen menjadi angiotensi I dan selanjutnya menjadi
angiotensi II. Angiotensin II bersama tromboksan akan
menyebabkan terjadinya vasopasme. Vasopasme menyebabkan lumen
arteriol menyempit. Lumen arteriol yang menyempit menyebabkan lumen
hanya bisa dilewati oleh satu sel darah merah. Tekanan perifer akan
meningkat agar oksigen mencukupi kebutuhan sehingga menyebabkan
terjadinya hipertensi.
Selain menyebabkan vasopasme, angiotensin II akan merangsang glandula
suprarenal untuk mengeluarkan aldosteron. Vasopasme bersama dengan
koagulasi intravascular akan menyebabkan gangguan perfusi darah dan
gangguan multiorgan. Gangguan multiorgan terjadi pada organ-organ tubuh
diantaranya otak, darah,paru-paru, hati/liver, renal dan plasenta. Pada otak
akan menyebabkan terjadinya edema serebri dan selanjutnya terjadi
peningkatan tekanan intrakranial. Tekanan intrakranial yang meningkat
menyebabkan terjadinya gangguan perfusi serebral, nyeri dan terjadinya
kejang sehingga menimbulkan diagnose keperawatan risiko cedera.
Pada darah akan terjadi enditheliosis menyebabkan sel darah merah dan
pembuluh darah pecah. Pecahnya pembuluh darah akan menyebabkan
terjadinya perdarahan, sedangkan sela darah merah yang pecah akan
menyebabkan terjadinya anemia hemolitik. Pada paru-paru, LADEP akan
meningkat menyebabkan terjadinya kongesti vena pulmonal, perpindahan
cairan sehingga akan mengakibatkan terjadinya oedema paru. Oedema paru
akan menyebabkan terjadinya kerusakan pertukaran gas. Pada hati,
vasokonstriksi pembuluh darah menyebabkan gangguan kontraktilitas
miokard sehingga menyebabkan payah jantung dan memunculkan diagnosa
penurunan curah jantung.
Pada ginjal, akibat pengaruh aldosteron, terjadi peningkatan reabsorbsi
natrium dan menyebabkan retensi cairan dan dapat menyebabkan terjadinya
edema sehingga dapat memunculkan diagnosa keperawatan kelebihan
volume cairan. Selain itu, vasopasme arteriol pada ginjal akan menyebabkan
penurunan GFR dan permeabilitas terhadap protein akan meningkat.
Penurunan GFR tidak diimbangi dengan peningkatan reabsorbsi oleh tubulus
sehingga menyebabkan dieresis menurun sehingga menyebabkan oliguri dan
anuri. Oliguri dan anuri akan memunculkan diagnose keperawatan gangguan
eliminasi urin. Permeabilitas terhadap protein yang meningkat akan
menyebabkan banyak protein lolos dari filtrasi glomerulus dan menyebabkan
proteinuria.
Hipertensi akan merangsang medulla oblongata dan system saraf
parasimpatis akan meningkat. Peningkatan saraf simpatis mempengaruhi t
raktus gastrointestinal dan ekstremitas. Pada traktus gastrointestinal dapat
menyebabkan terjadinya hipoksia duodenal dan penumpukan ion H sehingga
HCl meningkat sehingga dapat menyebabkan nyeri epigastrik. Selanjutnya
akan terjadi akumulasi gas yang meningkat, merangsang mual dan timbulnya
muntah sehingga muncul diagnose keperawatan ketidakseimbangan nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh.
Pada ekstremitas dapat terjadi metabolism anaerob menyebabkan ATP
diproduksi dalam jumlah yang sedikit yaitu 2 ATP dan pembentukan asam
laktat. Terbentuknya asam laktat dan sedikitnya ATP yang diproduksi akan
menimbulkan keadaan cepat lelah, lemah, sehingga muncul diagnose
keperawatan intoleransi aktivitas. Keadaan hipertensi akan mengakibatkan
sesorang kurang terpajan informasi dan memunculkan diagnosa keperawatan
kurang pengetahuan. (Bothamley dkk,2013)

2. Eklampsia dimulai dari iskemia uterus plasenta yang diduga berhubungan


dengan berbagai faktor. Satu diantaranya adalah peningkatan resisitensi intra
mural padapembuluh miometrium yang berkaitan dengan peninggian
tegangan miometrium yang ditimbulkan oleh janin yang besar pada
primipara, anak kembar atau hidraminion.
Iskemia utero plasenta mengakibatkan timbulnya vasokonstriksor yang
bila memasuki sirkulasi menimbulkan ginjal, keadaan yang belakangan ini
mengakibatkan peningkatan produksi rennin, angiostensin dan aldosteron.
Rennin angiostensin menimbulkan vasokontriksi generalisata dan semakin
memperburuk iskemia uteroplasenta. Aldosteron mengakibatkan retensi air
dan elektrolit dan udema generalisator termasuk udema intima pada arterior.
Pada eklampsia terdapat penurunan plasma dalam sirkulasi dan terjadi
peningkatan hematokrit. Perubahan ini menyebabkan penurunan perfusi ke
organ, termasuk ke utero plasental fatal unit. Vasospasme merupakan dasar
dari timbulnya proses eklampsia. Konstriksi vaskuler menyebabkan resistensi
aliran darah dan timbulnya hipertensi arterial. Vasospasme dapat diakibatkan
karena adanya peningkatan sensitifitas dari sirculating pressors. Eklamsi
yang berat dapat mengakibatkan kerusakan organ tubuh yang lain. Gangguan
perfusi plasenta dapat sebagai pemicu timbulnya gangguan pertumbuhan
plasenta sehinga dapat berakibat terjadinya Intra Uterin Growth Retardation.

D. Klasifikasi Pre eklamsia dan Eklamsia

Pre-eklampsia dibagi dalam golongan ringan dan berat. Penyakit


digolongkan berat bila satu atau lebih tanda/gejala di bawah ini
ditemukan”

a. Tekanan sistolik 160 mmHg atau lebih, atau tekanan diastolic 110
mmHg atau lebih
b. Proteinuria 5 g atau lebih dalam 24 jam; 3 atau 4 + pada
pemeriksaan kualitatif;
c. Oliguria, urin 400 ml atau kurang dalam 24 jam’
d. Keluhan serebral, gangguan penglihatan atau nyeri di daerah
epigastrium;
e. Edema paru-paru atau sianosis (Prawirohardjo, Sarwono, 1991)

Temuan Pra-eklampsia Ringan Pra-eklampsia Berat

Tekanan darah diastolik Meningkat sebesar 15- Meningkat >20 mmHg


20mmHg atau nilai atau nilai absolut >100
absolut >90 tetapi <100
Proteinuria Renik atau 1+ 2+ atau semakin besar
secara persisten

Edema generalisata Tidak ada Ada


(termasuk wajah &
tangan)
Sakit kepala Tidak ada Ada

Gangguan penglihatan Tidak ada Ada

Nyeri abdomen atas Tidak ada Ada


Oliguria Tidak ada Ada

Menurunnya gerakan Tidak ada Ada


janin

Berdasarkan waktu terjadinya, eklampsia dapat dibagi:


a. Eklampsia gravidarum
Kejadian 50% sampai 60%
Serangan terjadi dalam keadaan hamil
b. Eklampsia parturientum
Kejadian sekitar 30% sampai 35% Batas dengan eklampsia gravidarum
sukar ditentukan terutama saat mulai inpartu
c. Eklampsia puerperium
Kejadian jarang yaitu 10% Terjadi serangan kejang atau koma setelah
persalinan berakhir

E. Manifestasi Klinis

- Pre eklamsi dinyatakan berat bila ada satu diantara gejala-gejala berikut :
a. Hipertensi dengan tekanan darah 160/90 mmHg atau lebih
b. Proteinuria 5 gram/24 jam atau lebih, +++ atau ++++ pada
pemeriksaan kualitatif
c. Oliguria, urine 400 ml/24 jam atau kurang
d. Edema paru-paru, sianosis
e. Tanda dan gejala lain yaitu sakit kepala yang berat, masalah
penglihatan, pandangan kabur dan spasme arteri retina pada funduskopi,
nyeri epigastrum, mual atau muntah serta emosi mudah marah
f. Adanya HELLP syndrome ( Hemolysis Liver Enzim Low Platelet
Count). (Lauren ; 2012)

- Eklampsia terjadi pada kehamilan 20 minggu atau lebih, yaitu:


kejang-kejang atau koma. Kejang dalam eklampsia ada 4 tingkat,
meliputi :
a. Tingkat awal atau aura (invasi)
Berlangsung 30-35 detik, mata terpaku dan terbuka tanpa melihat
(pandangan kosong), kelopak mata dan tangan bergetar, kepala
diputar ke kanan dan ke kiri.
b. Stadium kejang tonik
Seluruh otot badan menjadi kaku, wajah kaku, tangan
menggenggam dan kaki membengkok ke dalam, pernafasan berhenti,
muka mulai kelihatan sianosis, lidah dapat tergigit, berlangsung kira-
kira 20-30 detik.
c. Stadium kejang klonik
Semua otot berkontraksi dan berulang-ulang dalam waktu yang
cepat, mulut terbuka dan menutup, keluar ludah berbusa, dan lidah
dapat tergigit. Mata melotot, muka kelihatan kongesti dan sianosis.
Setelah berlangsung 1-2 menit kejang klonik berhenti dan penderita
tidak sadar, menarik nafas seperti mendengkur.
d. Stadium koma
Lamanya ketidaksadaran ini beberapa menit sampai berjam-jam.
Kadang antara kesadaran timbul serangan baru dan akhirnya
penderita tetap dalam keadaan koma (Muchtar Rustam, 1998: 275).

F. Komplikasi

- Komplikasi pada ibu dengan pre eklamsi : abrupsio placenta,


keterbatasan pertumbuhan intrauteri, sindrom HELP (Haemolysis,
Elevated Liver enzymes, Low Platelet count), koagulasi intravaskuler
diseminata, gagal ginjal, kelahiran premature, kegagalan multiorgan,
eklamsia, dan kematian. (Elizabeth, 2011)
- Komplikasi yag terberat adalah kematian ibu dan janin. Usaha utama ialah
melahirkan bayi hidup dari ibu yang menderita eklampsia. Komplikasi di bawah
ini biasanya terjadi pada eklampsia :
a. Solusio plasenta.
Komplikasi ini biasanya terjadi pada ibu yang menderita hipertensi
akut dan lebih sering terjadi pada pre-eklampsia. Di rumah Sakit Dr.
Cipto Mangunkusumo 15,5% solusio plasenta disertai pre-eklampsia.
b. Hipofibrinogenemia
Pada eklampsia, ditemukan 23% hipofibrinogenemia. Maka perlu
dilakukan pemeriksaan kadar fibrinogen secara berkala.
c.Hemolisis
Penderita dengan eklampsia berat kadang-kadang menunjukkan
gejala klinik hemolisis yang dikenal karena ikterus. Belum diketahui
dengan pasti apakah ini merupakan kerusakan sel-sela hati atau destruksi
sel darah merah. Nekrosis periportal hati yang sering ditemukan pada
autopsi penderita eklampsia dapat menerangkan ikterus tersebut.
d.Perdarahan otak
Komplikasi ini merupakan penyebab utama kematian maternal
penderita eklampsia.
e.Kelainan mata
Kehilangan penglihatan untuk sementara, yang berlangsung sampai
seminggu, dapat terjadi. Perdarahan kadang-kadang terjadi pada retina,
hal ini merupakan tanda gawat akan terjadinya apopleksia serebri.

f.Edema paru-paru
Zuspan (1978) menemukan hanya satu penderita dari 69 kasus
eklampsia, hal i ni disebabkan karena payah jantung.
g. Nekrosis hati
Nekrosis periportal hati pada eklampsia merupakan akibat
vasopasmus arteriol umum. Kelainan ini diduga khas untuk eklampsia,
tapi ternyata juga ditemukan pada penyakit lain. Kerusakan sel-sel hati
juga dapat diketahui dengan pemeriksaan faal hati, terutama penentuan
enzim-enzimnyz.
h. Sindroma HEELP
Yaitu haemolysis, elevated liver enzymes, dan low platelet.
i. Kegagalan Ginjal
Kelainan ini berupa endoteliosis glomerulus yaitu pembengkakan
sitoplasma sel endotelialtubulus ginjal tanpa kelainan struktur lainnya.
Kelainan lain yang dapat timbul ialah anuria sampai gagal ginjal.
j.Komplikasi lain
Lidah tergigit, trauma dan fraktura karena jatuh akibat kejang-
kejang, pneumonia aspirasi, dan DIC (dessiminated intravaskuler
coogulation)
K.Prematuritas, dismaturitas, dan kematian intra-uterin.

G. Pemeriksaan diagnostic
Selain anamnesa dan pemeriksaan fisik, pada kecurigaan pre eklamsi
sebaiknya diperiksa juga :
a. Pemeriksaan darah rutin serta kimia darah : urium kreatinin, SGOT, LDH,
bilirubin
b. Pemeriksaa urinr : protein, reduksi, bilirubin, sedimen
c. Kardiotografi untuk menilai kesejahteraan janin. ( Sujiyatini dkk, 2009)

Pada umumnya diagnosa pre eklamsia didasarkan atas adanya 2 dari trias gejala
utama. Uji diagnostik yang dilakukan pada pre eklamsia menurut Prawirohardjo, S,
1999 adalah :
Uji Diagnostik Dasar diukur melalui :
Pengukuran tekanan darah, analisis protein dalam urine, pemeriksaan oedem,
pengukuran tinggi fundus uteri dan pemeriksaan funduskopi.
Uji Laboratorium Dasar
a. Evaluasi hematologik (hematokrit, jumlah trombosit, morfologi eritrosit pada
sediaan hapus darah tepi).
b. Pemeriksaan fungsi hati (billirubin, protein serum, aspartat amino transferase,
dan lain-lain).
c. Pemeriksaan fungsi ginjal (ureum dan kreatinin).
Uji Untuk Meramalkan Hipertensi
a. Roll over test.
Cara memeriksa :
Penderita tidur miring kekiri kemudian tensi diukur diastolik, kemudian tidur
terlentang, segera ukur tensi, ulangi 5 menit, setelah itu bedakan diastol, tidur miring
dan terlentang, hasil pemeriksaan ; ROT (+) jika perbedaan > 15 mmHg, ROT (-) jika
perbedaan < 15 mmHg.
b. Pemberian infus angiotensin II
c. Mean Arterial Pressure yaitu : tekanan siastole + 2 tekanan diastole Hasil
(+) : > 85

H. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pre eklamsi berat :
a. Konservatif berarti kehamilan tetap dipertahankan bersamaan dengan
pemberian pengobatan medisinil (untuk kehamilan <35 minggu tanpa disertai
tanda-tanda impending eklamsi dengan keadaan janin baik)

b. Penanganan aktif :
Apabila ibu memiliki 1 atau lebih criteria berikut :
1) Ada tanda-tanda impending eklamsi
2) Ada HELLP syndrome
3) Ada kegagalan penanganan konservatif
4) Ada tanda-tanda pertumbuhan janin terhambat
5) Usia kehamilan >35 minggu
6) Pemberian pengobatan medisimal : anti kejang
7) Terminasi kehamilan : bila pasien belum inpartu dilakukan induksi
persalinan
8) Persalinan SC dilakukan apabila syarat induksi persalinan tidak
terpenuhi atau ada kontraindikasi persalinan pervagina.
(Elizabeth, 2009)

Tujuan utama pengobatan eklampsia adalah menghentikan berulangnya serangan


kejang dan mengakhiri kehamilan secepatnya dengan cara yang aman setelah keadaan
ibu mengizinkan.
Pengawasan dan perawatan yang intensif sangat penting bagi penanganan
penderita eklampsia, sehingga ia harus dirawat di rumah sakit. Pada pengangkutan ke
rumah sakit diperlukan obat penenang yang cukup untuk menghindarkan timbulnya
kejangan ; penderita dalam hal ini dapat diberi diazepam 20 mg IM. Selain itu,
penderita harus disertai seseorang yang dapat mencegah terjadinya trauma apabila
terjadi serangan kejangan.
Tujuan pertama pengobatan eklampsia ialah menghentikan kejangan mengurangi
vasospasmus, dan meningkatkan dieresis. Dalam pada itu, pertolongan yang perlu
diberikan jika timbul kejangan ialah mempertahankan jalan pernapasan bebas,
menghindarkan tergigitnya lidah, pemberian oksigen, dan menjaga agar penderita
tidak mengalami trauma. Untuk menjaga jangan sampai terjadi kejangan lagi yang
selanjutnya mempengaruhi gejala-gejala lain, dapat diberikan beberapa obat,
misalnya:
Sodium pentotbal sangat berguna untuk menghentikan kejang dengan segera
bila diberikan secara intravena. Akan tetapi, obat ini mengandung bahaya yang tidak
kecil. Mengingat hal ini, obat itu hanya dapat diberikan di rumah sakit dengan
pengawasan yang sempurna dan tersedianya kemungkinan untuk intubasi dan
resustitasi. Dosisi inisial dapat diberikan sebanyak 0,2 – 0,3 g dan disuntikkan
perlahan-lahan.
Sulfas magnesicus yang mengurangi kepekatan saraf pusat pada hubungan
neuromuscular tanpa mempengaruhi bagian lain dari susunan saraf. Obat ini
menyebabkan vasodilatasi, menurunkan tekanan darah, meningkatkan dieresis, dan
menambah aliran darah ke uterus. Dosis inisial yang diberikan ialah 8g dalam larutan
40% secara intramuscular; selanjutnya tiap 6 jam 4g, dengan syarat bahwa refleks
patella masih positif, pernapasan 16 atau lebih per menit, dieresis harus melebihi
600ml per hari; selain intramuskulus, sulfas magnesikus dapat diberikan secara
intravena; dosis inisial yang diberikan adalah 4g 40% MgSO4 dalam larutan 10ml
intravena secara perlahan-lahan, diikuti 8g IM dan selalu disediakan kalsium
gluakonas 1g dalam 10 ml sebagai antidotum.
Lytic cocktail yang terdiri atas petidin 100 mg, klorpromazin 100 mg, dan
prometazin 50 mg dilarutkan dalam glukosa 5% 500 ml dan diberikan secara infus
intravena. Jumlah tetesan disesuaikan dengan keadaan dan tensi penderita. Maka dari
itu, tensi dan nadi diukur tiap 5 menit dalam waktu setengah jam pertama dan bila
keadaan sudah stabil, pengukuran dapat dijarangkan menurut keadaan penderita.
Sebelum diberikan obat penenang yang cukup, maka penderita eklampsia harus
dihindarkan dari semua rangsang yang dapat menimbulkan kejangan, seperti
keributan, injeksi, atau pemeriksaan dalam.

Anda mungkin juga menyukai