Anda di halaman 1dari 14

SAMPUL

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penyusun kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat
dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah dengan judul “Undang-Undang
narkotika dan psikotropika” untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Toksikologi
. Keberhasilan kami dalam menyelesaikan makalah ini tidak terlepas
dari bantuan berbagai pihak. Maka dalam kesempatan ini penyusun menyampaikan
terimakasih Semoga amal baik yang diberikan mendapat balasan yang berlipat.
Penyusun menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna dan terdapat kekurangan
atau kesalahan oleh karena itu penulis mengharapkan saran, masukan dan kritikan yang
sifatnya membangun demi kesempurnaan tugas Makalah yang akan datang.

Makassar, Kamis 02 Mei 2019

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Tindak Pidana Narkotika merupakan salah satu tindak pidana yang cukup banyak
terjadi di Indonesia. Tersebarnya peredaran gelap Narkotika sudah sangat banyak
memakan korban, baik warga negara Indonesia (WNI) itu sendiri, maupun warga negara
asing (WNA) yang berada di Indonesia. Serta tidak hanya itu, penyalahgunaan Narkotika
sudah merambah ke semua kalangan baik umur, dari mulai orang dewasa, anak remaja,
sampai anak-anak sekalipun, serta jenis kelamin, baik pria maupun wanita. Jumlah kasus
Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif Lainnya (NAPZA) tahun 2013 mencapai 35.436
kasus dan tersangka kasus NAPZA tahun 2013 mencapai 43.767 kasus yang didominasi
oleh WNI sebanyak 43.640 orang dan WNA sebanyak 127 orang.

Penyalahgunaan Narkotika adalah suatu tindak pidana yang diatur dalam


Undang-Undang yang mengatur tentang Narkotika itu sendiri, yaitu Undang- Undang
Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Dalam Undang-Undang tersebut diatur
mengenai Pencegahan, Pemberantasan, Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkotika
dan prekursor Narkotika, yang disingkat P4GN. Dalam melaksanakan P4GN tersebut,
Indonesia sudah memliki Lembaga pemerintahan Non Kementrian yang bergerak dalam
P4GN itu tadi, yaitu Badan Narkotika Nasional (BNN).

Melihat makin naiknya prevalensi dari tahun ketahun Pengguna Narkotika, yaitu
pada 2008 sekitar 1,99%, 2011 sekitar 2,32%, 2013 sekitar 2,56%, dan diperkirakan
2015 mencapai 2,80%, maka kasus Narkotika bukan lagi kasus yang mudah untuk
diselesaikan, bahkan bisa dikatakan kasus Narkotika merupakan beberapa kasus terbesar
yang ada di Indonesia ini, bahkan salah satu kasus terbesar di dunia. Sehingga
pemerintah harus tegas akan permasalahan Tindak Pidana Narkotika itu sendiri.
2. Rumusan masalah

1). Apa yang dimaksud dengan narkotika?

2). Siapa saja yang disebut pelaku perbuatan pidana narkotika?

3). Apa sanksi kepada pelaku perbuatan pidana narkotika?

4). Undang- undang apa yang mengatur tentang narkotika?

3.Tujuan

1). Mahasiswa dapat mengerti apa yang dimaksud dengan narkotika

2). Mahasiswa dapat mengetahui siapa saja yang disebut pelaku pidana narkotika

3). Mahasiswa dapat mengetahui sanksi-sanksi kepada pelaku pidana narkotika

4). Mahasiswa dapat mengetahui undang-undang yang mengatur tentang narkotika.


BAB II
PEMBAHASAN

1. PENGERTIAN NARKOTIKA DAN JENIS-JENIS NARKOTIKA


Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik
sitensis maupun semi sitensis maupun semi sintesis yang dapat menyebabkan penurunan
atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri,
dan dapat menimbulkan ketergantungan.
Narkotika merupakan zat atau obat yang sangat bermanfaat dan diperlukan untuk
pengobatan penyakit tertentu. Namun, jika disalahgunakan atau digunakan tidak sesuai
dengan standar pengobatan dapat menimbulkan akibat yang sangat merugikan bagi
perseorangan atau masyarakat khususnya generasi muda. Hal ini akan lebih merugikan
jika disertai dengan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika yang dapat
mengakibatkan bahaya yang lebih besar bagi kehidupan dan nilai-nilai budaya bangsa
yang pada akhirnya akan dapat melemahkan ketahanan nasional.
Yang dimakud narkotika dalam UU No. 35/2009 adalah tanaman papever, opium
mentah, opium masak, seperti candu, jicing, jicingko, opium obat, morfina, tanaman
koka, daun koka, kokaina mentah, kokaina, ekgonina, tanaman ganja, damar ganja,
garam-garam atau turunannya dari morfin dan kokaina. Bahan lain, baik alamiah, atau
sitensis maupun semi sitensis yang belum disebutkan yang dapat dipakai sebagai
pengganti morfina atau kokaina yang ditetapkan mentri kesehatan sebagai narkotika,
apabila penyalahgunaannya dapat menimbulkan akibat ketergantungan yang merugikan,
dan campuran- campuran atau sediaan-sediaan yang mengandung garam-garam atau
turunan-turunan dari morfina dan kokaina, atau bahan-bahan lain yang alamiah atau
olahan yang ditetapkan mentri kesehatan sebagai narkotika.
Menurut Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika membagi
narkotika menjadi tiga golongan, sesuai dengan pasal 6 ayat 1 :
1. Narkotika Golongan I adalah narkotika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan
pengembangan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta
mempunyai potensi sangat tinggi mengakibatkan ketergantungan Misalnya:
Tanaman Papaver Somniferum L, Opium mentah, Heroin (putauw), kokain, ganja
2. Narkotika Golongan II adalah narkotika yang berkhasiat pengobatan digunakan
sebagai pilihan terakhir dan dapat digunakan dalam terapi dan/ atau untuk tujuan
pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi tinggi mengakibatkan
ketergantungan misalnya: Morfin dan Petidin .

3. Narkotika Golongan III adalah narkotika yang berkhasiat pengobatan dan banyak
digunakan dalam terapi dan/ atau tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta
mempunyai potensi ringan mengakibatkan ketergantungan, misalnya : codein

2. SIAPA SAJA YANG DAPAT DISEBUT SEBAGAI PELAKU PERBUATAN PIDANA


NARKOTIKA DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2009
TENTANG NARKOTIKA.
Untuk pelaku penyalahgunaan Narkotika dapat dikenakan Undang-undang No. 35
tahun 2009 tentang Narkotika, hal ini dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
1). Sebagai pengguna
Dikenakan ketentuan pidana berdasarkan pasal 116 Undang-undang Nomor 35 tahun
2009 tentang Narkotika, dengan ancaman hukuman paling lama 15 tahun.
2). Sebagai pengedar
Dikenakan ketentuan pidana berdasarkan pasal 81 dan 82 Undang-undang No. 35 tahun
2009 tentang narkotika, dengan ancaman hukuman paling lama 15 + denda.
3). Sebagai produsen
Dikenakan ketentuan pidana berdasarkan pasal 113 Undang-undang No. 35 tahun 2009,
dengan ancaman hukuman paling lama 15 tahun/ seumur hidup/ mati + denda.
Untuk mencegah dan memberantas penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika
yang sangat merugikan dan membahayakan kehidupan masyarakat, bangsa, dan negara,
pada Sidang Umum Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Tahun 2002
melalui Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor
VI/MPR/2002 telah merekomendasikan kepada Dewan Perwakilan Rakyat Republik
Indonesia dan Presiden Republik Indonesia untuk melakukan perubahan atas Undang-
Undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika.
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika mengatur upaya
pemberantasan terhadap tindak pidana Narkotika melalui ancaman pidana denda, pidana
penjara, pidana seumur hidup, dan pidana mati. Di samping itu, Undang-Undang Nomor
22 Tahun 1997 juga mengatur mengenai pemanfaatan Narkotika untuk kepentingan
pengobatan dan kesehatan serta mengatur tentang rehabilitasi medis dan sosial. Namun,
dalam kenyataannya tindak pidana Narkotika di dalam masyarakat menunjukkan
kecenderungan yang semakin meningkat baik secara kuantitatif maupun kualitatif
dengan korban yang meluas, terutama di kalangan anak anak, remaja, dan generasi muda
pada umumnya.
Tindak pidana Narkotika tidak lagi dilakukan secara perseorangan, melainkan
melibatkan banyak orang yang secara bersama – sama, bahkan merupakan satu sindikat
yang terorganisasi dengan jaringan yang luas yang bekerja secara rapi dan sangat rahasia
baik di tingkat nasional maupun internasional. Berdasarkan hal tersebut guna
peningkatan upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana Narkotika perlu
dilakukan pembaruan terhadap Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang
Narkotika. Hal ini juga untuk mencegah adanya kecenderungan yang semakin meningkat
baik secara kuantitatif maupun kualitatif dengan korban yang meluas, terutama di
kalangan anak-anak, remaja, dan generasi muda pada umumnya.

3. SANKSI HUKUM PIDANA BAGI PELAKU TINDAK PIDANA NARKOTIKA.


Berbicara mengenai penegakan hukum pidana, dapat dilihat dari cara penegakan
hukum pidana yang dikenal dengan sistem penegakan hukum atau criminal law
enforcement sebagai bagian dari criminal policy atau kebijakan penanggulangan
kejahatan. Dalam penanggulangan kejahatan dibutuhkan dua sarana yakni menggunakan
penal atau sanksi pidana.
Penegakan hukum dengan mempunyai sasaran agar orang taat kepada hukum.
Ketaatan masyarakat terhadap hukum disebabkan tiga hal yakni:
a) takut berbuat dosa;
b) takut karena kekuasaan dari pihak penguasa berkaitan dengan sifat hukum yang
bersifat imperatif;
c) takut karena malu berbuat jahat. Penegakan hukum dengan sarana non penal
mempunyai sasaran dan tujuan untuk kepentingan internalisasi;
Keberadaan Undang-Undang Narkotika merupakan suatu upaya politik hukum
pemerintah Indonesia terhadap penanggulangan tindak pidana narkotika dan
psikotropika. Dengan demikian, diharapkan dengan dirumuskanya undang-undang
tersebut dapat menanggulangi peredaran gelap dan penyalahgunaan narkotika dan
psikotropika, serta menjadi acuan dan pedoman kepada pengadilan dan para
penyelenggara atau pelaksana putusan pengadilan yang menerapkan undang-undang,
khususnya hakim dalam menjatuhkan sanksi pidana terhadap kejahatan yang terjadi.
Dalam penelitian ini, penulis akan mencoba meneliti tentang kebijakan hukum pidana
yang tertuang dalam Undang-Undang Psikotropika dan Undang-Undang Narkotika serta
implementasinya dalam penangulangan tindak pidana narkotika dan psikotropika.

4. UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 2009


TENTANG
NARKOTIKA

1). Dasar, Asas dan Tujuan

Undang-Undang tentang Narkotika diselenggarakan berasaskan (pasal 3)


a. keadilan;
b. pengayoman;
c. kemanusiaan;
d. ketertiban;
e. perlindungan;
f. keamanan;
g. nilai-nilai ilmiah; dan h. kepastian hukum.

Undang-Undang tentang Narkotika bertujuan (pasal 4):

1. menjamin ketersediaan Narkotika untuk kepentingan

pelayanan kesehatan dan/atau pengembangan ilmu


pengetahuan dan teknologi;

2. mencegah, melindungi, dan menyelamatkan bangsa Indonesia

dari penyalahgunaan Narkotika;

3. memberantas peredaran gelap Narkotika dan Prekursor

Narkotika; dan

4. menjamin pengaturan upaya rehabilitasi medis dan sosial

bagi Penyalah Guna dan pecandu Narkotika.

2). Tindak Pidana

Pasal 111:

Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum menanam, memelihara,
memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan Narkotika Golongan I dalam
bentuk tanaman, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan
paling lama 12 (dua belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp800.000.000,00
(delapan ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp8.000.000.000,00 (delapan miliar
rupiah).

Pasal 112 :

Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum memiliki, menyimpan,
menguasai, atau menyediakan Narkotika Golongan I bukan tanaman, dipidana dengan
pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan
pidana denda paling sedikit Rp800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah) dan paling
banyak Rp8.000.000.000,00 (delapan miliar rupiah).
Pasal 113 :

Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum memproduksi, mengimpor,
mengekspor, atau menyalurkan Narkotika Golongan I, dipidana dengan pidana penjara
paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda
paling sedikit Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak
Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).

Pasal 114 :

Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum menawarkan untuk dijual,
menjual, membeli, menerima, menjadi perantara dalam jual beli, menukar, atau
menyerahkan Narkotika Golongan I, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau
pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan
pidana denda paling sedikit Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak
Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).

Pasal 115 :

Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum membawa, mengirim,
mengangkut, atau mentransito Narkotika Golongan I, dipidana dengan pidana penjara
paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan pidana denda
paling sedikit Rp800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah) dan paling banyak
Rp8.000.000.000,00 (delapan miliar rupiah).

Pasal 117:

Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum memiliki, menyimpan, menguasai,
atau menyediakan Narkotika Golongan II, dipidana dengan pidana penjara paling singkat
3 (tiga) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan pidana denda paling sedikit
Rp600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima
miliar rupiah).
Pasal 124:

Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum menawarkan untuk dijual,
menjual, membeli, menerima, menjadi perantara dalam jual beli, menukar, atau
menyerahkan Narkotika Golongan III, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3
(tiga) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan pidana denda paling sedikit
Rp600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima
miliar rupiah).

Pasal 134 :

Pecandu Narkotika yang sudah cukup umur dan dengan sengaja tidak melaporkan
diri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 ayat (2) dipidana dengan pidana kurungan
paling lama 6 (enam) bulan atau pidana denda paling banyak Rp2.000.000,00 (dua juta
rupiah).

Pasal 142 :

Petugas laboratorium yang memalsukan hasil pengujian atau secara melawan


hukum tidak melaksanakan kewajiban melaporkan hasil pengujiannya kepada penyidik
atau penuntut umum, dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan
pidana denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

3). Peran Serta Masyarakat

Pasal 104 :

Masyarakat mempunyai kesempatan yang seluas-luasnya untuk berperan serta


membantu pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap
Narkotika dan Prekursor Narkotika.
Pasal 105 :

Masyarakat mempunyai hak dan tanggung jawab dalam upaya pencegahan dan
pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika.

Pasal 106 :

Hak masyarakat dalam upaya pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan


peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika diwujudkan dalam bentuk:

1. mencari, memperoleh, dan memberikan informasi adanya dugaan telah terjadi


tindak pidana Narkotika dan Prekursor Narkotika;
2. memperoleh pelayanan dalam mencari, memperoleh, dan memberikan informasi
tentang adanya dugaan telah terjadi tindak pidana Narkotika dan Prekursor
Narkotika kepada penegak hukum atau BNN yang menangani perkara tindak
pidana Narkotika dan Prekursor Narkotika;
3. menyampaikan saran dan pendapat secara bertanggung jawab kepada penegak
hukum atau BNN yang menangani perkara tindak pidana Narkotika dan
Prekursor Narkotika;
4. memperoleh jawaban atas pertanyaan tentang laporannya yang diberikan kepada
penegak hukum atau BNN;

4. memperoleh perlindungan hukum pada saat yang bersangkutan melaksanakan


haknya atau diminta hadir dalam proses peradilan.

Pasal 107 :

Masyarakat dapat melaporkan kepada pejabat yang berwenang atau BNN jika
mengetahui adanya penyalahgunaan atau peredaran gelap Narkotika dan Prekursor
Narkotika.
BAB III
PENUTUP

1. KESIMPULAN
Berdasarkan UU No.35 tahun 2009 tentang Narkotika pasal 1.Narkotika adalah zat
atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik sintetis maupun semi
sintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa,
mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan.
Dalam UU No. 35/2009 jenis-jenis narkotika adalah tanaman papever, opium
mentah, opium masak, seperti candu, jicing, jicingko, opium obat, morfina, tanaman
koka, daun koka, kokaina mentah, kokaina, ekgonina, tanaman ganja, damar ganja,
garam-garam atau turunannya dari morfin dan kokaina. Bahan lain, baik alamiah, atau
sitensis maupun semi sitensis yang belum disebutkan yang dapat dipakai sebagai
pengganti morfina atau kokaina yang ditetapkan mentri kesehatan sebagai narkotika,
apabila penyalahgunaannya dapat menimbulkan akibat ketergantungan yang merugikan,
dan campuran- campuran atau sediaan-sediaan yang mengandung garam-garam atau
turunan-turunan dari morfina dan kokaina, atau bahan-bahan lain yang alamiah atau
olahan yang ditetapkan mentri kesehatan sebagai narkotika.
Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika mengatur upaya
pemberantasan terhadap tindak pidana Narkotika melalui ancaman pidana denda, pidana
penjara, pidana seumur hidup, dan pidana mati. Di samping itu, Undang-Undang Nomor
35 Tahun 2009 juga mengatur mengenai pemanfaatan Narkotika untuk kepentingan
pengobatan dan kesehatan serta mengatur tentang rehabilitasi medis dan sosial.

2. SARAN
Penanggulangan dan pencegahan terhadap penyalahgunaan NARKOTIKA
merupakan tanggung jawab bangsa Indonesia secara keseluruhan, bukan hanya berada
pada pundak kepolisian ataupun pemerintah saja. Namun, seluruh komponen masyarakat
diharapkan ikut perperan dalam upaya penanggulangan tersebut. Setidaknya, itulah yang
telah diamanatkan dalam pelbagai perundang-undangan negara, termasuk UU No. 35
tahun 2009 tentang narkotika
pandangan Agama narkoba adalah barang yang merusak akal pikiran, ingatan, hati,
jiwa, mental dan kesehatan fisik seperti halnya khomar. Oleh karena itu maka Narkoba
juga termasuk dalam kategori yang diharamkan Allah SWT.
DAFTAR PUSTAKA

Mardani.2007.Penyalahgunaan Narkoba. Jakarta:Rajawali Pers.


Makarao, taufik, et.al.2003 Tindak Pidana Narkotika. Jakarta: Ghalia Indonesia.
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika
Sunarso, siswantoro.2004.Penegakan Hukum Psikotropika. Jakarta:Rajawali
Pers.
Sunarso, Siswantoro. 2004. Penegakan Hukum Dalam Kajian sosiologis. Jakarta:
Raja Grafindo Persada.
Soekanto, Soerjono. 1983. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penegakan
hukum.Jakarta: CV. Rajawali. H

Anda mungkin juga menyukai