KETRAMPILAN KLINIK 5
TAHUN AKADEMIK 2017/2018
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MALIKUSSALEH
TAHUN AKADEMIK 2017/2018
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MALIKUSSALEH
LHOKSEUMAWE
i
Tim penyusun buku panduan
Ketrampilan Klinik V
i
Buku Panduan Ketrampilan Klinik V
Dekan Koordinator
3
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirabbil ‘alamin, segenap puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Allah
SWT atas tersusunnya Buku Panduan Ketrampilan Klinik V tahun akademik 2017/2018.
Panduan ini digunakan sebagai acuan bagi instruktur dan mahasiswa dalam melaksanakan
aktivitas pembelajaran ketrampilan klinik di Semester Ganjil sesuai dengan jadwal kegiatan
akademik yang terdapat didalamnya, disertai dengan borang penilaian atas ketrampilan yang
diujikan. Di dalam panduan ini terdapat 4 judul ketrampilan klinik yag terdiri dari 1 seri
ketrampilan pemeriksaan fisik dan 3 seri ketrampilan laboratorik yang diharapkan dapat
tercapainya ketrampilan mahasiswa yang diharapkan sesuai dengan SKDI.
Terima kasih, kami sampaikan kepada tim yang telah menyusun buku panduan inidan
para kontributor. Akhir kata, semoga panduan ini bermanfaat dan dapat dipedomani
agaraktivitas pembelajaran blok berjalan dengan baik. Kami juga menyadari
bahwakemungkinan masih ada kekurangan dalam penyusunan, oleh karena itu kritik dan
saranyang membangun sangat kami perlukan.
Tim Penyusun
i
SKILLS LAB BLOK 2.3 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALIKUSSALEH
DAFTAR ISI
Halaman
Halaman pengesahan ii
Daftar isi iv
I. SERI KETERAMPILAN LABORATORIUM:
Pemeriksaan Genetalia Maskulin…………………………………………………………..
Pemeriksaan SWAB Uretra, dan DIP Slide (kultur urine)
Pemeriksaan Mikroskopis dan Makroskopis Urine
Tes Kehamilan
Flebotomi dan test Rumple Leed
Pemeriksaan golongan darah dan indikasi dan jenis trasfusi
Pemeriksaan Led,pembuatan sediaan hapus darah tepi
Setelah menjalani ketrampilan klinik pemeriksaan fisik genitalia pada pria, mahasiswa
diharapkan mampu :
1. Melakukan pemeriksaan fisik genitalia pria dengan benar
2. Melakukan pemeriksaan prostat dengan benar
Pemeriksaan fisik genitalia termasuk prosedur rutin yang harus dikerjakan pada
penderita dengan indikasi kelainan genitalia dan traktus urinarius segmen distal. Sedangkan
pemeriksaan prostat pada laki-laki dilakukan dengan cara rectal touche. Dengan mempelajari
modul ini mahasiswa diharapkan akan mempunyai kemampuan seperti tersebut dalam tujuan
pembelajaran.
Inspeksi dan palpasi selalu digunakan untuk menilai kelainan genitalia pria dan
traktus urinarius segmen distal. Pemeriksaan meliputi : penis (kelainan pada meatus urethra,
korpus penis, dan glans penis), skrotum (kelainan pada skrotum, testis, epididimis, dan vas
deferens). (Turner R, Hatton C, Blackwood R. ; 2003)
Penis dibentuk oleh dua jaringan erektil di bagian dorsal, corpus cavernosa penis dan
satu jaringan erektil yang lebih kecil di bagian ventral, corpus spongiosum penis dimana
didalamnya dilewati oleh urethra.Jaringan ikat yang tebal membungkus ketiga jaringan
erektil tadi sehingga membentuk sebuah silinder.Pada bagian distal korpus penis
membentuk glans penis yang dilalui oleh meatus urethra.Perbatasan antara glans dan korpus,
terdapat retroglandular sulcus atau yang biasa disebut corona glandis.Lapisan
kulit, preputium/foreskin menutupi glans penis.Di bagian ventral terdapat frenulum, lipatan
preputium yang membentang dari meatus uretrhra menuju corona. (Burns EA, Korn K,
Whyte J, Thomas J, Monaghan T. 2011)
Skrotum merupakan kantung yang dibentuk oleh lapisan yang tipis, kulit yang
berkerut-kerut (rugous skin) yang menutupi lapisan tebal, tunica dartos yang terdiri dari serat-
serat otot polos dan fascia. Skrotum menggantung pada pangkal penis, dimana bagian kiri
lebih rendah dibanding yang kanan karena pada skrotum yang kiri funiculus
spermaticus lebih panjang. Kulit skrotum terbagi dua olehmedian raphe yang memanjang dari
bagian ventral korpus penis, melewati pertengahan skrotum sampai ke anus. Dibagian dalam,
kedua skrotum dipisahkan oleh septal fold dari tunica dartos. Masing-masing skrotum berisi
testis, epididimis dan funiculus spermaticus. Kulit skrotum hiperpigmentasi dan mengandung
banyak folikel sebasea yang dapat menyebabkan timbulnya kista. Kelenturan otot dartos
menentukan ukuran skrotum; paparan suhu eksternal yang dingin menyebabkan skrotum
mengecil, sebaliknya sensasi hangat akan merelaksasikan otot dan memperbesar ukuran
skrotum. (Burns EA, Korn K, Whyte J, Thomas J, Monaghan T. 2011)
I. TUJUAN PEMBELAJARAN
1.1. Tujuan Pembelajaran Umum
Mahasiswa mampu untuk mempersiapkan pasien untuk pemeriksaan fisik
genitaliaeksterna pria dan melakukan keterampilan pemeriksaannya
1.2. Tujuan Pembelajaran Khusus
1. Menginformasikan kepada pasien tentang tujuan dari pemeriksaan
2. Menginformasikan kepada pasien agar melakukan apa yang diinstruksikan
olehpemeriksa
3. Mempersiapkan pasien tidur telentang
4. Berdiri di samping kanan pasien
5. Menyuruh pasien membuka pakaian yang menutupi genitalianya
6. Menyuruh pasien agar rileks dan mengajak pasien berbicara.
7. Melakukan pemeriksaan inspeksi pada alat genitalia pria
PROSEDUR TINDAKAN/PELAKSANAAN
Pemeriksaan Genitalia
Posisi pasien berdiri atau duduk sedemikian rupa sehingga penis dan skrotum pada posisi
bebas. (DeGowin RL, Donald D Brown.2000)
1. Pemeriksaan Penis
- Pakai sarung tangan (handscoen) steril
- Lakukanlah inspeksi penis, perhatikan apakah terdapat kelainan sbb :
laten (yaitu lebih dari 45 msec) atau ketiadaan respon dianggap sebagai tanda
penyakit neurologis. (Turner R, Hatton C, Blackwood R. ; 2003)
3. Pemeriksaan khusus :
Prostat : Menilai ketiga lobus prostat, fisura mediana, permukaan prostat (halus
atau bernodul), konsistensi (elastis, keras, lembut, fluktuan), bentuk (bulat, datar),
ukuran (normal, hyperplasia, atropi), sensitivitas dan mobilitas. (Hamilton
Bailey : 1992, rev.2008)
Palpasi Prostat:
Waktu melakukan palpasi prostat, buli-buli harus kosong.
Dilakukan pada posisi knee-elbow posisi atau left lateral posisi.
Gunakan telunjuk yang telah diberi pelicin dan masukan perlahan ke anus.
Perabaan prostat normalnya kenyal dan elastis. Teraba lobus medial yang
dibatasi oleh sulkus medial. Telusuri sulkus kebawah maka akan teraba
bagian yang lunak berarti kita telah sampai pada pool bawah prostat
sampai pada uretra membranous, yang pada masing-masing sisinya kadang
teraba kelenjer bulbouretra (Cowper), sedangkan bila kita telusuri keatas
teraba pool atas prostat dan vesikula seminalis.
Keadaan yang akan ditemukan:
Dalam keadaaan normal vesikula seminalis ini tidak teraba.
Dalam keadaan prostatitis kronis, prostat teraba membesar, agak panas dan
nyeri tekan.
Pada keganasan prostat yang asimptomatik yang lokasinya pada lobus
lateral yang dalam dan lobus medius tidak dapat diraba melalui rectal. Bila
terletak pada permukaan kapsul teraba nodul, konsistensi keras, dalam
keadaan lanjut prostat irreguler, sulkus medianus obliterasi dan kadang
ukuran prostat membesar.
4. Setelah pemeriksaan selesai, lepas handscoen, bantu pasien mengembalikan posisinya
5. Dokumentasi hasil pemeriksaan
REFERENSI :
1. Burns EA, Korn K, Whyte J, Thomas J, Monaghan T. 2011, Oxford American Handbook
of Clinical Examination and Practical Skills. New York: Oxford University Press.
2. Turner R, Hatton C, Blackwood R. ; 2003, Lecture notes on Clinical Skills. 4th ed.
Malden: Blackwell Science.
3. Hamilton Bailey : 1992, rev.2008 : ELBS: Great Britain; Demonstration of Phisical
Signs in Clinical Surgery Ed 17.
4. DeGowin RL, Donald D Brown.2000. Diagnostic Examination. McGraw Hill.USA.
5. De Jong W.1997. Buku Ajar Ilmu Bedah.EGC. Jakarta.
Keterangan :
INDIKASI
Dugaan menderita urethritis atau prostatitis
ACUAN
Informed Consent
Tujuan pengambilan Specimen (bahan pemeriksaan):
- Untuk mengetahui penyebab penyakit dengan tepat sehingga dapat diberikan
pengobatan yang tepat pula.
- Semua dilakukan secara steril (bebas hama) dan memakai alat yang juga steril.
- Tangan petugas dicuci secara asepsis dan memakai sarung tangan yang steril.
- Alat dan bahan yang dipakai, kapas lidi, air garam fisiologis, semuanya steril.
Cara pengambilan :
LANGKAH / KEGIATAN :
A. MENYIAPKAN PENDERITA
1. Sapalah klien atau keluarganya dengan ramah dan perkenalkan diri anda, serta
tanyakan keadaannya. Klien dipersilakan duduk.
2. Berikan informasi umum pada klien atau keluarganya tentang pengambilan darah,
tujuan dan manfaat untuk keadaan klien.
3. Berikan jaminan pada klien atau keluarganya tentang keamanan atas tindakan
yang anda lakukan
4. Berikan jaminan pada klien atau keluarganya tentang kerahasiaan yang diperlukan
klien
5. Jelaskan pada klien tentang hak-hak klien atau keluarganya, misalnya tentang hak
untuk menolak tindakan pengambilan secret urethra tanpa kehilangan hak akan
pelayanan lain.
6. Mintalah kesediaan klien untuk pengambilan sekret urethra
4. Masukkanlah kapas lidi yang telah dibasahi NaCl fisiologis sterilsedalam kira-kira
1 cm sambil diputar untuk membersihkan orificium urthrae ecterna dan bagian
distal dari urethra. Buanglah kapas lidi ini ke tempat sampah medis
5. Pelan-pelan masukkanlah kapas lidi kedua yang dibasahi air garam fisiologis
steril, kedalam urethra sampai sedalam kira-kira 2 - 3 cm sambil diputar searah
jarum jam, kemudian sambil memutar, tarik kapas lidi tersebut pelan-pelan keluar.
6. Sapukanlah melingkar kapas lidi ini pada bagian tengah permukaan satu kaca
benda bersih yang telah disiapkan. Biarkan terletak di meja sampai mengering.
7. Buanglah kapas lidi kedua ini ke dalam tempat sampah medis.
8. Masukkanlah lidi kapas basah ketiga ke dalam urethra sampai sedalam kira-kira
2 – 3 cm sambil diputar searah jarum jam.
9. Masukkanlah hapusan kapas lidi ketiga ini ke dalam medium transport hingga
seluruh bagian kapas terbenam dalam medium. Kemudian patahkanlah lidi
tersebut dengan cara membakanya pada api bunzen
10. Tutuplah botol médium transport dengan rapat dan disegel
11. Berikanlah label yang berisi data penderita pada botol médium tersebut
12. Fiksasilah preparat hapus tadi setelah kering.
Keterangan :
0 = Tidak dilakukan sama sekali
1 = Dilakukan dengan banyak perbaikan
2 = Dilakukan dengan sedikit perbaikan
3 = Dilakukan dengan sempurna
PENGANTAR
Teknik dip –slide, yang awalnya slide dicelupkan dalam urine segar kemudian
dibiarkan urine mengalir keluar, lalu dikirim kelaboratorium.Metode kultur dip-slide ini
adalah semi kuantitatif terutama dipakai padapraktek umum dan lokasinya yang jauh dari
laboratorium. (Archived from the original on July 14, 2012)
Teknik slide dip (atau dipslide) adalah tes untuk kehadiran mikroorganisme dalam
cairan. Penggunaan slide dip adalah metode yang paling sering digunakan untuk mengukur
dan mengamati aktivitas mikroba dalam sistem berbasis cairan. Hal ini sering digunakan
dalam sistem pengujian pendinginan. (dip-slides.com. Retrieved 2015-01-25)
Teknik dip slide diinkubasi pada 30°C selama 48 jam setelah dicelupkan ke dalam
sampel untuk memastikan bahwa hasil yang akurat. Setelah dicelupkan ke dalam sampel dip
slide kembali dan dijamin dalam wadah aslinya untuk proses inkubasi. Hasil dip slide harus
digunakan hanya sebagai panduan sementara dan terbatas sebagai akibat dari ukuran sampel
kecil saat dianalisis. Namun demikian, slide dip mungkin sangat berguna karena mereka
sangat nyaman, mudah digunakan dan biaya yang efektif. (Accepta.com., 2012)
Sabun
Lap basah,dan handuk (di gunakan untuk membersihkan,membilas,dan
mengeringkan perineum)
larutan anti septik
Air steril
Wadah spesimen steril
Sarung tangan steril dan non steril
Pispot
Label spesimen yang lengkap
Membilas larutan antiseptic
Bersihkan area urinarius dengan sabun dan air atau dengan tisue khusus lalu
keringkan biarkan urin yang keluar pertama dimaksudkan untuk mendorong dan
mengeluarkan bakteri yang ada didistal, beberapa waktu kemudian tampung urin yang
ditengah.Hati-hati memegang wadah penampung agar wadah tersebut tidak menyentuh
permukaan perineum.Jumlah yang diperlukan 30 ml-60 ml.
LANGKAH PEMERIKSAAN :
PRIA :
a. Pegang penis dengan satu tangan dan bersihkan ujung penis dengan gerakan memutar
dari arah tengah keluar dan menggunakan swab antiseptic.
b. Bersihkan daerah tersebut dengan air steril dan keringkan dengan kapas.
c. Setelah pasien mulai mengeluarkan aliran urin buang urin pertama, pada bagian
tengah baru ditampung. letakan wadah pengumpul dibawah aliran urin dan
kumpulkan 30 – 60 ml.
WANITA :
a. Buka labia dengan ibu jari dan jari telunjuk dari tangan yang tidak dominan
b. Bersihkan daerah tersebut dengan kapas ,dari bagian depan ke belakang
c. Bersihkan daerah tersebut dengan air steril dan keringkan dengan kapas
d. Dengan tetap memisahkan labia, pasien dalam 5 menit harus mulai mengeluarkan
urin, dan setelah aliran keluar, bagian tengah urine, letakan wadah spesimen dibawah
aliran urin dan kumpulkan 30 ml – 60 ml.
e. Tutup wadah spesimen dengan aman dan kuat. mempertahankan sterilitas bagian
dalam wadah.
f. Bersihkan urin yang mengenai bagian luar wadah,dan letakan dikantung plastikan
specimen, mencegah transfer mikroorganisme dengan orang lain.
g. Lepaskan sarung tangan dan cuci tangan mencegah transfer mikroorganisme dengan
orang lain.
h. Kirim spesimen ke labort dalam 15 menit atau masukan dalam lemari es bakteri dapat
berkembang biak dalam urin.
i. Catat tanggal dan waktu pengambilan specimen.
REFERENSI :
Keterangan :
0 = Tidak dilakukan sama sekali
1 = Dilakukan dengan banyak perbaikan
2 = Dilakukan dengan sedikit perbaikan
3 = Dilakukan dengan sempurna
I. PENGANTAR
Modul ini dibuat untuk mencapai kemampuan tertentu dari mahasiswa dalam
melakukan pemeriksaan laboratorik makroskopis dan mikroskopis urine. Dengan
mempelajari modul ini mahasiswadiharapkan akan mempunyai kemampuan seperti
tersebut dalam tujuan pembelajaran.
V. TEORI
Urine dibentuk oleh ginjal. Ginjal merupakan organ yang sangat khusus
dengan 2 fungsi utama yaitu mengeliminasi sisa metabolisme dalam bentuk larutan
dan mempertahankan homeostasis tubuh (Harahap, 2001). Pemeriksaan makroskopis
dan mikroskopis urine atau urinalisis merupakan salah satu pemeriksaan laboratorium
yang penting sebagai parameter untuk mendeteksi dan menegakkan berbagai
diagnosis penyakit (Lembar S, dkk, 2012). Pemeriksaan urin tidak hanya dapat
memberikan fakta tentang ginjal dan saluran urine, tetapi juga berbagai faal berbagai
organ dalam tubuh seperti : hati, saluran empedu, korteks adrenal, dan lain-lain
(Gandasoebrata, 2008). Pemeriksaan makroskopis urine dapat mencakup volume,
warna, bau, Berat jenis, kejernihan, pH. Sedangkan pemeriksaan mikroskopis dapat
menilai ada atau tidaknya sedimen urine, eritrosit, leukosit, sel epitel, silinder,
kristal,sel ragi, bakteri dan parasit (Holmes, dkk., 2010).Pemeriksaan kimiawi urine
mencakup protein, glukosa, urobilinogen, bilirubin,darah samar dan benda
keton.Tujuan urinalisis berdasarkan rekomendasi NCCLS ( National Committee for
Clinical
Laboratory Standards) adalah: 1) menunjang diagnosis suatu penyakit, 2) memantau
perjalanan penyakit, 3) memantau efektivitas pengobatan serta komplikasi penyakit,
dan 4) skrining/pemantauan penyakit asimptomatik kongenital atau herediter.
4. Urine 24 jam
Urine ini dikumpulkan apabila penetapan kuantitatif suatu zat dalam urin
sewaktu, sama sekali tidak bermakna dalam menafsirkan proses metabolik
dalam tubuh. Untuk mengumpulkannya diperlukan wadah besar 1,5 liter atau
lebih , bersih dan dapat ditutup dengan baik, biasanya dipakai pengawet.
Urine yang diperiksa harus segar, jika disimpan terlalu lama dapat terjadi
kontaminasi dari kuman-kuman, karena itu wadah tampung harus steril, terutama
kultur urine. Urine yang disimpan juga dapat berubah susunannya tanpa adanya
kuman, contoh asam urat dan garam yang mengendap. Jika urine terpaksa harus
dismpan lama, maka digunakan pengawet seperti : Toluen, thymol, formaldehide,
asam sulfat pekat, natrium bikarbonat, sesuai dengan tujuan pemeriksaan urine
(Gandasoebrata, 2008).
Unsur-unsur organik
- Sel epitel gepeng, bulat, dan transisional
Sel epitel adalah sel berinti satu dengan ukuran lebih besar dari leukosit.
Bentuknyaberbeda menurut tempat asalnya sehingga dapat menggambarkan
lokasi kelainan. Sel epitel gepeng berasal dari vulva dan uretra bagian distal, sel
epitel transisional berasal dari kandung kemih, dan sel epitel bulat dari
pelvis/tubuli ginjal.
- Leukosit
Nilai rujukan < 5/LPB. Jumlah leukosit 6-10/LPB = (+), >10-20/LPB = (++), dan
>20/LPB = (+++). Sebaiknya disebutkan jumlah rerata leukosit per-LPB, misal:
25-28/LPB
Jumlah leukosit meningkat pada infeksi saluran kemih. Leukosit lebih jelas
terlihat kalau sedimen urine diberikan setetes larutan asam asetat10%.
- Eritrosit
Nilai rujukan 0-1/LPB. Hematuri mikroskopis menunjukkan adanya perdarahan
pada saluran kemih.
- Silinder
Silinder terbentuk pada tubulus ginjal dengan matriks glikoprotein yang berasal
dari sel epitel ginjal. Silinder pada urine menunjukkan keadaan abnormal pada
parenkim ginjal yang biasanya berhubungan dengan proteinuria,
anuria/oliguria/aliran urin yang lambat, dan pH asam.Macam-macam silinder
yang dapat ditemukan adalah: silinder hialin, silinder sel (eritrosit, leukosit,
epitel), silinder granular (berbutir), silinder lemak, dan silinder lilin.
- Oval fat bodies
Merupaksn sel epitel tubulus berbentuk bulat yang mengalami degenerasi lemak,
dapatditemukan pada sindrom nefrotik.
- spermatozoa
- mikroorganisma (bakteri, sel yeast dan kandida, parasit)
Unsur-unsur anorganik
- Bahan amorf, yaitu urat-urat dalam urin asam dan fosfat dalam urin alkali
- kristal-kristal
Pada urine normal dapat ditemukan kristal asam urat, tripel fosfat, kalsium
oksalat, kalsium fosfat, kalsium karbonat, kalsium sulfat. Dalam keadaan
abnormal dapat ditemukan kristal sistin, leusin, tirosin, dan kolesterol.Dapat juga
ditemukan kristal sulfonamid yang berasal dari obat.
- Zat lemak
Pada lipiduria dapat ditemukan butir-butir lemak bebas yang terlihat dengan
pewarnaan Sudan III.
6.1.PEMERIKSAAN MAKROSKOPIS
Bahan dan alat
1. wadah steril
2. urine
3. urinometer
4. kertas saring
5. gelas urinometer
6. kertas lakmus biru dan merah atau kertas nitrazin
Cara kerja :
Volume, bau, warna dan kejernihan dapat langsung dinilai dari urine yang
sudah terkumpul. Untuk kejernihan dapat dinilai jernih, agak keruh, keruh dan
sangat keruh (dinilai pada tempat terang).
Penilaian BJ dengan urinometer
Urin dalam suhu kamar, dituang ke dalam gelas urinometer. Busa yang
timbul dibuang dengan kertas saring.
6.2.PEMERIKSAAN MIKROSKOPIS
Bahan dan alat:
mikroskop
wadah penampung urine
sentrifus urine
tabung reaksi
conical centrifuge tube
kaca objek dan kaca penutup
pipet tetes
larutan asam asetat 10% (untuk memperjelas leukosit).
Cara Kerja
1. Masukkan 10-15 mL urine ke dalam conical centrifuge tube, lalu urine tersebut
disentrifus selama 5 menit dengan kecepatan 1500 rpm.
2. Buanglah cairan di bagian atas tabung sehingga volume cairan dan sedimen tinggal
kira-kira 0,5-1 mL.
3. Kocoklah tabung untuk meresuspensikan sedimen urine.
4. Letakkanlah 1-2 tetes suspensi tersebut di atas kaca objek lalu tutup dengan kaca
penutup.
5. Periksa sedimen di bawah mikroskop dengan pembesaran 100x (10x10) untuk LPK
dan pembesaran 400x (10x40) untuk LPB.
Referensi :
Nama Mahasiswa :
Nim :
Kelompok :
Keterangan :
1 = Tidak dilakukan
2 = Dilakukan dengan banyak perbaikan
3 = Dilakukan dengan sedikit perbaikan
4 = Dilakukan dengan sempurna
I. PENGANTAR
Pemeriksaan terhadap adanya glukosa urine termasuk pemeriksaan penyaring
dalam urinalisis. Prosedur ini diajarkan kepada mahasiswa agar mereka memahami
bahwa tes reduksi urine ini dapat dipakai untuk menguji adanya glukosa dalam urine
sehingga merupakan upaya diagnostik untuk mengetahui adanya peningkatan glukosa
di dalam darah. Sekaligus agar mahasiswa dapat melakukan persiapan, melakukan
sertamenginterpretasikan hasil pemeriksaan ini.
IV. PRASYARAT:
Pengetahuan yang perlu dimiliki sebelum berlatih yaitu teori mengenai proses
pembentukan urine dan komposisinya.
V. TEORI
Pemeriksaan terhadap adanya glukosa dalam urine termasuk pemeriksaan
penyaring, adanya gukosa dalam urine dapat dilakukan dengan berbagai cara.Cara
yang tidak spesifik yaitu menggunakan sifat glukosa sebagai zat pereduksi.Pada tes
ini terdapat suatu zat dalam reagen yang berubah sifat dan warnanya jikadireduksi
oleh glukosa. Reagen yang banyak digunakan untuk menyatakan adanyareduksi
adalah yang mengandung garam cupri.Diantara reagensia yang digunakan, reagen
yang mengandung garam cupri sering dipakai untuk menyatakan reduksi,reagen yang
terbaik adalah larutan Benedict (Gandasoebrata, 2008).
Adanya glukosa dalam urine dapat dinyatakan berdasarkan sifat glukosa yang
dapat mereduksi ion-ion logam tertentu dalam larutan alkalis. Tetapi harus diingat
bahwa uji ini tidak spesifik terhadap glukosa, monosakharida lain seperti galaktosa,
fruktosa dan pentosa, disakharida seperti laktosa dan beberapa zat bukan gula lainnya
yang mempunyai sifat pereduksi juga dapat memberi hasil yang positif (Harahap,
2001).
Prinsip dari tes Benedict ini adalah, gugus aldehid atau keton bebas gula
dalam urin akan mereduksi kuprisulfat menjadi kuprosulfat yang terlihatdengan
perubahan warna dari larutan Benedict tersebut. Dengan uji ini dapat diperkirakan
secara kasar (semikuantitatif) kadar gula dalam urin (Harahap, 2001)
Cara Kerja:
1. Masukkan 5 ml reagen Benedict ke dalam tabung reaksi
2. Teteskan sebanyak 5 – 8 tetes urin ke dalam tabung itu
3. Masukkan tabung tsb ke dalam air mendidih selama 5 menit atau langsung
dipanaskan di atas lampu spiritus selama 3 menit mendidih
4. Angkat tabung, kocok isinya dan bacalah hasil reduksi
Nama Mahasiswa :
Nim :
Kelompok :
Nilai
No. Aspek yang dinilai 1 2 3 4
1 Menerangkan tujuan dan prosedur
Keterangan :
1 = Tidak dilakukan
2 = Dilakukan dengan banyak perbaikan
3 = Dilakukan dengan sedikit perbaikan
4 = Dilakukan dengan sempurna
TES PROTEINURIA
I. PENGANTAR
Pemeriksaan terhadap protein urine termasuk pemeriksaan rutin. Salah satu carauntuk
menentukan adanya protein dalam urine yaitu pemanasan dengan asam asetat. Prosedur ini
diajarkan kepada mahasiswa agar mereka memahami bahwa pemanasan dengan asam asetat
ini dapat dipakai untuk menguji adanya protein dalam urine sehingga merupakan upaya
diagnostik untuk mengetahui adanya kelainan pada ginjal. Sekaligus agar mahasiswa dapat
melakukan persiapan, melakukan serta menginterpretasikan hasil pemeriksaan ini.
IV. PRASYARAT:
Pengetahuan yang perlu dimiliki sebelum berlatih yaitu teori mengenai proses pembentukan
urine dan komposisinya.
V. TEORI
Kebanyakan cara yang rutin untuk menyatakan adanya protein dalam urin
adalahberdasarkan pada timbulnya kekeruhan. Padatnya atau kasarnya kekeruhanitu menjadi
ukuran untuk jumlah protein yang ada, maka menggunakan urin yang benar-benar jernih
menjadi syarat penting untuk tes terhadap protein. Jika urine yang akan diperiksa tersebut
jernih maka dapat langsung dipakai, tetapi jika terlihat keruh harus dilakukan sentrifugasi dan
yang dipakai adalah supernatannya (Gandasoebrata, 2008). Protein dengan pemanasan akan
terbentuk presipitat yang terlihat berupa kekeruhan. Pemberian asam asetat dilakukan untuk
mencapai atau mendekati titik iso-elektrik protein; pemanasan selanjutnya mengadakan
denaturasi dan terjadi presipitasi. Karena kekeruhan yang sangat ringan sukar dilihat, maka
harus digunakan tabung yang bersih dan bagus. Jika tabung telah tergores tidak dapat
digunakan lagi.
Sumber reaksi negatif palsu pada tes pemanasan dengan asam asetat adalahpemberian
asam asetat yang berlebihan. Sumber reaksi positif palsu yaitu kekeruhan yang tidak
disebabkan oleh albumin atau globulin, kemungkinannya:
a. Nukleoprotein, kekeruhan terjadi pada pemberian asam asetat sebelum pemanasan
b. Mucin, kekeruhan juga terjadi pada saat pemberian asam asetat sebelum pemanasan
c. Proteose, presipitat terjadi setelah campuran reaksi mendingin, kalau dipanasi menghilang
lagi
d. asam-asam resin, kekeruhan oleh zat ini larut dalam alkohol
e. protein Bence Jones, protein ini larut pada suhu didih urin, terlihat kekeruhan pada suhu
kira-kira 60ºC
Cara Kerja:
1. Masukkan urin jernih (sentrifus terlebih dahulu) ke dalam tabung reaksi sampai 2/3 penuh
2. Dengan memegang tabung reaksi itu pada ujung bawah, lapisan atas urin itu dipanasi di
atas nyala api sampai mendidih selama 30 detik
Menilai Hasil:
- : tidak ada kekeruhan
+ : kekeruhan ringan (spt awan) tanpa butir-butir (kadar protein kira-kira0,01 – 0,05%)
++ : kekeruhan mudah dapat dilihat dan nampak butir-butir dalam kekeruhan(0,05 – 0,2%)
+++ : urin jelas keruh dan kekeruhan itu berkeping-keping (0,2 – 0,5%)
++++ : urin sangat keruh dan kekeruhan berkeping-keping besar ataubergumpal-gumpal
ataupun memadat (lebih dari 0,5%). Jika terdapat lebihdari 3% protein akan terjadi bekuan
Nama Mahasiswa :
Nim :
Kelompok :
Nilai
No. Aspek yang dinilai 1 2 3 4
1 Menerangkan tujuan dan prosedur
Keterangan :
1 = Tidak dilakukan
2 = Dilakukan dengan banyak perbaikan
3 = Dilakukan dengan sedikit perbaikan
4 = Dilakukan dengan sempurna
I. PENGANTAR
Pemeriksaan analisis semen adalah salah satu pemeriksaan yang diperlukan dalam
menentukaan masalah fertilitas seseorang. Interpretasi pemeriksaan semen termasuk salah
satu ketrampilan klinik yang perlu dikuasai pada modul gangguan urogenital. Pemeriksaan ini
dilakukan agar mahasiswa dapat melakukan serta menginterpretasikan hasil pemeriksaan
secara makroskopis, mikroskopis dan kimia.
IV. PRASYARAT:
Pengetahuan yang perlu dimiliki sebelum berlatih yaitu teori mengenai proses
pembentukan semen dan komposisinya serta morfologi dan jumlah normalnya.
V. TEORI
Semen/ sperma/ejakulat adalah campuran dari spermatozoa yang terendam dalam
cairan dari testis,epididimis yang pada waktu ejakulasi bercampur dengan hasil sekresi dari
kelenjar prostat, kelenjar vesika seminalis dan bulbouretralis (Wibisono, 2010). Disamping
pemeriksaan lain, pemeriksaan semen penting dalam menentukan masalah fertilitas dan
infertilitas. Pemeriksaan semen sederhana meliputi pemeriksaan makroskopis, mikroskopis
dan kimia (Gandasoebrata, 2008). Sifat alamiah spermatozoa (vitalitas, motilitas dan
morfologi) serta komposisi dari cairan berperan penting dalam menentukan fungi sperma
(WHO, 2010).
Yang perlu diperhatikan pada pemeriksaan makroskopis adalah volume, bau, warna,
kekeruhan, kekentalan dan pH. Pemeriksaan mikroskopis untuk menilai motilitas, jumlah
dan morfologi sperma. Sedangkan pemeriksaan kimia yag dinilai adalah karbohidrat yang ada
dalam semen berupa frukosa, yang berkorelasi positif dengan kadar testosteron dalam tubuh
(Gandasoebrata, 2008).
Mikroskop
PEMERIKSAN MAKROSKOPIS
1. Mengukur volume
Pindahkan ejakulat kedalam gelas ukur 5 atau 10 ml. Catatlah volume sampai
ketepatan 0,2 ml. Volume diukur setelah sa mencair. Biasanya didapat 2,5 sampai 5
ml. Volume 1 ml atau kurang serta volume semen melebihi 6 ml dihubungkan
dengan infertilitas.
2. Catat warna dan kekeruhan sperma. Biasanya sperma berwarna putih keabuan atau
kekuningan serta terlihat keruh.Pada keadaan azoospermia atau ekstrim oligospermia
akan berwarna putih jernih.
3. Kekentalan. Pada saat baru dikeluarkan, semen kental sekali, tetapi 20-30 menit
dalam suhu kamar akan mencair. Jika lebih dari 20 menit belum mencair, maka hal
tersebut perlu dilaporkan.
4. Bau, khas seperti bunga akasia. Bau lainnyaseperti amis, busuk dapat dicurigai adanya
infeksi atau sebab lain seperti parasit.
5. pH diukur dengan kertas indikator (umumnya berkisar 7,2-8,0). Teteskan 1 tetes
sperma ke kertas pH(6,4-8,0), setelah 30 detik bandingkan dengan warna standar. pH
harus diperiksa 1 jam setelah dikeluarkan. Jika >8,0 patut dicurigai infeksi, pH <7,0
curiga azoospermia.
PEMERIKSAAN MIKROSKOPIS
1. Uji motilitas
Letakkan 1 tetes spema yang sudah mencair diatas object glass bersih, tutp dengan
cover glass, periksa dibawah mikroskop dengan lensa objektif 40x. Catat spermatozoa
yang bergerak sangat aktif, aktif dan kurang aktif. Motilitas berpengaruh dengan
waktu pengeluaran sperma (pemeriksaan tidak lebih 1 jam setelah dikeluarkan).
2. Hitung jumlah spermatozoa
Perhitungan sama dengan hitung leukosit, yang dihitung hanya spermatozoa saja
(kepala dan ekor)Dengan improved neubauer dan pipet leukosit, aquadest dapat
dipakai selaku cairan pengencer. Isilah pipet sampai garis bertanda 0,5 dengan sperma
yang telah cair, kemudian air sampai garis bertanda 11. Hitung spematozoa dalam
kamar hitung pada permukaan seluas 1mm2, angka dikalikan 200.000 untuk mendapat
jumlah sperma dalam 1ml sperma.
Perhitungan dilakukan pada bidang tengah yang terdiri dari 25 bidang besar, yang
didalamnya berisi 16 bidang kecil. Dihitung bidang besar jika < 10 ekor per bidang.
Jumlah per ml biasanya 70 juta atau lebih, jika < 20 juta curiga sperma kurang
memadai dalam hal fertilitas.
3. Morfologi
Buat sediaan apus dari mani seprti apusan darah, biarkan mengering, kemudian fixasi
dengan metilakohol selama 5 menit. Lakukan pulasan dengan giemsa. Periksa
dibawah mikroskop dengan tambahan emersi.
Perhatikan bentuk kepala dan ekor, catat berapa persen. Perhatikan kelainan yang ada
seperti kepala terlalu kecil atau besar, ekor tidak ada, ekor ganda, ekor bengkok atau
patah atau terlalu pendek, inti terpecah, dll. Biasanya kelainan bentuk < 20%, jika
angka lebih besar maka kemungkinan fertilitas berkurang.
Referensi :
Gandasoebrata R., 2008. Penuntun Laboratorium Klinik. Jakarta. Dian Rakyat. Hal. 171-
173.
Wibisono Herman., 2010. Panduan Laboratorium Andrologi. Buku prertama. Bandung,
PT. Refika Aditama. Hal 1-11.
WHO., 2010. WHO laboratory manual for the Examination and processing of human
semen. Chap 2, hal 10,12.
Nama Mahasiswa :
Nim :
Kelompok :
Nilai
No. Aspek yang dinilai 1 2 3 4
1 Menerangkan tujuan dan prosedur
Keterangan :
1 = Tidak dilakukan
2 = Dilakukan dengan banyak perbaikan
3 = Dilakukan dengan sedikit perbaikan
4 = Dilakukan dengan sempurna
PEMERIKSAAN FISIK
2. Tanda-tanda Vital
Yang perlu diperhatikan pada pemeriksaan ini adalah pernafasan, nadi, tekanan darah, dan
suhu tubuh.
3. Postur Tubuh
Pengamatan posture badan menyangkut pemeriksaan berat badan, tinggi badan, dan
bentuk badan serta keseluruhannya. Juga perlu diperhatikan tekstur kulit yaitu menyangkut
turgor dan tonus serta warna kulit. Pemeriksaan fisis umumnya dilakukan sesudah
pengambilan anamnesis. Pada pemeriksaan ini berturut-turut diperhatikan kepala, leher,
torso badan dan ekstremitas kiri dan kanan.
BENTUK BADAN
Perlu diperhatikan bentuk badan serta tanda-tanda yang terdapat pada seorang
pasien, antara lain astenik, atau hiperstenik, berat badan normal, kurus atau gemuk, tanda-
tanda bekas trauma dan adanya deformitas di dada, kelainan kongenital pada bentuk badan,
dan lain-lain. Misalnya kelainan bentuk badan yang merupakan sindrom kelainan jantung
yang khas pada Sindrom Turner ditemukan koarktasio aorta dan stenosis pulmonal
kongenital, pada Sindrom Down ditemukan atrial septal defect (ASD) atau ventricular septal
defect (VSD) dengan insufisiensi katup atrioventrikular, pada sindrom Hurler ditemukan
kerusakan katup mitral dan aorta, pada Sindrom Dresden China ditemukan stenosis katup
aorta, pada Sindrom Rubella ditemukan patent ductus arteriosus (PDA), stenosis pulmonal
dan koarktasio arteri pulmonal, pada Elfin Appearance ditemukan stenosis aorta
supravalvular.
Arteri karotis
Denyut arteri karotis diraba pada pangkal leher di daerah lateral anterior, denyut ini
mencerminkan kegiatan ventrikel kiri.
Gambaran nadi yang terjadi menyerupai gelombang nadi yang terjadi pada arteri radialis.
Pulsasi karotis yang berlebihan dapat timbul karena tekanan nadi yang besar, misalnya pada
insufisiensi aorta ditandai dengan naik dan turunnya denyut berlangsung cepat.
Dada
Kelainan bentuk dada seringkali berkaitan dengan anatomi dan faal jantung. Di
samping itu juga mempengaruhi faal pernafasan yang kemudian secara tidak langsung
mempengaruhi faal sirkulasi darah yang akan menjadi beban kerja jantung. Kelainan bentuk
dada tidak selalu disertai atau mengakibatkan gangguan faal jantung. Kelainan bentuk dada
dapat dibedakan antara kelainan kongenital atau kelainan yang didapat selama pertumbuhan
badan. Deformitas dada dapat juga terjadi karena trauma yang menyebabkan gangguan
ventilasi pernapasan berupa beban sirkulasi terutama bagi ventrikel kanan.
Pulsasi abnormal dapat berupa pulsasi di atas ruang iga ke 3, dan ini merupakan
pulsasi abnormal pembuluh darah besar. Pulsasi abnormal yang teraba melebar sampai di
bawah iga ke 3, berasal dari ventrikel kanan atau ventrikel kiri yang membesar.
EKSTREMITAS
Lengan – Tangan
Pada pemeriksaan jari, ujung jari dan kuku, diperhatikan apakah ada deformitas jari
dan persendian jari, sianosis dan clubbing finger.
Splinter haemorrhage dan osler node, mungkin dapat dijumpai pada endokarditis
bakterial subakut. Bandingkan denyut nadi arteri radialis kiri kanan.
Tungkai – kaki
Perhatikan apakah ada edema tungkai, edema pretibial, edema pergelangan kaki
(ankle edema), edema kardiak seringkali disertai nokturia.
Lakukan perabaan denyut nadi arteri femoralis,arteri poplitea, dan arteri dorsalis
pedis. Bandingkan nadi kiri dan kanan, serta bandingkan suhu kaki kiri dan kanan. Cari
tanda-tanda fenomena trombo-emboli pada tungkai, diperhatikan juga vena tungkai bawah
apakah ada varises dan tromboflebitis.
PEMERIKSAAN KHUSUS
Pemeriksaan daerah prekordial yaitu proyeksi jantung pada dinding dada anterior
Inspeksi
Palpasi Jantung
Pada palpasi jantung, telapak tangan diletakkan di atas prekordium dan dilakukan
perabaan di atas iktus kordis (apical impulse).
Lokasi point of maximal, normal terletak pada ruang sela iga (RSI) V kira-kira 1 jari
medial dari garis midklavikular (medial dari apeks anatomis). Pada bentuk dada yang panjang
dan gepeng, iktus kordis terdapat pada RSI VI medial dari garis midklavikular, sedangkan
pada bentuk dada yang pendek lebar, letak iktus kordis agal ke lateral.
Pada keadaan normal lebar iktus kordis yang teraba adalah 1-2 cm. Bila kekuatan
volume dan kualitas jantung meningkat maka terjadi systolic lift, systolic heaving, dan dalam
keadaan ini daerah iktus kordis akan teraba lebih melebar.
Pulsasi apeks dapat direkam dengan apikokardiograf. Pulsasi apeks yang melebar
teraba seperti menggelombang (apical heaving). Apical heaving tanpa perubahan tempat ke
lateral, terjadi misalnya pada beban sistolik vertikel kiri yang meningkat akibat stenosis aorta.
Apical heaving yang disertai peranjakan tempat ke lateral bawah, terjadi misalnya pada beban
diastolik ventrikel kiri yang meningkat akibat insufisiensi katup aorta. Pembesaran ventrikel
kiri dapat menyebabkan iktus kordis beranjak ke lateral bawah.
Pulsasi apeks kembar (double apical impulse) terdapat pada aneurisma apical atau
pada kardiomiopati hipertrofi obstruktif.
Area di bawah iga ke III/IV medial dari impuls apical dekat garis sternal kiri, normal
tidak ada pulsasi. Bila ada pulsasi pada area ini, kemungkinan disebabkan oleh kelebihan
beban sistolik kanan, misalnya pada stenosis pulmonal atau hipertensi pulmonal. Pulsasi yang
kuat di sekitar daerah epigastrium di bawah prosesus sifoideus menunjukkan kemungkinan
adanya hipertrofi dan dilatasi ventrikel kanan. Pulsasi abnormal di atas iga ke III kanan
menunjukkan kemungkinan adanya aneurisma aorta asenden. Pulsasi sistolik pada interkostal
II sebelah kiri pada batas sternum menunjukkan dilatasi arteri pulmonal.
Getar jantung adalah terabanya getaran yang diakibatkan oleh desir aliran darah.
Bising jantung adalah desiran yang terdengar karena aliran darah. Getar jantung di daerah
prekordial adalah getaran atau vibrasi yang teraba di daerah prekordial. Getar sistolik
(systolic thrill), timbul pada fase sistolik dan teraba bertepatan dengan terabanya impuls
apical. Getar diastolic (diastolic thrill), timbul pada fase diastolik dan teraba sesudah impuls
apical.
Getar sistolik yang panjang pada area mitral yang melebar ke lateral menunjukkan
insufisiensi katup mitral. Getar sistolik yang pendek dengan lokasi di daerah mitral dan
bersambung ke daerah aorta menunjukkan adanya stenosis katup aorta. Getar diastolik yang
pendek di daerah apeks menunjukkan adanya stenosis mitral. Getar sistolik yang panjang
pada area trikuspid menunjukkan adanya insufisiensi trikuspid. Getar sistolik pada area aorta
pada lokasi di daerah cekungan suprasternal dan daerah karotis menunjukkan adanya stenosis
katup aorta, sedangkan getar diastolik di daerah tersebut menunjukkan adanya insufisiensi
aorta yang berat, biasanya getar tersebut ini lebih keras teraba pada waktu ekspirasi.
Getar sistolik pada area pulmonal menandakan adanya stenosis katup pulmonal.
Cara Perkusi
Batas atau tepi kiri pekak jantung yang normal terletak pada ruang interkostal III/IV
pada garis parasternal kiri. Pekak jantung relatif dan pekak jantung absolut perlu dicari untuk
menentukan gambaran besarnya jantung.
Pada kardiomegali, batas pekak jantung melebar ke kiri dan ke kanan. Dilatasi
ventrikel kiri menyebabkan apeks kordis bergeser ke lateral-bawah. Pinggang jantung
merupakan batas pekak jantung pada RSI – 3 pada garis para sternal kiri.
Hipertrofi atrium kiri menyebabkan pinggang jantung merata atau menonjol ke arah
lateral. Pada hipertrofi ventrikel kanan, batas pekak jantung melebar ke lateral kanan dan ke
kiri atas. Pada perikarditis, pekak jantung absolut melebar ke kanan dan ke kiri. Pada
emifisema paru, pekak jantung mengecil bahkan dapat menghilang pada emfisema paru yang
berat, sehingga batas jantung dalam keadaan tersebut sukar ditentukan.
Auskultasi ialah merupakan cara pemeriksaan dengan cara mendengar bunyi akibat
vibrasi (getaran suara) yang ditimbulkan karena kejadian dan kegiatan jantung dan kejadian
hemodinamik darah dalam jantung.
Alat yang dipergunakan ialah stetoskop yang terdiri atas ear piece, tubing dan chest
piece. Macam-macam chest piece yaitu bowl type dengan membran, digunakan terutama
untuk mendengar bunyi dengan fekuensi nada yang tinggi: bel type, digunakan untuk
mendengarkan bunyi-bunyi dengan fekuensi yang lebih rendah.
Bunyi Jantung
BJ III terdengar karena pengisian ventrikel yang cepat (fase rapid filling).Vibrasi
yang ditimbulkan adalah akibat percepatan aliran yang mendadak pada pengisian ventrikel
karena relaksasi aktif ventrikel kiri dan kanan dan segera disusul oleh perlambatan aliran
pengisian.
Bunyi jantung IV dapat terdengar bila kontraksi atrium terjadi dengan kekuatan yang
lebih besar, misalnya pada keadaan tekanan akhir diastol ventrikel yang meninggi sehingga
memerlukan dorongan pengisian yang lebih keras dengan bantuan kontraksi atrium yang
lebih kuat.
Nada bunyi bising jantung dapat berupa bunyi dengan nada tinggi (high pitched)
atau bunyi bising dengan nada rendah (low pitched)
SKOR
No ASPEK YANG DINILAI
1 2 3
A UMUM
1. Menjelaskan tujuan pemeriksaan
2. Siapkan alat yang diperlukan
3. Pemeriksa berada sebelah kanan pasien
4. Pasien tidur telentang dalam keadaan rileks dan dada
terbuka
B INSPEKSI
5. Normal
6. Penonjolan asimetris
7. Abnormal:
- Funnel Chest
- Barrel Chest
- Pigeon Breast
- Juvenile Ricketsia
- Veassure cardiaque
- Flat Chest
C PALPASI
8. Jugularis Externa terisi/kosong (normal)
9. Apex cordis:
- RIK V kiri, 1 jari medial dari Linea medio
clavikularis kiri
10. Pulsasi:
RIK II kiri/kanan
RIK III kiri
RIK IV/V kiri/kanan
11. Cardiac Thrill
D PERKUSI
12. Batas jantung:
Kiri
Kanan
E AUSKULTASI
13. Bunyi jantung I:
Apex
RIK IV/V kiri/kanan
14. Bunyi jantung II:
RIK II kiri
RIK II kanan
15. Bising jantung:
Sistolik
Diastolik
F 16. Pericardial Friction rub
Keterangan Skor:
1. Tidak dilakukan
2. Dilakukan dengan benar tapi tidak sempurna
Mahasiswa Instruktur
( ) ( )
I. Pendahuluan
Tujuan “skills laboratory” elektrokardiografi adalah:
1) Mengerti anatomi dan fungsional sistem konduksi jantung
2) Mengerti dan mampu menggunakan alat EKG
3) Mengerti dan mampu mengambil rekam EKG
4) Mengerti dan mampu menginterprestasi hasil EKG
2) Potensial aksi
Bila kita mengukur potensial listrik yang terjadi dalam sel otot jantung
dibandingkan dengan potensial di luar sel, pada saat stimulus, maka perubahan
potensial yang terjadi sebagai fungsi dari waktu, disebut potensial aksi. Kurva
potensial aksi menunjukkan karakteristik yang khas, yang dibagi menjadi 4
fase yaitu:
Fase 0 adalah :
Awal potensial aksi yang berupa garis vertikal ke atas yang merupakan
lonjakan potensial sehingga mencapai +20 mV. Lonjakan potensial dalam
daerah intraseluler ini disebabkan karena masuknya ion Na+ dari luar ke
dalam sel.
Fase 1 adalah:
Fase repolarisasi awal yang pendek, di mana potensial kembali dari + 20 mV
mendekati 0 mV
Fase 2 adalah:
Fase datar di mana potensial berkisar pada 0 mV. Dalam fase ini terjadi
gerak masuk ion Ca++ untuk mengimbangi gerak keluar dari ion K+.
Fase 3 adalah:
Masa repolarisasi cepat di mana potensial kembali secara tajam pada tingkat
awal yaitu fase 0.
a. Nodus SA
Nodus SA terletak pada pertemuan antara vena kava superior dengan atrium
kanan. Sel-sel dalam nodus SA secara otomatis dan teratur mengeluarkan impuls
dengan frekuensi 60-100 x/menit
b. Nodus AV
Terletak di atas sinus koronarius pada dinding posterior atrium kanan. Sel-sel
dalam nodus AV mengeluarkan impuls lebih rendah dari nodus SA yaitu 40-60
x/menit
c. Berkas His
Nodus AV kemudian menjadi Berkas His yang menembus jaringan pemisah
miokardium atrium dan miokardium ventrikel, selanjutnya berjalan pada septum
ventrikel yang kemudian bercabang dua menjadi berkas kanan (Right Bundle
Branch = RBB) dan berkas kiri (Left Bundle Branch = LBB). RBB dan LBB
kemudian menuju endokardium ventrikel kanan dan kiri, berkas tersebut
bercabang menjadi serabut-serabut Purkinye.
d. Serabut Purkinye
Serabut Purkinye mampu mengeluarkan impuls dengan frekuensi 20-40 x/menit
berlebihan pada hasil pemeriksaan EKG dan mengabaikan anamnesis dan pemeriksaan
fisik.
2) Sandapan-sandapan Ekstremitas
Dari elektroda-elektroda ekstremitas didapatkan tiga sandapan, dengan
rekaman poternsial bipolar, yaitu:
Sandapan I = Merekam beda potensial antara tangan kanan (RA) dengan tangan
kiri (LA), di mana tangan kanan bermuatan negatif (-) dan tangan kiri
bermuatan positif (+)
Sandapan II = Merekam beda potensial antara tangan kanan (RA) dengan kaki
kiri (LF) di mana tangan kanan bermuatan negatif (-) dan kaki kiri bermuatan
positif (+)
Sandapan III = Merekam beda potensial antara tangan kiri (LA) dengan kaki kiri
(LF), di mana tangan kiri bermuatan positif (+) dan kaki kiri bermuatan negatif
(-).
Ketiga sandapan ini dapat digambarkan sebagai sebuah segitiga sama sisi,
yang lazim disebut segitiga EINTHOVEN.
Untuk mendapatkan sandapan unipolar, gabungan dari sandapan I, II, III
disebut terminal sentral dan anggap berpotensial nol. Bila potensial dari suatu
elektroda dibandingkan dengan terminal sentral, maka didapatkan potensial
mutlak elektroda tersebut dan sandapan yang diperoleh disebut sandapan
unipolar.
Sandapan Unipolar Ekstrimitas yaitu:
Sandapan aVR = Merekam potensial listrik pada tangan kanan (RA), di mana
tangan kanan bermuatan positif (+), tangan kiri dan kaki kiri membentuk
elektroda indiferen (potensial nol).
Sandapan aVL = Merekam potensial listrik pada tangan kiri (LA), di mana
tangan kiri bermuatan positif (+), tangan kanan dan kaki kiri membentuk
elektroda indiferen (potensial nol)
Sandapan aVF = Merekam potensial listrik pada kaki kiri (LF), di mana kaki
kiri bermuatan positif (+), tangan kanan dan tangan kiri membentuk elektroda
indiferen (potensial nol).
3) Kertas EKG
Kertas EKG merupakan kertas grafik yang terdiri dari garis horizontal dan
vertikal dengan jarak 1 mm (sering disebut sebagai kotak kecil). Garis yang lebih
tebal terdapat pada setiap 5 mm (disebut kotak besar).
Garis horizontal menggambarkan waktu, dimana 1 mm = 0.04 detik, sedangkan
5 mm = 0.20 detik.
Garis vertikal menggambarkan voltase, di mana 1 mm = 0,1 miliVolt,
sedangkan setiap 10 mm = 1 milliVolt
5 mm. Hal ini harus dicatat pada saat perekaman EKG sehingga tidak menimbulkan
interpretasi yang salah bagi pembacanya.
Garis rekaman mendatar tanpa ada potensi listrik disebut garis iso-elektrik.
Defleksi yang arahnya ke atas disebut defleksi positif, yang ke bawah disebut
defleksi negatif.
V. PROSEDUR PEREKAM
1. Siapkan 1 set EKG pada tempat yang sudah ditentukan
2. Pemeriksa berada sebelah kanan pasien
3. Pasien tidur telentang dalam keadaan rileks dan dada terbuka
4. Bersihkan tempat pemasangan elektroda dengan alkohol
5. Oleskan jelly pada tempat pemasangan elektroda
6. Kecepatan perekam 25mm/detik dengan kalibrasi 1 cm = 1 mvol
7. Perekam dimulai secara manual dari lead I, II, III, aVR, aVL, aVF dan V1-V6.
8. Elektroda dilepas dari pasien dan dibersihkan.
Kurva EKG menggambarkan proses listrik yang terjadi pada atrium dan ventrikel.
Proses listrik ini terdiri dari:
1. Depolarisasi atrium
2. Repolarisasi atrium
3. Depolarisasi ventrikel
4. Repolarisasi ventrikel
Sesuai dengan proses listrik jantung, setiap hantaran pada EKG normal
memperlihatkan 3 proses listrik yaitu depolarisasi atrium, depolarisasi ventrikel dan
repolarisasi ventrikel. Repolarisasi atrium umumnya tidak terlihat pada EKG, karena di
samping intensitasnya kecil juga repolarisasi atrium waktunya bersamaan dengan depolarisasi
ventrikel yang mempunyai intensitas yang jauh lebih besar.
EKG normal terdiri dari gelombang P, Q, R, S dan T serta kadang terlihat
gelombang U. Selain itu juga ada beberapa interval dan segmen EKG.
Gelombang P.
Gelombang P merupakan gambaran proses depolarisasi atrium dari pemacu jantung
fisiologis nodus SA atau dari atrium. Gelombang P bisa positif, negatif, atau bifasik, atau
bentuk lain yang khas.
Gelombang P yang normal:
Lebar kurang dari 0.12 detik
Tinggi kurang dari 0.3 milliVolt
Gelombang QRS
Merupakan gambaran proses depolarisasi ventrikel, terdiri dari gelombang Q,
gelombang R dan gelombang S.
Gelombang QRS yang normal:
Lebar 0.06 – 0.13 detik
Tinggi tergantung lead
Gelombang R adalah defleksi positif pertama pada gelombang QRS. Gelombang R umumnya
positif di lead II, V5 dan V6. Di lead aVR, V1 dan V2 biasanya hanya kecil atau tidak ada
sama sekali.
Gelombang S adalah defleksi negatif sesudah gelombang R. Di lead aVR dan V1 gelombang
S terlihat dalam dan di V2 ke V6 akan terlihat makin lama makin menghilang atau berkurang
dalamnya.
Gelombang T
Merupakan gambaran proses repolarisasi ventrikel. Umumnya gelombang T positif
di lead I, II, V3-V6 dan terbalik di aVR
Gelombang U
Adalah gelombang yang timbul setelah gelombang T dan sebelum gelombang P
berikutnya. Penyebab timbulnya gelombang U masih belum diketahui, namun diduga akibat
repolarisasi lambat sistem konduksi interventrikel.
Interval PR
Interval PR diukur dari permulaan gelombang P sampai permulaan gelombang QRS.
Nilai normal berkisar antara 0.12 – 0.20 detik. Ini merupakan waktu yang dibutuhkan untuk
depolarisasi atrium dan jalannya implus melalui berkas His sampai permulaan depolarisasi
ventrikel.
Segmen ST
Segmen ST diukur dari akhir gelombang S sampai awal gelombang T. Segmen ini
normalnya isoelektris, tetapi pada lead prekordial dapat bervariasi dari -0.05 sampai +2 mm.
Segmen ST yang naik disebut ST elevasi dan yang turun disebut ST depresi.
SISTEMATIKA E.K.G
A. 1. IRAMA
2. FREKWENSI JANTUNG
3. PR-INTERVAL
4. MORFOLOGI
a. GELOMBANG P
b. KOMPLEX QRS
c. ST SEGMENT
d. GELOMBANG T
e. QRS INTERVAL
f. VAT
g. QT RATIO
B. KESIMPULAN EKG
Mahasiswa Instruktur
( ) ( )
i
SKILLS LAB BLOK 2.3 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALIKUSSALEH
Prinsip utama dalam resusitasi adalah memperkuat rantai kelangsungan hidup (chain of
survival). Keberhasilan resusitasi membutuhkan integrasi koordinasi rantai kelangsungan
hidup.Urutan rantai kelangsungan hidup pada pasien dengan henti jantung (cardiac arrest)
dapat berubah tergantung lokasi kejadian: apakah cardiac arrest terjadi di dalam lingkungan
rumah sakit (HCA) atau di luar lingkungan rumah sakit (OHCA). Gambar 1 menunjukkan
“chain ofsurvival” pada kondisi HCA maupun OHCA.
Henti jantung mendadak merupakan salah satu penyebab kematian mendadak tersering di
Amerika Serikat. Tujuh puluh persen dari out-of-hospital cardiac arrest (OHCA)/kejadian
henti jantung di luar rumah sakit terjadi di rumah, dan sekitar lima puluh persen tanpa
diketahui. Hasilnya pun biasanya buruk, hanya sekitar 10,8% pasien dewasa OHCA yang
telah menerima upaya resusitasi oleh penyedia layanan darurat medis/ Emergency Medical
Services(EMS) yang bertahan hingga diperbolehkan pulang dari rumah sakit. Sebagai
perbandingan, in-hospital cardiac arrest (IHCA)/kejadian henti jantung di rumah sakit,
memiliki hasil yang lebih baik, yakni 22,3% - 25,5% pasien dewasa yang bertahan hingga
diperbolehkan pulang dari rumah sakit.
Basic Life Support(BLS) mengacu pada penanganan pada pasien yang mengalami henti
napas, henti jantung, atau obstruksi jalan napas. BLS meliputi beberapa keterampilan berikut.
1. Mengenali kejadian henti jantung mendadak.
2. Aktivasi sistem tanggapan darurat.
3. Melakukan cardiopulmonary resuscitation (CPR)/resusitasi jantung paru (RJP) awal, dan
4. Cara menggunakan automated external defibrilator (AED)
Gambar 1. Rantai Kelangsungan Hidup HCA dam OHCA
Dalam melakukan resusitasi jantung paru, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan:
1. Pengenalan dan pengaktifan cepat sistem tanggapan darurat
Tahap ini sebenarnya merupakan tahapan umum pada saat tiba di suatu lokasi kejadian.
Jangan pernah lewati tahapan ini, baik pada kasus trauma ataupun kasus medis.
Pada saat tiba di tempat kejadian, kenali dan pelajari segala situasi dan potensi bahaya yang
ada. Sebelum melakukan pertolongan, pastikan keadaan aman bagi si penolong. Coba
pastikan keadaan dengan menjawab beberapa pertanyaan sederhana berikut.
a. Apakah keadaan aman?
Perhatikan segala yang berpotensi menimbulkan bahaya, seperti lalu lintas kendaraan,
jalur listrik, asap, cuaca ekstrim, atau emosi berlebihan dari orang awam di sekitar.
Gunakan alat perlindungan diri (APD) yang sesuai.
Jangan memindahkan korban bila tidak ada ancaman bahaya, misalnya api atau gas
beracun; Anda harus mencapai korban dengan cedera yang lebih berat; atau Anda
harus memindahkan korban yang cedera untuk memberikan penanganan yang tepat
tanpa berada di area yang berpotensi bahaya.
Jika Anda harus memindahkan korban, lakukan secepat mungkin dan seaman
mungkin dengan sumber daya yang tersedia.
Jika melihat seorang yang tiba-tiba jatuh atau tidak responsive maka petugas kesehatan harus
mengamankan tempat kejadian dan memeriksa respon korban. Tepukan pada pundak dan
teriakkan nama korban sembari melihat apakah korban tidak bernafas atau terengah-engah.
Lihat apakah korban merespon dengan jawaban, erangan atau gerakan. Penolong harus
memanggil bantuan terdekat setelah korban tidak menunjukkan reaksi. Akan lebih baik bila
penolong juga memeriksa pernapasan dan denyut nadi korban
seiring pemeriksaan respon pasien agar tidak menunda waktu dilakukannya RJP.
Tingkat kesadaran
Jika korban ditemukan dalam keadaan tidak bergerak, mungkin korban jatuh pada keadaan
tidak respon. Gunakan pedoman berikut secara bertahap untuk menilai tingkat kesadaran si
korban.
1. A - Alert/Awas: korban bangun, meskipun mungkin masih dalam keadaan bingung
terhadap apa yang terjadi.
2. V - Verbal/Suara: korban merespon terhadap rangsang suara yang diberikan oleh penolong.
Oleh karena itu, si penolong harus memberikan rangsang suara yang nyaring ketika
melakukan penilaian pada tahap ini.
4. P - Pain/Nyeri: korban merespon terhadap rangsang nyeri yang diberikan oleh penolong.
Rangsang nyeri dapat diberikan melalui penekanan dengan keras di pangkal kuku atau
penekanan dengan menggunakan sendi jari tangan yang dikepalkan pada tulang
sternum/tulang dada. Namun, pastikan bahwa tidak ada tanda cidera di daerah tersebut
sebelum melakukannya.
5. U - Unresponsive/tidak respon: korban tidak merespon semua tahapan yang ada di atas.
Kompresi dada diberikan dengan kecepatan minimal 100 kali per menit dan maksimal120
kali per menit. Pada kecepatan lebih dari 120 kali / menit, kedalaman kompresi akan
berkurang seiring semakin cepatnya interval kompresi dada.
Kompresi dada dilakukan dengan kedalaman minimal 2 inci (5 cm) dan kedalaman
maksimal 2,4 inci (6 cm). Pembatasan kedalaman kompresi maksimal diperuntukkan
mengurangi potensi cedera akibat kedalaman kompresi yang berlebihan. Pada pasien bayi
minimal sepertiga dari diameter anterior-posterior dada atau sekitar 1 ½ inchi (4 cm) dan
untuk anak sekitar 2 inchi (5 cm). Pada pasien anak dalam masa pubertas (remaja),
kedalaman kompresi dilakukan seperti pada pasien dewasa.
Lokasi kompresi berada pada tengah dada korban (setengah bawah sternum). Petugas
berlutut jika korban terbaring di bawah, atau berdiri disamping korban jika korban berada di
tempat tidur. Tabel 1 mencantumkan beberapa hal yang perlu diperhatikan selama melakukan
kompresi dada dan pemberian ventilasi:
Menunggu recoil dada yang sempurna dalam sela kompresi. Selama melakukan siklus
kompresi dada, penolong harus membolehkan rekoil dada penuh dinding dada setelah setiap
kompresi; dan untuk melakukan hal tersebut penolong tidak boleh bertumpu di atas dada
pasien setelah setiap kompresi.
Meminimalisir interupsi dalam sela kompresi. Penolong harus berupaya meminimalkan
frekuensi dan durasi gangguan dalam kompresi untuk mengoptimalkan jumlah kompresi yang
dilakukan per menit.
Korban dengan tidak ada/tidak dicurgai cedera tulang belakang maka bebaskan jalan nafas
melalui head tilt – chin lift. Namun jika korban dicurigai cedera tulang belakang maka
bebaskan jalan nafas melalui jaw thrust.
mengangkat rahang. Pastikan Anda tidak menggerakkan kepala atau leher korban
ketika melakukannya.
Tabel 1. Anjuran dan Larangan BLS untuk CPR Berkualitas Tinggi pada Pasien
Dewasa
Gambar 3. Algoritma Resusitasi Jantung Paru Pada Pasien Pediatri Dengan Satu
Orang Penolong
Gambar 4. Algoritma Resusitasi Jantung Paru Pada Pasien Pediatri Dengan Dua
Orang Penolong
Recovery position
Daftar Pustaka
1. Fokus Utama Pembaruan Pedoman American Heart Association 2015 Untuk CPR dan
ECC. American Heart Association; 2015
No.BP :
Nama :
Mahasiswa Instruktur
( ) ( )
Anemia defisiensi besi merupakan jenis anemia yang paling sering dijumpai terutama
di negara berkembang.Sesuai namanya anemia jenis ini diakibatkan oleh kurangnya
ketersediaan besi untuk sintesis hemoglobin yang mempunyai berbagai macam fungsi salah
satunya adalah mengangkut oksigen ke jaringan. Gejala klinik yang tampak dapat berupa rasa
lemah,pusing dan gangguan beraktifitas. Penyebab yang mendasarinya bermacam-macam
salah satunya adalah akibat perdarahan kronis contohnya occult bleeding. Pemberian preparat
besi dan penanggulangan penyebab anemia akan menyembuhkan pasien.
Anemia defisiensi besi adalah anemia yang disebabkan oleh kurangnya besi yang
diperlukan untuk sintesis hemoglobin.Anemia ini merupakan bentuk anemia yang paling
sering ditemui.Saat ini di Indonesia anemia defeisiensi besi masih merupakan salah satu
masalah gizi utama disamping kekurangan kalori-protein, vitamin A dan yodium. Selain
berfungsi sebagai sintesis hemoglobin , besi juga juga berperan dalam metabolisme oksidatif,
sintesis DNA, neurotransmitter dan proses katabolisme yang dalam berkerjanya
membutuhkan ion besi. Oleh sebab itu penting untuk mengetahui gejala-gejala penyakit ini
sehingga dapat membantu mengobati sebelum stadium lebih lanjut.
Anamnesis
Pada kasus anemia defisiensi besi ada beberapa pertanyaan yang dapat kita ajukan sebagai
pembantu menegakkan diagnosis yaitu :
Apakah merasa badan lemah, lesu, cepat lelah, mata berkunang-kunang serta telinga
berdenging? (anemic syndrome)
Apakah kuku menjadi rapuh, bergaris-garis vertikal dan menjadi cekung sehingga
mirip seperti sendok?
Apakah terdapat nyeri pada saat menelan?
Apakah gejala tersebut muncul mendadak atau bertahap? Pada anemia defisiensi besi
gejala yang muncul mungkin dapat perlahan karena ada mekanisme kompensasi
tubuh.
Adakah petunjuk mengenai penyebab anemia? Misal pada anemia defisiensi besi bisa
karena perdarahan interna, infeksi cacing, diet yang tidak seimbang, atau riwayat
pernah menderita penyakit yang kronis.
Tanyakan kecukupan makanan dan kandungan Fe. Adakah gejala yang konsisten
dengan malabsorpsi dan tanda kehilangan darah dari saluran cerna berupa tinja gelap,
pendarahan rektal, muntah “butiran kopi”.
Jika pasien seorang wanita tanyakan adakah kehilangan darah menstruasi berlebihan.
Tanyakan frekuensi dan durasi menstruasi, dan penggunaan tampon serta pembalut.
Menanyakan apa pernah menderita penyakit ini sebelumnya dan penyakit kronis
lainnya seperti penyakit ginjal kronis, penyakit sumsum tulang, perdarahan hebat
sebelumnya
Menanyakan riwayat penyakit keluarga bila ada
Apakah terdapat penurunan aktivitas kerja?
Faktor Risiko
1. Ibu hamil
2. Remaja putri
3. Pemakaian obat cephalosporin, chloramphenicol jangka panjang
4. Status gizi kurang
5. Faktor ekonomi kurang
Tanda dan gejala lain dapat dijumpai sesuai dengan penyebab dari anemia tersebut,
yaitu :
1. Mata: dapat mencerminkan adanya manifestasi dari suatu anemia tertentu
(misal : perdarahan pada anemia aplastik)
2. Gastrointestinal : ulkus oral dapat menandakan suatu imunodefisiensi
(anemia aplastik, leukemia), colok dubur
3. Urogenital (inspekulo) : massa pada organ genitalia wanita
4. Abdomen : hepatomegali, splenomegali, massa
5. Status gizi kurang
Faktor Predisposisi
1. Infeksi kronik
2. Keganasan
3. Pola makan (Vegetarian)
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan darah: Hemoglobin (Hb), Hematokrit (Ht), leukosit, trombosit, jumlah eritrosit,
morfologi darah tepi (apusan darah tepi), MCV, MCH, MCHC, retikulosit.
Klasifikasi :
Catatan:
Memakai bagan alur berdasarkan morfologi (MCH, MCV): hipokromik mikrositer,
normokromik normositer dan makrositer
Diagnosis Banding
a. Anemia defesiensi besi
b. Anemia defisiensi vit B12, asam folat
c. Anemia Aplastik
d. Anemia Hemolitik
e. Anemia pada penyakit kronik
Komplikasi
o Gagal jantung
o Syncope
Penatalaksanaan
Jika didapatkan kegawatan (misal: anemia gravis atau distres pernafasan), pasien
segera dirujuk. Atasi penyebab yang mendasarinya dengan :
A. Diet bergizi tinggi protein terutama yang berasal dari protein hewani
(daging, ikan, susu,telur, sayuran hijau) b
B. Pemakaian alas kaki untuk mencegah infeksi cacing tambang
C. Lakukan penilaian pertumbuhan dan kesejahteraan janin dengan
memantau pertambahan ukuran janin. Bila pemeriksaan apusan darah tepi
tidak tersedia, berikan tablet tambah darah yang berisi 60 mg besi elemental
dan 250 µg asam folat. Pada ibu hamil dengan anemia, tablet besi diberikan 3 kali
sehari.
D. Bila dalam 90 hari muncul perbaikan, lanjutkan pemberian tablet sampai
42 hari pasca persalinan.
E. Apabila setelah 90 hari pemberian tablet besi dan asam folat, kadar
hemoglobin tidak meningkat maka pasien dirujuk.
F. Bila tersedia fasilitas pemeriksaan penunjang, tentukan penyebab anemia
berdasarkan hasil pemeriksaan darah perifer lengkap dan apus darah tepi.
Konseling adalah proses pemberian informasi objektif dan lengkap, dilakukan secara
sistematik dengan bantuan ketrampilan komunikasi interpersonal, teknik bimbingan dan
penguasaan pengetahuan klinik, bertujuan untuk membantu seseorang mengenali kondisinya
saat ini, masalah yang dihadapi dan menentukan jalan keluar atau upaya untuk mengatasi
masalah tersebut.
Prinsip konseling pada anemia adalah memberikan pengertian kepada pasien dan
keluarganya tentang perjalanan penyakit dan tata laksananya, sehingga meningkatkan
kesadaran dan kepatuhan dalam berobat serta meningkatkan kualitas hidup pasien untuk
mencegah terjadinya anemia defisiensi besi.
Kriteria rujukan
b. Untuk anemia karena penyebab yang tidak termasuk kompetensi dokter layanan
primer, dirujuk ke dokter spesialis penyakit dalam.
Sarana Prasarana
Prognosis
Prognosis umumnya tidak sampai mengancam jiwa, namun dubia ad bonam karena sangat
tergantung pada penyakit yang mendasarinya. Bila penyakit yang mendasarinya teratasi,
dengan nutrisi yang baik, anemia dapat teratasi.
Tahap Kegiatan
Waktu
Kegiatan Penyuluh Sasaran
1. Mengucapkan salam 1. Menjawab salam
2. Memperkenalkan diri 2. Memperhatikan konselor
5 Menit 3. Menyampaikan tujuan 3. Mendengarkan konselor
Pembukaan
4. Kontrak waktu pelaksanaan 4. Menyetujui waktu
pelaksanaan
1. Menggali kemampuan 1. Menyampaikan
sasaran tentang materi yang pengetahuannya tentang
diberikan materi konseling
2. Menjelaskan mengenai 2. Mendengarkan dan
pengertian, penyebab, tanda memperhatikan konselor
dan gejala, klasifikasi, 3. Bertanya tentang materi
15 Menit Kegiatan Inti komplikasi derajat dan yang diberikan
pencegahan anemia. 4. Menjawab pertanyaan
3. Memberi kesempatan pada
klien untuk bertanya
4. Memberikan pertanyaan
kepada sasaran tentang
materi yang diberi.
1. Menyimpulkan dan 1. Sasaran mendengarkan
mengklarifikasi tentang kesimpulan.
meteri konseling yang 2. Mendengarkan konselor
5 Menit Penutup diberikan dan mengucapkan salam.
2. Menutup acara dan
membuat kesimpulan dari
materi yang diberikan
0 1 2 3
I. Komunikasi verbal
A. Membina Sambung
Rasa
i
SKILLS LAB BLOK 2.3 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALIKUSSALEH
0 = Tidak dilakukan 1 = Dilakukan tapi tidak tepat 2 = Dilakukan secara tepat 3 = Dilakukan secara tepat &
sempurna
Pendahuluan
Thalassemia berasal dari kata Yunani, yaitu talassa yang berarti laut. Yang dimaksud
dengan laut tersebut ialah Laut Tengah, oleh karena penyakit ini pertama kali dikenal di
daerah sekitar Laut Tengah. Penyakit ini pertama sekali ditemukan oleh seorang dokter di
Detroit USA yang bernama Thomas B. Cooley pada tahun 1925. Beliau menjumpai anak-
anak yang menderita anemia dengan pembesaran limpa setelah berusia satu tahun.
Selanjutnya, anemia ini dinamakan anemia splenic atau eritroblastosis atau anemia
mediteranean atau anemia Cooley sesuai dengan nama penemunya.
Thalasemia ditandai dengan kondisi sel darah merah mudah rusak atau umurnya lebih
pendek dari sel darah normal (120 hari). Akibatnya penderita thalasemia akan mengalami
gejala anemia diantaranya pusing, muka pucat, badan sering lemas, sukar tidur, nafsu makan
hilang, dan infeksi berulang.
Thalasemia, merupakan penyakit yang diakibatkan oleh kerusakan DNA dan penyakit
turunan. Penyakit ini muncul karena darah kekurangan salah satu zat pembentuk hemoglobin
sehingga tubuh tidak mampu memproduksi sel darah merah secara normal.
Pembahasan
Anamnesis
i
SKILLS LAB BLOK 2.3 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALIKUSSALEH
Test ini bertujuan untuk mengetahui apakah kita membawa sifat dari penyakit
thalassemia. Pemeriksaannya hanya sedikit ujung jari ditusuk, darah diambil setetes,
kemudian di tes dan waktunya pun sangat singkat, kurang dari 10 menit. Pemeriksaan itu
dikenal dengan nama tes skrining talasemia dengan Thalcon-OF. Bila hasilnya negatif,
kemungkinan sangat besar kita bukan pembawa sifat. Tapi bila positif, dokter akan
melakukan pemeriksaan lanjutan di laboratorium. Apakah ada penyakit lain ataukah memang
benar membawa sifat thalassemia. Skrinning thalassemia bisa dilakukan dengan membuat
pedigree dari orang yang terkena thalassemia tersebut.
Hemoglobin Elektroforesa
Analisa Hb elektroforesa merupakan pemeriksaan untuk mendeteksi beberapa jenis
Hb (S atau D; C atau E) secara kualitatif atau semi-kualitatif. Pemeriksaan ini juga mampu
memisahkan HbA dan HbA2. Untuk mendiagnosis hemoglobinopati dan thalasemia dan
evaluasi kondisi anemia hemolitik.
Serum Iron
Pemeriksaan SI bertujuan untuk mengetahui banyaknya besi yang ada didalam serum
yang terikat dengan transferin, banyaknya besi yang dapat diangkut oleh transferin disebut
TIBC. Saturasi transferin mengukur rasio antara kadar SI terhadap kadar TIBC yang
dinyatakan dalam persen. Ferritin adalah cadangan besi tubuh yang sensitif, kadarnya
menurun sebelum terjadi anemia. Pada anemia tidak selalu terjadi perubahan pada SI,TIBC,
dan ferritin tergantung pada penyebab terjadinya anemia. Pada anemia defisiensi besi, kadar
SI dan saturasi transferin menurun, sedangkan TIBC akan meningkat/normal dan cadangan
besi tubuh menurun. Pengukuran asam folat dan vitamin B12 bertujuan untuk mengetahui
penyebab anemia.
Total Iron Binding Capacity (TIBC)
Pemeriksaan TIBC dilakukan untuk mengetahui jumlah transferin yang berada dalam
sirkulasi darah. TIBC setara dengan total transferin dalam tubuh. Pada anemia defisiensi besi
dengan pemeriksaan status besi (Fe) didapatkan kadar Fe menurun dan TIBC meningkat.
Ferritin
Ferritin dilakukan untuk mengetahui apakah anemia disebabkan oleh defisiensi zat besi
ataukah thalassemia.
Konseling genetik
Konseling genetik merupakan proses komunikasi yang berhubungan dengan kejadian
atau risiko kejadian kelainan genetik pada keluarga. Dengan adanya konseling genetik, maka
keluarga memperoleh manfaat terkait masalah genetik, khususnya dalam mencegah
munculnya kelainan-kelainan genetik pada keluarga. Manfaat ini dapat diperoleh dengan
melaksanakan tindakan-tindakan yang dianjurkan oleh konselor, termasuk di dalamnya
tindakan untuk melakukan uji terkait pencegahan kelainan genetik. Tindakan-tindakan yang
disarankan dapat disarankan oleh konselor dapat meliputi tes sebagai berikut:
1. Prenatal diagnosis
Prenatal diagnosis merupakan tindakan untuk melihat kondisi kesehatan fetus yang belum
dilahirkan. Metode yang digunakan meliputi ultrasonografi, amniocentesis, maternal
serum, dan chorionic virus sampling.
2. Carrier testing
Carrier testing merupakan tes untuk mengetahui apakah seseorang menyimpan gen yang
membawa kelainan genetik. Metode yang digunakan untuk melaksanakan tes tersebut
adalah uji darah sederhana untuk melihat kadar enzim terkait kelainan genetik tertentu,
atau dengan mengecek DNA, apakah mengandung kelainan tertentu.
3. Preimplantasi diagnosis
Preimplantasi diagnosis merupakan uji yang melibatkan pembuahan in vitro untuk
mengetahui kadar kelainan genetik embrio preimplantasi. Biasanya seorang wanita yang
akan melakukan uji akan diberi obat tertentu untuk merangsang produksi sel telur
berlebihan. Sel telur akan diambil dan diletakkan di cawan untuk dibuahi oleh sperma
donor. Setelah pembuahan maka sel embrio yang terbentuk akan dianalisa terkait dengan
kelainan genetik.
4. Newborn screening
Newnborn screening merupakan pemeriksaan bayi pada masa kelahiran baru.
Pemeriksaan ini meliputi pemeriksaan genetik, endokrinologi, metabolik, dan hematologi.
Individu dengan ciri (trait) thalassemia sering didiagnosis salah sebagai anemia defisiensi
besi dan mungkin diberi terapi yang tidak tepat dengan preparat besi selama waktu yang
panjang. Lebih dari 90% individu dengan trait thalassemia-β mempunyai peningkatan Hb-A2
yang berarti (3,4%-7%). Kira-kira 50% individu ini juga mempunyai sedikit kenaikan HbF,
sekitar 2-6%. Pada sekelompok kecil kasus, yang benar-benar khas, dijumpai Hb A2 normal
dengan kadar HbF berkisar dari 5% sampai 15%, yang mewakili thalassemia tipe δβ. 2
Thalassemia minor yaitu suatu keadaan heterozigot untuk kelainan ini. Gejalanya
biasanya berupa anemia ringan.Sekilas penyakit ini tidak terlalu berbahaya karena hanya
menunjukkan gejala ringan. Namun, jika penderita thalassemia minor atau dapat disebut
carrier gen tersebut bertemu dan melakukan perkawinan dengan sesama pembawa gen
thalassemia minor maka akan dihasilkan keturunan yang homozigot resesif terhadap sifat ini
yang disebut thalassemia mayor dengan gejala yang parah bahkan dapat menyebabkan
kematian. Cara pengobatannya pun sangat sulit dan sampai sekarang belum ditemukan.Untuk
memperlama masa hidup penderita harus melakukan cuci darah dalam selang waktu tertentu
secara rutin.
Jika dua orang tua dengan thalassemia trait (carriers) mempunyai seorang bayi, salah satu
dari tiga hal dapat terjadi:
o Bayi bisa menerima dua gen normal ( satu dari masing-masing orangtua) dan
mempunyai darah normal ( 25 %).
o Bayi bisa menerima satu gen normal dan satu varian gen dari orangtua yang
thalassemia trait ( 50 %).
o Bayi bisa menerima dua gen thalassemia ( satu dari masing-masing orangtua) dan
menderita penyakit bentuk sedang sampai berat (25 %).
P Thth Thth
thalassemia minor thalassemia minor
F1 Th th
ThTh Thth
thalassemia mayor thalassemia minor
Th
(mati)
1 2
Thth thth
th thalassemia minor normal
3 4
Gambar 1. Diagram perkawinan suami istri dengan thalassemia minor
Gambar 14. Deformitas tulang pada thalassemia beta mayor (Facies Cooley)
Pertumbuhan terganggu pada anak yang lebih tua; pubertas terlambat atau tidak
terjadi karena kelainan endokrin sekunder. Diabetes mellitus yang disebabkan oleh siderosis
pankreas mungkin terjadi. Komplikasi jantung, termasuk aritmia dan gagal jantung kongestif
kronis yang disebabkan oleh siderosis miokardium sering merupakan kejadian terminal.8
Kelainan morfologi eritrosit pada penderita thalassemia-β° homozigot yang tidak
ditransfusi adalah ekstrem. Disamping hipokromia dan mikrositosis berat, banyak ditemukan
poikilosit yang terfragmentasi, aneh (sel bizarre) dan sel target. Sejumlah besar eritrosit yang
berinti ada di darah tepi, terutama setelah splenektomi. Inklusi intraeritrositik, yang
merupakan presipitasi kelebihan rantai α, juga terlihat pasca splenektomi. Kadar Hb turun
secara cepat menjadi < 5 gr/dL kecuali mendapat transfusi. Kadar serum besi tinggi dengan
saturasi kapasitas pengikat besi (iron binding capacity). Gambaran biokimiawi yang nyata
adalah adanya kadar HbF yang sangat tinggi dalam eritrosit. 6
Gejala klinis pada thalassemia hampir semua sama, yang membedakan adalah tingkat
keparahannya, dari ringan (asimptomatik) sampai parahnya gejala. Gejala klinis biasa berupa
tanda-tanda anemia seperti pucat, lemah,letih,lesu, tidak aktif beraktifitas atau jarang bermain
dengan teman seusianya, sesak nafas kurang konsentrasi, sering pula disertai dengan
kesulitan makan, gagal tumbuh, infeksi berulang dan perubahan tulang. Pada pemeriksaan
fisik didapatkan facies Cooley, conjungtiva anemis, bentuk tulang yang abnormal,
pembesarah lien dan atau hepar.
Terdapat suatu sistem pembagian stadium thalassemia berdasarkan jumlah kumulatif
transfusi darah yang diberikan pada penderita untuk menentukan tingkat gejala yang
melibatkan kardiovaskuler dan untuk memutuskan kapan untuk memulai terapi khelasi pada
pasien dengan thalassemia-β mayor atau intermedia. Pada sistem ini, pasien dibagi menjadi
tiga kelompok, yaitu :
1. Stadium I
Merupakan mereka yang mendapat transfusi kurang dari 100 unit Packed Red Cells
(PRC). Penderita biasanya asimtomatik, pada echokardiogram (ECG) hanya ditemukan
sedikit penebalan pada dinding ventrikel kiri, dan elektrokardiogram (EKG) dalam 24 jam
normal.
2. Stadium II
Merupakan mereka yang mendapat transfusi antara 100-400 unit PRC dan memiliki
keluhan lemah-lesu. Pada ECG ditemukan penebalan dan dilatasi pada dinding ventrikel kiri.
Dapat ditemukan pulsasi atrial dan ventrikular abnormal pada EKG dalam 24 jam.
3. Stadium III
Gejala berkisar dari palpitasi hingga gagal jantung kongestif, menurunnya fraksi
ejeksi pada ECG. Pada EKG dalam 24 jam ditemukan pulsasi prematur dari atrial dan
ventrikular.
Talasemia Alfa
Setiap kromosom 16 memiliki dua gen globin alfa. Dengan denikian orang normal
memiliki empat gen alfa pada sepasang kromosom, yaitu 2 gen pada kromosom paternal
(berasal dari ayah). Talasemia alfa diklasifikasikan berdasarkan keluaran relatif gen-gen ini.
Thalassemia alfa banyak dijumpai pada penduduk Asia, terutama disebabkan karena adanya
delesi (tidak adanya) gen alfa. Delesi dapat terjadi pada 1 gen, 2 gen, 3 gen, atau 4 gen.
banyaknya delesi gen alfa menentukan derajat keparahan keadaan pasien. Penyebutan
haplotype alfa0 dan alfa+ menunjukkan tidak ada atau menurunnya produksi globin alfa di
masing-masing kromosom.
Dengan demikian pada talasemia alfa0, satu kromosom memiliki dua gen inaktif.
Keadaan heterozigot adalah --/alfa alfa (sifat talasemia alfao) dan keadaan homozigot adalah -
-/-- , yang menyebabkan terbentuknya hemoglobin Bart’s sindrom hidrops fetalis, suatu
penyakit yang dapat menyebabkan kematian janin intra uterus pada pertengahan kehamilan
karena janin hanya dapat bertahan hidup dengan hemoglobin embrionik sampai trimester
kedua. Setelah rantai gama terbentuk, hemoglobin Bart’s (gama x4 ) berkembang dari semua
rantai gama yang tidak berpasangan. Hemoglobin ini memiliki afinitas oksigen yang
sedemekian tinggi sehingga walaupun darah mencapai jaringan, tidak ada oksigen yang
dibebaskan dan janin meninggal akibat anemia dan gagal jantung kongesti (hidrops fetalis).
Talasemia alfa memiliki satu gen aktif dan satu gen gen inaktif dan disebut alfa-.
Keadaan heterozigot untuk kondisi ini disebut alfa -/ alfa alfa, dan homozigotnya alfa -/ alfa -
. Juga dapat terjadi heterozigot kompleks alfao dan alfa+ (alfa-/--). Keadaan ini menimbulkan
sindrom penyakit hemoglobin H, yang menyebabkan anemia hemolitik yang serius, walaupun
relative lebih ringan (talasemia intermedia). Sel-sel dewasa memilliki 4 sampai 30%
hemoglobin H;eritropoiesis menjadi kurang efisien,dengan anemia yang cukup parah.
Heterozigot untuk talasemia alfa memiliki dua atau tiga gen rantai alfa yang berfungsi
dan tidak mengalami gejala klinis. Darah dewasa pada heterozigot talasemia alfatidak
mengandung hemoglobin H dan temuan hematologik ringan dan nonspesifik. Namun, sel-sel
darah merah tampak hipokrom dan mikrositik, yang mencerminkan gangguan sintesis
hemoglobin, dan morfologinya sangat mirip dengan yang dijumpai pada anemia defisiensi
besi. Jelaslah, karena para pasien ini tidak mengalami defisiensi besi, mereka tidak berespons
terhadap pemberian besi, dan diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan pemeriksaan terhadap
keluarga atau uji sintesa alfa-beta yang lebih canggih.
Talasemia Beta
Thalassemia beta, yang biasanya dibedakan lagi dalam betao dan beta+. Pada
thalassemia betaO rantai beta tidak ditemukan sama sekali, sedangkan pada talasemia beta+
rantai beta disintesa dalam jumlah kecil. Mekanisme terjadinya thalassemia beta masih
kurang jelas dibandingkan dengan terjadinya thalassemia alfa. Thalassemia yang beta
heterozigot mengakibatkan anemia ringan dan biasanya tidak memerlukan pengobatan.
Dalam keadaan homozigot terjadi anemia yang berat dan memerlukan transfuse darah. Pada
thalassemia betao yang homozigot sama sekali tidak ditemukan adanya HbA, sedangkan pada
thalassemia beta+ yang homozigot, HbA ditemukan dalam jumlah sedikit.
Patofisiologi
Patofisiologi Thalassemia Alfa
A. Patofisiologi thalassemia alfa
Alfa-globin adalah sebuah komponen (subunit) dari protein yang lebih besar yang
disebut hemoglobin, yang merupakan protein dalam sel darah merah yang membawa
oksigen ke sel dan jaringan di seluruh tubuh.Hemoglobin terdiri dari empat subunit: dua
subunit alfa-globin dan dua subunit jenis lain globin.
HBA1 (Hemoglobin, alfa 1) adalah gen yang memberikan instruksi untuk
membuat protein yang disebut alpha-globin. Protein ini juga diproduksi dari gen yang
hampir identik yang disebut HBA2 (Hemoglobin, alfa 2). Kedua gen globin alpha-
terletak dekat bersama-sama dalam sebuah wilayah kromosom 16 yang dikenal sebagai
lokus globin alfa.
HBA1 dan HBA2 terletak di kromosom 16 lengan pendek di posisi 13.3. HBA1
terletak di gen pasangan basa 226.678 ke 227.519 sedangkan HBA 2 terletak di pasangan
basa 222.845 ke 223.708 .
Pada manusia normal terdapat 4 kopi gen alpha-globin yang terdapat masing-
masing 2 pada kromosom 16. Gen-gen ini membuat komponen globin alpha pada
hemoglobin orang dewasa normal, yang disebut hemoglobin A. dan juga merupakan
komponen dari hemoglobin pada janin dan orang dewasa lainnya, yang disebut
hemoglobin A2. Mutasi yang terjadi pada gen alpha globin adalah delesi.
Delesi 1 gen α : tidak ada dampak pada kesehatan, tetapi orang tersebut mewarisi gen
thalasemia, atau disebut juga Thalassaemia Carier/Trait
Delesi 2 gen α : hanya berpengaruh sedikit pada kelinan fungsi darah
Delesi 3 gen α : anemia berat, disebut juga Hemoglobin H (Hbh) disease
Delesi 4 gen α : berakibat fatal pada bayi karena alpha globin tidak dihasilkan sama
sekali.
Gambar diatas menunjukkan bahwa kedua orangtua merupakan carier/trait. Maka anaknya
25% normal, 50% carier/trait, 25% mewarisi 2 gen yang termutasi (thalasemia mayor).
Kesimpulan
Thalassemia adalah gangguan pembuatan hemoglobin yang diturunkan. Thalassemia
ditemukan tersebar di seluruh ras di Mediterania, Timur Tengah, India sampai Asia
Tenggara. Thalassemia memiliki dua tipe utama berdasarkan rantai globin yang hilang pada
hemoglobin individu yaitu Thalassemia-α dan thalassemia-β, yang nantinya akan dibagi lagi
menjadi beberapa subtipe berdasarkan derajat mutasi (secara genetik) ataupun berat
ringannya gejala. Thalassemia diturunkan berdasarkan hukum Mendel, resesif atau ko-
dominan. Heterozigot biasanya tanpa gejala, sedangkan homozigot atau gabungan heterozigot
gejalanya lebih berat dari thalassemia α dan β. Konseling mengenai thalassemia sangat
diperlukan untuk skrining dan pemahaman terhadap penderita. Sampai saat ini, penderita
thalassemia yang berat biasanya tidak dapat bertahan hingga mencapai usia dewasa normal
meskipun kemungkinan ini tidak tertutup sama sekali.
i
Checklist Konseling Individu Metode CEA
0 1 2 3
I. Komunikasi verbal
A. Membina Sambung
Rasa
i
SKILLS LAB BLOK 2.3 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALIKUSSALEH
0 = Tidak dilakukan 1 = Dilakukan tapi tidak tepat 2 = Dilakukan secara tepat 3 = Dilakukan secara tepat &
sempurna
i
SKILLS LAB BLOK 2.3 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALIKUSSALEH
Konselor perlu mengetahui latar belakang kedatangan klien untuk mengikuti konseling HIV
dan memfasilitasi kebutuhan agar proses tes HIV dapat memberikan penguatan untuk
menjalani hidup lebih sehat dan produktif.
KONSELING PASCA TES HIV
SEPERTI TELAH DIURAIKAN SECARA RINCI PADA BAB SEBELUMNYA
PEMERIKSAAN LABORATORIUM HIV ATAU TES HIV
Tes HIV dilakukan di laboratorium yang tersedia di fasilitas layanan kesehatan. Jika
layanan tes tidak tersedia di fasilitas tersebut, maka tes dapat dilakukan di laboratorium
rujukan. Metode tes HIV yang digunakan sesuai dengan Pedoman Pemeriksaan Laboratorium
HIV Kementerian Kesehatan.
Sebaiknya tes HIV menggunakan tes cepat HIV yang sudah dievaluasi oleh
Kementerian Kesehatan. Tes cepat yang sesuai prosedur sangat layak dilakukan dan
memungkinkan untuk mendapatkan hasil secara cepat serta meningkatkan jumlah orang yang
mengambil hasil, meningkatkan kepercayaan akan hasilnya serta terhindar dari kesalahan
pencatatan atau tertukarnya hasil antar pasien.
Tes cepat dapat dilakukan di luar sarana laboratorium, tidak memerlukan peralatan
khusus dan dapat dilaksanakan di sarana kesehatan primer. Tes dengan reagen ELISA
biasanya dilakukan di fasilitas layanan kesehatan dengan sarana laboratorium yang lengkap
dan tenaga yang terlatih dengan jumlah pasien yang lebih banyak dan tidak perlu hasil tes
segera (misalnya untuk pasien rawat inap di rumah sakit) dan laboratorium rujukan.
Pemilihan antara menggunakan tes cepat HIV atau tes ELISA harus mempertimbangkan
faktor tatanan tempat pelaksanaan tes HIV, biaya dan ketersediaan perangkat tes, reagen dan
peralatan; pengambilan sampel, transportasi, SDM serta kesediaan pasien untuk kembali
mengambil hasil.
Dalam melaksakan tes HIV, perlu merujuk pada alur Tes sesuai dengan pedoman
nasional pemeriksaan yang berlaku dan dianjurkan menggunakan alur serial. Tes HIV secara
serial adalah apabila tes yang pertama memberi hasil nonreaktif atau negatif, maka tes
antibodi akan dilaporkan negatif. Apabila hasil tes pertama menunjukkan reaktif, maka perlu
dilakukan tes HIV kedua pada sampel yang sama dengan menggunakan antigen dan/atau
dasar tes yang berbeda dari yang pertama. Perangkat tes yang persis sama namun dijual
dengan nama yang berbeda tidak boleh digunakan untuk kombinasi tersebut. Hasil tes kedua
yang menunjukkan reaktif kembali maka di daerah atau di kelompok populasi dengan
prevalensi HIV 10% atau lebih dapat dianggap sebagai hasil yang positif. Di daerah atau
kelompok prevalensi rendah yang cenderung memberikan hasil positif palsu, maka perlu
dilanjutkan dengan tes HIV ketiga. WHO, UNAIDS dan Pedoman Nasional menganjurkan
untuk selalu menggunakan alur serial tersebut karena lebih murah dan tes kedua hanya
diperlukan bila tes pertama memberi hasil reaktif saja. Indonesia dengan prevalensi HIV
dibawah 10% menggunakan strategi III dengan tiga jenis reagen yang berbeda sensitifitas dan
spesifitas-nya. Dalam melakukan tes HIV dari alur tersebut direkomendasikan untuk
menggunakan reagen tes HIV sbb:
- Reagen pertama memiliki sensitifitas minimal 99%
- Reagen kedua memiliki spesifisitas minimal 98%.
c. Membuat rencana. Dalam konseling pra maupun pasca tes, klien didorong
merencanakan perubahan perilaku dengan mempertimbangkan kemampuan dan
sumber daya yang tersedia.
d. Penguatan dan komitmen. Dalam konseling pasca tes, konselor harus membuat
kesepakatan yang jelas dan rinci tentang perencanaan klien untuk hidup lebih
sehat.
e. Lingkungan yang mendukung. Menciptakan lingkungan yang mendukung untuk
praktik perilaku yang aman, termasuk ketersediaan pilihan jenis kondom dan alat
suntik, bahan komunikasi, informasi dan edukasi (leaflet, brosur) serta layanan
konseling rujukan/hotline bagi individu, keluarga maupun masyarakat sekitar
sangat diperlukan.
KONSELING PENCEGAHAN POSITIF (POSITIVE PREVENTION)
Konseling Pencegahan Positif merupakan konseling yang dilakukan pada orang
yang terinfeksi HIV dengan maksud :
Mencegah penularan HIV dari orang yang terinfeksi HIV ke orang lain
Mencegah penularan infeksi ulang HIV dan infeksi lain (termasuk IMS) pada
orang yang terinfeksi HIV
Meningkatkan kualitas hidup orang yang terinfeksi HIV Prinsip umum Pencegahan
Positif:
a. Didasarkan pada perspektif dan realita orang yang terinfeksi HIV.
b. Orang yang terinfeksi HIV mempunyai hak seksualitas, oleh karena itu
dibutuhkan informasi yang rinci tentang seksualitas.
c. Difokuskan pada komunikasi, informasi, dukungan dan perubahan kebijakan,
tanpa stigmatisasi dan diskriminasi.
d. Membutuhkan keterlibatan dan partisipasi bermakna orang yang terinfeksi HIV.
e. Perlu menyertakan organisasi layanan HIV, kelompok dukungan dan LSM ke
dalam program penanggulangan HIV.
e. Menjunjung hak asasi manusia, termasuk hak hidup sehat, hak seksualitas,
privasi, konfidensialitas, informed consent dan bebas dari diskriminasi. Di
samping itu juga memenuhi kewajiban dan tanggung jawab untuk tidak
mencelakakan orang dengan cara tidak menularkan HIV.
f. Penularan HIV diperbesar oleh ketidak setaraan gender, posisi tawar,
seksualitas, pendidikan, ketidaktahuan status HIV dan tingkat ekonomi.
g. Menuntut tanggung jawab bersama dalam upaya menurunkan tingkat penularan.
Keterbukaan, informasi dan komunikasi tentang seksualitas dan hubungan seks
bisa menjadi cara untuk menurunkan penyebaran HIV lebih lanjut kepada
pasangan atau orang lain.
h. Menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan.
KONSELING GAY, WARIA, LESBIAN DAN PEKERJA SEKS
Konselor perlu mendiskusikan orientasi seksual klien dalam menurunkan risiko
penularan. Penggunaan kondom mutlak diperlukan pada setiap hubungan seksual vaginal,
anal, maupun oral. Waspadai adanya infeksi menular seksual dan diskusikan serta rujuk
untuk terapi. Infeksi dapat terjadi pada mulut, vagina, anus, penis dan mukosa/kulit
disekitarnya Pendekatan mental emosional atas hubungan seksual, relasi individu dengan
pasangannya serta keluarganya terkait beban mental sangat diperlukan karena faham dan
perilaku tidak sesuai dengan norma/kepercayaan masyarakat. Klien biasanya akan merasa :
- Perasaan bersalah, perasaan dikucilkan
- Insekuritas hubungan pasangan yang membuat klien lebih sensitif, rentan terhadap
gangguan mental emosional
- Rasa penerimaan diri dan ambiguitas, terhadap peran gender, peran hidupnya dalam
masyarakat
KONSELING HIV PADA PENGGUNA NAPZA
Dalam konseling HIV ini konselor memiliki tugas sebagai berikut :
- Mengkaji dan mendiskusikan penggunaan Napza yang memperberat terjadinya
gangguan pikiran dan perasaan dan akan menghambat kemampuan penurunan
pencegahan
- Mendiskusikan tentang interaksi silang antara Napza yang digunakan, ARV, obat
infeksi dan farmakoterapi lain yang digunakan dalam pengobatan (termasuk metadon,
buprenorfina dan obat-obat psikiatri)
- Mendiskusikan strategi pengurangan risiko dari hubungan seksual, dan penggunaan
alat suntik bersama (termasuk kapas swab, sendok, dan lainnya) terkait penggunaan
napza
- Mendiskusikan strategi penurunan penularan lewat pembuatan tato, dan penindikan
bagian tubuh.
- Mendorong klien untuk mengikuti terapi rehabilitasi Napza sesuai jenis zat yang
digunakannya, seperti terapi rumatan metadon atau buprenorfina untuk mereka yang
ketergantungan opioida, atau terapi lainnya termasuk yang berorientasi abstinensia
melalui program rehabilitasi rawat inap jangka panjang.
- Mengkaji permasalahan lain yang dialami klien, seperti gangguan kejiwaan, masalah
legal, ketiadaan dukungan keluarga/sosial, dan permasalahan lain yang dapat
menghambat adanya perubahan perilaku.
- Melakukan rujukan kepada Institusi Penerima Wajib Lapor (IPWL) baik secara
internal ataupun eksternal.
KONSELING PASANGAN
Pasangan yang dimaksud adalah suami/isteri/pasangan seksual tetap atau yang
berencana untuk melakukan hidup bersama. Secara ideal konseling ini dilakukan kepada
pasangan tersebut secara sekaligus dan bukan pada individu satu persatu. Bilamana
memungkinkan kedua individu tersebut dihadirkan dalam membicarakan masalah bersama.
Dalam situasi tidak dimungkinkan kehadiran keduanya, seperti kehadiran pasangan
mengancam dari pasangan satunya, maka konseling dapat dilakukan secara individual
terlebih dahulu kemudian dihadirkan bersama apabila situasi sudah kondusif.
2. Komunikasi dan relasi dalam keluarga, peran anggota keluarga ketika mereka
menghadapi sebuah persoalan, termasuk apabila salah satu atau lebih memiliki
status HIV positif
3. Peran dari masing-masing anggota keluarga dalam mendukung odha di keluarga
dan upaya-upaya yang dilakukan untuk meminimalisasi penularan, stigma dan
diskriminasi
4. Upaya keluarga dalam menghadapi stigma dan diskriminasi dari pihak luar (pihak
ketiga) 5. Rujukan pada profesional apabila dibutuhkan penanganan lebih lanjut.
KONSELING PADA KLIEN/ PASIEN DENGAN GANGGUAN JIWA
Yang dimaksud dengan gangguan jiwa adalah berbagai gangguan yang
dikarakteristikkan oleh beberapa kombinasi pola pikir, emosi, perilaku dan hubungan dengan
orang lain yang abnormal. Hal ini mencakup gangguan jiwa ringan seperti kecemasan,
gangguan tidur dan depresi sampai gangguan jiwa berat seperti skizofrenia, gangguan depresi
mayor, gangguan bipolar dan gangguan jiwa lainnya. Ruang lingkup yang dibahas dalam
pedoman ini adalah klien/pasien dengan gangguan jiwa ringan.Untuk gangguan jiwa berat
harus dilakukan rujukan kepada layanan psikiatri yang tersedia di wilayah masing-masing.
Hal-hal yang dapat dilakukan pada klien/pasien dengan gangguan jiwa ringan :
1. Mengkaji derajat gangguan jiwa ringan yang dialami klien/pasien atas status
HIVnya baik yang hasil positif maupun negatif
2. Mengkaji perilaku berisiko terkait kejiwaan seperti keinginan bunuh
diri/membunuh orang lain, menarik diri dari lingkungan sosial, kabur dari rumah
atau perilaku agresif
3. Mendiskusikan strategi untuk mengatasi perilaku berisiko di atas, misalnya
melakukan relaksasi, membuat buku harian, berbagi perasan dan pikiran dengan
anggota keluarga/teman dekat atau kelompok dukungan
4. Apabila dibutuhkan, memfasilitasi klien/pasien untuk mengakses farmakoterapi
sesuai dengan kondisi terkait kepada dokter.
KONSELING PADA WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN
Konseling bagi warga binaan pemasyarakatan (WBP) umumnya berjalan dalam
format konseling individual. Konseling dapat dilakukan oleh konselor atau petugas kesehatan
yang terlatih konseling. WBP pada umumnya mengalami gangguan jiwa ringan, terutama bila
kondisi lapas/rutan melebihi kapasitas atau tidak terdapat program pengembangan diri yang
berkesinambungan.
Hal-hal yang dapat dilakukan dalam konseling bagi WBP :
1. Mengkaji permasalahan yang dialami oleh WBP terkait perilaku berisiko HIV
maupun gangguan jiwa
2. Mendiskusikan strategi pengurangan risiko penularan HIV, termasuk mendorong
penerapan praktek perilaku seks dan atau penggunaan Napza yang aman apabila
yang bersangkutan aktif berhubungan seks atau menggunakan Napza
3. Mendiskusikan strategi mengatasi stres yang mungkin dialami selama berada di
lapas/rutan
i
Hal-hal yang dapat dilakukan dalam konseling paliatif dan duka cita adalah:
1. Penekanan pada mendengar aktif, terutama atas berbagai bahasa tubuh yang
ditampilkan klien.
2. Beri dukungan atas berbagai hal positif yang telah dilakukan klien selama ini.
Apabila klien terus menerus didera perasaan negatif, bimbing klien untuk
mengingat hal yang positif.
3. Akomodasi berbagai pertanyaan seputar kematian, dimana pembahasan dapat
diarahkan sesuai dengan keyakinan klien.
4. Beri dukungan klien apabila yang bersangkutan tidak memperoleh dukungan
keluarga/sosial yang cukup menjelang kematiannya. Yakinkan bahwa klien tidak
pernah sendiri di dunia ini.
KONSELING GIZI
Konseling gizi diberikan pada ODHA dan OHIDA. Konseling gizi memberikan
layanan untuk gizi dalam hidup sehat, gizi sesuai stadium penyakit, gizi pada pemakaian
ARV, dan gizi pada ODHA dengan IO. Jika diperlukan, dapat dilakukan rujukan kepada ahli
gizi.
i
Checklist Konseling Individu Metode CEA
0 1 2 3
I. Komunikasi verbal
A. Membina Sambung
Rasa
i
SKILLS LAB BLOK 2.3 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALIKUSSALEH
0 = Tidak dilakukan 1 = Dilakukan tapi tidak tepat 2 = Dilakukan secara tepat 3 = Dilakukan secara tepat &
sempurna
i
FLEBOTOMI
II. PENGANTAR
Modul ini dibuat untuk para mahasiswa untuk mencapai kemampuan tertentu didalam
pemeriksaan flebotomi dan tes Rumple leed. Dengan mempelajari modul ini
mahasiswadiharapkan akan mempunyai kemampuan seperti tersebut dalam tujuan
pembelajaran.
III. TUJUAN PEMBELAJARAN
3.1. Tujuan Pembelajaran Umum
Untuk memberikan keterampilan kepada mahasiswa dalam mempersiapkan dan
melakukan Flebotomi
2.2. Tujuan Pembelajaran Khusus
8. Mampu menerangkan kepada pasien tentang tujuan dan prosedur flebotomi
9. Mampu melakukan persiapan bahan dan alat untuk flebotomi
10. Mampu melakukan flebotomi dengan baik
IV. PENDAHULUAN TEORI
Teknik flebotomi sudah dikenal sejak zaman dahulu kala. Flebotomi berasal dari bahasa
Yunani yaitu Phlebos: vena dan Tome: insisi. Flebotomi cara kuno yaitu dengan cara
“cupping” menggunakan mangkuk khusus dengan alat hisapnya, dihisap sebelum kulit
ditoreh (dry cupping) atau setelah kulit ditoreh (wet cupping), ada juga dengan cara
penorehan vena (venesection) dan ditampung pada mangkuk, selain itu, dengan cara gigitan
lintah (Leeches biting) darah akan mengalir dan lintah dilepaskan dengan abu atau garam.
Flebotomi masa kini yaitu dengan tusukan vena (venipuncture) menggunakan jarum dan
peralatan pendukungnya atau tusukan kulit (skin puncture) menggunakan lancet atau alat lain.
Tujuan Flebotomi:
i
Jika pasien pingsan pada saat venipuncture :
Turunkan bagian kepala pasien dan diminta untuk bernafas yang dalam
Perdarahan berlebihan
Pingsan (syncope)
i
SKILLS LAB BLOK 2.3 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALIKUSSALEH
Cara Kerja
1. Terangkan pada pasien tentang tujuan flebotomi dan prosedur yang akan dilakukan,
posisi pasien bisa duduk atau berbaring
2. Siapkan alat-alat yang diperlukan uci tangan dan gunakan sarung tangan.
3. Pilih bagian yang akan dilakukan penusukan :
-Pada area antecubiti lengan
-Pengepalan tangan pasien membantu penampakan vena
-Palpasi membantu merasakan ukuran, kedalaman dan aliran vena
-Pilih vena yang besar dan tidak mudah bergerak
4. Pasang tourniquet 7,5 –10 cm di atas bagian yang akan dilakukan tusukan vena,
pemasangan harus pas :
- terlalu ketat : darah tidak keluar
-terlalu longgar: tidak efektif
-terlalu lama: (> 1 menit) hemokonsentrasi / stasis vena.
5. Bersihkan (desinfeksi) area venipuncture menggunakan kapas alkohol dengan
gerakan memutar dari tengah ke tepi, biarkan 30 detik untuk pengeringan alkohol.
Pada saat desinfeksi turniquet harus dilonggarkan dulu, kemudian dieratkan.
6. Menusukkan jarum ke dalam vena
7. -Posisi lubang jarum menghadap ke atas dengan sudut 15-30.
-Selama jarum di dalam vena usahakan gerakan seminimal mungkin
-Segera lepaskan tourniquet setelah darah mengalir, kecuali vena kolaps
-Tarik perlahan-lahan penghisap dan biarkan spuit terisi darah.
8. Lepaskan jarum perlahan-lahan dan pasang penutup jarum, segera tekan tempat
tusukan dengan kapas selama 3-5 menit, kemudian plester bagian tsb dan lepas
setelah 15 menit.
9. Pemindahan darah dari spuit ke tabung/botol :
-Lepaskan jarum dari spuit, hati-hati jangan sampai darah keluar.
-Masukkan darah ke dalam botol atau tabung secara perlahan sesuai dengan
pemeriksaan laboratorium yang dibutuhkan.
10. Buang spuit dan jarumnya ke wadah pembuangan khusus
11. Ucapkan terima kasih kepada pasien dan berikan informasi yang diperlukan :
-Kapan boleh makan kembali
-Petunjuk khusus, misalnya glukosa 2 jam PP
12. Lepaskan sarung tangan dan cuci tangan.
i
TES RUMPLE LEEDE (RL)
I. PENGANTAR
Tes Rumple Leede (RL) atau yang dikenal juga dengan Percobaan Pembendungan /
Uji Turniket adalah salah satu pemeriksaan yang dilakukan dalam bidang hematologi.
Prosedur ini diajarkan kepada mahasiswa agar mereka memahami bahwa tes RL ini
dapatdipakai untuk menguji ketahanan kapiler dan fungsi trombosit sehingga merupakan
upaya diagnostik untuk mengetahui adanya kelainan dalam proses hemostasis primer.
Sekaligus agar siswa dapat melakukan persiapan, melaksanakan serta menginterpretasikan
hasil pemeriksaan ini.
Tujuan Khusus:
i
SKILLS LAB BLOK 2.3 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALIKUSSALEH
i
SKILLS LAB BLOK 2.3 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALIKUSSALEH
1. PENGANTAR:
Pemeriksaan Laju Endap Darah (LED) adalah pemeriksaan laboratoriumuntuk
menetapkan kecepatan pengendapan sel darah di dalam plasmanya.Pemeriksaan LED ini
merupakan salah satu skills yang harus dimiliki olehmahasiswa kedokteran. Salah satu cara
pemeriksaan LED adalah caraWestergren. Pada cara ini campuran darah EDTA dengan NaCl
fisiologis denganperbandingan 4 : 1 dimasukkan dalam pipet Westergren, kemudian
dibiarkanselama 1 jam dan dibaca tinggi plasma dalam mm/jam.
i
SKILLS LAB BLOK 2.3 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALIKUSSALEH
Tahapan :
1. Terbentuknya Rouleaux
2. Fase pengendapan cepat
3. Fase pengendapan lambat (pemadatan)
Cara kerja
- Isap NaCl fisiologis dengan pipet Westergreen sampai tanda 150,masukkan ke dalam botol
yang kering dan bersih
- Isap darah EDTA sampai tanda 0, campurkan dengan NaCl fisiologis yangsudah dipipet
sebelumnya
- Isap campuran tersebut sampai tanda 0, letakkan pada rak standar dalamkeadaan tegak lurus
- Tunggu selama 1 jam
- Baca tinggi plasma dalam mm/jam
Kesalahan yang mungkin timbul pada ketrampilan tersebut :
- Tidak tepat perbandingan darah dengan NaCl fisiologis
- Tidak tepat menghisap campuran pada tanda 0
- Pipet Westergreen tidak tegak lurus
V. EVALUASI
a. Cara penilaian dengan menggunakan checklist
b. Yang dinilai :
- Mengisap NaCl fisiologis dengan pipet Westergreen sampai tanda150
- Mengisap darah dengan pipet Westergreen sampai tanda 0 danmencampurkannya dengan
NaCl
- Mengisap campuran sampai tanda 0
- Meletakkan pipet westergreen pada rak dengan tegak lurus
- Membiarkan selama 1 jam dan membaca hasil
- Menginterpretasikan hasil
i
LEMBARAN PENILAIAN BLOK 3.3 (HEMATOLOMFOPOIETIK)
PEMERIKSAAN LAJU ENDAP DARAH
Nama :
NIM :
Kelompok :
i
PEMBUATAN SEDIAAN APUS DARAH TEPI
1. PENGANTAR:
Pembuatan Sediaan apus Darah Tepi adalah salah satu tekniklaboratorium yang akan
digunakan untuk hitung jenis leukosit dan evaluasisediaan apus darah tepi. Pembuatan
sediaan apus darah tepi ini merupakan salah satu skillsyang harus dimiliki oleh mahasiswa
kedokteran.
Cara kerja:
Teteskan setetes kecil darah (garis tengah tidak melebihi 2 mm) kira-kira 1cm dari
ujung kaca objek dan letakkanlah kaca itu di atas meja dengan tetes darah
disebelah kanan
Dengan tangan kanan letakkan kaca objek lain di sebelah kiri tetes darahdengan
sudut 30° - 45°, kemudian geser ke arah tetesan darah
Biarkan darah menyebar sampai ke pinggir kaca objek, kemudian langsungdidorong
sehingga terbentuk hapusan yang baik
Biarkan kering diudara, kemudian fiksasi dengan methanol selama 5 menit
Buang sisa methanol yang masih ada, teteskan Giemsa hingga menutupiseluruh
sediaan dan biarkan selama 20 menit
Cuci dengan air yang mengalir pelan, biarkan kering dengan udara
- Kualitas sediaan hapus kurang baik seperti terlalu tebal, berlobang atau adatumpukan zat
warna
V. EVALUASI
b. Yang dinilai :
2. Meletakkan kaca objek lain di sebelah kiri tetes darah dengan sudut 30°-45°, kemudian
geser ke arah tetesan darah
3. Membiarkan darah menyebar sampai ke pinggir kaca objek, kemudian langsung didorong
sehingga terbentuk hapusan yang baik
Nama :
No. BP :
Kelompok :