DFDF
DFDF
Oleh
Jakarta
2019
SURAT PERNYATAAN
Apabila di kemudian hari terbukti pernyataan saya tidak benar, maka saya
bersedia menerima sanksi sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Cristoval Wenoch
1
ANAK KESAYANGAN IBU
(SINOPSIS)
Di hari liburan semester yang indah ini, Hindra, seorang anak yang periang,
akan pergi berlibur ke Malaysia bersama ibunya. Ini akan menjadi pengalaman
pertamanya ke luar negeri dan menaiki pesawat.
Banyak kegiatan seru yang mereka berdua lakukan di sana. Segala macam
wahana permainan, dan tempat wisata mereka coba dan kunjungi. Namun, liburan
kali ini bukanlah liburan yang biasa. Mereka akan mendapatkan suatu pengalaman
menegangkan yang akan membekas di benak mereka sampai kapan pun.
2
“Ini adalah panggilan terakhir kepada Ibu Jaya untuk penerbangan Leopard
Air dengan nomor penerbangan LP-4387 dengan tujuan Kuala Lumpur.”
Sehari sebelumnya...
Malam itu tak henti-hentinya aku tersenyum. Aku tak sabar menanti hari
esok. Aku melompat-lompat kegirangan mengelilingi meja makan sambil
bernyanyi “Libur T’lah Tiba”.
Aku pun mencium pipi ibuku dan memeluknya. Aku sangat sayang ibuku.
Lalu, aku bergegas ke kamarku dan melompat ke ranjangku. Tidak lupa aku berdoa
3
terlebih dahulu sebelum tidur. Setelah itu, aku langsung memeluk Kevin, boneka
anjing kesayanganku, dan tertidur pulas.
Taksi pun datang tak lama setelah sarapanku habis. Kami pun segera
meluncur ke bandara bersama pak sopir. Kami hampir terlambat!
Di Kuala Lumpur...
Wow...! Bandaranya luas sekali! Segala macam orang ada di sini. Ada orang
yang rambutnya seperti jeruk, ada yang seperti salak, dan masih banyak lagi. Aku
tidak pernah melihat hal semacam ini di lingkungan rumahku. Sementara aku
terpana akan kemewahan bandaranya, bus yang akan kami naiki ke Genting sudah
tiba.
Akhirnya, kami memutuskan untuk makan siang di salah satu restoran India
di dekat hotel. Makanannya enak-enak. Pelayan-pelayannya pun ramah sekali.
Selepas mengisi perut, kami kembali ke hotel. Aku diajak ibu ke tempat bermain
yang ada di hotel kami.
4
Ada kolam renang, roller coaster, komedi putar, dan masih banyak lagi.
“Bur...!” Aku melompat ke dalam kolam renang. Ya, aku tidak bisa berenang sih,
tapi untungnya aku memakai pelampung.
Keesokan harinya...
Sehabis puas bermain, kami kembali ke hotel kami. Dengan menaiki bus
lagi, tentunya. Sesampainya kami di hotel, aku dan ibu, serta Kevin, segera terbang
ke pintu kamar kami.
5
Kartu kamar dikeluarkan ibuku dari tasnya. Ditempelkannya ke gagang
pintu. Anehnya, lampu merah di gagang itu tidak berubah menjadi hijau. Setelah
dicoba berkali-kali pun, pintunya tetap tidak terbuka.
“Hin, pintunya tidak mau terbuka, nih. Kita ke bawah ya, mami mau ke
resepsionis dulu untuk mengeluh,” ibuku berkata. Aku, sambil memeluk Kevin
dengan erat, menaiki lift dengan ibuku ke lantai dasar.
“Mami! Mami!” tak terasa kata-kata itu keluar terus menerus mulutku.
Orang-orang berlalu lalang tidak memedulikanku. Aku seperti Nobita tanpa
Doraemon. Tetapi, tiba-tiba ada seorang kakak menghampiriku.
“Ada apa yang berlaku, adik kecik?” Kata kakak itu dengan bahasa yang
agak asing, tapi bisa aku pahami.
“Dik kecik, mami kau ‘dah tiba ini, jangan menangis lagi, ya. Akak tinggal
dulu,” kakak itu berkata kepadaku.
6
Orang-orang yang tadinya mengerumuniku pun satu persatu
meninggalkanku. Tetapi ada seorang ibu yang tetap berada di sampingku. Dia tiba-
tiba membopongku dan membawaku lari melewati ombak antrean ke luar hotel.
Si Kevin, yang aku pikir sudahku peluk erat-erat, ternyata lepas dari
pelukanku.
“Budak ni tak boleh diam sikit ke? Nak ku cekik ke?” ancam wanita itu
dengan sedikit berbisik.
Aku dibawanya keluar hotel. Tepat di luar hotel, aku melihat ada parkiran
motor yang penuh. Wanita itu membawaku ke arah sebuah motor yang sudah agak
tua, dan warna catnya sudah mulai memudar.
Aku kira sudah tidak ada harapan lagi. Aku berpikir apakah aku akan
dijadikan anak tirinya? Jangan-jangan aku akan dijadikan pembatunya? Atau dia
akan memperjualbelikanku? Dengan kelelahan aku masih sedikit memikirkan
Kevin yang jatuh. Mana tahu dia tiba-tiba dapat menggonggong dan memberitahu
ibuku. Tetapi itu tidak mungkin. Aku sudah kelelahan.
“Hindra!!!”
Aku mendengar suara itu lagi! Kali ini aku yakin, itu pasti bukan sebuah
khayalan. Ibuku memang sedang mencariku. Ternyata ibuku memang ada. Dia
sedang berlari ke arahku. Ada dua orang satpam di sampingnya.
“Itu pak! Itu anak saya!” serunya. “Hei! Lu mau ngapain anak gue?!!”
7
Wanita itu sepertinya panik, karena aku langsung dilepaskannya. Aku
terhempas ke tanah lumayan kencang. Wanita itu pun langsung menyalakan
motornya dan mengebut ke jalan raya.
Ibu langsung memelukku sampai aku sesak napas. Ibuku pun berkata,
“Kamu enggak kenapa-kenapa kan, Hin? Maafkan mami, ya...”
“Iya mi... tapi janji ya... mami enggak akan meninggalkan aku sendirian
lagi,” ujarku sambil terisak-isak. Kami berpelukan seperti Barney, sebuah film yang
pernah aku saksikan di televisi.
Rasanya kejadian itu berlangsung sangat cepat. Aku masih tidak mengerti
mengapa kejadian itu bisa sampai dapat menimpaku. Untung saja ibuku segera
datang menyelamatkanku. Kalau tidak, hari ini mungkin akan menjadi hari
terakhirku berjumpa dengannya. Aku sayang sekali kepadamu, ibu...