com/indonesiapustaka
Dating A Perfect Guy
Looking for Laskar Cinta 2
Monica Petra
http://facebook.com/indonesiapustaka
Dating A Perfect Guy
Oleh: Monica Petra
Diterbitkan oleh Sheila, sebuah imprint dari CV. ANDI OFFSET (Penerbit ANDI)
Jl. Beo 38-40, Telp. (0274) 561881 (Hunting), Fax. (0274) 588282 Yogyakarta 55281
Cetakan : 10 9 8 7 6 5 4 3 2 1
Tahun : 21 20 19 18 17 16 15 14 13 12
Thank you to Jesus Christ, my Everlasting Love.
The greatest love is beyond all the faults, beyond all the weaknesses..
Love isn’t only about a man and a woman that in love and married,
Be blessed all !
So much love,
Monica Petra
http://facebook.com/indonesiapustaka
Every breath that I take,
vi
SATU
2
“Tauk ah. Mereka ini tinggalin aja, yuk,” Cecil bangkit
berdiri, mengomando kami untuk meninggalkan tempat itu.
Aku tidak berkata apa-apa, hanya tersenyum dan
mengikuti teman-temanku dari belakang. Mereka ribut dan
saling bercanda satu sama lain. Sesekali Cecil dan Jourdan
tampak begitu mesra. Aku menghela napas panjang. Terus
terang aku iri. Sudah setahun sejak kepergian Laskar untuk
selamanya dan aku masih merindukannya. Ah, andai Laskar
ada di sini tentu mampu membuat suasana menjadi lebih
hangat bagiku.
Aku teringat harus menyiapkan makan malam di rumah,
tepat saat ponselku bergetar-getar minta diangkat dari dalam
tas. Refleksku, tentu saja aku tergesa untuk mengangkatnya.
Sebuah sms dari Alyssa, adikku satu-satunya.
Kakak di mana?
Aku mencoba membalas sms Alyssa dengan cepat.
Sebentar lagi pulang. Sabar ya
Aku berjalan sambil terus mengetik sms di ponsel. Aku
sama sekali tidak memperhatikan sekelilingku. Bahkan aku
tidak tahu teman-teman sudah jauh berjalan di depanku.
Aku menekan tombol ‘sendÊ.
DUK!
http://facebook.com/indonesiapustaka
Laskar adalah pria yang sangat aku cintai. Dia juga sangat
mencintaiku walau kami bukan sepasang kekasih. Tahun
lalu dia meninggal karena sakit kanker paru-paru. Laskar
orang yang sangat bersyukur atas hidupnya. Dia selalu ceria,
selalu tersenyum. Dia ada di saat aku susah. Laskar banyak
4
membantuku melewati masa sulit. Laskar itu cowok imut,
tidak terlalu tinggi, dan berkulit putih. Ia memiliki baby face
dan innocent.
“Cil, berapa kali aku bilang sih? Nggak akan ada yang
menggantikan posisi Laskar di hatiku,” ujarku lalu berjalan
mendahului Cecil ke mobil.
“Oke, oke,” Cecil mengejarku. “Tapi sampai kapan kamu
akan terus hidup dalam bayang-bayang Laskar?” ujar Cecil
saat kami sudah di mobil. Jourdan dan yang lain menatap
kami berdua. Topik ini lagi, begitulah pasti batin mereka.
“Aku nggak hidup dalam bayang-bayang Laskar. Aku
ikhlas dia pergi. Aku bahagia. Aku bisa mencintai orang
lain,” aku bersikeras.
“Kalo begitu, buktikan,” tantang Cecil. “Buktikan kamu
bisa mencintai orang lain.”
“Nggak sekarang, Cil! Nggak dalam waktu ini!” Aku
memalingkan muka sambil melipat kedua tangan di depan
dada. Suasana kaku di antara kami. Tiara dan yang lain
berusaha mencairkan suasana dengan topik pembicaraan
lain. Tapi aku sama sekali tidak ikut nimbrung.
http://facebook.com/indonesiapustaka
5
http://facebook.com/indonesiapustaka
6
DUA
8
“Aku nggak percaya. Itu hanya alasan,” jawaban Rika
sungguh membuatku tercengang dan di luar dugaan.
“Lho... Kenapa nggak percaya? Udah kamu ikut deh kami
janjian di mana. Oke? Nanti aku hubungi kamu lagi. Bye!”
Aku menutup pembicaraan. Ini sungguh gila. Ternyata
masih banyak pasangan di zaman sekarang yang ceweknya
suka cemburu buta. Aku memastikan bahwa ponsel ini
memang bukan milikku. Di bagian belakang ponselku,
aku menempel stiker “L&L”. Stiker itu tidak ada. Berarti
memang benar ponselku tertukar dengan cowok tadi.
Belum sempat aku menekan nomor ponselku, ponsel
yang ada di tanganku—kemungkinan besar milik cowok
bernama Isaac itu—kembali bergetar. Kali ini yang muncul
di layar monitor hanyalah sederetan angka-angka. Setelah
kuperhatikan, itu adalah nomor ponselku. Yes! Pemegang
ponselku menghubungiku.
“Hallo!” sapaku hampir tidak bisa menahan diri untuk
tidak berteriak. Sungguh jengkel hatiku mengingat perlakuan
cowok itu tadi.
“Hei!” cowok itu juga berteriak. “L-A-U-R-A. Kamu
ambil hp-ku, ya?!”
“Kamu juga ambil hp-ku! I-S-A-K.”
“Salah, I-S-A-A-C.”
http://facebook.com/indonesiapustaka
10
“Heh, kamu!” seru Isaac saat melihatku. Kurang ajar
sekali. Habis sudah kesabaranku. Aku berjalan cepat ke
arahnya.
“Nih!” Aku meletakkan dengan kasar ponsel Isaac ke
atas meja. “Mana sekarang hp-ku?!”
“Ckckck... Nggak sopan sekali. Kamu datang terlambat
tiga belas menit,” Isaac melihat jam digitalnya sambil melipat
tangan di depan dada. “Aku nunggu selama tiga belas menit
tahu.”
“Bu-kan u-rus-an-ku,” aku menirukan ucapan dan gaya
bicara Isaac di ponsel tadi.
“Sudah gitu kamu langsung mau minta balik hp-mu?
Ckckck... Benar-benar nggak sopan.”
“Kak Isaac jangan jahat begitu,” Rika menegur
kekasihnya. “Kak, maaf ya. Ini hp Kak Laura. Terima kasih
buat semuanya.” Rika menyerahkan kembali ponselku
dengan sopan.
Hanya dengan satu dua kalimat yang diucapkan Rika
mampu meluluhkan hatiku. Benar-benar pasangan yang
sangat bertolak belakang. Sejauh langit dari bumi. Satunya
sangat santun dan manis, sedang satunya justru sangat
kurang ajar dan semena-mena. Aku heran, mengapa Rika
bisa menyukai pria macam Isaac? Whatever.
http://facebook.com/indonesiapustaka
13
http://facebook.com/indonesiapustaka
14
TIGA
mereka nanti datang terus dan bikin kacau dari awal kalau
tahu aku bekerja di sini. Sekarang saja, Tiara sudah naksir
berat pada salah seorang pramusaji cowok yang hitam
manis. Bisa-bisa nanti aku disuruh merekam gerak-geriknya
18
segala.
Ternyata semua tidak sesulit yang aku bayangkan. Aku
diberi seragam lalu diarahkan oleh salah seorang pegawai
yang dianggap senior. Dialah si hitam manis. Namanya
Albert. Dia memang Ambon Manise.
“Di sini kita harus cepat belajar,” ujar Albert sambil
menyiapkan pesanan pelanggan. Aku memperhatikan
dengan serius sambil manggut-manggut.
“Ini, antar ke meja nomor enam.” Albert menyuruhku.
“Jangan lupa yang aku ajarkan.”
“Siap!” ujarku bersemangat. Ternyata Albert cukup
cerewet. Aku rasa, dia tipe yang tidak segan untuk menegur
seseorang yang berbuat salah. Walau pekerjaan ini tidak
membuang banyak waktu untuk berpikir, aku harus tetap
memusatkan perhatian. Jangan sampai aku berbuat
kesalahan di hari pertama.
Semua lancar dan menyenangkan. Sampai datang
seseorang yang tidak kuharapkan akan bertemu lagi
dengannya di sini atau di tempat mana pun juga. Ya, Isaac.
Ia menatapku aneh. Sementara Rika, tersenyum lembut
seperti biasa. Ia tidak berpikir bahwa perjumpaan denganku
adalah suatu malapetaka. Rika masih memakai seragam SMA.
Tampaknya Isaac menjemputnya saat jam pulang. Ternyata
http://facebook.com/indonesiapustaka
Rika masih SMA. Pantas saja sangat young dan imut. Benar
dugaanku kalau Rika jauh lebih muda. Ha… ha… benar-
benar seperti malaikat dan iblis pasangan aneh itu. Satunya
pasang tampang benci, sedang satunya lagi pasang tampang
19
simpatik. Aku heran, apa sih yang membuat Rika jatuh cinta
pada Isaac? Andai saja Rika mau membuka matanya lebar-
lebar, tentu dia akan menemukan banyak cowok yang lebih
pantas untuknya.
Aku berusaha memfokuskan diri pada pekerjaan
saja. Bagaimanapun juga Isaac adalah seorang tamu, dan
tamu adalah raja. Semoga saja Isaac tidak memanfaatkan
kesempatan ini untuk menyulitkanku atau mencari-cari
kesalahanku.
“Ini antarkan ke si bos,” ujar Albert sambil membawa
nampan berisi pizza yang siap dalam waktu relatif singkat.
Tentunya pesanan untuk si bos didahulukan dari pelanggan
lain. Tapi bos yang mana, ya? Aku belum diperkenalkan.
“Ehm, meja nomor berapa?” tanyaku canggung. Aku
merasa keterlaluan belum tahu siapa bos pemilik franchise
ini, tapi bagaimana lagi? Ini hari pertamaku bekerja.
“Itu. Si anak bos dan pacarnya. Ingat ya, mereka sering
mampir ke sini. Pizza pesanan mereka selalu...,” Albert
menatap nampan pizza yang kini di tanganku. Pizza yang
isinya kentang dan cacahan daging dengan pinggiran sosis.
Oke. Aku bisa mengingatnya. Aku mengangguk mantap.
“Meja nomor tiga belas. Pak Isaac dan Rika,”
Albert menepuk pundakku. Apa? Isaac?? Aku tahu aku
http://facebook.com/indonesiapustaka
20
memang benar-benar anak bos. Berapa banyak pegawai
yang sudah diperlakukannya dengan semena-mena coba?
“O... ke...,” jawabku lalu berbalik. Kalau begini caranya,
mau tidak mau aku harus bermanis-manis dengan si bos,
anak bos maksudnya (sama saja sebenarnya, si anak bos
pasti juga memiliki wewenang yang sama dengan ayahnya).
Aku tidak boleh sampai terpancing emosi. Salah langkah
sedikit saja bisa-bisa aku dipecat. Belum lagi kalau ayahnya
memberikan restoran cepat saji ini untuk dikelola Isaac.
Ckckck, benar-benar jadi bos dia. Entah kenapa, aku rasa
ayah Isaac adalah bussinessman yang memiliki banyak usaha.
Melihat frekuensi seringnya Isaac ke restoran cepat saji ini,
jangan-jangan dia memang tertarik untuk mengelola tempat
ini. Hah....
“Silakan. Selamat menikmati,” aku menaruh pan pizza
yang masih panas dengan hati-hati. Berusaha sesopan dan
seramah mungkin walau sangat sulit. Aku tidak yakin aku
sedang tersenyum. Rasanya kaku sekali.
“Ini tissu tambahan.” Aku meletakkan beberapa potong
tissu di pinggir meja, seperti yang telah diajarkan. Semua
gerak-gerik dan perkataan sudah aku hafal dengan sangat
baik. Yah, seperti inilah. Aku merasa bagaikan robot. Tidak
peduli bagaimana perasaanku, entah senang, entah sedih,
entah capek, entah jengkel, aku harus selalu memasang
http://facebook.com/indonesiapustaka
21
“Sudah, terima kasih ya, Kak Laura,” Rika bicara dengan
sangat lembut. Ia memiringkan kepalanya dengan manja.
Poni dan bando pink-nya tampak serasi di kepalanya. “Kak
Laura kerja di sini?”
Ini memang pembicaraan di luar skenario sebagai
‘robot’, tapi kurasa aku boleh menjawabnya.
“Sampingan aja,” jawabku sambil mencoba tersenyum
setulus Rika, tapi tampaknya aku justru terlihat nyengir
kuda.
“Kenapa kamu bisa diterima di sini?” ujar Isaac sambil
menatapku tidak suka. “Ini aneh. Kerja yang benar dan
jangan bikin kacau.” Isaac bicara ketus dan langsung sibuk
mengutak-atik blackberry-nya. Hah, oke kali ini aku tidak
bisa membantah. Dia adalah bosku. Aku harus menahan
perasaanku. Aku hanya bergumam mengiyakan lalu berbalik.
Memangnya aku tampak seperti anak orang kaya yang tidak
bisa kerja apa?
DUAK!
“Aduh...” Baru saja aku membatin seperti itu, kakiku
sudah menabrak salah satu kaki meja duluan. Betapa malunya
aku. Rika terkikik-kikik. Isaac pasti benar-benar yakin aku
tidak bisa bekerja. Aku harus membuktikan padanya kalau
dia salah!
http://facebook.com/indonesiapustaka
22
EMPAT
24
seminggu aku bekerja di sini dan sudah tiga kali aku
dimarahi Isaac karena alasan-alasan yah... yang menurutku
terlalu dibuat-buat. Tapi aku mencoba sabar. Pertama,
Isaac memarahiku karena menurut jam tangannya, aku
terlambat sepuluh menit. Padahal jam dindingku di rumah,
jam tanganku, dan jam di restoran, semuanya tidak ada yang
bergerak secepat jam digital Isaac. Oke. Kedua, aku dimarahi
karena menggerai rambutku. Kata Isaac, di sini tidak boleh
menggerai rambut. Semua karyawan perempuan diharuskan
mengikat rambutnya. Masa sih? Kenapa sejak awal tidak
diberitahu ya? Katanya, itu peraturan baru mulai hari itu.
Yang ketiga, aku dimarahi karena menurut Isaac aku lambat
melayani salah seorang pelanggan. Padahal si pelanggan sama
sekali tidak complain. Tapi Isaac memanggilku dan marah-
marah. Atas semua perlakuan tidak wajarnya itu, aku masih
bertahan sampai malam ini.
Cecil datang bersama Jourdan, Jessica, dan Andhika.
Sepertinya mereka sedang double-date. Mereka duduk di
spot favorit kami—always. Ya, meja nomor lima belas. Sudut
dengan sofa tersendiri sehingga kami tidak perlu merasakan
dorongan-dorongan kursi dari pelanggan lain yang duduk di
depan atau belakang kami.
Aku hanya tersenyum dan melambaikan tangan saat
Cecil memergokiku dan berkoar kepada yang lainnya. Aku
http://facebook.com/indonesiapustaka
25
“Meja lima belas,” ujar Albert padaku. Aku mengangguk
patuh dan siap bekerja. Ya ampun ini kan meja Cecil dan
kawan-kawan. Wah, beruntung sekali mereka. Dengan
cekatan aku mengantar pesanan mereka.
“Silakan. Selamat menikmati.” Meski pada teman-
temanku sendiri, aku tetap memperlakukan mereka sama
seperti pelanggan yang lain. Aku melihat raut muka Cecil,
Jourdan, Jessica, dan Andhika tampak bengong. Entah
kenapa. Apa yang aneh jika aku bekerja? Apa mereka begitu
tidak percayanya? Mereka kan tahu aku bukan anak orang
kaya yang tidak bisa bekerja keras. Jadi apa yang aneh?
“Ini tissu tambahan. Ada lagi yang bisa dibantu?” kataku
hampir tanpa jeda.
“Kok kamu nggak pernah bilang sih kalo kerja di sini?”
tanya Cecil membuyarkan wajah bengong mereka.
“Nggak papa. Nantinya kan kalian tau sendiri,” jawabku
santai sambil nyengir. Aku memang tidak bermaksud apa-
apa. Aku tidak merasa malu dan tidak ada yang perlu
disembunyikan. Biarlah semua berjalan apa adanya, tidak
perlu dilebih-lebihkan.
“Hah? Kamu kok bisa sesantai itu sih?” Jessica mulai
sewot. Entahlah, aku juga tidak tahu apa yang membuatnya
menjadi sedikit marah. Am I wrong? Apa aku harus selalu
http://facebook.com/indonesiapustaka
28
tampak sejak adiknya meninggal.” Albert mengalihkan
pembicaraan pada Isaac. Sepertinya masih ada hal-hal yang
ingin disampaikannya tentang si bos, yang ia ingin aku tahu.
“Hah? Adiknya?” Aku menatap Albert tak mengerti.
“Iya. Pak Isaac tiga bersaudara. Dia sulung. Baru-baru
ini... setengah tahun lah...,” Albert berusaha mengingat.
“Kayla, si bungsu meninggal karena sakit. Pak Isaac sangat
terpukul. Sejak itu kurasa, beliau sedikit berubah.”
“Hm. Sangat dekat dia dengan Kayla?” tanyaku penuh
simpati. Aku jujur, mengakui—tidak dapat membayangkan
kehilangan Alyssa.
“Iya. Bahkan sangat protektif. Pak Isaac sempat depresi
dan merasa bersalah karena kepergian Kayla.”
“Hm... Kenapa begitu? Bukan salah siapa-siapa kalau
orang yang kita sayangi harus sakit...” Aku, tentu saja
langsung teringat Laskar.
“Entahlah.” Albert mengangkat bahu. “Karena Isaac
tidak ada di saat-saat terakhirnya... Kayla anak yang manis.
Menyenangkan. Dia masih SMA. Perangainya mirip... Rika.”
“Oh... Bagaimana dengan adiknya yang satu lagi?”
“Richard. Dia kuliah di luar negeri. Aku kurang tau
bagaimana hubungan Pak Isaac dengan Richard.”
http://facebook.com/indonesiapustaka
29
papanya ini.”
Aku tersenyum aneh dan membulatkan mataku. Itu
artinya Isaac sekarang ada di Indonesia untuk jangka
waktu yang tidak bisa ditentukan. Tapi aku kan hanya kerja
sambilan. Tidak akan lama. Memang siapa sih yang punya
cita-cita bekerja sebagai pramusaji di restoran selamanya
sementara dirinya mengantongi ijasah sarjana?
Kami banyak membicarakan tentang perusahaan malam
ini. Entah kenapa aku jadi begitu tertarik mendengar kisah
Isaac. Aku juga diberitahu Albert bahwa hubungan Isaac dan
Rika baru berjalan selama dua bulan. Rika sendiri adalah
teman baik Kayla. Betapa sempitnya dunia. Dia adalah putri
seorang pengusaha juga. Orang tua Rika pemilik sebuah
toko emas terkemuka di beberapa kota. Tidak heran
dalam beberapa kali perjumpaan dengan Rika, aku selalu
melihatnya mengenakan perhiasan emas yang berbeda.
Aku mendengar banyak hal tentang Isaac malam ini. Sedikit
banyak itu mengubah pandanganku tentang dia. Mungkin,
Isaac tidak seburuk seperti yang aku duga selama ini. Isaac
sosok yang begitu menyayangi keluarganya, terutama kedua
adiknya. Mungkin, aku akan coba memandang Isaac dengan
lebih berbeda mulai besok pagi.
***
http://facebook.com/indonesiapustaka
31
Isaac kembali dari Amerika. Yang kuperhatikan dari tadi,
Rika tidak tampak kali ini. Ah, ini kan bukan urusanku.
“Mana pesanan Isaac?” tanyaku pada Albert saat kembali
ke dapur.
“Ini sudah siap,” ujar Albert tanpa memandangku. Ia
sibuk menyiapkan pesanan yang lain. Aku tidak meneliti lagi.
Kubawa pesanan ke meja Isaac yang sudah menunggu dengan
mencak-mencak. Kalau kupikir-pikir, Isaac termasuk bos
yang egois. Sebagai seorang bos, seharusnya dia rela untuk
menunggu dan lebih memilih pelanggannya didahulukan
daripada dirinya sendiri.
“La, kamu sudah kenalan dengan si hitam manis?
Kok nggak cerita sih?” Tiara bertanya lirih. Ia menarik
pergelangan tanganku saat aku lewat di depannya.
“Ehem!” Isaac sengaja berdeham dengan keras untuk
menegurku.
“Nanti saja ngobrolnya,” balasku pada Tiara juga dengan
lirih. Tiara dengan kesal melepaskan pergelangan tanganku.
Aku berjalan ke meja Isaac. Ia bersandar di meja sambil
melipat kedua tangan di depan dada. Ia memperhatikanku
menghidangkan pesanan. Teman-teman Isaac terus saja
ngoceh dengan berbagai bahasa tanpa memedulikan
kehadiranku. Setelah memberi salam dan meletakkan tisu,
http://facebook.com/indonesiapustaka
32
“Laura!” Isaac menegurku keras. Aku terpaksa berbalik.
Ada apa lagi?
“Apa ini yang kamu bawa?” sentak Isaac masih sambil
melipat kedua tangannya di depan dada. Aku mendekat,
mencoba mengamati lebih dekat apa yang menjadi masalah
bagi Isaac. Kedua alisku bertaut.
“Apa ini pesananku, ha?!” teriakan Isaac membuat
beberapa pelanggan berpaling. Ini sungguh keterlaluan
walau tidak mengherankan jika Isaac akan selalu mencari-
cari kesalahanku. Jika memang dia tidak suka, kenapa dia
tidak langsung memecatku saja sih?
Aku tidak dapat menjawab. Aku bahkan tidak menerima
kertas pesanan dari Isaac. Aku tidak tahu Isaac dan teman-
temannya memesan apa saja. Aku hanya bertanya pada
Albert, mana yang menjadi pesanan Isaac, tapi memang aku
tidak mengeceknya satu per satu. Lantas, apa seperti ini juga
menjadi kesalahanku? Aku melihat Albert memberi kode-
kode padaku. Ia menyuruhku untuk kembali ke dapur. Apa-
apaan sih? Ya, great... tampaknya memang terjadi kesalahan.
“Maaf, Pak, ini pesanan bapak yang seharusnya,” Albert
berjalan dengan langkah cepat menghampiri kami. Aku
tidak tahu apakah ia sudah cukup menyelamatkanku atau
tidak. Wajah Isaac tetap masam dan tidak berubah senang.
http://facebook.com/indonesiapustaka
34
“Dengan senang hati, Pak! Saya memang berniat
berhenti!” seruku lalu berjalan keluar dengan langkah cepat.
“La! La!” Aku mendengar beberapa orang memanggilku.
Suara Albert, suara Cecil. Berikut langkah-langkah kaki yang
mengejarku. Cecil dan Elly mengejarku. Disusul Jourdan.
Albert mengejarku. Karena Albert mengejarku lantas Tiara
ikut mengejarku. Terakhir, Jessica ikut berlari. Beriring-
iringan kami keluar dari restoran cepat saji itu. Aku segera
mencegat taksi sehingga mereka kehilangan jejakku.
http://facebook.com/indonesiapustaka
35
http://facebook.com/indonesiapustaka
36
LIMA
ItÊs not big problem. ItÊs ok, aku tidak bekerja lagi di sana.
Siapa sih yang mau bertemu lagi dengan Isaac? Malam itu,
Cecil meneleponku dan berkata, “Kamu keluar begitu
saja? Seharusnya kamu tonjok dulu mukanya!” Lain
halnya dengan Albert yang berkata, “Sudah kamu pikirkan
sungguh-sungguh? Pak Isaac kadang emosinya meledak-
ledak. Kalau kamu mau minta maaf, mungkin....” Dan aku
segera memotong ucapannya. Toh aku tidak butuh-butuh
amat pekerjaan itu. Memangnya aku manajer di sana? Jika
iya, mungkin aku masih akan mempertimbangkan untuk
memohon-mohon dan meminta maaf pada Isaac. Yang
terakhir, yang paling tidak manusiawi, Tiara meneleponku
hanya untuk berkata, “La, berkat kejadian tadi... Aku dan
Albert bisa berkenalan! Ka...” Aku segera mematikan
telepon sebelum dia berbicara lebih panjang lagi.
Aku sudah memasukkan beberapa surat lamaran lagi ke
toko-toko. Aku yakin, satu dari sekian banyak, pasti ada yang
http://facebook.com/indonesiapustaka
hanya teringat Laskar. Jika dia ada di sini, jika dia menjadi
diriku, tentu dia tidak akan lekas marah. Tentu dia sejak
awal bisa mengatasi Isaac dengan baik. Laskar pasti akan
minta maaf, entah dia salah atau tidak. Entah dia dirugikan
atau tidak.
38
“Apa lihat-lihat?” sentak Isaac.
“Aku nggak pengen ribut-ribut. Minggir,” ujarku sambil
berlalu. Sekilas aku melihat ekspresi terkejut di wajah
Isaac. Tidak kusangka, Isaac justru mengikutiku. Mungkin
dia heran melihat sikapku yang tiba-tiba berubah. Pastilah
prediksinya meleset, mengira aku akan ikut marah tadi.
“Ada apa, ya?” tanyaku sambil berbalik saat kutahu
Isaac masih membuntutiku. “Kawan, dengar ya, aku nggak
membencimu. Aku memaafkanmu, oke? Tidak perlu susah-
susah minta maaf...,” kataku sok sambil menyungging senyum
yang paling menyebalkan. Salah, seharusnya aku tersenyum
tulus seperti Laskar. Ternyata... menjadi Laskar itu susah
ya. Bagaimana mungkin dia bisa selalu menunjukkan senyum
tulusnya itu?
“Apa? Jangan GR ya! Siapa yang mau minta maaf, ha?”
sentak Isaac.
Aku hanya mengangkat bahu. Aku melanjutkan berjalan
ke arah rak buku true story. Aku mengambil sebuah buku
yang menarik perhatianku. Dengan melirik lewat sudut
ekor mataku, aku tahu Isaac masih mengawasiku.
“Osteosarcoma,” ujar Isaac tepat di belakangku. Ternyata
dia benar-benar membuntutiku. Aku berpaling. Melihat
Isaac berdiri sambil memasukkan kedua tangannya di saku
http://facebook.com/indonesiapustaka
celana jeans.
“Tokoh utamanya mati karena osteosarcoma. Kanker
tulang,” terang Isaac.
Aku membalik buku yang sedang kupegang, menatap
39
cover-nya. “Kamu tau?”
“Aku sudah baca buku itu huh.”
“Masa sih? Ternyata kamu suka baca buku seperti ini
juga?” tanyaku tak percaya.
“Huh menghina sekali,” ujar Isaac lalu melangkah pergi.
Aku pun melangkah pergi setelah meletakkan buku itu
kembali ke tempatnya.
“Heh, kamu nggak beli buku itu?” Isaac memanggilku
dengan tidak sopannya.
“Aku kan cuma lihat saja,” jawabku enteng.
“Pasti kamu nggak punya uang,” terka Isaac tepat pada
sasaran. Aku menarik napas dalam-dalam. Aku mencoba
sabar. Memang seperti itulah Isaac. Muncul lagi sifat jahatnya.
Aku harus tetap tenang. Kalau ini kisah dongeng atau film-
film di televisi, pastilah lakon utama pria akan membelikan
aku, lakon utama wanita buku itu. Tapi sayangnya, ini bukan
film. Isaac jelas bukan tokoh yang akan menjadi pangeran
untukku. Dia tokoh antagonis.
“Kamu ada acara habis ini?” tanya Isaac mengikuti ke
deretan rak buku yang lain.
“Enggak. Kenapa?” Aku tidak berpaling.
http://facebook.com/indonesiapustaka
40
sekali tidak berminat. Bisa-bisa aku kesepian di sana.
Siapa tahu ia hanya ingin mempermalukanku saja di depan
kerabatnya. No, thanks.
“Nggak bisa sori. Aku harus cepat pulang,” ujarku mantap
sambil menatap matanya. Isaac tidak tampak kecewa walau
aku bisa menangkap dia merasa sedikit jengkel.
“Okay. See you.”
Aku berbalik dan sudah hampir turun tangga, tapi Isaac
memanggilku lagi.
“Hei, eh. Aku mau bertanya satu hal,” Isaac berjalan
mendekatiku. “Kenapa kamu tertarik dengan buku tadi?”
Karena Laskar, batinku. Karena aku ingin lebih banyak
membaca kisah tentang orang-orang seperti Laskar.
“Karena aku suka dengan kisah-kisah yang menginspirasi,”
aku mencoba tersenyum. Aku menutupi jawabanku yang
sebenarnya. “Kenapa?”
Isaac hanya menggeleng dan berjalan mendahuluiku.
***
Benar kan dugaanku. Sebentar saja aku sudah dipanggil
oleh salah satu toko roti untuk interview kerja. Aku berhasil
diterima bekerja paruh waktu di sana. Pemiliknya ramah.
http://facebook.com/indonesiapustaka
41
“Hai, dear!” seru Tiara dengan riang gembira. Aku
terkejut melihatnya bergelayut manja di lengan Albert.
Begitu cepat. Apa mereka sudah berpacaran?
“Jangan bengong gitu. Begitu mudah menemukanmu,”
ujar Tiara dengan centil. Ya, ya. Begitu mudah bagi Tiara
untuk menggaet cowok-cowok.
“Jadi kalian mau yang mana?” tanyaku.
“Yang.... Apa aja deh. Percaya sama Laura,” Tiara terus
bersikap centil.
“Oke, oke,” aku mengambilkan dua roti croissant dan
dua roti cheese cake. Tiara hanya mengangguk-anggukkan
kepala.
“Thanks ya,” ujar Albert. Mereka lalu membayar di kasir
dan pergi sambil Tiara meninggalkan kiss-bye untukku.
“Lain kali aku ajak Cecil dan kawan-kawan. Oke!” seru
Tiara sambil berlalu.
Hari ini lumayan ramai karena malam minggu. Banyak
roti yang sudah habis menjelang petang. Kebanyakan
pelanggan yang datang membawa anak-anak mereka. Senang
sekali melihat raut wajah bahagia mereka setelah membeli
roti kami. Tamu berikutnya, adalah seseorang yang datang
dengan langkah tergesa-gesa seolah sedang dikejar setan.
http://facebook.com/indonesiapustaka
42
kan jam kerja. Tidak mungkin aku keluyuran. Kecuali aku
masih bekerja di restorannya, ajakannya tadi akan langsung
kuterima dengan senang hati.
“Kenapa? Kok kamu bengong?” Isaac mulai ketus. Aku
penasaran, sejak kapan Laura bisa menjadi sangat terkenal?
Baru dua hari kerja di tempat yang lain saja, semua orang
sudah mengetahuinya. Dari mana juga datangnya Isaac?
“Nggak bisa. Ini kan jam kerja. Kalo mau pergi, tunggu
nanti.....”
Belum aku menyelesaikan kalimatku, Isaac langsung
menarik pergelangan tanganku dan membawaku
mengikutinya. Teriakanku tidak dihiraukannya.
“Hei, orang gila! Aku nggak bisa pergi gitu aja, tau!”
seruku sepanjang jalan.
“Bisa. Bersamaku nggak ada yang nggak bisa dilakukan,”
ujar Isaac dengan angkuhnya. Aku benci sikap orang ini.
Isaac membawaku masuk ke mobilnya.
“Pakai seat belt,” ujar Isaac dan kami mulai meluncur.
Apa mau dikata? Isaac menang kali ini. Entah apa yang
akan terjadi dengan pekerjaanku? Kemungkinan terburuk
hanyalah aku dipecat. Great job Isaac.
“Kalo aku sampai dipecat, itu adalah salahmu!” tandasku.
http://facebook.com/indonesiapustaka
43
seolah bisa selesai hanya dengan uang. Aku hanya mendengus
kesal.
“Kita mau ke mana?” tanyaku. Yah, mungkin sekali ini
saja, tidak ada salahnya aku menemani Isaac jalan-jalan. Hal
yang biasa jika orang kaya merasa kesepian.
“Jalan-jalan,” jawab Isaac singkat.
“Jalan-jalan ke mana?” buruku.
“Ke mana aja. Cerewet banget sih. Kamu toh juga nggak
ada kencan kan? Mana ada sih cowok yang mau pacaran
sama cewek galak kayak kamu,” sindir Isaac. Selalu saja
perkataannya menyakiti perasaan.
“Jangan bicara sembarangan, ya!” ujarku galak. “Kamu
sendiri, kenapa nggak jalan sama Rika? Ini kan malam
Minggu!”
Isaac tidak menjawab. Ia fokus menyetir mobil. Tatapan
matanya sangat tajam. Okey, katakanlah Rika sedang sangat
sibuk, teman-temannya membosankan—atau semuanya
memiliki kencan—dan Isaac sangat butuh hiburan. Oke,
Isaac boleh bersenang-senang bersamaku. Tapi tidak akan
kubiarkan dia berani kelewat batas. Kami ini hanya teman.
Bahkan sebenarnya tidak bisa dibilang teman.
Isaac terus melajukan mobilnya tenang menembus
http://facebook.com/indonesiapustaka
45
Ia tidak menanyakan dari mana aku tahu tentang Kayla.
Baginya mungkin itu tidak penting.
“Kamu kangen dia?” terkaku. Menduga-duga alasan
mengapa ia tiba-tiba ingin kemari.
“Kadang-kadang,” jawab Isaac singkat. “Kadang-kadang
aku ingin bertemu dengannya lagi.”
Aku hanya manggut-manggut. Aku jadi teringat Laskar.
Aku tahu betapa beratnya kehilangan orang yang dicintai
untuk selamanya. Aku tidak tahu musti berkata apa.
Tiba-tiba ponselku bergetar. Aku mengeluarkannya dari
dalam saku.
“Kenapa sih kamu masih suka dengan hape-mu itu?
Sudah jelek, dekil... Ganti aja dengan yang baru,” Isaac bicara
tanpa perasaan. Tahu apa dia tentang ponsel ini? Tentang
hidupku, tentang Laskar. Aku menggenggam ponselku erat-
erat.
“Enak aja. Jangan sembarangan ngomong, ya!” Aku
mencoba tidak memedulikan Isaac dan hendak menjawab
telepon yang masuk.
“Jangan angkat,” ujar Isaac tanpa menoleh.
“Kenapa? Ini bosku.”
http://facebook.com/indonesiapustaka
46
“Ya, ya. Iya, Bu. Terima kasih,” aku mengakhiri
percakapan dengan bosku lalu menarik napas lega.
“Kamu dipecat, ya,” ujar Isaac tanpa simpati. Benar-
benar orang yang sangat jahat.
“Enak aja! Enggaklah ya! Aku disuruh cepat kembali.”
“Padahal kalo kamu dipecat, aku dengan senang hati
menerimamu kembali bekerja di tempatku,” ujar Isaac
enteng. Dia pikir aku ini barang ya? Bisa memakaiku kapan
saja? Sudah dipecat lalu bisa diambil lagi dengan seenaknya?
Tidak akan sudi aku!
“Nggak akan. Huh!” Aku membuang muka.
“BINGO! Iya kamu kan sudah kupecat, mana punya
muka untuk kembali lagi, right?” Semakin malam perkataan
Isaac semakin menyebalkan.
“Salah. Aku yang mau keluar. Bukan kamu yang
memecatku!” aku memajukan tubuhku.
“Ya, oke whatever you say-lah.”
“Aku mau pulang!” ujarku sambil bangkit berdiri dan
berjalan menuju mobil. Tak lama, Isaac berjalan mengikutiku.
“Buru-buru sih? Aku mau ajak kamu ke satu tempat
lagiiii..... Please?”
http://facebook.com/indonesiapustaka
47
“Enggak!” jawabku tandas.
Isaac tidak berkata apa-apa dan ia menurutiku kembali
ke toko.
http://facebook.com/indonesiapustaka
48
ENAM
pikir semua masalah selesai dengan uang? Dan asal tau aja,
aku baru bisa keluar kalo semua roti ini sudah habis!”
“Ckckck… Done. Semuanya sudah habis dalam sekejap.
Aku beli semuanya. Sekarang kamu bisa keluar kan?” Isaac
51
menatapku dengan senyum menantang. Aku hanya bisa
ternganga. Aku tahu, Isaac anak orang kaya. Dia benar-
benar melakukan apa saja sesuka hatinya.
Isaac berbicara dengan seorang kasir. Mengarahkan
sesuatu. Dia benar-benar memborong semua roti hari itu.
Bosku langsung menemuinya. Dia sangat senang bahkan
sampai berterima kasih berkali-kali. Dengan tergesa-gesa
papan pintu ‘closedÊ segera dipasang. Aku masih terbengong.
Apa-apaan ini?
“Bagaimana?” Isaac menantangku sambil tersenyum
maut. Hampir saja aku meleleh.
“Ya sudah kalau gitu, aku bisa pulang!” aku langsung
melepaskan celemekku.
Sialnya, lagi-lagi Isaac berhasil menyeret tanganku dengan
cepat dan menggiringku masuk ke dalam mobil. Bahkan kali
ini, bosku dengan senang hati membawakan tasku supaya
tidak ketinggalan. Ya Tuhan.
“Selamat bersenang-senang yaaa,” ujar bosku sambil
melambaikan tangan. Isaac nyengir dengan manis sekali.
“Kamu ini apa-apaan sih? Benar-benar orang gila!” Ya
ampun, kusadari aku kembali pada sifat asliku. Aku tidak
bisa meniru Laskar yang terus-terusan baik. Jika Laskar
ada dalam posisiku, dengan sabar dia pasti menanyai Isaac
http://facebook.com/indonesiapustaka
apakah dia sedang ada masalah? Apa yang bisa aku bantu?
Tapi, no! Aku tidak bisa seperti itu! Sikap Laskar terlalu
tidak bisa diprediksi!
“Berhentilah mengataiku gila,” ujar Isaac santai.
52
Sepertinya sekarang dia mulai bisa menguasai keadaan. Dia
bersikap jauh lebih tenang belakangan ini.
“Jangan menatapku seperti itu,” ujar Isaac sinis.
“Tenanglah aku tidak akan memerkosamu.”
“Kurang ajar!” Aku memukul kepalanya. Maksudnya
aku tidak menarik sama sekali? Perkataan macam apa itu?
Benar-benar tidak sopan!
“Hei, jangan memukul kepala seenaknya!” protes Isaac.
“Biarin! Aku nggak peduli!”
“Kamu ini bener-bener cewek aneh ya! Sebentar baik!
Sebentar galak kayak macan betina!”
“Apa kamu bilang?!”
Baru saja aku membatin Isaac sudah lebih tenang, tapi
ternyata aku salah. Lihat saja. Sikapnya masih sama seperti
yang dulu. Seperti itu.
“Sudah sampai!” ujar Isaac ketus. Ternyata mood-nya
jadi berubah setelah pertengkaran denganku. Aku menatap
kiri kananku. Di mana ini?
Seolah bisa membaca isi pikiranku, Isaac hanya berkata,
“Turun saja cepat!”
Cih! Seenaknya main perintah. Dengan ogah-ogahan
http://facebook.com/indonesiapustaka
53
“Ini adalah impian Kayla,” ujar Isaac sambil berjalan
memimpin dan memasukkan kedua tangannya ke dalam
saku celana.
“Maksudnya?” tanyaku sambil berjalan cepat. Sepanjang
jalan, para pelayan yang berseragam pakaian adat Jawa,
menyapa Isaac dengan ramahnya.
“Ya... Ini semua yang design Kayla...,” Isaac memilih salah
satu tempat di dekat kolam yang teduh. Payung warna-warni
yang lebar menambah keceriaan tempat itu. Aku menatap
papan nomor yang ada di atas meja: Love Tree Resort.
“Kayla sangat suka dengan alam.” Setiap kali Isaac
membicarakan Kayla, ekspresinya benar-benar sangat
dalam. Aku dapat merasakan cinta dan kebahagiaan yang
tidak dapat terlukiskan. Namun di satu sisi juga aku melihat
kepedihan yang sangat, seolah ada sisi dari diri Isaac yang ikut
hilang bersama Kayla. Akhirnya aku mengerti pembicaraan
Isaac. Resort ini dibangun atas impian Kayla. Ya. Ternyata
orang tua Isaac benar-benar kaya raya. Mereka bisa memiliki
banyak usaha di banyak tempat.
“Kayla bahagia di surga sana,” ujarku bukan untuk
menghibur. Isaac sedari tadi memalingkan wajahnya
menatap ke arah horizon.
“Ini tempat yang ingin aku tunjukkan dari kemarin!” ujar
http://facebook.com/indonesiapustaka
Isaac sebal.
“Huh ya sudah! Yang penting kan aku sudah di sini!”
Isaac mendengus panjang. Seorang pelayan bergegas
membawa daftar menu ke meja kami, tapi Isaac menolaknya.
54
Dia hanya berbisik kepada pelayan itu. Menyebalkan. Pasti
dia tidak memikirkan aku sama sekali.
“Kenapa kamu... ajak aku ke tempat-tempat yang
penting bagi Kayla?”
Isaac diam sesaat.
“Ya kenapa, ya?” jawabnya pura-pura bego.
Tak berapa lama pelayan-pelayan datang membawakan
banyak nampan berisi menu-menu. Wow, Isaac memesan
semua ini? Aku memandang satu per satu menu yang berada
di atas meja dengan mata terbelalak seketika.
“Kenapa?” Isaac tersenyum dengan menyebalkan. “Ayo
dimakan.” Isaac mengambil sepotong udang ke piringnya.
“Kamu sengaja ya?” seruku lantang. Isaac menatapku
heran. “Aku ini alergi seafood!” Ya. Mana mungkin aku bisa
makan semua ini? Isaac hanya memesan menu-menu laut
semua. Kenapa sih dia tidak bertanya dulu apa yang aku
sukai dan tidak aku sukai? Wait.... Forget it. Bagi Isaac, aku ini
bukan siapa-siapa. Untuk apa dia repot-repot menanyakan
hal itu.
Giliran Isaac yang terbelalak seketika. Ekspresi mukanya
tampak lucu dan aneh. Mungkin dia merasa bersalah.
Isaac terbatuk sesaat lalu tertawa terbahak-bahak. Oh,
http://facebook.com/indonesiapustaka
56
“Hei, kenapa bengong? Nggak sopan sekali. Cepat
buka!” Baru saja Isaac bersikap manis, sekarang sifat bossy-
nya sudah kambuh lagi.
“Thanks,” ucapku saat membuka wadah ponsel itu.
Lebih bagus dari yang kupunya sekarang. “Tapi aku...”
“Ya ya ya... Kamu nggak layak mengambilnya gitu kan?”
Isaac memotong perkataanku dengan sok tahu. “Aku nggak
minta kamu membuang ponselmu yang sekarang, aku cuma
pengin kamu juga mau pakai ponsel ini.”
Aku diam beberapa lama. Mencari ketulusan di dalam
sikap dan perkataan Isaac.
“Kamu pikir aku mau memakainya?!” seruku galak.
Isaac menatapku kesal. “Sebutkan alasan kenapa kamu
tidak mau memakainya, ha?!”
“Penting kamu tau alasannya?! Oke, thank you buat
ponselnya. Siapa tahu bisa kujual kalo aku butuh uang!”
“Heeh...!”
“Kak Isaac!” terdengar suara yang tidak terlalu asing
memanggil nama Isaac. “Hallo!”
Rika berdiri di belakang Isaac. Merangkul leher Isaac
mesra. Rika sangat seksi hari ini. Memakai hot pant dan
http://facebook.com/indonesiapustaka
57
“Hei, Rika,” sapaku ramah.
“Apa kabar?” Rika tersenyum dengan ramahnya pula.
“Kalian berdua ada acara apa? Kok tidak ajak-ajak aku?”
“Kamu sudah pulang, ya? Jadi malam ini ke Paris?”
Rika mengangguk. “Aku berangkat malam ini. Ayo Kak
kita segera pulang bersiap-siap...”
Hah, ada apa ini pembicaraan yang tidak kumengerti.
Tiba-tiba aku merasa duniaku dan dunia orang-orang
seperti Isaac sangat berbeda jauh. Lagi pula, kenapa aku bisa
ada di sini? Sepertinya kurang pantas. Bukankah Isaac sudah
punya pacar?
“Ehm... Oke, aku duluan ya,” ujarku kikuk.
“Oh, ayo sekalian aja. Kita juga mau pulang,” ujar Rika.
“Oh, nggak perlu. Kalian sepertinya buru-buru. Nggak
enak harus anter aku segala.”
“Oh, enggak. Aku kan sama Kak Isaac. Kak Laura bisa
sama supir.” Perkataan Rika langsung menghanguskan
wajahku. Damn! Ya. Tentu saja. Naik apa Rika tadi ke sini?
Pastinya bersama supir. Sekarang sudah bertemu kekasihnya,
Isaac, rasanya tidak mungkin dong mereka tidak bersama.
Aku ge-er dengan mengira bakal diantar oleh Isaac.
http://facebook.com/indonesiapustaka
58
TUJUH
61
Menyebalkan. Jadi maksudnya penampilanku ini
buruk? Aku mengamati diriku sendiri beberapa saat. Aku
hanya mengenakan celana jeans dan t-shirt Snoopy. Benar-
benar penampilan yang sangat santai. Rasanya tidak serasi
berpasangan dengan Isaac yang sangat menawan. Tapi siapa
peduli? Toh memang kami bukan pasangan.
“Memangnya siapa yang berpikir ini kencan, ha?!”
sentakku.
Sebelum aku bicara lebih banyak, Isaac hanya
menggandeng tanganku dan aku berjalan di belakangnya.
Tangannya hangat. Aku tidak juga berhenti mengomel.
“Memangnya kamu berharap aku berdandan bak
Cinderella, ha?! Lagian malam Minggu gini sih, harusnya kamu
kan pergi sama Rika!”
“Kita nonton ini ya!” ujar Isaac langsung memesan tiket.
Ia sama sekali tidak memedulikan omelanku tadi. Dia tuli
atau memang pura-pura tidak dengar?!
“Tunggu, tunggu film apa itu? Aku nggak mau!” protesku.
Bagaimana sih? Kenapa dia memutuskan seenaknya dan
tidak bertanya dulu apa film yang ingin kutonton?!
“Kata teman-temanku ini bagus. Sudah ikut saja.
Seleramu pasti payah.”
http://facebook.com/indonesiapustaka
eskalator.
“Huh menyebalkan. Kalo aku nonton sama Laskar, dia
pasti tidak mungkin meninggalkan film begitu saja! Benar-
benar sika…”
63
“Hah, apa kamu bilang?”
“Iya! Sikapmu itu menyebalkan! Banyak orang susah
payah antre dan bayar ti…”
“Bukan, tadi kamu sebut nama seseorang?”
Ah… Aku kelepasan…
“Tidak, kapan?” Aku pura-pura bodoh. Isaac tidak peduli
lagi.
“Hai,” Isaac melambaikan tangan pada seseorang yang
ada di bawah. Ia melepaskan tangannya dari tanganku.
Seorang pemuda seumurannya dengan wajah tampan yang
serius menunggunya di bawah. Ia mengenakan kacamata
dan membawa netbook.
“Sudah lama?” tanya Isaac.
“Nggak juga.”
“Kenalkan ini, Laura. Kenalkan ini, Edo.” Isaac
mengenalkan kami dengan cepat. Edo tersenyum sambil
menjabat tanganku. Ia tidak bertanya apa-apa lagi lebih
lanjut. Ia dan Isaac sibuk berbicara soal bisnis sementara
aku hanya mendengarkan. Ini benar-benar bukan duniaku.
“Ayo!” ajak Isaac, membuyarkan lamunanku. Selanjutnya,
kami terus berputar dari satu toko ke toko yang lain. Dari
http://facebook.com/indonesiapustaka
65
“Jadi sekarang maumu apa?” tanya Isaac lirih. Ia tidak
ingin kami menarik perhatian banyak orang.
“Apa kamu tuli ya? Aku bilang aku mau pulang!”
“Oke, oke. Edo, bisa kita lanjutkan ini besok pagi?” Isaac
berpaling pada Edo. “Nanti aku hubungi. Thank you.”
Edo pun pergi. Mereka membawa mobil masing-masing
tadi. Aku tidak percaya Isaac mendengarkan permintaanku
kali ini. Sepanjang perjalanan di dalam mobil, kami sama-
sama diam dan tiba-tiba Isaac memarkir mobilnya di depan
sebuah resto. Pasti ia mendengar suara perutku tadi. Mau
tak mau wajahku memerah.
Isaac menyodorkan daftar menu padaku. Tidak biasanya.
Biasanya dia selalu yang memutuskan segala sesuatu.
“Ini keterlaluan, Saac! Kamu anggap aku ini apa?!
Pembantumu? Aku seperti orang linglung tadi! Kita tidak jadi
nonton justru berputar-putar tidak jelas!” Kemarahanku
muncul juga.
“Apa? Berputar-putar tidak jelas?! Kita sedang
mengurusi bisnisku tadi! Itu sesuatu yang penting! Kamu
pikir aku menganggapmu pembantu? Jangan gila! Aku biasa
mengajak Rika seperti tadi. Dia selalu ikut ke mana pun aku
pergi! Dia sangat cekatan dan banyak membantuku!”
http://facebook.com/indonesiapustaka
66
sebenarnya masih belum puas melampiaskan kemarahanku.
Tanganku terkepal di pangkuanku. Aku berusaha
menenangkan diriku.
Isaac berusaha mencairkan suasana dengan mengambil
daftar menu dan menanyakan pesananku. Tapi aku bersikap
skeptis.
“Kamu masih marah?” tanya Isaac hati-hati setelah
menyerahkan menu pesanan pada pelayan. “Edo itu
karyawanku dan sahabatku sejak kecil. Dia tampan kan?
Kamu pasti jatuh cinta padanya,” goda Isaac. Hah, pertanyaan
konyol.
“Nggak lucu,” jawabku sadis sambil memalingkan muka.
Usaha Isaac tidak berhasil. Ia sempat tertunduk sejenak.
“Rika sedang pergi ke Paris,” ujar Isaac lagi. “Dia akan
melanjutkan kuliahnya di sana. Fashion. Mode.”
“Lalu? Jadi kamu memanfaatkan kesempatan ini, iya
kan?” tanyaku sinis.
“Kesempatan apa? Kalau mengurusi bisnisku seperti
tadi Rika sudah biasa. Dia sering menemani dan tidak
rewel sepertimu. Kesempatan apa yang kamu maksud?”
Isaac menantangku. Ini benar-benar menjadi aneh dan
membingungkan. Ya, Isaac tidak mungkin tertarik dengan
cewek sepertiku.
http://facebook.com/indonesiapustaka
67
dengan cewek lain?!” ujarku akhirnya. Tidak tahan. Entah
dari mana keberanian itu. Ya, karena aku merasa sikap Isaac
tidak wajar.
“Kalau kamu menuduh aku berselingkuh, kenapa kamu
sendiri juga mau, ha?! Memangnya kamu pikir kita tadi
ngapain aja? Hanya jalan berdua tidak lebih dari dua jam!
Sisanya kita ditemani Edo. Apa itu bisa dituduh berselingkuh,
ha?!”
Aku jadi pusing. Isaac pintar sekali mencari-cari alasan.
Tapi tetap saja menurutku, dia tidak mengajakku keluar.
“Siapa yang bilang kalo kita selingkuh?! Tapi kamu tau
etika nggak sih?!” sahutku tak kalah sengit.
Makanan datang dan kami sama-sama diam.
“Kalau aku putus sama Rika, kamu mau nggak jadi
pacarku?” tanya Isaac tanpa menatapku setelah sembilan
menit kami dalam keheningan. Aku sebenarnya hampir
tersedak, tapi aku berusaha mengatur napasku pelan-pelan.
“Pertanyaan bodoh.”
“O, ya?” komentar Isaac.
“Mana ada cowok yang mau melepaskan cewek seperti
Rika.”
http://facebook.com/indonesiapustaka
68
“Apa ya. Banyak hal.”
„One of them?‰ desakku.
“Iya, Rika cantik. Dia gadis baik. Setiap cowok akan
terpesona padanya. Dan dia sangat mirip… Kayla.
Everything. Setiap kali melihatnya, aku melihat Kayla. Dan
hatiku teduh.”
Aku mendengarkan Isaac dengan penuh perhatian.
Setiap kali ia menceritakan sesuatu yang berhubungan
dengan Kayla, ekspresinya selalu berubah.
“Belakangan aku menyadari. Mungkin perasaan sayangku
pada Rika, hanyalah perasaan sayang seorang kakak. Itulah
mengapa, aku tidak pernah memikirkan sesuatu yang lebih
jauh tentang Rika selama ini.”
Aku tidak bisa berkata apa-apa. Ternyata ada juga kisah
cinta yang seperti ini.
“Rika akan sangat patah hati.”
“Dia tidak kehilanganku. Aku akan tetap menyayanginya.
Tapi seperti pada Kayla.”
“Itu hanya akan menyakitinya.”
Isaac tidak berkata-kata lagi. Tepat pada saat itu,
ponsel Isaac berbunyi di atas meja. Kami sama-sama
http://facebook.com/indonesiapustaka
69
http://facebook.com/indonesiapustaka
70
DELAPAN
72
“Hei, itu sama sekali tidak seperti yang kamu bayangkan…
Jangan salah paham…”
“Bagaimana perasaanmu padanya?”
“Aku?” Aku terdiam beberapa lama. Belum pernah
aku mencoba memikirkan ini. Bukankah Isaac pacar Rika?
Mengapa aku harus memikirkan tentang perasaanku?
“Aku tidak tahu… Biasa saja…,” jawabku ragu.
“Benarkah? Aku mendukungmu saja. Yang terbaik
untukmu… Pokoknya, jangan sampai kamu menyesal…”
“Thank you…,” aku tertunduk. Dari dulu, Elly adalah
sahabatku yang paling bisa diajak bicara. Saat aku ada
masalah dengan Laskar, aku bisa curhat padanya. “Kamu
sendiri?”
“Apa?” Elly mengangkat wajahnya. Sekarang aku
mengerti mengapa ia sulit menemukan seseorang setelah
kepergian Sam, kekasih pertamanya yang sudah tiada.
“Aku masih sibuk dengan skripsiku…,” lagi-lagi Elly
berdalih.
“Aku juga mendoakan kamu bahagia…”
Tiba-tiba ponselku bergetar di saku celanaku. Sebuah
panggilan dari Isaac. Apalagi yang diinginkan anak ini?
http://facebook.com/indonesiapustaka
74
Selalu mengajakku pergi di saat-saat yang tidak terduga.
Tapi mungkin aku sendiri juga aneh. Kenapa aku selalu mau
pergi berdua dengannya?
“Main aja. Memangnya kamu nggak ingin mampir ke
rumahku, ha?” ujar Isaac menyebalkan.
“Memang enggak.”
“Hah, dasar menyebalkan. Kalau sikapmu seperti ini
terus, siapa juga cowok yang mau mendekati kamu.”
“Haduh… Kamu ini, tau apa sih tentang hidupku?”
ujarku jengkel. Aku sedikit sakit hati dengan perkataannya.
Aku tidak perlu banyak cowok mendekatiku. Aku hanya
perlu Laskar.
„Tell me about your life,” pinta Isaac setelah menatapku.
“Penting?” Aku menatapnya tajam.
“Oh, jadi kamu menganggap hidupmu sendiri tidak
penting? Oke, fine!”
Kami diam hingga tiba di rumah Isaac yang megah.
Kenapa sih kami selalu bertengkar? Padahal sebenarnya
aku merasa cukup nyaman berada di dekatnya. Tapi sikap
soknya, benar-benar minta ampun. Apa memang seperti ini
semua perangai anak bos-bos? Ada satpam dan anjing-anjing
penjaga yang terus menggonggong saat ada orang datang.
http://facebook.com/indonesiapustaka
“Yup. Di Rusia.”
Ada-ada saja tingkah orang kaya itu. Bisa kuliah di luar
negeri saja sudah bagus. Biasanya negara yang dipilih untuk
studi seperti Amerika, Cina, Jepang, Belanda, Inggris. Ini…
76
bisa sampai Rusia. Aku tidak bisa memikirkan apa alasannya.
“Oh. Dia sedang libur?”
“Tidak. Dia harus pulang karena ada acara.”
Kami berhenti di depan sebuah pintu. Apakah ini kamar
Isaac? Oh, tidak. Apa yang ingin dia lakukan?
“Ini bukan kamarku.” Entah kenapa, Isaac selalu bisa
membaca pikiranku. Wajahku jadi bersemu merah. Isaac
membuka pintu itu.
“Ini kamar Kayla.”
Aku takjub melihat apa yang ada di dalamnya. Semua
orang yang masuk ke kamar ini, pertama kali pasti akan
langsung terpukau dengan lukisan diri Kayla yang sangat
besar terpampang di tembok. Cantik sekali gadis itu.
Senyumnya sangat meneduhkan. Pandanganku berkeliling.
Kamar ini begitu megah. Segala sesuatunya dihiasi warna
pink.
“Kayla suka warna pink.”
“Manis sekali…,” ujarku sambil maju selangkah
mengikuti Isaac. Segala sesuatu di kamar Kayla tertata rapi
dan bersih. Tidak ada debu sama sekali. Pastilah kamar ini
dibersihkan setiap hari seolah penghuninya masih hidup.
Sangat menyakitkan. Aku mengambil sebuah pigura yang
http://facebook.com/indonesiapustaka
79
http://facebook.com/indonesiapustaka
80
SEMBILAN
adalah acara berkelas dan akan banyak orang kaya lain yang
diundang. Aku rasa juga begitu. Jadi, Elly tidak ingin aku
berpenampilan biasa-biasa saja. Harus ada yang berbeda
dengan diriku katanya. Elly melihat adanya titik-titik harapan
bahwa Isaac mungkin tertarik padaku. Aku bilang tidak
mungkin karena Isaac sudah punya Rika. Mereka sangat
serasi. Aku tidak ada apa-apanya dibandingkan Rika. Tapi
Elly tetap bersikeras bahwa masih ada peluang bagiku.
“Kalau tidak ngapain Isaac mengundangmu ke acara
pribadi semacam itu?” tanya Elly sembari rambut kami
ditata di salon.
“Isaac juga mengundang temannya yang lain,” kataku
mantap.
“Seberapa banyak, La? Coba pikirkan. Hanya sahabat-
sahabatnya saja. Pokoknya aku merasa, kamu tetap special
buat Isaac. Jangan sia-siakan kesempatan ini!”
Hah, whatever. Aku tidak mengerti.
Aku tak percaya ini kami yang berdiri di depan cermin.
Penampilan kami sungguh berbeda. Cantik sekali. Aku
memakai dress warna putih selutut tanpa lengan dengan
kerah V. Rambutku yang sedikit di-curly membuat penampilan
lebih fresh. Isaac tidak mungkin menghinaku lagi. Sementara
Elly, ia mengenakan dress merah maroon dengan lengan puff.
Sangat girly dengan rambutnya yang dikuncir kuda.
“Gorgeous…,” ujarku takjub.
“Haha. Kayaknya kita harus sering bersenang-senang ke
http://facebook.com/indonesiapustaka
82
saling pandang.
“Hanya pria bodoh yang akan melepaskan wanita
secantik dan sebaik kamu,” ujar Elly sambil menatapku
lekat-lekat. Ini mengharukan. Tapi kenapa dia mengatakan
hal semacam itu? Aku tidak sedang dalam misi hendak
merebut hati Isaac.
“Kamu sudah siap?” tanya Elly. Aku mengangguk mantap
dan kami melangkah keluar.
***
Aku merasa seperti menghadiri acara award. Rumah Isaac
yang kemarin sudah terlihat mewah kini semakin terlihat
megah lagi. Banyak sekali tamu yang diundang dan rata-rata
adalah orang asing. Ya sudah. Yang penting aku harus tetap
percaya diri. Nyaliku tidak boleh ciut. Toh aku diundang.
Jika ada yang bertanya siapa aku dan dari mana asalku? Aku
temannya Isaac, ya benar. Tapi… sepertinya mereka tidak
akan bertanya. Mereka tidak akan peduli. Mereka tampak
sangat acuh satu sama lain dan suka berkelompok. Orang-
orang kaya… Ckckck…
Aku menatap Elly. Sepertinya dia sama gugupnya seperti
aku. Tapi aku selalu bisa mengatasi situasi seperti ini. Tidak
ada masalah.
“Ngomong-ngomong, ulang tahun yang ke berapa ayah
http://facebook.com/indonesiapustaka
saat ini. Isaac sedang bersama Rika dan orang tua-orang tua
setengah baya. Mungkin kerabat mereka. Rika mengenakan
dress putih juga sepertiku. Hanya saja kainnya dari sutra aku
rasa. Perhiasan emas tidak lepas dari tubuhnya malam ini.
85
Ada Edo juga di sana. Ia tengah menatap ke arah kami juga.
“Ayo La, foto juga. Sudah lama kita tidak bertemu,” ajak
Monica. Aku pun bergabung.
Lalu Rika dan Isaac berjalan menghampiri kami. Lebih
tepatnya Monica Petra. Rika langsung memeluk Monica
Petra. Mereka sepertinya akrab. Aku jadi rikuh. Rika hanya
menyapaku dengan ‘halo’ dan Isaac diam saja, merasa sudah
terwakili. Selanjutnya waktu mereka tersita untuk Monica.
Dari sedikit-sedikit pembicaraan aku paham bahwa keluarga
Isaac meminta Monica untuk menulis tentang Kayla. Oh,
mungkin itu sebabnya Rika bisa sangat dekat dengan Monica.
Walau bisa saja mereka baru kenal belum lama ini. Anggaplah
Richard pulang ke Indonesia lalu berkumpul dengan teman-
temannya, termasuk Alex dan tahu Alex berpacaran dengan
seorang penulis. Lalu jadilah seperti sekarang ini. Yah, hanya
gambaran kasarku saja. Alex ikut bergabung bersama kami.
Sepertinya dia tidak ingin kehilangan tiap detik kesempatan
untuk bisa bersanding dengan Monica. Justru Richard yang
tiba-tiba sudah menghilang entah ke mana. Dia tidak tampak
menggandeng siapa pun. Ya mungkin kekasihnya adalah
wanita Rusia.
“Ayo kita pergi dari sini….,” bisik Elly. Aku mengangguk
setuju. Biarlah para bintang itu menikmati gemerlap mereka
masing-masing. Ini bukan duniaku.
http://facebook.com/indonesiapustaka
90
“Dear Laura, apa kamu bersedia menjadi kekasihku?”
Isaac mengangkat kepalanya dan menatapku sungguh. “I love
you.”
Aku hanya ternganga. Ini bukan mimpi kan? Aku harus
menjawab apa?
“Tapi…. Kamu kan berpacaran dengan Rika…..” Jika
aku tidak mencintai Isaac, mengapa hatiku terasa pedih saat
menyebut nama Rika?
“Kami sudah putus.”
“Apa?”
Isaac melihat jam tangannya seolah sedang menghitung
waktu. “Kurang lebih dua jam yang lalu….”
Aku tidak percaya ini. Terdengar gila. Mana ada cowok
yang baru saja putus dengan pacarnya langsung menembak
cewek lain? Pastilah dia cowok brengsek.
“Kenapa?” tanyaku lirih.
“Kenapa? Sudah jelas, supaya aku bisa bersamamu….”
Tatapan Isaac sangat meluluhkan hatiku.
“A….” Aku tidak mampu menatap Isaac. Ini mimpi kan?
Aku tidak pernah membayangkan akan seperti ini? Aku
merasa sangat bingung. Aku suka berada di dekat Isaac
http://facebook.com/indonesiapustaka
seperti saat ini tapi aku juga sanksi apakah ini cinta atau
bukan… Mungkin terlalu cepat… Laskar… Tiba-tiba semua
kenangan tentang Laskar muncul kembali di ingatanku.
Tidak! Aku tidak ingin melupakan Laskar.
91
“Maaf aku tidak bisa….,” ucapku akhirnya. Semoga aku
tidak akan menyesali perkataanku ini. Hening beberapa
lama. Mungkin Isaac sedang mencoba menata hatinya. Sama
tidak percayanya seperti aku tadi.
“Kenapa?” giliran Isaac yang bertanya.
Aku menggeleng kuat-kuat. Aku tidak mampu menjawab.
“Ada pria lain yang kamu cintai….,” ujar Isaac. Ia
menatap ke angkasa. “Apakah itu Laskar?”
Air mataku menetes. Dari mana Isaac tahu itu? Aku
tahu aku tidak boleh begini. Tapi aku belum bisa menghapus
Laskar dari hatiku. Mungkin selamanya pun tidak.
“Aku belum siap untuk menerima seseorang yang
baru…,” kataku jujur. “Dan aku tidak tahu apakah kau
mencintaimu atau tidak?”
“Oke, jadi aku ditolak ya?” Isaac bangkit berdiri sambil
membersihkan pakaiannya dari debu. “Aku jadi penasaran,
seperti apa sih Laskar itu? Lihat saja aku akan mengalahkan
dia ya.”
Aku menatap Isaac. Di wajah lelahnya, aku dapat
menangkap sinar-sinar semangat yang belum padam. Dia
benar-benar belum akan menyerah. Isaac melepas jasnya
dan memakaikannya di pundakku.
http://facebook.com/indonesiapustaka
93
http://facebook.com/indonesiapustaka
94
SEPULUH
96
juga terluka? Aku capek dengan semua ini.
Untung Richard sudah selesai dengan pidatonya. Ia
berpamitan. Ia benar-benar menepati janjinya bahwa ia tidak
akan lama. Sebelumnya ia menawari apakah aku mau pulang
bersamanya? Aku menjawab tidak dan dia meninggalkanku.
***
“Kamu kenapa? Gelisah belakangan ini,” tanya Cecil
sewaktu ia meminta aku menemaninya ke mall. Ia ingin
mencari sepatu higheels untuk hadiah ulang tahun sepupunya
Jourdan.
“Nggak pa-pa kok,” ujarku lemah. Mana mungkin Cecil
bisa percaya?
“Ceritalah.”
Aku menggeleng.
“Oke, bagaimana kalau aku bertanya sesuatu?” Cecil
sok misterius. Kenapa hari ini begitu banyak orang yang
ingin mengajukan pertanyaan padaku? Sudah cukup beban
karena Richard tadi pagi.
“Apa?” ujarku datar.
“Bagaimana hubunganmu dengan si anak bos itu?” Kami
duduk di salah satu sudut mall.
http://facebook.com/indonesiapustaka
97
“Kamu tahu? Cinta itu datang dan pergi. Aku rasa…
Isaac cowok baik-baik… Dan dia tulus padamu… Kamu
beruntung dicintai pria sebaik dan setulus dia… Pikir ulang,
La… Apa yang cacat dalam diri Isaac, hm?”
Aku menautkan kedua alis. Aku tidak mengerti. Dari
mana Cecil tahu? Bahkan aku belum menceritakan pada
siapa pun tentang pernyataan cinta Isaac.
Cecil menggelengkan kepala. “Aku ingin kamu bahagia.
Laskar juga….”
Hatiku kembali bergejolak saat nama itu disebut.
“Laskar itu ada. Kita tahu itu. Dia tidak pernah menjadi
kenangan. Nggak seorang pun bisa menjadi dia. Semua
orang yang dekat dengannya akan terus mengingatnya. Itu
cukup. Bukan dosa, La, kalo kamu memilih bahagia bersama
pria lain. Nggak seorang pun bisa terus hidup dengan masa
lalu, La….” Cecil mendahuluiku berjalan di depan.
Aku tahu, aku tahu. Aku sayang Laskar.
“Sudah, terima saja Isaac. Sebelum kamu menyesal!
Hahaha.”
“Dari mana kamu tau?” tanyaku sambil berlari kecil
menyusul Cecil. Tapi Cecil tidak menjawab. Sampai pulang
pun Cecil tidak mau menjawab pertanyaanku.
http://facebook.com/indonesiapustaka
***
Sudah beberapa hari ini Isaac tidak menghubungiku.
Rasanya ada yang kurang dalam hidupku. Biasanya dia
meneleponku tidak kenal waktu. Mengajakku pergi
98
ke tempat-tempat yang tidak terduga. Biasanya dia
menungguku di toko roti. Tapi kini... Hei, ada apa ini? Apa
aku merindukannya? Ini terdengar sangat lucu dan aneh.
“Hei!” Cecil tiba-tiba mengejutkanku di toko roti. Ia
memergokiku sedang melamun. Ia datang bersama Jourdan.
“Ngapain ngelamun? Si anak bos itu lagi ya?”
Aku menghembuskan napas panjang. “Mau roti?”
tanyaku dengan nada jengkel.
“Ya, iyalah. Sukurin. Kamu pasti kangen dia menghilang
begitu saja.”
“Ciiil... Kalo kamu cuma mau ganggu aja mending pulang
deh,” ujarku sebal.
“Brownies-nya dua,” ujar Jourdan sambil tersenyum
nakal.
“Habis ini ada acara? Nonton yuk,” ajak Cecil dengan
tatapan manja seperti biasa. Dulu aku tak pernah bisa
menolak ajakannya, tapi kini sudah ada Jourdan, aku tidak
khawatir lagi.
“Bertiga? Nggak. Aku mau nerusin skripsi,” ujarku
sambil menyiapkan pesanan Jourdan.
“Ya ampun. Pantes saja kamu stres. Kamu nggak pernah
bersenang-senang sih.... Dear, di saat kamu merindukan Isaac
http://facebook.com/indonesiapustaka
100
“Ada yang datang, kak!” ujar Alyssa, memintaku untuk
menilik.
Aku segera beranjak dari posisiku dan mengintip melalui
jendela. Isaac? Iya, itu mobil Isaac. Aku sangat girang! Aku
berlari menyongsongnya keluar.
Isaac turun dari mobil. Ia tampak keren mengenakan
kacamata hitam. Senyumnya masih saja mampu meluluhkan
hatiku.
“Kenapa? Kamu lari-lari gitu? Dikejar setan?” tanya Isaac
jahil. Tampaknya ia tidak juga menyadari bahwa ia telah
berhasil membuat hatiku campur aduk selama berhari-hari.
“Kamu.... Kok tiba-tiba datang lagi?”
“Kenapa? Ada yang salah?”
Aku menggeleng cepat. “Heran aja... Masih inget aku
setelah berhari-hari nggak ada kabar!”
“Ha… ha… kenapa? Kamu kangen ya? Baru juga dua
hari.”
Dua hari? Yang benar saja. Bagiku sudah seperti
berbulan-bulan tidak bertemu denganmu. Wajahku pasti
memerah saat ini.
“Ayo temani aku cari kemeja,” ujar Isaac. Aku bersyukur,
http://facebook.com/indonesiapustaka
101
Isaac lebih banyak diam saat di mobil. Entahlah.
Wajahnya tampak tegang. Mungkin ada banyak masalah
dengan pekerjaannya, dengan keluarganya juga. Gara-gara
aku... Ada hal-hal yang berubah dari diri Isaac. Ada juga hal-
hal yang tidak berubah. Aku merindukan Isaac yang dulu.
Aku ini memang sangat egois. Hanya lagu-lagu dari Bryan
Adams yang terdengar mengalun memenuhi ruang telingaku.
Isaac lalu menghubungi seseorang dengan memakai
earphone.
“Nis, tolong paket-paket yang tadi, besok pagi dikirim
ya. Secepatnya. Untuk Hansen ke Amrik, alamatkan ke
apartemennya yang baru ya. Lalu sisanya semua ke London,
sesuai alamat. Oya, masih ada satu lagi yang ke Paris.
Alamatnya masih aku cari. Tunggu sampai nanti malam
ya. Terus jangan lupa, lusa aku ke India. Tolong diurus
semuanya. Dua hari saja. Penerbangan yang mana saja
boleh. Usahakan besok aku bisa berangkat. Ya, aku nggak
mau semuanya serba mendesak. Aku, Edo, dan Pak Anton.
Oke, thank you.”
Pembicaraan berakhir. Kupikir ia sudah bisa tenang.
Ternyata tidak. Ia menghubungi orang lain lagi.
“Hallo, iya Bu. Display untuk toko yang baru masih
belum siap ya. Iya baru sebagian. Hohoho. Bisa diatur. Tapi
http://facebook.com/indonesiapustaka
saya suka. Iya, salam saja buat Cindy. Besok suruh main lagi
haha. Hm, saya juga tertarik dengan model yang lain. Sudah
saya lihat di BB. Besok pagi mungkin saya ke sana. Iya. Oke,
begitu ya Bu. Selamat malam.”
102
Hah. Apa yang barusan kudengar tadi. Kalau aku
menjadi pacar Isaac, aku akan terbiasa dengan kegiatannya
yang padat dan waktunya yang sulit terluang. Bahkan di saat
berdua pun dia selalu menghubungi orang-orang. Banyak
nama-nama disebut yang aku tidak kenal. Setelah itu, giliran
ada telepon masuk. Dari mamanya.
“Iya, Ma? Hmm…. Sudah beres. Aku sudah lihat laporan
Jef. Iya, Ma, jangan khawatir. Nggak perlu, aku bisa bereskan
sendiri. Rika? Oh…. Ma, kita ngobrol aja di rumah. Oke?
Sudah. Thank youuu.”
Dengan sengaja Isaac mengakhiri pembicaraan dengan
mamanya saat topik mereka beralih pada Rika. Ini
memusingkan. Akhirnya, kami tiba di butik dengan tanpa
bicara sama sekali karena Isaac begitu sibuk dengan dunia
bisnisnya. Oke, fine….
Isaac ternyata tipe yang cukup pemilih juga dalam hal
fashion. Kami memang hanya memasuki satu butik. Tapi dia
membutuhkan waktu sangat lama untuk memutuskan ingin
membeli kemeja yang mana. Sudah begitu, dia meminta
pendapatku pula. Aku jadi ikut bingung. Semua kemejanya
bagus dan mahal. Lagipula, semua cocok untuk dipakainya.
“Yang mana??” Isaac mulai bawelnya. Di tangan kanannya
ia memegang dua kemeja, satu berwarna cokelat terang dan
http://facebook.com/indonesiapustaka
103
“Ck....,” Isaac kembali mematut-matut dirinya di depan
cermin besar.
Aku me-review kembali ingatanku ketika Isaac mencoba
satu per satu semua kemeja itu.
“Yang ini saja,” aku mengambil salah satu kemeja yang
ada di sofa. Kemeja dari bahan akrilik warna abu-abu dengan
lengan panjang. Isaac sangat gagah mengenakan kemeja itu.
Aku suka.
Isaac tersenyum. Sepertinya dia senang aku memilihkan
kemeja untuknya. Ia langsung menyambar kemeja itu dan
membawanya ke kasir. Tidak perlu lagi ia mencobanya.
Boleh kuterka, dia sendiri juga sudah capek memilih-
milih kemeja dari tadi. Ada juga pria yang seperti ini. Aku
menghela napas panjang saat melihat Isaac sudah di kasir.
Selesai sudah.
“Kamu mau makan apa?” tanya Isaac saat kami berjalan
menuju mobil.
Aku mengangkat bahu. Aku tidak tahu. Aku senang saja
bisa pergi bersama Isaac. Aku berharap moment seperti ini
jangan cepat berlalu.
“Come on, pilihlah satu makanan kesukaanmu,” desak
Isaac.
http://facebook.com/indonesiapustaka
104
“Oke, kita cari es krim terenak di kota ini,” ujar Isaac
antusias. Aku senang sekali!
Isaac mengajakku ke sebuah cafe es krim yang begitu
memikat. Aku tidak tahu ada cafe ini di kotaku. Aku memesan
es krim Banana Split dan Isaac memesan Chocolate Chip.
Lalu Isaac juga memesan menu-menu tambahan lainnya.
“Jujur saja, kamu kangen aku kan,” ujar Isaac santai.
Aku membelalakkan mata. Bagaimana bisa dia begitu pede?
“Wajahmu tampak senang sepanjang acara kita.”
“Yang benar saja. Kamu menghabiskan waktu begitu
lama untuk memilih sebuah kemeja,” protesku. Isaac
tersenyum simpul.
“Dear.... Aku sudah tau siapa Laskar,” ujar Isaac lambat-
lambat.
“Oya? Dari mana kamu tau?”
“Ha… ha. Jangan kamu tanyakan hal semacam itu. Tidak
penting. Kamu lupa siapa aku?”
Hah, keluar lagi sikap angkuhnya.
“Ya, kamu memang orang yang mengerikan dengan
kekuasaanmu itu.”
“So perfect ya Laskar itu. Aku salut. Ha… ha tidak ada
http://facebook.com/indonesiapustaka
105
“Pantas saja kamu jatuh cinta padanya,” Isaac tersenyum
simpul.
“Laskar itu hero,” ujarku tegas. Isaac pun menatapku
setajam aku menatapnya.
Pelayan datang mengantarkan makanan. Tidak ada lagi
pembicaraan di antara kami. Kenapa aku jadi bersedih?
Tidak seharusnya aku membicarakan tentang Laskar.
“Maaf,” ujarku singkat.
“Untuk apa?”
“Kamu mengorbankan banyak hal demi aku... Padahal....”
“Mengorbankan apa?” tanya Isaac santai.
“Relasimu... Hubungan keluargamu... Rika....” aku
menunduk.
“Itu bukan hal besar. Untuk wanita yang kucintai. Dari
mana kamu tau hal itu?”
“Nggak penting juga kamu tau dari mana,” ujarku tak
mau kalah.
“Pasti Richard,” sahut Isaac santai dan datar. Ia sangat
menikmati es krimnya. “Jangan hiraukan dia.”
Ternyata ada orang yang begitu mudah memandang
masalah seperti Isaac. Pengalaman sebagai anak bos sejak
http://facebook.com/indonesiapustaka
106
“Dia orang yang lebih menyebalkan daripada kamu,”
ujarku sinis.
http://facebook.com/indonesiapustaka
107
http://facebook.com/indonesiapustaka
108
SEBELAS
110
Isaac jangan pergi! Jerit hatiku.
Dengan gugup aku mengambil ponselku. Aku
menghubungi nomor Isaac. Tidak aktif. Oh tidak! Tidak!
Aku benar-benar ingin menangis. Aku bahkan tidak peduli
lagi kalau aku sedang bekerja. Gagal menghubungi Isaac, aku
mengiriminya dengan banyak pesan singkat. Tidak satu pun
yang terkirim. Apa Isaac sudah berada di dalam pesawat?
Selesai sudah semuanya. Kenapa Isaac begitu kejam padaku?
Kenapa dia tega meninggalkanku tanpa kata perpisahan
sama sekali? Hanya sedangkal inikah persahabatan kami?
Selesai kerja, aku bergegas memanggil taksi. Pesanku
masih belum juga terkirim pada Isaac. Apalagi yang bisa
kulakukan? Aku akan ke rumah Isaac! Aku harus tahu apakah
Isaac sudah berangkat atau belum... Dalam perjalanan aku
menelepon Cecil. Lama tidak dijawab. Apa yang sedang
dilakukan Cecil? Saat akhirnya dijawab, ternyata Cecil juga
tidak tahu apa-apa perihal jam berapa keberangkatan Isaac
ke Amrik. Aku merasa tubuhku sangat lemas. Cecil hanya
tahu Isaac berangkat hari ini.
“Dasar bodoh! Kamu tidak langsung menghubungi Isaac
begitu aku selesai meneleponmu?!” semprot Cecil.
Ya, aku memang bodoh! Bodoh!
“Bagaimana ini?” aku benar-benar menyesal.
http://facebook.com/indonesiapustaka
111
Cecil sepertinya benar-benar kesal padaku. Mau
bagaimana lagi? Ini memang kesalahanku.
Mengapa aku tidak ingin Isaac pergi?
Karena aku mencintainya.
Akhirnya aku menyadari perasaanku. Aku tidak ingin dia
jauh dariku. Aku ingin dia ada di sini. Air mataku mengalir
lembut. Aku tidak bisa membayangkan, hidupku tanpa Isaac.
Jauh dari Isaac. Sudah cukup dengan kepergian Laskar,
jangan Isaac juga Tuhan.....
Taksi rasanya berjalan dengan begitu lambat. Lampu lalu
lintas menyala merah terasa lama sekali. Aku bahkan baru
menyadari ternyata rumah Isaac sejauh ini! Ingin rasanya
aku mendorong pak supir ke samping dan menggantikannya
menyetir taksi. Atau lebih baik aku melompat saja dari taksi
dan berlari ke jalan. Mungkin itu bisa lebih cepat. Ketika
taksi sudah berhenti di muka rumah Isaac, aku sangat
bahagia. Namun, perasaanku juga semakin tak karuan.
Sampai-sampai aku hampir lupa membayar taksi.
Aku memandangi rumah Isaac yang begitu megah di
hadapanku dengan napas tersengal-sengal. Aku berharap,
Isaac ada di dalam rumah itu. Anjing-anjing Isaac mulai
menggonggong. Mereka dengan mudah tahu saat ada orang
yang datang ke rumah tuannya. Belum sempat aku bertemu
http://facebook.com/indonesiapustaka
112
harus aku katakan?
“Laura!” pria yang duduk di kursi belakang keluar dari
mobil. Ia menghampiriku. Isaac??
Aku langsung memeluk Isaac penuh haru. “Jangan pergi!
Jangan pergi! Kenapa kamu nggak beritahu aku sama sekali?!
Kamu kejam! Kamu tau Isaac! Aku sayang kamu… Aku
nggak ingin kamu pergi….”
Isaac ternganga dan bingung. Sejuta ekspresi tergambar
di wajahnya yang tampan. Ia membiarkanku terus
memeluknya. “Lho… Lho… Lho… Ada apa ini? Siapa yang
pergi? Ke mana? Justru aku yang tanya, ngapain kamu ke
sini. Tumben?” Isaac menatapku lekat-lekat. Aku tahu dari
sorot matanya memancarkan sejuta kegembiraan.
“Amrik….? Katanya kamu mau kembali ke Amrik….?”
ujarku parau. Aku masih tidak bisa menahan air mataku.
“Kata siapa?” sahut Isaac santai. Ia mengusap air mataku
dengan lembut. “Papa mama yang hari ini berangkat ke
Amrik. Aku barusan mengantar ke bandara…”
GONG! Aku terbengong. Jadi… Salah paham…? Tiba-
tiba aku merasa sangat malu sekali. Aku yakin wajahku
seperti kepiting rebus saat ini. Apa yang sudah aku lakukan?
Apa yang sudah aku katakan? Isaac pasti mengira aku sudah
sinting.
http://facebook.com/indonesiapustaka
113
Aku menghela napas panjang dan berbalik. Aku pulang
saja.
“Heit, mau ke mana?” Isaac meraih pergelangan
tanganku dengan cepat, memaksaku untuk memutar tubuh.
“Sudah sampai ke sini, ayo masuk!”
Aku ragu sesaat. Apakah boleh? Setelah putusnya
Isaac dengan Rika? Bahkan orang tua Isaac belum pernah
melihatku saja, image-ku sudah jelek.
“Nggak ada orang kok,” ujar Isaac seolah bisa membaca
pikiranku. Iya ya, Richard sudah kembali ke Rusia. Orang
tua Isaac baru saja ke Amrik… So?
Isaac tidak menunggu jawabanku lagi dan menggandengku
masuk. Tanganku mulai terasa hangat dalam genggaman
Isaac. Hatiku berbunga dan berdebar-debar. Aku senang
Isaac tidak pergi. Ini gara-gara Cecil….
“Kenapa ponselmu tidak aktif?” tanyaku.
“Low-batt. Belum aku charge…. Kamu kirim banyak sms
ya?”
Isaac selalu tepat. Aku tidak menjawab. Toh dari
senyumnya, aku tahu dia merasa menang.
“Kamu mau makan seadanya atau mau memasak?” Isaac
menawarkan saat kami menuju ruang makan.
http://facebook.com/indonesiapustaka
114
kalau Isaac sudah terbiasa hidup sendiri. “Kamu paling yang
nggak bisa masak.”
“Enak aja. Aku sering masak ya di rumah sejak mama
meninggal.”
“Oya? IÊm sorry ya.”
“Nope. Jadi ceritanya kita sama-sama jago masak dong?
Mau masak apa kita ini?”
“Yang mudah saja. Yang aku sangat jago bikin waktu
di Amrik. Sudah kamu duduk saja sana.” Isaac mendorong
tubuhku.
“Masak apa?”
“Spaghetti.”
“Ha… ha. Itu mah aku juga bisa.”
“Sudah diam saja kamu.”
Aku pun diam dan tidak berkata lagi. Senang rasanya
sedekat ini dengan Isaac.
Isaac membuat spaghetti yang sangat enak dan banyak.
Kami berdua sampai kekenyangan menghabiskannya.
“Dear, aku bisa dengar sekali lagi nggak?” Isaac
memajukan tubuhnya. “Kata-kata tadi, waktu kamu nangis-
nangis… Huhuhu… Aku sayang kamu….”
http://facebook.com/indonesiapustaka
115
“Oh, gitu… Ya sudah kamu lebih senang aku juga ke
Amrik ya, menyusul orang tuaku….”
“Hei…”
Isaac tersenyum lebar.
Kami menghabiskan waktu dengan menonton film
drama sambil menyantap camilan dan soda. Perasaan kami
terhanyut dalam film itu.
“Boleh aku bertanya sesuatu?” ujar Isaac.
“Ya?”
“Apakah kamu… Sudah mulai melupakan Laskar?”
Pertanyaan macam apa ini? Mataku membeliak lebar lalu
kutautkan kedua alisku.
“Apa aku sudah gila? Atau kamu yang sudah gila?”
“Sorry… Bukan maksudku… I think…. Kepergian Laskar
tidak harus merenggut kebahagiaanmu, La….”
“Apa maksudmu?”
“Ya, karena Laskar, kamu tidak pernah mencintai orang
lain. Padahal, banyak pria yang bisa membahagiakanmu!
Kamu melupakan bahwa dirimu juga berharga dan pantas
dicintai…”
http://facebook.com/indonesiapustaka
116
“Kamu tidak tahu bagaimana rasanya kehilangan
seseorang yang sangat kita cintai. Hidup tanpa dia selama-
lamanya…”
“Aku kehilangan Kayla,” ujar Isaac datar. Ia sama sekali
tidak marah.
Ya, aku lupa. Isaac kehilangan Kayla. Ada apa dengan
diriku? Mungkin aku merasa bahwa akulah satu-satunya
orang yang paling menderita di dunia ini…
“Dear, izinkan aku mengatakannya sekali lagi… Pejamkan
matamu.”
Aku menatap Isaac bingung. Tapi ia mengisyaratkanku
untuk memejamkan mata. Aku pun mematuhinya.
“Sekali lagi, dear… Aku ingin… Menjadi kekasihmu….
Maukah kamu menerima cintaku? Dengar, aku tidak
sesempurna Laskar. Tidak ada seorang pun yang hendak
menggantikan posisi Laskar. Aku tahu, selamanya dia special
di hatimu. Tapi bolehkah aku sebagai aku, menjadi seseorang
yang akan mendampingimu seumur hidupmu?”
Air mataku mengalir lembut. Aku tersenyum. Entah
mengapa, aku sangat senang. Aku yakin, Laskar juga tidak
keberatan kalau aku bersama Isaac.
“Saat kamu membuka matamu, kalau kamu menerima
http://facebook.com/indonesiapustaka
117
ragu-ragu lagi, aku langsung meraih kotak itu. Di dalamnya
ada sebuah cincin emas berbentuk hati dengan permata di
tengahnya. Sangat indah.
“Sini aku pakaikan,” ujar Isaac. Ia mengambil cincin itu
dan memakaikannya ke jari manisku. Aku sangat terharu.
Aku peluk Isaac dengan erat.
“Isaac aku berharap… Kita nggak akan berpisah… Aku
mohon… Aku nggak ingin… Sendiri lagi…”
“Aku janji,” ucap Isaac sungguh-sungguh.
Waktu seolah berhenti. Kami menikmati saat-saat ini.
Aku meletakkan kepalaku di pangkuan Isaac. Aku tidak
sedang menonton film. Aku sibuk dengan pemikiranku
sendiri. Isaac bercerita bahwa setelah aku menolaknya
dulu, ia memang sengaja tidak menemuiku beberapa hari
hanya agar membuatku merasa rindu padanya. Ia tahu itu
cara yang ampuh untuk mengetes perasaan seseorang. Lalu
saat ia minta ditemani memilih kemeja, sebenarnya ia tidak
sedang membutuhkan kemeja baru. Ia hanya mencari-cari
alasan agar bisa pergi tanpa terkesan gampangan. Isaac pun
mengaku dia sebenarnya tidak ribet saat membeli barang.
Dia sengaja berlama-lama di butik waktu itu agar bisa lebih
lama bersamaku dan memang ingin sedikit mengerjaiku.
Ckckck… Dasar… Memang Isaac pria yang penuh dengan
http://facebook.com/indonesiapustaka
119
http://facebook.com/indonesiapustaka
120
DUA BELAS
122
“Maaf, membuat Kak Laura menunggu,” ujar Rika sopan
dan halus seperti biasa.
“Baru saja kok,” ujarku cepat.
Rika menghela napas dalam-dalam. Aku menerka-nerka
apa yang hendak dia katakan.
“Bagaimana kabarmu?” tanyanya.
“Baik. Kamu apa kabar?” tanyaku seramah mungkin.
Rika menatapku sebal. Aku menatap Rika begitu cantik.
Berbagai perhiasan mahal menghiasi telinga, leher hingga
jari tangannya. Meski dalam wajahnya tergambar kemarahan
dan kesedihan, tapi Rika tetap cantik. Pastilah ini soal Isaac.
Aku tahu itu. Apakah dia tahu aku dan Isaac berpacaran?
Dari mana dia tahu? Oh, Rika... Andai kamu memiliki hati
yang lapang tentu wajahmu akan semakin cantik. Dan tidak
sulit bagimu untuk menemukan pengganti Isaac. Tapi...
Apakah ini adil? Isaac memutuskan Rika gara-gara aku....
“Dasar pelacur,” Rika mengataiku. Kata-katanya
menusuk tepat di hatiku. Tidak percaya, gadis semanis Rika
bisa mengatakan hal semacam itu.
“Apa?” ujarku, bukan tidak dengar tapi karena aku
sungguh-sungguh terkejut dengan perkataan Rika. Tidak
seorang wanita pun ingin dikatai seperti itu.
http://facebook.com/indonesiapustaka
123
“Kamu salah paham,” ujarku dengan suara bergetar.
Kenapa ini jadi salahku? Apa yang aku lakukan? Aku bahkan
tidak pernah berharap Isaac mencintaiku. Aku tidak pernah
menggodanya. Aku tahu Rika mencintai Isaac. Aku tahu
mereka berpacaran. Jika memang hanya ada Laskar yang
bisa mencintaiku, bahkan ketika itu berarti aku tidak akan
dicintai lagi oleh pria lain. Aku terima.
“Kenapa kamu merebut Isaac dariku?” Air mata Rika
mulai berjatuhan. Aku tidak tahan dengan hal ini.
“Aku tidak pernah merebut Isaac darimu,” ujarku tak
kalah histeris. Ini mulai menyakitkan. Aku bahkan tidak
peduli lagi dengan tatapan orang-orang di sekitar kami.
“Kalau begitu, kenapa kamu jadian dengannya? Isaac
itu pacarku! Aku mencintainya. Dia mutusin aku gara-gara
kamu....”
Aku tahu.
“Apa kamu mencintai Isaac?” tanya Rika lambat.
Aku diam tapi aku merasakan pelupuk mataku basah.
“Jawab aku, Kak! Apa kamu mencintai Isaac? Jika tidak
tolong putuskan dia...” Kali ini Rika memohon.
“Ya. Aku mencintai Isaac dengan segenap hatiku.
Aku tidak ingin kehilangan dia. Maafkan aku Rika....” Aku
http://facebook.com/indonesiapustaka
tertunduk.
“Tapi ini tidak adil... Bisakah kakak bayangkan? Orang
yang kita cintai, direbut dari sisi kita?” Rika mengepalkan
kedua tangannya di atas meja. “Ini sebuah pengkhianatan.
124
Sakit… Sakit sekali, Kak…” Air mata Rika terus berjatuhan
dari wajahnya yang cantik.
“Mengapa Isaac lebih memilih kamu daripada aku? Aku
tidak bisa terima ini… Kenapa? Dia bilang dia tidak pernah
mencintaiku… Itu bohong! Dia bilang hanya menganggapku
sebagai adik….”
“Rika aku mohon…” Aku menyentuh tangan Rika yang
langsung dikibaskannya. “Jangan seperti ini… “ Lama-lama
ini membuatku sakit.
“Putuskan Isaac… Aku tidak bisa hidup tanpanya…”
“Cukup….,” ucapku dengan suara bergetar. Aku bangkit
dari kursiku. “Cukup dengan semua ini Rika.”
“Tidak!” Rika pun bangkit dari kursinya. Matanya
memancarkan kebencian yang sangat dalam. “Selama Isaac
belum kembali menjadi milikku kembali, aku akan melakukan
segala cara!”
“Dewasalah Rika! Apa kamu sudah gila? Jadi ini semua
salahku? Jadi menurutmu ini suatu kesalahan besar jika aku
dicintai Isaac?!”
“Jangan bersikap egois! Kamu bukan siapa-siapa! Isaac
tidak mungkin tertarik padamu! Jika dia menemukan wanita
lain yang lebih baik, dia pasti meninggalkanmu juga! Jangan
http://facebook.com/indonesiapustaka
125
Aku benar-benar malu. Kami berhasil membuat
keributan di tempat umum. Sesudahnya, aku pun segera
pergi sebelum manajer café sempat mengusir.
***
Kejadian malam itu, aku sembunyikan rapat-rapat dari
Isaac. Aku tidak ingin ia tahu. Namun, aku jadi benar-benar
memikirkan hal ini. Benarkah aku salah? Benarkah aku
kejam telah menerima cinta Isaac sementara ada gadis lain
yang juga mencintainya dan kini patah hati?
“Tentu saja itu hal yang menyakitkan,” komentar
Catrine cuek saat aku curhat di kamarnya. Catrine sibuk
membolak-balik majalah fashion. Memikirkan gaun apa yang
ingin dibelinya saat gajian nanti.
“Maksud kakak?” aku memeluk kedua lututku erat.
Catrine menatapku sekilas.
“Laura, kamu ini pura-pura lugu atau bagaimana sih?
Bayangkan dirimu menjadi Rika. Hidupmu bahagia dan
baik-baik saja. Kamu memiliki segalanya. Pacar yang sangat
tampan dan sebentar lagi akan menjadi tunanganmu. Namun
tiba-tiba dia menyatakan ingin putus dengan alasan tidak
pernah mencintaimu. Belum sembuh rasa sakitmu, tiba-
tiba kamu mendengar kabar mantan pacarmu itu sekarang
jadian dengan cewek lain? Betapa pahitnya hati Rika.”
http://facebook.com/indonesiapustaka
126
“Bisa dibilang, Isaac pun mungkin bukan cowok baik-
baik. Bisa saja dia meninggalkanmu begitu saja, seperti yang
dilakukannya pada Rika.”
Aku membelalakkan mata lebar-lebar. “Tidak. Isaac
mencintaiku. Aku percaya itu. Berbeda dengan Rika. Itulah
yang aku yakini mengapa aku menerima cinta Isaac.”
“Oke. Kalo kamu sudah yakin begitu, kenapa kamu
masih minta pendapat kakak? Kamu merasa jadi orang yang
kejam? Melukai hati Rika?”
Aku semakin erat memeluk kedua lututku. “Aku ingin
Rika pun bisa bahagia.”
“Kalau kamu percaya Isaac, percayalah dengan segenap
hatimu.”
Ponselku tiba-tiba bergetar. Ada sebuah pesan singkat
dari Isaac yang langsung membuatku tersenyum.
I miss you so muuuuuch……. ^^
Malam ini, Isaac ada perjalanan bisnis bersama orang
tuanya di luar kota. Aku kurang paham. Sepertinya acara
yang begitu penting, sampai-sampai orang tua Isaac rela
terbang dari Amrik demi pertemuan ini.
Belum sempat aku membalas smsnya, Isaac sudah
meneleponku. Aku bergegas keluar dari kamar Catrine dan
http://facebook.com/indonesiapustaka
127
„Deaaaaar⁄⁄⁄⁄!! Hari yang menyebalkan!” gerutu
Isaac.
“Wow, wow! Ada apa?” tanyaku penasaran.
“Kamu tau? Pertemuan penting apa yang dimaksudkan
orang tuaku malam ini?‰ tantang Isaac.
“Apa?”
“Perjodohan!”
“WHAT?!”
“YA! Ini gila! Aku pulang malam ini! Sendiri!”
“Tunggu, tunggu…. Sekarang kamu ada di mana?” Entah
kenapa aku jadi ikut panik.
„Aku perjalanan pulang bersama supir. Kamu tau? Aku
paling tidak suka dengan acara perjodohan! Papa mama sudah
gila! Mereka merahasiakan rencana ini dengan kedok bisnis
segala! Sejak aku putus dari Rika, mereka ingin aku cepat-
cepat menemukan pengganti yang baru.‰
Aku diam untuk beberapa saat. Mengabaikan semua
perasaanku. Aku ingin mencoba memahami jalan pikiran
orang tua Isaac. Mereka pasti memikirkan yang terbaik
untuk Isaac. Jangan-jangan kami yang egois?
“Lalu bagaimana?” tanyaku dengan lebih santai.
http://facebook.com/indonesiapustaka
129
http://facebook.com/indonesiapustaka
130
TIGA BELAS
132
“Dear, kita sudah membicarakan ini ratusan kali
semalam.”
“Apa jawabanmu masih sama?”
“Tentu saja. Kita akan lari bersama. Bahkan ketika
mencintaimu berarti aku harus meninggalkan semua yang
aku punya, I do.”
Isaac menatapku penuh arti. Aku merasakan hatinya
yang begitu hangat dan dalam mencintaiku. Aku senang dia
ada di dekatku. Aku senang dia mencintaiku.
“Jangan tinggalkan aku.”
„Trust me.‰
***
Tentu ini sangat mengejutkan orang tua Isaac. Tanpa
pemberitahuan sebelumnya, saat mereka ingin menikmati
makan malam bersama anak sulung kebanggaan mereka, tiba-
tiba Isaac mengikrarkan ingin memperkenalkan kekasihnya
yang baru. Aku merasa ingin pulang. Aku tahu, ini tidak akan
baik untuk mereka. Tapi aku tidak bisa mundur lagi. Isaac
menggenggam tanganku erat lalu menariknya.
“Pa, Ma... Kenalkan, ini Laura. Wanita yang aku cintai.”
Isaac menggenggam tanganku semakin erat. Aku dapat
merasakan tangannya sangat dingin. Aku mencoba untuk
http://facebook.com/indonesiapustaka
133
“Jadi ini wanita yang kamu ceritakan?” tanya Pak William
langsung. “Kekasihmu yang baru?” Pak Willliam nama ayah
Isaac. Beliau memandangiku dengan saksama.
“Iya, Pa. Wanita yang ingin aku nikahi,” ujar Isaac mantap.
Ibu William menarik napas dalam-dalam.
“Hallo...,” sapaku sambil mengulurkan tangan. Tapi
orang tua Isaac tidak menyambutnya sama sekali. Aku
menarik tanganku lagi.
“Oke, mari kita makan bersama,” ujar Bu William tanpa
menatapku. Apakah aku diterima? Tidak, ini belum apa-
apa. Dengan kikuk aku mengambil tempat setelah Isaac
mengisyaratkanku untuk duduk.
Kami makan dalam hening. Aku tidak tahu harus
bagaimana. Sungguh. Andai Isaac adalah orang biasa saja,
mungkin aku tidak akan sesulit ingin mengobrol dengan
orang tuanya.
“Apa pekerjaan orang tuamu?” tanya Pak William tanpa
menatapku. Beliau begitu sibuk makan atau mungkin lebih
tepatnya berkutat dengan makanannya. Apakah begitu sulit
untuk menatapku?
“Ehm...,” ucapku. Oke, orang tua Isaac berusaha
menginterogasiku. Mereka ingin tahu apakah aku anak
pengusaha atau bukan. Apakah aku bisa disejajarkan dengan
http://facebook.com/indonesiapustaka
134
“Papa Laura sudah pensiun. Mamanya sudah meninggal,”
jawab Isaac sambil menggenggam tanganku.
Orang tua Isaac saling berpandangan dengan aneh.
Tentu mereka tahu, bahwa aku bukan siapa-siapa. Bukan
seseorang yang memiliki kekuasaan di kota ini, atau di luar
negeri....
“Biarkan dia menjawab sendiri. Dia kan punya mulut,”
ujar Bu William sinis. Aku menarik napas. Ya, aku hendak
menjawab pertanyaan itu tadi, tapi Isaac mendahuluiku.
“Lalu, apa pekerjaanmu saat ini?” tanya Bu William.
“Saya baru saja selesai skripsi. Saya bekerja menjaga
toko roti,” jawabku sopan sambil menahan gejolak hati.
Kali ini, orang tua Isaac bertatapan dengan mata yang
lebih membulat. Penjaga toko?? What?? Putraku akan menikahi
seorang penjaga toko?? Mungkin begitu pikir mereka.
Tiba-tiba Pak William meletakkan sendok garpunya,
mengelap mulutnya dengan serbet dan menatapku.
“Miss Laura,” panggilnya dengan suara berat dan parau.
Rasanya jantungku berhenti berdetak. Begitu pun Isaac.
Aku tahu itu.
“Menjadi bagian dari keluarga besar Pratama Mulia,
bukanlah perkara biasa.”
http://facebook.com/indonesiapustaka
135
“Anda tahu, berapa banyak bisnis usaha yang kami kelola?
Anda tahu, bagaimana sibuknya Isaac? Betapa banyak wanita
luar biasa yang mengaguminya di luar sana. Begitu banyak
yang harus dikerjakan oleh Isaac, bahkan terkadang ia tidak
memiliki waktu untuk dirinya sendiri. Apakah Anda paham
itu? Isaac bukanlah orang biasa.”
“Laura bisa mengatasi hal itu,” ujar Isaac berusaha
membelaku.
“Diamlah. Aku bicara dengan Laura,” sergah Pak
William. “Mungkin saat ini Anda hanya melihat gemerlap.
Anda hanya melihat luarnya saja. Hal-hal indah. Tapi nanti
saat Anda benar-benar menjadi istri dari Isaac, Anda akan
menyadari, betapa beratnya hidup bersama Isaac. Sejak
dulu, kami sangat memperhatikan pergaulan putra-putri
kami. Kami tidak bisa mengizinkan mereka menikah dengan
sembarang orang. Bukan maksud kami, ingin membatasi
pergaulan dengan orang biasa, tapi ini semua demi kebaikan
anak-anak kami. Juga orang-orang seperti Anda. Untuk itu,
calon istri Isaac kelak, haruslah wanita berada. Setidaknya,
dia bisa membawa diri. Bisa men-support Isaac, bisa ikut
mengelola perusahaan.... Saya tidak ingin Isaac menikah
dengan wanita yang hanya bisa berpangku tangan.”
Perkataan Pak William benar-benar menusuk hatiku.
Apakah beliau hendak mengatakan bahwa aku tidak pantas
http://facebook.com/indonesiapustaka
136
batik saja aku sudah merasa capek. Itu baru satu hari, sedikit
dari apa yang dilakukannya. Padahal aku tahu terkadang
Isaac bekerja sampai jauh malam. Ya, mungkin aku memang
tidak pantas mendampingi Isaac. Ini hanya mimpi-mimpiku
saja. Apa orang tua Isaac berpikir aku hanya menginginkan
kekayaan Isaac? Sakit sekali. Seandainya Isaac hanyalah
seorang gelandangan, aku akan tetap jatuh cinta padanya.
Andai dia bukan siapa-siapa....
“Laura wanita yang tegar. Dia bisa menghadapi itu
semua,” Isaac kembali angkat bicara. Aku tahu, dalam nada
bicaranya Isaac sangat menaruh harap padaku. Pastinya dia
berharap aku mau bekerja sama dengannya. Menjadi wanita
seperti yang diinginkan orang tua Isaac. Isaac menatapku.
Kenapa aku tidak bisa berkata-kata.
“Saya... Terima kasih untuk perhatian Bapak,” aku
mencoba bicara. Aku tidak boleh hanya diam. Bisa-bisa
orang tua Isaac menilaiku semakin buruk. Aku lalu bangkit
berdiri. Isaac menatapku panik. Mungkin dia khawatir kalau-
kalau aku melakukan sesuatu yang buruk. Tenang saja, aku
tidak gila Isaac.
“Saya mengerti, konsekuensi menjadi pendamping Isaac.
Saya memang bukan berasal dari keluarga kaya raya, tetapi
saya tidak serendah pandangan Bapak. Saya tidak mencintai
Isaac karena harta. Anda salah besar kalau memandang
http://facebook.com/indonesiapustaka
138
EMPAT BELAS
140
tentu saja mengetahui dengan siapa Isaac pergi. Ini adalah
masalah. Sebenarnya mereka tidak tahu dan Isaac biasa
pergi sendiri, hanya saja, entah mengapa, tiba-tiba Isaac
memberitahu orang tuanya bahwa ia bersamaku di Aussie.
Entah apa yang dia pikirkan.
Di pesawat, aku benar-benar lelah. Tapi tidak bisa
kupungkiri aku juga sangat bahagia. Aku benar-benar
beruntung. Aku menatap sekumpulan awan dari jendela
pesawat.
“Kamu senang?” Isaac berbicara sangat dekat di
wajahku. Aku mengangguk. Aku tahu, senyumku tidak bisa
berbohong.
“Ini adalah awan Laskar,” ucapku tanpa menatap Isaac.
“Hah??” Isaac agak terkaget.
“Awan kelinci adalah….”
“Haha dear….. Kamu sangat merindukan Laskar ya?” Isaac
mengacak-acak rambutku. “Kamu masih mencintainya?”
“Hah? Bukan apa-apa, Saac, kamu tau itu. Kamu
cemburu?”
“Selama di Aussie kamu selalu membicarakan dia,” ujar
Isaac sambil memasang headphone di kepalanya. “Kamu
tidak sadar ya?”
http://facebook.com/indonesiapustaka
141
Sungguhkah? Apa aku sudah sangat menyakiti Isaac?
Aku melihat Isaac mengangguk-anggukkan kepalanya
girang. Sepertinya dia tidak ingin diganggu dan mencoba
tidak peduli. Aku berharap, Isaac tidak sedang berusaha
mengenyahkan rasa kesalnya.
***
Malam Minggu, aku menemani Isaac membahas desain
café kopinya yang baru bersama Edo dan beberapa
anak buahnya. Aku tidak tahu banyak, tapi aku berusaha
memberikan pendapat saat diminta dan aku menyampaikan
apa yang ada dalam pikiranku. Kami berkumpul di salah satu
restoran cepat saji yang dikelola Isaac. Tempat yang penuh
kenangan. Tempat aku dan Isaac pertama kali bertemu.
Tempat ia sering memaki-makiku. Tempat aku bekerja dan
dipecat olehnya.
“Dan…,” Isaac menggambar di Ipad-nya, “aku ingin
nanti display-nya… Ouch!” erang Isaac tiba-tiba. Seorang
pemuda dan beberapa temannya dengan begitu sembrono
berjalan sempoyongan dan menumpahkan minuman soda
di tubuh Isaac.
“Kamu nggak pa-pa, sayang?” Aku mengeluarkan tisu
dari dalam tasku dan hendak membersihkan kemeja Isaac
yang basah. Tapi Isaac menepisnya. Ia bangkit berdiri dan
http://facebook.com/indonesiapustaka
142
Pemuda itu menghampiri Isaac. Menurutku mereka
mabuk.
“Masalah buat loe?” ujar pemuda itu.
“Jaga kalo bicara! Kamu tau saya siapa, ha?!”
“Sudah Isaac…,” aku berusaha menenangkannya, tapi
Isaac tidak menggubrisku. Sementara Edo, hanya menonton
sambil menyilangkan kaki. Ia mengangkat bahu saat aku
menatapnya. Sepertinya ia sudah terbiasa dengan sikap
teman masa kecilnya ini dan memilih untuk diam. Hah! Apa
ini penyelesaiannya?
“Gue nggak peduli!” bantah pemuda itu. “Mau presiden,
pejabat, wali kota… Kenapa…. Loe yang punya restoran
ini? Hah, gue kagak takut!”
Aku semakin yakin cowok itu benar-benar sedang
mabuk. Sebelum keadaan bertambah parah, seorang
satpam bergegas membawa keluar pemuda beserta teman-
temannya. Untung sekali. Aku yakin, jika terus dibiarkan,
Isaac akan meremukkan tengkorak pemuda itu. Isaac
kembali duduk dengan perasaan jengkel.
“Sudah, tenang,” aku menyeka keringat Isaac. “Kamu
harus lebih sabar. Jangan seperti ini. Kamu tau? Kalau ada
Laskar… dia…”
http://facebook.com/indonesiapustaka
143
“Berhentilah bicara soal Laskar! Aku muak!” Napas
Isaac naik turun. Dia benar-benar marah. “Dan aku bukan
Laskar, harap kamu ingat baik-baik.”
Dingin. Sangat dingin. Belum pernah Isaac seperti ini.
Aku pun, juga sudah tidak tahan dengan semua ini. Aku
melipat tangan di depan dada. Aku tidak lagi bersuara.
Aku terlalu takut. Hatiku menggigil. Isaac orang yang aku
cintai. Aku tidak ingin dia membenciku. Aku tidak ingin dia
semarah ini padaku.
Isaac mencoba kembali pada meeting-nya.
Perjalanan pulang yang terasa begitu panjang. Kami tidak
mengobrol sama sekali. Hatiku terasa pahit. Teganya Isaac
padaku. Padahal masalah kami sudah begitu berat dengan
tidak adanya restu dari orang tua Isaac, mengapa pula kami
harus ribut-ribut tentang hal yang tidak penting? Mengapa
Isaac begitu kekanak-kanakan?
“Kamu marah?” tanya Isaac sambil menyetir dan
mengusap rambutku. Aku tidak menjawab.
“Sorry…,” lanjutnya. Aku tahu dia tulus. Tapi aku masih
saja sedih.
“Aku tidak pernah bilang kamu itu adalah Laskar,”
ujarku lirih.
http://facebook.com/indonesiapustaka
144
Tiba-tiba Isaac mendaratkan sebuah kecupan manis di
keningku. Apa lagi? ☺
***
Malam ini, Isaac mengajakku menghadiri gala dinner
anniversary toko emas orang tua Rika. Aku sudah
menolak berkali-kali. Aku tidak mau datang, tapi Isaac
terus memaksaku. Bahkan ia menjemput hingga masuk ke
kamarku. Alasan Isaac sederhana saja, ia ingin mengenalkanku
di hadapan publik. Sementara alasanku tidak ingin datang?
Tentu saja, aku tidak bisa menghadapi Rika. Bagaimana bisa?
Setelah perjumpaan terakhir kami? Walaupun tingkah Rika
sangat konyol, aku juga tidak akan tega menyakitinya dengan
memperlihatkan kehadiran kami berdua. Belum lagi aku
harus berhadapan dengan Ibu William. Aku tidak sanggup.
Kenapa nyaliku begitu ciut? Kebetulan Pak William masih
di Amrik dan yang bisa hadir hanya Ibu William dan Isaac.
Kabar terakhir yang kudengar dari Isaac, orang tua Isaac
memaksa-maksa Isaac supaya mau meneruskan kuliah S2 di
Paris. Aku tahu itu hanya akal-akalan orang tua Isaac untuk
mendekatkan Isaac kembali dengan Rika. Bukankah Rika
akan melanjutkan kuliah di Paris? Untungnya, Isaac tidak
terpengaruh. Dia memang berencana meneruskan kuliah
S2, tapi tidak untuk saat ini dan tidak di Paris. Setidaknya
sampai bisnis batik dan café kopinya bisa ia lepas. Karena
http://facebook.com/indonesiapustaka
145
“Ayo kita berangkat,” ujarku dengan nada lemah. Aku
sudah capek berdebat dengan Isaac. Aku keluar dengan
mengenakan pakaian seadanya, rok jeans selutut dipadukan
dengan you can see polkadot serta bolero. Isaac sendiri
mengenakan jas abu-abu yang sangat licin. Ia menatapku
dengan terbelalak. Sepertinya dia melihat sesuatu yang
sangat salah dalam diriku.
“Kenapa kamu sangat berantakan?” sentak Isaac sambil
mengacak rambutku. “Kamu ini… Pakaianmu juga sangat
sederhana! Kita tidak sedang hendak ke gereja! Sudah
bosan jadi pacarku, ya?!”
Benar-benar menyebalkan. Isaac menarikku masuk ke
dalam mobil.
“Kita tidak punya banyak waktu!” gerutu Isaac. Aku
tahu apa akan dilakukannya.
Benar saja. Kami mampir ke butik yang menjadi
langganan Isaac. Seorang pelayan langsung menghampirinya.
Isaac berjalan cepat, menunjuk salah satu gaun, memintaku
mencobanya dan…
“Perfect!” serunya. “Saya ambil yang ini.”
Sebuah gaun berwarna hitam selutut dari bahan satin
dengan lengan tiga per empat. Ada hiasan pita kecil melingkar
berwarna putih di bawah dada. Kami mampir ke toko
http://facebook.com/indonesiapustaka
149
normal dan baik-baik saja? Aku sudah sangat lelah! Isaac
ngebut sepanjang jalan. Ponsel Isaac terus-terusan berbunyi
di dashbor dari Ibu William, tapi Isaac mengacuhkannya.
“Kamu kenapa sih?!” tanyaku jengkel. Aku tidak suka
suasana seperti ini. Aku lebih suka Isaac marah-marah
kepadaku dari pada dia hanya diam! Ini membingungkan.
“Dasar tolol! Kamu tidak cemburu sama sekali ya
kekasihmu direbut wanita lain?! Dicium di depan umum?!”
“APA?! Kenapa kamu tega bicara seperti itu?!” Tega
sekali Isaac. Dia tahu posisiku bagaimana.
“Posisiku sulit!”
“Aku juga!” balas Isaac. Dia benar-benar seperti orang
yang frustrasi. Ya, memang frustrasi.
“Aku pikir kamu bisa mengatasi Rika!”
Isaac diam beberapa saat.
“Sorry,” ujarnya akhirnya.
“Maaf, kalau mencintaiku, membuat hidupmu menjadi
lebih sulit…,” ujarku berlinang air mata.
“Kamu bicara apa?” Isaac menatapku sekilas. “Maaf,
kalau selama bersamaku, kamu belum pernah tersenyum
bahagia…”
http://facebook.com/indonesiapustaka
150
“Hah?!” Isaac hampir-hampir menabrak bak sampah
saat kami akhirnya tiba di muka rumahku. Kini kami bicara
berhadap-hadapan.
“Apa yang kamu pikirkan?!” sentak Isaac.
“Aku memikirkan yang terbaik untukmu! Untuk kita!”
“Oh ya? Lucu sekali. Sangat mudah bagiku untuk kembali
pada Rika. Lalu kamu? Mau terus hidup dalam bayang-
bayang Laskar selamanya, ha?! Laskar itu sudah tiada, La!
Dia sudah mati!”
PLAK! Aku menampar Isaac.
“Jaga mulutmu. Kamu tidak mengenal Laskar! Kamu
tidak pantas bicara seperti itu! Asal kamu tau saja! Laskar
berkali-kali jauh lebih baik dari pada kamu!”
Isaac memalingkan muka sambil tersenyum mencibir.
“Oh ya? Baik, fine. Aku mengerti.”
“Kamu orang yang menyedihkan.”
“Ya, asal kamu tahu juga, betapa menyedihkan hidupku
karena aku berusaha melewatinya setiap hari dengan
menunjukkan betapa aku mencintai seseorang, yang dia
sebenarnya sama sekali tidak mencintaiku. Aku terlalu
percaya, bahwa dia mencintaiku juga!” Mata Isaac mulai
http://facebook.com/indonesiapustaka
152
LIMA BELAS
Sudah dua hari, sejak malam itu, Isaac tidak ada kabarnya.
Apakah kami sudah putus? Aku mencoba menghubungi
Isaac berkali-kali tapi hasilnya nihil. Semua pesanku tidak
dibalas dan teleponku tidak diangkat. Begitu sulitnyakah
bagi Isaac untuk memaafkanku? Aku benar-benar kecewa.
Padahal, tidak hanya dia yang terluka. Aku juga terluka oleh
perkataannya.
“Kak! Kak!” Alyssa berlari-lari memasuki kamarku.
“Ada apa sih?” Aku berpaling dari buku bacaanku.
“Ada yang cari kakak tuh! Orang cakep! Mirip sama Kak
Isaac…”
Mataku langsung membulat lebar saat nama Isaac
disebut. Akhrinya muncul juga itu orang! Tunggu, tunggu….
Mirip Isaac? Satu-satunya orang yang mirip Isaac…
“O ya, thank you!” Aku mengacak rambut Alyssa dan
http://facebook.com/indonesiapustaka
berlari keluar.
Dugaanku benar. Richard dengan angkuhnya
menungguku di dalam mobil. Ada Edo juga di sana. Mau
apa dia kemari? Bukankah seharusnya dia sedang sibuk
dengan study-nya di Rusia. Jangan-jangan, Richard hendak
memintaku untuk putus dari Isaac.
“Apa kabar?” sapa Richard datar. “Ayo ikut.”
“Mau ke mana? Aku sibuk,” ujarku kesal.
“Penting. Lebih penting dari hidupmu.”
“Ke mana?” desakku. Bah, dasar menyebalkan. Richard
menarik napas.
“Menemui kakakku.”
“Memang di mana Isaac? Kenapa tidak dia kemari da…”
“Laura, Isaac dalam keadaan kritis! Dia kecelakaan,”
ujar Edo tandas.
Tidak. Aku merasa duniaku hancur. Bagaimana ini?
Tidak. Tuhan jangan ambil Isaac juga. Aku mencintainya…
***
“Mau apa dia kemari?!” Ibu William berteriak histeris
saat melihatku datang di rumah sakit.
“Ini semua gara-gara kamu!” sentak Rika pula. Wajah
mereka sembab oleh air mata.
Richard sudah menceritakan semuanya. Kecelakaan itu
terjadi, di malam setelah Isaac mengantarku pulang. Tidak…
http://facebook.com/indonesiapustaka
154
Edo menggiringku masuk sementara Richard menghalau
Rika dan mamanya.
Isaac terbaring kaku di atas ranjang. Masker oksigen
terpasang di hidungnya. Ia memejamkan matanya erat.
Isaac, bangunlah…. Aku hanya menggenggam tangan Isaac.
Aku ingin kamu merasakan hatiku. Perlahan jemari Isaac
bergerak. Namun hanya sesaat. Aku tidak yakin, apakah
Edo memperhatikannya. Air mataku turun perlahan. Tak
kusangka, dari mata Isaac juga mengalir setetes air mata.
Seolah-olah hati kami terhubung.
Aku ingin kamu…. Merasakan hatiku.
***
Esoknya, Richard memberi kabar bahwa Isaac telah
siuman. Betapa gembiranya aku. Aku tahu, Isaac pasti baik-
baik saja. Semua akan baik-baik saja. Terima kasih Tuhan,
Engkau mendengar doaku. Aku membeli mawar merah
terbaik sebanyak sepuluh tangkai dan diikat menjadi buket
bunga yang indah dengan pita berwarna putih. Aku berharap
Isaac akan menyukainya.
Richard menyambutku dengan wajah dingin seperti
biasa. Ia menaikkan kacamatanya saat melihatku datang.
Entah apa yang dia pikirkan.
“Apa kamu sudah siap?” tanya Richard. “Orang tuaku
http://facebook.com/indonesiapustaka
156
“Jangan sekarang,” ujar Richard lirih sambil meraih
pergelangan tanganku.
Di luar, napasku ngos-ngosan karena berusaha menahan
emosi. Di satu sisi, air mataku mengalir. Kenapa aku jadi
sering meneteskan air mata sejak mencintai Isaac? Richard
menatapku. Tatapannya teduh. Baru kali ini wajahnya bisa
sedikit lebih manusiawi.
“Ayo, kamu pasti lapar?” tanya Richard lembut. Sekilas
ia tampak sama dengan Isaac seutuhnya. “Di luar saja,
supaya bisa lebih nyaman.”
Ternyata aku salah. Richard bukannya tidak punya
perasaan. Dia juga lelah menghadapi semua ini. Mengurusi
keluarganya. Harus meninggalkan Rusia sejenak. Aku
melihat lingkaran hitam di bawah kedua matanya. Barangkali
dia tidak tidur beberapa malam.
“Kenapa dengan Isaac?” tanyaku saat kami sudah berada
di sebuah resto. Perasaanku masih sangat tak karuan.
“Laura, apa kamu… sungguh-sungguh mencintai Isaac?”
tanya Richard sambil menatap ke luar jendela.
“Kenapa? Aku… mencintainya…”
Richard tersenyum simpul lalu menatapku. “Kakakku,
divonis dokter, selamanya tidak akan bisa berjalan lagi.
http://facebook.com/indonesiapustaka
157
pun keadaannya, bukan menjadi hal yang buruk bagiku. Aku
tidak akan memandang Isaac berbeda, bagiku, dia tetap
sempurna. Bukan berarti juga aku tidak memahami perasaan
Isaac. Aku tahu, mungkin ini menjadi saat yang berat bagi
Isaac. Aku tahu, pasti Isaac merasa terpuruk saat ini. Justru
hal itulah yang akan membuatku sedih. Bukan karena dia
tidak bisa berjalan lagi tapi tentang bagaimana dia menyikapi
hal ini. Yang akan lebih membuatku menangis adalah ketika
dia bisa menghadapi hal ini dan menerimanya dengan baik
ketimbang dia meratapi nasibnya.
“Apakah Isaac masih mencintaiku? Dia membenciku…”
“Itu adalah tugasmu untuk merebut hatinya kembali…
Dia sakit hati karena kamu terus menyimpan Laskar dalam
hatimu….”
“Tapi bukan seperti yang dia bayangkan… Laskar
memang sudah tiada… Dia pernah menjadi orang yang
special dalam hidupku… Dan selamanya begitu… Tapi
yang kucintai… adalah Isaac. Mereka memiliki posisi yang
berbeda dalam hatiku…”
“Buktikan itu pada Isaac. Kamu tau? Rika sudah
meninggalkannya selamanya.”
Aku menautkan kedua alis. Richard menghela napas.
Kebiasaannya saat ingin menyampaikan sesuatu yang kurang
http://facebook.com/indonesiapustaka
***
Inilah kesempatanku. Sekarang atau tidak sama sekali.
Aku menjumpai Isaac di rumahnya dan berkali-kali aku
159
ditolak. Bahkan ketika Richard sendiri yang membawaku,
Isaac tetap tidak mau menemuiku. Begitu bencikah Isaac
padaku? Seringkali aku bahkan hanya mendapat tatapan
dari orang tua Isaac. Wajah mereka tampak letih. Aku tahu,
mereka menanggung beban mental yang berat. Mungkin
juga, mereka kewalahan mengurus Isaac. Richard bilang jiwa
Isaac masih belum pulih seperti yang dulu. Dia membutuhkan
banyak dukungan. Sulit baginya untuk menerima keadaannya
yang sekarang. Aku sedih membayangkan Isaac frustrasi
dengan hidupnya, dengan keadaan dirinya. Andai dia tahu,
betapa dia beruntung masih bisa hidup. Aku teringat
Laskar. Betapa dia tabah meski mengetahui hari-harinya
semakin singkat. Ah.... Lagi-lagi aku membandingkan Laskar
dengan Isaac... Ini bukan hal yang bijak. Aku harus mencoba
mengerti perasaan Isaac. Memahami kondisinya. Apalagi
dengan gelar sebagai putra mahkota. Aku tahu, dia pasti
memikirkan banyak hal.
Hari ini pun, aku hanya meninggalkan mawar
merah di depan pintu kamar Isaac. Setelah itu, Richard
mengantarkanku pulang.
“Kapan kamu kembali ke Rusia?” tanyaku memecah
kesunyian saat kami berjalan melewati taman yang luas.
“Segera. Setelah, keadaaan sedikit lebih baik,” jawab
Richard datar. “Entahlah.”
http://facebook.com/indonesiapustaka
160
langkah. Tampaknya ada sesuatu yang ingin dikatakan oleh
Ibu William.
Kami bicara di teras. Richard menemaniku. Aku hanya
menunduk dalam-dalam. Merasa seperti terdakwa. Walau
aku sendiri juga tidak tahu apa kesalahanku. Apalagi sekarang?
Sudah. Cukup. Semuanya tentang Isaac menyakitkan. Aku
sudah capek. Tapi aku masih belum mau menyerah.
“Kamu sudah tahu, bagaimana kondisi putraku sekarang
kan?” tanya Ibu William datar. Ciri khas yang juga dipunyai
Richard.
Aku mengangkat kepalaku sedikit dan mengangguk. Ibu
William menghela napas.
“Lalu? Apalagi yang kamu cari? Jangan memberi harapan
palsu pada Isaac! Toh pada akhirnya kamu juga akan
meninggalkan Isaac seperti wanita-wanita lain!”
“Terserah Anda mau bicara apa.” Aku benar-benar lelah.
Tuhan, tolong. Ini melebihi kekuatanku. “Saya mencintai
Isaac. Selamanya.”
Yang terjadi selanjutnya, di luar pemikiranku. Mungkin
kami sudah sama-sama merasa lelah yang amat sangat.
Kami mencintai Isaac. Ibu William menatap mataku. Ada
kekerasan hati, ada luka, ada keletihan. Matanya berkaca-
kaca dan detik selanjutnya ia menangis. Beliau menangis
http://facebook.com/indonesiapustaka
162
ENAM BELAS
165
kedekatannya dengan seorang wanita mana pun di depan
publik. Itulah mengapa, selama ini aku tidak pernah melihat
Elly bersama Edo di setiap acara. Tapi kini setelah mereka
resmi menjadi sepasang kekasih, Edo tidak lagi menutupi
hubungannya dengan Elly. Syukur. Aku bahagia untuk
mereka.
Aku menatap Isaac. Ia hanya diam. Isaac banyak diam.
Sedrastis itukah perubahannya? Raganya memang ada di
sini tapi entah hati dan jiwanya. Aku tidak yakin Isaac sadar
dengan apa yang tengah terjadi di sekelilingnya. Masih ada
satu adegan menarik lagi. Saat pasangan lain datang, Rika
dan seorang pria bule yang sangat tinggi. Oh my God! Aku
tidak percaya ini. Bagaimana mungkin? Baru saja beberapa
waktu lalu ia memohon-mohon supaya aku memutuskan
Isaac, sekarang dengan mudahnya ia menggandeng pria lain?
Aku menatap Isaac. Ia mencoba tak peduli, tapi aku tahu
dari matanya bahwa dia merasa sakit.
“Kalau saja aku sudah tidak punya nurani, akan aku
tonjok Rika sampai mati,” ujar Richard lirih di dekat
telingaku. Kali ini aku yang menghela napas panjang.
Usai makan, Isaac menuntun dirinya sendiri ke halaman.
Aku rasa, ini kesempatanku. Aku mengikuti Isaac. Ia tampak
tenang menikmati angin malam sembari memejamkan mata.
Aku mulai ragu untuk bicara tapi…
http://facebook.com/indonesiapustaka
sendiri!”
“Kalau kamu menyerah dengan dirimu sendiri! Gimana
orang lain bisa bertahan dengan kamu?!”
“Aku tahu saat ini kamu sedang berpikir, bahwa
167
Laskar lebih baik dari aku! Dia divonis mati tapi masih bisa
tersenyum! Sementara aku? Aku masih bisa hidup tapi tidak
mau bangkit lagi! Persetan dengan semua itu, La! Asal kamu
tau saja! Aku bahkan berpikir lebih baik aku mati daripada
hidup seperti ini! Apa kamu mengerti itu?! Lebih baik
aku yang menjadi Laskar dan divonis mati daripada harus
menjalani hidup seperti ini entah sampai kapan!”
“Cukup Isaac! Aku tidak mengenalmu!” Aku menutup
kedua telingaku. Perkataan Isaac sungguh sangat
menyakitkan. Aku benci Isaac yang seperti ini. Aku berharap
dan benar-benar ingin Isaac bisa menjalani hidupnya dengan
baik meski tidak sama seperti yang dulu.
“Memang kamu tidak pernah mengenalku!”
“Aku bukan mau ribut! Aku mau meluruskan semuanya!”
“Tidak ada yang perlu diluruskan!”
“Cukup Isaac! Biarkan aku bicara! Sebentar saja!”
Hening beberapa saat. Kami sama-sama ngos-ngosan.
Aku merindukan Isaac. Sungguh menyakitkan berada di
dekatnya tapi aku seperti tidak mengenalinya lagi.
Aku berjongkok di hadapan Isaac dan mencium
keningnya.
“Aku mencintaimu. Dan selamanya begitu. Laskar. Dia
http://facebook.com/indonesiapustaka
168
Karena aku mencintaimu. Aku ingin kamu tahu itu.”
Sudah selesai. Aku sudah menyelesaikan bagianku.
Isaac mematung. Matanya berkaca-kaca. Entah apa yang
dirasakannya saat ini.
“Mencintai seseorang itu... Berarti memercayainya
sepenuh hati...,” lanjutku. “Aku ingin, kamu pun juga
begitu… terhadapku…”
Dia tidak menjawab, tapi kulihat butir-butir air mata
menetes di pipinya.
Kutinggalkan Isaac dalam kesendiriannya. Richard
mengejarku, hendak mengantarku pulang. Aku bilang tidak
usah. Aku memilih berjalan sendiri lalu mencegat taksi.
Semoga di jalan, aku bisa melihat banyak bintang.
***
Ini mungkin mimpi. Apalagi, aku memang masih terpejam
di ranjang. Isaac mengirimiku sms. Dia bilang, dia ingin
bertemu denganku esok hari. Secercah senyum mengembang
di wajahku. Ada apa gerangan? Semenjak kecelakaan itu
Isaac sama sekali tidak pernah menghubungiku. Ada apa
sekarang? Aku benar-benar penasaran. Semoga saja ini
kabar baik. Tidak lupa aku memberitahu Richard. Richard
pun menyambut gembira kabar itu.
http://facebook.com/indonesiapustaka
170
cengar-cengir. Entah mengapa, wajahku bersemu merah.
Aku merasa malu.
“La, aku benci menjadi pecundang. Ayo kita mulai, dari
awal.”
Apakah ini mimpi, Tuhan? Apakah Engkau mengirimkan
Laskar untuk bicara pada Isaac semalam?
“Terima kasih, sudah mencintaiku dan tidak menyerah,”
ujar Isaac.
Aku tidak bisa berkata apa-apa. Aku hanya memeluknya.
http://facebook.com/indonesiapustaka
171
http://facebook.com/indonesiapustaka
172
EPILOG
175
http://facebook.com/indonesiapustaka
176
PROFIL PENULIS
178
http://facebook.com/indonesiapustaka