Anda di halaman 1dari 186

http://facebook.

com/indonesiapustaka
Dating A Perfect Guy
Looking for Laskar Cinta 2

Monica Petra
http://facebook.com/indonesiapustaka
Dating A Perfect Guy
Oleh: Monica Petra

Hak Cipta 2012 pada Penulis


Editor : Th. Arie Prabawati
Setting : Elisabeth Pipit
Desain Cover : dan_dut
Korektor : Susy Oktaviani

Diterbitkan oleh Sheila, sebuah imprint dari CV. ANDI OFFSET (Penerbit ANDI)
Jl. Beo 38-40, Telp. (0274) 561881 (Hunting), Fax. (0274) 588282 Yogyakarta 55281

Percetakan: ANDI OFFSET


Jl. Beo 38-40, Telp. (0274) 561881 (Hunting), Fax. (0274) 588282 Yogyakarta 55281

Hak Cipta dilindungi undang-undang.


Dilarang memperbanyak atau memindahkan sebagian atau seluruh isi buku ini dalam bentuk
apapun, baik secara elektronis maupun mekanis, termasuk memfotocopy, merekam atau
dengan sistem penyimpanan lainnya, tanpa izin tertulis dari Penulis

Perpustakaan Nasional: Katalog dalam Terbitan (KDT)


Petra, Monica
Dating A Perfect Guy / Monica Petra;
– Ed. I . – Yogyakarta: Sheila,
vi + 178 hlm.; 13 x 19 Cm.
ISBN: 978 – 979 – 29 – 3477 – 9
1. Fiksi
http://facebook.com/indonesiapustaka

Cetakan : 10 9 8 7 6 5 4 3 2 1
Tahun : 21 20 19 18 17 16 15 14 13 12
Thank you to Jesus Christ, my Everlasting Love.

The Biggest supporter that I have ever had.

Hopefully, this book could give you more inspiration.

The greatest love is beyond all the faults, beyond all the weaknesses..

I believe everyone deserves to love and to be loved.

You shouldn’t have a husband or wife to write a love story.

Love isn’t only about a man and a woman that in love and married,

Love is universal language.

When you were born, you know what is love.

Be blessed all !

So much love,

Monica Petra
http://facebook.com/indonesiapustaka
Every breath that I take,

I hope the air will whisper to you

that I love you...


http://facebook.com/indonesiapustaka
“Mencintai seseorang itu... Berarti memercayainya sepenuh
hati...”

Dia tidak menjawab, tapi kulihat butir-butir air mata menetes di


pipinya.
http://facebook.com/indonesiapustaka
http://facebook.com/indonesiapustaka

vi
SATU

“Bersenang-senang sebelum mulai skripsi!” ujar Cecil


sambil melahap pizza-nya rakus.
“Makannya pelan-pelan dong, Beb...,” ujar Jourdan
sambil mengelap saus di bibir Cecil.
Aku tersenyum saja, melihat Cecil akhirnya berhasil
juga bersanding dengan cowok idamannya, Jourdan—si
blasteran itu—walaupun sebenarnya menurutku Jourdan
bukan cowok yang terlalu baik untuk Cecil. Tapi toh
nyatanya Cecil senang-senang saja. Semoga mereka benar-
benar pasangan sejati dan Jourdan bisa tulus membahagiakan
Cecil.
Hari ini, aku dan teman-temanku—Elly, Tiara, Cecil,
Jourdan, Jessica dan pacarnya Andhika—menghabiskan
waktu bersama untuk makan. Bersenang-senang di
semester akhir kami. Kami tidak tahu kapan kebersamaan
seperti ini bisa terulang kembali karena kami memprediksi
http://facebook.com/indonesiapustaka

setelah mulai mengerjakan skripsi kemungkinan kami akan


terbenam dalam kesibukan masing-masing.
“Sebenarnya makanan ini sangat nggak sehat,” ujar Tiara
dengan kemayu, “tapi mau bagaimana lagi kalian maunya
makan junk food.” Tiara adalah seorang model, jadi mau
tidak mau dia harus selalu memperhatikan pola makannya.
“Whatever...,” ujar Jessica mengejek Tiara.
“Aku sudah nggak minat nih. Si hitam manis itu kayaknya
nggak kebagian shift hari ini. Ayo cabut,” ujar Tiara sambil
celingak-celinguk. Tiara naksir pada salah seorang pramusaji
di sini. Yah, menurutku sih hanya cinta sesaat yang tidak
akan membuatnya patah hati jika tidak bertemu.
“Tau kamu bakal ke sini, makanya nggak shift dia,” ejek
Jessica.
“Idih... Nggak mungkin banget....”
“Nggak terasa ya, kita semua sudah hampir lulus,”
ujarku sambil manggut-manggut.
“Ha… ha… jangan ngomongin itu sekaranglah,” ujar
Elly. Elly masih tetap gadis cantik yang dipuja banyak cowok,
tapi masih betah dengan status single-nya.
“Semoga kita bisa wisuda bareng ya,” tukas Cecil.
“Ha… ha… nggak mungkin. Kayaknya tetep aja bakal
ada yang tertinggal,” ujar Jessica sambil melirik Tiara.
“What? Apa liat-liat? Enak aja, enggak ya! Kita liat aja
nanti siapa yang tertinggal!” seru Tiara galak, merasa tidak
http://facebook.com/indonesiapustaka

terima dengan sikap Jessica.


“Aduh... Aduh... Kalian ini kayak anak kecil. Tau diri
dong. Harusnya kita ini berdoa bersama biar semua bisa
lulus,” Elly menengahi.

2
“Tauk ah. Mereka ini tinggalin aja, yuk,” Cecil bangkit
berdiri, mengomando kami untuk meninggalkan tempat itu.
Aku tidak berkata apa-apa, hanya tersenyum dan
mengikuti teman-temanku dari belakang. Mereka ribut dan
saling bercanda satu sama lain. Sesekali Cecil dan Jourdan
tampak begitu mesra. Aku menghela napas panjang. Terus
terang aku iri. Sudah setahun sejak kepergian Laskar untuk
selamanya dan aku masih merindukannya. Ah, andai Laskar
ada di sini tentu mampu membuat suasana menjadi lebih
hangat bagiku.
Aku teringat harus menyiapkan makan malam di rumah,
tepat saat ponselku bergetar-getar minta diangkat dari dalam
tas. Refleksku, tentu saja aku tergesa untuk mengangkatnya.
Sebuah sms dari Alyssa, adikku satu-satunya.
Kakak di mana?
Aku mencoba membalas sms Alyssa dengan cepat.
Sebentar lagi pulang. Sabar ya
Aku berjalan sambil terus mengetik sms di ponsel. Aku
sama sekali tidak memperhatikan sekelilingku. Bahkan aku
tidak tahu teman-teman sudah jauh berjalan di depanku.
Aku menekan tombol ‘sendÊ.
DUK!
http://facebook.com/indonesiapustaka

Tiba-tiba bahuku menabrak seseorang sangat keras di


pintu exit hingga ponsel di tanganku terjatuh.
“Hei!” seru orang yang kutabrak. Nada suaranya
terdengar sedikit kesal. Aku menoleh. Ada cowok tampan
3
berdiri di hadapanku. Ternyata ponselnya juga terjatuh.
Aku dan cowok itu buru-buru mengambil ponsel kami.
“Lihat-lihat kek kalo jalan!” tukas cowok itu galak—
pudar pendapatku kalau cowok itu tampan.
“Salah sendiri nggak liat jalan kan!” kataku tidak mau
kalah. Kupikir semuanya cukup berakhir dengan kata
‘maaf’, tanpa perlu ribut-ribut. Ternyata cowok itu justru
membentakku. Keterlaluan. Aku sudah siap jika cowok
itu mau mengajak berkelahi. Sayangnya, dugaanku keliru.
Cowok itu tidak berkata apa-apa lagi, hanya menatapku
tajam. Ia kembali berjalan untuk mencari tempat duduk
sementara Cecil yang tadinya sudah berjalan di depan,
menghampiriku dan menyeretku pergi.
“Belagu banget sih cowok tadi? Kamu lihat gayanya kan,
Cil?” aku terus mengomel.
“Iya iya, I know,” ujar Cecil tanpa simpati. “Tapi dia
lumayan tampan. Walau nggak setampan Jourdan.”
“Hah, selalu aja kalo soal cowok tampan kamu langsung
nyambung.”
“Ya.... Kali aja kamu berniat menjadikannya pengganti
Laskar,” ujar Cecil enteng. Aku berhenti melangkah.
Kusentakkan tangan Cecil. Itu lagi...
http://facebook.com/indonesiapustaka

Laskar adalah pria yang sangat aku cintai. Dia juga sangat
mencintaiku walau kami bukan sepasang kekasih. Tahun
lalu dia meninggal karena sakit kanker paru-paru. Laskar
orang yang sangat bersyukur atas hidupnya. Dia selalu ceria,
selalu tersenyum. Dia ada di saat aku susah. Laskar banyak
4
membantuku melewati masa sulit. Laskar itu cowok imut,
tidak terlalu tinggi, dan berkulit putih. Ia memiliki baby face
dan innocent.
“Cil, berapa kali aku bilang sih? Nggak akan ada yang
menggantikan posisi Laskar di hatiku,” ujarku lalu berjalan
mendahului Cecil ke mobil.
“Oke, oke,” Cecil mengejarku. “Tapi sampai kapan kamu
akan terus hidup dalam bayang-bayang Laskar?” ujar Cecil
saat kami sudah di mobil. Jourdan dan yang lain menatap
kami berdua. Topik ini lagi, begitulah pasti batin mereka.
“Aku nggak hidup dalam bayang-bayang Laskar. Aku
ikhlas dia pergi. Aku bahagia. Aku bisa mencintai orang
lain,” aku bersikeras.
“Kalo begitu, buktikan,” tantang Cecil. “Buktikan kamu
bisa mencintai orang lain.”
“Nggak sekarang, Cil! Nggak dalam waktu ini!” Aku
memalingkan muka sambil melipat kedua tangan di depan
dada. Suasana kaku di antara kami. Tiara dan yang lain
berusaha mencairkan suasana dengan topik pembicaraan
lain. Tapi aku sama sekali tidak ikut nimbrung.
http://facebook.com/indonesiapustaka

5
http://facebook.com/indonesiapustaka

6
DUA

Baru saja aku bisa membaringkan tubuhku sejenak,


tiba-tiba mejaku bergetar. Ponselku berbunyi, tapi aku tak
segera menyadari. Nada deringnya bukan nada deringku.
Ponsel itu menyanyikan lagu “Everyday I love you.‰ Aku
berjalan menghampiri mejaku. Kuangkat ponselku. Sebuah
nama ‘Rika’ tertera di layar monitor lengkap dengan foto
dirinya yang cantik. Wajahnya sangat imut-imut. Rika siapa
ya? Aku tidak merasa memiliki teman, saudara, kenalan
yang bernama Rika. Lagipula, kalau melihat dari fotonya,
Rika jauh lebih muda dariku. Siapa ya? Yang paling aneh,
nada dering ponselku kenapa bisa ganti sih?
“Hallo?” Aku menjawab panggilan itu, mengabaikan
semua kebingunganku untuk sejenak.
“Hallo...,” balas suara di seberang sana dengan lembut.
“Ini siapa ya?” tanyaku, ingin menuntaskan kebingunganku.
“Hah? Aku.... Rika. Ini siapa?” gadis di seberang sana
http://facebook.com/indonesiapustaka

balik bertanya dengan polos.


“Rika?” Aku masih mencoba berpikir. “Aku...” Tiba-tiba
aku teringat. Oh my God! Cowok di rumah makan tadi! Ya!
Jangan-jangan ponsel kami tertukar. Aku sama sekali tidak
menyadari kalau ponsel kami berdua memiliki seri yang
sama bahkan warna yang sama! Ponsel flip silver.
„E... Namaku Laura. Rika, kamu mencari siapa?” tanyaku
akhirnya berusaha mengurai benang ruwet ini.
“Oh, oke. Berarti Kak Isaac memang benar-benar
selingkuh ya?” nada suara Rika bergetar.
“Hei, tunggu.... Tunggu.... Bukan begitu, jangan salah
paham,” ujarku cepat. Aku tidak mengerti dengan semua ini.
Siapa Rika, siapa Isaac, siapa pemilik ponsel ini. “Dengarkan
dulu ya, bisa kamu sebutkan nomor hp yang kamu hubungi
ini? Sepertinya ada sedikit salah paham. Ya.”
“Maksudnya?”
“Ehm... Apa kamu menghubungi nomor...,” aku
menyebutkan nomor ponselku.
“Bukan. Ini hp-nya Kak Isaac. Nomornya...” Rika
menyebutkan sederetan panjang nomor ponsel.
“Oh, oke I see,” aku manggut-manggut. “Hm, jadi gini
ya Rika. Tadi aku dan Isaac bertabrakan. Kami nggak saling
kenal. Tapi ternyata hp kami sama dan tertukar. Aku nggak
menyadari. Sepertinya dia pun juga. Jadi aku bukan siapa-
siapanya Isaac. Hm, aku akan hubungi nomorku, lalu janjian
dengan Isaac untuk mengembalikan hp. Gitu ya. Kamu jangan
http://facebook.com/indonesiapustaka

khawatir ya. Isaac nggak selingkuh kok,” ujarku meyakinkan


dan sedikit sok tahu. Yah, walau aku sebenarnya tidak kaget
juga jika cowok seperti Isaac mungkin memang benar-benar
berselingkuh. Tapi yang jelas, bukan denganku.

8
“Aku nggak percaya. Itu hanya alasan,” jawaban Rika
sungguh membuatku tercengang dan di luar dugaan.
“Lho... Kenapa nggak percaya? Udah kamu ikut deh kami
janjian di mana. Oke? Nanti aku hubungi kamu lagi. Bye!”
Aku menutup pembicaraan. Ini sungguh gila. Ternyata
masih banyak pasangan di zaman sekarang yang ceweknya
suka cemburu buta. Aku memastikan bahwa ponsel ini
memang bukan milikku. Di bagian belakang ponselku,
aku menempel stiker “L&L”. Stiker itu tidak ada. Berarti
memang benar ponselku tertukar dengan cowok tadi.
Belum sempat aku menekan nomor ponselku, ponsel
yang ada di tanganku—kemungkinan besar milik cowok
bernama Isaac itu—kembali bergetar. Kali ini yang muncul
di layar monitor hanyalah sederetan angka-angka. Setelah
kuperhatikan, itu adalah nomor ponselku. Yes! Pemegang
ponselku menghubungiku.
“Hallo!” sapaku hampir tidak bisa menahan diri untuk
tidak berteriak. Sungguh jengkel hatiku mengingat perlakuan
cowok itu tadi.
“Hei!” cowok itu juga berteriak. “L-A-U-R-A. Kamu
ambil hp-ku, ya?!”
“Kamu juga ambil hp-ku! I-S-A-K.”
“Salah, I-S-A-A-C.”
http://facebook.com/indonesiapustaka

Memangnya aku peduli? Batinku dalam hati.


“Siapa yang sudah menghubungiku?” tanya Isaac ketus.
“Pacarmu! Rika! Siapa yang sudah hubungi aku?!”
9
“Bu-kan u-ru-san-ku. Kita ketemu di tempat tadi.
Sepuluh menit kutunggu!”
TUT… TUT… TUT…
“Hei!” Semena-mena sekali orang ini? Aku nggak
percaya! Perlu diberi pelajaran. Benar-benar belagu.
Lagaknya seperti anak bos! Jarak rumah dengan restoran
cepat saji tadi dua puluh menit dengan bus! Huh!
Selama aku di bus, Isaac terus-menerus meneleponku,
tapi aku me-reject-nya. Biarkan saja orang semacam itu.
Untungnya, aku cukup baik hati sehingga aku memberitahu
Rika di mana aku dan pacar bossy-nya akan bertemu. Rika
gadis yang sangat sopan. Dia mengucapkan terima kasih
dan aku rasa dia segera bergerak menuju tempat yang
kusebutkan.
***
Aku masuk ke restoran cepat saji dengan tergopoh-
gopoh. Aku tidak memedulikan penampilanku yang
berantakan. Anyway, kenapa aku tergesa-gesa ya? Biarkan
saja si bossy itu menunggu? Aku memperlambat langkahku.
Begitu memasuki cafe, aku menyapukan pandangan ke
sekeliling ruangan. Itu dia sosoknya. Figur dengan tubuh
atletis dan wajah tampan, tapi bertabiat buruk. Aku hampir
langsung melabrak Isaac, tapi kuurungkan saat kulihat Isaac
http://facebook.com/indonesiapustaka

bersama seorang gadis mungil. Sepertinya Rika. Lebih cantik


dari fotonya.

10
“Heh, kamu!” seru Isaac saat melihatku. Kurang ajar
sekali. Habis sudah kesabaranku. Aku berjalan cepat ke
arahnya.
“Nih!” Aku meletakkan dengan kasar ponsel Isaac ke
atas meja. “Mana sekarang hp-ku?!”
“Ckckck... Nggak sopan sekali. Kamu datang terlambat
tiga belas menit,” Isaac melihat jam digitalnya sambil melipat
tangan di depan dada. “Aku nunggu selama tiga belas menit
tahu.”
“Bu-kan u-rus-an-ku,” aku menirukan ucapan dan gaya
bicara Isaac di ponsel tadi.
“Sudah gitu kamu langsung mau minta balik hp-mu?
Ckckck... Benar-benar nggak sopan.”
“Kak Isaac jangan jahat begitu,” Rika menegur
kekasihnya. “Kak, maaf ya. Ini hp Kak Laura. Terima kasih
buat semuanya.” Rika menyerahkan kembali ponselku
dengan sopan.
Hanya dengan satu dua kalimat yang diucapkan Rika
mampu meluluhkan hatiku. Benar-benar pasangan yang
sangat bertolak belakang. Sejauh langit dari bumi. Satunya
sangat santun dan manis, sedang satunya justru sangat
kurang ajar dan semena-mena. Aku heran, mengapa Rika
bisa menyukai pria macam Isaac? Whatever.
http://facebook.com/indonesiapustaka

“ItÊs okay,” ucapku datar. Menguap begitu saja


kemarahanku. Aku yakin jika ada Laskar, dia juga tidak
akan menghabiskan waktunya berlama-lama untuk marah
pada seseorang. Aku menerima ponselku kembali dan ingin
11
segera kembali ke rumah. Benar-benar panas hari ini!
Aku sudah berbalik, tapi setelah kulihat ponselku
kembali ternyata ada sedikit goresan di bagian belakang
yang kutempel stiker “L&L”. Stiker itu pun ikut terkoyak.
Apa-apaan ini? Kenapa ponselku jadi tidak gres lagi? Aku
menghampiri Isaac dengan wajah marah.
“Aku nggak terima! Kenapa hp-ku jadi lecet begini?” Aku
meletakkan ponselku di meja di hadapan Isaac. Isaac sedang
sibuk mengutak-atik ponselnya yang lain. Ia memandang
sekilas pada ponselku lalu kembali sibuk dengan ponselnya.
“Hei!” Aku berseru semakin keras di dekat telinganya.
“Maumu apa sih? Jangan bikin ribut di sini,” ujar Isaac
tak sabar. Mengangkat wajahnya. Gurat-gurat ketegasan
tersirat di wajahnya yang tampak keras.
“Hpmu aku kembalikan dengan utuh! Tapi punyaku?!”
“Kamu ini caper sekali?” Isaac bangkit berdiri.
“Sudah, sudah,” Rika berusaha menenangkan Isaac.
“Coba lihat, memang hp Kak Laura ada lecetnya.”
“Kamu ingin aku berbuat apa?” nada bicara Isaac masih
melengking tinggi. “Oke, aku mengerti.” Isaac mengeluarkan
dompet dari saku celananya dan mengeluarkan beberapa
lembar uang seratus ribuan. Aku membelalakkan mata—
http://facebook.com/indonesiapustaka

bisa menebak jalan pikiran Isaac. Aku sungguh tidak


menyangka Isaac sama sekali tidak menangkap maksudku.
Pria ini benar-benar sangat sombong!
“Aku nggak butuh uangmu!” teriakku galak sebelum
12
Isaac sempat menyerahkan uangnya padaku, di muka umum.
Aku benar-benar marah. Cukup sudah untuk semuanya.
“Denger ya, kamu itu sudah sangat keterlaluan! Kamu
itu salah! Tapi nggak keluar kata ‘maaf’ satu kali pun!”
Aku meninggalkan tempat itu dengan langkah lebar dan
hati kesal. Aku tidak memedulikan pengunjung lain yang
berbisik-bisik. Aku tidak malu! Biar saja kalau Isaac malu.
Aku justru senang.
“Kak! Kakak tunggu!” Rika mengejarku pelan. Aku
memang tidak berlari, sekejap ia bisa menyamai langkahku.
“Maaf ya, sifat Kak Isaac emang menyebalkan. Ayo biar aku
antar pulang?” Rika menawarkan. Aku menggeleng, tidak.
Jika itu berarti aku harus satu mobil dengan Isaac.
“Sama supir kok,” ujar Rika lagi seolah bisa membaca isi
kepalaku. Aku tetap menggeleng sambil berusaha tersenyum
menyiratkan kata ‘terima kasih untuk tawarannya’.
http://facebook.com/indonesiapustaka

13
http://facebook.com/indonesiapustaka

14
TIGA

“Jadi...,” aku memutar-mutar ponsel di tanganku, lebih


tepatnya membalik-balik ponselku perlahan di udara,
memperhatikannya dari atas ke bawah. “Hanya orang gila
yang berniat menggantikan Laskar dengan pria macam
Isaac.” Aku menatap Cecil dengan tatapan usil.
“Oke, fakta bahwa ternyata Isaac sudah punya pacar
dan nggak sebaik Jourdan membuatmu harus berpikir
ulang tentang Isaac.” Cecil berkata sok diplomatis sambil
manggut-manggut. Bagiku ini tidak lucu lagi. Aku hanya
manyun. Bukankah aku sejak awal memang tidak menyukai
pria itu. Cecil lah yang bertingkah seolah-olah aku naksir
Isaac pada pandangan pertama. Kalau boleh kubilang, aku
tidak pernah berharap mendapatkan pacar ‘sebaik’ Jourdan.
Lagipula, aku yakin Jourdan juga akan berlaku kurang lebih
sama seperti Isaac jika berada dalam posisi Isaac. Tidak
minta maaf dan memberi uang. Hanya saja Jourdan mungkin
tidak membentak.
http://facebook.com/indonesiapustaka

“Kenapa kamu nggak beli hp baru aja sih?” komentar


Tiara. Kami sedang berkumpul di kantin dan membahas
proposal skripsi kami. Lebih tepatnya, tadinya aku dan Elly
janjian membahas proposal kami. Lalu datanglah Cecil dan
Tiara, ikut nimbrung bersama kami.
“Ganti BB kayak kami,” ujar Tiara mengompori.
Memang di antara teman-temanku, aku termasuk segelintir
yang tidak memakai blackberry.
“Kamu kan dapat royalti dari bukumu,” lanjut Tiara.
Yup, aku menulis novel bersama seorang penulis, Monica
Petra. Itu adalah novel pertamaku. Inspirasinya tentang
Laskar. Aku senang sekali novel itu terbit walau Laskar
tidak sempat membacanya. Aku ingin menulis novel kedua.
Tapi tentang apa ya kira-kira?
“Enggak ah,” jawabku singkat. Aku memang bukan orang
yang begitu saja mudah tertarik mengikuti tren teknologi.
Paling-paling aku hanya berpikir ‘buat apa sih?’ Memang
mungkin karena aku tidak terlalu banyak tahu dan selama
benda itu masih belum menjadi kebutuhan pokok seperti
nasi, aku rasa, tentu aku bisa hidup tanpanya. Lagipula
setahuku saat ini blackberry sudah mulai ditinggalkan di luar
negeri.
“Pasti karena Laskar lagi, karena hp itu menyimpan
banyak kenangan bersama Laskar,” ujar Elly sambil
membolak-balik proposalnya, tapi aku yakin dia tidak
sedang membaca proposalnya. Heran, sampai-sampai Elly
yang tidak biasanya ikut nimbrung soal Laskar—karena
http://facebook.com/indonesiapustaka

dia juga memiliki pengalaman yang sama dengan Sam,


kekasihnya yang sudah tiada dan merupakan alasan dia
belum berpacaran lagi hingga sekarang—kali ini angkat
bicara. Aku tidak membantah Elly karena sedikit banyak
memang tebakan Elly benar. Aku tidak ingin menghapus
16
sedikit pun kenangan tentang Laskar. Semua smsnya masih
utuh di ponselku.
“Hah, pasti begitu,” Cecil mencelos kesal sambil
menyeruput es jeruk.
“Come on, this is your real life,” ujar Tiara. “Bertingkahlah
yang masuk akal.”
Oke, ini mulai sangat menggangguku. Teman-temanku
sudah jauh berbeda sekarang. Waktu bulan-bulan pertama
kepergian Laskar, mereka sangat bersimpati tentang apa pun
yang kukatakan mengenai Laskar? Tapi sekarang? Mereka
ingin aku melupakan Laskar begitu saja? Tidak akan pernah!
“Sudah nggak perlu dibahas!” ujarku kesal. “Ini urusanku.
Apa sih maksudmu aku nggak masuk akal?” aku beralih pada
Tiara.
“Tentang hp itu aja. Semua juga tau, kamu nggak mau
men-service-nya karena ada stiker itu kan?” Tiara meraih
ponselku. Aku menggelengkan kepala. Tapi... Ya, mungkin
memang benar apa yang dia katakan.
“Bahkan stiker L&L-mu sudah tergores juga. Bersikaplah
wajar,” Tiara mengoper ponselku pada Cecil dan Cecil
mengopernya pada Elly setelah mengamatinya beberapa
saat. Jadilah ponselku berkeliling dari satu tangan ke tangan
lain, mengundang decak dan simpati seolah itu adalah barang
http://facebook.com/indonesiapustaka

langka. Elly mengembalikan ponselku.


“Nggak ada yang perlu disesalkan dan nggak ada yang
perlu diubah. Semuanya baik-baik saja,” ujarku berusaha
tenang walau semua dapat melihat kegalauan yang sangat di
17
hatiku. Aku bangkit berdiri dan beranjak pergi. Kugenggam
ponselku erat-erat seolah barang yang sangat berharga.
Lebih dari sekadar ponsel butut yang penuh goresan. Lebih
dari itu. Ya, mungkin aku masih menganggap kenangan
bersama Laskar adalah hal yang sangat penting. Lebih dari
jiwaku sendiri. Apa ini gila? Aku ingin selalu merasakan
Laskar teramat dekat denganku. Tidak peduli apa dan
bagaimana pun kondisinya.
***
Setelah satu kali menempuh perjalanan dengan bus,
akhirnya aku sampai juga di restoran cepat saji yang
belakangan sering kudatangi karena Isaac. Kali ini aku
kemari tentu saja bukan untuk bertemu Isaac. Aku diterima
bekerja paruh waktu di sini sambil menyelesaikan skripsiku.
Yah, hanya ini yang bisa kulakukan.
Kulangkahkan kakiku dengan sedikit gugup ke restoran
cepat saji franchise itu. Bagaimanapun, ini adalah pertama
kalinya aku bekerja. Akan seperti apa penilaian mereka
terhadapku nanti? Aku melamar sebagai pramusaji. Aku
sudah membawa peralatan make-up supaya terlihat cantik
saat melayani pembeli. Senyumlah yang ramah. Begitulah
pesan manajer sewaktu menerimaku bekerja. Cecil cs belum
tahu aku bekerja di sini. Bukan maksudku menyembunyikan
dari mereka, biar saja mereka nanti tahu sendiri. Aku takut
http://facebook.com/indonesiapustaka

mereka nanti datang terus dan bikin kacau dari awal kalau
tahu aku bekerja di sini. Sekarang saja, Tiara sudah naksir
berat pada salah seorang pramusaji cowok yang hitam
manis. Bisa-bisa nanti aku disuruh merekam gerak-geriknya

18
segala.
Ternyata semua tidak sesulit yang aku bayangkan. Aku
diberi seragam lalu diarahkan oleh salah seorang pegawai
yang dianggap senior. Dialah si hitam manis. Namanya
Albert. Dia memang Ambon Manise.
“Di sini kita harus cepat belajar,” ujar Albert sambil
menyiapkan pesanan pelanggan. Aku memperhatikan
dengan serius sambil manggut-manggut.
“Ini, antar ke meja nomor enam.” Albert menyuruhku.
“Jangan lupa yang aku ajarkan.”
“Siap!” ujarku bersemangat. Ternyata Albert cukup
cerewet. Aku rasa, dia tipe yang tidak segan untuk menegur
seseorang yang berbuat salah. Walau pekerjaan ini tidak
membuang banyak waktu untuk berpikir, aku harus tetap
memusatkan perhatian. Jangan sampai aku berbuat
kesalahan di hari pertama.
Semua lancar dan menyenangkan. Sampai datang
seseorang yang tidak kuharapkan akan bertemu lagi
dengannya di sini atau di tempat mana pun juga. Ya, Isaac.
Ia menatapku aneh. Sementara Rika, tersenyum lembut
seperti biasa. Ia tidak berpikir bahwa perjumpaan denganku
adalah suatu malapetaka. Rika masih memakai seragam SMA.
Tampaknya Isaac menjemputnya saat jam pulang. Ternyata
http://facebook.com/indonesiapustaka

Rika masih SMA. Pantas saja sangat young dan imut. Benar
dugaanku kalau Rika jauh lebih muda. Ha… ha… benar-
benar seperti malaikat dan iblis pasangan aneh itu. Satunya
pasang tampang benci, sedang satunya lagi pasang tampang

19
simpatik. Aku heran, apa sih yang membuat Rika jatuh cinta
pada Isaac? Andai saja Rika mau membuka matanya lebar-
lebar, tentu dia akan menemukan banyak cowok yang lebih
pantas untuknya.
Aku berusaha memfokuskan diri pada pekerjaan
saja. Bagaimanapun juga Isaac adalah seorang tamu, dan
tamu adalah raja. Semoga saja Isaac tidak memanfaatkan
kesempatan ini untuk menyulitkanku atau mencari-cari
kesalahanku.
“Ini antarkan ke si bos,” ujar Albert sambil membawa
nampan berisi pizza yang siap dalam waktu relatif singkat.
Tentunya pesanan untuk si bos didahulukan dari pelanggan
lain. Tapi bos yang mana, ya? Aku belum diperkenalkan.
“Ehm, meja nomor berapa?” tanyaku canggung. Aku
merasa keterlaluan belum tahu siapa bos pemilik franchise
ini, tapi bagaimana lagi? Ini hari pertamaku bekerja.
“Itu. Si anak bos dan pacarnya. Ingat ya, mereka sering
mampir ke sini. Pizza pesanan mereka selalu...,” Albert
menatap nampan pizza yang kini di tanganku. Pizza yang
isinya kentang dan cacahan daging dengan pinggiran sosis.
Oke. Aku bisa mengingatnya. Aku mengangguk mantap.
“Meja nomor tiga belas. Pak Isaac dan Rika,”
Albert menepuk pundakku. Apa? Isaac?? Aku tahu aku
http://facebook.com/indonesiapustaka

membeliakkan mataku lebar-lebar. Isaac bos di tempat ini?


Albert menatapku dan memberi isyarat dengan gerakan
kepalanya supaya aku cepat pergi. Pantas... Pantas saja...
Tingkahnya sangat bossy dan menyebalkan. Ternyata dia

20
memang benar-benar anak bos. Berapa banyak pegawai
yang sudah diperlakukannya dengan semena-mena coba?
“O... ke...,” jawabku lalu berbalik. Kalau begini caranya,
mau tidak mau aku harus bermanis-manis dengan si bos,
anak bos maksudnya (sama saja sebenarnya, si anak bos
pasti juga memiliki wewenang yang sama dengan ayahnya).
Aku tidak boleh sampai terpancing emosi. Salah langkah
sedikit saja bisa-bisa aku dipecat. Belum lagi kalau ayahnya
memberikan restoran cepat saji ini untuk dikelola Isaac.
Ckckck, benar-benar jadi bos dia. Entah kenapa, aku rasa
ayah Isaac adalah bussinessman yang memiliki banyak usaha.
Melihat frekuensi seringnya Isaac ke restoran cepat saji ini,
jangan-jangan dia memang tertarik untuk mengelola tempat
ini. Hah....
“Silakan. Selamat menikmati,” aku menaruh pan pizza
yang masih panas dengan hati-hati. Berusaha sesopan dan
seramah mungkin walau sangat sulit. Aku tidak yakin aku
sedang tersenyum. Rasanya kaku sekali.
“Ini tissu tambahan.” Aku meletakkan beberapa potong
tissu di pinggir meja, seperti yang telah diajarkan. Semua
gerak-gerik dan perkataan sudah aku hafal dengan sangat
baik. Yah, seperti inilah. Aku merasa bagaikan robot. Tidak
peduli bagaimana perasaanku, entah senang, entah sedih,
entah capek, entah jengkel, aku harus selalu memasang
http://facebook.com/indonesiapustaka

senyum dan mengucapkan kalimat-kalimat itu seperti


mantera.
“Ada lagi yang bisa dibantu?” Inilah perkataan penutup.

21
“Sudah, terima kasih ya, Kak Laura,” Rika bicara dengan
sangat lembut. Ia memiringkan kepalanya dengan manja.
Poni dan bando pink-nya tampak serasi di kepalanya. “Kak
Laura kerja di sini?”
Ini memang pembicaraan di luar skenario sebagai
‘robot’, tapi kurasa aku boleh menjawabnya.
“Sampingan aja,” jawabku sambil mencoba tersenyum
setulus Rika, tapi tampaknya aku justru terlihat nyengir
kuda.
“Kenapa kamu bisa diterima di sini?” ujar Isaac sambil
menatapku tidak suka. “Ini aneh. Kerja yang benar dan
jangan bikin kacau.” Isaac bicara ketus dan langsung sibuk
mengutak-atik blackberry-nya. Hah, oke kali ini aku tidak
bisa membantah. Dia adalah bosku. Aku harus menahan
perasaanku. Aku hanya bergumam mengiyakan lalu berbalik.
Memangnya aku tampak seperti anak orang kaya yang tidak
bisa kerja apa?
DUAK!
“Aduh...” Baru saja aku membatin seperti itu, kakiku
sudah menabrak salah satu kaki meja duluan. Betapa malunya
aku. Rika terkikik-kikik. Isaac pasti benar-benar yakin aku
tidak bisa bekerja. Aku harus membuktikan padanya kalau
dia salah!
http://facebook.com/indonesiapustaka

22
EMPAT

“Hallo, kak! Aku sudah masak nih!” Alyssa menyapaku


dengan bangga dan bersemangat saat melihatku pulang ke
rumah. Melihat senyum Alyssa enyah sudah semua rasa
capekku. Aku tersenyum melihatnya memakai celemek,
memegang sendok sayur di tangan, dan wajahnya belepotan
tepung. Biar kuterka, memasak apa Alyssa malam ini? Hm.
“Oya? Hm... Aromanya sedap sekali? Masak apa kamu?”
Aku mengelus-elus rambut Alyssa sambil kami beriringan
berjalan bersama menuju dapur.
“Taraaaaa!” seru Alyssa sambil memperlihatkan
makanan yang tersaji rapi di meja makan. Ada beberapa
potong tempe mendoan, nasi sebakul, dan telur dadar. Hm,
sungguh istimewa masakan malam ini aku rasa. Mencium
baunya membuatku tak tahan untuk langsung mengambil
nasi di piring.
“Eit, ganti baju dulu!” cegah Alyssa.
http://facebook.com/indonesiapustaka

“Ah, kali ini aja deh. Kakak sudah kelaparan. Salahnya


sendiri kenapa sih kamu pinter masak,” ujarku cuek. “Cepet
panggil papa.” Memang dapur berantakan, tapi aku rasa
Alyssa menyelesaikan pekerjaannya dengan ‘sempurna’.
Alyssa mencibir lalu pergi memanggil papa. Aku tahu
Alyssa bersorak kegirangan dalam hatinya karena kakak
kesayangannya menyukai masakannya bahkan pada
pandangan pertama. Masakan Alyssa memang benar-
benar enak. Seperti masakan mama. Terharu rasanya.
Alyssa mewarisi bakat memasak dari mama. Mama sudah
meninggal sekitar dua tahun lalu karena sakit kanker.
Inilah kehidupan yang kami jalani sekarang. Alyssa
sekarang duduk di kelas satu SMA. Dia gadis yang sangat
mandiri dan ramah meski agak pemalu. Kak Johan, kakak
pertamaku sudah berhasil lulus kuliah dan sekarang mendapat
pekerjaan di luar kota di salah satu perusahaan BUMN.
Kak Johan memang tergolong pintar, tidak mengherankan
bagiku saat tahu dia berhasil diterima bekerja di sana. Aku
bersyukur Kak Johan mulai mapan sekarang. Tiap bulan,
dia mengirimkan uang untuk kami walau jumlahnya tidak
banyak. Lalu, Kak Catrine, kakak kedua, dia juga sudah
bekerja sebagai call center di sebuah bank swasta nasional.
Dia tidak lagi sekeras dulu. Terkadang dia menyempatkan
diri untuk menyapu rumah atau sekadar mencuci piring
walau sudah capek sepulang kerja. Sekarang ini pekerjaan
rumah mungkin akan banyak dikerjakan oleh Alyssa karena
aku sekarang bekerja sambilan. Tapi kami akan tetap bahu-
membahu supaya pekerjaan rumah bisa dikerjakan oleh
http://facebook.com/indonesiapustaka

kami bertiga dan cepat selesai.


***
“Akh! Laura!” seru Cecil tercengang saat melihatku
melayani di restoran cepat saji. Ini malam minggu, sudah

24
seminggu aku bekerja di sini dan sudah tiga kali aku
dimarahi Isaac karena alasan-alasan yah... yang menurutku
terlalu dibuat-buat. Tapi aku mencoba sabar. Pertama,
Isaac memarahiku karena menurut jam tangannya, aku
terlambat sepuluh menit. Padahal jam dindingku di rumah,
jam tanganku, dan jam di restoran, semuanya tidak ada yang
bergerak secepat jam digital Isaac. Oke. Kedua, aku dimarahi
karena menggerai rambutku. Kata Isaac, di sini tidak boleh
menggerai rambut. Semua karyawan perempuan diharuskan
mengikat rambutnya. Masa sih? Kenapa sejak awal tidak
diberitahu ya? Katanya, itu peraturan baru mulai hari itu.
Yang ketiga, aku dimarahi karena menurut Isaac aku lambat
melayani salah seorang pelanggan. Padahal si pelanggan sama
sekali tidak complain. Tapi Isaac memanggilku dan marah-
marah. Atas semua perlakuan tidak wajarnya itu, aku masih
bertahan sampai malam ini.
Cecil datang bersama Jourdan, Jessica, dan Andhika.
Sepertinya mereka sedang double-date. Mereka duduk di
spot favorit kami—always. Ya, meja nomor lima belas. Sudut
dengan sofa tersendiri sehingga kami tidak perlu merasakan
dorongan-dorongan kursi dari pelanggan lain yang duduk di
depan atau belakang kami.
Aku hanya tersenyum dan melambaikan tangan saat
Cecil memergokiku dan berkoar kepada yang lainnya. Aku
http://facebook.com/indonesiapustaka

memang sudah siap untuk moment seperti ini. Kedatangan


mereka sama sekali tidak membuyarkan konsentrasiku.
Aku harus tetap fokus pada pekerjaanku.

25
“Meja lima belas,” ujar Albert padaku. Aku mengangguk
patuh dan siap bekerja. Ya ampun ini kan meja Cecil dan
kawan-kawan. Wah, beruntung sekali mereka. Dengan
cekatan aku mengantar pesanan mereka.
“Silakan. Selamat menikmati.” Meski pada teman-
temanku sendiri, aku tetap memperlakukan mereka sama
seperti pelanggan yang lain. Aku melihat raut muka Cecil,
Jourdan, Jessica, dan Andhika tampak bengong. Entah
kenapa. Apa yang aneh jika aku bekerja? Apa mereka begitu
tidak percayanya? Mereka kan tahu aku bukan anak orang
kaya yang tidak bisa bekerja keras. Jadi apa yang aneh?
“Ini tissu tambahan. Ada lagi yang bisa dibantu?” kataku
hampir tanpa jeda.
“Kok kamu nggak pernah bilang sih kalo kerja di sini?”
tanya Cecil membuyarkan wajah bengong mereka.
“Nggak papa. Nantinya kan kalian tau sendiri,” jawabku
santai sambil nyengir. Aku memang tidak bermaksud apa-
apa. Aku tidak merasa malu dan tidak ada yang perlu
disembunyikan. Biarlah semua berjalan apa adanya, tidak
perlu dilebih-lebihkan.
“Hah? Kamu kok bisa sesantai itu sih?” Jessica mulai
sewot. Entahlah, aku juga tidak tahu apa yang membuatnya
menjadi sedikit marah. Am I wrong? Apa aku harus selalu
http://facebook.com/indonesiapustaka

melaporkan segala sesuatunya, tentang hidupku pada


teman-temanku? Apakah ini masuk akal?
“Kenapa sih?” tukasku lirih. Aku merasa tidak ada yang
perlu diributkan. Cecil menggelengkan kepalanya.
26
“La, kami ini khawatir sama kamu. Nggak bermaksud
apa-apa,” terang Cecil. “Tiba-tiba kamu kerja... Nggak tau
kenapa... Apa ada kebutuhan yang mendesak, atau papamu
sakit, atau apa? Kami kan nggak tau...”
„EverythingÊs ok. Ini jam kerja. Kita ngobrol lagi nanti, ya,”
ujarku cepat karena kulihat Albert sudah mulai mencari-
cariku. Beruntung, Isaac tidak datang hari ini. Apa jadinya
kalau dia memergokiku mengobrol? Pasti aku langsung
dibentaknya habis-habisan di depan umum.
“Teman-temanmu ya?” tanya Albert saat aku kembali
ke dapur. Aku mengangguk mengiyakan.
“Oh. Eh La, pulang kerja aku antar ya. Udah kemaleman,”
tiba-tiba Albert menawarkan jasa. Aku membelalakkan
mata tak percaya. Sudah seminggu kami bekerja bersama,
tapi kenapa baru sekarang ia tergugah hatinya untuk
mengantarku saat shift malam hari? Tentu saja aku langsung
mengangguk mantap. Kak Catrine tidak perlu menjemputku
malam ini.
“Sip. Nggak ada acara kan habis ini? Kita bisa jalan
sebentar,” Albert menepuk pundakku. Hm, apa ini semacam
kencan ya? Wah, kalau Tiara sampai tahu, bisa iri setengah
mati dia. Tapi bagiku, hubungan ini cuma sebatas teman.
Tidak lebih. Kurasa, Albert juga menganggap demikian.
http://facebook.com/indonesiapustaka

“Oke!” sahutku riang gembira. Aku senang akhirnya bisa


refreshing juga setelah belakangan ini selalu sibuk dengan
bekerja, skripsi dan urusan rumah tangga.
Aku dan Albert keluar dari restoran pukul sembilan
27
malam saat pergantian shift. Masih lumayan, kami bisa makan
di salah satu warung sate yang selalu ramai pengunjung.
Entah kenapa pilihan kami sama-sama jatuh pada warung
sate itu. Tanpa sepengetahuan satu sama lain, ternyata kami
sama-sama berlangganan sate di tempat itu.
“Gimana betah nggak kerja di sana?” tanya Albert. “Aku
rasa kamu cukup enjoy.”
Aku mengangkat bahu. “Aku senang sih pekerjaannya.
Hanya saja bosnya agak sedikit cerewet.”
“Pak Isaac? Dia memang begitu orangnya. Jangan diambil
hati,” Albert melahap tusuk sate keduanya. “Kalau kamu
bisa mengambil hatinya, beliau orang yang menyenangkan
sebenarnya.”
Aku hanya manggut-manggut. “Tiga kali aku dimarahi
Pak Isaac. Ada-ada aja.”
“Ha… ha… begitulah. Menguji kesabaran. Kadang
memang terkesan mengada-ada, tapi sikapi aja dengan baik.
Gimana pun, dia kan bos kita. Kadang beliau hanya ingin
menguji kita kok.”
“Kamu sudah lama kerja di sana?” tanyaku penasaran.
“Hm... Setahunlah.”
“Ow...”
http://facebook.com/indonesiapustaka

“Sambil ngumpulin uang. Aku pengin nerusin kuliah.”


“Hm... Good work dong.”
“Aku rasa, sikap Pak Isaac yang begitu dingin... Mulai

28
tampak sejak adiknya meninggal.” Albert mengalihkan
pembicaraan pada Isaac. Sepertinya masih ada hal-hal yang
ingin disampaikannya tentang si bos, yang ia ingin aku tahu.
“Hah? Adiknya?” Aku menatap Albert tak mengerti.
“Iya. Pak Isaac tiga bersaudara. Dia sulung. Baru-baru
ini... setengah tahun lah...,” Albert berusaha mengingat.
“Kayla, si bungsu meninggal karena sakit. Pak Isaac sangat
terpukul. Sejak itu kurasa, beliau sedikit berubah.”
“Hm. Sangat dekat dia dengan Kayla?” tanyaku penuh
simpati. Aku jujur, mengakui—tidak dapat membayangkan
kehilangan Alyssa.
“Iya. Bahkan sangat protektif. Pak Isaac sempat depresi
dan merasa bersalah karena kepergian Kayla.”
“Hm... Kenapa begitu? Bukan salah siapa-siapa kalau
orang yang kita sayangi harus sakit...” Aku, tentu saja
langsung teringat Laskar.
“Entahlah.” Albert mengangkat bahu. “Karena Isaac
tidak ada di saat-saat terakhirnya... Kayla anak yang manis.
Menyenangkan. Dia masih SMA. Perangainya mirip... Rika.”
“Oh... Bagaimana dengan adiknya yang satu lagi?”
“Richard. Dia kuliah di luar negeri. Aku kurang tau
bagaimana hubungan Pak Isaac dengan Richard.”
http://facebook.com/indonesiapustaka

“Pak Isaac sendiri masih kuliah?” tanyaku.


“Udah wisuda bulan lalu. Begitu pulang dari Amrik,
sepertinya dia berminat untuk nerusin usaha franchise

29
papanya ini.”
Aku tersenyum aneh dan membulatkan mataku. Itu
artinya Isaac sekarang ada di Indonesia untuk jangka
waktu yang tidak bisa ditentukan. Tapi aku kan hanya kerja
sambilan. Tidak akan lama. Memang siapa sih yang punya
cita-cita bekerja sebagai pramusaji di restoran selamanya
sementara dirinya mengantongi ijasah sarjana?
Kami banyak membicarakan tentang perusahaan malam
ini. Entah kenapa aku jadi begitu tertarik mendengar kisah
Isaac. Aku juga diberitahu Albert bahwa hubungan Isaac dan
Rika baru berjalan selama dua bulan. Rika sendiri adalah
teman baik Kayla. Betapa sempitnya dunia. Dia adalah putri
seorang pengusaha juga. Orang tua Rika pemilik sebuah
toko emas terkemuka di beberapa kota. Tidak heran
dalam beberapa kali perjumpaan dengan Rika, aku selalu
melihatnya mengenakan perhiasan emas yang berbeda.
Aku mendengar banyak hal tentang Isaac malam ini. Sedikit
banyak itu mengubah pandanganku tentang dia. Mungkin,
Isaac tidak seburuk seperti yang aku duga selama ini. Isaac
sosok yang begitu menyayangi keluarganya, terutama kedua
adiknya. Mungkin, aku akan coba memandang Isaac dengan
lebih berbeda mulai besok pagi.
***
http://facebook.com/indonesiapustaka

“La! Laura!” Tiara melambai-lambaikan tangannya


dengan kencang seolah-olah dia melihat sesuatu yang sangat
menarik. Lebih tepatnya, aku merasa dia seperti sedang
melihat lumba-lumba di sebuah sirkus. Aku yang dipanggil
hanya tersenyum simpul dan berusaha tetap fokus pada
30
pekerjaan. Aku tidak ingin menarik perhatian pelanggan
yang lain, teman sekerja apalagi Isaac. Jangan sampai ia
menjadikan ini sebagai tameng untuk memarahiku lagi.
Tidak untuk kesekian kalinya. Ya, sejak Cecil dan Jessica
mengetahui bahwa aku bekerja freelance di sini, besoknya—
hari ini teman-temanku datang lebih banyak lagi. Cecil,
Jourdan, Jessica, Tiara, dan Elly. Seolah-olah mereka ingin
membuktikan atau juga memberikan support padaku yang
sedang bekerja. Entahlah. Aku khawatir mereka akan datang
setiap hari. Sikap Tiara yang menjadi-jadi, sedikit heboh
tadi pastilah karena dia senang memilikiku sebagai ‘tambang
emas’, teman si hitam manis—Albert. Tiara bahkan masih
belum tahu kalau cowok itu bernama Albert.
“La! Mana pesenannya?!” Isaac membentakku ketika
aku lewat di hadapannya sambil membawa pan pizza
pesanan untuk meja nomor dua. Aku sedikit bingung. Ada
apa ini? Aku tidak merasa menerima pesanan meja Isaac...
meja nomor... Aku melirik nomor meja Isaac dan teman-
temannya tengah menunggu. Meja nomor sembilan.
“Sebentar,” jawabku singkat. Mau bagaimana lagi? Akan
kutanyakan pada Albert. Hari ini benar-benar ramai. Padahal
bukan malam minggu. Gara-gara Isaac mengundang teman-
teman geng SMA-nya dan mereka sangat berisik. Beberapa
teman Isaac berbicara dalam bahasa Inggris. Aku melihat
http://facebook.com/indonesiapustaka

wajah-wajah barat, wajah-wajah blaster, juga wajah-wajah


Korea sampai pribumi. Sudah jelas Isaac memiliki banyak
teman dengan berbagai latar belakang. Entah mereka
sedang ada acara apa. Mungkin hanya reuni kecil setelah

31
Isaac kembali dari Amerika. Yang kuperhatikan dari tadi,
Rika tidak tampak kali ini. Ah, ini kan bukan urusanku.
“Mana pesanan Isaac?” tanyaku pada Albert saat kembali
ke dapur.
“Ini sudah siap,” ujar Albert tanpa memandangku. Ia
sibuk menyiapkan pesanan yang lain. Aku tidak meneliti lagi.
Kubawa pesanan ke meja Isaac yang sudah menunggu dengan
mencak-mencak. Kalau kupikir-pikir, Isaac termasuk bos
yang egois. Sebagai seorang bos, seharusnya dia rela untuk
menunggu dan lebih memilih pelanggannya didahulukan
daripada dirinya sendiri.
“La, kamu sudah kenalan dengan si hitam manis?
Kok nggak cerita sih?” Tiara bertanya lirih. Ia menarik
pergelangan tanganku saat aku lewat di depannya.
“Ehem!” Isaac sengaja berdeham dengan keras untuk
menegurku.
“Nanti saja ngobrolnya,” balasku pada Tiara juga dengan
lirih. Tiara dengan kesal melepaskan pergelangan tanganku.
Aku berjalan ke meja Isaac. Ia bersandar di meja sambil
melipat kedua tangan di depan dada. Ia memperhatikanku
menghidangkan pesanan. Teman-teman Isaac terus saja
ngoceh dengan berbagai bahasa tanpa memedulikan
kehadiranku. Setelah memberi salam dan meletakkan tisu,
http://facebook.com/indonesiapustaka

aku segera pergi. Salah seorang teman perempuan Isaac


mengucapkan thank you. Aku tahu Isaac mengamati setiap
inci gerak-gerikku.

32
“Laura!” Isaac menegurku keras. Aku terpaksa berbalik.
Ada apa lagi?
“Apa ini yang kamu bawa?” sentak Isaac masih sambil
melipat kedua tangannya di depan dada. Aku mendekat,
mencoba mengamati lebih dekat apa yang menjadi masalah
bagi Isaac. Kedua alisku bertaut.
“Apa ini pesananku, ha?!” teriakan Isaac membuat
beberapa pelanggan berpaling. Ini sungguh keterlaluan
walau tidak mengherankan jika Isaac akan selalu mencari-
cari kesalahanku. Jika memang dia tidak suka, kenapa dia
tidak langsung memecatku saja sih?
Aku tidak dapat menjawab. Aku bahkan tidak menerima
kertas pesanan dari Isaac. Aku tidak tahu Isaac dan teman-
temannya memesan apa saja. Aku hanya bertanya pada
Albert, mana yang menjadi pesanan Isaac, tapi memang aku
tidak mengeceknya satu per satu. Lantas, apa seperti ini juga
menjadi kesalahanku? Aku melihat Albert memberi kode-
kode padaku. Ia menyuruhku untuk kembali ke dapur. Apa-
apaan sih? Ya, great... tampaknya memang terjadi kesalahan.
“Maaf, Pak, ini pesanan bapak yang seharusnya,” Albert
berjalan dengan langkah cepat menghampiri kami. Aku
tidak tahu apakah ia sudah cukup menyelamatkanku atau
tidak. Wajah Isaac tetap masam dan tidak berubah senang.
http://facebook.com/indonesiapustaka

“Saya yang salah,” ujar Albert penuh kerendahan hati.


“Tidak usah membela anak baru ini! Biar dia belajar
minta maaf! Dia bisa bicara sendiri!” Isaac menatapku tajam.
Apa-apaan ini? Ini salahku?! Ingin rasanya aku marah-marah.
33
Albert meraih tanganku sambil menatapku seolah memberi
isyarat supaya aku melakukan apa yang Isaac inginkan. Albert
menyuruhku untuk meminta maaf. Tapi sayang sekali, aku
tidak sudi! Aku tidak salah!
“Enak saja!” sentakku. Aku melepaskan celemekku.
Entah kenapa. Seharusnya aku bisa lebih rendah hati.
Entahlah, aku merasa ingin marah dan merasa ini sudah
kelewatan. Aku tidak peduli lagi jika aku akan dipecat.
Silakan saja.
“Kenapa, ha? Sikapmu sungguh tidak sopan!” Isaac
semakin marah.
“Saya tidak peduli! Bapak selalu semena-mena! Bapak
selalu mencari-cari kesalahan saya!” Aku menatap Isaac
tajam. Dadaku rasanya bergemuruh. Jika Laskar ada di sini,
dia pasti membelaku.
“La...,” Albert berusaha menenangkanku. Mengingatkan
bahwa posisiku hanyalah seorang pegawai.
“Ayo terus bicara lagi! Maki-maki saya sampai puas!”
tantang Isaac. Perhatian semua orang sudah tertuju kepada
kami berdua.
“Pak, maafkan kelakuannya,” Albert sekali lagi
mewakiliku.
http://facebook.com/indonesiapustaka

“Biarkan saja! Laura mulai sekarang kamu dipecat!” ujar


Isaac tandas. Aku sama sekali tidak kalang-kabut. Aku sudah
tahu ending-nya bakal seperti ini. Tipe bos macam Isaac.

34
“Dengan senang hati, Pak! Saya memang berniat
berhenti!” seruku lalu berjalan keluar dengan langkah cepat.
“La! La!” Aku mendengar beberapa orang memanggilku.
Suara Albert, suara Cecil. Berikut langkah-langkah kaki yang
mengejarku. Cecil dan Elly mengejarku. Disusul Jourdan.
Albert mengejarku. Karena Albert mengejarku lantas Tiara
ikut mengejarku. Terakhir, Jessica ikut berlari. Beriring-
iringan kami keluar dari restoran cepat saji itu. Aku segera
mencegat taksi sehingga mereka kehilangan jejakku.
http://facebook.com/indonesiapustaka

35
http://facebook.com/indonesiapustaka

36
LIMA

ItÊs not big problem. ItÊs ok, aku tidak bekerja lagi di sana.
Siapa sih yang mau bertemu lagi dengan Isaac? Malam itu,
Cecil meneleponku dan berkata, “Kamu keluar begitu
saja? Seharusnya kamu tonjok dulu mukanya!” Lain
halnya dengan Albert yang berkata, “Sudah kamu pikirkan
sungguh-sungguh? Pak Isaac kadang emosinya meledak-
ledak. Kalau kamu mau minta maaf, mungkin....” Dan aku
segera memotong ucapannya. Toh aku tidak butuh-butuh
amat pekerjaan itu. Memangnya aku manajer di sana? Jika
iya, mungkin aku masih akan mempertimbangkan untuk
memohon-mohon dan meminta maaf pada Isaac. Yang
terakhir, yang paling tidak manusiawi, Tiara meneleponku
hanya untuk berkata, “La, berkat kejadian tadi... Aku dan
Albert bisa berkenalan! Ka...” Aku segera mematikan
telepon sebelum dia berbicara lebih panjang lagi.
Aku sudah memasukkan beberapa surat lamaran lagi ke
toko-toko. Aku yakin, satu dari sekian banyak, pasti ada yang
http://facebook.com/indonesiapustaka

akan menerimaku bekerja paruh waktu. Aku merasa suntuk


belakangan ini. Aku mengambil waktu untuk diriku sendiri,
makan es krim dan mampir ke toko buku. Aku tidak berniat
membeli buku tapi aku hanya ingin melihat-lihat saja. Buku-
buku apa yang baru, buku-buku apa yang best-seller. Aku
ingin tahu apakah novelku minggu ini terjual cukup banyak
atau tidak. Aku memasukkan namaku di kolom ‘pengarang’
pada komputer. Tak lama muncul judul novel yang kutulis
bersama Monica Petra. Aku memperhatikan angka yang
tertera.
“Wah, ternyata dari minggu lalu... terjual 5 eksemplar
saja...,” ujarku agak kecewa. Aku berbalik dan menabrak
seseorang bertubuh tegap yang berdiri di hadapanku. Orang
itu menunggu hendak menggunakan komputer rupanya.
Aku sama sekali tidak tahu kalau ada orang yang antre di
belakangku.
“Eit... Maaf...,” ujarku sambil mengangkat wajah.
“Kamu... Lagi-lagi kamu...,” ujar orang itu kesal.
“Kamu lagi!” seruku tak kalah kesal. Orang yang barusan
kutabrak ternyata Isaac. Ia tidak bergeser seinci pun. Ia
melipat kedua tangannya di depan dada. Kami beradu tatap
cukup lama. Orang ini benar-benar sangat menjengkelkan.
Orang ini selalu membuatku kesal. Sejak awal bertemu,
orang ini selalu membuat marah. Tindakannya selalu
semaunya sendiri dan semena-mena. Namun, entah
mengapa tatapan kebencianku dengan segera memudar,
menjadi lebih lembut. Aku menarik napas dalam-dalam. Aku
http://facebook.com/indonesiapustaka

hanya teringat Laskar. Jika dia ada di sini, jika dia menjadi
diriku, tentu dia tidak akan lekas marah. Tentu dia sejak
awal bisa mengatasi Isaac dengan baik. Laskar pasti akan
minta maaf, entah dia salah atau tidak. Entah dia dirugikan
atau tidak.
38
“Apa lihat-lihat?” sentak Isaac.
“Aku nggak pengen ribut-ribut. Minggir,” ujarku sambil
berlalu. Sekilas aku melihat ekspresi terkejut di wajah
Isaac. Tidak kusangka, Isaac justru mengikutiku. Mungkin
dia heran melihat sikapku yang tiba-tiba berubah. Pastilah
prediksinya meleset, mengira aku akan ikut marah tadi.
“Ada apa, ya?” tanyaku sambil berbalik saat kutahu
Isaac masih membuntutiku. “Kawan, dengar ya, aku nggak
membencimu. Aku memaafkanmu, oke? Tidak perlu susah-
susah minta maaf...,” kataku sok sambil menyungging senyum
yang paling menyebalkan. Salah, seharusnya aku tersenyum
tulus seperti Laskar. Ternyata... menjadi Laskar itu susah
ya. Bagaimana mungkin dia bisa selalu menunjukkan senyum
tulusnya itu?
“Apa? Jangan GR ya! Siapa yang mau minta maaf, ha?”
sentak Isaac.
Aku hanya mengangkat bahu. Aku melanjutkan berjalan
ke arah rak buku true story. Aku mengambil sebuah buku
yang menarik perhatianku. Dengan melirik lewat sudut
ekor mataku, aku tahu Isaac masih mengawasiku.
“Osteosarcoma,” ujar Isaac tepat di belakangku. Ternyata
dia benar-benar membuntutiku. Aku berpaling. Melihat
Isaac berdiri sambil memasukkan kedua tangannya di saku
http://facebook.com/indonesiapustaka

celana jeans.
“Tokoh utamanya mati karena osteosarcoma. Kanker
tulang,” terang Isaac.
Aku membalik buku yang sedang kupegang, menatap
39
cover-nya. “Kamu tau?”
“Aku sudah baca buku itu huh.”
“Masa sih? Ternyata kamu suka baca buku seperti ini
juga?” tanyaku tak percaya.
“Huh menghina sekali,” ujar Isaac lalu melangkah pergi.
Aku pun melangkah pergi setelah meletakkan buku itu
kembali ke tempatnya.
“Heh, kamu nggak beli buku itu?” Isaac memanggilku
dengan tidak sopannya.
“Aku kan cuma lihat saja,” jawabku enteng.
“Pasti kamu nggak punya uang,” terka Isaac tepat pada
sasaran. Aku menarik napas dalam-dalam. Aku mencoba
sabar. Memang seperti itulah Isaac. Muncul lagi sifat jahatnya.
Aku harus tetap tenang. Kalau ini kisah dongeng atau film-
film di televisi, pastilah lakon utama pria akan membelikan
aku, lakon utama wanita buku itu. Tapi sayangnya, ini bukan
film. Isaac jelas bukan tokoh yang akan menjadi pangeran
untukku. Dia tokoh antagonis.
“Kamu ada acara habis ini?” tanya Isaac mengikuti ke
deretan rak buku yang lain.
“Enggak. Kenapa?” Aku tidak berpaling.
http://facebook.com/indonesiapustaka

“Temani aku. Dinner,” ujar Isaac datar. Aku agak


terkejut dengan ajakannya. Entah apa maksudnya. Apakah
dinner berdua atau ia mengajakku ke acara dinner bersama
keluarganya? Teman-temannya? Tapi sayangnya, aku sama

40
sekali tidak berminat. Bisa-bisa aku kesepian di sana.
Siapa tahu ia hanya ingin mempermalukanku saja di depan
kerabatnya. No, thanks.
“Nggak bisa sori. Aku harus cepat pulang,” ujarku mantap
sambil menatap matanya. Isaac tidak tampak kecewa walau
aku bisa menangkap dia merasa sedikit jengkel.
“Okay. See you.”
Aku berbalik dan sudah hampir turun tangga, tapi Isaac
memanggilku lagi.
“Hei, eh. Aku mau bertanya satu hal,” Isaac berjalan
mendekatiku. “Kenapa kamu tertarik dengan buku tadi?”
Karena Laskar, batinku. Karena aku ingin lebih banyak
membaca kisah tentang orang-orang seperti Laskar.
“Karena aku suka dengan kisah-kisah yang menginspirasi,”
aku mencoba tersenyum. Aku menutupi jawabanku yang
sebenarnya. “Kenapa?”
Isaac hanya menggeleng dan berjalan mendahuluiku.
***
Benar kan dugaanku. Sebentar saja aku sudah dipanggil
oleh salah satu toko roti untuk interview kerja. Aku berhasil
diterima bekerja paruh waktu di sana. Pemiliknya ramah.
http://facebook.com/indonesiapustaka

Semoga saja aku bisa cocok bekerja di sini. Aku mendapat


seragam.
“Silakan. Selamat datang,” ujarku ramah setiap kali ada
pengunjung yang datang.

41
“Hai, dear!” seru Tiara dengan riang gembira. Aku
terkejut melihatnya bergelayut manja di lengan Albert.
Begitu cepat. Apa mereka sudah berpacaran?
“Jangan bengong gitu. Begitu mudah menemukanmu,”
ujar Tiara dengan centil. Ya, ya. Begitu mudah bagi Tiara
untuk menggaet cowok-cowok.
“Jadi kalian mau yang mana?” tanyaku.
“Yang.... Apa aja deh. Percaya sama Laura,” Tiara terus
bersikap centil.
“Oke, oke,” aku mengambilkan dua roti croissant dan
dua roti cheese cake. Tiara hanya mengangguk-anggukkan
kepala.
“Thanks ya,” ujar Albert. Mereka lalu membayar di kasir
dan pergi sambil Tiara meninggalkan kiss-bye untukku.
“Lain kali aku ajak Cecil dan kawan-kawan. Oke!” seru
Tiara sambil berlalu.
Hari ini lumayan ramai karena malam minggu. Banyak
roti yang sudah habis menjelang petang. Kebanyakan
pelanggan yang datang membawa anak-anak mereka. Senang
sekali melihat raut wajah bahagia mereka setelah membeli
roti kami. Tamu berikutnya, adalah seseorang yang datang
dengan langkah tergesa-gesa seolah sedang dikejar setan.
http://facebook.com/indonesiapustaka

Ia tidak membalas saat aku mengucapkan salam dan hanya


berkata, “Laura, ayo kita jalan-jalan.”
Orang itu bicara dengan mimik serius. Aku hanya
mengerjap-ngerjapkan mata. Isaac. Benar-benar gila. Ini

42
kan jam kerja. Tidak mungkin aku keluyuran. Kecuali aku
masih bekerja di restorannya, ajakannya tadi akan langsung
kuterima dengan senang hati.
“Kenapa? Kok kamu bengong?” Isaac mulai ketus. Aku
penasaran, sejak kapan Laura bisa menjadi sangat terkenal?
Baru dua hari kerja di tempat yang lain saja, semua orang
sudah mengetahuinya. Dari mana juga datangnya Isaac?
“Nggak bisa. Ini kan jam kerja. Kalo mau pergi, tunggu
nanti.....”
Belum aku menyelesaikan kalimatku, Isaac langsung
menarik pergelangan tanganku dan membawaku
mengikutinya. Teriakanku tidak dihiraukannya.
“Hei, orang gila! Aku nggak bisa pergi gitu aja, tau!”
seruku sepanjang jalan.
“Bisa. Bersamaku nggak ada yang nggak bisa dilakukan,”
ujar Isaac dengan angkuhnya. Aku benci sikap orang ini.
Isaac membawaku masuk ke mobilnya.
“Pakai seat belt,” ujar Isaac dan kami mulai meluncur.
Apa mau dikata? Isaac menang kali ini. Entah apa yang
akan terjadi dengan pekerjaanku? Kemungkinan terburuk
hanyalah aku dipecat. Great job Isaac.
“Kalo aku sampai dipecat, itu adalah salahmu!” tandasku.
http://facebook.com/indonesiapustaka

“Oke, no problem. Aku siap bertanggung jawab. Apa pun


yang kamu minta.”
Oke, bagi orang kaya seperti Isaac segala sesuatunya

43
seolah bisa selesai hanya dengan uang. Aku hanya mendengus
kesal.
“Kita mau ke mana?” tanyaku. Yah, mungkin sekali ini
saja, tidak ada salahnya aku menemani Isaac jalan-jalan. Hal
yang biasa jika orang kaya merasa kesepian.
“Jalan-jalan,” jawab Isaac singkat.
“Jalan-jalan ke mana?” buruku.
“Ke mana aja. Cerewet banget sih. Kamu toh juga nggak
ada kencan kan? Mana ada sih cowok yang mau pacaran
sama cewek galak kayak kamu,” sindir Isaac. Selalu saja
perkataannya menyakiti perasaan.
“Jangan bicara sembarangan, ya!” ujarku galak. “Kamu
sendiri, kenapa nggak jalan sama Rika? Ini kan malam
Minggu!”
Isaac tidak menjawab. Ia fokus menyetir mobil. Tatapan
matanya sangat tajam. Okey, katakanlah Rika sedang sangat
sibuk, teman-temannya membosankan—atau semuanya
memiliki kencan—dan Isaac sangat butuh hiburan. Oke,
Isaac boleh bersenang-senang bersamaku. Tapi tidak akan
kubiarkan dia berani kelewat batas. Kami ini hanya teman.
Bahkan sebenarnya tidak bisa dibilang teman.
Isaac terus melajukan mobilnya tenang menembus
http://facebook.com/indonesiapustaka

kegelapan malam. Ke mana ia mau pergi kira-kira? Semakin


lama jalanan yang kami lalui semakin sepi. Tidak sepatah
kata pun terucap dari bibir Isaac. Aku pun membisu. Entah
apakah Isaac memang benar-benar menikmati perjalanan
ini atau tidak. Bagiku, paling tidak suasana hening ini
44
memberiku sedikit ruang untuk bernapas. Mana pernah
aku membayangkan akan semobil dengan orang yang suka
memaki-makiku? Pergi dengan orang yang tidak kukenal
betul. Tapi entah mengapa, aku rasa Isaac bukan orang jahat.
Akhirnya, kami tiba di pantai. Isaac turun begitu saja
tanpa berkata apa-apa. Aku terpaksa ikut turun. Angin
malam begitu menusuk kulitku. Padahal aku tidak membawa
jaket. Jaket dan tasku masih tertinggal di toko.
“Langitnya cerah!” seru Isaac sambil berpaling padaku.
Ia tersenyum. Sepertinya ini pertama kalinya ia tersenyum
padaku.
“Dingin ya?” tanya Isaac. Aku tidak menjawab, tapi Isaac
melepaskan jaketnya dan memakaikannya di pundakku.
“Sooo? Ini yang kamu maksud jalan-jalan?” tanyaku yang
lebih tepat bila disebut memprotes.
“Jangan cerewet. Mau ikut ga? Ayo ke sana,” Isaac
mengulurkan tangannya padaku. Aku ragu-ragu ingin
menyambutnya, tapi Isaac segera menyambar tanganku.
Kami berjalan di pinggir pantai.
“Dulu aku sering ke sini,” ujar Isaac saat kami berdua
duduk di pasir pantai.
“Oh ya?” komentarku.
http://facebook.com/indonesiapustaka

“Bersama Kayla,” lanjut Isaac.


“Your younger sister?” ujarku sambil memiringkan kepala.
Isaac tersenyum kecut. “Ya.”

45
Ia tidak menanyakan dari mana aku tahu tentang Kayla.
Baginya mungkin itu tidak penting.
“Kamu kangen dia?” terkaku. Menduga-duga alasan
mengapa ia tiba-tiba ingin kemari.
“Kadang-kadang,” jawab Isaac singkat. “Kadang-kadang
aku ingin bertemu dengannya lagi.”
Aku hanya manggut-manggut. Aku jadi teringat Laskar.
Aku tahu betapa beratnya kehilangan orang yang dicintai
untuk selamanya. Aku tidak tahu musti berkata apa.
Tiba-tiba ponselku bergetar. Aku mengeluarkannya dari
dalam saku.
“Kenapa sih kamu masih suka dengan hape-mu itu?
Sudah jelek, dekil... Ganti aja dengan yang baru,” Isaac bicara
tanpa perasaan. Tahu apa dia tentang ponsel ini? Tentang
hidupku, tentang Laskar. Aku menggenggam ponselku erat-
erat.
“Enak aja. Jangan sembarangan ngomong, ya!” Aku
mencoba tidak memedulikan Isaac dan hendak menjawab
telepon yang masuk.
“Jangan angkat,” ujar Isaac tanpa menoleh.
“Kenapa? Ini bosku.”
http://facebook.com/indonesiapustaka

“Ya, aku tau. Biarkan saja,” nada bicara Isaac masih


terdengar datar. Aku tidak menghiraukan keinginan Isaac
dan menjawab telepon dari bosku. Jika beliau marah besar,
ini semua kesalahan Isaac!

46
“Ya, ya. Iya, Bu. Terima kasih,” aku mengakhiri
percakapan dengan bosku lalu menarik napas lega.
“Kamu dipecat, ya,” ujar Isaac tanpa simpati. Benar-
benar orang yang sangat jahat.
“Enak aja! Enggaklah ya! Aku disuruh cepat kembali.”
“Padahal kalo kamu dipecat, aku dengan senang hati
menerimamu kembali bekerja di tempatku,” ujar Isaac
enteng. Dia pikir aku ini barang ya? Bisa memakaiku kapan
saja? Sudah dipecat lalu bisa diambil lagi dengan seenaknya?
Tidak akan sudi aku!
“Nggak akan. Huh!” Aku membuang muka.
“BINGO! Iya kamu kan sudah kupecat, mana punya
muka untuk kembali lagi, right?” Semakin malam perkataan
Isaac semakin menyebalkan.
“Salah. Aku yang mau keluar. Bukan kamu yang
memecatku!” aku memajukan tubuhku.
“Ya, oke whatever you say-lah.”
“Aku mau pulang!” ujarku sambil bangkit berdiri dan
berjalan menuju mobil. Tak lama, Isaac berjalan mengikutiku.
“Buru-buru sih? Aku mau ajak kamu ke satu tempat
lagiiii..... Please?”
http://facebook.com/indonesiapustaka

Aku menatap Isaac jengkel. Aku tidak tahu apa


maksudnya. Yang jelas tidak ada ruginya menolak ajakan
cowok yang sudah memiliki pacar.

47
“Enggak!” jawabku tandas.
Isaac tidak berkata apa-apa dan ia menurutiku kembali
ke toko.
http://facebook.com/indonesiapustaka

48
ENAM

Malam itu Isaac mengantarku pulang ke rumah. Padahal


aku sudah memintanya untuk pulang duluan, tapi dia tidak
menghiraukanku. Dia menungguku dengan setia di luar, di
dalam mobilnya yang gemilang.
“Ini rumahmu?” tanya Isaac sambil memiringkan
kepalanya memandang ke luar jendela mobil. Aku tahu,
hatinya pasti sedang penuh cemoohan menatap rumahku.
Aku tidak mau menanggapinya dan langsung keluar dari
mobil sambil menutup pintu dengan kasar. Sayangnya, Isaac
sama sekali tidak terganggu dengan sikapku.
“Gutnite,” ucapnya sambil melajukan mobil.
Benar-benar pria yang aneh. Rasanya baru beberapa
hari yang lalu dia galak dan jahat setengah mati padaku,
sekarang tiba-tiba saja dia menunjukkan sikap berteman.
Bahkan ingin aku kembali bekerja di tokonya setelah dia
sendiri yang memecatku, huh.
http://facebook.com/indonesiapustaka

“Naaa... Ketahuaaan!” seru Alyssa yang ternyata sejak


tadi bersembunyi di balik pintu.
“Ya ampun! Kamu ngapain sih?” tanyaku tidak bisa
menyembunyikan sedikit rasa kagetku. Pasti Alyssa memata-
mataiku lewat jendela.
“Hihihi... Cowok tadi siapa tuuuh... Cakep bener... Ehem
ehem... Kok nggak diajak masuk, Kak?”
“Haih... Kamu sekarang berani godain kakak yaaaa,” aku
langsung menggelitiki Alyssa.
“Hahahaha,” Alyssa tertawa geli. “Beneran siapa tadi itu
Kak? Pacar baru ya?”
“Hush! Ngawur kamu... Bukan siapa-siapa... Udah anak
kecil nggak usah ikut campur...,” ujarku sambil menghindari
tatapan Alyssa. Aku terus berjalan menuju kamar.
“Lhoo... Nggak makan dulu nih ye!” Alyssa semakin
menggodaku.
***
Hari ini aku harus lebih semangat. Tidak boleh berbuat
kesalahan lagi. Karena tidak lucu kalau baru dua hari
aku training tapi sudah dikeluarkan. Untung si bos masih
memberiku kelonggaran. Memang keterlaluan, kabur di
saat toko masih ramai tanpa pamit pula. Itu gara-gara Isaac.
Orang yang selalu mengganggu hidupku belakangan ini.
“Silakan mau beli yang mana?” tanyaku dengan senyum
ramah pada tamu berikutnya. Tamu itu menunduk dalam-
dalam memperhatikan satu demi satu kue yang ada di dalam
http://facebook.com/indonesiapustaka

etalase. Aku tidak bisa melihat wajahnya karena tertutup


dengan topi birunya.
“Aku nggak mau semua ini. Aku mau kamu ikut aku
sekarang.” Pria itu mengangkat wajahnya sedikit.
50
Isaac. Lagi-lagi dia. Pasti, dia sedang berusaha
menghancurkan hidupku. YA! Dia ingin supaya aku dipecat
dari satu pekerjaan ke pekerjaan yang lain. Dia ingin
melihatku menderita. Demi Tuhan, mau sampai kapan dia
dendam?
“Kamu sudah gila?” aku berkata lirih. “Silakan pergi
sekarang.” Aku beralih melayani tamu yang lain.
“Kenapa kamu sebut aku gila? Serius. Aku cuma mau
ngajak kamu lunch,” Isaac berkata dengan santainya. Bisa-
bisanya... Seolah dia merasa seumur hidupnya dia tidak
pernah berbuat kesalahan. Apakah memang seperti ini
didikan anak orang kaya?
“Aku nggak bisa pergi-pergi. Kamu memang ingin aku
dipecat kan!”
“No no no... Actually... no... Yah tapi mungkin... yes! Itu jauh
lebih baik!” Isaac mendekatkan wajahnya pada wajahku.
“BING! Memangnya berapa sih gaji yang kamu inginkan
supaya bisa balik ke tokoku, ha? Berapa pun akan aku bayar.”
Hah? Apa sih maunya orang ini?
“Denger ya, aku nggak ada waktu meladeni sikap
manjamu,” aku masih berusaha berkata lirih. “Money, money,
money! Kenapa sih otakmu selalu dipenuhi dengan uang?
Segala sesuatu kamu kaitkan dengan uang, uang, uang! Kamu
http://facebook.com/indonesiapustaka

pikir semua masalah selesai dengan uang? Dan asal tau aja,
aku baru bisa keluar kalo semua roti ini sudah habis!”
“Ckckck… Done. Semuanya sudah habis dalam sekejap.
Aku beli semuanya. Sekarang kamu bisa keluar kan?” Isaac
51
menatapku dengan senyum menantang. Aku hanya bisa
ternganga. Aku tahu, Isaac anak orang kaya. Dia benar-
benar melakukan apa saja sesuka hatinya.
Isaac berbicara dengan seorang kasir. Mengarahkan
sesuatu. Dia benar-benar memborong semua roti hari itu.
Bosku langsung menemuinya. Dia sangat senang bahkan
sampai berterima kasih berkali-kali. Dengan tergesa-gesa
papan pintu ‘closedÊ segera dipasang. Aku masih terbengong.
Apa-apaan ini?
“Bagaimana?” Isaac menantangku sambil tersenyum
maut. Hampir saja aku meleleh.
“Ya sudah kalau gitu, aku bisa pulang!” aku langsung
melepaskan celemekku.
Sialnya, lagi-lagi Isaac berhasil menyeret tanganku dengan
cepat dan menggiringku masuk ke dalam mobil. Bahkan kali
ini, bosku dengan senang hati membawakan tasku supaya
tidak ketinggalan. Ya Tuhan.
“Selamat bersenang-senang yaaa,” ujar bosku sambil
melambaikan tangan. Isaac nyengir dengan manis sekali.
“Kamu ini apa-apaan sih? Benar-benar orang gila!” Ya
ampun, kusadari aku kembali pada sifat asliku. Aku tidak
bisa meniru Laskar yang terus-terusan baik. Jika Laskar
ada dalam posisiku, dengan sabar dia pasti menanyai Isaac
http://facebook.com/indonesiapustaka

apakah dia sedang ada masalah? Apa yang bisa aku bantu?
Tapi, no! Aku tidak bisa seperti itu! Sikap Laskar terlalu
tidak bisa diprediksi!
“Berhentilah mengataiku gila,” ujar Isaac santai.
52
Sepertinya sekarang dia mulai bisa menguasai keadaan. Dia
bersikap jauh lebih tenang belakangan ini.
“Jangan menatapku seperti itu,” ujar Isaac sinis.
“Tenanglah aku tidak akan memerkosamu.”
“Kurang ajar!” Aku memukul kepalanya. Maksudnya
aku tidak menarik sama sekali? Perkataan macam apa itu?
Benar-benar tidak sopan!
“Hei, jangan memukul kepala seenaknya!” protes Isaac.
“Biarin! Aku nggak peduli!”
“Kamu ini bener-bener cewek aneh ya! Sebentar baik!
Sebentar galak kayak macan betina!”
“Apa kamu bilang?!”
Baru saja aku membatin Isaac sudah lebih tenang, tapi
ternyata aku salah. Lihat saja. Sikapnya masih sama seperti
yang dulu. Seperti itu.
“Sudah sampai!” ujar Isaac ketus. Ternyata mood-nya
jadi berubah setelah pertengkaran denganku. Aku menatap
kiri kananku. Di mana ini?
Seolah bisa membaca isi pikiranku, Isaac hanya berkata,
“Turun saja cepat!”
Cih! Seenaknya main perintah. Dengan ogah-ogahan
http://facebook.com/indonesiapustaka

kujejakkan kakiku keluar dari mobil. Terbentang di


hadapanku sebuah resort yang didesain sangat berkelas
dengan pemandangan alam yang indah. Banyak turis yang
datang ke sini. Aku baru tahu ada tempat semacam ini.

53
“Ini adalah impian Kayla,” ujar Isaac sambil berjalan
memimpin dan memasukkan kedua tangannya ke dalam
saku celana.
“Maksudnya?” tanyaku sambil berjalan cepat. Sepanjang
jalan, para pelayan yang berseragam pakaian adat Jawa,
menyapa Isaac dengan ramahnya.
“Ya... Ini semua yang design Kayla...,” Isaac memilih salah
satu tempat di dekat kolam yang teduh. Payung warna-warni
yang lebar menambah keceriaan tempat itu. Aku menatap
papan nomor yang ada di atas meja: Love Tree Resort.
“Kayla sangat suka dengan alam.” Setiap kali Isaac
membicarakan Kayla, ekspresinya benar-benar sangat
dalam. Aku dapat merasakan cinta dan kebahagiaan yang
tidak dapat terlukiskan. Namun di satu sisi juga aku melihat
kepedihan yang sangat, seolah ada sisi dari diri Isaac yang ikut
hilang bersama Kayla. Akhirnya aku mengerti pembicaraan
Isaac. Resort ini dibangun atas impian Kayla. Ya. Ternyata
orang tua Isaac benar-benar kaya raya. Mereka bisa memiliki
banyak usaha di banyak tempat.
“Kayla bahagia di surga sana,” ujarku bukan untuk
menghibur. Isaac sedari tadi memalingkan wajahnya
menatap ke arah horizon.
“Ini tempat yang ingin aku tunjukkan dari kemarin!” ujar
http://facebook.com/indonesiapustaka

Isaac sebal.
“Huh ya sudah! Yang penting kan aku sudah di sini!”
Isaac mendengus panjang. Seorang pelayan bergegas
membawa daftar menu ke meja kami, tapi Isaac menolaknya.
54
Dia hanya berbisik kepada pelayan itu. Menyebalkan. Pasti
dia tidak memikirkan aku sama sekali.
“Kenapa kamu... ajak aku ke tempat-tempat yang
penting bagi Kayla?”
Isaac diam sesaat.
“Ya kenapa, ya?” jawabnya pura-pura bego.
Tak berapa lama pelayan-pelayan datang membawakan
banyak nampan berisi menu-menu. Wow, Isaac memesan
semua ini? Aku memandang satu per satu menu yang berada
di atas meja dengan mata terbelalak seketika.
“Kenapa?” Isaac tersenyum dengan menyebalkan. “Ayo
dimakan.” Isaac mengambil sepotong udang ke piringnya.
“Kamu sengaja ya?” seruku lantang. Isaac menatapku
heran. “Aku ini alergi seafood!” Ya. Mana mungkin aku bisa
makan semua ini? Isaac hanya memesan menu-menu laut
semua. Kenapa sih dia tidak bertanya dulu apa yang aku
sukai dan tidak aku sukai? Wait.... Forget it. Bagi Isaac, aku ini
bukan siapa-siapa. Untuk apa dia repot-repot menanyakan
hal itu.
Giliran Isaac yang terbelalak seketika. Ekspresi mukanya
tampak lucu dan aneh. Mungkin dia merasa bersalah.
Isaac terbatuk sesaat lalu tertawa terbahak-bahak. Oh,
http://facebook.com/indonesiapustaka

aku benar-benar salah besar menilai Isaac. Tadinya aku


berpikir Isaac akan sedikit merasa bersalah dan bilang
sori atau semacamnya, ternyata tidak. Ya, seharusnya aku
sadar, aku kan sudah mengenal Isaac sejak awal betapa
menyebalkannya orang ini.
55
“Hei!” hardikku. Wajahku terasa sedikit panas karena
menahan malu.
“Hahahahaha... Mana kutahu mau tidak makan seafood,
ha? Aneh-aneh aja. Jadi percuma aku pesan makanan laut
sebanyak ini? Kamu benar-benar nggak bisa makan, ya?
Hahahahaha,” tawa Isaac terus berderai-derai. Begitulah
orang yang kebahagiaannya di atas penderitaan orang lain.
“Hah, aku mau pulang,” aku mengambil tasku dan
bangkit berdiri. Isaac langsung menarik tanganku.
“Tunggu sebentar. Duduk dulu,” Isaac menatapku lekat.
Tatapan itu lagi. Entah kenapa aku selalu terhipnotis setiap
kali melihat tatapan itu. Tatapan yang meminta permohonan
dengan sungguh-sungguh.
“Aku nggak punya banyak waktu,” aku duduk kembali.
Isaac menatapku untuk beberapa saat. Tatapannya
sangat lembut. Tanpa kusadari, aku pun sedang menatapnya
lekat.
“Ehem!” Isaac sepertinya mulai sadar dengan keadaan
kami. “Aku mau memberikan ini.” Isaac mengeluarkan
sesuatu dari sakunya. Dari plastik pembungkusnya aku bisa
menebak, sepertinya benda elektronik. Ponsel.
“Ambil aja. Aku minta maaf buat kejadian tempo hari.”
http://facebook.com/indonesiapustaka

Aku menatap benda yang ada di atas meja. Aku tidak


tahu harus berkata apa.

56
“Hei, kenapa bengong? Nggak sopan sekali. Cepat
buka!” Baru saja Isaac bersikap manis, sekarang sifat bossy-
nya sudah kambuh lagi.
“Thanks,” ucapku saat membuka wadah ponsel itu.
Lebih bagus dari yang kupunya sekarang. “Tapi aku...”
“Ya ya ya... Kamu nggak layak mengambilnya gitu kan?”
Isaac memotong perkataanku dengan sok tahu. “Aku nggak
minta kamu membuang ponselmu yang sekarang, aku cuma
pengin kamu juga mau pakai ponsel ini.”
Aku diam beberapa lama. Mencari ketulusan di dalam
sikap dan perkataan Isaac.
“Kamu pikir aku mau memakainya?!” seruku galak.
Isaac menatapku kesal. “Sebutkan alasan kenapa kamu
tidak mau memakainya, ha?!”
“Penting kamu tau alasannya?! Oke, thank you buat
ponselnya. Siapa tahu bisa kujual kalo aku butuh uang!”
“Heeh...!”
“Kak Isaac!” terdengar suara yang tidak terlalu asing
memanggil nama Isaac. “Hallo!”
Rika berdiri di belakang Isaac. Merangkul leher Isaac
mesra. Rika sangat seksi hari ini. Memakai hot pant dan
http://facebook.com/indonesiapustaka

you can see warna oranye. Tubuhnya yang mungil dibalut


bolero rajut hitam. Ia mengenakan kalung emas dengan
bandul inisial I&R yang gemerlap. Isaac & Rika. Sudah bisa
dipastikan.

57
“Hei, Rika,” sapaku ramah.
“Apa kabar?” Rika tersenyum dengan ramahnya pula.
“Kalian berdua ada acara apa? Kok tidak ajak-ajak aku?”
“Kamu sudah pulang, ya? Jadi malam ini ke Paris?”
Rika mengangguk. “Aku berangkat malam ini. Ayo Kak
kita segera pulang bersiap-siap...”
Hah, ada apa ini pembicaraan yang tidak kumengerti.
Tiba-tiba aku merasa duniaku dan dunia orang-orang
seperti Isaac sangat berbeda jauh. Lagi pula, kenapa aku bisa
ada di sini? Sepertinya kurang pantas. Bukankah Isaac sudah
punya pacar?
“Ehm... Oke, aku duluan ya,” ujarku kikuk.
“Oh, ayo sekalian aja. Kita juga mau pulang,” ujar Rika.
“Oh, nggak perlu. Kalian sepertinya buru-buru. Nggak
enak harus anter aku segala.”
“Oh, enggak. Aku kan sama Kak Isaac. Kak Laura bisa
sama supir.” Perkataan Rika langsung menghanguskan
wajahku. Damn! Ya. Tentu saja. Naik apa Rika tadi ke sini?
Pastinya bersama supir. Sekarang sudah bertemu kekasihnya,
Isaac, rasanya tidak mungkin dong mereka tidak bersama.
Aku ge-er dengan mengira bakal diantar oleh Isaac.
http://facebook.com/indonesiapustaka

Isaac diam-diam tersenyum sinis. Menyebalkan. Santai


saja, toh aku juga tidak tergila-gila padamu.

58
TUJUH

Aku sedang berkutat dengan komputer, berusaha


menyelesaikan skripsi di waktu-waktuku yang terasa
semakin singkat. Meski ini hari Sabtu, aku tetap tidak
bisa bersenang-senang. Aku memang tidak bekerja di
hari Sabtu, tapi jika dibutuhkan aku tidak menolak untuk
mengambil shift. Bunyi ponsel yang tidak aku kenal tiba-
tiba mengejutkanku. Membuatku berhenti mengetik. Aku
menautkan kedua alisku. Ini tidak benar.
“Cil... Cil...!” Aku menendangi kaki Cecil. Katanya ia mau
belajar di sini tapi nyatanya tertidur juga di kasur dengan
segelas es air putih yang mencair. “Ponselmu tuuuh.”
Cecil tidak bergerak. Aku menoleh menatap Cecil
sebal. Ternyata ponselnya tenang-tenang saja di lantai. Aku
mendengarkan lebih saksama. Asal suara sepertinya berasal
dari dalam tasku. Ah.... Aku ingat. Aku segera membuka tas
kerjaku dan.... benar. Ponsel baru yang diberikan Isaac dan
belum pernah kusentuh itulah yang berbunyi. Ada sebuah
http://facebook.com/indonesiapustaka

sms. Nama Isaac tertulis di sana. Ia sudah menyimpan


nomornya sendiri di ponsel yang diberikannya pada orang
lain? Ckckck.
Lagi apa kamu? Ayo kita pergi
Aku bingung beberapa saat. Apa sih maksudnya? Kenapa
Isaac tidak pernah berhenti menggangguku? Bukankah
cowok ini benci pada diriku?
“Hape baru ya?” tanya Cecil yang barusan mengucek
mata. Aku tidak menjawab pertanyaannya dan hanya
berkonsentrasi memikirkan jawaban sms Isaac.
Pergi k
Baru kata itu yang sempat aku tulis, ponsel di tanganku
berbunyi lagi. Kali sebuah panggilan. Dari Isaac juga. Ya
ampun. Begitu tak sabaran orang ini. Sangat bertolak
belakang dengan Laskar. Benar-benar membuatku kesal.
“Hallo?!” jawabku ketus tanpa sadar.
„Kamu lagi di mana? Aku tunggu sekarang ya di XXI. Kita
nonton.‰
“Hei, hei, hei!”
„Kenapa?‰ jawab Isaac dengan sebal.
“Kamu ini!” Kali ini aku benar-benar marah. “Jangan
seenaknya saja ya! Kamu anggap aku ini apa, ha?!
Pembantumu yang bisa kamu suruh-suruh kapan saja?”
Hening di seberang sana. Aku tidak tahu apa yang sedang
Isaac pikirkan.
http://facebook.com/indonesiapustaka

„Aku tunggu sekarang! Titik!‰


TUT… TUT… TUT…
Kurang ajar sekali. Perkataan Isaac benar benar
membuatku terhenyak.
60
“Siapa sih?” tanya Cecil sebal. “Belum apa-apa kamu
sudah dibelikan hape ya… Hmm…”
“Hah, jangan berpikir yang bukan bukan. Sudah, aku mau
pergi. Kamu katanya mau malam Mingguan sama Jourdan
juga?” ujarku cepat sambil membenahi diri. Entah mengapa,
walau perlakuan Isaac sangat menyebalkan, toh akhirnya
aku pergi juga? Aku ini kenapa sih? Bukankah akan lebih
mudah bagiku untuk mengabaikan pria ini?
***
Isaac tersenyum lebar melihatku saat masih dari jauh.
Sepertinya dia benar-benar puas. Oh, senyumnya… Benar-
benar memukau… Tapi dia tersenyum padaku karena
merasa menang. Ini menyebalkan.
“Kamu datang juga kan!” Isaac memasukkan kedua
tangannya ke dalam saku celana. Ia mengenakan kemeja
pink yang sangat soft, begitu serasi dengan kulitnya yang
putih. Beberapa saat aku terpesona dengan penampilan dan
wajah tampannya.
“Ini malam Minggu dan aku nggak ingin sendiri,” ujar
Isaac dengan nada menyebalkan.
“Dengar ya!” aku segera menyadarkan diriku sendiri.
“Untungnya aku tertarik ada film yang ingin kutonton!”
sahutku galak.
http://facebook.com/indonesiapustaka

“Ckck… Sayangnya…” Isaac mengamati diriku dari


ujung rambut hingga ujung kaki. “Kamu ini… Buta soal
fashion ya… Ato kamu lupa kalo kamu akan berkencan?”

61
Menyebalkan. Jadi maksudnya penampilanku ini
buruk? Aku mengamati diriku sendiri beberapa saat. Aku
hanya mengenakan celana jeans dan t-shirt Snoopy. Benar-
benar penampilan yang sangat santai. Rasanya tidak serasi
berpasangan dengan Isaac yang sangat menawan. Tapi siapa
peduli? Toh memang kami bukan pasangan.
“Memangnya siapa yang berpikir ini kencan, ha?!”
sentakku.
Sebelum aku bicara lebih banyak, Isaac hanya
menggandeng tanganku dan aku berjalan di belakangnya.
Tangannya hangat. Aku tidak juga berhenti mengomel.
“Memangnya kamu berharap aku berdandan bak
Cinderella, ha?! Lagian malam Minggu gini sih, harusnya kamu
kan pergi sama Rika!”
“Kita nonton ini ya!” ujar Isaac langsung memesan tiket.
Ia sama sekali tidak memedulikan omelanku tadi. Dia tuli
atau memang pura-pura tidak dengar?!
“Tunggu, tunggu film apa itu? Aku nggak mau!” protesku.
Bagaimana sih? Kenapa dia memutuskan seenaknya dan
tidak bertanya dulu apa film yang ingin kutonton?!
“Kata teman-temanku ini bagus. Sudah ikut saja.
Seleramu pasti payah.”
http://facebook.com/indonesiapustaka

Benar-benar menyebalkan. Isaac memilih tempat


dan membayar dengan cepat. Ia membeli makanan dan
minuman lalu menyodorkannya padaku saat di dalam teater.
Kami sudah terlambat lima belas menit. Dasar orang kaya
yang menyebalkan. Kalau aku tidak akan mau menonton
62
film yang terpotong seperti ini.
“Kalau filmnya membosankan, kita segera keluar,”
bisik Isaac di telingaku. Aroma tubuhnya sangat harum dan
napasnya hangat.
What? Apa-apaan sih?
Sepuluh menit kemudian Isaac sibuk dengan Ipad-nya.
Aku berusaha memusatkan konsentrasiku pada film yang
kutonton. Ini film action, bukan jenis film kesukaanku.
Sepanjang cerita penuh dengan baku tembak dan hantam
hantaman. Aku sesekali memejamkan mataku.
“Filmnya jelek. Ayo kita keluar,” bisik Isaac di telingaku.
Ia berdiri tanpa ingin mengetahui reaksiku. Benar-benar
menyebalkan. Jujur, mataku benar-benar langsung melotot.
Dasar orang kaya yang tolol!
Isaac berjalan dengan langkah lebar dan tergesa di
depanku. “Aku nggak tahan lihat film seperti itu.” Isaac
mengakui hal itu tanpa rasa malu. Ternyata dia sebenarnya
berhati lembut juga ya.
“Kamu ini benar-benar menyebalkan! Kamu sendiri yang
memilih filmnya, kamu sendiri yang nggak mau nonton!”
“Sudah lain kali saja. Aku ada janji,” Isaac lagi-lagi meraih
tanganku. “Temani aku,” bisik Isaac saat kami turun di
http://facebook.com/indonesiapustaka

eskalator.
“Huh menyebalkan. Kalo aku nonton sama Laskar, dia
pasti tidak mungkin meninggalkan film begitu saja! Benar-
benar sika…”

63
“Hah, apa kamu bilang?”
“Iya! Sikapmu itu menyebalkan! Banyak orang susah
payah antre dan bayar ti…”
“Bukan, tadi kamu sebut nama seseorang?”
Ah… Aku kelepasan…
“Tidak, kapan?” Aku pura-pura bodoh. Isaac tidak peduli
lagi.
“Hai,” Isaac melambaikan tangan pada seseorang yang
ada di bawah. Ia melepaskan tangannya dari tanganku.
Seorang pemuda seumurannya dengan wajah tampan yang
serius menunggunya di bawah. Ia mengenakan kacamata
dan membawa netbook.
“Sudah lama?” tanya Isaac.
“Nggak juga.”
“Kenalkan ini, Laura. Kenalkan ini, Edo.” Isaac
mengenalkan kami dengan cepat. Edo tersenyum sambil
menjabat tanganku. Ia tidak bertanya apa-apa lagi lebih
lanjut. Ia dan Isaac sibuk berbicara soal bisnis sementara
aku hanya mendengarkan. Ini benar-benar bukan duniaku.
“Ayo!” ajak Isaac, membuyarkan lamunanku. Selanjutnya,
kami terus berputar dari satu toko ke toko yang lain. Dari
http://facebook.com/indonesiapustaka

apa yang kami lakukan dan mendengarkan pembicaraan


mereka, aku tahu Isaac hendak mendirikan usaha toko
batik. Saat ini kami sedang survei. Kami sudah memasuki
enam toko batik. Tiga di antaranya ada di dalam mall dan
sisanya kami mengunjungi toko-toko batik ternama. Kakiku
64
sudah pegal sekali. Aku duduk di salah satu kursi saat kami
memasuki toko yang ketujuh.
“Ambil saja kalo ada yang kamu inginkan,” ujar Isaac
untuk kesekian kali sambil menepuk pundakku.
“Sudah aku mau pulang!” aku menepis tangan Isaac.
Ini keterlaluan. Kenapa aku mau melakukan semua ini?
Aku kan bukan pacarnya! Lebih tepatnya mungkin, Isaac
menganggapku seperti pembantu!
“Jadi display-nya akan dibuat seperti apa?” Edo muncul
di saat yang tidak menyenangkan.
“Oke, kita makan saja dulu,” ujar Isaac berharap bisa
meredam kekecewaanku.
“Aku nggak lapar!” ujarku berbohong. Sejak tadi aku
menahan lapar. Tapi sekarang aku benar-benar sangat
marah. Aku dipermainkan!
Tiba-tiba ponsel Isaac berbunyi dan dalam sekejap
perhatiannya tidak lagi tersita padaku. Entah siapa yang
meneleponnya.
“Hmm… Ya, ya…,” ujar Isaac di telepon. “Oke, Pak,
saya tidak mau tahu ya. Entah bagaimana caranya, tanah
itu besok harus sudah jadi milik saya. Tolong itu semua
diselesaikan. Oke? Saya tidak peduli. Berapa pun harga yang
http://facebook.com/indonesiapustaka

harus dibayar, ambil saja.” Isaac lalu menutup ponselnya.


Telingaku jengah mendengar cara Isaac menyelesaikan
masalah. Beginilah orang kaya ya. Semua diselesaikan
dengan uang.

65
“Jadi sekarang maumu apa?” tanya Isaac lirih. Ia tidak
ingin kami menarik perhatian banyak orang.
“Apa kamu tuli ya? Aku bilang aku mau pulang!”
“Oke, oke. Edo, bisa kita lanjutkan ini besok pagi?” Isaac
berpaling pada Edo. “Nanti aku hubungi. Thank you.”
Edo pun pergi. Mereka membawa mobil masing-masing
tadi. Aku tidak percaya Isaac mendengarkan permintaanku
kali ini. Sepanjang perjalanan di dalam mobil, kami sama-
sama diam dan tiba-tiba Isaac memarkir mobilnya di depan
sebuah resto. Pasti ia mendengar suara perutku tadi. Mau
tak mau wajahku memerah.
Isaac menyodorkan daftar menu padaku. Tidak biasanya.
Biasanya dia selalu yang memutuskan segala sesuatu.
“Ini keterlaluan, Saac! Kamu anggap aku ini apa?!
Pembantumu? Aku seperti orang linglung tadi! Kita tidak jadi
nonton justru berputar-putar tidak jelas!” Kemarahanku
muncul juga.
“Apa? Berputar-putar tidak jelas?! Kita sedang
mengurusi bisnisku tadi! Itu sesuatu yang penting! Kamu
pikir aku menganggapmu pembantu? Jangan gila! Aku biasa
mengajak Rika seperti tadi. Dia selalu ikut ke mana pun aku
pergi! Dia sangat cekatan dan banyak membantuku!”
http://facebook.com/indonesiapustaka

“Jadi kamu berharap aku seperti Rika?! Jangan mimpi!


Aku bukan Rika! Jangan berlebihan! Dia harus mengikutimu
karena dia itu calon istrimu! Tidak ada hal yang aneh!”
“Oke! Fine!” Lalu kami masing-masing diam. Walau aku

66
sebenarnya masih belum puas melampiaskan kemarahanku.
Tanganku terkepal di pangkuanku. Aku berusaha
menenangkan diriku.
Isaac berusaha mencairkan suasana dengan mengambil
daftar menu dan menanyakan pesananku. Tapi aku bersikap
skeptis.
“Kamu masih marah?” tanya Isaac hati-hati setelah
menyerahkan menu pesanan pada pelayan. “Edo itu
karyawanku dan sahabatku sejak kecil. Dia tampan kan?
Kamu pasti jatuh cinta padanya,” goda Isaac. Hah, pertanyaan
konyol.
“Nggak lucu,” jawabku sadis sambil memalingkan muka.
Usaha Isaac tidak berhasil. Ia sempat tertunduk sejenak.
“Rika sedang pergi ke Paris,” ujar Isaac lagi. “Dia akan
melanjutkan kuliahnya di sana. Fashion. Mode.”
“Lalu? Jadi kamu memanfaatkan kesempatan ini, iya
kan?” tanyaku sinis.
“Kesempatan apa? Kalau mengurusi bisnisku seperti
tadi Rika sudah biasa. Dia sering menemani dan tidak
rewel sepertimu. Kesempatan apa yang kamu maksud?”
Isaac menantangku. Ini benar-benar menjadi aneh dan
membingungkan. Ya, Isaac tidak mungkin tertarik dengan
cewek sepertiku.
http://facebook.com/indonesiapustaka

“Lupakan,” kataku. Tak berapa lama, pelayan


mengantarkan pesanan minuman kami.
“Kamu sudah punya cewek tapi kamu masih pergi

67
dengan cewek lain?!” ujarku akhirnya. Tidak tahan. Entah
dari mana keberanian itu. Ya, karena aku merasa sikap Isaac
tidak wajar.
“Kalau kamu menuduh aku berselingkuh, kenapa kamu
sendiri juga mau, ha?! Memangnya kamu pikir kita tadi
ngapain aja? Hanya jalan berdua tidak lebih dari dua jam!
Sisanya kita ditemani Edo. Apa itu bisa dituduh berselingkuh,
ha?!”
Aku jadi pusing. Isaac pintar sekali mencari-cari alasan.
Tapi tetap saja menurutku, dia tidak mengajakku keluar.
“Siapa yang bilang kalo kita selingkuh?! Tapi kamu tau
etika nggak sih?!” sahutku tak kalah sengit.
Makanan datang dan kami sama-sama diam.
“Kalau aku putus sama Rika, kamu mau nggak jadi
pacarku?” tanya Isaac tanpa menatapku setelah sembilan
menit kami dalam keheningan. Aku sebenarnya hampir
tersedak, tapi aku berusaha mengatur napasku pelan-pelan.
“Pertanyaan bodoh.”
“O, ya?” komentar Isaac.
“Mana ada cowok yang mau melepaskan cewek seperti
Rika.”
http://facebook.com/indonesiapustaka

“Aku mungkin,” jawab Isaac santai.


Aku menautkan kedua alis. “Apa yang membuatmu
berpikir ingin melepaskan Rika?” Ini mulai menarik. Orang
kaya yang kisah cintanya tidak bahagia.

68
“Apa ya. Banyak hal.”
„One of them?‰ desakku.
“Iya, Rika cantik. Dia gadis baik. Setiap cowok akan
terpesona padanya. Dan dia sangat mirip… Kayla.
Everything. Setiap kali melihatnya, aku melihat Kayla. Dan
hatiku teduh.”
Aku mendengarkan Isaac dengan penuh perhatian.
Setiap kali ia menceritakan sesuatu yang berhubungan
dengan Kayla, ekspresinya selalu berubah.
“Belakangan aku menyadari. Mungkin perasaan sayangku
pada Rika, hanyalah perasaan sayang seorang kakak. Itulah
mengapa, aku tidak pernah memikirkan sesuatu yang lebih
jauh tentang Rika selama ini.”
Aku tidak bisa berkata apa-apa. Ternyata ada juga kisah
cinta yang seperti ini.
“Rika akan sangat patah hati.”
“Dia tidak kehilanganku. Aku akan tetap menyayanginya.
Tapi seperti pada Kayla.”
“Itu hanya akan menyakitinya.”
Isaac tidak berkata-kata lagi. Tepat pada saat itu,
ponsel Isaac berbunyi di atas meja. Kami sama-sama
http://facebook.com/indonesiapustaka

dapat melihat nama RIKA di sana. Isaac menatapku dan


ponselnya bergantian. Aku memberi isyarat supaya Isaac
mengangkatnya. Tapi Isaac menolak. Ia membiarkan
ponselnya terus bergetar dan bernyanyi di atas meja.

69
http://facebook.com/indonesiapustaka

70
DELAPAN

Isaac mengantarku pulang ke rumah. Kami menutup


perjumpaan kami yang melelahkan dengan percakapan ini.
“Laura aku pengen kamu tau,” ujar Isaac saat aku sudah
berjalan menuju pagar rumahku. Perkataannya menarik
perhatianku dan membuatku menoleh. Isaac yang berada di
balik setir, wajahnya tampak serius.
“Aku mengajakmu pergi hari ini, bukan karena aku ingin
mempermainkanmu. Aku tidak menganggapmu sebagai
pembantu, tidak,” Isaac menatapku lekat. “Aku juga tidak
pernah membandingkanmu dengan Rika. Aku tahu kamu
sangat berbeda.”
Hening di antara kami. Aku tidak tahu harus merespons
bagaimana.
“Dan?” ujarku akhirnya.
“Aku hanya ingin kamu tahu itu. Good night.”
http://facebook.com/indonesiapustaka

Isaac lalu pergi dengan meninggalkan kepulan asap


di belakangnya. Aku mematung beberapa lama. Apa
yang sebenarnya ingin dia sampaikan? Kalau dia memang
tidak pernah menganggapku rendah… dan tidak pernah
menganggapku sebagai pengganti Rika… lalu?
***
Hari ini aku memulai penelitian skripsiku. Aku menyebar
kuesioner di kampus. Tapi tidak semua sampelku adalah
mahasiswa. Jadi aku tidak akan lama di kampus. Aku
menunggui mereka dengan sabar mengisi kuesioner.
“La,” seseorang menepuk pundakku. Aku sudah hafal
dengan suara ini. Elly.
“Sibuk hari ini?” tanyanya sambil tersenyum.
“Yah lumayan. Kebetulan, nih sekalian kamu juga jadi
responden ya!” aku menyerahkan angket dan pulpen pada
Elly. Elly dengan senang hati menerimanya.
“Tapi bayarannya apa nih?” canda Elly.
“Haha butuh bayaran, ya? Bukuku deh… Plus tanda
tangan…”
“Huu… Itu mah aku sudah punya.” Elly mulai mengisi
kuesioner yang kuberikan. “Gimana… hubunganmu
dengan… Si Isaac itu?” tanya Elly tanpa menatapku.
“Hubungan? Maksudmu?”
Elly tersenyum simpul. “Aku melihat kalian lho. Jalan di
mall…”
http://facebook.com/indonesiapustaka

“Hah?” Aku terbeliak. Tidak menyangka akan ada yang


memergoki kami.
“Akhirnya kamu jatuh hati juga kan padanya…”

72
“Hei, itu sama sekali tidak seperti yang kamu bayangkan…
Jangan salah paham…”
“Bagaimana perasaanmu padanya?”
“Aku?” Aku terdiam beberapa lama. Belum pernah
aku mencoba memikirkan ini. Bukankah Isaac pacar Rika?
Mengapa aku harus memikirkan tentang perasaanku?
“Aku tidak tahu… Biasa saja…,” jawabku ragu.
“Benarkah? Aku mendukungmu saja. Yang terbaik
untukmu… Pokoknya, jangan sampai kamu menyesal…”
“Thank you…,” aku tertunduk. Dari dulu, Elly adalah
sahabatku yang paling bisa diajak bicara. Saat aku ada
masalah dengan Laskar, aku bisa curhat padanya. “Kamu
sendiri?”
“Apa?” Elly mengangkat wajahnya. Sekarang aku
mengerti mengapa ia sulit menemukan seseorang setelah
kepergian Sam, kekasih pertamanya yang sudah tiada.
“Aku masih sibuk dengan skripsiku…,” lagi-lagi Elly
berdalih.
“Aku juga mendoakan kamu bahagia…”
Tiba-tiba ponselku bergetar di saku celanaku. Sebuah
panggilan dari Isaac. Apalagi yang diinginkan anak ini?
http://facebook.com/indonesiapustaka

Elly menatapku. Sepertinya dia bisa menebak siapa yang


meneleponku.
“Hallo!” sahutku kencang.
“Hoei, kamu di mana? Aku ada di kampusmu sekarang. Di
73
parkir mobil! Kamu cepat ke sini ya! Cepat!”
TUT… TUT… TUT…
Haduh, kurang ajar?
“Dia pasti memintamu datang sekarang,” terka Elly
tepat sasaran.
“Biarkan saja. Aku masih sibuk dengan ini.”
“Ya ampun, Laura… Sudah serahkan aja padaku. Kamu
pergi temui Isaac. Sekarang.”
“Tapi…”
“Kamu ingin ketemu dia kan? Dia udah belain ke sini.
Udah kuesionernya biar nanti aku yang kumpulkan. Oke?”
Aku gembira sekali. Aku langsung bangkit berdiri,
memeluk Elly dan berlari mencari Isaac. Aku menemukan
Isaac bersandar di mobilnya. Dia selalu tampil menawan.
Entah mengapa, sadar tidak sadar aku tersenyum lebar
melihat kehadirannya. Apa aku sangat senang?
“Kamu… Dasar orang menyebalkan! Aku sedang sibuk
tau!” semprotku.
“Sibuk? Toh nyatanya kamu datang juga. Ayo,” Isaac
mengajakku masuk ke dalam mobilnya.
Akan ke mana kita hari ini? Sebelum sempat mengajukan
http://facebook.com/indonesiapustaka

pertanyaan ini, Isaac sudah mengatakannya.


“Kita akan ke rumahku.”
“Ngapain?” tanyaku aneh. Isaac benar-benar aneh.

74
Selalu mengajakku pergi di saat-saat yang tidak terduga.
Tapi mungkin aku sendiri juga aneh. Kenapa aku selalu mau
pergi berdua dengannya?
“Main aja. Memangnya kamu nggak ingin mampir ke
rumahku, ha?” ujar Isaac menyebalkan.
“Memang enggak.”
“Hah, dasar menyebalkan. Kalau sikapmu seperti ini
terus, siapa juga cowok yang mau mendekati kamu.”
“Haduh… Kamu ini, tau apa sih tentang hidupku?”
ujarku jengkel. Aku sedikit sakit hati dengan perkataannya.
Aku tidak perlu banyak cowok mendekatiku. Aku hanya
perlu Laskar.
„Tell me about your life,” pinta Isaac setelah menatapku.
“Penting?” Aku menatapnya tajam.
“Oh, jadi kamu menganggap hidupmu sendiri tidak
penting? Oke, fine!”
Kami diam hingga tiba di rumah Isaac yang megah.
Kenapa sih kami selalu bertengkar? Padahal sebenarnya
aku merasa cukup nyaman berada di dekatnya. Tapi sikap
soknya, benar-benar minta ampun. Apa memang seperti ini
semua perangai anak bos-bos? Ada satpam dan anjing-anjing
penjaga yang terus menggonggong saat ada orang datang.
http://facebook.com/indonesiapustaka

Beberapa mobil terparkir mentereng di halaman rumah


Isaac yang lapang. Rumah Isaac sama dengan model rumah-
rumah bangsawan Inggris yang sering aku lihat di film-film.
“Ayo turun,” ajak Isaac saat aku masih terkagum-kagum.
75
Seorang pelayan rumah menyambut kedatangan Isaac.
Aku terkagum-kagum melihat banyaknya ornamen mahal
di rumah Isaac. Dua hal yang menjadi ciri khas pada rumah
ini. Pertama, sangat banyak cermin, entah besar atau kecil,
digantung maupun tertata di meja. Kedua, sangat banyak
pigura foto. Orang tua Isaac tampaknya sangat senang
mendokumentasikan setiap moment. Mereka memotret
ketiga anak mereka sejak kecil. Salah satu sudut meja
terdapat foto wisuda Isaac bersama Rika dalam ukuran 4R.
“Apa kabar Rika?” tanyaku.
“Malam ini dia pulang dari Paris,” jawab Isaac datar.
Lalu seorang pemuda yang usianya tidak terpaut jauh
dari Isaac, turun dari lantai atas. Langkahnya tergesa dan
pakaiannya sangat necis. Aku menerka, dia adalah Richard.
Aku masih ingat cerita Albert bahwa adik Isaac selain Kayla
adalah Richard yang kuliah di luar negeri. Wajahnya sangat
mirip dengan Isaac. Hanya saja Richard berkacamata dan
postur tubuhnya jauh lebih tinggi daripada Isaac. Ia tidak
berkata apa-apa saat melihat Isaac. Ia bahkan hanya hampir
tersenyum saat melihatku.
“Itu tadi adikku,” ujar Isaac santai. Benar kan. Kami naik
ke lantai dua. Benar-benar seperti hotel.
“Oh. Kuliah?” tanyaku hendak memastikan cerita Albert.
http://facebook.com/indonesiapustaka

“Yup. Di Rusia.”
Ada-ada saja tingkah orang kaya itu. Bisa kuliah di luar
negeri saja sudah bagus. Biasanya negara yang dipilih untuk
studi seperti Amerika, Cina, Jepang, Belanda, Inggris. Ini…
76
bisa sampai Rusia. Aku tidak bisa memikirkan apa alasannya.
“Oh. Dia sedang libur?”
“Tidak. Dia harus pulang karena ada acara.”
Kami berhenti di depan sebuah pintu. Apakah ini kamar
Isaac? Oh, tidak. Apa yang ingin dia lakukan?
“Ini bukan kamarku.” Entah kenapa, Isaac selalu bisa
membaca pikiranku. Wajahku jadi bersemu merah. Isaac
membuka pintu itu.
“Ini kamar Kayla.”
Aku takjub melihat apa yang ada di dalamnya. Semua
orang yang masuk ke kamar ini, pertama kali pasti akan
langsung terpukau dengan lukisan diri Kayla yang sangat
besar terpampang di tembok. Cantik sekali gadis itu.
Senyumnya sangat meneduhkan. Pandanganku berkeliling.
Kamar ini begitu megah. Segala sesuatunya dihiasi warna
pink.
“Kayla suka warna pink.”
“Manis sekali…,” ujarku sambil maju selangkah
mengikuti Isaac. Segala sesuatu di kamar Kayla tertata rapi
dan bersih. Tidak ada debu sama sekali. Pastilah kamar ini
dibersihkan setiap hari seolah penghuninya masih hidup.
Sangat menyakitkan. Aku mengambil sebuah pigura yang
http://facebook.com/indonesiapustaka

ada di meja rias Kayla. Foto Kayla bersama Richard dan


Isaac. Mereka semua berwajah tampan dan manis.
“Cantik sekali ya, Kayla…,” pujiku tulus. Seulas senyum
mengembang di wajah Isaac. Ia berpaling. Aku tahu ia tidak
77
ingin menunjukkan senyum itu padaku, tapi aku tetap dapat
melihatnya.
“Siapa yang menempati kamar ini?” tanyaku hati-hati.
“Tidak ada. Tapi bukan berarti kami mensakralkannya.
Hanya saja memang rumah sering sepi. Kamar tamu juga
sudah ada sendiri. Tapi kalau misalnya kamu mau menginap
di rumahku dan memakai kamar ini juga boleh,” terang
Isaac.
Hah, ngapain aku menginap di rumahmu?
“Barangkali aja kamu sudah bosan dengan hidupmu?”
ujar Isaac seolah menjawab pertanyaan yang ada dalam
hatiku. Kurang ajar sekali jawabannya itu.
“Hah, seandainya memang aku bosan dengan hidupku,
tempat yang aku cari, bukan rumahmu!” sahutku sengit.
Isaac terkekeh sesaat.
“Kayla dipanggil Tuhan karena osteosarcoma…”
Osteosarcoma? Oh, pantas saja, Isaac tertarik dengan
buku itu beberapa waktu lalu.
“Di sini… Semua kenangan tentang Kayla ada.” Isaac
duduk di tepi ranjang Kayla.
“Sampai kapan pun Kayla akan tetap hidup di hati orang-
http://facebook.com/indonesiapustaka

orang yang menyayanginya…,” ujarku. “Terkadang yang


membuat kita menangis saat mengingat mereka yang telah
pergi, bukan karena kita meratapi hidupnya yang singkat.
Tapi karena kita sangat merindukan orang itu. Kita ingin dia
ada di sini.”
78
Lagi-lagi Isaac hanya tersenyum.
“Itu juga yang kurasakan tentang Laskar…” Aku
menatap Isaac. Mungkin ini akan lebih meringankan hatinya.
Juga hatiku.
“Siapa… Laskar?”
“Orang yang sangat aku sayangi…,” ujarku sambil
tersenyum bahagia.
http://facebook.com/indonesiapustaka

79
http://facebook.com/indonesiapustaka

80
SEMBILAN

„Besok papaku ulang tahun. Kamu datang ya. Aku akan


suruh supir menjemputmu jam tujuh malam.‰
Begitulah pesan penutup yang dikatakan Isaac saat
ia menyudahi turku ke kamar Kayla. Aku tidak percaya.
Dia mengajakku ke acara keluarganya? Hampir saja
aku menanyakan, apa Rika akan datang? Untung segera
kuurungkan, karena aku langsung teringat bahwa Rika
pulang hari ini.
“Boleh aku mengajak teman?” Akhirnya itulah yang
kutanyakan. Aku tidak mungkin datang ke acara semegah
itu seorang diri. Aku akan mengajak Elly.
“Boleh. Dan jangan lupa, berpenampilanlah yang menarik.
Jangan buat aku malu,” ujar Isaac sambil memperhatikanku
dari atas ke bawah. Sangat menyebalkan.
Itulah alasan mengapa aku dan Elly berada di salon saat
ini. Dua jam sebelum pukul tujuh malam. Menurut Elly, ini
http://facebook.com/indonesiapustaka

adalah acara berkelas dan akan banyak orang kaya lain yang
diundang. Aku rasa juga begitu. Jadi, Elly tidak ingin aku
berpenampilan biasa-biasa saja. Harus ada yang berbeda
dengan diriku katanya. Elly melihat adanya titik-titik harapan
bahwa Isaac mungkin tertarik padaku. Aku bilang tidak
mungkin karena Isaac sudah punya Rika. Mereka sangat
serasi. Aku tidak ada apa-apanya dibandingkan Rika. Tapi
Elly tetap bersikeras bahwa masih ada peluang bagiku.
“Kalau tidak ngapain Isaac mengundangmu ke acara
pribadi semacam itu?” tanya Elly sembari rambut kami
ditata di salon.
“Isaac juga mengundang temannya yang lain,” kataku
mantap.
“Seberapa banyak, La? Coba pikirkan. Hanya sahabat-
sahabatnya saja. Pokoknya aku merasa, kamu tetap special
buat Isaac. Jangan sia-siakan kesempatan ini!”
Hah, whatever. Aku tidak mengerti.
Aku tak percaya ini kami yang berdiri di depan cermin.
Penampilan kami sungguh berbeda. Cantik sekali. Aku
memakai dress warna putih selutut tanpa lengan dengan
kerah V. Rambutku yang sedikit di-curly membuat penampilan
lebih fresh. Isaac tidak mungkin menghinaku lagi. Sementara
Elly, ia mengenakan dress merah maroon dengan lengan puff.
Sangat girly dengan rambutnya yang dikuncir kuda.
“Gorgeous…,” ujarku takjub.
“Haha. Kayaknya kita harus sering bersenang-senang ke
http://facebook.com/indonesiapustaka

salon mulai sekarang?” sahut Elly.


Pertanyaan Elly dijawab dengan ketukan pelan di pintu.
Aku rasa itu adalah supir Isaac. Ia benar-benar mengirim
supirnya untuk menjemput kami. Ini luar biasa. Aku dan Elly

82
saling pandang.
“Hanya pria bodoh yang akan melepaskan wanita
secantik dan sebaik kamu,” ujar Elly sambil menatapku
lekat-lekat. Ini mengharukan. Tapi kenapa dia mengatakan
hal semacam itu? Aku tidak sedang dalam misi hendak
merebut hati Isaac.
“Kamu sudah siap?” tanya Elly. Aku mengangguk mantap
dan kami melangkah keluar.
***
Aku merasa seperti menghadiri acara award. Rumah Isaac
yang kemarin sudah terlihat mewah kini semakin terlihat
megah lagi. Banyak sekali tamu yang diundang dan rata-rata
adalah orang asing. Ya sudah. Yang penting aku harus tetap
percaya diri. Nyaliku tidak boleh ciut. Toh aku diundang.
Jika ada yang bertanya siapa aku dan dari mana asalku? Aku
temannya Isaac, ya benar. Tapi… sepertinya mereka tidak
akan bertanya. Mereka tidak akan peduli. Mereka tampak
sangat acuh satu sama lain dan suka berkelompok. Orang-
orang kaya… Ckckck…
Aku menatap Elly. Sepertinya dia sama gugupnya seperti
aku. Tapi aku selalu bisa mengatasi situasi seperti ini. Tidak
ada masalah.
“Ngomong-ngomong, ulang tahun yang ke berapa ayah
http://facebook.com/indonesiapustaka

Isaac?” tanya Elly.


“Aku tidak tahu?” sahutku. Bodohnya. Kenapa aku tidak
menanyakan pada Isaac tempo hari. Namun, pertanyaan
kami segera terjawab karena di pintu-pintu masuk kami
83
melihat banyak banner ucapan selamat ulang tahun ke-60.
Di pintu masuk, aku melihat seorang wanita yang
sepertinya wajahnya tidak asing lagi bagiku. Wajah dan
senyum lembut itu… Ya, aku mengenalinya… Sebelum aku
sempat menyapanya, dia menyapaku lebih dulu.
“Hei!” nada suaranya sangat ramah tidak berubah.
Senyum dan sinar matanya memancarkan kehidupan yang
khas. Aku berharap, aku pun jauh lebih baik sekarang.
“Apa kabar Monica Petra?” Aku menjabat tangan wanita
itu. Monica Petra, salah seorang penulis yang bersedia
menulis bersamaku. Kami saling berciuman pipi kiri dan
kanan. Monica sangat anggun dengan balutan dress pink-nya.
Rambutnya disanggul ke atas, cantik sekali. Aku tidak tahu
apa hubungan Monica dengan ayah Isaac.
“Dengan siapa kamu ke sini?” tanya Monica ramah.
Matanya tidak pernah berhenti bersinar-sinar. Aku sangat
menyukainya.
“Ini temanku,” aku lalu memperkenalkan Elly.
“Kamu dengan siapa?” tanyaku balik. Aku tahu, Monica
Petra pun datang tidak sendiri. Tadi aku melihatnya
bergandeng tangan dengan seorang pria sebelum
melepaskannya dan menghampiriku di sini. Aku turut
bahagia. Waktu kami menulis novel bareng, Monica masih
http://facebook.com/indonesiapustaka

single, tapi sekarang dia sudah menggandeng pria yang sangat


luar biasa, kurasa. Ya, tentu. Pria yang bisa mengimbangi
Monica Petra, pasti dia pria yang luar biasa. Pria itu saat ini
sedang berkumpul bersama Richard dan teman-temannya.
84
Pria itu sangat tampan dan aku yakin dia seorang pengusaha
muda. Kalau aku boleh menebak, Monica berpacaran
dengan pria yang adalah teman Richard.
“Alex,” Monica mengarahkan pandangannya pada Alex
sesaat. “Bagaimana dengan buku keduamu?” tanya Monica
lebih lanjut. Ah, aku malu sekali dia menanyakan itu.
“Aku belum menulis lagi. Aku masih mengerjakan
skripsi,” jawabku jujur.
“Oh, ya. Semoga saja cepat selesai, ya. Good luck
pokoknya.”
“Monica, bisa kita foto sebentar?” Elly meminta dengan
hati-hati. “Aku penggemarmu…”
Monica menyambut dengan hangat. Selagi mereka
berfoto, aku melihat Alex menatap Monica dengan tatapan
yang sangat hangat dan lembut. Alex sangat mencintai
Monica. Dia sangat bangga terhadap Monica. Aku tahu itu.
Lalu aku mengalihkan pandanganku ke muka. Beberapa
meter, aku memergoki Isaac sedang menatapku. Tapi
aku sama sekali tidak ge-er. Paling-paling dia hanya heran
mengapa aku bisa kenal dengan Monica Petra, penulis dan
kekasih dari teman dekat adiknya tercinta. Bagaimana bisa
Laura masuk dalam lingkungan pergaulan kelas atas sebelum
mengenalku? Mungkin begitulah yang sedang dipikirkan Isaac
http://facebook.com/indonesiapustaka

saat ini. Isaac sedang bersama Rika dan orang tua-orang tua
setengah baya. Mungkin kerabat mereka. Rika mengenakan
dress putih juga sepertiku. Hanya saja kainnya dari sutra aku
rasa. Perhiasan emas tidak lepas dari tubuhnya malam ini.

85
Ada Edo juga di sana. Ia tengah menatap ke arah kami juga.
“Ayo La, foto juga. Sudah lama kita tidak bertemu,” ajak
Monica. Aku pun bergabung.
Lalu Rika dan Isaac berjalan menghampiri kami. Lebih
tepatnya Monica Petra. Rika langsung memeluk Monica
Petra. Mereka sepertinya akrab. Aku jadi rikuh. Rika hanya
menyapaku dengan ‘halo’ dan Isaac diam saja, merasa sudah
terwakili. Selanjutnya waktu mereka tersita untuk Monica.
Dari sedikit-sedikit pembicaraan aku paham bahwa keluarga
Isaac meminta Monica untuk menulis tentang Kayla. Oh,
mungkin itu sebabnya Rika bisa sangat dekat dengan Monica.
Walau bisa saja mereka baru kenal belum lama ini. Anggaplah
Richard pulang ke Indonesia lalu berkumpul dengan teman-
temannya, termasuk Alex dan tahu Alex berpacaran dengan
seorang penulis. Lalu jadilah seperti sekarang ini. Yah, hanya
gambaran kasarku saja. Alex ikut bergabung bersama kami.
Sepertinya dia tidak ingin kehilangan tiap detik kesempatan
untuk bisa bersanding dengan Monica. Justru Richard yang
tiba-tiba sudah menghilang entah ke mana. Dia tidak tampak
menggandeng siapa pun. Ya mungkin kekasihnya adalah
wanita Rusia.
“Ayo kita pergi dari sini….,” bisik Elly. Aku mengangguk
setuju. Biarlah para bintang itu menikmati gemerlap mereka
masing-masing. Ini bukan duniaku.
http://facebook.com/indonesiapustaka

Ruangan disusun dengan meja-meja bundar yang masing-


masing terdiri dari sepuluh kursi. Para tamu memilih sendiri
tempat mereka di sana. Di barisan paling depan, di tengah
adalah meja untuk keluarga besar Isaac. Ada orang tua Isaac,
86
Isaac, Rika, Richard dan entah siapa-siapa lagi. Keluarga
mereka. Mungkin orang tua Rika juga. Aku menatap Isaac.
Tampaknya ia tidak terlalu suka dengan gemerlap pesta ini.
Menjadi sorotan banyak orang dan harus tersenyum terus-
menerus. Diperkenalkan sebagai putra mahkota. Aku jujur,
bahkan tidak tahu usaha apa saja yang dimiliki ayah Isaac.
Berkali-kali Isaac menghela napas panjang dan hanya melipat
kedua tangan di depan dada.
Aku dan Elly, semeja dengan Monica dan Alex. Syukurlah,
aku jadi merasa tidak terlalu kesepian. Lalu ada dua orang
teman Alex, sepasang kekasih pula, dan tiga orang tamu
yang aku tidak tahu siapa. Masih tersisa satu tempat, di
antara Elly dan seorang tamu yang tidak kami kenal. Lalu
seseorang menempatkan dirinya di kursi itu.
“Excuse me,” ia meminta permisi pada Elly dan tamu di
sampingnya sambil tersenyum. Oh, Edo. Aku tidak tahu dia
masih mengingatku atau tidak. Ekspresinya biasa saja dan
aku sama sekali tidak berniat menyapanya. Dia ber-say hi
pada Alex dan teman-temannya.
Acara demi acara bergulir dengan lancar. Aku
menikmati tapi juga merasa sangat lelah. Sudah hampir
pukul sepuluh malam, entah kapan pesta ini akan berakhir.
Aku sedikit iri melihat kemesraan pasangan-pasangan di
hadapanku, terutama Monica dan Alex. Mereka sangat
http://facebook.com/indonesiapustaka

serasi. Alex sangat sabar. Dia senang menyentuh Monica.


Sekadar mengelus kepala atau tangannya. Tampaknya Alex
orang yang sangat hangat dan perhatian. Dan yang lebih
menggembirakan, aku merasa Edo memiliki rasa tertarik
87
pada Elly. Bukannya dia memang sudah memperhatikan Elly
sejak di pintu masuk? Lalu sengaja duduk di samping Elly?
Aku juga melihat Elly tampaknya tidak bisa menolak Edo.
Mereka bagaikan pasangan yang jatuh cinta pada pandangan
pertama. Aku benar-benar bahagia untuk Elly. Semoga saja
dia akhirnya menemukan pengganti Sam.
Pukul sebelas lewat, acara baru selesai. Bak pesta
pernikahan, foto-foto di akhir acara. Aku ingin mengajak
Elly segera pulang saja, tapi dia sangat menikmati waktunya
bersama Edo. Aku tidak tega mengganggunya.
“Kami harus pulang sekarang,” ujar Elly. Dia memang
sahabat yang sangat memahami aku. Tampak gurat-gurat
kekecewaan di wajah Edo.
“Oh, ayo aku antar kalian,” Edo menawarkan diri. Elly
menatapku meminta persetujuan. Dengan sorot mataku,
aku berusaha mengatakan just go with him!
“Oke, jika tidak merepotkan.”
***
Pesta itu benar-benar sangat melelahkan. Aku sudah
akan langsung terpejam ketika kepalaku menyentuh
bantal. Sayangnya, aku lupa mematikan ponsel. Pukul 00.25
seseorang menghubungi ponselku. Aku begitu hafal dengan
nada dering ini. Ponsel baru yang diberikan Isaac. Meski
http://facebook.com/indonesiapustaka

sangat lelah, entah mengapa mataku langsung cepat terbuka.


Aku terduduk dan meraih tasku.
“Hallo?!” sapaku ketus begitu ponsel sudah di tanganku.
“Kamu sudah gila?! Kamu pikir ini ja…..”
88
„Kamu sudah tidur?‰ nada suara Isaac terdengar lemah.
Tidak biasanya. Aku pikir dia akan langsung menyuruhku
melakukan ini itu seperti biasa.
“Hampir,” dustaku. “Ada perlu apa?!”
„Bisa kamu keluar sebentar? Aku ada di depan rumahmu⁄‰
Entah kenapa aku tidak merasa kesal sama sekali. Justru
diam-diam aku merasa hatiku seperti melonjak-lonjak. Ini
aneh. Aku girang?
“Jangan becanda!” bentakku.
„Aku serius⁄ Keluarlah⁄ Aku ingin bicara sesuatu⁄..‰
“Oke.” Aku masih terus menempelkan ponsel ke daun
telinga sambil berjalan menuju ke arah pintu.
“Hei!” sapaku saat sudah ada di ambang pintu. Mata
kami saling bertatapan. Kami mematikan ponsel kami. Isaac
berpose seperti biasa, menyandarkan tubuhnya di mobil
dengan tangan dimasukkan ke dalam saku celana. Ia masih
mengenakan jas yang dipakainya saat pesta tadi. Wajahnya
tampak sangat lelah.
“Come here,” pinta Isaac.
“Gimana kalau kita masuk saja?” aku menawarkan.
“No, no…” Isaac menatap ke langit malam. Lalu ia
http://facebook.com/indonesiapustaka

mengambil posisi duduk di tepi jalan, di samping mobilnya.


Malam begitu sunyi.
Hah, ada-ada saja. Aku pun menghampirinya.
“Duduklah,” pinta Isaac. “Kenapa kamu pergi begitu saja
89
sih? Bahkan kita belum mengambil foto selembar pun.”
Aku hanya diam dan duduk di samping Isaac. Aku rasa
aku tidak perlu menjelaskan bagaimana Edo begitu tertarik
pada Elly.
“Yang benar saja. Kamu sendiri begitu cuek padaku.”
Isaac tidak menjawab, tapi ia menarik kedua sudut
bibirnya.
“Kamu cantik malam ini. Aku suka,” puji Isaac tulus.
Ia tersenyum lebar seperti anak kecil. Entah mengapa,
pujiannya membuatku tersipu.
Tiba-tiba Isaac menyandarkan kepalanya di pundakku.
Matanya terpejam. Dia seperti anak kecil. Ada apa ini?
Rasanya, jantungku berdebar lebih cepat.
“Aku minta maaf buat semua sikapku yang menyakitimu
selama ini…”
Ada apa ini. Tumben dia berkata seperti itu.
“Sama-sama. Aku juga sering membuatmu jengkel kan.
Yah, anggap saja pertemuan kita ini adalah suatu berkat
supaya kita bisa berteman.”
“Dear, maukah kamu menjadi pacarku?”
Hah? Aku tidak percaya dengan apa yang barusan
http://facebook.com/indonesiapustaka

kudengar. Apa Isaac sedang menghafal skenario film atau


apa? Dia bicara pada siapa?

90
“Dear Laura, apa kamu bersedia menjadi kekasihku?”
Isaac mengangkat kepalanya dan menatapku sungguh. “I love
you.”
Aku hanya ternganga. Ini bukan mimpi kan? Aku harus
menjawab apa?
“Tapi…. Kamu kan berpacaran dengan Rika…..” Jika
aku tidak mencintai Isaac, mengapa hatiku terasa pedih saat
menyebut nama Rika?
“Kami sudah putus.”
“Apa?”
Isaac melihat jam tangannya seolah sedang menghitung
waktu. “Kurang lebih dua jam yang lalu….”
Aku tidak percaya ini. Terdengar gila. Mana ada cowok
yang baru saja putus dengan pacarnya langsung menembak
cewek lain? Pastilah dia cowok brengsek.
“Kenapa?” tanyaku lirih.
“Kenapa? Sudah jelas, supaya aku bisa bersamamu….”
Tatapan Isaac sangat meluluhkan hatiku.
“A….” Aku tidak mampu menatap Isaac. Ini mimpi kan?
Aku tidak pernah membayangkan akan seperti ini? Aku
merasa sangat bingung. Aku suka berada di dekat Isaac
http://facebook.com/indonesiapustaka

seperti saat ini tapi aku juga sanksi apakah ini cinta atau
bukan… Mungkin terlalu cepat… Laskar… Tiba-tiba semua
kenangan tentang Laskar muncul kembali di ingatanku.
Tidak! Aku tidak ingin melupakan Laskar.

91
“Maaf aku tidak bisa….,” ucapku akhirnya. Semoga aku
tidak akan menyesali perkataanku ini. Hening beberapa
lama. Mungkin Isaac sedang mencoba menata hatinya. Sama
tidak percayanya seperti aku tadi.
“Kenapa?” giliran Isaac yang bertanya.
Aku menggeleng kuat-kuat. Aku tidak mampu menjawab.
“Ada pria lain yang kamu cintai….,” ujar Isaac. Ia
menatap ke angkasa. “Apakah itu Laskar?”
Air mataku menetes. Dari mana Isaac tahu itu? Aku
tahu aku tidak boleh begini. Tapi aku belum bisa menghapus
Laskar dari hatiku. Mungkin selamanya pun tidak.
“Aku belum siap untuk menerima seseorang yang
baru…,” kataku jujur. “Dan aku tidak tahu apakah kau
mencintaimu atau tidak?”
“Oke, jadi aku ditolak ya?” Isaac bangkit berdiri sambil
membersihkan pakaiannya dari debu. “Aku jadi penasaran,
seperti apa sih Laskar itu? Lihat saja aku akan mengalahkan
dia ya.”
Aku menatap Isaac. Di wajah lelahnya, aku dapat
menangkap sinar-sinar semangat yang belum padam. Dia
benar-benar belum akan menyerah. Isaac melepas jasnya
dan memakaikannya di pundakku.
http://facebook.com/indonesiapustaka

“Jangan sampai kamu masuk angin. Good night,” Isaac


menepuk kepalaku lalu masuk ke dalam mobilnya.
Hangatnya jas yang diberikan Isaac terasa sampai ke
hatiku. Aku senang dengan aroma tubuhnya yang wangi.
92
Isaac melambaikan tangan dan melaju dengan mobilnya. Aku
hanya mampu memandangi kepulan asap yang ditinggalkan
Isaac.
Aku tahu, hatiku masih tetap dimiliki oleh Laskar. Tapi
di satu sisi, aku juga menginginkan Isaac terus berada di
sini…..
http://facebook.com/indonesiapustaka

93
http://facebook.com/indonesiapustaka

94
SEPULUH

“Perkenalkan aku Richard, adik Isaac.” Ia tidak menjabat


tanganku. “Tidak banyak yang ingin aku bicarakan, waktuku
singkat. Aku harus segera kembali ke Rusia sore ini.” Richard
bicara dengan nada cepat dan dingin. Lebih menyebalkan
dari perangai kakaknya.
Pagi itu, sebuah mobil sport mampir ke rumahku.
Begitu pengemudi di depan membuka kaca jendela mobil,
ternyata supir Isaac yang ramah. Tapi di belakangnya, ada
sosok tampan yang mirip Isaac, yaitu Richard. Ia tersenyum
dingin dan mengajakku keluar. Katanya ia ingin bicara
empat mata. Dari tatapannya, aku tahu dia tidak begitu
menyukaiku. Sepanjang perjalanan menuju café, Richard
hanya memandang ke luar jendela dan tidak mengajakku
bicara sama sekali. Apa-apaan ini? Seribu tanda tanya
menghinggapi hatiku.
“Tidak perlu basa-basi aku sudah tahu semuanya. Aku
tidak tahu apa alasanmu menolak Isaac, tapi kamu perlu
http://facebook.com/indonesiapustaka

tahu apa yang sudah dia korbankan agar bisa bersamamu.”


“Maksudnya?” Aku tidak mengerti. Seperti tidak
menghiraukan ketololanku, Richard terus melanjutkan
kalimatnya.
“Malam itu, setelah pesta usai, saat papa hendak
mengumumkan rencana pertunangan Rika dan Isaac, tiba-
tiba Isaac mengumumkan bahwa ia ingin putus dari Rika.
Hanya demi bersamamu, Isaac mengorbankan hubungan
baik dua buah keluarga. Hanya demi bersamamu, Isaac
membuat papa mama marah-marah. Apa kamu paham,
bahwa keputusan yang diambil Isaac, tidaklah mudah?
Membuang seorang Rika demi gadis….” Richard mengambil
jeda panjang. Benar-benar sebuah kalimat yang menyakitkan.
“Demi bisa bersamamu?”
“Aku paham,” ujarku mantap. Aku menatap Richard
tajam. “Aku paham apa yang dilakukan Isaac tidaklah
mudah. Jadi, kamu hanya hendak mengatakan itu? Atau
kamu hendak memohon secara halus supaya aku menerima
cinta Isaac?”
“Jangan salah paham. Memangnya aku bilang kalau aku
menginginkan calon kakak ipar sepertimu? Aku hanya ingin
tahu, gadis semacam apa yang dicintai Isaac. Karena aku
tahu, Isaac sangat jarang mengambil keputusan yang salah.
Aku hanya ingin memastikan, semoga kali ini pun dia tidak
salah.”
Entah mengapa lidahku kelu dan tidak ingin berkata-
kata. Aku hanya ingin mendengarkan semua yang ingin
disampaikan Richard. Silakan. Apa pun yang ingin dia
http://facebook.com/indonesiapustaka

katakan. Aku tidak pernah ingin merebut Isaac dari Rika.


Aku tidak pernah ingin menghancurkan hubungan baik
kedua keluarga itu. Aku tidak ingin membuat Rika terluka.
Cukup… Cukup… Tapi tidakkah mereka tahu? Bahwa aku

96
juga terluka? Aku capek dengan semua ini.
Untung Richard sudah selesai dengan pidatonya. Ia
berpamitan. Ia benar-benar menepati janjinya bahwa ia tidak
akan lama. Sebelumnya ia menawari apakah aku mau pulang
bersamanya? Aku menjawab tidak dan dia meninggalkanku.
***
“Kamu kenapa? Gelisah belakangan ini,” tanya Cecil
sewaktu ia meminta aku menemaninya ke mall. Ia ingin
mencari sepatu higheels untuk hadiah ulang tahun sepupunya
Jourdan.
“Nggak pa-pa kok,” ujarku lemah. Mana mungkin Cecil
bisa percaya?
“Ceritalah.”
Aku menggeleng.
“Oke, bagaimana kalau aku bertanya sesuatu?” Cecil
sok misterius. Kenapa hari ini begitu banyak orang yang
ingin mengajukan pertanyaan padaku? Sudah cukup beban
karena Richard tadi pagi.
“Apa?” ujarku datar.
“Bagaimana hubunganmu dengan si anak bos itu?” Kami
duduk di salah satu sudut mall.
http://facebook.com/indonesiapustaka

“Maksudnya?” Aku curiga Cecil tahu sesuatu. Anak bos


pasti maksudnya Isaac. Jangan-jangan Cecil juga ada di pesta
ulang tahun papa Isaac kemarin. Barangkali sepupu, kakak,
adik, atau ayah Jourdan juga teman dari keluarga Isaac?

97
“Kamu tahu? Cinta itu datang dan pergi. Aku rasa…
Isaac cowok baik-baik… Dan dia tulus padamu… Kamu
beruntung dicintai pria sebaik dan setulus dia… Pikir ulang,
La… Apa yang cacat dalam diri Isaac, hm?”
Aku menautkan kedua alis. Aku tidak mengerti. Dari
mana Cecil tahu? Bahkan aku belum menceritakan pada
siapa pun tentang pernyataan cinta Isaac.
Cecil menggelengkan kepala. “Aku ingin kamu bahagia.
Laskar juga….”
Hatiku kembali bergejolak saat nama itu disebut.
“Laskar itu ada. Kita tahu itu. Dia tidak pernah menjadi
kenangan. Nggak seorang pun bisa menjadi dia. Semua
orang yang dekat dengannya akan terus mengingatnya. Itu
cukup. Bukan dosa, La, kalo kamu memilih bahagia bersama
pria lain. Nggak seorang pun bisa terus hidup dengan masa
lalu, La….” Cecil mendahuluiku berjalan di depan.
Aku tahu, aku tahu. Aku sayang Laskar.
“Sudah, terima saja Isaac. Sebelum kamu menyesal!
Hahaha.”
“Dari mana kamu tau?” tanyaku sambil berlari kecil
menyusul Cecil. Tapi Cecil tidak menjawab. Sampai pulang
pun Cecil tidak mau menjawab pertanyaanku.
http://facebook.com/indonesiapustaka

***
Sudah beberapa hari ini Isaac tidak menghubungiku.
Rasanya ada yang kurang dalam hidupku. Biasanya dia
meneleponku tidak kenal waktu. Mengajakku pergi
98
ke tempat-tempat yang tidak terduga. Biasanya dia
menungguku di toko roti. Tapi kini... Hei, ada apa ini? Apa
aku merindukannya? Ini terdengar sangat lucu dan aneh.
“Hei!” Cecil tiba-tiba mengejutkanku di toko roti. Ia
memergokiku sedang melamun. Ia datang bersama Jourdan.
“Ngapain ngelamun? Si anak bos itu lagi ya?”
Aku menghembuskan napas panjang. “Mau roti?”
tanyaku dengan nada jengkel.
“Ya, iyalah. Sukurin. Kamu pasti kangen dia menghilang
begitu saja.”
“Ciiil... Kalo kamu cuma mau ganggu aja mending pulang
deh,” ujarku sebal.
“Brownies-nya dua,” ujar Jourdan sambil tersenyum
nakal.
“Habis ini ada acara? Nonton yuk,” ajak Cecil dengan
tatapan manja seperti biasa. Dulu aku tak pernah bisa
menolak ajakannya, tapi kini sudah ada Jourdan, aku tidak
khawatir lagi.
“Bertiga? Nggak. Aku mau nerusin skripsi,” ujarku
sambil menyiapkan pesanan Jourdan.
“Ya ampun. Pantes saja kamu stres. Kamu nggak pernah
bersenang-senang sih.... Dear, di saat kamu merindukan Isaac
http://facebook.com/indonesiapustaka

seperti sekarang.... Kamu seharusnya bersenang-senang! Ya


kan, beib!” Cecil bergelayut manja di lengan Jourdan.
“Nggak ada yang merindukan Isaac dan aku sudah cukup
bersenang-senang dengan hidupku.”
99
“Ck, kamu selalu keras kepala,” ujar Cecil. “Ya, sudah.
Yuk beib, kita jalan.”
“Oke. See you, Lola!” Jourdan satu-satunya orang yang
memanggil Lola. Bahkan saat sudah dikonfirmasi bahwa
namaku Laura bukan Lola, dia tetap saja memanggilku
dengan Lola.
***
Rasanya waktu berlalu begitu lama. Aku tidak bisa
berhenti memikirkan Isaac. Kenapa? Apa yang sedang
dia lakukan sekarang? Sedang bersama siapa dia? Apa
dia memikirkan aku? Hah... mungkin aku memang hanya
bermimpi. Mungkin pernyataan cintanya kemarin tidak
sungguh-sungguh. Hei, apa aku sedang kecewa? Bukankah
aku sudah menolaknya? Wajar saja jika dia tidak mau
menemuiku lagi. Tapi... Bukankah dia sendiri bilang kalau
dia akan berjuang untuk mendapatkan hatiku? Apakah itu
hanya omong kosong belaka? Ya Tuhan... Kenapa aku jadi
memikirkan hal ini...
Aku sedang menikmati waktuku bersama Alyssa
menonton serial komedi kesukaan kami. Tapi kali ini aku
sama sekali tidak bisa tersenyum apalagi tertawa.
“Kenapa sih?” Alyssa mendekatkan wajahnya padaku.
“Ngantuk...,” jawabku beralasan. Alyssa hanya mencibir.
http://facebook.com/indonesiapustaka

Tiba-tiba aku mendengar suara klakson dan deru


mobil yang tidak asing lagi di telingaku. Seperti mimpi. Apa
mungkin Isaac benar-benar ada di depan saat ini?

100
“Ada yang datang, kak!” ujar Alyssa, memintaku untuk
menilik.
Aku segera beranjak dari posisiku dan mengintip melalui
jendela. Isaac? Iya, itu mobil Isaac. Aku sangat girang! Aku
berlari menyongsongnya keluar.
Isaac turun dari mobil. Ia tampak keren mengenakan
kacamata hitam. Senyumnya masih saja mampu meluluhkan
hatiku.
“Kenapa? Kamu lari-lari gitu? Dikejar setan?” tanya Isaac
jahil. Tampaknya ia tidak juga menyadari bahwa ia telah
berhasil membuat hatiku campur aduk selama berhari-hari.
“Kamu.... Kok tiba-tiba datang lagi?”
“Kenapa? Ada yang salah?”
Aku menggeleng cepat. “Heran aja... Masih inget aku
setelah berhari-hari nggak ada kabar!”
“Ha… ha… kenapa? Kamu kangen ya? Baru juga dua
hari.”
Dua hari? Yang benar saja. Bagiku sudah seperti
berbulan-bulan tidak bertemu denganmu. Wajahku pasti
memerah saat ini.
“Ayo temani aku cari kemeja,” ujar Isaac. Aku bersyukur,
http://facebook.com/indonesiapustaka

tidak ada yang berubah dalam dirinya. Aku bersyukur tetap


memiliki Isaac seperti yang dulu. Sikap bawelnya tidak
berubah. Tapi justru itulah yang aku rindukan...

101
Isaac lebih banyak diam saat di mobil. Entahlah.
Wajahnya tampak tegang. Mungkin ada banyak masalah
dengan pekerjaannya, dengan keluarganya juga. Gara-gara
aku... Ada hal-hal yang berubah dari diri Isaac. Ada juga hal-
hal yang tidak berubah. Aku merindukan Isaac yang dulu.
Aku ini memang sangat egois. Hanya lagu-lagu dari Bryan
Adams yang terdengar mengalun memenuhi ruang telingaku.
Isaac lalu menghubungi seseorang dengan memakai
earphone.
“Nis, tolong paket-paket yang tadi, besok pagi dikirim
ya. Secepatnya. Untuk Hansen ke Amrik, alamatkan ke
apartemennya yang baru ya. Lalu sisanya semua ke London,
sesuai alamat. Oya, masih ada satu lagi yang ke Paris.
Alamatnya masih aku cari. Tunggu sampai nanti malam
ya. Terus jangan lupa, lusa aku ke India. Tolong diurus
semuanya. Dua hari saja. Penerbangan yang mana saja
boleh. Usahakan besok aku bisa berangkat. Ya, aku nggak
mau semuanya serba mendesak. Aku, Edo, dan Pak Anton.
Oke, thank you.”
Pembicaraan berakhir. Kupikir ia sudah bisa tenang.
Ternyata tidak. Ia menghubungi orang lain lagi.
“Hallo, iya Bu. Display untuk toko yang baru masih
belum siap ya. Iya baru sebagian. Hohoho. Bisa diatur. Tapi
http://facebook.com/indonesiapustaka

saya suka. Iya, salam saja buat Cindy. Besok suruh main lagi
haha. Hm, saya juga tertarik dengan model yang lain. Sudah
saya lihat di BB. Besok pagi mungkin saya ke sana. Iya. Oke,
begitu ya Bu. Selamat malam.”

102
Hah. Apa yang barusan kudengar tadi. Kalau aku
menjadi pacar Isaac, aku akan terbiasa dengan kegiatannya
yang padat dan waktunya yang sulit terluang. Bahkan di saat
berdua pun dia selalu menghubungi orang-orang. Banyak
nama-nama disebut yang aku tidak kenal. Setelah itu, giliran
ada telepon masuk. Dari mamanya.
“Iya, Ma? Hmm…. Sudah beres. Aku sudah lihat laporan
Jef. Iya, Ma, jangan khawatir. Nggak perlu, aku bisa bereskan
sendiri. Rika? Oh…. Ma, kita ngobrol aja di rumah. Oke?
Sudah. Thank youuu.”
Dengan sengaja Isaac mengakhiri pembicaraan dengan
mamanya saat topik mereka beralih pada Rika. Ini
memusingkan. Akhirnya, kami tiba di butik dengan tanpa
bicara sama sekali karena Isaac begitu sibuk dengan dunia
bisnisnya. Oke, fine….
Isaac ternyata tipe yang cukup pemilih juga dalam hal
fashion. Kami memang hanya memasuki satu butik. Tapi dia
membutuhkan waktu sangat lama untuk memutuskan ingin
membeli kemeja yang mana. Sudah begitu, dia meminta
pendapatku pula. Aku jadi ikut bingung. Semua kemejanya
bagus dan mahal. Lagipula, semua cocok untuk dipakainya.
“Yang mana??” Isaac mulai bawelnya. Di tangan kanannya
ia memegang dua kemeja, satu berwarna cokelat terang dan
http://facebook.com/indonesiapustaka

satu bergaris biru, sedangkan di tangan kirinya ia memegang


kemeja berwarna abu-abu.
“E.... Yang mana saja juga boleh....,” aku jadi gugup.
“Kenapa nggak kamu beli saja semuanya?”

103
“Ck....,” Isaac kembali mematut-matut dirinya di depan
cermin besar.
Aku me-review kembali ingatanku ketika Isaac mencoba
satu per satu semua kemeja itu.
“Yang ini saja,” aku mengambil salah satu kemeja yang
ada di sofa. Kemeja dari bahan akrilik warna abu-abu dengan
lengan panjang. Isaac sangat gagah mengenakan kemeja itu.
Aku suka.
Isaac tersenyum. Sepertinya dia senang aku memilihkan
kemeja untuknya. Ia langsung menyambar kemeja itu dan
membawanya ke kasir. Tidak perlu lagi ia mencobanya.
Boleh kuterka, dia sendiri juga sudah capek memilih-
milih kemeja dari tadi. Ada juga pria yang seperti ini. Aku
menghela napas panjang saat melihat Isaac sudah di kasir.
Selesai sudah.
“Kamu mau makan apa?” tanya Isaac saat kami berjalan
menuju mobil.
Aku mengangkat bahu. Aku tidak tahu. Aku senang saja
bisa pergi bersama Isaac. Aku berharap moment seperti ini
jangan cepat berlalu.
“Come on, pilihlah satu makanan kesukaanmu,” desak
Isaac.
http://facebook.com/indonesiapustaka

“Kita makan es krim saja,” kataku sambil meraih


lengan Isaac. Eh, kenapa ya aku melakukan ini? Aku buru-
buru melepaskan tanganku. Isaac hanya tersenyum simpul
melihat tingkahku.

104
“Oke, kita cari es krim terenak di kota ini,” ujar Isaac
antusias. Aku senang sekali!
Isaac mengajakku ke sebuah cafe es krim yang begitu
memikat. Aku tidak tahu ada cafe ini di kotaku. Aku memesan
es krim Banana Split dan Isaac memesan Chocolate Chip.
Lalu Isaac juga memesan menu-menu tambahan lainnya.
“Jujur saja, kamu kangen aku kan,” ujar Isaac santai.
Aku membelalakkan mata. Bagaimana bisa dia begitu pede?
“Wajahmu tampak senang sepanjang acara kita.”
“Yang benar saja. Kamu menghabiskan waktu begitu
lama untuk memilih sebuah kemeja,” protesku. Isaac
tersenyum simpul.
“Dear.... Aku sudah tau siapa Laskar,” ujar Isaac lambat-
lambat.
“Oya? Dari mana kamu tau?”
“Ha… ha. Jangan kamu tanyakan hal semacam itu. Tidak
penting. Kamu lupa siapa aku?”
Hah, keluar lagi sikap angkuhnya.
“Ya, kamu memang orang yang mengerikan dengan
kekuasaanmu itu.”
“So perfect ya Laskar itu. Aku salut. Ha… ha tidak ada
http://facebook.com/indonesiapustaka

apa-apanya dibandingkan dengan aku. Wah.... Kayaknya


aku nggak mungkin bersaing dengan Laskar,” Isaac terus
nyerocos sambil cengar-cengir. Hanya begitu saja? Entah,
aku sedikit kecewa.

105
“Pantas saja kamu jatuh cinta padanya,” Isaac tersenyum
simpul.
“Laskar itu hero,” ujarku tegas. Isaac pun menatapku
setajam aku menatapnya.
Pelayan datang mengantarkan makanan. Tidak ada lagi
pembicaraan di antara kami. Kenapa aku jadi bersedih?
Tidak seharusnya aku membicarakan tentang Laskar.
“Maaf,” ujarku singkat.
“Untuk apa?”
“Kamu mengorbankan banyak hal demi aku... Padahal....”
“Mengorbankan apa?” tanya Isaac santai.
“Relasimu... Hubungan keluargamu... Rika....” aku
menunduk.
“Itu bukan hal besar. Untuk wanita yang kucintai. Dari
mana kamu tau hal itu?”
“Nggak penting juga kamu tau dari mana,” ujarku tak
mau kalah.
“Pasti Richard,” sahut Isaac santai dan datar. Ia sangat
menikmati es krimnya. “Jangan hiraukan dia.”
Ternyata ada orang yang begitu mudah memandang
masalah seperti Isaac. Pengalaman sebagai anak bos sejak
http://facebook.com/indonesiapustaka

kecil dan mengelola usaha tentu membuatnya menjadi pribadi


yang tahan banting. Hidupnya memang berkelimpahan, tapi
aku tahu apa yang dia alami setiap hari juga tidak mudah.

106
“Dia orang yang lebih menyebalkan daripada kamu,”
ujarku sinis.
http://facebook.com/indonesiapustaka

107
http://facebook.com/indonesiapustaka

108
SEBELAS

Pagi-pagi buta, Cecil menghubungiku. Ini ajaib. Bahkan


aku belum membuka mata, tapi Cecil sudah menghubungiku,
pastilah ada sesuatu yang sangat penting.
“Ya?” jawabku lesu.
“Lala gawaaaaaaat!!” Cecil berteriak kencang,
membuatku menjauhkan telinga dari ponsel. “Isaac akan
kembali ke Amriiiiik!! Kamu harus mencegahnya atau kamu
akan menyesal selamanya! Dia nggak akan kembali lagi ke
Indo! Hari ini dia berangkat kamu harus mencegahnyaaaaaa!!”
Aku membeku. Apa ini benar? Mengapa Isaac tidak
mengatakan apa-apa? Tapi siapa aku? Ya, hal yang wajar
kalau dia tidak mengatakan apa-apa. Aku merasakan hatiku
ciut dan pelupuk mataku hampir basah.
“Laaaaa........... Kamu denger nggak siiiih??”
“Dari mana kamu tau? Kamu bahkan nggak mengenal
http://facebook.com/indonesiapustaka

Isaac?” Aku mencoba berpikir logis. Ya, sejak kapan Cecil


jadi tau segala sesuatu tentang kami?
“Ya ampun masih belum sadar jugaaaa?” Cecil bertambah
kesal. TING! Saat itu juga tiba-tiba pikiranku tidak lagi
seperti benang ruwet. Aku tahu.
“A... Apa kamu dan Isaac bertemu belakangan ini.....?
Dia.... mencarimu....? Dia bertanya tentang Laskar.....?”
“Sudah jelaaaaaas! Ah, bodohnya kamu ini! Dengar
Laura yang keras kepala! Pokoknya kamu harus mencegah
Isaac pergi hari ini! Oke?!”
TUT… TUT… TUT…
Sungguh dramatis. Hatiku porak poranda dalam seketika.
Benarkah Isaac akan pergi?
***
Seharian pikiranku kacau. Tapi aku benar-benar
tidak mau menghubungi Isaac. Aku hanya menunggu
dan menunggu. Aku hanya berpikir, kalau memang dia
menganggapku teman, sahabat, tentu dia akan berpamitan
padaku juga. Aku bahkan tidak konsentrasi saat bimbingan
skripsi dengan dosenku. Berulang kali aku mengecek ponsel,
tidak juga ada telepon atau sms dari Isaac. Di tempat kerja,
beberapa kali aku melakukan kesalahan hingga ditegur oleh
si bos. Ya ampun, aku tidak boleh terus memikirkan Isaac.
“Ya Tuhan!” pekikku tiba-tiba. Aku baru sadar, aku sama
sekali tidak tahu kapan Isaac akan berangkat ke Amrik?!
Aku melihat jam tanganku. Sudah pukul empat sore.
http://facebook.com/indonesiapustaka

Bagaimana kalau Isaac ternyata berangkat siang tadi? Oh,


aku melewatkan kesempatan yang begitu berharga. Mungkin
ini adalah saat terakhir aku bisa bertemu dengannya. Tiba-
tiba aku ingin menangis.

110
Isaac jangan pergi! Jerit hatiku.
Dengan gugup aku mengambil ponselku. Aku
menghubungi nomor Isaac. Tidak aktif. Oh tidak! Tidak!
Aku benar-benar ingin menangis. Aku bahkan tidak peduli
lagi kalau aku sedang bekerja. Gagal menghubungi Isaac, aku
mengiriminya dengan banyak pesan singkat. Tidak satu pun
yang terkirim. Apa Isaac sudah berada di dalam pesawat?
Selesai sudah semuanya. Kenapa Isaac begitu kejam padaku?
Kenapa dia tega meninggalkanku tanpa kata perpisahan
sama sekali? Hanya sedangkal inikah persahabatan kami?
Selesai kerja, aku bergegas memanggil taksi. Pesanku
masih belum juga terkirim pada Isaac. Apalagi yang bisa
kulakukan? Aku akan ke rumah Isaac! Aku harus tahu apakah
Isaac sudah berangkat atau belum... Dalam perjalanan aku
menelepon Cecil. Lama tidak dijawab. Apa yang sedang
dilakukan Cecil? Saat akhirnya dijawab, ternyata Cecil juga
tidak tahu apa-apa perihal jam berapa keberangkatan Isaac
ke Amrik. Aku merasa tubuhku sangat lemas. Cecil hanya
tahu Isaac berangkat hari ini.
“Dasar bodoh! Kamu tidak langsung menghubungi Isaac
begitu aku selesai meneleponmu?!” semprot Cecil.
Ya, aku memang bodoh! Bodoh!
“Bagaimana ini?” aku benar-benar menyesal.
http://facebook.com/indonesiapustaka

„Gadis bodoh, Isaac mencintaimu. Kenapa kamu begitu


keras kepala? Berdoa saja, agar pesawat Isaac delay.‰
TUT… TUT... TUT...

111
Cecil sepertinya benar-benar kesal padaku. Mau
bagaimana lagi? Ini memang kesalahanku.
Mengapa aku tidak ingin Isaac pergi?
Karena aku mencintainya.
Akhirnya aku menyadari perasaanku. Aku tidak ingin dia
jauh dariku. Aku ingin dia ada di sini. Air mataku mengalir
lembut. Aku tidak bisa membayangkan, hidupku tanpa Isaac.
Jauh dari Isaac. Sudah cukup dengan kepergian Laskar,
jangan Isaac juga Tuhan.....
Taksi rasanya berjalan dengan begitu lambat. Lampu lalu
lintas menyala merah terasa lama sekali. Aku bahkan baru
menyadari ternyata rumah Isaac sejauh ini! Ingin rasanya
aku mendorong pak supir ke samping dan menggantikannya
menyetir taksi. Atau lebih baik aku melompat saja dari taksi
dan berlari ke jalan. Mungkin itu bisa lebih cepat. Ketika
taksi sudah berhenti di muka rumah Isaac, aku sangat
bahagia. Namun, perasaanku juga semakin tak karuan.
Sampai-sampai aku hampir lupa membayar taksi.
Aku memandangi rumah Isaac yang begitu megah di
hadapanku dengan napas tersengal-sengal. Aku berharap,
Isaac ada di dalam rumah itu. Anjing-anjing Isaac mulai
menggonggong. Mereka dengan mudah tahu saat ada orang
yang datang ke rumah tuannya. Belum sempat aku bertemu
http://facebook.com/indonesiapustaka

satpam atau menekan bel pagar, sebuah sinar lampu mobil


menyorot ke arahku. Begitu menyilaukan. Ada yang datang.
Siapa kira-kira? Tiba-tiba nyaliku menjadi ciut. Bagaimana
kalau itu adalah penghuni rumah ini selain Isaac. Apa yang

112
harus aku katakan?
“Laura!” pria yang duduk di kursi belakang keluar dari
mobil. Ia menghampiriku. Isaac??
Aku langsung memeluk Isaac penuh haru. “Jangan pergi!
Jangan pergi! Kenapa kamu nggak beritahu aku sama sekali?!
Kamu kejam! Kamu tau Isaac! Aku sayang kamu… Aku
nggak ingin kamu pergi….”
Isaac ternganga dan bingung. Sejuta ekspresi tergambar
di wajahnya yang tampan. Ia membiarkanku terus
memeluknya. “Lho… Lho… Lho… Ada apa ini? Siapa yang
pergi? Ke mana? Justru aku yang tanya, ngapain kamu ke
sini. Tumben?” Isaac menatapku lekat-lekat. Aku tahu dari
sorot matanya memancarkan sejuta kegembiraan.
“Amrik….? Katanya kamu mau kembali ke Amrik….?”
ujarku parau. Aku masih tidak bisa menahan air mataku.
“Kata siapa?” sahut Isaac santai. Ia mengusap air mataku
dengan lembut. “Papa mama yang hari ini berangkat ke
Amrik. Aku barusan mengantar ke bandara…”
GONG! Aku terbengong. Jadi… Salah paham…? Tiba-
tiba aku merasa sangat malu sekali. Aku yakin wajahku
seperti kepiting rebus saat ini. Apa yang sudah aku lakukan?
Apa yang sudah aku katakan? Isaac pasti mengira aku sudah
sinting.
http://facebook.com/indonesiapustaka

“Kok jadi bengong?” Isaac menjentikkan jarinya di


depan wajahku. “Hahahahaha. Kamu lucu banget deh…
Hahahahaha.”

113
Aku menghela napas panjang dan berbalik. Aku pulang
saja.
“Heit, mau ke mana?” Isaac meraih pergelangan
tanganku dengan cepat, memaksaku untuk memutar tubuh.
“Sudah sampai ke sini, ayo masuk!”
Aku ragu sesaat. Apakah boleh? Setelah putusnya
Isaac dengan Rika? Bahkan orang tua Isaac belum pernah
melihatku saja, image-ku sudah jelek.
“Nggak ada orang kok,” ujar Isaac seolah bisa membaca
pikiranku. Iya ya, Richard sudah kembali ke Rusia. Orang
tua Isaac baru saja ke Amrik… So?
Isaac tidak menunggu jawabanku lagi dan menggandengku
masuk. Tanganku mulai terasa hangat dalam genggaman
Isaac. Hatiku berbunga dan berdebar-debar. Aku senang
Isaac tidak pergi. Ini gara-gara Cecil….
“Kenapa ponselmu tidak aktif?” tanyaku.
“Low-batt. Belum aku charge…. Kamu kirim banyak sms
ya?”
Isaac selalu tepat. Aku tidak menjawab. Toh dari
senyumnya, aku tahu dia merasa menang.
“Kamu mau makan seadanya atau mau memasak?” Isaac
menawarkan saat kami menuju ruang makan.
http://facebook.com/indonesiapustaka

“Huh, kamu pasti nggak bisa memasak kan,” cibirku.


“Hah? Sembarangan. Gini-gini juga aku sering masak
sendiri waktu di Amrik,” ujar Isaac sengit. Haha aku lupa,

114
kalau Isaac sudah terbiasa hidup sendiri. “Kamu paling yang
nggak bisa masak.”
“Enak aja. Aku sering masak ya di rumah sejak mama
meninggal.”
“Oya? IÊm sorry ya.”
“Nope. Jadi ceritanya kita sama-sama jago masak dong?
Mau masak apa kita ini?”
“Yang mudah saja. Yang aku sangat jago bikin waktu
di Amrik. Sudah kamu duduk saja sana.” Isaac mendorong
tubuhku.
“Masak apa?”
“Spaghetti.”
“Ha… ha. Itu mah aku juga bisa.”
“Sudah diam saja kamu.”
Aku pun diam dan tidak berkata lagi. Senang rasanya
sedekat ini dengan Isaac.
Isaac membuat spaghetti yang sangat enak dan banyak.
Kami berdua sampai kekenyangan menghabiskannya.
“Dear, aku bisa dengar sekali lagi nggak?” Isaac
memajukan tubuhnya. “Kata-kata tadi, waktu kamu nangis-
nangis… Huhuhu… Aku sayang kamu….”
http://facebook.com/indonesiapustaka

BUSH….! Wajahku lagi-lagi langsung terbakar. Ya


ampun, aku mengatakan hal itu?
“Huh!” Aku memalingkan muka.

115
“Oh, gitu… Ya sudah kamu lebih senang aku juga ke
Amrik ya, menyusul orang tuaku….”
“Hei…”
Isaac tersenyum lebar.
Kami menghabiskan waktu dengan menonton film
drama sambil menyantap camilan dan soda. Perasaan kami
terhanyut dalam film itu.
“Boleh aku bertanya sesuatu?” ujar Isaac.
“Ya?”
“Apakah kamu… Sudah mulai melupakan Laskar?”
Pertanyaan macam apa ini? Mataku membeliak lebar lalu
kutautkan kedua alisku.
“Apa aku sudah gila? Atau kamu yang sudah gila?”
“Sorry… Bukan maksudku… I think…. Kepergian Laskar
tidak harus merenggut kebahagiaanmu, La….”
“Apa maksudmu?”
“Ya, karena Laskar, kamu tidak pernah mencintai orang
lain. Padahal, banyak pria yang bisa membahagiakanmu!
Kamu melupakan bahwa dirimu juga berharga dan pantas
dicintai…”
http://facebook.com/indonesiapustaka

Aku memalingkan wajah dari Isaac. “Bukan itu…” Aku


hampir putus asa. Bagaimana aku mengutarakan perasaanku?
Isaac tidak mengerti.

116
“Kamu tidak tahu bagaimana rasanya kehilangan
seseorang yang sangat kita cintai. Hidup tanpa dia selama-
lamanya…”
“Aku kehilangan Kayla,” ujar Isaac datar. Ia sama sekali
tidak marah.
Ya, aku lupa. Isaac kehilangan Kayla. Ada apa dengan
diriku? Mungkin aku merasa bahwa akulah satu-satunya
orang yang paling menderita di dunia ini…
“Dear, izinkan aku mengatakannya sekali lagi… Pejamkan
matamu.”
Aku menatap Isaac bingung. Tapi ia mengisyaratkanku
untuk memejamkan mata. Aku pun mematuhinya.
“Sekali lagi, dear… Aku ingin… Menjadi kekasihmu….
Maukah kamu menerima cintaku? Dengar, aku tidak
sesempurna Laskar. Tidak ada seorang pun yang hendak
menggantikan posisi Laskar. Aku tahu, selamanya dia special
di hatimu. Tapi bolehkah aku sebagai aku, menjadi seseorang
yang akan mendampingimu seumur hidupmu?”
Air mataku mengalir lembut. Aku tersenyum. Entah
mengapa, aku sangat senang. Aku yakin, Laskar juga tidak
keberatan kalau aku bersama Isaac.
“Saat kamu membuka matamu, kalau kamu menerima
http://facebook.com/indonesiapustaka

cintaku, bukalah kotak yang ada di hadapanmu ini. Jika tidak,


jangan ambil.”
Aku membuka mataku. Isaac menyodorkan sebuah
kotak kecil berwarna merah. Sepertinya kotak cincin. Tanpa

117
ragu-ragu lagi, aku langsung meraih kotak itu. Di dalamnya
ada sebuah cincin emas berbentuk hati dengan permata di
tengahnya. Sangat indah.
“Sini aku pakaikan,” ujar Isaac. Ia mengambil cincin itu
dan memakaikannya ke jari manisku. Aku sangat terharu.
Aku peluk Isaac dengan erat.
“Isaac aku berharap… Kita nggak akan berpisah… Aku
mohon… Aku nggak ingin… Sendiri lagi…”
“Aku janji,” ucap Isaac sungguh-sungguh.
Waktu seolah berhenti. Kami menikmati saat-saat ini.
Aku meletakkan kepalaku di pangkuan Isaac. Aku tidak
sedang menonton film. Aku sibuk dengan pemikiranku
sendiri. Isaac bercerita bahwa setelah aku menolaknya
dulu, ia memang sengaja tidak menemuiku beberapa hari
hanya agar membuatku merasa rindu padanya. Ia tahu itu
cara yang ampuh untuk mengetes perasaan seseorang. Lalu
saat ia minta ditemani memilih kemeja, sebenarnya ia tidak
sedang membutuhkan kemeja baru. Ia hanya mencari-cari
alasan agar bisa pergi tanpa terkesan gampangan. Isaac pun
mengaku dia sebenarnya tidak ribet saat membeli barang.
Dia sengaja berlama-lama di butik waktu itu agar bisa lebih
lama bersamaku dan memang ingin sedikit mengerjaiku.
Ckckck… Dasar… Memang Isaac pria yang penuh dengan
http://facebook.com/indonesiapustaka

taktik. Tapi aku tidak keberatan dalam hal ini. Karena


toh semuanya hanya untuk membuktikan perasaanku dan
menunjukkan perasaannya. Justru aku merasa sangat bangga,
ada seseorang yang berjuang untuk mendapatkan hatiku.
Isaac benar-benar membuktikan perkataannya. Dan yang
118
lebih hebat, ternyata hari ini Cecil dan Isaac janjian untuk
membuat berita bahwa Isaac pergi ke Amrik. Bahwa Cecil
marah-marah dan seterusnya itu semua hanyalah aktingnya
belaka. Dia hanya mendukung Isaac untuk menciptakan
kebohongan ini. Ckckck… Jadi, Cecil tahu kalau hari ini
Isaac tidak pergi ke Amrik? Isaac hanya ingin mengetahui
reaksiku untuk dapat menyatakan perasaannya lagi. Ternyata
reaksiku jauh dari perkiraan Isaac. Tadinya ia mengira yang
pertama, aku tidak akan peduli. Atau yang kedua, aku akan
mencari Isaac tapi tetap tidak akan menunjukkan perasaan
apa-apa. Isaac berharap, aku akan sangat kehilangan dirinya.
Itu yang dia inginkan dan memang itulah yang terjadi.
“Kamu tau apa yang kupikirkan saat ini?” tanyaku.
“Apa?”
“Keluargamu? Bagaimana? Bagaimana kalau mereka
menentang hubungan ini?”
“Aku akan membelamu. Aku akan memperjuangkanmu.
Aku akan mengenalkanmu. Sebagai wanita yang kucintai
dan ingin kunikahi.”
Aku sangat bangga pada Isaac. Ia mampu membuat
semua rasa takutku hilang.
http://facebook.com/indonesiapustaka

119
http://facebook.com/indonesiapustaka

120
DUA BELAS

Aku tidak menyangka. Aku bisa jadian juga dengan


cowok lain setelah sekian lama tidak bisa melupakan Laskar.
Sekarang pun, tidak berarti aku melupakannya, tidak sama
sekali. Sahabat-sahabatku, mereka sangat senang, aku jadian
dengan Isaac. Rasanya sulit dipercaya, kalau mengingat
betapa dulu kami saling membenci. Skripsiku juga mengalami
kemajuan pesat. Aku sudah menyelesaikan skripsiku dan
baru saja menghadapi sidang skripsi. Hanya tinggal menunggu
waktu wisuda saja. Ini benar-benar seperti mimpi.
“Nih lihat,” aku menunjukkan ponselku pada Isaac. Aku
sekarang memakai ponsel pemberian Isaac.
“Nice dear,” Isaac tersenyum sambil mengelus kepalaku.
“Ha… ha…” Tapi aku tidak membuang ponselku yang
lama. Aku menyimpannya.
“Um... Aku harus pulang sekarang,” ujarku sembari
makan lebih cepat dan berkemas-kemas.
http://facebook.com/indonesiapustaka

“Ini kan masih jam enam sore?” protes Isaac saat


menatap jam tangannya.
“Iya, aku janji sama Alyssa mau temeni dia belajar.”
“Aku ikut,” ujar Isaac.
“Nggak usah!” tolakku cepat. “Emm.....”
“Kenapa? Kamu nggak ingin mengenalkan calon kakak
ipar yang tampan ini pada adikmu?” tanya Isaac narsis.
“Bukan. Hari ini, special time. Dia ingin curhat....,” aku
berbisik.
“Oh,” Isaac tampak kecewa.
Sorry.... ujarku dalam hati.
“Oke, ya sudah. Ayo kita bayar dulu. Habis ini aku mau
mampir ke toko,” Isaac mengambil jasnya yang tersampir di
kursi. Kami berjalan beriringan menuju kasir.
Isaac mengantarku pulang ke rumah dengan
meninggalkan night kisses di kening. Aku melambaikan
tangan padanya. Begitu Isaac pergi dan sudah tidak terlihat
lagi mobilnya, barulah aku buru-buru memanggil taksi. Aku
meluncur ke sebuah cafe. Malam ini aku dan Rika janjian
untuk bertemu. Aku tidak tahu, apa yang ingin dibicarakan
oleh Rika. Barangkali soal Isaac. Itulah mengapa, aku tidak
memberitahu Isaac tentang hal ini. Itulah mengapa, aku
mengarang kebohongan tentang Alyssa.
Ternyata aku datang lebih dulu. Rika belum tampak
batang hidungnya sama sekali. Ya sudah. Aku bisa bernapas
http://facebook.com/indonesiapustaka

sejenak. Namun, tak lama Rika datang. Dia semakin kurus


saja. Aku mencoba tersenyum padanya tapi sulit. Aku rasa,
Rika juga mengalami hal yang sama. Senyumnya tampak tipis
dan samar.

122
“Maaf, membuat Kak Laura menunggu,” ujar Rika sopan
dan halus seperti biasa.
“Baru saja kok,” ujarku cepat.
Rika menghela napas dalam-dalam. Aku menerka-nerka
apa yang hendak dia katakan.
“Bagaimana kabarmu?” tanyanya.
“Baik. Kamu apa kabar?” tanyaku seramah mungkin.
Rika menatapku sebal. Aku menatap Rika begitu cantik.
Berbagai perhiasan mahal menghiasi telinga, leher hingga
jari tangannya. Meski dalam wajahnya tergambar kemarahan
dan kesedihan, tapi Rika tetap cantik. Pastilah ini soal Isaac.
Aku tahu itu. Apakah dia tahu aku dan Isaac berpacaran?
Dari mana dia tahu? Oh, Rika... Andai kamu memiliki hati
yang lapang tentu wajahmu akan semakin cantik. Dan tidak
sulit bagimu untuk menemukan pengganti Isaac. Tapi...
Apakah ini adil? Isaac memutuskan Rika gara-gara aku....
“Dasar pelacur,” Rika mengataiku. Kata-katanya
menusuk tepat di hatiku. Tidak percaya, gadis semanis Rika
bisa mengatakan hal semacam itu.
“Apa?” ujarku, bukan tidak dengar tapi karena aku
sungguh-sungguh terkejut dengan perkataan Rika. Tidak
seorang wanita pun ingin dikatai seperti itu.
http://facebook.com/indonesiapustaka

“Kamu merebut Isaac dariku. Dasar wanita penggoda.”


Rika terus menatapku dengan tatapan membunuh. Ia
tidak lagi memanggilku dengan sebutan ‘kakak’. Pasti rasa
hormatnya sudah hilang.

123
“Kamu salah paham,” ujarku dengan suara bergetar.
Kenapa ini jadi salahku? Apa yang aku lakukan? Aku bahkan
tidak pernah berharap Isaac mencintaiku. Aku tidak pernah
menggodanya. Aku tahu Rika mencintai Isaac. Aku tahu
mereka berpacaran. Jika memang hanya ada Laskar yang
bisa mencintaiku, bahkan ketika itu berarti aku tidak akan
dicintai lagi oleh pria lain. Aku terima.
“Kenapa kamu merebut Isaac dariku?” Air mata Rika
mulai berjatuhan. Aku tidak tahan dengan hal ini.
“Aku tidak pernah merebut Isaac darimu,” ujarku tak
kalah histeris. Ini mulai menyakitkan. Aku bahkan tidak
peduli lagi dengan tatapan orang-orang di sekitar kami.
“Kalau begitu, kenapa kamu jadian dengannya? Isaac
itu pacarku! Aku mencintainya. Dia mutusin aku gara-gara
kamu....”
Aku tahu.
“Apa kamu mencintai Isaac?” tanya Rika lambat.
Aku diam tapi aku merasakan pelupuk mataku basah.
“Jawab aku, Kak! Apa kamu mencintai Isaac? Jika tidak
tolong putuskan dia...” Kali ini Rika memohon.
“Ya. Aku mencintai Isaac dengan segenap hatiku.
Aku tidak ingin kehilangan dia. Maafkan aku Rika....” Aku
http://facebook.com/indonesiapustaka

tertunduk.
“Tapi ini tidak adil... Bisakah kakak bayangkan? Orang
yang kita cintai, direbut dari sisi kita?” Rika mengepalkan
kedua tangannya di atas meja. “Ini sebuah pengkhianatan.
124
Sakit… Sakit sekali, Kak…” Air mata Rika terus berjatuhan
dari wajahnya yang cantik.
“Mengapa Isaac lebih memilih kamu daripada aku? Aku
tidak bisa terima ini… Kenapa? Dia bilang dia tidak pernah
mencintaiku… Itu bohong! Dia bilang hanya menganggapku
sebagai adik….”
“Rika aku mohon…” Aku menyentuh tangan Rika yang
langsung dikibaskannya. “Jangan seperti ini… “ Lama-lama
ini membuatku sakit.
“Putuskan Isaac… Aku tidak bisa hidup tanpanya…”
“Cukup….,” ucapku dengan suara bergetar. Aku bangkit
dari kursiku. “Cukup dengan semua ini Rika.”
“Tidak!” Rika pun bangkit dari kursinya. Matanya
memancarkan kebencian yang sangat dalam. “Selama Isaac
belum kembali menjadi milikku kembali, aku akan melakukan
segala cara!”
“Dewasalah Rika! Apa kamu sudah gila? Jadi ini semua
salahku? Jadi menurutmu ini suatu kesalahan besar jika aku
dicintai Isaac?!”
“Jangan bersikap egois! Kamu bukan siapa-siapa! Isaac
tidak mungkin tertarik padamu! Jika dia menemukan wanita
lain yang lebih baik, dia pasti meninggalkanmu juga! Jangan
http://facebook.com/indonesiapustaka

merasa menang!” Rika mendorong tubuhku lalu pergi


meninggalkan tempat itu.

125
Aku benar-benar malu. Kami berhasil membuat
keributan di tempat umum. Sesudahnya, aku pun segera
pergi sebelum manajer café sempat mengusir.
***
Kejadian malam itu, aku sembunyikan rapat-rapat dari
Isaac. Aku tidak ingin ia tahu. Namun, aku jadi benar-benar
memikirkan hal ini. Benarkah aku salah? Benarkah aku
kejam telah menerima cinta Isaac sementara ada gadis lain
yang juga mencintainya dan kini patah hati?
“Tentu saja itu hal yang menyakitkan,” komentar
Catrine cuek saat aku curhat di kamarnya. Catrine sibuk
membolak-balik majalah fashion. Memikirkan gaun apa yang
ingin dibelinya saat gajian nanti.
“Maksud kakak?” aku memeluk kedua lututku erat.
Catrine menatapku sekilas.
“Laura, kamu ini pura-pura lugu atau bagaimana sih?
Bayangkan dirimu menjadi Rika. Hidupmu bahagia dan
baik-baik saja. Kamu memiliki segalanya. Pacar yang sangat
tampan dan sebentar lagi akan menjadi tunanganmu. Namun
tiba-tiba dia menyatakan ingin putus dengan alasan tidak
pernah mencintaimu. Belum sembuh rasa sakitmu, tiba-
tiba kamu mendengar kabar mantan pacarmu itu sekarang
jadian dengan cewek lain? Betapa pahitnya hati Rika.”
http://facebook.com/indonesiapustaka

Aku memejamkan mata. Ya, ya. Kenapa tidak pernah


terpikir olehku?

126
“Bisa dibilang, Isaac pun mungkin bukan cowok baik-
baik. Bisa saja dia meninggalkanmu begitu saja, seperti yang
dilakukannya pada Rika.”
Aku membelalakkan mata lebar-lebar. “Tidak. Isaac
mencintaiku. Aku percaya itu. Berbeda dengan Rika. Itulah
yang aku yakini mengapa aku menerima cinta Isaac.”
“Oke. Kalo kamu sudah yakin begitu, kenapa kamu
masih minta pendapat kakak? Kamu merasa jadi orang yang
kejam? Melukai hati Rika?”
Aku semakin erat memeluk kedua lututku. “Aku ingin
Rika pun bisa bahagia.”
“Kalau kamu percaya Isaac, percayalah dengan segenap
hatimu.”
Ponselku tiba-tiba bergetar. Ada sebuah pesan singkat
dari Isaac yang langsung membuatku tersenyum.
I miss you so muuuuuch……. ^^
Malam ini, Isaac ada perjalanan bisnis bersama orang
tuanya di luar kota. Aku kurang paham. Sepertinya acara
yang begitu penting, sampai-sampai orang tua Isaac rela
terbang dari Amrik demi pertemuan ini.
Belum sempat aku membalas smsnya, Isaac sudah
meneleponku. Aku bergegas keluar dari kamar Catrine dan
http://facebook.com/indonesiapustaka

masuk ke kamarku sembari menjawab telepon dari Isaac.


“Hai,” sapaku.

127
„Deaaaaar⁄⁄⁄⁄!! Hari yang menyebalkan!” gerutu
Isaac.
“Wow, wow! Ada apa?” tanyaku penasaran.
“Kamu tau? Pertemuan penting apa yang dimaksudkan
orang tuaku malam ini?‰ tantang Isaac.
“Apa?”
“Perjodohan!”
“WHAT?!”
“YA! Ini gila! Aku pulang malam ini! Sendiri!”
“Tunggu, tunggu…. Sekarang kamu ada di mana?” Entah
kenapa aku jadi ikut panik.
„Aku perjalanan pulang bersama supir. Kamu tau? Aku
paling tidak suka dengan acara perjodohan! Papa mama sudah
gila! Mereka merahasiakan rencana ini dengan kedok bisnis
segala! Sejak aku putus dari Rika, mereka ingin aku cepat-
cepat menemukan pengganti yang baru.‰
Aku diam untuk beberapa saat. Mengabaikan semua
perasaanku. Aku ingin mencoba memahami jalan pikiran
orang tua Isaac. Mereka pasti memikirkan yang terbaik
untuk Isaac. Jangan-jangan kami yang egois?
“Lalu bagaimana?” tanyaku dengan lebih santai.
http://facebook.com/indonesiapustaka

„Bagaimana apanya?!‰ Isaac semakin meledak-ledak.


“Apakah wanita itu cantik? Siapa namanya? Umurnya?
Putri mahkota dari perusahaan apa? Apa kamu
menyukainya?” tanyaku bertubi-tubi.
128
„Ck, kamu sudah gila ya?‰
„Just⁄. Let me know⁄..‰
Isaac menghembuskan napas panjang. “Ya! Dia cantik!
Namanya aku lupa siapa. Aku tidak menyukainya. Dia
sepertinya sudah punya pria yang dia pilih. Dia juga tidak
respect padaku! Asal tau saja, aku juga sudah punya wanitaku
sendiri yang lebih segalanya daripada dia!”
Aku hanya tersenyum mendengar perkataan Isaac.
„Sudah dari dinner itu, aku mencak-mencak aja pada papa
mama!‰
“Sudahlah,” ujarku.
“Deaaaar, besok, aku akan mengenalkanmu pada orang
tuaku.‰
“WHAT?!”
„Ya! Semakin cepat semakin baik. Supaya mereka berhenti
mencarikanku pasangan. Sebelum semua bertambah buruk!‰
“Tapi aku belum siap!” ujarku cepat.
„Mau sampai kapan?! Siap tidak siap, kamulah wanita yang
kupilih! Cepat atau lambat, seluruh anggota keluargaku harus
tau!‰
Aku hanya menggigit bibir.
http://facebook.com/indonesiapustaka

129
http://facebook.com/indonesiapustaka

130
TIGA BELAS

“Mungkin… begini lumayan…,” Isaac memandangiku


dari ujung kaki hingga ujung rambut. Dia tampak puas.
Tapi aku ragu. Hari ini, Isaac berniat akan mengenalkanku
pada orang tuanya. Tidak ada moment special, tapi menurut
Isaac justru itulah waktu yang paling tepat. Orang tua Isaac,
akan berada di sini sampai Minggu depan sebelum mereka
kembali ke Amrik.
Inilah penampilanku, hasil dari imajinasi Isaac. Ia ingin
aku tampak berkelas. Jujur saja aku keberatan. Memangnya
aku sangat buruk? Kenapa dia tidak mau mengenalkanku
dengan keadaan diriku apa adanya sekarang sebagaimana dia
sendiri telah mengenalku? Menurut Isaac itu bukan ide yang
bagus. Orang tuanya tidak bisa hanya sekadar diyakinkan
dengan good personality, tetapi juga good-looking. Itu menjadi
point yang sangat penting. Itulah mengapa, Isaac ingin aku
tampil secantik mungkin. Jadi, Isaac membawaku ke salon
terbaik di kota ini, yang juga merupakan salon langganan
http://facebook.com/indonesiapustaka

keluarganya. Semua pelayanan bertarif harga selangit.


Bahkan hanya untuk mencukur rambut. Isaac memilihkanku
pakaian formal terbaik. Sepatu hingga tas, semua Isaac yang
pilihkan. Aku tahu, tidak mudah baginya untuk melihat selera
orang tuanya. Bukankah Isaac juga sudah pernah berpacaran
dengan Rika? I mean, pacar-pacarnya sebelumnya, teman-
teman perempuannya tentu mereka semua dari kelas atas
yang tahu bagaimana berpenampilan ‘mahal’. Aku bahkan
hampir tidak mengenali diriku. Aku merasa seperti menjadi
bagian dari para bintang itu. Aku mengenakan dress selutut
warna hitam dengan ikat pinggang metalik yang sangat
elegan. Lalu dipadu dengan bolero renda yang sangat manis.
“Kamu cantik,” komentar Isaac, berbisik sangat dekat
di telingaku.
“Ini bukan aku,” gumamku pada Isaac.
“Percayalah, kamu sangat cantik bidadariku,” tangan
Isaac melingkar di pinggangku.
“Kamu yakin?”
Isaac mengangguk mantap sambil tersenyum penuh arti.
“Sac, apa kamu tau?” tanyaku dengan napas yang mulai
tidak beraturan.
“Apa?” Isaac masih terus menatapku lekat. Aku
merasakan pelukan Isaac di pinggangku semakin erat. Aku
dapat merasakan harum napasnya. Wajah kami sangat
dekat, hanya berjarak beberapa inci.
“Aku benar-benar takut.”
http://facebook.com/indonesiapustaka

Isaac tersenyum meneduhkan. “Aku tau. Aku merasakan


hatimu.”
“Bagaimana kalau orang tuamu menolakku?”

132
“Dear, kita sudah membicarakan ini ratusan kali
semalam.”
“Apa jawabanmu masih sama?”
“Tentu saja. Kita akan lari bersama. Bahkan ketika
mencintaimu berarti aku harus meninggalkan semua yang
aku punya, I do.”
Isaac menatapku penuh arti. Aku merasakan hatinya
yang begitu hangat dan dalam mencintaiku. Aku senang dia
ada di dekatku. Aku senang dia mencintaiku.
“Jangan tinggalkan aku.”
„Trust me.‰
***
Tentu ini sangat mengejutkan orang tua Isaac. Tanpa
pemberitahuan sebelumnya, saat mereka ingin menikmati
makan malam bersama anak sulung kebanggaan mereka, tiba-
tiba Isaac mengikrarkan ingin memperkenalkan kekasihnya
yang baru. Aku merasa ingin pulang. Aku tahu, ini tidak akan
baik untuk mereka. Tapi aku tidak bisa mundur lagi. Isaac
menggenggam tanganku erat lalu menariknya.
“Pa, Ma... Kenalkan, ini Laura. Wanita yang aku cintai.”
Isaac menggenggam tanganku semakin erat. Aku dapat
merasakan tangannya sangat dingin. Aku mencoba untuk
http://facebook.com/indonesiapustaka

tersenyum dan memberi salam kepada orang tua Isaac.


Namun, tatapan mereka hampir tidak bisa membuatku
bernapas.

133
“Jadi ini wanita yang kamu ceritakan?” tanya Pak William
langsung. “Kekasihmu yang baru?” Pak Willliam nama ayah
Isaac. Beliau memandangiku dengan saksama.
“Iya, Pa. Wanita yang ingin aku nikahi,” ujar Isaac mantap.
Ibu William menarik napas dalam-dalam.
“Hallo...,” sapaku sambil mengulurkan tangan. Tapi
orang tua Isaac tidak menyambutnya sama sekali. Aku
menarik tanganku lagi.
“Oke, mari kita makan bersama,” ujar Bu William tanpa
menatapku. Apakah aku diterima? Tidak, ini belum apa-
apa. Dengan kikuk aku mengambil tempat setelah Isaac
mengisyaratkanku untuk duduk.
Kami makan dalam hening. Aku tidak tahu harus
bagaimana. Sungguh. Andai Isaac adalah orang biasa saja,
mungkin aku tidak akan sesulit ingin mengobrol dengan
orang tuanya.
“Apa pekerjaan orang tuamu?” tanya Pak William tanpa
menatapku. Beliau begitu sibuk makan atau mungkin lebih
tepatnya berkutat dengan makanannya. Apakah begitu sulit
untuk menatapku?
“Ehm...,” ucapku. Oke, orang tua Isaac berusaha
menginterogasiku. Mereka ingin tahu apakah aku anak
pengusaha atau bukan. Apakah aku bisa disejajarkan dengan
http://facebook.com/indonesiapustaka

Isaac. Apakah dengan menjadi menantu mereka, aku dan


orang tuaku bisa cukup menguntungkan mereka atau tidak.
Hal ini membuatku muak.

134
“Papa Laura sudah pensiun. Mamanya sudah meninggal,”
jawab Isaac sambil menggenggam tanganku.
Orang tua Isaac saling berpandangan dengan aneh.
Tentu mereka tahu, bahwa aku bukan siapa-siapa. Bukan
seseorang yang memiliki kekuasaan di kota ini, atau di luar
negeri....
“Biarkan dia menjawab sendiri. Dia kan punya mulut,”
ujar Bu William sinis. Aku menarik napas. Ya, aku hendak
menjawab pertanyaan itu tadi, tapi Isaac mendahuluiku.
“Lalu, apa pekerjaanmu saat ini?” tanya Bu William.
“Saya baru saja selesai skripsi. Saya bekerja menjaga
toko roti,” jawabku sopan sambil menahan gejolak hati.
Kali ini, orang tua Isaac bertatapan dengan mata yang
lebih membulat. Penjaga toko?? What?? Putraku akan menikahi
seorang penjaga toko?? Mungkin begitu pikir mereka.
Tiba-tiba Pak William meletakkan sendok garpunya,
mengelap mulutnya dengan serbet dan menatapku.
“Miss Laura,” panggilnya dengan suara berat dan parau.
Rasanya jantungku berhenti berdetak. Begitu pun Isaac.
Aku tahu itu.
“Menjadi bagian dari keluarga besar Pratama Mulia,
bukanlah perkara biasa.”
http://facebook.com/indonesiapustaka

Otakku berpikir cepat. Apa maksud pembicaraan beliau?


Kedua alisku bertaut.

135
“Anda tahu, berapa banyak bisnis usaha yang kami kelola?
Anda tahu, bagaimana sibuknya Isaac? Betapa banyak wanita
luar biasa yang mengaguminya di luar sana. Begitu banyak
yang harus dikerjakan oleh Isaac, bahkan terkadang ia tidak
memiliki waktu untuk dirinya sendiri. Apakah Anda paham
itu? Isaac bukanlah orang biasa.”
“Laura bisa mengatasi hal itu,” ujar Isaac berusaha
membelaku.
“Diamlah. Aku bicara dengan Laura,” sergah Pak
William. “Mungkin saat ini Anda hanya melihat gemerlap.
Anda hanya melihat luarnya saja. Hal-hal indah. Tapi nanti
saat Anda benar-benar menjadi istri dari Isaac, Anda akan
menyadari, betapa beratnya hidup bersama Isaac. Sejak
dulu, kami sangat memperhatikan pergaulan putra-putri
kami. Kami tidak bisa mengizinkan mereka menikah dengan
sembarang orang. Bukan maksud kami, ingin membatasi
pergaulan dengan orang biasa, tapi ini semua demi kebaikan
anak-anak kami. Juga orang-orang seperti Anda. Untuk itu,
calon istri Isaac kelak, haruslah wanita berada. Setidaknya,
dia bisa membawa diri. Bisa men-support Isaac, bisa ikut
mengelola perusahaan.... Saya tidak ingin Isaac menikah
dengan wanita yang hanya bisa berpangku tangan.”
Perkataan Pak William benar-benar menusuk hatiku.
Apakah beliau hendak mengatakan bahwa aku tidak pantas
http://facebook.com/indonesiapustaka

menjadi pendamping Isaac? Mataku terasa panas. Bisa-bisa


aku menangis. Tanpa beliau berkata seperti itu pun aku
tahu, tidak akan mudah menjadi pendamping Isaac. Banyak
hal yang harus aku pelajari. Mengikuti dia berkeliling toko

136
batik saja aku sudah merasa capek. Itu baru satu hari, sedikit
dari apa yang dilakukannya. Padahal aku tahu terkadang
Isaac bekerja sampai jauh malam. Ya, mungkin aku memang
tidak pantas mendampingi Isaac. Ini hanya mimpi-mimpiku
saja. Apa orang tua Isaac berpikir aku hanya menginginkan
kekayaan Isaac? Sakit sekali. Seandainya Isaac hanyalah
seorang gelandangan, aku akan tetap jatuh cinta padanya.
Andai dia bukan siapa-siapa....
“Laura wanita yang tegar. Dia bisa menghadapi itu
semua,” Isaac kembali angkat bicara. Aku tahu, dalam nada
bicaranya Isaac sangat menaruh harap padaku. Pastinya dia
berharap aku mau bekerja sama dengannya. Menjadi wanita
seperti yang diinginkan orang tua Isaac. Isaac menatapku.
Kenapa aku tidak bisa berkata-kata.
“Saya... Terima kasih untuk perhatian Bapak,” aku
mencoba bicara. Aku tidak boleh hanya diam. Bisa-bisa
orang tua Isaac menilaiku semakin buruk. Aku lalu bangkit
berdiri. Isaac menatapku panik. Mungkin dia khawatir kalau-
kalau aku melakukan sesuatu yang buruk. Tenang saja, aku
tidak gila Isaac.
“Saya mengerti, konsekuensi menjadi pendamping Isaac.
Saya memang bukan berasal dari keluarga kaya raya, tetapi
saya tidak serendah pandangan Bapak. Saya tidak mencintai
Isaac karena harta. Anda salah besar kalau memandang
http://facebook.com/indonesiapustaka

kekuasaan adalah segalanya. Terima kasih atas jamuannya.”


Aku membungkukkan badan lalu melangkah pergi. Ya, tentu
saja. Apa aku akan sanggup berlama-lama lagi? Tidak. Isaac
mengikutiku.
137
“Laura!” panggil Isaac. Aku tidak berhenti berjalan. Aku
ingin segera pergi saja dari rumah megah ini. Aku bahkan
tidak ingat kalau aku berangkat dengan mobil Isaac tadi.
“Laura!” Isaac berhasil meraih pergelangan tanganku
dan membalikkan tubuhku. “Kamu mau ke mana?”
Kedua mata kami saling beradu. Isaac merengkuhku
dalam pelukannya.
“Jangan pergi sendirian. Maafkan sikap kedua orang
tuaku yang membuatmu tidak nyaman.”
“Mungkin mereka benar. Aku tidak pantas menjadi calon
istrimu. Aku bahkan tidak mengerti apa-apa tentang bisnis.”
“Apa yang kamu katakan? Kamu gadis yang pandai. Hei,
dear dengar! Bahkan sekali pun kamu sakit parah hingga
tidak bisa melakukan apa-apa, aku akan tetap menikahimu.”
http://facebook.com/indonesiapustaka

138
EMPAT BELAS

Pandanganku terpaku pada seorang pemuda yang


rasanya sangat kukenali. Aku bahkan mengabaikan Isaac
yang ada di dekatku.
“Sayang! Kamu kenapa? Sakit?” tanya Isaac khawatir.
Aku segera tersadar.
“Bukan, bukan Laskar,” gumamku.
„Apa?‰ tanya Isaac sambil memasang telinga.
“Bukan. Tadi aku melihat seorang pemuda. Dia mirip
sekali dengan Laskar. Sungguh. Seperti……”
“Oh,” gumam Isaac pendek. Ia tidak menatapku. “Ayo,
pesawatnya sudah datang.”
Aku dan Isaac, aku akan kembali ke tanah air. Kami
baru saja menghabiskan waktu lima hari di Aussie. Isaac
yang mengajakku. Tentu saja aku sangat senang. Ada acara
Margaret River Wine Festival. Diadakan setiap musim gugur
http://facebook.com/indonesiapustaka

di bulan April. Aku kaget bercampur senang sewaktu Isaac


memutuskan untuk mengajakku. Ini pengalaman yang luar
biasa. Dari Perth kami terbang selama 80 menit dengan
helikopter pribadi keluarga Isaac menuju Margaret River.
Pertama kalinya aku naik helikopter. Seperti ini ya, kegiatan
orang kaya? Di sana, Isaac memiliki beberapa teman dekat
karena ternyata semasa SD dulu, Isaac dan keluarganya
tinggal di Aussie. Pada festival ini, Isaac menikmati semua
acara. Sementara aku yang hanya orang awam, hanya bisa
mengikuti Isaac. Tapi beberapa hal aku menyukainya secara
pribadi seperti mencicipi hidangan khas buatan para koki
setempat yang andal sambil bersantai di bawah pohon karri
yang teduh dan lelang karya seni. Isaac ikut dalam lelang itu.
Ia membawa pulang dua buah lukisan. Tentu tidak mahal
bagi Isaac. Aku mencoba membiasakan diri dengan seleranya
yang tinggi dan gemar menghambur-hamburkan uang. Salah
satu yang paling ditunggu-tunggu oleh Isaac adalah Margaret
River Visitor Centre. Di sana ia bisa bercakap-cakap dengan
para produsen dari seluruh penjuru wilayah dan mencicipi
sajian mereka. Aku berusaha menempatkan diri sebagai
kekasih Isaac. Ehem, tidak mudah. Setiap kesempatan selalu
penting bagi Isaac. Ia berkenalan dengan banyak orang, dia
banyak belajar, banyak memotret, banyak bercakap dan itu
semua yang membuatnya sangat berwawasan. Tidak semata
untuk kepentingan bisnis. Isaac meminta pendapatku
tentang beberapa sajian yang mungkin memiliki prospek di
Indonesia. Ia juga membawa pulang racikan anggur ternama,
yaitu Semillon dan Pinot Noir. Masih banyak hal lain. Benar-
benar pengalaman yang luar biasa. Bulan Juni nanti, Isaac
sudah mengagendakan pergi ke dua negara bagian, Victoria
http://facebook.com/indonesiapustaka

dan Queensland untuk menghadiri Glenrowan Wine Region


Festival, yaitu merayakan satu abad pembuatan anggur dan
santap malam Chefs in the North Dinner. Begitu seringnya
Isaac pergi ke luar negeri. Ckckck… Dan, orang tua Isaac,

140
tentu saja mengetahui dengan siapa Isaac pergi. Ini adalah
masalah. Sebenarnya mereka tidak tahu dan Isaac biasa
pergi sendiri, hanya saja, entah mengapa, tiba-tiba Isaac
memberitahu orang tuanya bahwa ia bersamaku di Aussie.
Entah apa yang dia pikirkan.
Di pesawat, aku benar-benar lelah. Tapi tidak bisa
kupungkiri aku juga sangat bahagia. Aku benar-benar
beruntung. Aku menatap sekumpulan awan dari jendela
pesawat.
“Kamu senang?” Isaac berbicara sangat dekat di
wajahku. Aku mengangguk. Aku tahu, senyumku tidak bisa
berbohong.
“Ini adalah awan Laskar,” ucapku tanpa menatap Isaac.
“Hah??” Isaac agak terkaget.
“Awan kelinci adalah….”
“Haha dear….. Kamu sangat merindukan Laskar ya?” Isaac
mengacak-acak rambutku. “Kamu masih mencintainya?”
“Hah? Bukan apa-apa, Saac, kamu tau itu. Kamu
cemburu?”
“Selama di Aussie kamu selalu membicarakan dia,” ujar
Isaac sambil memasang headphone di kepalanya. “Kamu
tidak sadar ya?”
http://facebook.com/indonesiapustaka

141
Sungguhkah? Apa aku sudah sangat menyakiti Isaac?
Aku melihat Isaac mengangguk-anggukkan kepalanya
girang. Sepertinya dia tidak ingin diganggu dan mencoba
tidak peduli. Aku berharap, Isaac tidak sedang berusaha
mengenyahkan rasa kesalnya.
***
Malam Minggu, aku menemani Isaac membahas desain
café kopinya yang baru bersama Edo dan beberapa
anak buahnya. Aku tidak tahu banyak, tapi aku berusaha
memberikan pendapat saat diminta dan aku menyampaikan
apa yang ada dalam pikiranku. Kami berkumpul di salah satu
restoran cepat saji yang dikelola Isaac. Tempat yang penuh
kenangan. Tempat aku dan Isaac pertama kali bertemu.
Tempat ia sering memaki-makiku. Tempat aku bekerja dan
dipecat olehnya.
“Dan…,” Isaac menggambar di Ipad-nya, “aku ingin
nanti display-nya… Ouch!” erang Isaac tiba-tiba. Seorang
pemuda dan beberapa temannya dengan begitu sembrono
berjalan sempoyongan dan menumpahkan minuman soda
di tubuh Isaac.
“Kamu nggak pa-pa, sayang?” Aku mengeluarkan tisu
dari dalam tasku dan hendak membersihkan kemeja Isaac
yang basah. Tapi Isaac menepisnya. Ia bangkit berdiri dan
http://facebook.com/indonesiapustaka

berteriak, “Hei, bocah ingusan! Apa-apaan kalian ini, ha?!”


Oh, no. Isaac mulai terbakar lagi emosinya.
“Kalo jalan itu lihat-lihat!” Isaac berkacak pinggang.

142
Pemuda itu menghampiri Isaac. Menurutku mereka
mabuk.
“Masalah buat loe?” ujar pemuda itu.
“Jaga kalo bicara! Kamu tau saya siapa, ha?!”
“Sudah Isaac…,” aku berusaha menenangkannya, tapi
Isaac tidak menggubrisku. Sementara Edo, hanya menonton
sambil menyilangkan kaki. Ia mengangkat bahu saat aku
menatapnya. Sepertinya ia sudah terbiasa dengan sikap
teman masa kecilnya ini dan memilih untuk diam. Hah! Apa
ini penyelesaiannya?
“Gue nggak peduli!” bantah pemuda itu. “Mau presiden,
pejabat, wali kota… Kenapa…. Loe yang punya restoran
ini? Hah, gue kagak takut!”
Aku semakin yakin cowok itu benar-benar sedang
mabuk. Sebelum keadaan bertambah parah, seorang
satpam bergegas membawa keluar pemuda beserta teman-
temannya. Untung sekali. Aku yakin, jika terus dibiarkan,
Isaac akan meremukkan tengkorak pemuda itu. Isaac
kembali duduk dengan perasaan jengkel.
“Sudah, tenang,” aku menyeka keringat Isaac. “Kamu
harus lebih sabar. Jangan seperti ini. Kamu tau? Kalau ada
Laskar… dia…”
http://facebook.com/indonesiapustaka

“Cukup, La!” Isaac membentakku. Aku berhenti bicara


sambil ternganga. WhatÊs wrong?

143
“Berhentilah bicara soal Laskar! Aku muak!” Napas
Isaac naik turun. Dia benar-benar marah. “Dan aku bukan
Laskar, harap kamu ingat baik-baik.”
Dingin. Sangat dingin. Belum pernah Isaac seperti ini.
Aku pun, juga sudah tidak tahan dengan semua ini. Aku
melipat tangan di depan dada. Aku tidak lagi bersuara.
Aku terlalu takut. Hatiku menggigil. Isaac orang yang aku
cintai. Aku tidak ingin dia membenciku. Aku tidak ingin dia
semarah ini padaku.
Isaac mencoba kembali pada meeting-nya.
Perjalanan pulang yang terasa begitu panjang. Kami tidak
mengobrol sama sekali. Hatiku terasa pahit. Teganya Isaac
padaku. Padahal masalah kami sudah begitu berat dengan
tidak adanya restu dari orang tua Isaac, mengapa pula kami
harus ribut-ribut tentang hal yang tidak penting? Mengapa
Isaac begitu kekanak-kanakan?
“Kamu marah?” tanya Isaac sambil menyetir dan
mengusap rambutku. Aku tidak menjawab.
“Sorry…,” lanjutnya. Aku tahu dia tulus. Tapi aku masih
saja sedih.
“Aku tidak pernah bilang kamu itu adalah Laskar,”
ujarku lirih.
http://facebook.com/indonesiapustaka

“Iya,” sahut Isaac mengalah.


“Aku…”

144
Tiba-tiba Isaac mendaratkan sebuah kecupan manis di
keningku. Apa lagi? ☺
***
Malam ini, Isaac mengajakku menghadiri gala dinner
anniversary toko emas orang tua Rika. Aku sudah
menolak berkali-kali. Aku tidak mau datang, tapi Isaac
terus memaksaku. Bahkan ia menjemput hingga masuk ke
kamarku. Alasan Isaac sederhana saja, ia ingin mengenalkanku
di hadapan publik. Sementara alasanku tidak ingin datang?
Tentu saja, aku tidak bisa menghadapi Rika. Bagaimana bisa?
Setelah perjumpaan terakhir kami? Walaupun tingkah Rika
sangat konyol, aku juga tidak akan tega menyakitinya dengan
memperlihatkan kehadiran kami berdua. Belum lagi aku
harus berhadapan dengan Ibu William. Aku tidak sanggup.
Kenapa nyaliku begitu ciut? Kebetulan Pak William masih
di Amrik dan yang bisa hadir hanya Ibu William dan Isaac.
Kabar terakhir yang kudengar dari Isaac, orang tua Isaac
memaksa-maksa Isaac supaya mau meneruskan kuliah S2 di
Paris. Aku tahu itu hanya akal-akalan orang tua Isaac untuk
mendekatkan Isaac kembali dengan Rika. Bukankah Rika
akan melanjutkan kuliah di Paris? Untungnya, Isaac tidak
terpengaruh. Dia memang berencana meneruskan kuliah
S2, tapi tidak untuk saat ini dan tidak di Paris. Setidaknya
sampai bisnis batik dan café kopinya bisa ia lepas. Karena
http://facebook.com/indonesiapustaka

keduanya adalah bisnis yang benar-benar dirintisnya dari


nol. Berbeda dengan restoran cepat saji yang memang
sudah ada dan dipercayakan oleh ayahnya pelan-pelan sejak
ia SMP.

145
“Ayo kita berangkat,” ujarku dengan nada lemah. Aku
sudah capek berdebat dengan Isaac. Aku keluar dengan
mengenakan pakaian seadanya, rok jeans selutut dipadukan
dengan you can see polkadot serta bolero. Isaac sendiri
mengenakan jas abu-abu yang sangat licin. Ia menatapku
dengan terbelalak. Sepertinya dia melihat sesuatu yang
sangat salah dalam diriku.
“Kenapa kamu sangat berantakan?” sentak Isaac sambil
mengacak rambutku. “Kamu ini… Pakaianmu juga sangat
sederhana! Kita tidak sedang hendak ke gereja! Sudah
bosan jadi pacarku, ya?!”
Benar-benar menyebalkan. Isaac menarikku masuk ke
dalam mobil.
“Kita tidak punya banyak waktu!” gerutu Isaac. Aku
tahu apa akan dilakukannya.
Benar saja. Kami mampir ke butik yang menjadi
langganan Isaac. Seorang pelayan langsung menghampirinya.
Isaac berjalan cepat, menunjuk salah satu gaun, memintaku
mencobanya dan…
“Perfect!” serunya. “Saya ambil yang ini.”
Sebuah gaun berwarna hitam selutut dari bahan satin
dengan lengan tiga per empat. Ada hiasan pita kecil melingkar
berwarna putih di bawah dada. Kami mampir ke toko
http://facebook.com/indonesiapustaka

perhiasan, juga ke salon. Isaac melakukan semuanya dengan


tepat. Bahkan ia sampai lupa untuk bertanya apakah aku
menyukainya atau tidak. Tapi aku sih percaya saja dengan
selera Isaac. Rasanya, begitu memusingkan menjadi Isaac.
146
Setelah seharian bekerja, masalah penampilan kekasihnya
saja ia harus ikut mengurusi. Aku merasa menjadi beban
bagi Isaac.
“Saac, you know…,” ujarku saat kami sudah meluncur
menuju lokasi acara. “Sometimes, aku ingin kamu membiarkan
saja aku memakai apa yang aku punya.”
“Ya. Tapi tidak seperti tadi. Aku tahu kamu sangat tidak
berminat pergi.”
“Oke.”
“Aku juga tidak mungkin harus terus-terusan
mendandanimu kan?”
Aku hanya tersenyum.
“Apa menurutmu aku ini cantik?” pancingku.
“Of course,” ujar Isaac sambil tersenyum. “Apa adanya
dirimu. Cantik luar dalam. Hanya saja, tidak semua orang
bisa melihat itu.”
“Hei, jadi maksudmu…. Orang tidak bisa melihat
kecantikanku dari luar makanya kamu mendandaniku habis-
habisan?” tanyaku dengan nada bercanda gemas.
“Hahahaha. Kamu sendiri yang mengatakannya.”
Kami tiba di ballroom hotel terlambat setengah jam. Edo
http://facebook.com/indonesiapustaka

melambaikan tangan ke arah kami. Baru saja kami hendak


menghampirinya, tiba-tiba seorang wanita menubruk Isaac
dari belakang dengan manja.
“Eit, Rika,” ujar Isaac. Rika tersenyum manis. Ia
147
mengenakan long dress dari bahan lace berwarna biru.
Sangat anggun sekali.
“Kenapa datang terlambat?” Rika bergelayut manja di
lengan Isaac dan sama sekali tidak menggubris kehadiranku.
“Aku menunggumu.”
“Rika, sorry…. Kita bukan pasangan lagi… Aku datang
bersama Laura…,” Isaac melepaskan tangan Rika dengan
lembut. Rika menatapku dengan tidak suka.
“Aku tidak mengundang dia. Tidak ada yang mengundang
dia,” seru Rika.
“Ayolah, Rika jangan seperti ini. Siapa pun wanita
pilihanku, kamu harus bisa menghargainya,” ujar Isaac tegas
dan mantap. Aku memperhatikan mata Rika berkaca-kaca.
Begitu beratnya bagi dia melihatku bersanding bersama
Isaac.
“Aku masih mencintaimu…,” ujar Rika dan detik itu
juga ia mencium Isaac di bibir, di hadapan banyak orang
dengan mesranya. Sebelum Isaac sempat berontak, tiba-tiba
puluhan kamera mengarah pada mereka berdua.
“Oke, dan inilah calon menantu dari penerus toko emas
Chandra. Rika, bisa kenalkan siapa pria tampan yang sangat
beruntung ini?” salah seorang wartawan mengarahkan
kamera dan menyodorkan mike. Mereka semua pasti
http://facebook.com/indonesiapustaka

disewa. Aku benar-benar takjub. Entah mengapa, meski


aku sangat sedih, aku menahan diri untuk tidak membuat
kekacauan. Aku tidak akan mempermalukan keluarga Isaac.
Aku tahu, Isaac pasti bisa mengatasinya.
148
Dalam sekejap saja Isaac sudah menghilang dari
pandangan dan diboyong bersama keluarga Rika.
Tampaknya, orang tua Rika masih menganggap Isaac calon
menantu putri mereka. Bahkan Ibu William juga ada di sana.
Ini benar-benar gila. Aku lihat Isaac tidak bisa melakukan
perlawanan yang berarti. Aku berharap dia akan bersikap
liar, tapi dia bersikap sangat sopan seolah juga merupakan
salah satu aktor dari semua ini. Aku tidak tahu. Mungkin
dia masih ragu dengan hubungan kami. Aku melihat Isaac
sangat canggung seolah-olah hatinya tidak berada di sana.
Tanpa aku sadari, Edo memandangiku sedari tadi. Begitu
aku menoleh, dia hanya menarik napas panjang lalu pergi.
Menyebalkan. Aku menikmati pesta ini seorang diri. Aku
bertemu Alex. Katanya Monica tidak datang karena sedang
ada acara launching buku di luar kota. Benar-benar pesta
yang membosankan. Aku minum sangat banyak. Aku jengah
melihat Isaac ada di depan, diam mematung, tersenyum kaku,
terkadang dipaksa melakukan ini itu, sekadar memberikan
doorprize kepada tamu… Apa-apan ini? Lalu saat itulah,
mata kami saling bertatapan. Hiburan dancer tengah naik ke
atas pentas. Lampu dibuat remang-remang. Isaac berjalan
sangat cepat ke arahku. Dengan wajah yang sepertinya
siap meledak, ia menarik tanganku. Aku terseok-seok di
belakangnya. Kami pergi meninggalkan pesta.
http://facebook.com/indonesiapustaka

Isaac marah. Dia hanya diam sepanjang jalan, tapi gerak-


gerik dan bahasa tubuhnya menunjukkan kalau dia sangat
marah. Sepertinya dia marah padaku. Ini sungguh gila.
Apalagi yang terjadi? Kapan hubungan kami bisa berjalan

149
normal dan baik-baik saja? Aku sudah sangat lelah! Isaac
ngebut sepanjang jalan. Ponsel Isaac terus-terusan berbunyi
di dashbor dari Ibu William, tapi Isaac mengacuhkannya.
“Kamu kenapa sih?!” tanyaku jengkel. Aku tidak suka
suasana seperti ini. Aku lebih suka Isaac marah-marah
kepadaku dari pada dia hanya diam! Ini membingungkan.
“Dasar tolol! Kamu tidak cemburu sama sekali ya
kekasihmu direbut wanita lain?! Dicium di depan umum?!”
“APA?! Kenapa kamu tega bicara seperti itu?!” Tega
sekali Isaac. Dia tahu posisiku bagaimana.
“Posisiku sulit!”
“Aku juga!” balas Isaac. Dia benar-benar seperti orang
yang frustrasi. Ya, memang frustrasi.
“Aku pikir kamu bisa mengatasi Rika!”
Isaac diam beberapa saat.
“Sorry,” ujarnya akhirnya.
“Maaf, kalau mencintaiku, membuat hidupmu menjadi
lebih sulit…,” ujarku berlinang air mata.
“Kamu bicara apa?” Isaac menatapku sekilas. “Maaf,
kalau selama bersamaku, kamu belum pernah tersenyum
bahagia…”
http://facebook.com/indonesiapustaka

“Aku bahagia…,” ujarku tanpa menatap Isaac. “Mungkin


lebih baik… Jika kamu kembali pada Rika…”

150
“Hah?!” Isaac hampir-hampir menabrak bak sampah
saat kami akhirnya tiba di muka rumahku. Kini kami bicara
berhadap-hadapan.
“Apa yang kamu pikirkan?!” sentak Isaac.
“Aku memikirkan yang terbaik untukmu! Untuk kita!”
“Oh ya? Lucu sekali. Sangat mudah bagiku untuk kembali
pada Rika. Lalu kamu? Mau terus hidup dalam bayang-
bayang Laskar selamanya, ha?! Laskar itu sudah tiada, La!
Dia sudah mati!”
PLAK! Aku menampar Isaac.
“Jaga mulutmu. Kamu tidak mengenal Laskar! Kamu
tidak pantas bicara seperti itu! Asal kamu tau saja! Laskar
berkali-kali jauh lebih baik dari pada kamu!”
Isaac memalingkan muka sambil tersenyum mencibir.
“Oh ya? Baik, fine. Aku mengerti.”
“Kamu orang yang menyedihkan.”
“Ya, asal kamu tahu juga, betapa menyedihkan hidupku
karena aku berusaha melewatinya setiap hari dengan
menunjukkan betapa aku mencintai seseorang, yang dia
sebenarnya sama sekali tidak mencintaiku. Aku terlalu
percaya, bahwa dia mencintaiku juga!” Mata Isaac mulai
http://facebook.com/indonesiapustaka

berkaca-kaca. Untuk pertama kalinya, aku melihat dia


sangat terluka. “Kamu boleh bicara apa saja tentang aku, aku
tidak peduli! Pengorbanan yang sudah kulakukan untukmu,
selamanya nggak pernah berarti buatmu! Seharusnya aku
sadar, Rika lebih pantas untuk dicintai!”
151
Air mataku tidak terbendung lagi. Kenapa jadi begini?
Pada akhirnya kami saling menyakiti.
“Kamu masih mencintai Rika,” ujarku.
“Kamu masih mencintai Laskar,” ujar Isaac pula.
Aku turun dari mobil Isaac tanpa berkata apa-apa lagi.
Isaac segera melajukan mobilnya dengan kencang.
http://facebook.com/indonesiapustaka

152
LIMA BELAS

Sudah dua hari, sejak malam itu, Isaac tidak ada kabarnya.
Apakah kami sudah putus? Aku mencoba menghubungi
Isaac berkali-kali tapi hasilnya nihil. Semua pesanku tidak
dibalas dan teleponku tidak diangkat. Begitu sulitnyakah
bagi Isaac untuk memaafkanku? Aku benar-benar kecewa.
Padahal, tidak hanya dia yang terluka. Aku juga terluka oleh
perkataannya.
“Kak! Kak!” Alyssa berlari-lari memasuki kamarku.
“Ada apa sih?” Aku berpaling dari buku bacaanku.
“Ada yang cari kakak tuh! Orang cakep! Mirip sama Kak
Isaac…”
Mataku langsung membulat lebar saat nama Isaac
disebut. Akhrinya muncul juga itu orang! Tunggu, tunggu….
Mirip Isaac? Satu-satunya orang yang mirip Isaac…
“O ya, thank you!” Aku mengacak rambut Alyssa dan
http://facebook.com/indonesiapustaka

berlari keluar.
Dugaanku benar. Richard dengan angkuhnya
menungguku di dalam mobil. Ada Edo juga di sana. Mau
apa dia kemari? Bukankah seharusnya dia sedang sibuk
dengan study-nya di Rusia. Jangan-jangan, Richard hendak
memintaku untuk putus dari Isaac.
“Apa kabar?” sapa Richard datar. “Ayo ikut.”
“Mau ke mana? Aku sibuk,” ujarku kesal.
“Penting. Lebih penting dari hidupmu.”
“Ke mana?” desakku. Bah, dasar menyebalkan. Richard
menarik napas.
“Menemui kakakku.”
“Memang di mana Isaac? Kenapa tidak dia kemari da…”
“Laura, Isaac dalam keadaan kritis! Dia kecelakaan,”
ujar Edo tandas.
Tidak. Aku merasa duniaku hancur. Bagaimana ini?
Tidak. Tuhan jangan ambil Isaac juga. Aku mencintainya…
***
“Mau apa dia kemari?!” Ibu William berteriak histeris
saat melihatku datang di rumah sakit.
“Ini semua gara-gara kamu!” sentak Rika pula. Wajah
mereka sembab oleh air mata.
Richard sudah menceritakan semuanya. Kecelakaan itu
terjadi, di malam setelah Isaac mengantarku pulang. Tidak…
http://facebook.com/indonesiapustaka

“Tenang, Mam… Ini di rumah sakit….,” ujar Richard


sembari menangkap tubuh mamanya. “Edo, antarkan dia
masuk…”

154
Edo menggiringku masuk sementara Richard menghalau
Rika dan mamanya.
Isaac terbaring kaku di atas ranjang. Masker oksigen
terpasang di hidungnya. Ia memejamkan matanya erat.
Isaac, bangunlah…. Aku hanya menggenggam tangan Isaac.
Aku ingin kamu merasakan hatiku. Perlahan jemari Isaac
bergerak. Namun hanya sesaat. Aku tidak yakin, apakah
Edo memperhatikannya. Air mataku turun perlahan. Tak
kusangka, dari mata Isaac juga mengalir setetes air mata.
Seolah-olah hati kami terhubung.
Aku ingin kamu…. Merasakan hatiku.
***
Esoknya, Richard memberi kabar bahwa Isaac telah
siuman. Betapa gembiranya aku. Aku tahu, Isaac pasti baik-
baik saja. Semua akan baik-baik saja. Terima kasih Tuhan,
Engkau mendengar doaku. Aku membeli mawar merah
terbaik sebanyak sepuluh tangkai dan diikat menjadi buket
bunga yang indah dengan pita berwarna putih. Aku berharap
Isaac akan menyukainya.
Richard menyambutku dengan wajah dingin seperti
biasa. Ia menaikkan kacamatanya saat melihatku datang.
Entah apa yang dia pikirkan.
“Apa kamu sudah siap?” tanya Richard. “Orang tuaku
http://facebook.com/indonesiapustaka

sedang pulang ke rumah, jadi kamu tidak usah cemas.”


Entah, apa karena memang dia tidak memiliki perasaan
atau memang tegar, sejak kemarin meski kakaknya koma,
ekspresi wajahnya tidak berubah sama sekali.
155
“Tentu saja,” jawabku girang. Lagi-lagi Richard menghela
napas. Ia berbalik memunggungiku.
“Apa pun keadaan Isaac, tolong… Jangan tunjukkan
wajah sedihmu di depannya…”
Aku awalnya tidak mengerti arti ucapan Richard. Aku
rasa dia hanya ingin berbasa-basi. Jadi aku jawab, “Okeeeee!”
Aku mengikuti Richard masuk ke kamar rawat Isaac.
“Kak, ada yang ingin bertemu denganmu,” ujar Richard
sambil mengetuk pintu meski kami sudah berada di dalam.
Aku melihat Isaac duduk kursi roda sedang menghadap
ke arah jendela. Dengan susah payah ia membalikkan kursi
rodanya untuk mengetahui siapa yang datang.
“Ha…,” aku hendak menyapa Isaac dengan ramah dan
memberikan buket mawar, tapi raut wajah Isaac yang tidak
bersahabat membuatku ciut.
“Mau apa kamu ke sini? Pergi!”
Isaac mengusirku. Aku lemas seketika.
“Kenapa baru datang sekarang?! Aku nggak berharap
kamu datang!” Isaac kembali menghadap ke arah jendela.
“A…,” aku tidak sanggup berkata-kata. Aku terlalu
bingung.
http://facebook.com/indonesiapustaka

“Bawa dia pergi Richard!” sentak Isaac marah. Richard


menghela napas. Ia mengisyaratkan padaku untuk keluar.
Aku mencoba bertahan, aku ingin bertemu dengan Isaac.
Aku ingin ngobrol dengannya. Aku merindukannya.

156
“Jangan sekarang,” ujar Richard lirih sambil meraih
pergelangan tanganku.
Di luar, napasku ngos-ngosan karena berusaha menahan
emosi. Di satu sisi, air mataku mengalir. Kenapa aku jadi
sering meneteskan air mata sejak mencintai Isaac? Richard
menatapku. Tatapannya teduh. Baru kali ini wajahnya bisa
sedikit lebih manusiawi.
“Ayo, kamu pasti lapar?” tanya Richard lembut. Sekilas
ia tampak sama dengan Isaac seutuhnya. “Di luar saja,
supaya bisa lebih nyaman.”
Ternyata aku salah. Richard bukannya tidak punya
perasaan. Dia juga lelah menghadapi semua ini. Mengurusi
keluarganya. Harus meninggalkan Rusia sejenak. Aku
melihat lingkaran hitam di bawah kedua matanya. Barangkali
dia tidak tidur beberapa malam.
“Kenapa dengan Isaac?” tanyaku saat kami sudah berada
di sebuah resto. Perasaanku masih sangat tak karuan.
“Laura, apa kamu… sungguh-sungguh mencintai Isaac?”
tanya Richard sambil menatap ke luar jendela.
“Kenapa? Aku… mencintainya…”
Richard tersenyum simpul lalu menatapku. “Kakakku,
divonis dokter, selamanya tidak akan bisa berjalan lagi.
http://facebook.com/indonesiapustaka

Apakah kamu masih mencintainya, setulus hatimu?”


Entah mengapa, berita itu sama sekali tidak membuatku
shock. Mungkin karena aku pernah mengalami kehilangan
seutuhnya jadi melihat Isaac masih ada di sampingku, apa

157
pun keadaannya, bukan menjadi hal yang buruk bagiku. Aku
tidak akan memandang Isaac berbeda, bagiku, dia tetap
sempurna. Bukan berarti juga aku tidak memahami perasaan
Isaac. Aku tahu, mungkin ini menjadi saat yang berat bagi
Isaac. Aku tahu, pasti Isaac merasa terpuruk saat ini. Justru
hal itulah yang akan membuatku sedih. Bukan karena dia
tidak bisa berjalan lagi tapi tentang bagaimana dia menyikapi
hal ini. Yang akan lebih membuatku menangis adalah ketika
dia bisa menghadapi hal ini dan menerimanya dengan baik
ketimbang dia meratapi nasibnya.
“Apakah Isaac masih mencintaiku? Dia membenciku…”
“Itu adalah tugasmu untuk merebut hatinya kembali…
Dia sakit hati karena kamu terus menyimpan Laskar dalam
hatimu….”
“Tapi bukan seperti yang dia bayangkan… Laskar
memang sudah tiada… Dia pernah menjadi orang yang
special dalam hidupku… Dan selamanya begitu… Tapi
yang kucintai… adalah Isaac. Mereka memiliki posisi yang
berbeda dalam hatiku…”
“Buktikan itu pada Isaac. Kamu tau? Rika sudah
meninggalkannya selamanya.”
Aku menautkan kedua alis. Richard menghela napas.
Kebiasaannya saat ingin menyampaikan sesuatu yang kurang
http://facebook.com/indonesiapustaka

menyenangkan atau tidak disukainya.


“Begitu tahu kakakku sudah tidak bisa lagi berjalan, Rika
terang-terangan menolak bahwa ia tidak bisa memiliki calon
suami yang cacat. Apalagi ayahnya, sudah pasti mereka tidak
158
akan memperhitungkan Isaac lagi dan mati-matian ingin
menjadikannya menantu seperti dulu.”
“Begitukah?”
‘Tentu saja. All about business, La. Kamu harus paham
itu. Seorang pasangan yang cacat akan menyulitkan laju
perusahaan.”
Aku memejamkan mata. Pasti Isaac sangat terluka. Aku
ingin memeluk Isaac saat ini. Hatinya pasti sangat pahit.
Gara-gara aku juga.
“Papa mama berencana akan menjodohkan kakak. Bagi
mereka, sudah tidak ada harapan lagi. Walau mereka tahu,
tidak akan mudah untuk mencarikan pasangan untuk kakak
di kalangan para pengusaha. Mereka akan memandangnya
sebelah mata. Tapi aku tidak setuju dengan papa mama.
Aku tidak ingin, hidup kakak menjadi tidak bahagia. Aku
yakin kakak akan menemukan cinta sejatinya. Walau akan
membutuhkan waktu yang sangat lama.”
“Kenapa… Isaac hanya berhenti berjalan. Tapi hatinya,
jiwanya, tetap sama… Aku yakin, Isaac tetap akan menjadi
pengusaha yang hebat… Sungguh menyesal wanita-wanita
yang menolak Isaac…”
Richard menatapku lekat. “Isaac hanya mencintaimu, La.
Dia sangat mencintaimu. Kamu harus tahu itu.”
http://facebook.com/indonesiapustaka

***
Inilah kesempatanku. Sekarang atau tidak sama sekali.
Aku menjumpai Isaac di rumahnya dan berkali-kali aku

159
ditolak. Bahkan ketika Richard sendiri yang membawaku,
Isaac tetap tidak mau menemuiku. Begitu bencikah Isaac
padaku? Seringkali aku bahkan hanya mendapat tatapan
dari orang tua Isaac. Wajah mereka tampak letih. Aku tahu,
mereka menanggung beban mental yang berat. Mungkin
juga, mereka kewalahan mengurus Isaac. Richard bilang jiwa
Isaac masih belum pulih seperti yang dulu. Dia membutuhkan
banyak dukungan. Sulit baginya untuk menerima keadaannya
yang sekarang. Aku sedih membayangkan Isaac frustrasi
dengan hidupnya, dengan keadaan dirinya. Andai dia tahu,
betapa dia beruntung masih bisa hidup. Aku teringat
Laskar. Betapa dia tabah meski mengetahui hari-harinya
semakin singkat. Ah.... Lagi-lagi aku membandingkan Laskar
dengan Isaac... Ini bukan hal yang bijak. Aku harus mencoba
mengerti perasaan Isaac. Memahami kondisinya. Apalagi
dengan gelar sebagai putra mahkota. Aku tahu, dia pasti
memikirkan banyak hal.
Hari ini pun, aku hanya meninggalkan mawar
merah di depan pintu kamar Isaac. Setelah itu, Richard
mengantarkanku pulang.
“Kapan kamu kembali ke Rusia?” tanyaku memecah
kesunyian saat kami berjalan melewati taman yang luas.
“Segera. Setelah, keadaaan sedikit lebih baik,” jawab
Richard datar. “Entahlah.”
http://facebook.com/indonesiapustaka

Lalu, kami berpapasan dengan Ibu William. Ia baru saja


memarkir mobil bersama suaminya. Kami bersitatap.
“Laura,” panggil beliau. Aku langsung menghentikan

160
langkah. Tampaknya ada sesuatu yang ingin dikatakan oleh
Ibu William.
Kami bicara di teras. Richard menemaniku. Aku hanya
menunduk dalam-dalam. Merasa seperti terdakwa. Walau
aku sendiri juga tidak tahu apa kesalahanku. Apalagi sekarang?
Sudah. Cukup. Semuanya tentang Isaac menyakitkan. Aku
sudah capek. Tapi aku masih belum mau menyerah.
“Kamu sudah tahu, bagaimana kondisi putraku sekarang
kan?” tanya Ibu William datar. Ciri khas yang juga dipunyai
Richard.
Aku mengangkat kepalaku sedikit dan mengangguk. Ibu
William menghela napas.
“Lalu? Apalagi yang kamu cari? Jangan memberi harapan
palsu pada Isaac! Toh pada akhirnya kamu juga akan
meninggalkan Isaac seperti wanita-wanita lain!”
“Terserah Anda mau bicara apa.” Aku benar-benar lelah.
Tuhan, tolong. Ini melebihi kekuatanku. “Saya mencintai
Isaac. Selamanya.”
Yang terjadi selanjutnya, di luar pemikiranku. Mungkin
kami sudah sama-sama merasa lelah yang amat sangat.
Kami mencintai Isaac. Ibu William menatap mataku. Ada
kekerasan hati, ada luka, ada keletihan. Matanya berkaca-
kaca dan detik selanjutnya ia menangis. Beliau menangis
http://facebook.com/indonesiapustaka

meraung-raung. Mungkin hati kami saling terhubung. Aku


tahu, beliau hanya ingin tahu apakah aku sungguh-sungguh
mau mencintai putranya atau tidak.... Rasanya tidak lagi
penting siapa wanita yang akan menjadi pendamping Isaac.
161
Bukanlah harus putri mahkota, tapi berhati busuk. Cukuplah
dia wanita yang dicintai dan mencintai Isaac dengan sepenuh
hati.
Hatiku pun bergetar melihat Ibu William menangis
di hadapanku. Aku mengulurkan tanganku dan memeluk
beliau. Sakit. Aku juga merasakan sakit. Entah sampai berapa
lama kami bertahan. Semoga selamanya. Demi Isaac...
http://facebook.com/indonesiapustaka

162
ENAM BELAS

Ini seperti memenangkan undian satu miliar! Monica


Petra mengadakan pesta kecil atas award yang diterimanya
di salah satu ajang film paling bergengsi di luar negeri. Tidak
banyak yang diundang, tapi aku senang karena salah satu
yang diingatnya adalah aku. Richard memberitahuku bahwa
ia dan Isaac akan datang. Inilah alasan lain kegembiraanku.
Ada moment aku bisa bersama dengan Isaac. Tidak akan aku
sia-siakan. Aku harus bicara padanya.
Richard menjemputku. Ia sendirian. Aku bertanya,
di mana Isaac. Richard bilang, Isaac marah-marah dan
menyuruhnya berangkat sendiri seperti biasa. Menyuruh
Richard bersikap biasa saja, melakukan agendanya seperti
biasa, menjemput cewek, teman-temannya, siapa pun,
terserah. Bukankah selama ini mereka juga selalu berangkat
masing-masing jika ada acara? Itulah yang Isaac inginkan.
Jangan ada yang berubah. Ia tidak mau ditemani. Isaac
memang tidak bisa menyetir lagi jadi ia berangkat bersama
http://facebook.com/indonesiapustaka

supir. Aku hanya memejamkan mata mengingat Isaac. Itulah


mengapa Richard menjemputku. Toh seandainya Isaac mau
ditemani oleh Richard sekali pun, belum tentu Isaac mau
menjemputku, mengingat betapa bencinya dia padaku.
Di mobil, tingkah Richard tidak jauh berbeda dengan
Isaac. Ia menerima telepon dari banyak orang.
“Hallo sayang? Iya. Hmm… Dalam minggu ini. Tenang
saja. Thank you ya. Yah. Ya, aku tahu…”
Aku hanya melirik Richard. Itu tadi pasti pacarnya.
Richard hanya menghela napas panjang setelah selesai
berbicara dengan orang itu.
“Pacarmu di Rusia ya?” terkaku. Mungkin aku terlalu
lancang. Tapi aku tidak tahu ingin mengobrol apa dengan
Richard. Kami terlalu sering membicarakan Isaac. Dan
terkadang itu terlalu menyakitkan. Kami masing-masing
merasa lelah.
“Dia kuliah di Hongkong,” jawab Richard sambil
tersenyum. “Bulan depan, aku akan berkunjung ke sana.”
Aku hanya tersenyum simpul. Ada-ada saja. Tingkah
orang kaya. Entah bagaimana Richard bisa berpacaran
dengan orang yang ada di Hongkong. Rusia dan Indonesia
saja sudah sangat jauh. Mungkin mereka teman masa kecil,
teman sekolah, teman SMA? Atau anak dari rekan bisnis
sang ayah. Seperti itulah.
Aku dan Richard tidak bisa untuk tidak berhenti
mengawasi Isaac. Mulai dari mobilnya datang, supir
menurunkan kursi rodanya, dan Isaac dipapah perlahan.
http://facebook.com/indonesiapustaka

Miris sekali hati kami hanya bisa menatapnya. Beberapa


orang bahkan mulai bergunjing. Aku tak tahan untuk
menghampirinya, tapi Richard menahanku. Aku
mengibaskan tangannya. Begitu Isaac sudah berhasil duduk
164
di kursi rodanya dengan susah payah, aku mendorongnya
dari belakang. Isaac tampak terkejut. Dia masih tidak suka
dengan kehadiranku.
Isaac belum sempat marah-marah karena Monica segera
menyambut kami bertiga. Senyum Monica seperti biasa
langsung membuat hati kami cerah.
“Hai, apa kabar?” Monica merangkul kami satu per satu.
Dia bahkan bersikap sangat biasa terhadap Isaac, tapi juga
penuh dukungan.
Di sana sudah ada Elly dan Edo. Apa maksudnya ini?
Kenapa mereka begitu mesra? Setahuku, mereka memang
sempat berkenalan di ulang tahun Papa Isaac. Lalu, donÊt
know⁄..
“Kalian?” tanyaku bingung. Elly dan Edo saling pandang.
“Ehem, ehem… Ada pasangan baru nih…,” celetuk
Monica membocorkan hot news yang baru aku tahu.
Aku langsung terbengong. Tidak tahu apakah ini kabar
baik atau kabar buruk? Kabar baik. Ya kabar baik. Akhirnya
Elly menemukan mengganti Sam. Dan aku tahu, Edo adalah
pria baik. Mereka pasangan serasi.
“Sejak kapan? Diam-diam kalian…”
“Hihi… Sejak malam itu… Kami terus keep contact….
http://facebook.com/indonesiapustaka

Aku hutang banyak cerita ya,” Elly bicara lirih padaku.


Aku mengangguk-angguk mengerti. Edo bisa menjaga
perasaannya tetap tenang selama ini padahal sebenarnya dia
sedang mengejar-ngejar Elly. Dia tidak ingin menunjukkan

165
kedekatannya dengan seorang wanita mana pun di depan
publik. Itulah mengapa, selama ini aku tidak pernah melihat
Elly bersama Edo di setiap acara. Tapi kini setelah mereka
resmi menjadi sepasang kekasih, Edo tidak lagi menutupi
hubungannya dengan Elly. Syukur. Aku bahagia untuk
mereka.
Aku menatap Isaac. Ia hanya diam. Isaac banyak diam.
Sedrastis itukah perubahannya? Raganya memang ada di
sini tapi entah hati dan jiwanya. Aku tidak yakin Isaac sadar
dengan apa yang tengah terjadi di sekelilingnya. Masih ada
satu adegan menarik lagi. Saat pasangan lain datang, Rika
dan seorang pria bule yang sangat tinggi. Oh my God! Aku
tidak percaya ini. Bagaimana mungkin? Baru saja beberapa
waktu lalu ia memohon-mohon supaya aku memutuskan
Isaac, sekarang dengan mudahnya ia menggandeng pria lain?
Aku menatap Isaac. Ia mencoba tak peduli, tapi aku tahu
dari matanya bahwa dia merasa sakit.
“Kalau saja aku sudah tidak punya nurani, akan aku
tonjok Rika sampai mati,” ujar Richard lirih di dekat
telingaku. Kali ini aku yang menghela napas panjang.
Usai makan, Isaac menuntun dirinya sendiri ke halaman.
Aku rasa, ini kesempatanku. Aku mengikuti Isaac. Ia tampak
tenang menikmati angin malam sembari memejamkan mata.
Aku mulai ragu untuk bicara tapi…
http://facebook.com/indonesiapustaka

“Mau apa kamu di sini?” Isaac tiba-tiba membuka


matanya. Dia sudah tidak semarah hari-hari lalu. Atau
mungkin perasaannya memang sudah mati untukku. Tidak.
Aku tidak mengenal Isaac yang seperti ini.
166
“Sudah cukup untuk terus berlari,” ujarku tegar.
“Apa maksudmu? Ini hidupku. Terserah aku,” sahut
Isaac skeptis. Belum pernah dia begitu tidak peduli seperti
sekarang ini. Bahkan jauh lebih buruk dari saat awal
perjumpaan kami dulu. Begitu tidak hidup.
“Aku mau bicara.”
“Apa ini soal Laskar lagi?” nada bicara Isaac berubah
semakin sinis.
“Apa maksudmu?” aku takut aku tidak bisa menahan
perasaanku.
“Sudahlah, kalau kamu hanya membawa cerita soal
Laskar bla bla bla.”
“Kamu salah paham! Aku nggak tahu kenapa kamu
begini! Apa kamu memang segitu membenciku?”
“Laura, sudahlah. Aku bukan lagi Isaac yang dulu. Isaac
yang dulu sudah mati.”
PLAK!
Aku menampar Isaac. Ia tidak juga menunjukkan reaksi
yang berarti.
“Kamu boleh berpikir apa pun!” ujar Isaac. “Ya, aku
membenci Laura! Membenci Laskar! Membenci diriku
http://facebook.com/indonesiapustaka

sendiri!”
“Kalau kamu menyerah dengan dirimu sendiri! Gimana
orang lain bisa bertahan dengan kamu?!”
“Aku tahu saat ini kamu sedang berpikir, bahwa
167
Laskar lebih baik dari aku! Dia divonis mati tapi masih bisa
tersenyum! Sementara aku? Aku masih bisa hidup tapi tidak
mau bangkit lagi! Persetan dengan semua itu, La! Asal kamu
tau saja! Aku bahkan berpikir lebih baik aku mati daripada
hidup seperti ini! Apa kamu mengerti itu?! Lebih baik
aku yang menjadi Laskar dan divonis mati daripada harus
menjalani hidup seperti ini entah sampai kapan!”
“Cukup Isaac! Aku tidak mengenalmu!” Aku menutup
kedua telingaku. Perkataan Isaac sungguh sangat
menyakitkan. Aku benci Isaac yang seperti ini. Aku berharap
dan benar-benar ingin Isaac bisa menjalani hidupnya dengan
baik meski tidak sama seperti yang dulu.
“Memang kamu tidak pernah mengenalku!”
“Aku bukan mau ribut! Aku mau meluruskan semuanya!”
“Tidak ada yang perlu diluruskan!”
“Cukup Isaac! Biarkan aku bicara! Sebentar saja!”
Hening beberapa saat. Kami sama-sama ngos-ngosan.
Aku merindukan Isaac. Sungguh menyakitkan berada di
dekatnya tapi aku seperti tidak mengenalinya lagi.
Aku berjongkok di hadapan Isaac dan mencium
keningnya.
“Aku mencintaimu. Dan selamanya begitu. Laskar. Dia
http://facebook.com/indonesiapustaka

sudah menjadi kenangan sejak dia pergi. Yang sekarang ada


adalah hidupku bersamamu. Tapi tentu saja aku tidak akan
melupakan Laskar, seperti kamu tidak akan melupakan
Kayla. Seperti itulah, rasanya. Mengapa aku tidak menyerah?

168
Karena aku mencintaimu. Aku ingin kamu tahu itu.”
Sudah selesai. Aku sudah menyelesaikan bagianku.
Isaac mematung. Matanya berkaca-kaca. Entah apa yang
dirasakannya saat ini.
“Mencintai seseorang itu... Berarti memercayainya
sepenuh hati...,” lanjutku. “Aku ingin, kamu pun juga
begitu… terhadapku…”
Dia tidak menjawab, tapi kulihat butir-butir air mata
menetes di pipinya.
Kutinggalkan Isaac dalam kesendiriannya. Richard
mengejarku, hendak mengantarku pulang. Aku bilang tidak
usah. Aku memilih berjalan sendiri lalu mencegat taksi.
Semoga di jalan, aku bisa melihat banyak bintang.
***
Ini mungkin mimpi. Apalagi, aku memang masih terpejam
di ranjang. Isaac mengirimiku sms. Dia bilang, dia ingin
bertemu denganku esok hari. Secercah senyum mengembang
di wajahku. Ada apa gerangan? Semenjak kecelakaan itu
Isaac sama sekali tidak pernah menghubungiku. Ada apa
sekarang? Aku benar-benar penasaran. Semoga saja ini
kabar baik. Tidak lupa aku memberitahu Richard. Richard
pun menyambut gembira kabar itu.
http://facebook.com/indonesiapustaka

Salah seorang pembantu Isaac mengantarku ke halaman


belakang. Aku melihat Isaac sedang membaca sebuah buku
di bawah sinar matahari. Ia tahu ketika aku datang, meski
aku tidak bersuara sama sekali. Ia segera menutup bukunya
dan berbalik.
169
Isaac tersenyum sangat manis. Senyum yang sudah lama
tidak kulihat. Hatiku terasa teduh.
“Kamu tahu, aku juga merindukan saat-saat kita
bersama dulu, La,” ujar Isaac tiba-tiba. Aku tidak tahu harus
tersenyum atau menangis. Perasaanku campur aduk.
“Kamu tahu, kenapa aku tidak suka dengan keadaanku
yang sekarang?” Isaac tidak menungguku menjawab.
“Karena aku tidak bisa sekuat dulu lagi. Aku takut aku tidak
bisa menggendongmu. Aku takut aku tidak bisa berlari
memelukmu saat kamu menangis. Aku takut aku tidak bisa
mengangkatmu saat kamu jatuh…”
“Haha… Memangnya aku anak kecil apa…,” aku tertawa
getir. Itu adalah hal terindah yang pernah kudengar.
“Serius. La, tidak peduli orang lain mau mengasihaniku,
merendahkanku seperti apa. Yang terpenting bagiku, aku
ingin terus hidup bersama orang-orang yang aku sayangi,
dan menjaga mereka. Aku tidak ingin menjadi orang yang
lemah.”
“Kamu bukan orang yang lemah, Saac.” Aku berjongkok
di depan Isaac sambil tersenyum manja seperti anak kecil.
“Aku sudah membaca, buku kamu bersama Monica.
Tentang Laskar kan. Aska.” Isaac mengangkat buku yang
sedari tadi dipegangnya. Mataku membulat lebar.
http://facebook.com/indonesiapustaka

“Kamu baca?” tanyaku tak percaya.


“Monica yang memberikannya padaku. Masa sih, aku
nggak baca buku yang ditulis oleh pacarku sendiri,” Isaac

170
cengar-cengir. Entah mengapa, wajahku bersemu merah.
Aku merasa malu.
“La, aku benci menjadi pecundang. Ayo kita mulai, dari
awal.”
Apakah ini mimpi, Tuhan? Apakah Engkau mengirimkan
Laskar untuk bicara pada Isaac semalam?
“Terima kasih, sudah mencintaiku dan tidak menyerah,”
ujar Isaac.
Aku tidak bisa berkata apa-apa. Aku hanya memeluknya.
http://facebook.com/indonesiapustaka

171
http://facebook.com/indonesiapustaka

172
EPILOG

Aku dan Isaac mengantar Richard di bandara. Hari ini


dia akan kembali ke Rusia. Wajahnya sudah sedikit cerah.
“Waktu cepat berlalu,” ujar Richard. “Aku titip kakakku,
ya.” Sementara Isaac mengobrol di telepon mengurusi
bisnisnya, aku dan Richard mengambil waktu bersama.
“Aku sangat bersyukur, Isaac masih hidup. Kamu tahu?
Aku takut saat menerima kabar itu. Aku sudah kehilangan
Kay, aku tidak ingin kehilangan Isaac juga.”
Aku mengangguk pelan-pelan.
“Aku bersyukur, Isaac menemukan seseorang yang tulus
mencintainya.” Richard menatapku lekat. Aku bersyukur
juga, pelan-pelan hati Richard mulai terbuka untukku.
“Kamu ini gimana sih?! Jadwalkan seperti biasa! Saya jadi
ke Brunei minggu depan! Siapa yang suruh cancel? Saya jadi
bertemu dengan Presdir Bubble Group! Kamu pikir saya
http://facebook.com/indonesiapustaka

mati dalam kecelakaan itu ya?! Jangan lupa semuanya harus


sudah siap! Terus Guci Cina yang kemarin saya pesan juga
tolong diurus! Yang dipecahkan Denzel dibuang saja!”
Isaac kembali seperti biasa. Bagiku, tidak banyak yang
berubah dalam hidupnya. Ya, dia tetap seorang bos. Dia
tetap memerintah seenaknya. Yang berubah adalah dia
sekarang menjadi lebih merepotkan. Dia harus bersama
supir ke mana pun pergi. Kami tidak bisa pergi berdua lagi.
Tapi aku juga sedang belajar menyetir mobil kok. Dia juga
selalu harus dibantu jika melewati anak tangga. Hanya hal-
hal semacam itu. Tapi bukankah dia memiliki banyak anak
buah, tidak masalah. Memang ada hal-hal yang lebih berat
dari itu, seperti pandangan remeh orang-orang, rekan
bisnisnya. Inilah bagian Isaac untuk menjadi lebih kuat.
Sedapat mungkin, Isaac juga tidak ingin menyusahkan orang
lain. Ia suka mendorong kursi rodanya sendiri. Ia suka
melakukan segala sesuatu sendirian. Aku tahu, Isaac bisa
melewatinya.
***
“Ayo! Ayo semua senyum! Siaaaap?!” Jourdan memasang
timer kameranya. Sementara yang lain sudah siap pada posisi
masing-masing. Aku, Elly, dan Jessica. Hari ini adalah wisuda
kami bertiga. Sementara Cecil, Tiara, dan Jourdan… Masih
menunggu.
“Ayo, honey! Cepat! Cepat!” teriak Cecil. Jourdan
berlari segera mengambil posisi. Timer dipasang hanya
sepuluh detik.
http://facebook.com/indonesiapustaka

Lima… Empat… Tiga… Dua…. Satu!


“CHEESEEEEE!!”
JEPRET!
174
Inilah kami. Di foto itu, aku, Isaac, Elly, Edo, Tiara,
Albert, Jessica, Andhika, Cecil, Jourdan…. Kami benar-
benar bahagia.
http://facebook.com/indonesiapustaka

175
http://facebook.com/indonesiapustaka

176
PROFIL PENULIS

Monica Petra sudah sejak kecil berkecimpung di dunia


penulisan. Ia sudah menghasilkan banyak karya hingga hari
ini.
Looking for Laskar Cinta 1, sukses membuat para remaja
menyukai sosok seorang Laskar yang hidup dengan penuh
rasa syukur meski waktu hidupnya tidaklah panjang.
Monica ingin bisa terus menulis untuk menginspirasi
anak muda dan remaja. Ia tahu tidak semua orang bisa
menerima karyanya tapi baginya hal itu tidaklah penting.
Monica percaya bahwa setiap tulisan yang lahir dari
tangannya adalah Masterpiece.
www.monicapetra.com
http://facebook.com/indonesiapustaka
http://facebook.com/indonesiapustaka

178
http://facebook.com/indonesiapustaka

Anda mungkin juga menyukai