Anda di halaman 1dari 147

PENUNTUN

KETRAMPILAN KLINIK 5
TAHUN AKADEMIK 2017/2018

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MALIKUSSALEH
TAHUN AKADEMIK 2017/2018

I. SERI KETERAMPILAN LABORATORIUM:


PEMERIKSAAN GENETALIA MASKULIN
PEMERIKSAAN SWAB URETRA, DAN DIP SLIDE(KULTUR URINE)
PEMERIKSAAN MIKROSKOPIS DAN MAKROSKOPIS URINE
TES KEHAMILAN
FLEBOTOMI DAN TEST RUMPLE LEED
PEMERIKSAAN GOLONGAN DARAH DAN INDIKASI DAN JENIS TRANSFUSI
PEMERIKSAAN LED,PEMBUATAN SEDIAAN HAPUS DARAH TEPI

II. SERI KETERAMPILAN KOMUNIKASI:


KONSELING : KONTRASEPSI DAN LAKTASI
ANAMNESE DAN KONSELING DEF BESI, THALASEMI DAN HIV

III. SERI KETERAMPILAN PROSEDURAL:


PENILAIAN HASIL PEMERIKSAAN SEMEN
PROSES PERSALINAN NORMAL PEMERIKSAAN PASCA
MELAHIRKAN NORMAL

IV. SERI KETERAMPILAN PEMERIKSAAN FISIK:


PEMERIKSAAN KEHAMILAN

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MALIKUSSALEH
LHOKSEUMAWE

i
Tim penyusun buku panduan
Ketrampilan Klinik V

Koordinator : dr. Muhammad Sayuti, Sp. B (K) BD


Wakil : dr. Nur Fardian, M.Gizi
Anggota : dr. Mardiati, M. Ked (Ped)., Sp.A
dr. Meutia Kamalat Shah

i
Buku Panduan Ketrampilan Klinik V

Dekan Koordinator

Dr. dr. Rajuddin, Sp.OG.,KFER dr. Muhammad Sayuti, Sp. B (K) BD


NIP. 196012271988031001 NIP. 19

3
KATA PENGANTAR

Assalamu'alaikum Wr. Wb.

Alhamdulillahirabbil ‘alamin, segenap puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Allah
SWT atas tersusunnya Buku Panduan Ketrampilan Klinik V tahun akademik 2017/2018.
Panduan ini digunakan sebagai acuan bagi instruktur dan mahasiswa dalam melaksanakan
aktivitas pembelajaran ketrampilan klinik di Semester Ganjil sesuai dengan jadwal kegiatan
akademik yang terdapat didalamnya, disertai dengan borang penilaian atas ketrampilan yang
diujikan. Di dalam panduan ini terdapat 4 judul ketrampilan klinik yag terdiri dari 1 seri
ketrampilan pemeriksaan fisik dan 3 seri ketrampilan laboratorik yang diharapkan dapat
tercapainya ketrampilan mahasiswa yang diharapkan sesuai dengan SKDI.
Terima kasih, kami sampaikan kepada tim yang telah menyusun buku panduan inidan
para kontributor. Akhir kata, semoga panduan ini bermanfaat dan dapat dipedomani
agaraktivitas pembelajaran blok berjalan dengan baik. Kami juga menyadari
bahwakemungkinan masih ada kekurangan dalam penyusunan, oleh karena itu kritik dan
saranyang membangun sangat kami perlukan.

Wassalamu'alaikum Wr. Wb.

Lhokseumawe, Juli 2017

Tim Penyusun

i
SKILLS LAB BLOK 2.3 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALIKUSSALEH

DAFTAR ISI

Halaman

Tim penyusun buku panduan Ketrampilan Klinik V i

Halaman pengesahan ii

Kata pengantar iii

Daftar isi iv
I. SERI KETERAMPILAN LABORATORIUM:
Pemeriksaan Genetalia Maskulin…………………………………………………………..
Pemeriksaan SWAB Uretra, dan DIP Slide (kultur urine)
Pemeriksaan Mikroskopis dan Makroskopis Urine
Tes Kehamilan
Flebotomi dan test Rumple Leed
Pemeriksaan golongan darah dan indikasi dan jenis trasfusi
Pemeriksaan Led,pembuatan sediaan hapus darah tepi

II. SERI KETERAMPILAN KOMUNIKASI:


KONSELING : Kontrasepsi dan Laktasi
Anamnese dan konseling Def Besi,Thalasemia dan HIV

III. SERI KETERAMPILAN PROSEDURAL:


Penilaian hasil pemeriksaan Semen
Proses persalinan normal pasca melahirkan normal

IV. SERI KETERAMPILAN PEMERIKSAAN FISIK:


Pemeriksaan Kehamilan

GANGGUAN KARDIOVASKULAR 2016/2017 5


SKILLS LAB BLOK 2.3 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALIKUSSALEH

1. PEMERIKSAAN GENITALIA EKSTERNA PRIA

GANGGUAN KARDIOVASKULAR 2016/2017 6


SKILLS LAB BLOK 2.3 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALIKUSSALEH

PEMERIKSAAN GENITALIA MASKULIN

Setelah menjalani ketrampilan klinik pemeriksaan fisik genitalia pada pria, mahasiswa
diharapkan mampu :
1. Melakukan pemeriksaan fisik genitalia pria dengan benar
2. Melakukan pemeriksaan prostat dengan benar
Pemeriksaan fisik genitalia termasuk prosedur rutin yang harus dikerjakan pada
penderita dengan indikasi kelainan genitalia dan traktus urinarius segmen distal. Sedangkan
pemeriksaan prostat pada laki-laki dilakukan dengan cara rectal touche. Dengan mempelajari
modul ini mahasiswa diharapkan akan mempunyai kemampuan seperti tersebut dalam tujuan
pembelajaran.

Pemeriksaan Fisik Genitalia Pria

Inspeksi dan palpasi selalu digunakan untuk menilai kelainan genitalia pria dan
traktus urinarius segmen distal. Pemeriksaan meliputi : penis (kelainan pada meatus urethra,
korpus penis, dan glans penis), skrotum (kelainan pada skrotum, testis, epididimis, dan vas
deferens). (Turner R, Hatton C, Blackwood R. ; 2003)
Penis dibentuk oleh dua jaringan erektil di bagian dorsal, corpus cavernosa penis dan
satu jaringan erektil yang lebih kecil di bagian ventral, corpus spongiosum penis dimana
didalamnya dilewati oleh urethra.Jaringan ikat yang tebal membungkus ketiga jaringan
erektil tadi sehingga membentuk sebuah silinder.Pada bagian distal korpus penis
membentuk glans penis yang dilalui oleh meatus urethra.Perbatasan antara glans dan korpus,
terdapat retroglandular sulcus atau yang biasa disebut corona glandis.Lapisan
kulit, preputium/foreskin menutupi glans penis.Di bagian ventral terdapat frenulum, lipatan
preputium yang membentang dari meatus uretrhra menuju corona. (Burns EA, Korn K,
Whyte J, Thomas J, Monaghan T. 2011)
Skrotum merupakan kantung yang dibentuk oleh lapisan yang tipis, kulit yang
berkerut-kerut (rugous skin) yang menutupi lapisan tebal, tunica dartos yang terdiri dari serat-
serat otot polos dan fascia. Skrotum menggantung pada pangkal penis, dimana bagian kiri
lebih rendah dibanding yang kanan karena pada skrotum yang kiri funiculus
spermaticus lebih panjang. Kulit skrotum terbagi dua olehmedian raphe yang memanjang dari
bagian ventral korpus penis, melewati pertengahan skrotum sampai ke anus. Dibagian dalam,
kedua skrotum dipisahkan oleh septal fold dari tunica dartos. Masing-masing skrotum berisi
testis, epididimis dan funiculus spermaticus. Kulit skrotum hiperpigmentasi dan mengandung
banyak folikel sebasea yang dapat menyebabkan timbulnya kista. Kelenturan otot dartos
menentukan ukuran skrotum; paparan suhu eksternal yang dingin menyebabkan skrotum
mengecil, sebaliknya sensasi hangat akan merelaksasikan otot dan memperbesar ukuran
skrotum. (Burns EA, Korn K, Whyte J, Thomas J, Monaghan T. 2011)

GANGGUAN KARDIOVASKULAR 2016/2017 7


SKILLS LAB BLOK 2.3 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALIKUSSALEH

I. TUJUAN PEMBELAJARAN
1.1. Tujuan Pembelajaran Umum
Mahasiswa mampu untuk mempersiapkan pasien untuk pemeriksaan fisik
genitaliaeksterna pria dan melakukan keterampilan pemeriksaannya
1.2. Tujuan Pembelajaran Khusus
1. Menginformasikan kepada pasien tentang tujuan dari pemeriksaan
2. Menginformasikan kepada pasien agar melakukan apa yang diinstruksikan
olehpemeriksa
3. Mempersiapkan pasien tidur telentang
4. Berdiri di samping kanan pasien
5. Menyuruh pasien membuka pakaian yang menutupi genitalianya
6. Menyuruh pasien agar rileks dan mengajak pasien berbicara.
7. Melakukan pemeriksaan inspeksi pada alat genitalia pria

ALAT DAN BAHAN


1. Sarung tangan
2. Pelumas
3. Sabun dan air bersih
4. Handuk bersih dan kering
5. Larutan antiseptik
6. Senter

PROSEDUR TINDAKAN/PELAKSANAAN

Persiapan alat dan bahan


1. Persetujuan pemeriksaan
2. Jelaskan tentang prosedur pemeriksaan
3. Jelaskan tentang tujuan pemeriksaan
4. Jelaskan bahwa proses pemeriksaan mungkin akan menimbulkan perasaan khawatir/
kurang menyenangkan tetapi pemeriksa berusaha menghindarkan hal tersebut.
5. Pastikan bahwa pasien telah mengerti prosedur dan tujuan pemeriksaan.
6. Mintakan persetujuan lisan untuk melakukan pemeriksaan.

Pemeriksaan Genitalia

Posisi pasien berdiri atau duduk sedemikian rupa sehingga penis dan skrotum pada posisi
bebas. (DeGowin RL, Donald D Brown.2000)
1. Pemeriksaan Penis
- Pakai sarung tangan (handscoen) steril
- Lakukanlah inspeksi penis, perhatikan apakah terdapat kelainan sbb :

GANGGUAN KARDIOVASKULAR 2016/2017 8


SKILLS LAB BLOK 2.3 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALIKUSSALEH

 Edema, biasanya terjadi pada pasien dengan edema anasarka karena


berbagai sebab. Inflamasi atau obstruksi vena-vena sekitar penis dapat
menyebabkan edema lokal.
 Kontusio
 Fraktur corpus. Fraktur dan kontusio memberikan tanda
pembengkakan, namun sulit dibedakan bila tidak dilakukan
pembedahan.
 Ulkus penis. Dapat berupa syphilitic chancre, chancroid,
lymphogranuloma venereum, herpes progenitalis, dan behcet syndrome
- Mintalah penderita membuka preputium, perhatikan apakah terdapat phimosis,
paraphimosis, hipospadia, epispadia.
- Palpasi sepanjang korpus penis, pada bagian ventral, sepanjang corpus
spongiosum dari penoskrotal junction menuju meatus, pada bagian middorsal,
diatas septum interkorporeal, pada bagian lateral, diatas kedua korpus
kavernosum, rasakan adanya nodul dan plak. (De Jong W.1997)
 Tekan glans penis anteroposterior menggunakan ibu jari dan telunjuk
untuk membuka dan memeriksa urethra terminal.
 Tampunglah menggunakan wadah specimen apabila terdapat discharge
yang keluar dari urethra untuk pemeriksaan laboratorium.
2.Pemeriksaan Skrotum
- Pakai sarung tangan (handscoen) steril
- Regangkan kulit skrotum diantara jari-jari untuk menilai dinding skrotum
- Inspeksi skrotum, perhatikan apakah terdapat edema, kista, hematoma,
laserasi, dan ulkus.
- Lakukan transiluminasi untuk menyingkirkan kemungkinan adanya hernia
skrotalis, dan untuk menilai isi skrotum.
- Bandingkan kedua testis secara simultan dengan palpasi keduanya
menggunakan ibu jari dan telunjuk. Bedakan ukuran, bentuk, konsistensi dan
sensitivitas terhadap tekanan.
- Lokalisasi epididimis dengan palpasi testis secara perlahan, temukan bagian
bergerigi dan nodul lembut dimulai dari pole atas testis menerus ke pole
bawah, umumnya epididimis berada dibelakang testis. Bandingkan kedua
epididimis berdasarkan komponen kepala, badan dan ekornya. Nilailah apakah
terdapat tumor dan nyeri tekan.
- Bandingkan kedua funiculus spermaticus secara simultan dengan palpasi pada
leher skrotum. Vas deferens normal teraba seperti tali cambuk yang keras dan
dapat dibedakan dengan struktur lainnya seperti saraf, arteri, dan serat
m.kremaster. Nilailah apakah funikulus positif, adakah massa dan nyeri tekan.
- Menilai refleks bulbokavernosus dengan melihat kontraksi sfingter anus dalam
menanggapi remasan glans atau stimulasi listrik pada glans penis. Refleks ini
melibatkan akar saraf vertebra S-1, S-2, dan S-3. Pengukuran refleks
bulbokavernosus digunakan secara luas untuk mendiagnosis gangguan
neurogenic yang mendasari disfungsi ereksi. Sebuah refleks bulbokavernosus

GANGGUAN KARDIOVASKULAR 2016/2017 9


SKILLS LAB BLOK 2.3 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALIKUSSALEH

laten (yaitu lebih dari 45 msec) atau ketiadaan respon dianggap sebagai tanda
penyakit neurologis. (Turner R, Hatton C, Blackwood R. ; 2003)

3. Pemeriksaan khusus :
 Prostat : Menilai ketiga lobus prostat, fisura mediana, permukaan prostat (halus
atau bernodul), konsistensi (elastis, keras, lembut, fluktuan), bentuk (bulat, datar),
ukuran (normal, hyperplasia, atropi), sensitivitas dan mobilitas. (Hamilton
Bailey : 1992, rev.2008)
Palpasi Prostat:
 Waktu melakukan palpasi prostat, buli-buli harus kosong.
 Dilakukan pada posisi knee-elbow posisi atau left lateral posisi.
 Gunakan telunjuk yang telah diberi pelicin dan masukan perlahan ke anus.
 Perabaan prostat normalnya kenyal dan elastis. Teraba lobus medial yang
dibatasi oleh sulkus medial. Telusuri sulkus kebawah maka akan teraba
bagian yang lunak berarti kita telah sampai pada pool bawah prostat
sampai pada uretra membranous, yang pada masing-masing sisinya kadang
teraba kelenjer bulbouretra (Cowper), sedangkan bila kita telusuri keatas
teraba pool atas prostat dan vesikula seminalis.
Keadaan yang akan ditemukan:
 Dalam keadaaan normal vesikula seminalis ini tidak teraba.
 Dalam keadaan prostatitis kronis, prostat teraba membesar, agak panas dan
nyeri tekan.
 Pada keganasan prostat yang asimptomatik yang lokasinya pada lobus
lateral yang dalam dan lobus medius tidak dapat diraba melalui rectal. Bila
terletak pada permukaan kapsul teraba nodul, konsistensi keras, dalam
keadaan lanjut prostat irreguler, sulkus medianus obliterasi dan kadang
ukuran prostat membesar.
4. Setelah pemeriksaan selesai, lepas handscoen, bantu pasien mengembalikan posisinya
5. Dokumentasi hasil pemeriksaan

REFERENSI :

1. Burns EA, Korn K, Whyte J, Thomas J, Monaghan T. 2011, Oxford American Handbook
of Clinical Examination and Practical Skills. New York: Oxford University Press.
2. Turner R, Hatton C, Blackwood R. ; 2003, Lecture notes on Clinical Skills. 4th ed.
Malden: Blackwell Science.
3. Hamilton Bailey : 1992, rev.2008 : ELBS: Great Britain; Demonstration of Phisical
Signs in Clinical Surgery Ed 17.
4. DeGowin RL, Donald D Brown.2000. Diagnostic Examination. McGraw Hill.USA.
5. De Jong W.1997. Buku Ajar Ilmu Bedah.EGC. Jakarta.

GANGGUAN KARDIOVASKULAR 2016/2017 10


SKILLS LAB BLOK 2.3 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALIKUSSALEH

LEMBARAN PENILAIAN SKILL LAB BLOK 3.1


PEMERIKSAAN GENETALIA LAKI-LAKI

PEMERIKSAAN FISIK GENETALIA LAKI-LAKI


NO. LANGKAH / KEGIATAN NILAI
MEDICAL CONSENT 0 1 2 3
1. Sapalah klien atau keluarganya dengan ramah dan persilahkan
duduk. Perkenalkan diri anda, serta tanyakan keadaannya
2. Berikan informasi umum pada klien atau keluarganya tentang
pemeriksaan fisik yang akan dilakukan, tujuan dan manfaatnya
untuk klien
3. Berikan jaminan pada klien atau keluarganya tentang
kerahasian hasil pemeriksaan fisik yang dilakukan
4. Jelaskan pada klien tentang hak klien atau keluarganya
misalnya tentang hak untuk menolak pemeriksaan fisik
5. Mintalah persetujuan klien untuk pemeriksaan fisik
PERSIAPAN ALAT 0 1 2 3
6. Pasien dipersilakan buang air kecil lalu berbaring di tempat
tidur pemeriksaan
7. Periksa dan letakkan semua alat yang diperlukan pada
tempatnya
8. Pemeriksaan dilakukan di ruangan yang tenang dan cahaya
yang cukup terang. Perawat sebaiknya mendamping dokter
selama pemeriksaan. Pada anak-anak sebaiknya pemeriksa
bersikap informal agar anak tidak merasa tegang
PERSIAPAN DIRI 0 1 2 3
9. Lakukan cuci tangan rutin kemudian menggosok kedua tangan
untuk menghangatkan tangan
10. Pakaian klien sebaiknya dibuka sesuai dengan bagian tubuh
yang akan diperiksa
11. Pasanglah sarung tangan steril (bila diperlukan)
12. Pemeriksa berdiri di samping kanan pasien
PEMERIKSAAN GENITALIA EKSTERNA LAKI-LAKI
1. PENIS 0 1 2 3
a. Inspeksi :
13. Perhatikan dari ujung penis sampai pangkal

14. Apakah sudah disirkumsisi atau belum.

15. Bila belum disirkumsisi perhatikan:


- Preputium : preputium terlalu panjang (hipospadia)→
Redundant prepuce
- Orificium kecil dan konstriksi ketat hingga preputium tidak
dapat ditarik ke belakang melewati glans penis→ phymosis
- Preputium yg phymosis kalau dipaksa ditarik ke belakang
corona glandis dan tidak segera direposisi
kembali→paraphymosis
16. Bila sudah disirkumsisi, perhatikan :

GANGGUAN KARDIOVASKULAR 2016/2017 11


SKILLS LAB BLOK 2.3 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALIKUSSALEH

- Glans penis : periksa apakah ada Herpes progenitalis


(Virus Herpes tipe 2) atau radang glans penis (balanitis)
- Meatus uretra
a) irritasi khronis pada meatus → Erythro-plasma of
Queyrat
b) Condyloma acuminata = verruca acuminate
c) Urethral discharge, cairan yang keluar dari meatus
urethra : nanah (urethritis), darah (ruptura urethra,
corpus alienum, batu, tumor urethra)
- Sulcus coronarius :
Chancroid ( infeksi basil Ducrey ), scar (sifilis primer),
tumor (ca. penis), Condylomata acuminate
- Letak meatus uretra :
 Hipospadia ada 3 tipe :
 glandular (meatus uretra pada corona glandis),
 penile (meatus pada batang penis sampai
penoskrotalis),
 perineal (meatus pada perineum hingga penis terlipat
sama sekali membelah skrotum)
 Epispadia (meatus urethra terletak di dorsum penis),
 Fistel urethra akibat periurethritis atau trauma,
 Hypoplasia of the penis (micro penis) (penis yang tidak
berkembang, tetap kecil)
 Curvatura penis : hypospadia penis akan bengkok kearah
ventral.
Masukkanlah lidi kapas basah ketiga ke dalam urethra sampai
sedalam kira-kira 2 – 3 cm sambil diputar searah jarum jam.
b.Palpasi : raba seluruh penis mulai dari preputium, glans dan batang penis serta urethra :
17. a) Phymosis teraba massa lunak atau keras dibawah
preputium pada glans penis atau sulcus caronarius
b) Uretra spt tali dan pancaran kencing kurang → striktur
uretra
c) Teraba batu pada fossa navicularis glandis dan peno-
scrotalis
2. SKROTUM & ISINYA 0 1 2 3
b. Inspeksi :
18. Normal : kanan lebih tinggi dari kiri
19. Cari : abses, fistel, edema, gangren (skrotum tegang,
kemerahan nyeri, panas, mengkilap, hilang rasa, basah →
gangren, ca skrotum
20. Pembesaran skrotum :
 orchitis/epididimitis: nyeri dgn tanda radang, skrotum
edema, merah
 Ca testis : skrotum besar berbenjol, tidak ada tanda radang
dan tidak nyeri
 Hydrocele testicularis : skrotum besar dan rata, tidak
berbenjol
 Hydrocele funicularis : sisi yg hidrocele ada 2 biji, jadi
terlihat 3 benjolan dengan testis sebelahnya

GANGGUAN KARDIOVASKULAR 2016/2017 12


SKILLS LAB BLOK 2.3 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALIKUSSALEH

 Hernia Inguinalis : usus dapat masuk atau didorong masuk


ke dalam rongga abdomen ketika berbaring
 Varicocele : gambaran kebiruan menonjol dan berkelok-
kelok sepanjang skrotum, menghilang bila berbaring
 Hematocele : perdarahan akibat trauma, skrotum bengkak
kebiruan, ada bekas trauma
 Torsi testis : testis yang terpuntir lebih tinggi dari yg
normal (Deming's sign) dan posisi lebih horisontal dari
yang normal (Angell's sign)
c. Palpasi :Raba jumlah testis, monorchidism/anorchidism, kriptokismus uni/bilateral.
Membandingkan kedua testis secara simultan dengan palpasi keduanya
menggunakan ibu jari dan telunjuk.
Menilai ukuran, bentuk, konsistensi dan sensitivitas terhadap tekanan.
21.  Testis teraba keras sekali,tidak nyeri tekan → seminoma
 Hydrocele → testis tidak teraba, fluktuasi, tes
transluminasi (+)
 Hernia skrotalis → teraba usus/massa dari skrotum sampai
kanalis inguinalis
 Varicocele → seperti meraba cacing dalam kantung (bag
of worm)
 Torsio testis → teraba horisontal dan nyeri, diangkat ke
atas lewat sympisis os pubis nyeri tetap/bertambah
(Prehn's sign)
 Vas deferens teraba seperti benang besar dan keras dalam
skrotum. Tidak teraba → agenesis vas deferens; TBC →
teraba seperti tasbih
22. Melakukan transiluminasi untuk menyingkirkan kemungkinan
adanya hernia skrotalis, dan untuk menilai isi skrotum
23. Melokalisasi epididimis dengan palpasi testis secara perlahan,
temukan bagian bergerigi dan nodul lembut dimulai dari pole
atas testis menerus ke pole bawah, membandingkan kedua
epididimis berdasarkan komponen kepala, badan dan ekornya.
Menilai apakah terdapat tumor dan nyeri tekan
24. Membandingkan kedua funiculus spermaticus secara simultan
dengan palpasi pada leher skrotum. Vas deferens normal teraba
seperti tali cambuk yang keras dan dapat dibedakan dengan
struktur lainnya seperti saraf, arteri, dan serat m.kremaster.
Menilai apakah funikulus positif, adakah massa dan nyeri
tekan.
25. Menilai reflex bulbokavernosus dengan melihat kontraksi
sfingter anus dalam menanggapi remasan glans atau stimulasi
listrik pada glans penis
26. Prostat : Menilai ketiga lobus prostate, fisura mediana,
permukaan prostate (halus atau bernodul), konsistensi (elastis,
keras, lembut, fluktuan), bentuk (bulat, datar), ukuran normal,
hyperplasia, atropi), sensitivitas dan mobilitas
27. Pemeriksaan selesai, melepas handscoen dan membantu pasien
merapikan kembali posisinya
28. Dokumentasi
TOTAL

GANGGUAN KARDIOVASKULAR 2016/2017 13


SKILLS LAB BLOK 2.3 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALIKUSSALEH

Keterangan :

0 = Tidak dilakukan sama sekali


1 = Dilakukan dengan banyak perbaikan
2 = Dilakukan dengan sedikit perbaikan
3 = Dilakukan dengan sempurna

GANGGUAN KARDIOVASKULAR 2016/2017 14


SKILLS LAB BLOK 2.3 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALIKUSSALEH

2. PEMERIKSAAN SWAB URETRA DAN METODE DIP SLIDE (KULTUR URINE)

GANGGUAN KARDIOVASKULAR 2016/2017 15


SKILLS LAB BLOK 2.3 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALIKUSSALEH

SWAB SEKRET URETHRA

TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM (TIU)


Mahasiswa mampu melakukan pengambilan sekret urethra (swab urethra) secara baik, benar
dan efisien.

TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS (TIK)


Setelah melakukan latihan keterampilan ini, mahasiswa :
1. Dapat melakukan persiapan alat/bahan dengan benar
2. Dapat memberikan penjelasan pada penderita atau keluarganya tentang apa yang
akan dilakukan, alat yang dipakai, bagaimana melakukan, apa manfaatnya, serta
jaminan atas aspek keamananan dan kerahasiaan data penderita.
3. Dapat menjelaskan kepada penderita atau keluarganya tentang hak-hak penderita,
misalnya tentang hak penderita untuk menolak tindakan yang akan dilakukan tanpa
kehilangan hak untuk mendapat pelayanan.
4. Dapat melakukan cuci tangan biasa dan asepsis dengan benar
5. Dapat memasang sarung tangan steril dengan benar, dan melepaskannya setelah
pekerjaan selesai.
6. Dapat melakukan pengambilan sekret urethra dengan benar

PERSIAPAN ALAT DAN BAHAN


- Air mengalir - 5 ml NaCl fisiologis steril dalam tabung reaksi
- Sabun cair - Kapas lidi steril (3-4 btg)
- Larutan antiseptik - Kapas dgn alkohol 70%
- Lap kering, handuk kecil atau tissue - Kaca benda
- Lampu spiritus/bunsen - Stuart medium
- Sarung tangan steril - Tempat sampah medis
- Baskom berisi larutan khlorin 0,5% - Tempat sampah non-medis

INDIKASI
Dugaan menderita urethritis atau prostatitis

ACUAN
Informed Consent
Tujuan pengambilan Specimen (bahan pemeriksaan):
- Untuk mengetahui penyebab penyakit dengan tepat sehingga dapat diberikan
pengobatan yang tepat pula.
- Semua dilakukan secara steril (bebas hama) dan memakai alat yang juga steril.
- Tangan petugas dicuci secara asepsis dan memakai sarung tangan yang steril.
- Alat dan bahan yang dipakai, kapas lidi, air garam fisiologis, semuanya steril.

Cara pengambilan :

GANGGUAN KARDIOVASKULAR 2016/2017 16


SKILLS LAB BLOK 2.3 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALIKUSSALEH

Bagian distal urethra dibersihkan sebelum pengambilan specimen, karena bagian


tersebut tidak bebas hama & biasanya mengandung mikroba yang sama dengan yang
ditemukan pada daerah glans penis.
Alat yang dipakai (kapas lidi)/ swab tidak boleh disterilkan dengan memakai cara
kimiawi, karena residu bahan kimia dapat mematikan mikroorganisme, sehingga bisa
didapatkan hasil yang negatif palsu.Khusus bahan pemeriksaan untuk biakan
Chlamydia trachomatis, kapas lidi harus sedikit ditekan sambil diputar pada mukosa
urethra. (Gandasoebrata, R. 1986)

LANGKAH / KEGIATAN :
A. MENYIAPKAN PENDERITA
1. Sapalah klien atau keluarganya dengan ramah dan perkenalkan diri anda, serta
tanyakan keadaannya. Klien dipersilakan duduk.
2. Berikan informasi umum pada klien atau keluarganya tentang pengambilan darah,
tujuan dan manfaat untuk keadaan klien.
3. Berikan jaminan pada klien atau keluarganya tentang keamanan atas tindakan
yang anda lakukan
4. Berikan jaminan pada klien atau keluarganya tentang kerahasiaan yang diperlukan
klien
5. Jelaskan pada klien tentang hak-hak klien atau keluarganya, misalnya tentang hak
untuk menolak tindakan pengambilan secret urethra tanpa kehilangan hak akan
pelayanan lain.
6. Mintalah kesediaan klien untuk pengambilan sekret urethra

B. MENYIAPKAN ALAT DAN BAHAN YANG AKAN DIPAKAI


1. Letakkan semua alat dan bahan yang diperlukan di tempatnya yang mudah
dicapai..
2. Bersihkanlah kaca benda yang akan dipakai dengan kapas alkohol dan sterilkan
dengan meliwatkan kaca benda tersebut pada nyala api.
3. Tulislah identitas penderita dengan spidol permanen pada bagian kaca benda
tersebut: nama atau nomor register penderita.
4. Letakkan kaca benda tersebut mendatar di atas meja.
5. Letakkan kaca benda tersebut mendatar di atas meja.

C. MENYIAPKAN DIRI UNTUK PENGAMBILAN SPECIMEN


1. Lakukanlah cuci tangan cuci tangan rutin.
2. Pakailah sarung tangan steril.
3. Berdirilah disebelahh kanan penderita.

D. MENGAMBIL SEKRET URETHRA


1. Pasien diminta melepaskan celana yang menutupi bagian organ genitalnya dan
diminta untuk tidur tertelentang.
2. Bila pasien tidak disirkumsisi, tariklah preputium kearah pangkal.
3. Degan pincet, bersihkanlah glans penis dan ..........dengan kain kasa steril yang
dibasahi air garam fisiologis steril. Buanglah kain kasa bekas pakai ini ke dalam
tempat sampah medis. Pincet yang telah dipakai diamsukkan ke dalam baskom
yang berisi chlorin 0,5%.

GANGGUAN KARDIOVASKULAR 2016/2017 17


SKILLS LAB BLOK 2.3 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALIKUSSALEH

4. Masukkanlah kapas lidi yang telah dibasahi NaCl fisiologis sterilsedalam kira-kira
1 cm sambil diputar untuk membersihkan orificium urthrae ecterna dan bagian
distal dari urethra. Buanglah kapas lidi ini ke tempat sampah medis
5. Pelan-pelan masukkanlah kapas lidi kedua yang dibasahi air garam fisiologis
steril, kedalam urethra sampai sedalam kira-kira 2 - 3 cm sambil diputar searah
jarum jam, kemudian sambil memutar, tarik kapas lidi tersebut pelan-pelan keluar.
6. Sapukanlah melingkar kapas lidi ini pada bagian tengah permukaan satu kaca
benda bersih yang telah disiapkan. Biarkan terletak di meja sampai mengering.
7. Buanglah kapas lidi kedua ini ke dalam tempat sampah medis.
8. Masukkanlah lidi kapas basah ketiga ke dalam urethra sampai sedalam kira-kira
2 – 3 cm sambil diputar searah jarum jam.
9. Masukkanlah hapusan kapas lidi ketiga ini ke dalam medium transport hingga
seluruh bagian kapas terbenam dalam medium. Kemudian patahkanlah lidi
tersebut dengan cara membakanya pada api bunzen
10. Tutuplah botol médium transport dengan rapat dan disegel
11. Berikanlah label yang berisi data penderita pada botol médium tersebut
12. Fiksasilah preparat hapus tadi setelah kering.

E. SETELAH PENGAMBILAN SPESIMEN SELESAI


1. Masukkan tangan yang masih bersarung tangan ke dalam baskom berisi larutan
khlorin 0,5%, gosokkan kedua tangan untuk membersihkan bercak-bercak sekret
urethra yang mungkin menempel pada sarung tangan.
2. Lepaskanlah kedua sarung tangan dan buanglah ke dalam tempats ampah medis
3. Cucilah kedua tangan secara asepsis.

GANGGUAN KARDIOVASKULAR 2016/2017 18


SKILLS LAB BLOK 2.3 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALIKUSSALEH

LEMBARAN PENILAIAN SKILL LAB BLOK 3.1


PEMERIKSAAN SWAB SEKRET URETHRA

SWAB SEKRET URETHRA


NO. LANGKAH / KEGIATAN NILAI
MENYIAPKAN PENDERITA 0 1 2 3
1. Sapalah klien atau keluarganya dengan ramah dan perkenalkan
diri anda, serta tanyakan keadaannya. Klien dipersilakan
duduk.
2. Berikan informasi umum pada klien atau keluarganya tentang
pengambilan darah, tujuan dan manfaat untuk keadaan
klien.
3. Berikan jaminan pada klien atau keluarganya tentang
keamanan atas tindakan yang anda lakukan
4. Berikan jaminan pada klien atau keluarganya tentang
kerahasiaan yang diperlukan klien
5. Jelaskan pada klien tentang hak-hak klien atau keluarganya,
misalnya tentang hak untuk menolak tindakan pengambilan
secret urethra tanpa kehilangan hak akan pelayanan lain.
6. Mintalah kesediaan klien untuk pengambilan sekret urethra
MENYIAPKAN ALAT DAN BAHAN YANG AKAN DIPAKAI 0 1 2 3
7. Letakkan semua alat dan bahan yang diperlukan di tempatnya
yang mudah dicapai.
8. Bersihkanlah kaca benda yang akan dipakai dengan kapas
alkohol dan sterilkan dengan meliwatkan kaca benda tersebut
pada nyala api.
9. Tulislah identitas penderita dengan spidol permanen pada
bagian kaca benda tersebut: nama atau nomor register
penderita.
10. Letakkan kaca benda tersebut mendatar di atas meja.
MENYIAPKAN DIRI UNTUK PENGAMBILAN SPECIMEN 0 1 2 3
11. Lakukanlah cuci tangan cuci tangan rutin.
12. Pakailah sarung tangan steril
13. Berdirilah disebelahh kanan penderita
MENGAMBIL SEKRET URETHRA 0 1 2 3
14. Pasien diminta melepaskan celana yang menutupi bagian
organ genitalnya dan diminta untuk tidur tertelentang.
15. Bila pasien tidak disirkumsisi, tariklah preputium kearah
pangkal.
16. Degan pincet, bersihkanlah glans penis dan ..........dengan kain
kasa steril yang dibasahi air garam fisiologis steril. Buanglah
kain kasa bekas pakai ini ke dalam tempat sampah medis.
Pincet yang telah dipakai diamsukkan ke dalam baskom yang
berisi chlorin 0,5%.
17. Masukkanlah kapas lidi yang telah dibasahi NaCl fisiologis
sterilsedalam kira-kira 1 cm sambil diputar untuk
membersihkan orificium urthrae ecterna dan bagian distal dari
urethra. Buanglah kapas lidi ini ke tempat sampah medis.

GANGGUAN KARDIOVASKULAR 2016/2017 19


SKILLS LAB BLOK 2.3 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALIKUSSALEH

18. Pelan-pelan masukkanlah kapas lidi kedua yang dibasahi air


garam fisiologis steril, kedalam urethra sampai sedalam kira-
kira 2 - 3 cm sambil diputar searah jarum jam, kemudian
sambil memutar, tarik kapas lidi tersebut pelan-pelan keluar.
19. Sapukanlah melingkar kapas lidi ini pada bagian tengah
permukaan satu kaca benda bersih yang telah disiapkan.
Biarkan terletak di meja sampai mengering.
20. Buanglah kapas lidi kedua ini ke dalam tempat sampah medis.
21. Masukkanlah lidi kapas basah ketiga ke dalam urethra sampai
sedalam kira-kira 2 – 3 cm sambil diputar searah jarum jam.
22. Masukkanlah hapusan kapas lidi ketiga ini ke dalam medium
transport hingga seluruh bagian kapas terbenam dalam
medium. Kemudian patahkanlah lidi tersebut dengan cara
membakanya pada api bunsen
23. Tutuplah botol medium transport dengan rapat dan disegel
24. Berikanlah label yang berisi data penderita pada botol medium
tersebut
25. Fiksasilah preparat hapus tadi setelah kering.
SETELAH PENGAMBILAN SPECIMEN SELESAI 0 1 2 3
26. Masukkan tangan yang masih bersarung tangan ke dalam
baskom berisi larutan khlorin 0,5%, gosokkan kedua tangan
untuk membersihkan bercak-bercak sekret urethra yang
mungkin menempel pada sarung tangan.
27. Lepaskanlah kedua sarung tangan dan buanglah ke dalam
tempats ampah medis.
28. Cucilah kedua tangan secara asepsis.
TOTAL

Keterangan :
0 = Tidak dilakukan sama sekali
1 = Dilakukan dengan banyak perbaikan
2 = Dilakukan dengan sedikit perbaikan
3 = Dilakukan dengan sempurna

GANGGUAN KARDIOVASKULAR 2016/2017 20


SKILLS LAB BLOK 2.3 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALIKUSSALEH

METODE DIP-SLIDE KULTUR URINE

PENGANTAR

Teknik dip –slide, yang awalnya slide dicelupkan dalam urine segar kemudian
dibiarkan urine mengalir keluar, lalu dikirim kelaboratorium.Metode kultur dip-slide ini
adalah semi kuantitatif terutama dipakai padapraktek umum dan lokasinya yang jauh dari
laboratorium. (Archived from the original on July 14, 2012)

Teknik slide dip (atau dipslide) adalah tes untuk kehadiran mikroorganisme dalam
cairan. Penggunaan slide dip adalah metode yang paling sering digunakan untuk mengukur
dan mengamati aktivitas mikroba dalam sistem berbasis cairan. Hal ini sering digunakan
dalam sistem pengujian pendinginan. (dip-slides.com. Retrieved 2015-01-25)

Teknik dip slide diinkubasi pada 30°C selama 48 jam setelah dicelupkan ke dalam
sampel untuk memastikan bahwa hasil yang akurat. Setelah dicelupkan ke dalam sampel dip
slide kembali dan dijamin dalam wadah aslinya untuk proses inkubasi. Hasil dip slide harus
digunakan hanya sebagai panduan sementara dan terbatas sebagai akibat dari ukuran sampel
kecil saat dianalisis. Namun demikian, slide dip mungkin sangat berguna karena mereka
sangat nyaman, mudah digunakan dan biaya yang efektif. (Accepta.com., 2012)

TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM (TIU)


Mahasiswa mampu melakukan kultur urine metode dip-slide secara baik, benar dan
efisien.

TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS (TIK)


Setelah melakukan latihan kterampilan ini, mahasiswa :
1. Dapat melakukan persiapan alat/bahan dengan benar
2. Dapat memberikan penjelasan pada penderita atau keluarganya tentang apa yang akan
dilakukan, alat yang dipakai, bagaimana melakukan, apa manfaatnya, serta jaminan
atas aspek keamananan dan kerahasiaan data penderita.
3. Dapat menjelaskan kepada penderita atau keluarganya tentang hak-hak penderita,
misalnya tentang hak penderita untuk menolak tindakan yang akan dilakukan tanpa
kehilangan hak untuk mendapat pelayanan.
4. Dapat melakukan cuci tangan biasa dan asepsis dengan benar
5. Dapat memasang sarung tangan steril dengan benar, dan melepaskannya setelah
pekerjaan selesai.
6. Dapat melakukan kultur urine metodde dip-slide dengan benar.

URIN TENGAH (MIDSTREAM URIN SPECIMEN)


Urin tengah merupakan cara pengambilan spesiman untuk pemeriksaan kultur urin
yaitu untuk mengetahui mikroorganisme yang menyebabkan infeksi saluran kemih. Sekalipun
ada kemungkinan kontaminasi dari bakteri di permukaan kulit, namun pengambilan dengan

GANGGUAN KARDIOVASKULAR 2016/2017 21


SKILLS LAB BLOK 2.3 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALIKUSSALEH

menggunakan kateter lebih berisiko menyebabkan infeksi.Perlu mekanisme khusus agar


spesimen yang didapat tidak terkontaminasi (Health and Safety Executive. 2000).

Interpretasi hasil Mikroskopik dan Kultur :


Hasil kultur jauh lebih penting dari mikroskopik. interpretasi hasil kulturbergantung
pada cara pengambilan sampel urine, apakah baru sajamenerima terapi antibiotik (dalam hal
ini basil negatif mempunyai nilai terbatassaja), dan bagaimana cara pengiriman ke
laboratorium.
Secara ideal, waktu pengambilan sampel dicatat pada botol penampungandemikian
pula waktutibanya sampel di laboratorium dicatat; dimana hasil positifyang diperoleh dari
sampel yangtersimpan dalam suhu kamar untuk waktu lebihdari 2 jam, perlu interpretasi
secara hati-hati (with caution).
Urine adalah media pembiakan yang baik untuk tumbuhnya kumankontaminasi, dan
bacteremia signifikan hanya untuk urine dengan cara pengambilan dan pengiriman yang baik.
(Health and Safety Executive. 2000)
Bakteriuria signifikan :
- Lebih dari 105 bakteri per mililiter urine
- Biasanya satu pertumbuhan murni dari satu organisme.
- Adanya infeksi saluran kemih jelas meningkat pada sampel urine yangberasal dari
pasiendengan gejala khas dan adanya piuria.
- Adanya infeksi saluran kemih meningkat sampai 95% bila organisme yangsama
diisolasi dari dua sampel urine MSU dengan jumlah bakteri signifikan.
Tak ada bukti infeksi :
- Jumlah bakteri kurang dari 104 dan pasien tidak sedang menerimaantibiotik
Hasil samar- samar / meragukan:
- Jumlah bakteri 104 - 105 permililiter urine menunjukkan infeksikhususnya bila
terdapatproteus atau staphylococcus atau pasien dengankelebihan cairan dalam tubuh.
- Dianjurkan pemeriksaan kultur di ulangi.
Kemungkinan kontaminasi (probable) :
- Apabila ditemukan pertumbuhan campuran pada sampel MSU. Jumlahbakteri kurang
dari 104 per mililiter urine.
- Adanya sel-sel epitel pada mikroskopi menunjukkan adanya kontaminasi darivagina.
Sampel urine kateter atau suprapubik:
Terbukti infeksi:
- Jumlah bakteri biasanya lebih besar dari 105 per mililiter urine padainfeksi.
- Dua macam organisme biasanya ditemukan pada urine kateter.
- Jumlah bakteri yang lebih kurang dari 104 ˗ 105 per mililiter urine,masih signifikan.

ALAT DAN BAHAN :

 Sabun
 Lap basah,dan handuk (di gunakan untuk membersihkan,membilas,dan
mengeringkan perineum)
 larutan anti septik

GANGGUAN KARDIOVASKULAR 2016/2017 22


SKILLS LAB BLOK 2.3 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALIKUSSALEH

 Air steril
 Wadah spesimen steril
 Sarung tangan steril dan non steril
 Pispot
 Label spesimen yang lengkap
 Membilas larutan antiseptic

Pengambilan dilakukan dengan cara:

Bersihkan area urinarius dengan sabun dan air atau dengan tisue khusus lalu
keringkan biarkan urin yang keluar pertama dimaksudkan untuk mendorong dan
mengeluarkan bakteri yang ada didistal, beberapa waktu kemudian tampung urin yang
ditengah.Hati-hati memegang wadah penampung agar wadah tersebut tidak menyentuh
permukaan perineum.Jumlah yang diperlukan 30 ml-60 ml.

LANGKAH PEMERIKSAAN :

PRIA :

a. Pegang penis dengan satu tangan dan bersihkan ujung penis dengan gerakan memutar
dari arah tengah keluar dan menggunakan swab antiseptic.
b. Bersihkan daerah tersebut dengan air steril dan keringkan dengan kapas.
c. Setelah pasien mulai mengeluarkan aliran urin buang urin pertama, pada bagian
tengah baru ditampung. letakan wadah pengumpul dibawah aliran urin dan
kumpulkan 30 – 60 ml.

WANITA :

a. Buka labia dengan ibu jari dan jari telunjuk dari tangan yang tidak dominan
b. Bersihkan daerah tersebut dengan kapas ,dari bagian depan ke belakang
c. Bersihkan daerah tersebut dengan air steril dan keringkan dengan kapas
d. Dengan tetap memisahkan labia, pasien dalam 5 menit harus mulai mengeluarkan
urin, dan setelah aliran keluar, bagian tengah urine, letakan wadah spesimen dibawah
aliran urin dan kumpulkan 30 ml – 60 ml.
e. Tutup wadah spesimen dengan aman dan kuat. mempertahankan sterilitas bagian
dalam wadah.
f. Bersihkan urin yang mengenai bagian luar wadah,dan letakan dikantung plastikan
specimen, mencegah transfer mikroorganisme dengan orang lain.
g. Lepaskan sarung tangan dan cuci tangan mencegah transfer mikroorganisme dengan
orang lain.
h. Kirim spesimen ke labort dalam 15 menit atau masukan dalam lemari es bakteri dapat
berkembang biak dalam urin.
i. Catat tanggal dan waktu pengambilan specimen.

GANGGUAN KARDIOVASKULAR 2016/2017 23


SKILLS LAB BLOK 2.3 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALIKUSSALEH

REFERENSI :

- Archived from the original on July 14, 2012. Retrieved 2012-05-


18."MICROBIOLOGICAL DIPSLIDES".
- Health and Safety Executive. 2000. Archived from the original (PDF) on October 5,
2015."Legionnaires' disease: The control of legionella bacteria in water systems --
Approved Code of Practice and guidance" (PDF).
- dip-slides.com. Retrieved 2015-01-25."Dipslides - Microbiological Testing, Dip Slide
Tests".
- Accepta.com. Archived from the original on December 21, 2012. Retrieved 2012-05-
18"Dip Slides, Bacteria & Microbiological Testing".

GANGGUAN KARDIOVASKULAR 2016/2017 24


SKILLS LAB BLOK 2.3 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALIKUSSALEH

LEMBARAN PENILAIAN SKILL LAB BLOK 3.1

PEMERIKSAAN KULTUR URINE METODE DIP-SLIDE

PEMERIKSAAN KULTUR URINE METODE DIP-SLIDE


NO. LANGKAH / KEGIATAN NILAI
MENYIAPKAN PENDERITA 0 1 2 3
1. Sapalah klien atau keluarganya dengan ramah dan perkenalkan
diri anda, serta tanyakan keadaannya. Klien dipersilakan
duduk.
2. Berikan informasi umum pada klien atau keluarganya tentang
pengambilan darah, tujuan dan manfaat untuk keadaan
klien.
3. Mintalah kesediaan klien untuk pengambilan sekret urethra
MENYIAPKAN ALAT DAN BAHAN YANG AKAN DIPAKAI 0 1 2 3
4. Letakkan semua alat dan bahan yang diperlukan di tempatnya
yang mudah dicapai.
MENYIAPKAN DIRI UNTUK PENGAMBILAN SPECIMEN 0 1 2 3
5. Lakukanlah cuci tangan cuci tangan rutin.
6. Pakailah sarung tangan steril
MEMERIKSA KULTUR URINE METODE DIP-SLIDE 0 1 2 3
7. Pegang penis dengan satu tangan dan bersihkan ujung penis
dengan gerakan memutar dari arah tengah keluar dan
menggunakan swab antiseptik
8. Bersihkan daerah tersebut dengan air steril dan keringkan
dengan kapas
9. Setelah pasien mulai mengeluarkan aliran urin buang urin
pertama, pada bagian tengah baru ditampung. Letakan wadah
pengumpul dibawah aliran urin dan kumpulkan 30 – 60 ml
12. Mencatat hasil yang dilihat
TOTAL

Keterangan :
0 = Tidak dilakukan sama sekali
1 = Dilakukan dengan banyak perbaikan
2 = Dilakukan dengan sedikit perbaikan
3 = Dilakukan dengan sempurna

GANGGUAN KARDIOVASKULAR 2016/2017 25


SKILLS LAB BLOK 2.3 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALIKUSSALEH

PEMERIKSAAN MAKROSKOPIS DAN MIKROSKOPIS URINE

PEMERIKSAAN MAKROSKOPIS DAN MIKROSKOPIS URINE


GANGGUAN KARDIOVASKULAR 2016/2017 26
SKILLS LAB BLOK 2.3 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALIKUSSALEH

I. PENGANTAR
Modul ini dibuat untuk mencapai kemampuan tertentu dari mahasiswa dalam
melakukan pemeriksaan laboratorik makroskopis dan mikroskopis urine. Dengan
mempelajari modul ini mahasiswadiharapkan akan mempunyai kemampuan seperti
tersebut dalam tujuan pembelajaran.

II. TUJUAN PEMBELAJARAN


1.1. Tujuan Pembelajaran Umum
Mahasiswa mampu untuk mempersiapkan urine pasien dan melakukan pemeriksaan
pemeriksaan laboratorik makroskopis dan mikroskopis urine(selepitel, leukosit, eritrosit,
silinder, mikroorganisma, kristal, dan lain-lain) serta menginterpretasi hasil pemeriksaan.

2.2. Tujuan Pembelajaran Khusus


1. Menginformasikan kepada pasien tentang tujuan dari pemeriksaan
2. Menginformasikan kepada pasien agar melakukan penampungan urinsesuai dengan
yang diinstruksikan pemeriksa (tanpa kateter uretra)
3. Mampu melakukan pengambilan urin dengan prosedur yang benar
4. Memilih sampel urine dengan benar
5. Mempersiapkan alat dan bahan untuk pemeriksaan
6. Menilai urine yang sudah ditampung di wadah urinesecara makroskopis
7. Melakukan pemeriksaan mikroskopis urine
8. Melakukan pemeriksaan sedimen urine dan menyiapkan slide
9. Menentukan uji reduksi atau kadar glukosa urin secara semikuantitatif (Tes Benedict)
10. Melakukan pemeriksaan proteinuria
11. Menginterpretasi hasil yang di dapat dari pemeriksaan makroskopis dan mikroskopis
urine

III. STRATEGI PEMBELAJARAN:


a. Demonstrasi oleh instruktur
b. Bekerja kelompok dengan pengawasan instruktur
c. Bekerja dan belajar mandiri
IV. PRA SYARAT
Pengetahuan yang perlu dimiliki mahasiswa sebelum berlatih:

GANGGUAN KARDIOVASKULAR 2016/2017 27


SKILLS LAB BLOK 2.3 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALIKUSSALEH

Pengetahuan tentang komposisi urine normal


Persiapan pasien sebelum pengambilan sampel
Cara pengambilan dan wadah serta pemilihan spesimen untuk pemeriksaan
Pengetahuan tentang penggunaan mikroskop

V. TEORI
Urine dibentuk oleh ginjal. Ginjal merupakan organ yang sangat khusus
dengan 2 fungsi utama yaitu mengeliminasi sisa metabolisme dalam bentuk larutan
dan mempertahankan homeostasis tubuh (Harahap, 2001). Pemeriksaan makroskopis
dan mikroskopis urine atau urinalisis merupakan salah satu pemeriksaan laboratorium
yang penting sebagai parameter untuk mendeteksi dan menegakkan berbagai
diagnosis penyakit (Lembar S, dkk, 2012). Pemeriksaan urin tidak hanya dapat
memberikan fakta tentang ginjal dan saluran urine, tetapi juga berbagai faal berbagai
organ dalam tubuh seperti : hati, saluran empedu, korteks adrenal, dan lain-lain
(Gandasoebrata, 2008). Pemeriksaan makroskopis urine dapat mencakup volume,
warna, bau, Berat jenis, kejernihan, pH. Sedangkan pemeriksaan mikroskopis dapat
menilai ada atau tidaknya sedimen urine, eritrosit, leukosit, sel epitel, silinder,
kristal,sel ragi, bakteri dan parasit (Holmes, dkk., 2010).Pemeriksaan kimiawi urine
mencakup protein, glukosa, urobilinogen, bilirubin,darah samar dan benda
keton.Tujuan urinalisis berdasarkan rekomendasi NCCLS ( National Committee for
Clinical
Laboratory Standards) adalah: 1) menunjang diagnosis suatu penyakit, 2) memantau
perjalanan penyakit, 3) memantau efektivitas pengobatan serta komplikasi penyakit,
dan 4) skrining/pemantauan penyakit asimptomatik kongenital atau herediter.

Memilih Sampel Urine


1. Urin sewaktu
Urin yang dikeluarkan dalam satu waktu yang tidak ditentukan secara khusus.
2. Urin pagi
Urin yang pertama dikeluarkan pada pagi hari setelah bangun tidur, biasanya
lebih pekat. Baik digunakan untuk pemeriksaan sediment, berat jenis urine,
protein, serta tes HCG pada kehamilan.
3. Urine postparandial
Urine ini dikeluarkan 1,5-3jam setelah makan, untuk pemeriksaan glukosuria.

GANGGUAN KARDIOVASKULAR 2016/2017 28


SKILLS LAB BLOK 2.3 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALIKUSSALEH

4. Urine 24 jam
Urine ini dikumpulkan apabila penetapan kuantitatif suatu zat dalam urin
sewaktu, sama sekali tidak bermakna dalam menafsirkan proses metabolik
dalam tubuh. Untuk mengumpulkannya diperlukan wadah besar 1,5 liter atau
lebih , bersih dan dapat ditutup dengan baik, biasanya dipakai pengawet.
Urine yang diperiksa harus segar, jika disimpan terlalu lama dapat terjadi
kontaminasi dari kuman-kuman, karena itu wadah tampung harus steril, terutama
kultur urine. Urine yang disimpan juga dapat berubah susunannya tanpa adanya
kuman, contoh asam urat dan garam yang mengendap. Jika urine terpaksa harus
dismpan lama, maka digunakan pengawet seperti : Toluen, thymol, formaldehide,
asam sulfat pekat, natrium bikarbonat, sesuai dengan tujuan pemeriksaan urine
(Gandasoebrata, 2008).

PEMERIKSAAN MAKROSKOPIS URINE

Yang dinilai dari pemeriksaan makroskopis urine adalah sebagai berikut:


1. Volume urine
Untuk menetapkan kadar suatu senyawa dalam urin diperlukan urin yang
dikumpulkan 24 jam (Harahap, 2001). Banyak faktor yang mempengaruhi volume
urine 24 jam, seperti suhu, jenis makanan dan minuman, kondisi psikis. Volume
urne 24 jam orang dewasa normal berkisar antara 600-2500 ml (Hardjasasmita,
2006).
2. Berat Jenis (BJ)
Biasanya bervariasi, terutama dipengaruhi oleh kepekatan urine seseorang. Berat
jenis urine dewasa normal berkisar antara 1.003-1,030 (Hardjasasmita, 2006).
Variasi BJ urine normal terutama diakibatkan oleh kandungan urea, NaCl dan
fosfat. Berat jenis pada keadaan patologis akan berubah, BJ urine pada diabetes
mellitus akan meningkat akibat adanya glukosa dalam urine. Untuk penetapan BJ
urine digunakan urinometer (Harahap, 2001).Berat jenis (yang berbanding lurus
dengan osmolalitas urin yang mengukur konsentrasi zat terlarut) mengukur
kepadatan air seni serta dipakai untuk menilai kemampuan ginjal untuk
memekatkan dan mengencerkan urin. Berat jenis urine berhubungan dengan
diuresis, makin besaR diuresis, makin rendah Berat jenisnya (Gandasoebrata.,
2008).

GANGGUAN KARDIOVASKULAR 2016/2017 29


SKILLS LAB BLOK 2.3 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALIKUSSALEH

3. Warna dan kejernihan urine


Warna urine normal adalah kuning jernih dan transparan, warna tersebut terutama
karena adanya urokrom dalam urine. Warna dapat dipengaruhi oleh faktor lain, bila
urine encer warnanya akan lebih muda dibandingkan urine pekat (Hardjasasmita,
2006). Perubahan warna urine dapat disebabkan oleh diet, obat-obatan, makanan,
dan banyak penyakit (Holmes, dkk., 2010). Unsur sedimen dalam jumlah besar dan
bakteri dapat menimbulkan kekeruhan pada urine
4. Derajat keasaman (pH)
Normal pH urine berkisar antara 4,7-8.0 (rata-rata 6). Banyak faktor yang
mempengaruhi, diantaranya intake protein tinggi menyebabkan peningkatan
keasaman urine (Harahap, 2001). Pemeriksaan pH dapat memberi petunjuk kearah
gangguan keseimbangan asam basa dan etiologi infeksi saluran kemih
(Gandasoebrata, 2008).Infeksi oleh E. coli biasanya menghasilkan urine asam,
sedangkan infeksi olehproteus biasanya menyebabkan urine alkali.Penetapan pH
urine dapat dilakukan dengan menggunakan indikator strip atau reagen strip.
pH urine normal berkisar antara 4,6-8,5.
5. Bau
Bau pada urine normal disebabkan oleh adanya asam organik yang mudah
menguap. Banyak faktor yang mempengaruhi, diantaranya makanan, obat-obatan,
amoniak dari bakteri pemecah ureum, bau keton, bau busuk (Gandasoebrata,
2008).

PEMERIKSAAN MIKROSKOPIS URINE

Pemeriksaan mikroskopis urine berupa pemeriksaan sedimen urine. Pemeriksaan


sedimen urin termasuk pemeriksaan urin rutin, yang digunakan adalah urin segar atau
urin dengan pengawet (formalin). Yang lebih baik adalah urine pekat atau urine pagi
hari. pemeriksaan ini secara semikuantitif dengan menyebut jumlah unsur sedimen
yang bermakna per lapangan pandang (Gandasoebrata, 2008). Hasil yang ditemukan
dapat berupa unsur organik dan anorganik. Unsur yang bermakna (eritrosit, leukosit,
silinder) dilaporkan secara semikuantitatif, yaitu rata-rata per-lapangan pandang
kecil/LPK (10x10) untuk silinder dan rata-rata perlapangan pandang besar/LPB
(10x40) untuk eritrosit dan leukosit. Unsur-unsur lain seperti epitel dan kristal
dilaporkan dengan ada (+), banyak (++), dan banyak sekali (+++) pada lapangan
pandang kecil.

GANGGUAN KARDIOVASKULAR 2016/2017 30


SKILLS LAB BLOK 2.3 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALIKUSSALEH

Unsur-unsur organik
- Sel epitel gepeng, bulat, dan transisional
Sel epitel adalah sel berinti satu dengan ukuran lebih besar dari leukosit.
Bentuknyaberbeda menurut tempat asalnya sehingga dapat menggambarkan
lokasi kelainan. Sel epitel gepeng berasal dari vulva dan uretra bagian distal, sel
epitel transisional berasal dari kandung kemih, dan sel epitel bulat dari
pelvis/tubuli ginjal.
- Leukosit
Nilai rujukan < 5/LPB. Jumlah leukosit 6-10/LPB = (+), >10-20/LPB = (++), dan
>20/LPB = (+++). Sebaiknya disebutkan jumlah rerata leukosit per-LPB, misal:
25-28/LPB
Jumlah leukosit meningkat pada infeksi saluran kemih. Leukosit lebih jelas
terlihat kalau sedimen urine diberikan setetes larutan asam asetat10%.
- Eritrosit
Nilai rujukan 0-1/LPB. Hematuri mikroskopis menunjukkan adanya perdarahan
pada saluran kemih.
- Silinder
Silinder terbentuk pada tubulus ginjal dengan matriks glikoprotein yang berasal
dari sel epitel ginjal. Silinder pada urine menunjukkan keadaan abnormal pada
parenkim ginjal yang biasanya berhubungan dengan proteinuria,
anuria/oliguria/aliran urin yang lambat, dan pH asam.Macam-macam silinder
yang dapat ditemukan adalah: silinder hialin, silinder sel (eritrosit, leukosit,
epitel), silinder granular (berbutir), silinder lemak, dan silinder lilin.
- Oval fat bodies
Merupaksn sel epitel tubulus berbentuk bulat yang mengalami degenerasi lemak,
dapatditemukan pada sindrom nefrotik.
- spermatozoa
- mikroorganisma (bakteri, sel yeast dan kandida, parasit)

Unsur-unsur anorganik
- Bahan amorf, yaitu urat-urat dalam urin asam dan fosfat dalam urin alkali
- kristal-kristal
Pada urine normal dapat ditemukan kristal asam urat, tripel fosfat, kalsium
oksalat, kalsium fosfat, kalsium karbonat, kalsium sulfat. Dalam keadaan
abnormal dapat ditemukan kristal sistin, leusin, tirosin, dan kolesterol.Dapat juga
ditemukan kristal sulfonamid yang berasal dari obat.
- Zat lemak
Pada lipiduria dapat ditemukan butir-butir lemak bebas yang terlihat dengan
pewarnaan Sudan III.

GANGGUAN KARDIOVASKULAR 2016/2017 31


SKILLS LAB BLOK 2.3 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALIKUSSALEH

VI. PROSEDUR KERJA


Persiapan Sampel:
Sampel yang memberikan hasil terbaik untuk mendeteksi abnormalitas adalah urine
pagi (setelah terkonsentrasi ± 8 jam dalam kandung kemih) dan diperiksa dalam
waktu≤ 2 jam setelah dikemihkan. Apabila terjadi penundaan pemeriksaan, urine
harus disimpandalam botol tertutup pada lemari pendingin (suhu 40C) untuk
menghindari dekomposisioleh bakteri atau menggunakan pengawet seperti toluen.
Wadah penampung harus bersih, kering, tertutup rapat serta diberi label/identitas
pasien (nama, nomor rekam medis, umur, jenis kelamin, alamat, keterangan klinis),
jenispengawet jika menggunakan pengawet.

Cara Pengumpulan Sampel:


Metode yang sering digunakan adalah pengumpulan seluruh urine ketika berkemih
pada suatu saat. Metode lain (untuk pasien dan tujuan tertentu) adalah melalui kateter,
punksisuprapubik, dan clean voided midstream (metode terpilih).

6.1.PEMERIKSAAN MAKROSKOPIS
Bahan dan alat
1. wadah steril
2. urine
3. urinometer
4. kertas saring
5. gelas urinometer
6. kertas lakmus biru dan merah atau kertas nitrazin

Cara kerja :
 Volume, bau, warna dan kejernihan dapat langsung dinilai dari urine yang
sudah terkumpul. Untuk kejernihan dapat dinilai jernih, agak keruh, keruh dan
sangat keruh (dinilai pada tempat terang).
 Penilaian BJ dengan urinometer
 Urin dalam suhu kamar, dituang ke dalam gelas urinometer. Busa yang
timbul dibuang dengan kertas saring.

GANGGUAN KARDIOVASKULAR 2016/2017 32


SKILLS LAB BLOK 2.3 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALIKUSSALEH

 Masukkan urinometer ke dalam gelas tersebut sampai terapung (urin


harus cukup banyak).
 Lepas urinometer dari dinding gelas dengan cara putar urinometer
dengan ibu jari dan telunjuk, sehingga urinometer akan mengapung
ditengah gelas. Baca BJ urine pada tangkai urinometer tersebut.

 Penentuan pH dengan kertas lakmus


 Basahi sepotong kertas lakmus biru atau merah dengan urin yang akan
diperiksa, tunggu 1 menit dan perhatikan perubahan warna yang terjadi.
 Urine netral tidak merubah kertas lakmus, tetapi urine asam atau basa
dapat merubah warna kertas lakmus. Sudah jarang digunakan.
 Penentuan pH urine dengan kertas nitrazin
 Basahi sepotong kecil kertas nitrazin dengan urine yang ada di wadah,
tunggu 1 menit dan bandingkan warna kertas dengan pH yang tersedia.
 Kertas nitrazin dapat mebaca pH 4,5-7,5. Pada pH 4,5 kertas berwarna
kuning, dan menjadi biru pada pH tinggi.

6.2.PEMERIKSAAN MIKROSKOPIS
Bahan dan alat:
mikroskop
wadah penampung urine
sentrifus urine
tabung reaksi
conical centrifuge tube
kaca objek dan kaca penutup

GANGGUAN KARDIOVASKULAR 2016/2017 33


SKILLS LAB BLOK 2.3 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALIKUSSALEH

pipet tetes
larutan asam asetat 10% (untuk memperjelas leukosit).

Cara Kerja
1. Masukkan 10-15 mL urine ke dalam conical centrifuge tube, lalu urine tersebut
disentrifus selama 5 menit dengan kecepatan 1500 rpm.
2. Buanglah cairan di bagian atas tabung sehingga volume cairan dan sedimen tinggal
kira-kira 0,5-1 mL.
3. Kocoklah tabung untuk meresuspensikan sedimen urine.
4. Letakkanlah 1-2 tetes suspensi tersebut di atas kaca objek lalu tutup dengan kaca
penutup.
5. Periksa sedimen di bawah mikroskop dengan pembesaran 100x (10x10) untuk LPK
dan pembesaran 400x (10x40) untuk LPB.

Kesalahan yang mungkin timbul adalah:


Pemusingan yang terlalu lama/kecepatan tinggi sehingga merusak unsur-unsur
sedimen urine
Sedimen urine tidak diresuspensikan
Sediaan banyak rongga udara
Kesalahan interpretasi unsur dalam sedimen urine

GANGGUAN KARDIOVASKULAR 2016/2017 34


SKILLS LAB BLOK 2.3 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALIKUSSALEH

GANGGUAN KARDIOVASKULAR 2016/2017 35


SKILLS LAB BLOK 2.3 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALIKUSSALEH

GANGGUAN KARDIOVASKULAR 2016/2017 36


SKILLS LAB BLOK 2.3 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALIKUSSALEH

Referensi :

1. Harahap Indriaty pramodo., 2001. Biokimia Eksperimen Laboratorium.


Bagian biokimia FKUI. Jakarta. Widya medika. Hal 170-172
2. Gandasoebrata R., 2008. Penuntun Laboratorium Klinik. Jakarta. Dian
Rakyat. Hal. 70-75
3. Hardjasasmita Pantjita., 2006. Ikhtisar Biokimia Dasar A. Jakarta. Balai
penerbit FKUI. Hal 155-159.
4. Holmes N., et al., 2010. Buku Pegangan Uji Diagnostik, ed 3. Jakarta. EGC.
Hal 423-425
5. Graff SL, 1983. A Handbook of Routine Urinalysis. JB Lippincott Co,
Philadelphia.

GANGGUAN KARDIOVASKULAR 2016/2017 37


SKILLS LAB BLOK 2.3 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALIKUSSALEH

LEMBARAN PENILAIAN SKILL LAB BLOK 3.1


PEMERIKSAAN MAKROSKOPIS URINE

Nama Mahasiswa :
Nim :
Kelompok :

Keterangan :
1 = Tidak dilakukan
2 = Dilakukan dengan banyak perbaikan
3 = Dilakukan dengan sedikit perbaikan
4 = Dilakukan dengan sempurna

GANGGUAN KARDIOVASKULAR 2016/2017 38


SKILLS LAB BLOK 2.3 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALIKUSSALEH

TES REDUKSI URINE


(TES GLUKOSA / BENEDICT)

I. PENGANTAR
Pemeriksaan terhadap adanya glukosa urine termasuk pemeriksaan penyaring
dalam urinalisis. Prosedur ini diajarkan kepada mahasiswa agar mereka memahami
bahwa tes reduksi urine ini dapat dipakai untuk menguji adanya glukosa dalam urine
sehingga merupakan upaya diagnostik untuk mengetahui adanya peningkatan glukosa
di dalam darah. Sekaligus agar mahasiswa dapat melakukan persiapan, melakukan
sertamenginterpretasikan hasil pemeriksaan ini.

II. TUJUAN PEMBELAJARAN


Tujuan umum
Untuk memberikan keterampilan kepada mahasiswa dalam mempersiapkan,
melakukan dan menginterpretasikan tes reduksi (glukosa) urine.
Tujuan khusus
1. Mampu menerangkan kepada pasien tujuan dan prosedur tes reduksi urine
2. Mampu melakukan persiapan bahan dan alat untuk tes reduksi urine
3. Mampu melakukan tes reduksi urine
4. Mampu menginterpretasikan hasil tes reduksi urine

III. STRATEGI PEMBELAJARAN:


a. Demonstrasi oleh instruktur
b. Bekerja kelompok dengan pengawasan instruktur
c. Bekerja dan belajar mandiri

IV. PRASYARAT:
Pengetahuan yang perlu dimiliki sebelum berlatih yaitu teori mengenai proses
pembentukan urine dan komposisinya.

V. TEORI
Pemeriksaan terhadap adanya glukosa dalam urine termasuk pemeriksaan
penyaring, adanya gukosa dalam urine dapat dilakukan dengan berbagai cara.Cara
yang tidak spesifik yaitu menggunakan sifat glukosa sebagai zat pereduksi.Pada tes

GANGGUAN KARDIOVASKULAR 2016/2017 39


SKILLS LAB BLOK 2.3 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALIKUSSALEH

ini terdapat suatu zat dalam reagen yang berubah sifat dan warnanya jikadireduksi
oleh glukosa. Reagen yang banyak digunakan untuk menyatakan adanyareduksi
adalah yang mengandung garam cupri.Diantara reagensia yang digunakan, reagen
yang mengandung garam cupri sering dipakai untuk menyatakan reduksi,reagen yang
terbaik adalah larutan Benedict (Gandasoebrata, 2008).
Adanya glukosa dalam urine dapat dinyatakan berdasarkan sifat glukosa yang
dapat mereduksi ion-ion logam tertentu dalam larutan alkalis. Tetapi harus diingat
bahwa uji ini tidak spesifik terhadap glukosa, monosakharida lain seperti galaktosa,
fruktosa dan pentosa, disakharida seperti laktosa dan beberapa zat bukan gula lainnya
yang mempunyai sifat pereduksi juga dapat memberi hasil yang positif (Harahap,
2001).
Prinsip dari tes Benedict ini adalah, gugus aldehid atau keton bebas gula
dalam urin akan mereduksi kuprisulfat menjadi kuprosulfat yang terlihatdengan
perubahan warna dari larutan Benedict tersebut. Dengan uji ini dapat diperkirakan
secara kasar (semikuantitatif) kadar gula dalam urin (Harahap, 2001)

VI. PROSEDUR KERJA


CARA BENEDICT
Bahan dan alat:
1. Tabung reaksi
2. Lampu spiritus / water bath
3. Rak tabung reaksi
4. Penjepit tabung reaksi
5. Reagen Benedict

Cara Kerja:
1. Masukkan 5 ml reagen Benedict ke dalam tabung reaksi
2. Teteskan sebanyak 5 – 8 tetes urin ke dalam tabung itu
3. Masukkan tabung tsb ke dalam air mendidih selama 5 menit atau langsung
dipanaskan di atas lampu spiritus selama 3 menit mendidih
4. Angkat tabung, kocok isinya dan bacalah hasil reduksi

GANGGUAN KARDIOVASKULAR 2016/2017 40


SKILLS LAB BLOK 2.3 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALIKUSSALEH

Menilai Hasil: secara semikuantitatif


- : tetap biru jernih atau sedikit kehijau-hijauan dan agak keruh
+ : hijau kekuning-kuningan dan keruh (sesuai dengan 0,5 – 1% glukosa)
++ : kuning kehijauan atau kuning keruh (1 – 1,5% glukosa)
+++ : jingga atau warna lumpur keruh (2 – 3,5% glukosa)
++++ : merah bata atau merah keruh (lebih dari 3,5% glukosa)

GANGGUAN KARDIOVASKULAR 2016/2017 41


SKILLS LAB BLOK 2.3 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALIKUSSALEH

LEMBARAN PENILAIAN SKILL LAB BLOK 3.1


TES REDUKSI URINE

Nama Mahasiswa :
Nim :
Kelompok :

Nilai
No. Aspek yang dinilai 1 2 3 4
1 Menerangkan tujuan dan prosedur

Mempersiapkan alat-alat yang


2 diperlukan

Memasukkan 5ml reagen Benedict ke


3 dalam tabung reaksi

Meneteskan 5 – 8 tetes urin ke dalam


4 tabung tsb

Memasukkan tabung tsb ke dalam air


mendidih selama 5 menit atau
5
langsung memanaskan di atas lampu
spiritus selama 3 menit mendidih
6 Mengangkat tabung dan mengocok
isinya

7 Membaca hasil tes reduksi

Keterangan :
1 = Tidak dilakukan
2 = Dilakukan dengan banyak perbaikan
3 = Dilakukan dengan sedikit perbaikan
4 = Dilakukan dengan sempurna

GANGGUAN KARDIOVASKULAR 2016/2017 42


SKILLS LAB BLOK 2.3 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALIKUSSALEH

TES PROTEINURIA

I. PENGANTAR
Pemeriksaan terhadap protein urine termasuk pemeriksaan rutin. Salah satu carauntuk
menentukan adanya protein dalam urine yaitu pemanasan dengan asam asetat. Prosedur ini
diajarkan kepada mahasiswa agar mereka memahami bahwa pemanasan dengan asam asetat
ini dapat dipakai untuk menguji adanya protein dalam urine sehingga merupakan upaya
diagnostik untuk mengetahui adanya kelainan pada ginjal. Sekaligus agar mahasiswa dapat
melakukan persiapan, melakukan serta menginterpretasikan hasil pemeriksaan ini.

II. TUJUAN PEMBELAJARAN


Tujuan umum
Untuk memberikan keterampilan kepada mahasiswa dalam mempersiapkan,
melakukan dan menginterpretasikan tes protein urine.
Tujuan khusus
1. Mampu menerangkan kepada pasien tujuan dan prosedur tes protein urine
2. Mampu melakukan persiapan bahan dan alat untuk tes protein urine
3. Mampu melakukan tes protein urine
4. Mampu menginterpretasikan hasil tes protein urine

III. STRATEGI PEMBELAJARAN:

- Demonstrasi oleh instruktur


- Bekerja kelompok dengan pengawasan instruktur
- Bekerja dan belajar mandiri

IV. PRASYARAT:
Pengetahuan yang perlu dimiliki sebelum berlatih yaitu teori mengenai proses pembentukan
urine dan komposisinya.

V. TEORI
Kebanyakan cara yang rutin untuk menyatakan adanya protein dalam urin
adalahberdasarkan pada timbulnya kekeruhan. Padatnya atau kasarnya kekeruhanitu menjadi
ukuran untuk jumlah protein yang ada, maka menggunakan urin yang benar-benar jernih

GANGGUAN KARDIOVASKULAR 2016/2017 43


SKILLS LAB BLOK 2.3 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALIKUSSALEH

menjadi syarat penting untuk tes terhadap protein. Jika urine yang akan diperiksa tersebut
jernih maka dapat langsung dipakai, tetapi jika terlihat keruh harus dilakukan sentrifugasi dan
yang dipakai adalah supernatannya (Gandasoebrata, 2008). Protein dengan pemanasan akan
terbentuk presipitat yang terlihat berupa kekeruhan. Pemberian asam asetat dilakukan untuk
mencapai atau mendekati titik iso-elektrik protein; pemanasan selanjutnya mengadakan
denaturasi dan terjadi presipitasi. Karena kekeruhan yang sangat ringan sukar dilihat, maka
harus digunakan tabung yang bersih dan bagus. Jika tabung telah tergores tidak dapat
digunakan lagi.
Sumber reaksi negatif palsu pada tes pemanasan dengan asam asetat adalahpemberian
asam asetat yang berlebihan. Sumber reaksi positif palsu yaitu kekeruhan yang tidak
disebabkan oleh albumin atau globulin, kemungkinannya:
a. Nukleoprotein, kekeruhan terjadi pada pemberian asam asetat sebelum pemanasan
b. Mucin, kekeruhan juga terjadi pada saat pemberian asam asetat sebelum pemanasan
c. Proteose, presipitat terjadi setelah campuran reaksi mendingin, kalau dipanasi menghilang
lagi
d. asam-asam resin, kekeruhan oleh zat ini larut dalam alkohol
e. protein Bence Jones, protein ini larut pada suhu didih urin, terlihat kekeruhan pada suhu
kira-kira 60ºC

VI. PROSEDUR KERJA


CARA PEMANASAN DENGAN ASAM ASETAT
Bahan dan alat:
1. Tabung reaksi
2. Lampu spiritus
3. Rak tabung reaksi
4. Penjepit tabung reaksi
5. Asam acetat 6%

Cara Kerja:
1. Masukkan urin jernih (sentrifus terlebih dahulu) ke dalam tabung reaksi sampai 2/3 penuh
2. Dengan memegang tabung reaksi itu pada ujung bawah, lapisan atas urin itu dipanasi di
atas nyala api sampai mendidih selama 30 detik

GANGGUAN KARDIOVASKULAR 2016/2017 44


SKILLS LAB BLOK 2.3 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALIKUSSALEH

3. Perhatikan terjadinya kekeruhan di lapisan atas urin, dengan membandingkan jernihnya


dengan bagian bawah yang tidak dipanasi. Jika terjadi kekeruhan,mungkin disebabkan oleh
protein, tetapi mungkin juga oleh calciumfosfat atau calcium karbonat
4. Teteskan ke dalam urin yang masih panas itu 3 – 5 tetes larutan asam acetat 6%. Jika
kekeruhan itu disebabkan oleh calcium – fosfat maka kekeruhan itu akan lenyap. Jika
kekeruhan itu disebabkan oleh calcium karbonat, kekeruhan hilang juga tapi dengan
pembentukan gas. Jika kekeruhan tetap ada atau menjadi lebih keruh lagi maka tes terhadap
protein adalah positif
5. Panaskan sekali lagi lapisan atas itu sampai mendidih dan kemudian beri penilaian
semikuantitatif

Menilai Hasil:
- : tidak ada kekeruhan
+ : kekeruhan ringan (spt awan) tanpa butir-butir (kadar protein kira-kira0,01 – 0,05%)
++ : kekeruhan mudah dapat dilihat dan nampak butir-butir dalam kekeruhan(0,05 – 0,2%)
+++ : urin jelas keruh dan kekeruhan itu berkeping-keping (0,2 – 0,5%)
++++ : urin sangat keruh dan kekeruhan berkeping-keping besar ataubergumpal-gumpal
ataupun memadat (lebih dari 0,5%). Jika terdapat lebihdari 3% protein akan terjadi bekuan

GANGGUAN KARDIOVASKULAR 2016/2017 45


SKILLS LAB BLOK 2.3 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALIKUSSALEH

LEMBARAN PENILAIAN SKILL LAB BLOK 3.1


TES PROTEINURIA

Nama Mahasiswa :
Nim :
Kelompok :

Nilai
No. Aspek yang dinilai 1 2 3 4
1 Menerangkan tujuan dan prosedur

Mempersiapkan alat-alat yang


2 diperlukan

Memasukkan urin ke dalam tabung


3 reaksi sampai 2/3 tabung

Memanaskan lapisan atas urin


4
Membandingkan dengan urin yang
masih jernih di bawah tabung
5
6 Meneteskan asam asetat 6%

7 Memanaskan kembali lapisan atas urin


sampai mendidih
8 Membaca hasil tes protein urine

Keterangan :
1 = Tidak dilakukan
2 = Dilakukan dengan banyak perbaikan
3 = Dilakukan dengan sedikit perbaikan
4 = Dilakukan dengan sempurna

GANGGUAN KARDIOVASKULAR 2016/2017 46


SKILLS LAB BLOK 2.3 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALIKUSSALEH

4. PENILAIAN HASIL PEMERIKSAAN SEMEN

GANGGUAN KARDIOVASKULAR 2016/2017 47


SKILLS LAB BLOK 2.3 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALIKUSSALEH

PENILAIAN HASIL PEMERIKSAAN SEMEN

I. PENGANTAR
Pemeriksaan analisis semen adalah salah satu pemeriksaan yang diperlukan dalam
menentukaan masalah fertilitas seseorang. Interpretasi pemeriksaan semen termasuk salah
satu ketrampilan klinik yang perlu dikuasai pada modul gangguan urogenital. Pemeriksaan ini
dilakukan agar mahasiswa dapat melakukan serta menginterpretasikan hasil pemeriksaan
secara makroskopis, mikroskopis dan kimia.

II. TUJUAN PEMBELAJARAN


Tujuan umum
Untuk memberikan keterampilan kepada mahasiswa dalam melakukan dan
menginterpretasikan tes protein urine.
Tujuan khusus
1. Mampu menerangkan kepada pasien tujuan dan prosedur pemeriksaan semen
2. Mampu melakukan persiapan bahan dan alat sesuai prosedur pemeriksaan
3. Mampu melakukan pemeriksaan semen yang telah terkumpul
4. Mampu menginterpretasikan hasil pemeriksaan semen secara makroskopis,
mikroskopis dan kimia.
5. Mampu menjelaskan kepada pasien hasil yang sesuai

III. STRATEGI PEMBELAJARAN:

- Demonstrasi oleh instruktur


- Bekerja kelompok dengan pengawasan instruktur
- Bekerja dan belajar mandiri

IV. PRASYARAT:
Pengetahuan yang perlu dimiliki sebelum berlatih yaitu teori mengenai proses
pembentukan semen dan komposisinya serta morfologi dan jumlah normalnya.

GANGGUAN KARDIOVASKULAR 2016/2017 48


SKILLS LAB BLOK 2.3 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALIKUSSALEH

V. TEORI
Semen/ sperma/ejakulat adalah campuran dari spermatozoa yang terendam dalam
cairan dari testis,epididimis yang pada waktu ejakulasi bercampur dengan hasil sekresi dari
kelenjar prostat, kelenjar vesika seminalis dan bulbouretralis (Wibisono, 2010). Disamping
pemeriksaan lain, pemeriksaan semen penting dalam menentukan masalah fertilitas dan
infertilitas. Pemeriksaan semen sederhana meliputi pemeriksaan makroskopis, mikroskopis
dan kimia (Gandasoebrata, 2008). Sifat alamiah spermatozoa (vitalitas, motilitas dan
morfologi) serta komposisi dari cairan berperan penting dalam menentukan fungi sperma
(WHO, 2010).
Yang perlu diperhatikan pada pemeriksaan makroskopis adalah volume, bau, warna,
kekeruhan, kekentalan dan pH. Pemeriksaan mikroskopis untuk menilai motilitas, jumlah
dan morfologi sperma. Sedangkan pemeriksaan kimia yag dinilai adalah karbohidrat yang ada
dalam semen berupa frukosa, yang berkorelasi positif dengan kadar testosteron dalam tubuh
(Gandasoebrata, 2008).

VI. PROSEDUR KERJA


Pengeluaran ejakulat sebaiknya dilakukan pada pagi hari, sedekat mungkin dengan
pemeriksaan aboratorium yang akan dilakukan. Semen langsung dikeluarkan dalam wadah
kering dan bbersih, kemudian ditutup. Waktu pengeluaran semen dicatat lengkap menitnya.
Laboratorium juga wajib mencatat waktu pemeriksaan dilakukan. Pemakaian kondom tidak
dianjurkan karena zat pada permukaan kondom akan mempengaruhi dalam melemahkan atau
membunuh spematozoa. Wadah sperma sebaiknya ditempatkan pada temperatur 20-37°C.

Bahan dan alat :


 Gelas ukur
 Sperma
 Kertas indikator pH
 Aquadest
 Pipet leukosit
 Improved Neubauer
 Metil alkohol atau etanol
 Giemsa
 Minyak emersi

GANGGUAN KARDIOVASKULAR 2016/2017 49


SKILLS LAB BLOK 2.3 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALIKUSSALEH

 Mikroskop

PEMERIKSAN MAKROSKOPIS
1. Mengukur volume
Pindahkan ejakulat kedalam gelas ukur 5 atau 10 ml. Catatlah volume sampai
ketepatan 0,2 ml. Volume diukur setelah sa mencair. Biasanya didapat 2,5 sampai 5
ml. Volume 1 ml atau kurang serta volume semen melebihi 6 ml dihubungkan
dengan infertilitas.
2. Catat warna dan kekeruhan sperma. Biasanya sperma berwarna putih keabuan atau
kekuningan serta terlihat keruh.Pada keadaan azoospermia atau ekstrim oligospermia
akan berwarna putih jernih.
3. Kekentalan. Pada saat baru dikeluarkan, semen kental sekali, tetapi 20-30 menit
dalam suhu kamar akan mencair. Jika lebih dari 20 menit belum mencair, maka hal
tersebut perlu dilaporkan.
4. Bau, khas seperti bunga akasia. Bau lainnyaseperti amis, busuk dapat dicurigai adanya
infeksi atau sebab lain seperti parasit.
5. pH diukur dengan kertas indikator (umumnya berkisar 7,2-8,0). Teteskan 1 tetes
sperma ke kertas pH(6,4-8,0), setelah 30 detik bandingkan dengan warna standar. pH
harus diperiksa 1 jam setelah dikeluarkan. Jika >8,0 patut dicurigai infeksi, pH <7,0
curiga azoospermia.

PEMERIKSAAN MIKROSKOPIS
1. Uji motilitas
Letakkan 1 tetes spema yang sudah mencair diatas object glass bersih, tutp dengan
cover glass, periksa dibawah mikroskop dengan lensa objektif 40x. Catat spermatozoa
yang bergerak sangat aktif, aktif dan kurang aktif. Motilitas berpengaruh dengan
waktu pengeluaran sperma (pemeriksaan tidak lebih 1 jam setelah dikeluarkan).
2. Hitung jumlah spermatozoa
Perhitungan sama dengan hitung leukosit, yang dihitung hanya spermatozoa saja
(kepala dan ekor)Dengan improved neubauer dan pipet leukosit, aquadest dapat
dipakai selaku cairan pengencer. Isilah pipet sampai garis bertanda 0,5 dengan sperma
yang telah cair, kemudian air sampai garis bertanda 11. Hitung spematozoa dalam

GANGGUAN KARDIOVASKULAR 2016/2017 50


SKILLS LAB BLOK 2.3 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALIKUSSALEH

kamar hitung pada permukaan seluas 1mm2, angka dikalikan 200.000 untuk mendapat
jumlah sperma dalam 1ml sperma.
Perhitungan dilakukan pada bidang tengah yang terdiri dari 25 bidang besar, yang
didalamnya berisi 16 bidang kecil. Dihitung bidang besar jika < 10 ekor per bidang.
Jumlah per ml biasanya 70 juta atau lebih, jika < 20 juta curiga sperma kurang
memadai dalam hal fertilitas.
3. Morfologi
Buat sediaan apus dari mani seprti apusan darah, biarkan mengering, kemudian fixasi
dengan metilakohol selama 5 menit. Lakukan pulasan dengan giemsa. Periksa
dibawah mikroskop dengan tambahan emersi.
Perhatikan bentuk kepala dan ekor, catat berapa persen. Perhatikan kelainan yang ada
seperti kepala terlalu kecil atau besar, ekor tidak ada, ekor ganda, ekor bengkok atau
patah atau terlalu pendek, inti terpecah, dll. Biasanya kelainan bentuk < 20%, jika
angka lebih besar maka kemungkinan fertilitas berkurang.

Referensi :
Gandasoebrata R., 2008. Penuntun Laboratorium Klinik. Jakarta. Dian Rakyat. Hal. 171-
173.
Wibisono Herman., 2010. Panduan Laboratorium Andrologi. Buku prertama. Bandung,
PT. Refika Aditama. Hal 1-11.
WHO., 2010. WHO laboratory manual for the Examination and processing of human
semen. Chap 2, hal 10,12.

GANGGUAN KARDIOVASKULAR 2016/2017 51


SKILLS LAB BLOK 2.3 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALIKUSSALEH

LEMBARAN PENILAIAN SKILL LAB BLOK 3.1


PENILAIAN HASIL PEMERIKSAAN SEMEN

Nama Mahasiswa :
Nim :
Kelompok :
Nilai
No. Aspek yang dinilai 1 2 3 4
1 Menerangkan tujuan dan prosedur

Mempersiapkan alat bahan yang


2 diperlukan

Menilai makroskopis sperma (Volume,


warna, bau, kekeruhan, kekentalan dan
3
pH)

Uji motilitas sperma (letakkan 1 tetes


4 sperma di object glass, tutup dengan
cover glass, periksa dibawah mikroskop)

5 Mencatat sperma yang bergerak

6 Hitung jumlah. Isilah pipet sampai garis


bertanda 0,5 dengan sperma yang telah
cair, kemudian air sampai garis bertanda
11.

7 Hitung spematozoa dalam kamar hitung


pada permukaan seluas 1mm2, angka
dikalikan 200.000 untuk mendapat jumlah
sperma dalam 1ml sperma.
8 Morfologi. Buat sediaan apus dari mani,
biarkan mengering, fixasi dengan
metilakohol selama 5 menit.
9 Lakukan pulasan dengan giemsa. Periksa
dibawah mikroskop dengan tambahan
emersi.
10. Interpretasi hasil

Keterangan :
1 = Tidak dilakukan
2 = Dilakukan dengan banyak perbaikan
3 = Dilakukan dengan sedikit perbaikan
4 = Dilakukan dengan sempurna

GANGGUAN KARDIOVASKULAR 2016/2017 52


SKILLS LAB BLOK 2.3 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALIKUSSALEH

PEMERIKSAAN FISIK SISTEM KARDIOVASKULER

PEMERIKSAAN FISIK

Pemeriksaan fisik merupakan prosedur pemeriksaan untuk memperoleh data


mengenai tubuh dan keadaan fisik pasien dalam membantu menegakkan diagnosis dan
menentukan kondisinya. Prosedur pemeriksaan terdiri atas: inspeksi, palpasi, perkusi dan
auskultasi. Data-data klinis yang diperoleh digunakan untuk membantu diagnosis serta
kondisi pasien, dan selanjutnya untuk menentukan pengobatan yang tepat berkenaan dengan
diagnosis.

Pemeriksaan Fisis Umum


Pemeriksaan fisis umum mencakup pemeriksaan beberapa aspek fisis pasien, yaitu:
1. Keadaan Umum Pasien
Pemeriksaan keadaan umum pasien dimaksudkan untuk mendapatkan kesan umum pasien
tersebut. Dalam pemeriksaan ini perlu diperhatikan kelainan dan usia pasien, tampak sakit
atau tidak, kesadaran dan keadaan emosi, dalam keadaan comfort atau distress, serta sikap
dan tingkah laku pasien.

2. Tanda-tanda Vital
Yang perlu diperhatikan pada pemeriksaan ini adalah pernafasan, nadi, tekanan darah, dan
suhu tubuh.

3. Postur Tubuh
Pengamatan posture badan menyangkut pemeriksaan berat badan, tinggi badan, dan
bentuk badan serta keseluruhannya. Juga perlu diperhatikan tekstur kulit yaitu menyangkut
turgor dan tonus serta warna kulit. Pemeriksaan fisis umumnya dilakukan sesudah
pengambilan anamnesis. Pada pemeriksaan ini berturut-turut diperhatikan kepala, leher,
torso badan dan ekstremitas kiri dan kanan.

BENTUK BADAN

Perlu diperhatikan bentuk badan serta tanda-tanda yang terdapat pada seorang
pasien, antara lain astenik, atau hiperstenik, berat badan normal, kurus atau gemuk, tanda-
tanda bekas trauma dan adanya deformitas di dada, kelainan kongenital pada bentuk badan,
dan lain-lain. Misalnya kelainan bentuk badan yang merupakan sindrom kelainan jantung
yang khas pada Sindrom Turner ditemukan koarktasio aorta dan stenosis pulmonal
kongenital, pada Sindrom Down ditemukan atrial septal defect (ASD) atau ventricular septal
defect (VSD) dengan insufisiensi katup atrioventrikular, pada sindrom Hurler ditemukan
kerusakan katup mitral dan aorta, pada Sindrom Dresden China ditemukan stenosis katup
aorta, pada Sindrom Rubella ditemukan patent ductus arteriosus (PDA), stenosis pulmonal
dan koarktasio arteri pulmonal, pada Elfin Appearance ditemukan stenosis aorta
supravalvular.

Tekstur Jaringan dan Warna Kulit


Perlu diperhatikan turgor dan tonus jaringan, ada tidaknya sianosis, anemia, sianosis
sentral yang umumnya terjadi pada kelainan jantung kongenital, sianosis perifer, dan ikterus

GANGGUAN KARDIOVASKULAR 2016/2017 53


SKILLS LAB BLOK 2.3 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALIKUSSALEH

GANGGUAN KARDIOVASKULAR 2016/2017 54


SKILLS LAB BLOK 2.3 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALIKUSSALEH

Perhatikan apakah ada bendungan pada vena jugularis.Pembendungan menunjukkan


adanya hipertensi vena, sehingga perlu diukur besarnya tekanan vena jugularis. Bendungan
vena bilateral, umumnya ditemukan pada gagal jantung kanan dan timbulnya bersamaan
dengan pembengkakan hati, edema perifer, dan asites. Refluks hepato jugular, ditemukan
pada gagal jantung kanan. Pengisisan vena jugularis paradoksal pada waktu inspirasi dapat
terjadi misalnya pada pernafasan Kussmaul akibat efusi pericardial dan perikarditis
konstriktif.

Arteri karotis
Denyut arteri karotis diraba pada pangkal leher di daerah lateral anterior, denyut ini
mencerminkan kegiatan ventrikel kiri.
Gambaran nadi yang terjadi menyerupai gelombang nadi yang terjadi pada arteri radialis.
Pulsasi karotis yang berlebihan dapat timbul karena tekanan nadi yang besar, misalnya pada
insufisiensi aorta ditandai dengan naik dan turunnya denyut berlangsung cepat.

Dada
Kelainan bentuk dada seringkali berkaitan dengan anatomi dan faal jantung. Di
samping itu juga mempengaruhi faal pernafasan yang kemudian secara tidak langsung
mempengaruhi faal sirkulasi darah yang akan menjadi beban kerja jantung. Kelainan bentuk
dada tidak selalu disertai atau mengakibatkan gangguan faal jantung. Kelainan bentuk dada
dapat dibedakan antara kelainan kongenital atau kelainan yang didapat selama pertumbuhan
badan. Deformitas dada dapat juga terjadi karena trauma yang menyebabkan gangguan
ventilasi pernapasan berupa beban sirkulasi terutama bagi ventrikel kanan.

GANGGUAN KARDIOVASKULAR 2016/2017 55


SKILLS LAB BLOK 2.3 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALIKUSSALEH

Perhatikan apakah terdapat pektus excavatum (Funnel Chest) berupa depresi


sternum, atau Barrel Chest yang mempunyai diameter antero-posterior besar dan biasanya
terdapat pada emfisema kronik, atau pektus carinatum (pigeon breast). Sternum bagian atas
yang sangat menonjol, terdapat pada juvenile riketsia. Prekordium yang menonjol, terdapat
karena pembesaran jantung pada sejak usia muda. Kifoskoliosis seringkali diikuti oleh fungsi
paru yang terganggu dan lambat laun dapat menyebabkan kor pulmonal kronik.
Benjolan dinding dada di sekitar sela iga ketiga kiri terjadi akibat aneurisma dari
pembuluh darah besar. Pada straight back syndrome (flat chest) tampak menghilangkan
kifosis normal dan sering terdapat bersama dengan adanya prolaps katup mitral dan pulsasi
pada dinding dada.
Normal hanya ditemukan pulsasi apeks kordis dan dapat diraba pada jarak ± 8 cm
dari garis midsternal pada ruang sela iga IV kiri dan dapat direkam dengan apeks.

GANGGUAN KARDIOVASKULAR 2016/2017 56


SKILLS LAB BLOK 2.3 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALIKUSSALEH

Pulsasi abnormal dapat berupa pulsasi di atas ruang iga ke 3, dan ini merupakan
pulsasi abnormal pembuluh darah besar. Pulsasi abnormal yang teraba melebar sampai di
bawah iga ke 3, berasal dari ventrikel kanan atau ventrikel kiri yang membesar.

EKSTREMITAS

Lengan – Tangan
Pada pemeriksaan jari, ujung jari dan kuku, diperhatikan apakah ada deformitas jari
dan persendian jari, sianosis dan clubbing finger.
Splinter haemorrhage dan osler node, mungkin dapat dijumpai pada endokarditis
bakterial subakut. Bandingkan denyut nadi arteri radialis kiri kanan.

Tungkai – kaki
Perhatikan apakah ada edema tungkai, edema pretibial, edema pergelangan kaki
(ankle edema), edema kardiak seringkali disertai nokturia.
Lakukan perabaan denyut nadi arteri femoralis,arteri poplitea, dan arteri dorsalis
pedis. Bandingkan nadi kiri dan kanan, serta bandingkan suhu kaki kiri dan kanan. Cari
tanda-tanda fenomena trombo-emboli pada tungkai, diperhatikan juga vena tungkai bawah
apakah ada varises dan tromboflebitis.

PEMERIKSAAN KHUSUS
Pemeriksaan daerah prekordial yaitu proyeksi jantung pada dinding dada anterior

Inspeksi

Perhatikan bentuk prekordial apakah normal, mengalami depresi atau ada


penonjolan asimetris (voussure cardiaque), yang disebabkan pembesaran jantung sejak kecil.
Hipertrofi dan dilatasi ventrikel kiri dan kanan dapat terjadi akibat kelainan kongenital.
Garis anatomis pada permukaan badan yang penting pada permukaan dada, ialah:
- Garis tengah sterna (mid sterna line/MSL)
- Garis tengah klavikular (mid clavicular line/MCL)
- Garis anterior aksilar (anterior axillary line/AAL)
- Garis para sterna kiri dan kanan (para sterna line/PSL)
Garis-garis tersebut ini perlu untuk menentukan lokasi kelainan yang ditemukan
pada permukaan badan.

Palpasi Jantung

Pada palpasi jantung, telapak tangan diletakkan di atas prekordium dan dilakukan
perabaan di atas iktus kordis (apical impulse).
Lokasi point of maximal, normal terletak pada ruang sela iga (RSI) V kira-kira 1 jari
medial dari garis midklavikular (medial dari apeks anatomis). Pada bentuk dada yang panjang
dan gepeng, iktus kordis terdapat pada RSI VI medial dari garis midklavikular, sedangkan
pada bentuk dada yang pendek lebar, letak iktus kordis agal ke lateral.

Pada keadaan normal lebar iktus kordis yang teraba adalah 1-2 cm. Bila kekuatan
volume dan kualitas jantung meningkat maka terjadi systolic lift, systolic heaving, dan dalam
keadaan ini daerah iktus kordis akan teraba lebih melebar.

GANGGUAN KARDIOVASKULAR 2016/2017 57


SKILLS LAB BLOK 2.3 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALIKUSSALEH

GANGGUAN KARDIOVASKULAR 2016/2017 58


SKILLS LAB BLOK 2.3 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALIKUSSALEH

GANGGUAN KARDIOVASKULAR 2016/2017 59


SKILLS LAB BLOK 2.3 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALIKUSSALEH

Pulsasi Ventrikel Kiri

Pulsasi apeks dapat direkam dengan apikokardiograf. Pulsasi apeks yang melebar
teraba seperti menggelombang (apical heaving). Apical heaving tanpa perubahan tempat ke
lateral, terjadi misalnya pada beban sistolik vertikel kiri yang meningkat akibat stenosis aorta.
Apical heaving yang disertai peranjakan tempat ke lateral bawah, terjadi misalnya pada beban
diastolik ventrikel kiri yang meningkat akibat insufisiensi katup aorta. Pembesaran ventrikel
kiri dapat menyebabkan iktus kordis beranjak ke lateral bawah.
Pulsasi apeks kembar (double apical impulse) terdapat pada aneurisma apical atau
pada kardiomiopati hipertrofi obstruktif.

Pulsasi Ventrikel Kanan

Area di bawah iga ke III/IV medial dari impuls apical dekat garis sternal kiri, normal
tidak ada pulsasi. Bila ada pulsasi pada area ini, kemungkinan disebabkan oleh kelebihan
beban sistolik kanan, misalnya pada stenosis pulmonal atau hipertensi pulmonal. Pulsasi yang
kuat di sekitar daerah epigastrium di bawah prosesus sifoideus menunjukkan kemungkinan
adanya hipertrofi dan dilatasi ventrikel kanan. Pulsasi abnormal di atas iga ke III kanan
menunjukkan kemungkinan adanya aneurisma aorta asenden. Pulsasi sistolik pada interkostal
II sebelah kiri pada batas sternum menunjukkan dilatasi arteri pulmonal.

GANGGUAN KARDIOVASKULAR 2016/2017 60


SKILLS LAB BLOK 2.3 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALIKUSSALEH

Getar Jantung (Cardiac Thrill)

Getar jantung adalah terabanya getaran yang diakibatkan oleh desir aliran darah.
Bising jantung adalah desiran yang terdengar karena aliran darah. Getar jantung di daerah
prekordial adalah getaran atau vibrasi yang teraba di daerah prekordial. Getar sistolik
(systolic thrill), timbul pada fase sistolik dan teraba bertepatan dengan terabanya impuls
apical. Getar diastolic (diastolic thrill), timbul pada fase diastolik dan teraba sesudah impuls
apical.
Getar sistolik yang panjang pada area mitral yang melebar ke lateral menunjukkan
insufisiensi katup mitral. Getar sistolik yang pendek dengan lokasi di daerah mitral dan
bersambung ke daerah aorta menunjukkan adanya stenosis katup aorta. Getar diastolik yang
pendek di daerah apeks menunjukkan adanya stenosis mitral. Getar sistolik yang panjang
pada area trikuspid menunjukkan adanya insufisiensi trikuspid. Getar sistolik pada area aorta
pada lokasi di daerah cekungan suprasternal dan daerah karotis menunjukkan adanya stenosis
katup aorta, sedangkan getar diastolik di daerah tersebut menunjukkan adanya insufisiensi
aorta yang berat, biasanya getar tersebut ini lebih keras teraba pada waktu ekspirasi.
Getar sistolik pada area pulmonal menandakan adanya stenosis katup pulmonal.

GANGGUAN KARDIOVASKULAR 2016/2017 61


SKILLS LAB BLOK 2.3 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALIKUSSALEH

GANGGUAN KARDIOVASKULAR 2016/2017 62


SKILLS LAB BLOK 2.3 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALIKUSSALEH

Cara Perkusi

Batas atau tepi kiri pekak jantung yang normal terletak pada ruang interkostal III/IV
pada garis parasternal kiri. Pekak jantung relatif dan pekak jantung absolut perlu dicari untuk
menentukan gambaran besarnya jantung.
Pada kardiomegali, batas pekak jantung melebar ke kiri dan ke kanan. Dilatasi
ventrikel kiri menyebabkan apeks kordis bergeser ke lateral-bawah. Pinggang jantung
merupakan batas pekak jantung pada RSI – 3 pada garis para sternal kiri.
Hipertrofi atrium kiri menyebabkan pinggang jantung merata atau menonjol ke arah
lateral. Pada hipertrofi ventrikel kanan, batas pekak jantung melebar ke lateral kanan dan ke
kiri atas. Pada perikarditis, pekak jantung absolut melebar ke kanan dan ke kiri. Pada
emifisema paru, pekak jantung mengecil bahkan dapat menghilang pada emfisema paru yang
berat, sehingga batas jantung dalam keadaan tersebut sukar ditentukan.

GANGGUAN KARDIOVASKULAR 2016/2017 63


SKILLS LAB BLOK 2.3 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALIKUSSALEH

Auskultasi ialah merupakan cara pemeriksaan dengan cara mendengar bunyi akibat
vibrasi (getaran suara) yang ditimbulkan karena kejadian dan kegiatan jantung dan kejadian
hemodinamik darah dalam jantung.
Alat yang dipergunakan ialah stetoskop yang terdiri atas ear piece, tubing dan chest
piece. Macam-macam chest piece yaitu bowl type dengan membran, digunakan terutama
untuk mendengar bunyi dengan fekuensi nada yang tinggi: bel type, digunakan untuk
mendengarkan bunyi-bunyi dengan fekuensi yang lebih rendah.

Beberapa aspek bunyi, yang perlu diperhatikan:


1. Nada, berhubungan dengan frekunsi tinggi rendahnya getaran
2. Kerasnya (intensitas), berhubungan dengan amplitude gelombang suara
3. Kualitas bunyi, dihubungkan dengan timbre yaitu jumlah nada dasar dengan
bermacam-macam jenis vibrasi bunyi yang menjadi komponen-komponen bunyi yang
terdengar.
Selain bunyi jantung pada auskultasi, dapat juga terdengar bunyi akibat kejadian
hemodinamik darah yang dikenal sebagai desiran atau bising jantung (cardiac murmur)

GANGGUAN KARDIOVASKULAR 2016/2017 64


SKILLS LAB BLOK 2.3 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALIKUSSALEH

Bunyi Jantung

Bunyi jantung dibedakan menjadi :


Bunyi jantung utama: BJ I,BJ II, BJ III, BJ IV.
Bunyi jantung tambahan ini dapat berupa bunyi detak ejeksi (ejection clik) yaitu bunyi yang
terdengar bila ejeksi ventrikel terjadi dengan kekuatan yang lebih besar misalnya pada beban
sistolik ventrikel kiri yang meninggi. Bunyi detak pembukaan katup (opening snap) terdengar
bila pembukaan katup mitral terjadi dengan kekuatan yang lebih besar dari normal dan
terbukanya sedikit melambat dari biasa, misalnya pada stenosis mitral.

Bunyi Jantung Utama


Bunyi jantung I ditimbulkan karena kontraksi yang mendadak terjadi pada awal
sistolik meregangnya daun-daun katup mitral dan trikuspid yang mendadak akibat tekanan
dalam ventrikel yang meningkat dengan cepat, meregangnya dengan tiba-tiba chordae
tendinea yang memfiksasi daun-daun katup yang telah menutup dengan sempurna, dan
getaran kolom darah dalam outflow tract (jalur keluar) ventrikel kiri dan dinding pangkal
aorta dengan sejumlah darah yang ada di dalamnya. Bunyi jantung I terdiri dari komponen
mitral dan trikuspidal.

Faktor-faktor yang mempengaruhi intensitas BJ I, yaitu:


- Kekuatan dan kecepatan kontraksi otot ventrikel
Makin kuat dan cepat, makin keras bunyinya
- Posisi daun katup atrioventrikuler pada saat sebelum kontraksi ventrikel.
Makin dekat terhadap posisi tertutup makin kecil kesempatan akselerasi darah yang
keluar dari ventrikel, dan makin pelan terdengarnya BJ I; dan sebaliknya makin lebar
terbukanya katup atrioventrikular sebelum kontraksi, makin keras BJ I, karena
akselerasi darah dan gerakan katup lebih cepat
- Jarak jantung terhadap dinding dada.
Pada pasien dengan dada kurus BJ lebih keras terdengar dibandingkan pasien gemuk
dengan BJ yang terdengar lebih lemah. Demikian juga pada pasien emfisema
pulmonum BJ terdengar lebih lemah.

BJ II ditimbulkan karena vibrasi akibat penutupan katup aorta (komponen aorta),


penutupan katup pulmonal (komponen pulmonal), perlambatan aliran yang mendadak dari
darah pada akhir ejeksi sistolik, dan benturan balik dari kolom darah pada pangkal aorta dan
membentur katup aorta yang baru tertutup rapat. Bunyi jantung II terdiri dari komponen aorta
dan pulmonal.
Pada BJ II, komponen A2, lebih keras terdengar pada aortic area sekitar ruang
interkostal II kanan. Komponen P2 hanya dapat terdengar keras di sebelah kanan sternum
pada ruang interkostal II kanan.Komponen P2 hanya dapat terdengar keras di sekitas area
pulmonal.
Kegiatan fisik akan memperkeras BJ II (A2+P2), inspirasi cenderung memperkeras
P2, ekspirasi cenderung memperkeras A2. Makin tua usia makin keras komponen A2. Pada
inspirasi, P2 terdengar sesudah A2 karena ejeksi ventrikel kanan berlangsung lebih lama dari
pada ejeksi ventrikel kiri pada inspirasi.
Pada keadaan fisiologis, pada inspirasi, kembalinya darah ke dalam ventrikel kanan
menjadi lebih lama. Keadaan ini disebut physiological splitting (bunyi terbelah yang terjadi
secara fisiologis). Pada ekspirasi, masa ejeksi ventrikel kanan sama dengan masa ejeksi
ventrikel kiri sehingga P2 terdengar bertepatan dengan A2. Pada hipertensi sistemik, bunyi A2
mengeras, sedang pada hipertensi pulmonal, bunyi P2 mengeras.

GANGGUAN KARDIOVASKULAR 2016/2017 65


SKILLS LAB BLOK 2.3 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALIKUSSALEH

BJ III terdengar karena pengisian ventrikel yang cepat (fase rapid filling).Vibrasi
yang ditimbulkan adalah akibat percepatan aliran yang mendadak pada pengisian ventrikel
karena relaksasi aktif ventrikel kiri dan kanan dan segera disusul oleh perlambatan aliran
pengisian.
Bunyi jantung IV dapat terdengar bila kontraksi atrium terjadi dengan kekuatan yang
lebih besar, misalnya pada keadaan tekanan akhir diastol ventrikel yang meninggi sehingga
memerlukan dorongan pengisian yang lebih keras dengan bantuan kontraksi atrium yang
lebih kuat.

Bunyi Jantung Tambahan


Bunyi detak ejeksi pada awal sistolik (early systolic click). Bunyi ejeksi ialah
bunyi dengan nada tinggi yang terdengar karena detak. Hal ini disebabkan karena akselerasi
aliran darah yang mendadak pada awal ejeksi ventrikel kiri dan bersamaan dengan
terbukanya katub aorta terjadi lebih lambat. Keadaan ini sering disebabkan karena stenosis
aorta atau karena beban sistolik ventrikel kiri yang berlebihan di mana katup aorta terbuka
lebih lambat.
Bunyi detak ejeksi pada pertengahan atau akhir sistolik (mid-late systolic click)
ialah bunyi dengan nada tinggi pada fase pertengahan atau akhir sistolik yang disebabkan
karena daun-daun katup mitral dan chordae tendinae meregang lebih lambat dan lebih keras.
Keadaan ini dapat terjadi pada prolaps katup mitral karena gangguan fungsi muskulus
papilaris atau chordae tendinae.
Detak pembukaan katup (opening snap) ialah bunyi yang terdengar sesudah BJ II
pada awal fase diastolik karena terbukanya katup mitral yang terlambat dengan kekuatan
yang lebih besar disebabkan hambatan pada pembukaan katup mitral. Keadaan ini dapat
terjadi pada stenosis katup mitral.

Bunyi Ekstra Kardial


Gerakan perikard (pericardial friction rub) terdengar pada fase sistolik dan diastolik
akibat gesekan pericardium visceral dan parietal. Bunyi ini dapat ditemukan pada
perikarditis.

Bising (Desir) Jantung (Cardiac Murmur)


Bising jantung ialah bunyi desiran yang terdengar memanjang, yang timbul akibat
vibrasi aliran darah turbulen yang abnormal.
Evaluasi desir jantung dilihat dari:
- Waktu terdengar : pada fase sistolik
- Intensitas bunyi : derajat I,II,III,IV,V,VI
- Nada (frekunsi getaran) : tinggi atau rendahnya nada bunyi
- Tipe (konfigurasi) : timbul karena penyempitan (ejection) atau karena
aliran balik (regurgitation)
- Kualitas (timbre) : musical atau mendesir
- Lokasi dan penyebaran : daerah dimana bising terdengar paling keras dan
mungkin menyebar kearah tertentu
- Lamanya terdengar : pendek atau panjang

GANGGUAN KARDIOVASKULAR 2016/2017 66


SKILLS LAB BLOK 2.3 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALIKUSSALEH

Waktu Terdengarnya Bising Jantung (Bising Sistolik atau Bising Diastolik)


Terlebih dahulu tentukan fase siklus jantung pada saat terdengarnya bising (sistolik
atau diastolic) dengan BJ I dan BJ II atau dengan palpasi denyut karotis yang teraba pada
awal sistolik.

Intensitas Bunyi Murmur


Intensitas bunyi murmur didasarkan pada tingkat kerasnya suara dibedakan:
- Derajat I : bunyi murmur sangat lemah hanya dapat terdengar dengan upaya
dan perhatian khusus
- Derajat II : bunyi bising lemah, akan tetapi mudah terdengar
- Derajat III : bunyi bising agak keras
- Derajat IV : bunyi bising cukup keras
- Derajat V : bunyi bising sangat keras
- Derajat VI : bunyi bising paling keras

Nada bunyi bising jantung dapat berupa bunyi dengan nada tinggi (high pitched)
atau bunyi bising dengan nada rendah (low pitched)

Tipe (Konfigurasi) Bising Jantung


Tipe bising jantung dibedakan menjadi:
- Bising tipe kresendi (crescendo murmur), mulai terdengar dari pelan kemudian mengeras
- Bising tipe dekresendo (decrescendo murmur), bunyi dari keras kemudian menjadi pelan
- Bising tipe kresendo-dekresendi (crescendo-decrescendo = diamod shape murmur), yaitu
bunyi pelan keras kemudian disusul pelan kembali disebut ejection type.

GANGGUAN KARDIOVASKULAR 2016/2017 67


SKILLS LAB BLOK 2.3 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALIKUSSALEH

CHECK LIST PEMERIKSAAN FISIK

SKOR
No ASPEK YANG DINILAI
1 2 3
A UMUM
1. Menjelaskan tujuan pemeriksaan
2. Siapkan alat yang diperlukan
3. Pemeriksa berada sebelah kanan pasien
4. Pasien tidur telentang dalam keadaan rileks dan dada
terbuka
B INSPEKSI
5. Normal
6. Penonjolan asimetris
7. Abnormal:
- Funnel Chest
- Barrel Chest
- Pigeon Breast
- Juvenile Ricketsia
- Veassure cardiaque
- Flat Chest
C PALPASI
8. Jugularis Externa terisi/kosong (normal)
9. Apex cordis:
- RIK V kiri, 1 jari medial dari Linea medio
clavikularis kiri
10. Pulsasi:
RIK II kiri/kanan
RIK III kiri
RIK IV/V kiri/kanan
11. Cardiac Thrill
D PERKUSI
12. Batas jantung:
Kiri
Kanan
E AUSKULTASI
13. Bunyi jantung I:
Apex
RIK IV/V kiri/kanan
14. Bunyi jantung II:
RIK II kiri
RIK II kanan
15. Bising jantung:
Sistolik
Diastolik
F 16. Pericardial Friction rub

Keterangan Skor:
1. Tidak dilakukan
2. Dilakukan dengan benar tapi tidak sempurna

GANGGUAN KARDIOVASKULAR 2016/2017 68


SKILLS LAB BLOK 2.3 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALIKUSSALEH

3. Dilakukan dengan benar dan sempurna

NILAI : SKOR TOTAL X 100 =


48

Mahasiswa Instruktur

( ) ( )

GANGGUAN KARDIOVASKULAR 2016/2017 69


SKILLS LAB BLOK 2.3 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALIKUSSALEH

PEMERIKSAAN ELEKTROKARDIOGRAFI (EKG)

I. Pendahuluan
Tujuan “skills laboratory” elektrokardiografi adalah:
1) Mengerti anatomi dan fungsional sistem konduksi jantung
2) Mengerti dan mampu menggunakan alat EKG
3) Mengerti dan mampu mengambil rekam EKG
4) Mengerti dan mampu menginterprestasi hasil EKG

II. Anatomi dan Fungsional Sistem Konduksi Jantung


1) Sifat-sifat listrik sel jantung
→ Sel-sel otot jantung mempunyai susunan ion yang berbeda antara ruang dalam
sel (extraseluler). Dari ion-ion ini, yang terpenting ialah ion Na+ dan ion
K+.Kadar K+ intraseluler sekitar 30 kali lebih tinggi dalam ruang ekstraseluler
daripada dalam ruang intraseluler.
→ Membran sel otot jantung ternyata lebih permeabel untuk ion K+ daripada
untuk ion Na+. Dalam keadaan istirahat, karena perbedaan kadar ion-ion,
potensial membran bagian dalam dan bagian luar tidak sama. Membran sel
otot jantung saat istirahat berada pada keadaan polarisasi, dengan bagian luar
berpotensial positif dibandingkan bagian dalam. Selisih potensial ini disebut
potensial membran, yang dalam keadaan istirahat berkisar -90 mV. Bila
membran otot jantung dirangsang, sifat permeable membran sehingga ion Na+
masuk kedalam sel, yang menyebabkan potensial membran berubah dari -90
mV menjadi +20 mV (potensial diukur intraseluler terhadap ekstraseluler).
Perubahan potensial membran karena stimulus ini disebut depolarisasi.
Setelah proses depolarisasi selesai, maka potensial membran kembali
mencapai keadaan semula, yaitu proses repolarisasi.

2) Potensial aksi
Bila kita mengukur potensial listrik yang terjadi dalam sel otot jantung
dibandingkan dengan potensial di luar sel, pada saat stimulus, maka perubahan
potensial yang terjadi sebagai fungsi dari waktu, disebut potensial aksi. Kurva
potensial aksi menunjukkan karakteristik yang khas, yang dibagi menjadi 4
fase yaitu:
 Fase 0 adalah :
Awal potensial aksi yang berupa garis vertikal ke atas yang merupakan
lonjakan potensial sehingga mencapai +20 mV. Lonjakan potensial dalam
daerah intraseluler ini disebabkan karena masuknya ion Na+ dari luar ke
dalam sel.
 Fase 1 adalah:
Fase repolarisasi awal yang pendek, di mana potensial kembali dari + 20 mV
mendekati 0 mV
 Fase 2 adalah:
Fase datar di mana potensial berkisar pada 0 mV. Dalam fase ini terjadi
gerak masuk ion Ca++ untuk mengimbangi gerak keluar dari ion K+.
 Fase 3 adalah:
Masa repolarisasi cepat di mana potensial kembali secara tajam pada tingkat
awal yaitu fase 0.

GANGGUAN KARDIOVASKULAR 2016/2017 70


SKILLS LAB BLOK 2.3 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALIKUSSALEH

3) Sistem Konduksi Jantung


Sistem konduksi jantung terdiri dari nodus sinoatrial (SA), nodus
Atrioventrikuler (AV), berkas His dan serabut Purkinye.

a. Nodus SA
Nodus SA terletak pada pertemuan antara vena kava superior dengan atrium
kanan. Sel-sel dalam nodus SA secara otomatis dan teratur mengeluarkan impuls
dengan frekuensi 60-100 x/menit
b. Nodus AV
Terletak di atas sinus koronarius pada dinding posterior atrium kanan. Sel-sel
dalam nodus AV mengeluarkan impuls lebih rendah dari nodus SA yaitu 40-60
x/menit
c. Berkas His
Nodus AV kemudian menjadi Berkas His yang menembus jaringan pemisah
miokardium atrium dan miokardium ventrikel, selanjutnya berjalan pada septum
ventrikel yang kemudian bercabang dua menjadi berkas kanan (Right Bundle
Branch = RBB) dan berkas kiri (Left Bundle Branch = LBB). RBB dan LBB
kemudian menuju endokardium ventrikel kanan dan kiri, berkas tersebut
bercabang menjadi serabut-serabut Purkinye.
d. Serabut Purkinye
Serabut Purkinye mampu mengeluarkan impuls dengan frekuensi 20-40 x/menit

GANGGUAN KARDIOVASKULAR 2016/2017 71


SKILLS LAB BLOK 2.3 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALIKUSSALEH

III. Perlengkapan EKG


EKG yang digunakan untuk latihan keterampilan adalah : Fx : 2111. Fukuda ME Japan

Ada 10 kabel dari EKG yang dihubungkan dengan pasien :


a. Empat macam kabel menghubungkan antara alat EKG dengan keempat anggota
gerak, yaitu:
 Warna merah untuk tangan kanan
 Warna kuning untuk tangan kiri
 Warna hitam untuk kaki kanan
 Warna hijau untuk kaki kiri
b. Enam buah electroda untuk precordial, menghubungakan derah prekordial degan alat
EKG, yaitu:
 Lead C1 warna putih / merah di V1
 Lead C2 warna putih / kuning di V2
 Lead C3 warna putih / hijau di V3
 Lead C4 warna putih / coklat di V4
 Lead C5 warna putih / hitam di V5
 Lead C6 warna putih / ungu di V6

IV. Elektrokardogram (EKG)


EKG adalah suatu grafik yang menggambarkan rekaman listrik jantung. Kegiatan
listrik jantung dalam tubuh dapat dicatat dan direkam melalui elektroda-elektroda yang
dipasang pada permukaan tubuh. Kelainan tata listrik jantung akan menimbulkan
kelainan gambar EKG. Sejak Einthoven pada tahun 1903 berhasil mencatat potensial
listrik yang terjadi pada waktu jantung berkontraksi, pemeriksaan EKG menjadi
pemeriksaan diagnostik yang penting. Saat ini pemeriksaan jantung tanpa pemeriksaan
EKG dianggap kurang lengkap. Beberapa kelainan jantung sering hanya diketahui
berdasarkan EKG saja. Tetapi sebaliknya juga, jangan memberikan penilaian yang

GANGGUAN KARDIOVASKULAR 2016/2017 72


SKILLS LAB BLOK 2.3 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALIKUSSALEH

berlebihan pada hasil pemeriksaan EKG dan mengabaikan anamnesis dan pemeriksaan
fisik.

1) Sandapan-sandapan pada EKG


Untuk memperoleh rekaman EKG, pada tubuh diletakkan elektroda-
elektroda yang dapat meneruskan potensial listrik dari tubuh ke sebuah alat pencatat
potensial yang disebut elektrokardiograf. Pada rekaman EKG yang konvensional
dipakai 10 buah elektroda, yaitu 4 buah elektroda extremitas dan 6 buah elektroda
prekordial. Elektroda-elektroda ekstremitas masing-masing diletakkan pada lengan
kanan, lengan kiri, tungkai kanan dan tungkai kiri. Elekroda tungkai kanan selalu
dihubungkan dengan bumi untuk menjamin potensial nol yang stabil.
Lokasi penetapan elektroda sangat penting diperhatikan, karena penetapan
yang salah akan menghasilkan pencatatan yang berbeda.
Elektroda-elektroda perkordial diberi nama VI-V6 dengan lokalisasi
sebagai berikut :
V1 : Garis parasternal kanan, pada interkostal IV
V2 : Garis parasternal kiri, pada interkostal IV,
V3 : Titik tengah antara V2 dan V4
V4 : Garis klavikula-tengah, pada interkostal V,
V5 : Garis aksila depan, sama tinggi dengan V4,
V6 : Garis aksila tengah, sama tinggi dengan V4 dan V5

Kadang-kadang diperlukan elektroda-elektroda prekordial sebelah kanan,


yang disebut V3R, V4R, V5R dan V6R yang letaknya berseberangan dengan
V3,V4,V5 dan V6

GANGGUAN KARDIOVASKULAR 2016/2017 73


SKILLS LAB BLOK 2.3 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALIKUSSALEH

GANGGUAN KARDIOVASKULAR 2016/2017 74


SKILLS LAB BLOK 2.3 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALIKUSSALEH

2) Sandapan-sandapan Ekstremitas
Dari elektroda-elektroda ekstremitas didapatkan tiga sandapan, dengan
rekaman poternsial bipolar, yaitu:
 Sandapan I = Merekam beda potensial antara tangan kanan (RA) dengan tangan
kiri (LA), di mana tangan kanan bermuatan negatif (-) dan tangan kiri
bermuatan positif (+)
 Sandapan II = Merekam beda potensial antara tangan kanan (RA) dengan kaki
kiri (LF) di mana tangan kanan bermuatan negatif (-) dan kaki kiri bermuatan
positif (+)
 Sandapan III = Merekam beda potensial antara tangan kiri (LA) dengan kaki kiri
(LF), di mana tangan kiri bermuatan positif (+) dan kaki kiri bermuatan negatif
(-).
Ketiga sandapan ini dapat digambarkan sebagai sebuah segitiga sama sisi,
yang lazim disebut segitiga EINTHOVEN.
Untuk mendapatkan sandapan unipolar, gabungan dari sandapan I, II, III
disebut terminal sentral dan anggap berpotensial nol. Bila potensial dari suatu
elektroda dibandingkan dengan terminal sentral, maka didapatkan potensial
mutlak elektroda tersebut dan sandapan yang diperoleh disebut sandapan
unipolar.
Sandapan Unipolar Ekstrimitas yaitu:
 Sandapan aVR = Merekam potensial listrik pada tangan kanan (RA), di mana
tangan kanan bermuatan positif (+), tangan kiri dan kaki kiri membentuk
elektroda indiferen (potensial nol).
 Sandapan aVL = Merekam potensial listrik pada tangan kiri (LA), di mana
tangan kiri bermuatan positif (+), tangan kanan dan kaki kiri membentuk
elektroda indiferen (potensial nol)
 Sandapan aVF = Merekam potensial listrik pada kaki kiri (LF), di mana kaki
kiri bermuatan positif (+), tangan kanan dan tangan kiri membentuk elektroda
indiferen (potensial nol).

Sandapan unipolar prekordial yaitu:


Merekam besar potensial listrik jantung dengan bantuan elektroda yang ditempatkan di
beberapa tempat dinding dada. Elektroda indiferen diperoleh dengan menggabungkan
ketiga elektroda ekstremitas. Sesuai dengan nama elektrodanya, sandapan-sandapan
prekordial disebut V1, V2, V3, V4, V5 dan V6.

3) Kertas EKG
Kertas EKG merupakan kertas grafik yang terdiri dari garis horizontal dan
vertikal dengan jarak 1 mm (sering disebut sebagai kotak kecil). Garis yang lebih
tebal terdapat pada setiap 5 mm (disebut kotak besar).
Garis horizontal menggambarkan waktu, dimana 1 mm = 0.04 detik, sedangkan
5 mm = 0.20 detik.
Garis vertikal menggambarkan voltase, di mana 1 mm = 0,1 miliVolt,
sedangkan setiap 10 mm = 1 milliVolt

Pada praktek sehari-hari perekam dibuat dengan kecepatan 25 mm/detik. Pada


awal rekaman kita harus membuat kalibrasi 1 milliVolt yaitu sebuah atau lebih yang
menimbulkan defleksi 10 mm. Pada keadaan tertentu kalibrasi dapat diperbesar yang
akan menimbulkan defleksi 20 mm atau diperkecil yang akan menimbulkan defleksi

GANGGUAN KARDIOVASKULAR 2016/2017 75


SKILLS LAB BLOK 2.3 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALIKUSSALEH

5 mm. Hal ini harus dicatat pada saat perekaman EKG sehingga tidak menimbulkan
interpretasi yang salah bagi pembacanya.
Garis rekaman mendatar tanpa ada potensi listrik disebut garis iso-elektrik.
Defleksi yang arahnya ke atas disebut defleksi positif, yang ke bawah disebut
defleksi negatif.

V. PROSEDUR PEREKAM
1. Siapkan 1 set EKG pada tempat yang sudah ditentukan
2. Pemeriksa berada sebelah kanan pasien
3. Pasien tidur telentang dalam keadaan rileks dan dada terbuka
4. Bersihkan tempat pemasangan elektroda dengan alkohol
5. Oleskan jelly pada tempat pemasangan elektroda
6. Kecepatan perekam 25mm/detik dengan kalibrasi 1 cm = 1 mvol
7. Perekam dimulai secara manual dari lead I, II, III, aVR, aVL, aVF dan V1-V6.
8. Elektroda dilepas dari pasien dan dibersihkan.

GANGGUAN KARDIOVASKULAR 2016/2017 76


SKILLS LAB BLOK 2.3 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALIKUSSALEH

GANGGUAN KARDIOVASKULAR 2016/2017 77


SKILLS LAB BLOK 2.3 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALIKUSSALEH

Kurva EKG menggambarkan proses listrik yang terjadi pada atrium dan ventrikel.
Proses listrik ini terdiri dari:
1. Depolarisasi atrium
2. Repolarisasi atrium
3. Depolarisasi ventrikel
4. Repolarisasi ventrikel

Sesuai dengan proses listrik jantung, setiap hantaran pada EKG normal
memperlihatkan 3 proses listrik yaitu depolarisasi atrium, depolarisasi ventrikel dan
repolarisasi ventrikel. Repolarisasi atrium umumnya tidak terlihat pada EKG, karena di
samping intensitasnya kecil juga repolarisasi atrium waktunya bersamaan dengan depolarisasi
ventrikel yang mempunyai intensitas yang jauh lebih besar.
EKG normal terdiri dari gelombang P, Q, R, S dan T serta kadang terlihat
gelombang U. Selain itu juga ada beberapa interval dan segmen EKG.

Gelombang P.
Gelombang P merupakan gambaran proses depolarisasi atrium dari pemacu jantung
fisiologis nodus SA atau dari atrium. Gelombang P bisa positif, negatif, atau bifasik, atau
bentuk lain yang khas.
Gelombang P yang normal:
 Lebar kurang dari 0.12 detik
 Tinggi kurang dari 0.3 milliVolt

GANGGUAN KARDIOVASKULAR 2016/2017 78


SKILLS LAB BLOK 2.3 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALIKUSSALEH

 Selalu positif di lead II


 Selalu negatif di aVR

Gelombang QRS
Merupakan gambaran proses depolarisasi ventrikel, terdiri dari gelombang Q,
gelombang R dan gelombang S.
Gelombang QRS yang normal:
 Lebar 0.06 – 0.13 detik
 Tinggi tergantung lead

Gelombang Q adalah defleksi negatif pertama pada gelombang QRS


Gelombang Q yang normal :
 Lebar kurang dari 0.04 detik
 Tinggi / dalamnya kurang dari 1/3 tinggi R

Gelombang R adalah defleksi positif pertama pada gelombang QRS. Gelombang R umumnya
positif di lead II, V5 dan V6. Di lead aVR, V1 dan V2 biasanya hanya kecil atau tidak ada
sama sekali.

Gelombang S adalah defleksi negatif sesudah gelombang R. Di lead aVR dan V1 gelombang
S terlihat dalam dan di V2 ke V6 akan terlihat makin lama makin menghilang atau berkurang
dalamnya.

Gelombang T
Merupakan gambaran proses repolarisasi ventrikel. Umumnya gelombang T positif
di lead I, II, V3-V6 dan terbalik di aVR

GANGGUAN KARDIOVASKULAR 2016/2017 79


SKILLS LAB BLOK 2.3 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALIKUSSALEH

Gelombang U
Adalah gelombang yang timbul setelah gelombang T dan sebelum gelombang P
berikutnya. Penyebab timbulnya gelombang U masih belum diketahui, namun diduga akibat
repolarisasi lambat sistem konduksi interventrikel.

Interval PR
Interval PR diukur dari permulaan gelombang P sampai permulaan gelombang QRS.
Nilai normal berkisar antara 0.12 – 0.20 detik. Ini merupakan waktu yang dibutuhkan untuk
depolarisasi atrium dan jalannya implus melalui berkas His sampai permulaan depolarisasi
ventrikel.

Segmen ST
Segmen ST diukur dari akhir gelombang S sampai awal gelombang T. Segmen ini
normalnya isoelektris, tetapi pada lead prekordial dapat bervariasi dari -0.05 sampai +2 mm.
Segmen ST yang naik disebut ST elevasi dan yang turun disebut ST depresi.

GANGGUAN KARDIOVASKULAR 2016/2017 80


SKILLS LAB BLOK 2.3 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALIKUSSALEH

SISTEMATIKA E.K.G
A. 1. IRAMA
2. FREKWENSI JANTUNG
3. PR-INTERVAL
4. MORFOLOGI
a. GELOMBANG P
b. KOMPLEX QRS
c. ST SEGMENT
d. GELOMBANG T
e. QRS INTERVAL
f. VAT
g. QT RATIO

B. KESIMPULAN EKG

GANGGUAN KARDIOVASKULAR 2016/2017 81


No.BP :
Nama :

CHEK LIST PEMERIKSAAN EKG


SKOR
No ASPEK YANG DINILAI
1 2 3
A PERSIAPAN / PEREKAM
1. Pemeriksa menyiapkan alat EKG, berdiri sebelah
kanan pasien & menjelaskan tujuan pemeriksaan
2. Pasien tidur telentang dalam keadaan rileks dan dada
terbuka
3. Bersihkan tempat pemasangan elektroda dengan
alkohol
4. Oleskan jelly pada tempat pemasangan elektroda
5. Pemasangan elektroda pada ekstremitas & dada
6. Memastikan kecepatan perekaman 25mm/detik dengan
kalibrasi 1 cm = 1mvol
7. Perekaman dimulai secara manual dari lead I, II, III,
aVR, aVL, aVF dan V1-V6
8. Selesai perekaman elektroda dilepas dari pasien dan
dibersihkan
B INTERPRETASI
9. Irama Jantung: -Sinus/bukan Sinus
- Reguler/Ireguler
10. Hitung frekwensi Jantung: - Normal
- >/< Normal
11. Tentukan gelombang P: - Normal
- LAH/RAH
12. Hitung PR Interval
13. Gelombang Q: - Normal
- Patologis
14. Hitung QRS Interval
15. Tentukan ST Segmen: - Isoelektrik
- Elevasi/Depresi
16. Tentukan Gelombang T: - Normal
- Inverse/Flat
Keterangan Skor:
1. Tidak dilaksanakan / tidak benar
2. Dilakukan dengan benar tapi tidak sempurna
3. Dilakukan dengan benar dan sempurna

NILAI :SKOR TOTAL X 100 =


48

Mahasiswa Instruktur

( ) ( )

i
SKILLS LAB BLOK 2.3 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALIKUSSALEH

RESUSITASI JANTUNG PARU OTAK

Prinsip utama dalam resusitasi adalah memperkuat rantai kelangsungan hidup (chain of
survival). Keberhasilan resusitasi membutuhkan integrasi koordinasi rantai kelangsungan
hidup.Urutan rantai kelangsungan hidup pada pasien dengan henti jantung (cardiac arrest)
dapat berubah tergantung lokasi kejadian: apakah cardiac arrest terjadi di dalam lingkungan
rumah sakit (HCA) atau di luar lingkungan rumah sakit (OHCA). Gambar 1 menunjukkan
“chain ofsurvival” pada kondisi HCA maupun OHCA.
Henti jantung mendadak merupakan salah satu penyebab kematian mendadak tersering di
Amerika Serikat. Tujuh puluh persen dari out-of-hospital cardiac arrest (OHCA)/kejadian
henti jantung di luar rumah sakit terjadi di rumah, dan sekitar lima puluh persen tanpa
diketahui. Hasilnya pun biasanya buruk, hanya sekitar 10,8% pasien dewasa OHCA yang
telah menerima upaya resusitasi oleh penyedia layanan darurat medis/ Emergency Medical
Services(EMS) yang bertahan hingga diperbolehkan pulang dari rumah sakit. Sebagai
perbandingan, in-hospital cardiac arrest (IHCA)/kejadian henti jantung di rumah sakit,
memiliki hasil yang lebih baik, yakni 22,3% - 25,5% pasien dewasa yang bertahan hingga
diperbolehkan pulang dari rumah sakit.

Basic Life Support(BLS) mengacu pada penanganan pada pasien yang mengalami henti
napas, henti jantung, atau obstruksi jalan napas. BLS meliputi beberapa keterampilan berikut.
1. Mengenali kejadian henti jantung mendadak.
2. Aktivasi sistem tanggapan darurat.
3. Melakukan cardiopulmonary resuscitation (CPR)/resusitasi jantung paru (RJP) awal, dan
4. Cara menggunakan automated external defibrilator (AED)
Gambar 1. Rantai Kelangsungan Hidup HCA dam OHCA

GANGGUAN KARDIOVASKULAR 2016/2017 83


SKILLS LAB BLOK 2.3 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALIKUSSALEH

Dalam melakukan resusitasi jantung-paru, AHA (American Heart Association)


merumuskan panduan BLS-CPR yang saat ini digunakan secara global. Gambar 2
menunjukkan skema algoritma dalam tindakan resusitasi jantung-paru pada pasien dewasa

Gambar 2. Algoritma Resusitasi Jantung Paru Pada Pasien Dewasa

Dalam melakukan resusitasi jantung paru, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan:
1. Pengenalan dan pengaktifan cepat sistem tanggapan darurat

Pada saat tiba di lokasi kejadian

Tahap ini sebenarnya merupakan tahapan umum pada saat tiba di suatu lokasi kejadian.
Jangan pernah lewati tahapan ini, baik pada kasus trauma ataupun kasus medis.

GANGGUAN KARDIOVASKULAR 2016/2017 84


SKILLS LAB BLOK 2.3 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALIKUSSALEH

Pada saat tiba di tempat kejadian, kenali dan pelajari segala situasi dan potensi bahaya yang
ada. Sebelum melakukan pertolongan, pastikan keadaan aman bagi si penolong. Coba
pastikan keadaan dengan menjawab beberapa pertanyaan sederhana berikut.
a. Apakah keadaan aman?

 Perhatikan segala yang berpotensi menimbulkan bahaya, seperti lalu lintas kendaraan,
jalur listrik, asap, cuaca ekstrim, atau emosi berlebihan dari orang awam di sekitar.
 Gunakan alat perlindungan diri (APD) yang sesuai.

b. Apakah terdapat ancaman bahaya?

 Jangan memindahkan korban bila tidak ada ancaman bahaya, misalnya api atau gas
beracun; Anda harus mencapai korban dengan cedera yang lebih berat; atau Anda
harus memindahkan korban yang cedera untuk memberikan penanganan yang tepat
tanpa berada di area yang berpotensi bahaya.
 Jika Anda harus memindahkan korban, lakukan secepat mungkin dan seaman
mungkin dengan sumber daya yang tersedia.

Jika melihat seorang yang tiba-tiba jatuh atau tidak responsive maka petugas kesehatan harus
mengamankan tempat kejadian dan memeriksa respon korban. Tepukan pada pundak dan
teriakkan nama korban sembari melihat apakah korban tidak bernafas atau terengah-engah.
Lihat apakah korban merespon dengan jawaban, erangan atau gerakan. Penolong harus
memanggil bantuan terdekat setelah korban tidak menunjukkan reaksi. Akan lebih baik bila
penolong juga memeriksa pernapasan dan denyut nadi korban
seiring pemeriksaan respon pasien agar tidak menunda waktu dilakukannya RJP.

Tingkat kesadaran

Jika korban ditemukan dalam keadaan tidak bergerak, mungkin korban jatuh pada keadaan
tidak respon. Gunakan pedoman berikut secara bertahap untuk menilai tingkat kesadaran si
korban.
1. A - Alert/Awas: korban bangun, meskipun mungkin masih dalam keadaan bingung
terhadap apa yang terjadi.
2. V - Verbal/Suara: korban merespon terhadap rangsang suara yang diberikan oleh penolong.
Oleh karena itu, si penolong harus memberikan rangsang suara yang nyaring ketika
melakukan penilaian pada tahap ini.
4. P - Pain/Nyeri: korban merespon terhadap rangsang nyeri yang diberikan oleh penolong.
Rangsang nyeri dapat diberikan melalui penekanan dengan keras di pangkal kuku atau
penekanan dengan menggunakan sendi jari tangan yang dikepalkan pada tulang
sternum/tulang dada. Namun, pastikan bahwa tidak ada tanda cidera di daerah tersebut
sebelum melakukannya.
5. U - Unresponsive/tidak respon: korban tidak merespon semua tahapan yang ada di atas.

2. Resusitasi Jantung Paru dini


Lakukan kompresi dada sebanyak 30 kompresi (sekitar 18 detik). Kriteria penting untuk
mendapatkan kompresi yang berkualitas adalah:

GANGGUAN KARDIOVASKULAR 2016/2017 85


SKILLS LAB BLOK 2.3 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALIKUSSALEH

Kompresi dada diberikan dengan kecepatan minimal 100 kali per menit dan maksimal120
kali per menit. Pada kecepatan lebih dari 120 kali / menit, kedalaman kompresi akan
berkurang seiring semakin cepatnya interval kompresi dada.
Kompresi dada dilakukan dengan kedalaman minimal 2 inci (5 cm) dan kedalaman
maksimal 2,4 inci (6 cm). Pembatasan kedalaman kompresi maksimal diperuntukkan
mengurangi potensi cedera akibat kedalaman kompresi yang berlebihan. Pada pasien bayi
minimal sepertiga dari diameter anterior-posterior dada atau sekitar 1 ½ inchi (4 cm) dan
untuk anak sekitar 2 inchi (5 cm). Pada pasien anak dalam masa pubertas (remaja),
kedalaman kompresi dilakukan seperti pada pasien dewasa.

Lokasi kompresi berada pada tengah dada korban (setengah bawah sternum). Petugas
berlutut jika korban terbaring di bawah, atau berdiri disamping korban jika korban berada di
tempat tidur. Tabel 1 mencantumkan beberapa hal yang perlu diperhatikan selama melakukan
kompresi dada dan pemberian ventilasi:

 Menunggu recoil dada yang sempurna dalam sela kompresi. Selama melakukan siklus
kompresi dada, penolong harus membolehkan rekoil dada penuh dinding dada setelah setiap
kompresi; dan untuk melakukan hal tersebut penolong tidak boleh bertumpu di atas dada
pasien setelah setiap kompresi.
 Meminimalisir interupsi dalam sela kompresi. Penolong harus berupaya meminimalkan
frekuensi dan durasi gangguan dalam kompresi untuk mengoptimalkan jumlah kompresi yang
dilakukan per menit.
 Korban dengan tidak ada/tidak dicurgai cedera tulang belakang maka bebaskan jalan nafas
melalui head tilt – chin lift. Namun jika korban dicurigai cedera tulang belakang maka
bebaskan jalan nafas melalui jaw thrust.

 Head-tilt/chin-lift technique (Teknik tekan dahi/angkat dagu): tekan dahi sambil


menarik dagu hingga melewati posisi netral tetapi jangan sampai menyebabkan
hiperekstensi leher.
 Jaw-thrust maneuver (manuver dorongan rahang): dilakukan bila dicurigai terjadi
cedera pada kepala, leher atau tulang belakang pada korban. Cara melakukannya
dengan berlutut di atas kepala pasien, tumpukan siku pada lantai, letakkan tangan
pada tiap sisi kepala, letakkan jari-jari di sekitar sudut tulang rahang dengan ibu jari
berada di sekitar mulut, angkat rahang ke atas dengan jari-jari Anda, dan ibu jari
bertugas untuk membuka mulut dengan mendorong dagu ke arah depan sembari

GANGGUAN KARDIOVASKULAR 2016/2017 86


SKILLS LAB BLOK 2.3 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALIKUSSALEH

mengangkat rahang. Pastikan Anda tidak menggerakkan kepala atau leher korban
ketika melakukannya.

 Menghindari ventilasi berlebihan. Berikan ventilasi sebanyak 2 kali. Pemberian ventilasi


dengan jarak 1 detik diantara ventilasi. Perhatikan kenaikan dada korban untuk memastikan
volume tidal yang masuk adekuat.
 Setelah terpasang saluran napas lanjutan (misalnya pipa endotrakeal, Combitube, atau saluran
udar masker laring), penolong perlu memberikan 1 napas buatan setiap 6 detik (10 napas
buatan per menit) untuk pasien dewasa, anak-anak, dan bayi sambil tetap melakukan
kompresi dada berkelanjutan
 Jika ada 2 orang maka sebaiknya pemberi kompresi dada bergantian setiap 2 menit. Jika
pasien mempunyai denyut nadi namun membutuhkan pernapasan bantuan, ventilasi dilakukan
dengan kecepatan 5-6 detik/nafas atau sekitar 10-12 nafas/menit dan memeriksa denyut nadi
kembali setiap 2 menit. Untuk satu siklus perbandingan kompresi dan ventilasi adalah 30 : 2.
RJP terus dilakukan hingga alat defibrilasi otomatis datang, pasien bangun, atau petugas ahli
datang. Bila harus terjadi interupsi, petugas kesehatan sebaiknya tidak memakan lebih dari 10
detik, kecuali untuk pemasangan alat defirbilasi otomatis atau pemasangan advance airway.

GANGGUAN KARDIOVASKULAR 2016/2017 87


SKILLS LAB BLOK 2.3 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALIKUSSALEH

Cara-cara pemberian bantuan napas, atas ke bawah: mouth-to-mouth ventilation,pocket


mask ventilation, dan bag-valve-mask resuscitation

Tabel 1. Anjuran dan Larangan BLS untuk CPR Berkualitas Tinggi pada Pasien
Dewasa

3. Alat defibrilasi otomatis


AED digunakan sesegera mungkin setelah AED tersedia. Bila AED belum tiba, lakukan
kompresi dada dan ventilasi dengan rasio 30 : 2. Defibrilasi / shock diberikan bila ada
indikasi / instruksi setelah pemasangan AED. Pergunakan program/panduan yang telah ada,
kenali apakah ritme tersebut dapat diterapi shock atau tidak, jika iya lakukan terapi shock
sebanyak 1 kali dan lanjutkan RJP selama 2 menit dan periksa ritme kembali. Namun jika
ritme tidak dapat diterapi shock lanjutkan RJP selama 2 menit dan periksa kembali ritme.
Lakukan terus langkah tersebuthingga petugas ACLS (Advanced Cardiac Life Support)
datang, atau korban mulai bergerak.
Cara menggunakan AED dijelaskan sebagai berikut.

 Nyalakan alat AED.


 Pastikan dada pasien terbuka dan kering.
 Letakkan pad pada dada korban. Gunakan pad dewasa untuk korban dewasa dan anak
dengan usia di atas 8 tahun atau dengan berat di atas 55 pound (di atas 25 kg).
Tempatkan satu pad di dada kanan atas di bawah tulang selangka kanan, dan
tempatkan pad yang lain di dada kiri pada garis tengah ketiak, beberapa inci di bawah
ketiak kiri.

GANGGUAN KARDIOVASKULAR 2016/2017 88


SKILLS LAB BLOK 2.3 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALIKUSSALEH

 Hubungkan konektor, dan tekan tombol analyze.


 Beritahukan pada semua orang dengan menyebutkan "clear" sebagai tanda untuk
tidak menyentuh korban selama AED menganalisis. Hal ini dilakukan agar analisis
yang didaparkan akurat.
 Ketika "clear" disebutkan, penolong yang bertugas untuk melakukan CPR harus
menghentikan penekanan dada dan mengangkat tangannya beberapa inci di atas dada,
tapi masih berada pada posisi untuk bersiap melanjutkan penekanan dada segera
setelah kejut listrik diberikan atau AED menyarankan bahwa kejut listrik tidak
diindikasikan.
 Amati analisis AED dan siapkan untuk pemberian kejut listrik bila diperlukan.
Pastikan tidak ada seorangpun yang kontak dengan pasien. Siapkan penolang pada
posisi untuk siap melanjutkan penekanan dada segera setelah kejut listrik diberikan.
 Berikan kejut listrik dengan menekan tombol "shock" bila ada indikasi.
 Setelah kejut listrik diberikan, segera lanjutkan penekanan dada dan lakukan selama 2
menit (sekitar 5 siklus) hingga AED menyarankan untuk melakukan analisis ulang,
adanya tanda kembalinya sirkulasi spontan, atau Anda diperintahkan oleh ketua tim
atau anggota terlatih untuk berhenti.

Penempatan pad AED

4. Perbandingan Komponen RJP Dewasa, Anak-anak, dan Bayi


Pada pasien anak dan bayi, pada prinsipnya RJP dilakukan sama seperti pada pasien dewasa
dengan beberapa perbedaan. Beberapa perbedaan ini seperti yang tercantum pada tabel 2.
Pada pasien pediatri, algoritma RJP bergantung apakah ada satu orang penolong atau dua
(atau lebih) orang penolong (gambar 3 dan 4). Bila ada satu orang penolong, rasio kompresi
dad dan ventilasi seperti pasien dewasa yaitu 30 : 2; tetapi bila ada dua orang penolong maka
rasio kompresi dada dan ventilasi menjadi 15 : 2. Jika anak/bayi mempunyai denyut nadi
namun membutuhkan pernapasan bantuan, ventilasi dilakukan dengan kecepatan 3-5
detik/nafas atau sekitar 12-20 nafas/menit dan memeriksa denyut nadi kembali setiap 2 menit.
Untuk satu siklus perbandingan kompresi dan ventilasi adalah 30 : 2 untuk satu orang
penolong dan 15 : 2 untuk
dua orang atau lebih penolong

GANGGUAN KARDIOVASKULAR 2016/2017 89


SKILLS LAB BLOK 2.3 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALIKUSSALEH

Tabel 2. Perbedaan Komponen RJP Pada Dewasa, Anak, dan Bayi

Gambar 3. Algoritma Resusitasi Jantung Paru Pada Pasien Pediatri Dengan Satu
Orang Penolong

GANGGUAN KARDIOVASKULAR 2016/2017 90


SKILLS LAB BLOK 2.3 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALIKUSSALEH

Gambar 4. Algoritma Resusitasi Jantung Paru Pada Pasien Pediatri Dengan Dua
Orang Penolong

GANGGUAN KARDIOVASKULAR 2016/2017 91


SKILLS LAB BLOK 2.3 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALIKUSSALEH

5. Hentikan CPR bila:

 Terdapat tanda kembalinya sirkulasi spontan seperti adanya gerakan pasien


atau adanya napas spontan. Posisikan pasien dengan recovery position.
 AED siap untuk menganalisis ritme jantung korban.
 Penolong terlatih tiba.
 Anda sendirian dan kelelahan untuk melanjutkan CPR.
 Lingkungan menjadi tidak aman.
 Pasien dinyatakan meninggal.

GANGGUAN KARDIOVASKULAR 2016/2017 92


SKILLS LAB BLOK 2.3 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALIKUSSALEH

Recovery position

Daftar Pustaka
1. Fokus Utama Pembaruan Pedoman American Heart Association 2015 Untuk CPR dan
ECC. American Heart Association; 2015

GANGGUAN KARDIOVASKULAR 2016/2017 93


SKILLS LAB BLOK 2.3 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALIKUSSALEH

No.BP :
Nama :

CHEK LIST RJPO


SKOR
No ASPEK YANG DINILAI
1 2 3
1 Pengenalan dan pengaktifan cepat sistem tanggapan darurat

1. Amankan diri sendiri dan pasien


2. Cek Kesadaran (AVPU)
3. Call For Help
2 C - Circulation
1. Cek nadi karotis
2. Kompresi jantung 30 :2
3 A - Airway
1. Bebaskan Jalan Nafas dengan Triple manuever airway
2. Bersihkan sumbatan jalan nafas jika ada
4. B - Breathing
1. Berikan Ventilasi Nafas 2 x
5. Pemakaian AED
1. Lihat Irama EKG : Shockable atau Unshockable
2. Cara pemakaian AED
(letak pad, pemakaian Jelly pada pad, Joule yang
digunakan, Aba-aba “clear sebelum dikejutkan)
6. Kriteria Penghentian CPR
7. Recovery position
Keterangan Skor:
4. Tidak dilaksanakan / tidak benar
5. Dilakukan dengan benar tapi tidak sempurna
6. Dilakukan dengan benar dan sempurna

NILAI :SKOR TOTAL X 100 =


21

Mahasiswa Instruktur

( ) ( )

GANGGUAN KARDIOVASKULAR 2016/2017 94


SKILLS LAB BLOK 2.3 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALIKUSSALEH

ANAMNESIS DAN KONSELING ANEMIA DEFESIENSI BESI

Anemia defisiensi besi merupakan jenis anemia yang paling sering dijumpai terutama
di negara berkembang.Sesuai namanya anemia jenis ini diakibatkan oleh kurangnya
ketersediaan besi untuk sintesis hemoglobin yang mempunyai berbagai macam fungsi salah
satunya adalah mengangkut oksigen ke jaringan. Gejala klinik yang tampak dapat berupa rasa
lemah,pusing dan gangguan beraktifitas. Penyebab yang mendasarinya bermacam-macam
salah satunya adalah akibat perdarahan kronis contohnya occult bleeding. Pemberian preparat
besi dan penanggulangan penyebab anemia akan menyembuhkan pasien.

Anemia defisiensi besi adalah anemia yang disebabkan oleh kurangnya besi yang
diperlukan untuk sintesis hemoglobin.Anemia ini merupakan bentuk anemia yang paling
sering ditemui.Saat ini di Indonesia anemia defeisiensi besi masih merupakan salah satu
masalah gizi utama disamping kekurangan kalori-protein, vitamin A dan yodium. Selain
berfungsi sebagai sintesis hemoglobin , besi juga juga berperan dalam metabolisme oksidatif,
sintesis DNA, neurotransmitter dan proses katabolisme yang dalam berkerjanya
membutuhkan ion besi. Oleh sebab itu penting untuk mengetahui gejala-gejala penyakit ini
sehingga dapat membantu mengobati sebelum stadium lebih lanjut.

Anamnesis

Pada kasus anemia defisiensi besi ada beberapa pertanyaan yang dapat kita ajukan sebagai
pembantu menegakkan diagnosis yaitu :
 Apakah merasa badan lemah, lesu, cepat lelah, mata berkunang-kunang serta telinga
berdenging? (anemic syndrome)
 Apakah kuku menjadi rapuh, bergaris-garis vertikal dan menjadi cekung sehingga
mirip seperti sendok?
 Apakah terdapat nyeri pada saat menelan?
 Apakah gejala tersebut muncul mendadak atau bertahap? Pada anemia defisiensi besi
gejala yang muncul mungkin dapat perlahan karena ada mekanisme kompensasi
tubuh.
 Adakah petunjuk mengenai penyebab anemia? Misal pada anemia defisiensi besi bisa
karena perdarahan interna, infeksi cacing, diet yang tidak seimbang, atau riwayat
pernah menderita penyakit yang kronis.
 Tanyakan kecukupan makanan dan kandungan Fe. Adakah gejala yang konsisten
dengan malabsorpsi dan tanda kehilangan darah dari saluran cerna berupa tinja gelap,
pendarahan rektal, muntah “butiran kopi”.
 Jika pasien seorang wanita tanyakan adakah kehilangan darah menstruasi berlebihan.
Tanyakan frekuensi dan durasi menstruasi, dan penggunaan tampon serta pembalut.
 Menanyakan apa pernah menderita penyakit ini sebelumnya dan penyakit kronis
lainnya seperti penyakit ginjal kronis, penyakit sumsum tulang, perdarahan hebat
sebelumnya
 Menanyakan riwayat penyakit keluarga bila ada
 Apakah terdapat penurunan aktivitas kerja?

GANGGUAN KARDIOVASKULAR 2016/2017 95


SKILLS LAB BLOK 2.3 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALIKUSSALEH

Faktor Risiko
1. Ibu hamil
2. Remaja putri
3. Pemakaian obat cephalosporin, chloramphenicol jangka panjang
4. Status gizi kurang
5. Faktor ekonomi kurang

Hasil Pemeriksaan Fisik dan Pemeriksaan Penunjang Sederhana (Objective)


Pemeriksaan Fisik Patognomonis
1. Mukokutaneus: pucat–indikator yang cukup baik, sianotik, atrofi papil lidah
(anemia defisiensi besi dan anemia pernisiosa), alopesia (anemia defisiensi
besi), ikterik (anemia hemolitik), koilonikia (anemia defisiensi
2. besi), glositis (anemia pernisiosa), rambut kusam, vitiligo (anemia pernisiosa).
3. Kardiovaskular : takikardi, bising jantung.
4. Respirasi : frekuensi napas (takipnea).
5. Mata: konjungtiva pucat.

Tanda dan gejala lain dapat dijumpai sesuai dengan penyebab dari anemia tersebut,
yaitu :
1. Mata: dapat mencerminkan adanya manifestasi dari suatu anemia tertentu
(misal : perdarahan pada anemia aplastik)
2. Gastrointestinal : ulkus oral dapat menandakan suatu imunodefisiensi
(anemia aplastik, leukemia), colok dubur
3. Urogenital (inspekulo) : massa pada organ genitalia wanita
4. Abdomen : hepatomegali, splenomegali, massa
5. Status gizi kurang

Faktor Predisposisi
1. Infeksi kronik
2. Keganasan
3. Pola makan (Vegetarian)

Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan darah: Hemoglobin (Hb), Hematokrit (Ht), leukosit, trombosit, jumlah eritrosit,
morfologi darah tepi (apusan darah tepi), MCV, MCH, MCHC, retikulosit.

Penegakan Diagnosis (Assessment)


Diagnosis Klinis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan hasil pemeriksaan darah
dengan kriteria Hb darah kurang dari kadar Hb normal.

Nilai rujukan kadar hemoglobin normal menurut WHO:

GANGGUAN KARDIOVASKULAR 2016/2017 96


SKILLS LAB BLOK 2.3 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALIKUSSALEH

 Laki-laki: > 13 g/dl


 Perempuan: > 12 g/dl
 Perempuan hamil: > 11 g/dl

Klasifikasi :

Catatan:
Memakai bagan alur berdasarkan morfologi (MCH, MCV): hipokromik mikrositer,
normokromik normositer dan makrositer

Diagnosis Banding
a. Anemia defesiensi besi
b. Anemia defisiensi vit B12, asam folat
c. Anemia Aplastik
d. Anemia Hemolitik
e. Anemia pada penyakit kronik
Komplikasi
o Gagal jantung
o Syncope

GANGGUAN KARDIOVASKULAR 2016/2017 97


SKILLS LAB BLOK 2.3 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALIKUSSALEH

Rencana Penatalaksanaan komprehensif (Plan)

Penatalaksanaan

Jika didapatkan kegawatan (misal: anemia gravis atau distres pernafasan), pasien
segera dirujuk. Atasi penyebab yang mendasarinya dengan :

A. Diet bergizi tinggi protein terutama yang berasal dari protein hewani
(daging, ikan, susu,telur, sayuran hijau) b
B. Pemakaian alas kaki untuk mencegah infeksi cacing tambang
C. Lakukan penilaian pertumbuhan dan kesejahteraan janin dengan
memantau pertambahan ukuran janin. Bila pemeriksaan apusan darah tepi
tidak tersedia, berikan tablet tambah darah yang berisi 60 mg besi elemental
dan 250 µg asam folat. Pada ibu hamil dengan anemia, tablet besi diberikan 3 kali
sehari.
D. Bila dalam 90 hari muncul perbaikan, lanjutkan pemberian tablet sampai
42 hari pasca persalinan.
E. Apabila setelah 90 hari pemberian tablet besi dan asam folat, kadar
hemoglobin tidak meningkat maka pasien dirujuk.
F. Bila tersedia fasilitas pemeriksaan penunjang, tentukan penyebab anemia
berdasarkan hasil pemeriksaan darah perifer lengkap dan apus darah tepi.

Pada anemia defisiensi besi:


a. Anemia dikoreksi peroral: 3 – 4x sehari dengan besi elemental 50 – 65 mg
- Sulfas ferrosus 3 x 1 tab (325 mg mengandung 65 mg besi elemental, 195;
39).
- Ferrous fumarat 3 x 1 tab (325; 107 dan 195; 64).
- Ferrous glukonat 3 x 1 tab (325; 39).
b. Pasien diinformasikan mengenai efek samping obat: mual, muntah, heartburn,
konstipasi, diare, BAB kehitaman.
c. Jika tidak dapat mentoleransi koreksi peroral atau kondisi akut maka dilakukan
koreksi parenteral segera.
Pada anemia defisiensi asam folat dan defisiensi B12
a. Anemia dikoreksi peroral dengan:
- Vitamin B12 80 mikrogram (dalam multivitamin).
- Asam folat 500 – 1000 mikrogram (untuk ibu hamil 1 mg).
b. Koreksi cepat (parenteral atau i.m) oleh dokter spesialis
Pemeriksaan Penunjang Lanjutan (bila diperlukan)
a. Anemia defisiensi besi: ferritin serum, SI, TIBC
b. Anemia hemolitik: bilirubin, LDH, tes fragilitas osmotik, Acid Ham’s test, tes
Coombs’
c. Anemia megaloblastik: serum folat, serum cobalamin
d. Thalassemia: elektroforesis hemoglobin
e. Anemia aplastik atau keganasan: biopsi dan aspirasi sumsum tulang

GANGGUAN KARDIOVASKULAR 2016/2017 98


SKILLS LAB BLOK 2.3 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALIKUSSALEH

Konseling dan Edukasi

Konseling adalah proses pemberian informasi objektif dan lengkap, dilakukan secara
sistematik dengan bantuan ketrampilan komunikasi interpersonal, teknik bimbingan dan
penguasaan pengetahuan klinik, bertujuan untuk membantu seseorang mengenali kondisinya
saat ini, masalah yang dihadapi dan menentukan jalan keluar atau upaya untuk mengatasi
masalah tersebut.

Prinsip konseling pada anemia adalah memberikan pengertian kepada pasien dan
keluarganya tentang perjalanan penyakit dan tata laksananya, sehingga meningkatkan
kesadaran dan kepatuhan dalam berobat serta meningkatkan kualitas hidup pasien untuk
mencegah terjadinya anemia defisiensi besi.

Kriteria rujukan

a. Anemia berat dengan indikasi transfusi (Hb < 6 mg%).

b. Untuk anemia karena penyebab yang tidak termasuk kompetensi dokter layanan
primer, dirujuk ke dokter spesialis penyakit dalam.

Sarana Prasarana

Pemeriksaan Laboratorium Sederhana.

Prognosis

Prognosis umumnya tidak sampai mengancam jiwa, namun dubia ad bonam karena sangat
tergantung pada penyakit yang mendasarinya. Bila penyakit yang mendasarinya teratasi,
dengan nutrisi yang baik, anemia dapat teratasi.

GANGGUAN KARDIOVASKULAR 2016/2017 99


SKILLS LAB BLOK 2.3 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALIKUSSALEH

Tahap Kegiatan
Waktu
Kegiatan Penyuluh Sasaran
1. Mengucapkan salam 1. Menjawab salam
2. Memperkenalkan diri 2. Memperhatikan konselor
5 Menit 3. Menyampaikan tujuan 3. Mendengarkan konselor
Pembukaan
4. Kontrak waktu pelaksanaan 4. Menyetujui waktu
pelaksanaan
1. Menggali kemampuan 1. Menyampaikan
sasaran tentang materi yang pengetahuannya tentang
diberikan materi konseling
2. Menjelaskan mengenai 2. Mendengarkan dan
pengertian, penyebab, tanda memperhatikan konselor
dan gejala, klasifikasi, 3. Bertanya tentang materi
15 Menit Kegiatan Inti komplikasi derajat dan yang diberikan
pencegahan anemia. 4. Menjawab pertanyaan
3. Memberi kesempatan pada
klien untuk bertanya
4. Memberikan pertanyaan
kepada sasaran tentang
materi yang diberi.
1. Menyimpulkan dan 1. Sasaran mendengarkan
mengklarifikasi tentang kesimpulan.
meteri konseling yang 2. Mendengarkan konselor
5 Menit Penutup diberikan dan mengucapkan salam.
2. Menutup acara dan
membuat kesimpulan dari
materi yang diberikan

GANGGUAN KARDIOVASKULAR 2016/2017 100


Checklist Konseling Individu Metode CEA

No. Aspek yang Dinilai Parameter Nilai

0 1 2 3

I. Komunikasi verbal

A. Membina Sambung
Rasa

1 Memberikan salam dan  ”Assalamu’alaikum.... Silahkan duduk...”


membuat pasien merasa  ”Silahkan nanti menceritakan keluhannya/ keluh
kesahnya/ uneg-unegnya....”
nyaman

B. Catharsis  Pengeluaran emosi/ perasaan pasien atas keadaan sakit


yang dialaminya, dapat mengidentifikasi adanya
kesalahpahaman pasien tentang keadaan sakitnya yang
menyebabkan kecemasan (emotionally critical
misperception =ECM)
 ECM = kesalahpahaman yang banyak menimbulkan
kecemasan atau yang menyebabkan tekanan emosi
terbesar
Empat langkah dasar:

Pertanyaan (3) &


Merangkum (1)

2.  “Apa yang Bapak/Ibu 


pikirkan pada saat
Bapak/Ibu merasakan
sakitnya ?”
3.  “Apa yang Bapak/Ibu  Catatan = Emosi dasar manusia : marah, sedih, takut,
rasakan pada waktu gembira
Bapak/Ibu berpikir
seperti itu ?”
4.  “Hal apa dari penyakit  Catatan = Pada kebanyakan kasus, jawaban pada
Bapak/Ibu yang paling pertanyaan inilah muncul ECM yang akan difokuskan
membuat Bapak/Ibu pada edukasi pasien nantinya
merasa begitu ?”
5.  Menyimpulkan ECM 
dan perasaan-perasaan
yang berhubungan
dengan ECM tersebut
C. Edukasi  Memberikan edukasi kepada pasien dengan mengkoreksi
ECM terlebih dahulu kemudian memberi penjelasan
lainnya tentang penyakit yang diderita
6. Mengkoreksi ECM pasien 

Edukasi tentang penyakit: 

7. a. Definisi  Tekankan kronisitas jika masalah kesehatan


Tsb membutuhkan kepatuhan jangka panjang

8. b. Etiologi  Tekankan predisposisi 101enture versus penularan infeksi


dan sebaliknya
9. c. Gejala & Tanda  Tekankan komplikasi untuk meningkatkan
‘stress’ (penekanan) jika persepsi pasien meminimalkan
realitas

10. d. Terapi  Tekankan ada terapi dalam rangka untuk menenangkan


pasien (meredakan perasaan/ kecemasan) jika persepsi
pasien terlalu melebih-lebihkan realitas

i
SKILLS LAB BLOK 2.3 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALIKUSSALEH

D. Tindakan / aksi  Menentukan tindakan selanjutnya yang berkaitan dengan


penatalaksanaan pasien.

11. Menerangkan pengelolaan


penyakit

12. Perception checking :  Klarifikasi pemahaman pasien untuk hal-hal yang


penting dari penyakit & pengelolaannya

13. Feeling checking :  Klarifikasi perasaan pasien terhadap keadaan sakitnya

14. Membuat janji untuk 


pertemuan berikutnya jika
diperlukan

II. Komunikasi Non 


Verbal

15. Aspek-aspek komunikasi  Menjaga tatapan mata


non-verbal  Ekspresi wajah ramah, tersenyum
 Postur tubuh terbuka, menghadap pasien dengan sudut
45 derajat
 Artikulasi suara jelas & intonasi tepat
 Penampilan bersih & rapi
III. Empati dan 
ketrampilan
mendengar aktif

16. Aspek-aspek dari empati  Refleksi isi


dan ketrampilan mendengar  Refleksi perasaan
aktif

0 = Tidak dilakukan 1 = Dilakukan tapi tidak tepat 2 = Dilakukan secara tepat 3 = Dilakukan secara tepat &
sempurna

GANGGUAN KARDIOVASKULAR 2016/2017 102


Konseling Genetik pada Talasemia

Pendahuluan

Thalassemia berasal dari kata Yunani, yaitu talassa yang berarti laut. Yang dimaksud
dengan laut tersebut ialah Laut Tengah, oleh karena penyakit ini pertama kali dikenal di
daerah sekitar Laut Tengah. Penyakit ini pertama sekali ditemukan oleh seorang dokter di
Detroit USA yang bernama Thomas B. Cooley pada tahun 1925. Beliau menjumpai anak-
anak yang menderita anemia dengan pembesaran limpa setelah berusia satu tahun.
Selanjutnya, anemia ini dinamakan anemia splenic atau eritroblastosis atau anemia
mediteranean atau anemia Cooley sesuai dengan nama penemunya.

Thalasemia adalah sekelompok penyakit yang merupakan akibat dari


ketidakseimbangan pembuatan salah satu dari keempat rantai asam amino yang membentuk
hemoglobin (komponen darah). Thalasemia diakibatkan oleh kerusakan DNA dan diwarisi
secara autosomal resesif.

Thalasemia ditandai dengan kondisi sel darah merah mudah rusak atau umurnya lebih
pendek dari sel darah normal (120 hari). Akibatnya penderita thalasemia akan mengalami
gejala anemia diantaranya pusing, muka pucat, badan sering lemas, sukar tidur, nafsu makan
hilang, dan infeksi berulang.

Thalasemia, merupakan penyakit yang diakibatkan oleh kerusakan DNA dan penyakit
turunan. Penyakit ini muncul karena darah kekurangan salah satu zat pembentuk hemoglobin
sehingga tubuh tidak mampu memproduksi sel darah merah secara normal.

Pembahasan

Anamnesis

Riwayat Riwayat Riwayat Riwayat


Kehamilan Obstetri lalu Penyakit Sosial Ekonomi
 Usia ibu hamil  Jumlah kehamilan  Jantung  Status perkawinan
 Haid pertama  Jumlah Persalinan,  Tekanan  Respon ibu &
haid terakhir, persalinan cukup darah tinggi keluarga tehadap
siklus haid bulan, persalinan  DM kehamilan
 Perdarahan per premature  TBC  Jumlah keluarga di
vaginam  Jumlah anak hidup,  Pernah rumah yg
 Keputihan jumlah keguguran operasi membantu
 Mual dan  Jumlah aborsi  Alergi  Siapa pembuat
muntah  Perdarahanpadakeh obat/makanan keputusan dalam

i
SKILLS LAB BLOK 2.3 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALIKUSSALEH

 Masalah/kelain amilan, persalinan,  Ginjal keluarga


an pada nifas terdahulu  Asma  Kebiasaan makan
kehamilan  Adanya hipertensi  Epilepsi dan minum
 Pemakaian dalam kehamilan  Penyakit hati  Kebiasaan
obat-obat pada kehamilan  Pernah merokok,
(termasuk terdahulu kecelakaan menggunakan obat-
jamu-jamuan)  Berat bayi < 2,5 kg obatandan alkohol
/berat bayi > 4 kg  Kehidupan seksual
 Adanya masalah-  Pekerjaan dan
masalah selama aktivitas sehari-hari
kehamilan,  Pilhan tempatuntuk
persalinan, nifas melahirkan
terdahulu  Pendidikan
 Penghasilan
Pemeriksaan Fisik
Tanda-tanda vital
Apabila didapati adanya tanda-tanda anemia maka dilakukan pemeriksaan fisik yang
menunjang untuk menegakkan diagnosis anemia tersebut.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan darah lengkap
Hitung jenis darah komplit menunjukkan adanya anemia dan rendahnya MCV (mean
corpuscular volume).
Skrining Thalasemia

Test ini bertujuan untuk mengetahui apakah kita membawa sifat dari penyakit
thalassemia. Pemeriksaannya hanya sedikit ujung jari ditusuk, darah diambil setetes,
kemudian di tes dan waktunya pun sangat singkat, kurang dari 10 menit. Pemeriksaan itu
dikenal dengan nama tes skrining talasemia dengan Thalcon-OF. Bila hasilnya negatif,
kemungkinan sangat besar kita bukan pembawa sifat. Tapi bila positif, dokter akan
melakukan pemeriksaan lanjutan di laboratorium. Apakah ada penyakit lain ataukah memang
benar membawa sifat thalassemia. Skrinning thalassemia bisa dilakukan dengan membuat
pedigree dari orang yang terkena thalassemia tersebut.
Hemoglobin Elektroforesa
Analisa Hb elektroforesa merupakan pemeriksaan untuk mendeteksi beberapa jenis
Hb (S atau D; C atau E) secara kualitatif atau semi-kualitatif. Pemeriksaan ini juga mampu
memisahkan HbA dan HbA2. Untuk mendiagnosis hemoglobinopati dan thalasemia dan
evaluasi kondisi anemia hemolitik.
Serum Iron
Pemeriksaan SI bertujuan untuk mengetahui banyaknya besi yang ada didalam serum
yang terikat dengan transferin, banyaknya besi yang dapat diangkut oleh transferin disebut
TIBC. Saturasi transferin mengukur rasio antara kadar SI terhadap kadar TIBC yang
dinyatakan dalam persen. Ferritin adalah cadangan besi tubuh yang sensitif, kadarnya

GANGGUAN KARDIOVASKULAR 2016/2017 104


SKILLS LAB BLOK 2.3 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALIKUSSALEH

menurun sebelum terjadi anemia. Pada anemia tidak selalu terjadi perubahan pada SI,TIBC,
dan ferritin tergantung pada penyebab terjadinya anemia. Pada anemia defisiensi besi, kadar
SI dan saturasi transferin menurun, sedangkan TIBC akan meningkat/normal dan cadangan
besi tubuh menurun. Pengukuran asam folat dan vitamin B12 bertujuan untuk mengetahui
penyebab anemia.
Total Iron Binding Capacity (TIBC)

Pemeriksaan TIBC dilakukan untuk mengetahui jumlah transferin yang berada dalam
sirkulasi darah. TIBC setara dengan total transferin dalam tubuh. Pada anemia defisiensi besi
dengan pemeriksaan status besi (Fe) didapatkan kadar Fe menurun dan TIBC meningkat.
Ferritin
Ferritin dilakukan untuk mengetahui apakah anemia disebabkan oleh defisiensi zat besi
ataukah thalassemia.

Konseling genetik
Konseling genetik merupakan proses komunikasi yang berhubungan dengan kejadian
atau risiko kejadian kelainan genetik pada keluarga. Dengan adanya konseling genetik, maka
keluarga memperoleh manfaat terkait masalah genetik, khususnya dalam mencegah
munculnya kelainan-kelainan genetik pada keluarga. Manfaat ini dapat diperoleh dengan
melaksanakan tindakan-tindakan yang dianjurkan oleh konselor, termasuk di dalamnya
tindakan untuk melakukan uji terkait pencegahan kelainan genetik. Tindakan-tindakan yang
disarankan dapat disarankan oleh konselor dapat meliputi tes sebagai berikut:

1. Prenatal diagnosis
Prenatal diagnosis merupakan tindakan untuk melihat kondisi kesehatan fetus yang belum
dilahirkan. Metode yang digunakan meliputi ultrasonografi, amniocentesis, maternal
serum, dan chorionic virus sampling.
2. Carrier testing
Carrier testing merupakan tes untuk mengetahui apakah seseorang menyimpan gen yang
membawa kelainan genetik. Metode yang digunakan untuk melaksanakan tes tersebut
adalah uji darah sederhana untuk melihat kadar enzim terkait kelainan genetik tertentu,
atau dengan mengecek DNA, apakah mengandung kelainan tertentu.
3. Preimplantasi diagnosis
Preimplantasi diagnosis merupakan uji yang melibatkan pembuahan in vitro untuk
mengetahui kadar kelainan genetik embrio preimplantasi. Biasanya seorang wanita yang
akan melakukan uji akan diberi obat tertentu untuk merangsang produksi sel telur
berlebihan. Sel telur akan diambil dan diletakkan di cawan untuk dibuahi oleh sperma
donor. Setelah pembuahan maka sel embrio yang terbentuk akan dianalisa terkait dengan
kelainan genetik.
4. Newborn screening
Newnborn screening merupakan pemeriksaan bayi pada masa kelahiran baru.
Pemeriksaan ini meliputi pemeriksaan genetik, endokrinologi, metabolik, dan hematologi.

GANGGUAN KARDIOVASKULAR 2016/2017 105


SKILLS LAB BLOK 2.3 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALIKUSSALEH

Diharapkan dari pemeriksaan ini dapat ditentukan prognosis ke depannya, sehingga


perawatan (treatment) yang berkenaan dapat diupayakan.
5. Predictive testing
Predictive testing merupakan tes yang digunakan untuk menguji apabila seseorang
menderita kelainan genetik dengan melihat riwayat genetik keluarga sebelumnya. Tes ini
dilakukan setelah kelahiran, dan biasa juga disebut sebagai presymptomatic testing.

Indikasi Konseling Genetik


 Kelainan genetik atau cacat bawaan dan keturunan di keluarga
 Abnormalitas atau gangguan perkembangan pada anak
 Cacat mental/ mental retardasi pada anak sebelumnya yang tidak diketahui sebabnya
 Wanita hamil diatas usia 35 tahun
 Pernikahan dengan golongan suku/ ras tertentu yang berpotensi kelainan genetik
 Pemakaian obat-obatan, paparan dengan bahan kimiawi tertentu atau zat-zat yang
kemungkunan bersifat teratogen.
 Keguguran berulang tanpa diketahui penyebabnya
 Melahirkan janin mati/ stillbirth.
Thalasemia adalah penyakit darah bawaan (keturunan) yang menyebabkan sel darah
merah (eritrosit) pecah (hemolisa). Penyakit ini banyak terdapat di negara-negara di sekitar
Laut Tengah (Italia, Yunani, Turki, pantai Utara Benua Afrika), di Timur Tengah (Libia,
Irak, Afganistan, Iran, Pakistan), India Utara, Muangthai, Laos, Vietnam, Kamboja, dan di
sekitar Khatulistiwa (Indonesia, Afrika Tengah). Secara molekuler thalassemia dibedakan
atas thalasemia alfa dan beta, sedangkan secara klinis dibedakan atas thalasemia mayor dan
minor .
Penyakit thalassemia meliputi suatu keadaan penyakit dari gelaja klinis yang paling
ringan (bentuk heterozigot) yang disebut thalassemia minor atau thalassemia trait (carrier =
pengemban sifat) hingga yang paling berat (bentuk homozigot) yang disebut thalassemia
mayor. Bentuk heterozigot diturunkan oleh salah satu orang tuanya yang mengidap penyakit
thalassemia, sedangkan bentuk homozigot diturunkan oleh kedua orang tuanya yang
mengidap penyakit thalassemia.Individu homozigat atau coumpound heterozygos biasanya
bermanifestasi sebagai thalessemia mayor yang membutuhkan transfusi darah secara rutin
dan terapi kelebihan besi untuk mempertahankan kualitas hidupnya.
1. Thalassemia-β (8)
Sama dengan thalassemia-α, dikenal beberapa bentuk klinis dari thalassemia-β; antara
lain :
a. Trait thalassemia-β+ heterozigot (Thalassemia minor)

Penderita mengalami anemia ringan, nilai eritrosit abnormal, dan elektroforesis Hb


abnormal dimana didapatkan peningkatan jumlah Hb A2, Hb F, atau keduanya.

GANGGUAN KARDIOVASKULAR 2016/2017 106


SKILLS LAB BLOK 2.3 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALIKUSSALEH

Individu dengan ciri (trait) thalassemia sering didiagnosis salah sebagai anemia defisiensi
besi dan mungkin diberi terapi yang tidak tepat dengan preparat besi selama waktu yang
panjang. Lebih dari 90% individu dengan trait thalassemia-β mempunyai peningkatan Hb-A2
yang berarti (3,4%-7%). Kira-kira 50% individu ini juga mempunyai sedikit kenaikan HbF,
sekitar 2-6%. Pada sekelompok kecil kasus, yang benar-benar khas, dijumpai Hb A2 normal
dengan kadar HbF berkisar dari 5% sampai 15%, yang mewakili thalassemia tipe δβ. 2

Gambar 13. Thalassemia beta menurut Hukum Mendel

Gambar 14. Sapuan darah tepi tampak sel target

Thalassemia minor yaitu suatu keadaan heterozigot untuk kelainan ini. Gejalanya
biasanya berupa anemia ringan.Sekilas penyakit ini tidak terlalu berbahaya karena hanya
menunjukkan gejala ringan. Namun, jika penderita thalassemia minor atau dapat disebut
carrier gen tersebut bertemu dan melakukan perkawinan dengan sesama pembawa gen
thalassemia minor maka akan dihasilkan keturunan yang homozigot resesif terhadap sifat ini
yang disebut thalassemia mayor dengan gejala yang parah bahkan dapat menyebabkan
kematian. Cara pengobatannya pun sangat sulit dan sampai sekarang belum ditemukan.Untuk
memperlama masa hidup penderita harus melakukan cuci darah dalam selang waktu tertentu
secara rutin.

GANGGUAN KARDIOVASKULAR 2016/2017 107


SKILLS LAB BLOK 2.3 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALIKUSSALEH

Jika dua orang tua dengan thalassemia trait (carriers) mempunyai seorang bayi, salah satu
dari tiga hal dapat terjadi:
o Bayi bisa menerima dua gen normal ( satu dari masing-masing orangtua) dan
mempunyai darah normal ( 25 %).
o Bayi bisa menerima satu gen normal dan satu varian gen dari orangtua yang
thalassemia trait ( 50 %).
o Bayi bisa menerima dua gen thalassemia ( satu dari masing-masing orangtua) dan
menderita penyakit bentuk sedang sampai berat (25 %).

P Thth Thth
thalassemia minor thalassemia minor
F1 Th th
ThTh Thth
thalassemia mayor thalassemia minor
Th
(mati)
1 2
Thth thth
th thalassemia minor normal
3 4
Gambar 1. Diagram perkawinan suami istri dengan thalassemia minor

b. Thalassemia-β° homozigot (Anemia Cooley, Thalassemia Mayor)


Bergejala sebagai anemia hemolitik kronis yang progresif selama 6 bulan kedua
kehidupan. Transfusi darah yang reguler diperlukan pada penderita ini untuk mencegah
kelemahan yang amat sangat dan gagal jantung yang disebabkan oleh anemia. Tanpa
transfusi, 80% penderita meninggal pada 5 tahun pertama kehidupan.
Pada kasus yang tidak diterapi atau pada penderita yang jarang menerima transfusi
pada waktu anemia berat, terjadi hipertrofi jaringan eritropoetik disumsum tulang maupun di
luar sumsum tulang. Tulang-tulang menjadi tipis dan fraktur patologis mungkin terjadi.
Ekspansi masif sumsum tulang di wajah dan tengkorak menghasilkan bentuk wajah yang
khas.

GANGGUAN KARDIOVASKULAR 2016/2017 108


SKILLS LAB BLOK 2.3 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALIKUSSALEH

Gambar 14. Deformitas tulang pada thalassemia beta mayor (Facies Cooley)

Pucat, hemosiderosis, dan ikterus sama-sama memberi kesan coklat kekuningan.


Limpa dan hati membesar karena hematopoesis ekstrameduler dan hemosiderosis. Pada
penderita yang lebih tua, limpa mungkin sedemikian besarnya sehingga menimbulkan
ketidaknyamanan mekanis dan hipersplenisme sekunder.

Gambar 12. Splenomegali pada thalassemia

Pertumbuhan terganggu pada anak yang lebih tua; pubertas terlambat atau tidak
terjadi karena kelainan endokrin sekunder. Diabetes mellitus yang disebabkan oleh siderosis
pankreas mungkin terjadi. Komplikasi jantung, termasuk aritmia dan gagal jantung kongestif
kronis yang disebabkan oleh siderosis miokardium sering merupakan kejadian terminal.8
Kelainan morfologi eritrosit pada penderita thalassemia-β° homozigot yang tidak
ditransfusi adalah ekstrem. Disamping hipokromia dan mikrositosis berat, banyak ditemukan
poikilosit yang terfragmentasi, aneh (sel bizarre) dan sel target. Sejumlah besar eritrosit yang

GANGGUAN KARDIOVASKULAR 2016/2017 109


SKILLS LAB BLOK 2.3 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALIKUSSALEH

berinti ada di darah tepi, terutama setelah splenektomi. Inklusi intraeritrositik, yang
merupakan presipitasi kelebihan rantai α, juga terlihat pasca splenektomi. Kadar Hb turun
secara cepat menjadi < 5 gr/dL kecuali mendapat transfusi. Kadar serum besi tinggi dengan
saturasi kapasitas pengikat besi (iron binding capacity). Gambaran biokimiawi yang nyata
adalah adanya kadar HbF yang sangat tinggi dalam eritrosit. 6

GEJALA KLINIS (STADIUM THALASSEMIA)

Gejala klinis pada thalassemia hampir semua sama, yang membedakan adalah tingkat
keparahannya, dari ringan (asimptomatik) sampai parahnya gejala. Gejala klinis biasa berupa
tanda-tanda anemia seperti pucat, lemah,letih,lesu, tidak aktif beraktifitas atau jarang bermain
dengan teman seusianya, sesak nafas kurang konsentrasi, sering pula disertai dengan
kesulitan makan, gagal tumbuh, infeksi berulang dan perubahan tulang. Pada pemeriksaan
fisik didapatkan facies Cooley, conjungtiva anemis, bentuk tulang yang abnormal,
pembesarah lien dan atau hepar.
Terdapat suatu sistem pembagian stadium thalassemia berdasarkan jumlah kumulatif
transfusi darah yang diberikan pada penderita untuk menentukan tingkat gejala yang
melibatkan kardiovaskuler dan untuk memutuskan kapan untuk memulai terapi khelasi pada
pasien dengan thalassemia-β mayor atau intermedia. Pada sistem ini, pasien dibagi menjadi
tiga kelompok, yaitu :
1. Stadium I
Merupakan mereka yang mendapat transfusi kurang dari 100 unit Packed Red Cells
(PRC). Penderita biasanya asimtomatik, pada echokardiogram (ECG) hanya ditemukan
sedikit penebalan pada dinding ventrikel kiri, dan elektrokardiogram (EKG) dalam 24 jam
normal.
2. Stadium II
Merupakan mereka yang mendapat transfusi antara 100-400 unit PRC dan memiliki
keluhan lemah-lesu. Pada ECG ditemukan penebalan dan dilatasi pada dinding ventrikel kiri.
Dapat ditemukan pulsasi atrial dan ventrikular abnormal pada EKG dalam 24 jam.
3. Stadium III
Gejala berkisar dari palpitasi hingga gagal jantung kongestif, menurunnya fraksi
ejeksi pada ECG. Pada EKG dalam 24 jam ditemukan pulsasi prematur dari atrial dan
ventrikular.

GANGGUAN KARDIOVASKULAR 2016/2017 110


SKILLS LAB BLOK 2.3 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALIKUSSALEH

Gambar 2. Perbandingan keluarga yang mengalami thalassemia minor dan mayor

Thalassemia adalah kelainan darah yang sifatnya menurun (genetik), di mana


penderitanya mengalami ketidakseimbangan dalam produksi hemoglobin (Hb).Hemoglobin
sendiri adalah komponen sel darah merah yang berfungsi sebagai pengangkut
oksigen.Hemoglobin terdiri dari beberapa jenis protein, diantaranya protein alpha dan protein
beta.
Penderita Thalassemia tidak mampu memproduksi salah satu dari protein tersebut
dalam jumlah yang cukup, sehingga sel darah merahnya tidak terbentuk dengan sempurna.
Akibatnya hemoglobin tidak dapat mengangkut oksigen dalam jumlah yang cukup.
Penyakit anemia yang sering juga disebut Cooley’s anemia ini sangat berbahaya dan
terdapat pada bayi dan anak-anak. kode genetik untuk sintesis globin terletak di kromosom 11
(rantai epsilon, gama, delta, dan beta). Dan kromosom 16 (rantai alfa dan embrionik).
Sintesis rantai alfa, masing-masing kromosom 16 memiliki dua sublokus sehingga
pada sel diploid orang normal terdapat total empat sublokus fungsional. Sindrom talasemia
dapat terjadi akibat kelainan pada sekuens pengkode, transkripsi atau pengolahan atau defek
pada translasi gen. akibatnya adalah gangguan atau tidak adanya pembentukan rantai globin.
Delesi keempat lokus rantai alfa menyebabkan hilangnya sama sekali RNA messenger
(mRNA) untuk sintesis rantai alfa. Delesi atau kelainan berat pada dua gen sedikit
mengurangi mRNA, tanpa gangguan atau disertai peenurunan ringan sintesis rantai.
Gangguan produk rantai alfa mengenai semua hemoglobin kecuali hemoglobin embrionik
yang berasal dari yolk sac (karena rantainya diatur secara khas dan terpisah). Pada precursor-
prekursor sel darah merah yang mengalami defisiensi berat rantai alfa, empat rantai gama
mungkin menyatu sebagai suatu tetramer gama dan menghasilkan hemoglobin barts.
Demikian juga empat rantai beta dapat menyatu membentuk suatu tetramer, menghasilkan
suatu hemoglobin abnormal (hemoglobin H).

Talasemia Alfa
Setiap kromosom 16 memiliki dua gen globin alfa. Dengan denikian orang normal
memiliki empat gen alfa pada sepasang kromosom, yaitu 2 gen pada kromosom paternal
(berasal dari ayah). Talasemia alfa diklasifikasikan berdasarkan keluaran relatif gen-gen ini.

GANGGUAN KARDIOVASKULAR 2016/2017 111


SKILLS LAB BLOK 2.3 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALIKUSSALEH

Thalassemia alfa banyak dijumpai pada penduduk Asia, terutama disebabkan karena adanya
delesi (tidak adanya) gen alfa. Delesi dapat terjadi pada 1 gen, 2 gen, 3 gen, atau 4 gen.
banyaknya delesi gen alfa menentukan derajat keparahan keadaan pasien. Penyebutan
haplotype alfa0 dan alfa+ menunjukkan tidak ada atau menurunnya produksi globin alfa di
masing-masing kromosom.
Dengan demikian pada talasemia alfa0, satu kromosom memiliki dua gen inaktif.
Keadaan heterozigot adalah --/alfa alfa (sifat talasemia alfao) dan keadaan homozigot adalah -
-/-- , yang menyebabkan terbentuknya hemoglobin Bart’s sindrom hidrops fetalis, suatu
penyakit yang dapat menyebabkan kematian janin intra uterus pada pertengahan kehamilan
karena janin hanya dapat bertahan hidup dengan hemoglobin embrionik sampai trimester
kedua. Setelah rantai gama terbentuk, hemoglobin Bart’s (gama x4 ) berkembang dari semua
rantai gama yang tidak berpasangan. Hemoglobin ini memiliki afinitas oksigen yang
sedemekian tinggi sehingga walaupun darah mencapai jaringan, tidak ada oksigen yang
dibebaskan dan janin meninggal akibat anemia dan gagal jantung kongesti (hidrops fetalis).
Talasemia alfa memiliki satu gen aktif dan satu gen gen inaktif dan disebut alfa-.
Keadaan heterozigot untuk kondisi ini disebut alfa -/ alfa alfa, dan homozigotnya alfa -/ alfa -
. Juga dapat terjadi heterozigot kompleks alfao dan alfa+ (alfa-/--). Keadaan ini menimbulkan
sindrom penyakit hemoglobin H, yang menyebabkan anemia hemolitik yang serius, walaupun
relative lebih ringan (talasemia intermedia). Sel-sel dewasa memilliki 4 sampai 30%
hemoglobin H;eritropoiesis menjadi kurang efisien,dengan anemia yang cukup parah.
Heterozigot untuk talasemia alfa memiliki dua atau tiga gen rantai alfa yang berfungsi
dan tidak mengalami gejala klinis. Darah dewasa pada heterozigot talasemia alfatidak
mengandung hemoglobin H dan temuan hematologik ringan dan nonspesifik. Namun, sel-sel
darah merah tampak hipokrom dan mikrositik, yang mencerminkan gangguan sintesis
hemoglobin, dan morfologinya sangat mirip dengan yang dijumpai pada anemia defisiensi
besi. Jelaslah, karena para pasien ini tidak mengalami defisiensi besi, mereka tidak berespons
terhadap pemberian besi, dan diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan pemeriksaan terhadap
keluarga atau uji sintesa alfa-beta yang lebih canggih.
Talasemia Beta
Thalassemia beta, yang biasanya dibedakan lagi dalam betao dan beta+. Pada
thalassemia betaO rantai beta tidak ditemukan sama sekali, sedangkan pada talasemia beta+
rantai beta disintesa dalam jumlah kecil. Mekanisme terjadinya thalassemia beta masih
kurang jelas dibandingkan dengan terjadinya thalassemia alfa. Thalassemia yang beta
heterozigot mengakibatkan anemia ringan dan biasanya tidak memerlukan pengobatan.
Dalam keadaan homozigot terjadi anemia yang berat dan memerlukan transfuse darah. Pada
thalassemia betao yang homozigot sama sekali tidak ditemukan adanya HbA, sedangkan pada
thalassemia beta+ yang homozigot, HbA ditemukan dalam jumlah sedikit.

Patofisiologi
Patofisiologi Thalassemia Alfa
A. Patofisiologi thalassemia alfa
Alfa-globin adalah sebuah komponen (subunit) dari protein yang lebih besar yang
disebut hemoglobin, yang merupakan protein dalam sel darah merah yang membawa

GANGGUAN KARDIOVASKULAR 2016/2017 112


SKILLS LAB BLOK 2.3 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALIKUSSALEH

oksigen ke sel dan jaringan di seluruh tubuh.Hemoglobin terdiri dari empat subunit: dua
subunit alfa-globin dan dua subunit jenis lain globin.
HBA1 (Hemoglobin, alfa 1) adalah gen yang memberikan instruksi untuk
membuat protein yang disebut alpha-globin. Protein ini juga diproduksi dari gen yang
hampir identik yang disebut HBA2 (Hemoglobin, alfa 2). Kedua gen globin alpha-
terletak dekat bersama-sama dalam sebuah wilayah kromosom 16 yang dikenal sebagai
lokus globin alfa.

Gambar 3. Lokus globin alfa

HBA1 dan HBA2 terletak di kromosom 16 lengan pendek di posisi 13.3. HBA1
terletak di gen pasangan basa 226.678 ke 227.519 sedangkan HBA 2 terletak di pasangan
basa 222.845 ke 223.708 .

Pada manusia normal terdapat 4 kopi gen alpha-globin yang terdapat masing-
masing 2 pada kromosom 16. Gen-gen ini membuat komponen globin alpha pada
hemoglobin orang dewasa normal, yang disebut hemoglobin A. dan juga merupakan
komponen dari hemoglobin pada janin dan orang dewasa lainnya, yang disebut
hemoglobin A2. Mutasi yang terjadi pada gen alpha globin adalah delesi.

 Delesi 1 gen α : tidak ada dampak pada kesehatan, tetapi orang tersebut mewarisi gen
thalasemia, atau disebut juga Thalassaemia Carier/Trait
 Delesi 2 gen α : hanya berpengaruh sedikit pada kelinan fungsi darah
 Delesi 3 gen α : anemia berat, disebut juga Hemoglobin H (Hbh) disease
 Delesi 4 gen α : berakibat fatal pada bayi karena alpha globin tidak dihasilkan sama
sekali.

GANGGUAN KARDIOVASKULAR 2016/2017 113


SKILLS LAB BLOK 2.3 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALIKUSSALEH

Gambar 4. Orang tua memiliki carier

Gambar diatas menunjukkan bahwa kedua orangtua merupakan carier/trait. Maka anaknya
25% normal, 50% carier/trait, 25% mewarisi 2 gen yang termutasi (thalasemia mayor).

GANGGUAN KARDIOVASKULAR 2016/2017 114


Risiko Apabila Gagal Mendiagnosis
Apabila wanita yang menderita trait talasemia meneruskan kehamilannya, dengan
risiko bahwa anak yang dilahirkan menderita kelainan genetik dan umurnya hanya sebentar.
Pencegahan Thalasemia :
Untuk mencegah terjadinya talasemia pada anak, pasangan yang akan menikah perlu
menjalani tes darah, baik untuk melihat nilai hemoglobinnya maupun melihat profil sel darah
merah dalam tubuhnya. Peluang untuk sembuh dari talasemia memang masih tergolong kecil
karena dipengaruhi kondisi fisik, ketersediaan donor dan biaya. Untuk bisa bertahan hidup,
penderita talasemia memerlukan perawatan yang rutin, seperti melakukan tranfusi darah
teratur untuk menjaga agar kadar Hb di dalam tubuhnya ± 12 gr/dL dan menjalani
pemeriksaan ferritin serum untuk memantau kadar zat besi di dalam tubuh.
Penderita talasemia juga diharuskan menghindari makanan yang diasinkan atau
diasamkan dan produk fermentasi yang dapat meningkatkan penyerapan zat besi di dalam
tubuh.

Kesimpulan
Thalassemia adalah gangguan pembuatan hemoglobin yang diturunkan. Thalassemia
ditemukan tersebar di seluruh ras di Mediterania, Timur Tengah, India sampai Asia
Tenggara. Thalassemia memiliki dua tipe utama berdasarkan rantai globin yang hilang pada
hemoglobin individu yaitu Thalassemia-α dan thalassemia-β, yang nantinya akan dibagi lagi
menjadi beberapa subtipe berdasarkan derajat mutasi (secara genetik) ataupun berat
ringannya gejala. Thalassemia diturunkan berdasarkan hukum Mendel, resesif atau ko-
dominan. Heterozigot biasanya tanpa gejala, sedangkan homozigot atau gabungan heterozigot
gejalanya lebih berat dari thalassemia α dan β. Konseling mengenai thalassemia sangat
diperlukan untuk skrining dan pemahaman terhadap penderita. Sampai saat ini, penderita
thalassemia yang berat biasanya tidak dapat bertahan hingga mencapai usia dewasa normal
meskipun kemungkinan ini tidak tertutup sama sekali.

i
Checklist Konseling Individu Metode CEA

No. Aspek yang Dinilai Parameter Nilai

0 1 2 3

I. Komunikasi verbal

A. Membina Sambung
Rasa

1 Memberikan salam dan  ”Assalamu’alaikum.... Silahkan duduk...”


membuat pasien merasa  ”Silahkan nanti menceritakan keluhannya/ keluh
kesahnya/ uneg-unegnya....”
nyaman

B. Catharsis  Pengeluaran emosi/ perasaan pasien atas keadaan sakit


yang dialaminya, dapat mengidentifikasi adanya
kesalahpahaman pasien tentang keadaan sakitnya yang
menyebabkan kecemasan (emotionally critical
misperception =ECM)
 ECM = kesalahpahaman yang banyak menimbulkan
kecemasan atau yang menyebabkan tekanan emosi
terbesar
Empat langkah dasar:

Pertanyaan (3) &


Merangkum (1)

2.  “Apa yang Bapak/Ibu 


pikirkan pada saat
Bapak/Ibu merasakan
sakitnya ?”
3.  “Apa yang Bapak/Ibu  Catatan = Emosi dasar manusia : marah, sedih, takut,
rasakan pada waktu gembira
Bapak/Ibu berpikir
seperti itu ?”
4.  “Hal apa dari penyakit  Catatan = Pada kebanyakan kasus, jawaban pada
Bapak/Ibu yang paling pertanyaan inilah muncul ECM yang akan difokuskan
membuat Bapak/Ibu pada edukasi pasien nantinya
merasa begitu ?”
5.  Menyimpulkan ECM 
dan perasaan-perasaan
yang berhubungan
dengan ECM tersebut
C. Edukasi  Memberikan edukasi kepada pasien dengan mengkoreksi
ECM terlebih dahulu kemudian memberi penjelasan
lainnya tentang penyakit yang diderita
6. Mengkoreksi ECM pasien 

Edukasi tentang penyakit: 

7. a. Definisi  Tekankan kronisitas jika masalah kesehatan


Tsb membutuhkan kepatuhan jangka panjang

8. b. Etiologi  Tekankan predisposisi 116enture versus penularan infeksi


dan sebaliknya
9. c. Gejala & Tanda  Tekankan komplikasi untuk meningkatkan
‘stress’ (penekanan) jika persepsi pasien meminimalkan
realitas

10. d. Terapi  Tekankan ada terapi dalam rangka untuk menenangkan


pasien (meredakan perasaan/ kecemasan) jika persepsi
pasien terlalu melebih-lebihkan realitas

i
SKILLS LAB BLOK 2.3 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALIKUSSALEH

D. Tindakan / aksi  Menentukan tindakan selanjutnya yang berkaitan dengan


penatalaksanaan pasien.

11. Menerangkan pengelolaan


penyakit

12. Perception checking :  Klarifikasi pemahaman pasien untuk hal-hal yang


penting dari penyakit & pengelolaannya

13. Feeling checking :  Klarifikasi perasaan pasien terhadap keadaan sakitnya

14. Membuat janji untuk 


pertemuan berikutnya jika
diperlukan

II. Komunikasi Non 


Verbal

15. Aspek-aspek komunikasi  Menjaga tatapan mata


non-verbal  Ekspresi wajah ramah, tersenyum
 Postur tubuh terbuka, menghadap pasien dengan sudut
45 derajat
 Artikulasi suara jelas & intonasi tepat
 Penampilan bersih & rapi
III. Empati dan 
ketrampilan
mendengar aktif

16. Aspek-aspek dari empati  Refleksi isi


dan ketrampilan mendengar  Refleksi perasaan
aktif

0 = Tidak dilakukan 1 = Dilakukan tapi tidak tepat 2 = Dilakukan secara tepat 3 = Dilakukan secara tepat &
sempurna

GANGGUAN KARDIOVASKULAR 2016/2017 117


KONSELING HIV/AIDS
Konseling merupakan komponen penting pada pemeriksaan dan layanan HIV.
Konseling dilaksanakan bagi klien baik sebelum, sesudah tes dan selama perawatan HIV
yang dilaksanakan oleh tenaga yang terlatih. Kualitas konseling perlu dipantau dengan
mentoring dan pembinaan yang teratur. Konseling diutamankan bagi mereka yang berisiko
dan menolak tes, klien dengan kebutuhan khusus, serta konseling pasca tes dan konseling
lanjutan bagi ODHA.
PERAN KONSELING DALAM TES HIV
Layanan konseling pada tes HIV dilakukan berdasarkan kepentingan klien/pasien baik
kepada mereka yang HIV positif maupun negatif. Layanan ini dilanjutkan dengan dukungan
psikologis dan akses untuk terapi. KTHIV harus dikerjakan secara profesional dan konsisten
untuk memperoleh intervensi yang efektif. Konselor terlatih membantu klien/pasien dalam
menggali dan memahami diri akan risiko infeksi HIV, mempelajari status dirinya dan
mengerti tanggung jawab untuk mengurangi perilaku berisiko serta mencegah penyebaran
infeksi kepada orang lain serta untuk mempertahankan dan meningkatkan perilaku sehat.
BERBAGAI JENIS KONSELING PADA LAYANAN HIV
KONSELING PRA-TES
Konseling Pra-tes dilaksanakan pada klien/pasien yang belum mantap atau pasien
yang menolak untuk menjalani tes HIV setelah diberikan informasi pra-tes yang cukup.
Dalam konseling pra-tes harus seimbang antara pemberian informasi, penilaian risiko dan
merespon kebutuhan emosi klien. Masalah emosi yang menonjol adalah rasa takut melakukan
tes HIV karena berbagai alasan termasuk ketidaksiapan menerima hasil tes, perlakuan
diskriminasi, stigmatisasi masyarakat dan keluarga. Ruang lingkup konseling pra-tes pada
KTS adalah:
a. Alasan kunjungan, informasi dasar tentang HIV dan klarifikasi tentang fakta dan
mitos tentang HIV.
b. Penilaian risiko untuk membantu klien memahami faktor risiko.
c. Menyiapkan klien untuk pemeriksaan HIV.
d. Memberikan pengetahuan tentang implikasi terinfeksi HIV dan memfasilitasi diskusi
cara menyesuaikan diri dengan status HIV.
e. Melakukan penilaian sistem dukungan termasuk penilaian kondisi kejiwaan jika
diperlukan.
f. Meminta informed consent sebelum dilakukan tes HIV.
g. Menjelaskan pentingnya menyingkap status untuk kepentingan pencegahan,
pengobatan dan perawatan.
Pemberian informasi dasar terkait HIV bertujuan agar klien:
- Memahami cara pencegahan, penularan HIV, perilaku berisiko.
- Memahami pentingnya tes HIV.
- Mengurangi rasa khawatir dalam tes HIV

i
SKILLS LAB BLOK 2.3 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALIKUSSALEH

Konselor perlu mengetahui latar belakang kedatangan klien untuk mengikuti konseling HIV
dan memfasilitasi kebutuhan agar proses tes HIV dapat memberikan penguatan untuk
menjalani hidup lebih sehat dan produktif.
KONSELING PASCA TES HIV
SEPERTI TELAH DIURAIKAN SECARA RINCI PADA BAB SEBELUMNYA
PEMERIKSAAN LABORATORIUM HIV ATAU TES HIV
Tes HIV dilakukan di laboratorium yang tersedia di fasilitas layanan kesehatan. Jika
layanan tes tidak tersedia di fasilitas tersebut, maka tes dapat dilakukan di laboratorium
rujukan. Metode tes HIV yang digunakan sesuai dengan Pedoman Pemeriksaan Laboratorium
HIV Kementerian Kesehatan.
Sebaiknya tes HIV menggunakan tes cepat HIV yang sudah dievaluasi oleh
Kementerian Kesehatan. Tes cepat yang sesuai prosedur sangat layak dilakukan dan
memungkinkan untuk mendapatkan hasil secara cepat serta meningkatkan jumlah orang yang
mengambil hasil, meningkatkan kepercayaan akan hasilnya serta terhindar dari kesalahan
pencatatan atau tertukarnya hasil antar pasien.
Tes cepat dapat dilakukan di luar sarana laboratorium, tidak memerlukan peralatan
khusus dan dapat dilaksanakan di sarana kesehatan primer. Tes dengan reagen ELISA
biasanya dilakukan di fasilitas layanan kesehatan dengan sarana laboratorium yang lengkap
dan tenaga yang terlatih dengan jumlah pasien yang lebih banyak dan tidak perlu hasil tes
segera (misalnya untuk pasien rawat inap di rumah sakit) dan laboratorium rujukan.
Pemilihan antara menggunakan tes cepat HIV atau tes ELISA harus mempertimbangkan
faktor tatanan tempat pelaksanaan tes HIV, biaya dan ketersediaan perangkat tes, reagen dan
peralatan; pengambilan sampel, transportasi, SDM serta kesediaan pasien untuk kembali
mengambil hasil.
Dalam melaksakan tes HIV, perlu merujuk pada alur Tes sesuai dengan pedoman
nasional pemeriksaan yang berlaku dan dianjurkan menggunakan alur serial. Tes HIV secara
serial adalah apabila tes yang pertama memberi hasil nonreaktif atau negatif, maka tes
antibodi akan dilaporkan negatif. Apabila hasil tes pertama menunjukkan reaktif, maka perlu
dilakukan tes HIV kedua pada sampel yang sama dengan menggunakan antigen dan/atau
dasar tes yang berbeda dari yang pertama. Perangkat tes yang persis sama namun dijual
dengan nama yang berbeda tidak boleh digunakan untuk kombinasi tersebut. Hasil tes kedua
yang menunjukkan reaktif kembali maka di daerah atau di kelompok populasi dengan
prevalensi HIV 10% atau lebih dapat dianggap sebagai hasil yang positif. Di daerah atau
kelompok prevalensi rendah yang cenderung memberikan hasil positif palsu, maka perlu
dilanjutkan dengan tes HIV ketiga. WHO, UNAIDS dan Pedoman Nasional menganjurkan
untuk selalu menggunakan alur serial tersebut karena lebih murah dan tes kedua hanya
diperlukan bila tes pertama memberi hasil reaktif saja. Indonesia dengan prevalensi HIV
dibawah 10% menggunakan strategi III dengan tiga jenis reagen yang berbeda sensitifitas dan
spesifitas-nya. Dalam melakukan tes HIV dari alur tersebut direkomendasikan untuk
menggunakan reagen tes HIV sbb:
- Reagen pertama memiliki sensitifitas minimal 99%
- Reagen kedua memiliki spesifisitas minimal 98%.

GANGGUAN KARDIOVASKULAR 2016/2017 119


SKILLS LAB BLOK 2.3 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALIKUSSALEH

- Reagen ketiga memiliki spesifisitas minimal 99%.


Kombinasi tes HIV tersebut perlu dievaluasi secara nasional sebelum digunakan secara
luas.
Tes HIV harus disertai dengan adanya sistem jaminan mutu dan program
perbaikannya untuk meminimalkan hasil positif palsu dan negatif palsu. Jika tidak maka
klien/pasien akan menerima hasil yang tidak benar dengan akibat serius yang panjang.
Jaminan mutu juga diperlukan untuk kualitas konseling.
Tes virologi yang lebih canggih dan mahal hanya dianjurkan untuk diagnosis anak
umur kurang dari 18 bulan dan perempuan HIV positif yang merencanakan kehamilan. Tes
HIV untuk anak umur kurang dari 18 bulan dari ibu HIV-positif tidak dibenarkan dengan tes
antibodi, karena akan memberikan hasil positif palsu. Tes darah dengan tujuan untuk
diagnosis HIV harus memperhatikan gejala atau tanda klinis serta prevalensi HIV di wilayah
tempat tinggal atau kelompok , seperti terpapar pada Tabel 1 di halaman 9. Konseling Pasca,
semua klien yang telah menjalani tes HIV harus menerima konseling pasca tes tanpa
memandang apapun hasilnya. Konseling pasca tes adalah konseling untuk menyampaikan
hasil tes kepada klien secara individual guna memastikan klien/pasien mendapat tindak lanjut
yang sesuai dengan hasil terkait dengan pengobatan dan perawatan selanjutnya. Hal tersebut
dilakukan untuk membantu klien/pasien memahami dan menyesuaikan diri dengan hasil
pemeriksaan.
KONSELING KEPATUHAN (ADHERENCE)
Terapi ARV merupakan terapi yang kompleks dengan medikasi yang lebih dari satu
macam dan diminum untuk jangka panjang, seumur hidup. Adherence yang efektif untuk
terapi ARV adalah sebesar lebih dari 95%, karena itu minum obat harus tepat dosis, tepat
waktu dan tepat cara. Kurang patuh minum obat akan membuat ODHA resisten terhadap
terapi (obat) dengan konsekuensi dapat menularkan virus yang resisten kepada orang lain.
Konselor bertugas menerapkan konseling dukungan kepatuhan dan menyampaikan cara kerja
dasar obat ARV, terjadinya kegagalan terapi dan cara menghindarkan diri dari ketidak
patuhan, serta cara yang mudah mengakses obat ARV lini.
KOMUNIKASI PERUBAHAN PERILAKU
Beberapa unsur penting dalam komunikasi perubahan perilaku adalah:
a. Penilaian risiko dan kerentanan. Klien perlu menilai risiko dirinya akan infeksi
HIV dan beberapa hambatan yang dapat terjadi dalam proses perubahan perilaku.
b. Penjelasan dan praktik keterampilan perilaku aman. Pesan pencegahan,
penggunaan kondom, dan jarum bersih harus ditekankan guna memotivasi klien
terhadap kebutuhan, kepercayaan, kepedulian dan kesiapan klien untuk hidup lebih
sehat. Keterampilan berpikir kritis, mengambil keputusan dan komunikasi dapat
ditingkatkan dengan mengemukakan keuntungan penggunaan kondom dan
menyuntik yang aman serta mampu bernegosiasi dalam penggunaan kondom dan
alat suntik.

GANGGUAN KARDIOVASKULAR 2016/2017 120


SKILLS LAB BLOK 2.3 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALIKUSSALEH

c. Membuat rencana. Dalam konseling pra maupun pasca tes, klien didorong
merencanakan perubahan perilaku dengan mempertimbangkan kemampuan dan
sumber daya yang tersedia.
d. Penguatan dan komitmen. Dalam konseling pasca tes, konselor harus membuat
kesepakatan yang jelas dan rinci tentang perencanaan klien untuk hidup lebih
sehat.
e. Lingkungan yang mendukung. Menciptakan lingkungan yang mendukung untuk
praktik perilaku yang aman, termasuk ketersediaan pilihan jenis kondom dan alat
suntik, bahan komunikasi, informasi dan edukasi (leaflet, brosur) serta layanan
konseling rujukan/hotline bagi individu, keluarga maupun masyarakat sekitar
sangat diperlukan.
KONSELING PENCEGAHAN POSITIF (POSITIVE PREVENTION)
Konseling Pencegahan Positif merupakan konseling yang dilakukan pada orang
yang terinfeksi HIV dengan maksud :
 Mencegah penularan HIV dari orang yang terinfeksi HIV ke orang lain
 Mencegah penularan infeksi ulang HIV dan infeksi lain (termasuk IMS) pada
orang yang terinfeksi HIV
 Meningkatkan kualitas hidup orang yang terinfeksi HIV Prinsip umum Pencegahan
Positif:
a. Didasarkan pada perspektif dan realita orang yang terinfeksi HIV.
b. Orang yang terinfeksi HIV mempunyai hak seksualitas, oleh karena itu
dibutuhkan informasi yang rinci tentang seksualitas.
c. Difokuskan pada komunikasi, informasi, dukungan dan perubahan kebijakan,
tanpa stigmatisasi dan diskriminasi.
d. Membutuhkan keterlibatan dan partisipasi bermakna orang yang terinfeksi HIV.
e. Perlu menyertakan organisasi layanan HIV, kelompok dukungan dan LSM ke
dalam program penanggulangan HIV.
e. Menjunjung hak asasi manusia, termasuk hak hidup sehat, hak seksualitas,
privasi, konfidensialitas, informed consent dan bebas dari diskriminasi. Di
samping itu juga memenuhi kewajiban dan tanggung jawab untuk tidak
mencelakakan orang dengan cara tidak menularkan HIV.
f. Penularan HIV diperbesar oleh ketidak setaraan gender, posisi tawar,
seksualitas, pendidikan, ketidaktahuan status HIV dan tingkat ekonomi.
g. Menuntut tanggung jawab bersama dalam upaya menurunkan tingkat penularan.
Keterbukaan, informasi dan komunikasi tentang seksualitas dan hubungan seks
bisa menjadi cara untuk menurunkan penyebaran HIV lebih lanjut kepada
pasangan atau orang lain.
h. Menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan.
KONSELING GAY, WARIA, LESBIAN DAN PEKERJA SEKS
Konselor perlu mendiskusikan orientasi seksual klien dalam menurunkan risiko
penularan. Penggunaan kondom mutlak diperlukan pada setiap hubungan seksual vaginal,
anal, maupun oral. Waspadai adanya infeksi menular seksual dan diskusikan serta rujuk

GANGGUAN KARDIOVASKULAR 2016/2017 121


SKILLS LAB BLOK 2.3 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALIKUSSALEH

untuk terapi. Infeksi dapat terjadi pada mulut, vagina, anus, penis dan mukosa/kulit
disekitarnya Pendekatan mental emosional atas hubungan seksual, relasi individu dengan
pasangannya serta keluarganya terkait beban mental sangat diperlukan karena faham dan
perilaku tidak sesuai dengan norma/kepercayaan masyarakat. Klien biasanya akan merasa :
- Perasaan bersalah, perasaan dikucilkan
- Insekuritas hubungan pasangan yang membuat klien lebih sensitif, rentan terhadap
gangguan mental emosional
- Rasa penerimaan diri dan ambiguitas, terhadap peran gender, peran hidupnya dalam
masyarakat
KONSELING HIV PADA PENGGUNA NAPZA
Dalam konseling HIV ini konselor memiliki tugas sebagai berikut :
- Mengkaji dan mendiskusikan penggunaan Napza yang memperberat terjadinya
gangguan pikiran dan perasaan dan akan menghambat kemampuan penurunan
pencegahan
- Mendiskusikan tentang interaksi silang antara Napza yang digunakan, ARV, obat
infeksi dan farmakoterapi lain yang digunakan dalam pengobatan (termasuk metadon,
buprenorfina dan obat-obat psikiatri)
- Mendiskusikan strategi pengurangan risiko dari hubungan seksual, dan penggunaan
alat suntik bersama (termasuk kapas swab, sendok, dan lainnya) terkait penggunaan
napza
- Mendiskusikan strategi penurunan penularan lewat pembuatan tato, dan penindikan
bagian tubuh.
- Mendorong klien untuk mengikuti terapi rehabilitasi Napza sesuai jenis zat yang
digunakannya, seperti terapi rumatan metadon atau buprenorfina untuk mereka yang
ketergantungan opioida, atau terapi lainnya termasuk yang berorientasi abstinensia
melalui program rehabilitasi rawat inap jangka panjang.
- Mengkaji permasalahan lain yang dialami klien, seperti gangguan kejiwaan, masalah
legal, ketiadaan dukungan keluarga/sosial, dan permasalahan lain yang dapat
menghambat adanya perubahan perilaku.
- Melakukan rujukan kepada Institusi Penerima Wajib Lapor (IPWL) baik secara
internal ataupun eksternal.
KONSELING PASANGAN
Pasangan yang dimaksud adalah suami/isteri/pasangan seksual tetap atau yang
berencana untuk melakukan hidup bersama. Secara ideal konseling ini dilakukan kepada
pasangan tersebut secara sekaligus dan bukan pada individu satu persatu. Bilamana
memungkinkan kedua individu tersebut dihadirkan dalam membicarakan masalah bersama.
Dalam situasi tidak dimungkinkan kehadiran keduanya, seperti kehadiran pasangan
mengancam dari pasangan satunya, maka konseling dapat dilakukan secara individual
terlebih dahulu kemudian dihadirkan bersama apabila situasi sudah kondusif.

GANGGUAN KARDIOVASKULAR 2016/2017 122


SKILLS LAB BLOK 2.3 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALIKUSSALEH

Konseling pasangan merupakan layanan ketika pasangan dan klien


datanguntumelaksanakanpemeriksaan bersama atau sebagai konseling berkelanjutan pada
saat membuka status. Tugas konselor dalam konseling ini adalah :
- Mengkaji dan mendiskusikan permasalahan dan risiko tentang perilaku seksual, IMS
dan HIV.
- Memfasilitasi pembelajaran bersama, praktik seksual yang aman dan saling
bertanggung jawab satu atas lainnya.
- Mengkaji dan mendiskusikan penerimaan pasangan atas status yang sama-sama
positif maupun diskordan.
- Membantu menurunkan kecemasan pasangan dan mencegah saling menyalahkan.
- Memfasilitasi pasangan untuk bersama-sama membuat rencana masa depan, saling
menguatkan, saling memahami dan mendukung.
- Pesan yang diberikan:
o Secara ideal hendaknya pasangan telah mengetahui statusnya terlebih dahulu
sebelum membina hubungan.
o Jika keduanya negatif, jaga agar tetap negatif.
o Jika keduanya positif, tetap melakukan seks aman agar tidak saling
menularkan.
o Jika salah satu positif dan lainnya negatif (diskordan), konselor mendiskusikan
strategi agar tidak terjadi penularan
o Dorong klien agar tidak menghakimi pasangan. Dalam konseling pasangan,
permintaan izin pemeriksaan secara individual tetap perlu dilakukan.
Isi konseling biasanya menyangkut :
1. Relasi dan komunikasi pasangan
2. Saling menguntungkan dengan saling tahu status HIV
3. Relasi seksual dan pengaruh mental emosional mereka
4. Perencanaan kehamilan
5. Perencanaan keluarga (karier, pengasuhan dan pendidikan serta masa depan
anak, sosial ekonomi)
6. Hubungan dengan keluarga besar (mertua, menantu, ipar)
KONSELING KELUARGA
Keluarga adalah lingkungan dimana terdapat beberapa orang yang masih memiliki
hubungan darah atau kelompok sosial terdiri dari sejumlah individu, memiliki hubungan antar
individu dan terdapat ikatan, kewajiban, tanggung jawab di antara individu tersebut.
Konseling keluarga membutuhkan kompetensi khusus karena harus dapat
mengakomodasi kebutuhan dan karakteristik dari masingmasing anggota keluarga. Yang
dimaksud konseling keluarga dalam pedoman ini lebih dititik beratkan pemberian informasi
dan edukasi bagi keluarga ODHA. Konselor dapat memulai pembicaraan dengan mengangkat
permasalahan status salah satu atau lebih tentang status.
Hal-hal yang dibahas dalam konseling keluarga adalah:
1. Tingkat pengetahuan mengenai HIV dari masing-masing anggota keluarga

GANGGUAN KARDIOVASKULAR 2016/2017 123


SKILLS LAB BLOK 2.3 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALIKUSSALEH

2. Komunikasi dan relasi dalam keluarga, peran anggota keluarga ketika mereka
menghadapi sebuah persoalan, termasuk apabila salah satu atau lebih memiliki
status HIV positif
3. Peran dari masing-masing anggota keluarga dalam mendukung odha di keluarga
dan upaya-upaya yang dilakukan untuk meminimalisasi penularan, stigma dan
diskriminasi
4. Upaya keluarga dalam menghadapi stigma dan diskriminasi dari pihak luar (pihak
ketiga) 5. Rujukan pada profesional apabila dibutuhkan penanganan lebih lanjut.
KONSELING PADA KLIEN/ PASIEN DENGAN GANGGUAN JIWA
Yang dimaksud dengan gangguan jiwa adalah berbagai gangguan yang
dikarakteristikkan oleh beberapa kombinasi pola pikir, emosi, perilaku dan hubungan dengan
orang lain yang abnormal. Hal ini mencakup gangguan jiwa ringan seperti kecemasan,
gangguan tidur dan depresi sampai gangguan jiwa berat seperti skizofrenia, gangguan depresi
mayor, gangguan bipolar dan gangguan jiwa lainnya. Ruang lingkup yang dibahas dalam
pedoman ini adalah klien/pasien dengan gangguan jiwa ringan.Untuk gangguan jiwa berat
harus dilakukan rujukan kepada layanan psikiatri yang tersedia di wilayah masing-masing.
Hal-hal yang dapat dilakukan pada klien/pasien dengan gangguan jiwa ringan :
1. Mengkaji derajat gangguan jiwa ringan yang dialami klien/pasien atas status
HIVnya baik yang hasil positif maupun negatif
2. Mengkaji perilaku berisiko terkait kejiwaan seperti keinginan bunuh
diri/membunuh orang lain, menarik diri dari lingkungan sosial, kabur dari rumah
atau perilaku agresif
3. Mendiskusikan strategi untuk mengatasi perilaku berisiko di atas, misalnya
melakukan relaksasi, membuat buku harian, berbagi perasan dan pikiran dengan
anggota keluarga/teman dekat atau kelompok dukungan
4. Apabila dibutuhkan, memfasilitasi klien/pasien untuk mengakses farmakoterapi
sesuai dengan kondisi terkait kepada dokter.
KONSELING PADA WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN
Konseling bagi warga binaan pemasyarakatan (WBP) umumnya berjalan dalam
format konseling individual. Konseling dapat dilakukan oleh konselor atau petugas kesehatan
yang terlatih konseling. WBP pada umumnya mengalami gangguan jiwa ringan, terutama bila
kondisi lapas/rutan melebihi kapasitas atau tidak terdapat program pengembangan diri yang
berkesinambungan.
Hal-hal yang dapat dilakukan dalam konseling bagi WBP :
1. Mengkaji permasalahan yang dialami oleh WBP terkait perilaku berisiko HIV
maupun gangguan jiwa
2. Mendiskusikan strategi pengurangan risiko penularan HIV, termasuk mendorong
penerapan praktek perilaku seks dan atau penggunaan Napza yang aman apabila
yang bersangkutan aktif berhubungan seks atau menggunakan Napza
3. Mendiskusikan strategi mengatasi stres yang mungkin dialami selama berada di
lapas/rutan

GANGGUAN KARDIOVASKULAR 2016/2017 124


SKILLS LAB BLOK 2.3 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALIKUSSALEH

4. Memberikan informasi dimana klien/pasien dapat mengakses layanan selepas dari


lapas/rutan

GANGGUAN KARDIOVASKULAR 2016/2017 125


KONSELING PENYINGKAPAN STATUS
Yang dimaksud dengan penyingkapan status adalah memberitahukan status HIV
kepada orang lain terkait tindak lanjut yang bermanfaat. Penyingkapan status dalam banyak
hal menguntungkan klien agar ia mendapat dukungan dalam proses pemulihan kesehatannya.
Pada kasus dimana klien menolak menyingkap status HIV pada pasangannya, biasanya
karena takut terjadi tindak kekerasan. Isu penyingkapan status perlu didiskusikan pada
konseling pra tes atau KIE sebelum konseling.
Tujuan dari penyingkapan status adalah :
a. Memungkinkan pasangan mempunyai akses dini ke layanan terapi dan perawatan
b. Menurunkan risiko penularan HIV
c. Mencegah infeksi berulang dan IMS
d. Mencegah resisten terhadap pengobatan Hal-hal yang menjadi perhatian utama
dalam konseling penyingkapan status:
1. Cara klien menyingkapkan statusnya: apakah akan dilakukan sendiri oleh
klien atau dimediasi melalui konseling pasangan dengan melibatkan konselor
2. Resistensi klien dalam menyingkapkan statusnya: gali lebih dalam apa yang
menjadi penghambat utama dalam menyingkapkan statusnya, termasuk dalam
hal ini adalah apabila klien mengalami kekerasan domestik. Akomodasi
permasalahan tersebut dengan menyajikan keuntungan penyingkapan status
kepada pasangan serta cara mengatasi hambatan yang dialami.
3. Strategi yang dapat dilakukan apabila klien berulangkali menolak
menyingkapkan statusnya dan juga menolak mempraktekkan perilaku yang
aman. Penolakan yang terus dilakukan walaupun telah berulangkali dilakukan
konseling, dapat disiasati melalui pertemuan kelompok. Keberadaan klien
bersama dalam kelompok dukungan sebaya (KDS) dapat
menginspirasi/memotivasi yang bersangkutan untuk belajar dari anggota
kelompok lain terkait pengalaman mereka dalam menyingkapkan statusnya.
KONSELING PALIATIF DAN DUKA CITA
Perawatan paliatif (Palliative care) atau layanan paliatif merupakan pendekatan guna
memperbaiki kualitas hidup pasien dan keluarganya ketika menghadapi masalah terkait
penyakit yang mengancam kehidupan melalui pencegahan dan pengurangan penderitaan
dengan cara mengenali secara dini, menilai perjalanan dan terapi nyeri serta masalah lainnya,
baik fisik, psikososial dan spiritual (WHO 2002). Tujuannya perawatan paliatif adalah
membantu pasien memaksimalkan kualitas dan mengendalikan martabat hidupnya sebelum
meninggal dunia. Pendekatan dilakukan secara aktif, holistik, terfokus pada pasien dan
ditangani oleh profesi multidisiplin.

i
Hal-hal yang dapat dilakukan dalam konseling paliatif dan duka cita adalah:
1. Penekanan pada mendengar aktif, terutama atas berbagai bahasa tubuh yang
ditampilkan klien.
2. Beri dukungan atas berbagai hal positif yang telah dilakukan klien selama ini.
Apabila klien terus menerus didera perasaan negatif, bimbing klien untuk
mengingat hal yang positif.
3. Akomodasi berbagai pertanyaan seputar kematian, dimana pembahasan dapat
diarahkan sesuai dengan keyakinan klien.
4. Beri dukungan klien apabila yang bersangkutan tidak memperoleh dukungan
keluarga/sosial yang cukup menjelang kematiannya. Yakinkan bahwa klien tidak
pernah sendiri di dunia ini.

KONSELING GIZI
Konseling gizi diberikan pada ODHA dan OHIDA. Konseling gizi memberikan
layanan untuk gizi dalam hidup sehat, gizi sesuai stadium penyakit, gizi pada pemakaian
ARV, dan gizi pada ODHA dengan IO. Jika diperlukan, dapat dilakukan rujukan kepada ahli
gizi.

ISU GENDER DALAM KONSELING


Istilah gender secara umum digunakan untuk mengidentifikasi perbedaan laki-laki dan
perempuan dari segi sosial budaya, psikologis dan aspek non biologis lainnya. Istilah seks
secara umum digunakan untuk mengidentifikasi perbedaan laki-laki dan perempuan dari segi
anatomi biologi dan juga jenis kelamin. Aspek biologi meliputi perbedaan anatomi fisiologi
tubuh termasuk sistem reproduksi dan karakteristik biologis lainnya. Dalam TKHIV, maka
konselor perlu memperhatikan isu gender untuk merespon hal-hal sebagai berikut:
- Posisi tawar yang rendah pada perempuan terhadap laki-laki terutama dalam
menerapkan perilaku khusus perlu diberikan terhadap perempuan pekerja seks
terhadap pelanggan dan pasangannya.
- Stigma, diskriminasi dan kriminalisasi terhadap pekerja seks
- Laki-laki pelanggan pekerja seks yang terjebak dan mempertahankan mitos
kejantanan/keperkasaan.
- Stigma dan diskriminasi oleh petugas layanan kesehatan termasuk konselor.
- Pemahaman gender yang keliru dan dibawa dalam relasi seksual.

i
Checklist Konseling Individu Metode CEA

No. Aspek yang Dinilai Parameter Nilai

0 1 2 3

I. Komunikasi verbal

A. Membina Sambung
Rasa

1 Memberikan salam dan  ”Assalamu’alaikum.... Silahkan duduk...”


membuat pasien merasa  ”Silahkan nanti menceritakan keluhannya/ keluh
kesahnya/ uneg-unegnya....”
nyaman

B. Catharsis  Pengeluaran emosi/ perasaan pasien atas keadaan sakit


yang dialaminya, dapat mengidentifikasi adanya
kesalahpahaman pasien tentang keadaan sakitnya yang
menyebabkan kecemasan (emotionally critical
misperception =ECM)
 ECM = kesalahpahaman yang banyak menimbulkan
kecemasan atau yang menyebabkan tekanan emosi
terbesar
Empat langkah dasar:

Pertanyaan (3) &


Merangkum (1)

2.  “Apa yang Bapak/Ibu 


pikirkan pada saat
Bapak/Ibu merasakan
sakitnya ?”
3.  “Apa yang Bapak/Ibu  Catatan = Emosi dasar manusia : marah, sedih, takut,
rasakan pada waktu gembira
Bapak/Ibu berpikir
seperti itu ?”
4.  “Hal apa dari penyakit  Catatan = Pada kebanyakan kasus, jawaban pada
Bapak/Ibu yang paling pertanyaan inilah muncul ECM yang akan difokuskan
membuat Bapak/Ibu pada edukasi pasien nantinya
merasa begitu ?”
5.  Menyimpulkan ECM 
dan perasaan-perasaan
yang berhubungan
dengan ECM tersebut
C. Edukasi  Memberikan edukasi kepada pasien dengan mengkoreksi
ECM terlebih dahulu kemudian memberi penjelasan
lainnya tentang penyakit yang diderita
6. Mengkoreksi ECM pasien 

Edukasi tentang penyakit: 

7. a. Definisi  Tekankan kronisitas jika masalah kesehatan


Tsb membutuhkan kepatuhan jangka panjang

8. b. Etiologi  Tekankan predisposisi 128enture versus penularan infeksi


dan sebaliknya
9. c. Gejala & Tanda  Tekankan komplikasi untuk meningkatkan
‘stress’ (penekanan) jika persepsi pasien meminimalkan
realitas

10. d. Terapi  Tekankan ada terapi dalam rangka untuk menenangkan


pasien (meredakan perasaan/ kecemasan) jika persepsi
pasien terlalu melebih-lebihkan realitas

i
SKILLS LAB BLOK 2.3 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALIKUSSALEH

D. Tindakan / aksi  Menentukan tindakan selanjutnya yang berkaitan dengan


penatalaksanaan pasien.

11. Menerangkan pengelolaan


penyakit

12. Perception checking :  Klarifikasi pemahaman pasien untuk hal-hal yang


penting dari penyakit & pengelolaannya

13. Feeling checking :  Klarifikasi perasaan pasien terhadap keadaan sakitnya

14. Membuat janji untuk 


pertemuan berikutnya jika
diperlukan

II. Komunikasi Non 


Verbal

15. Aspek-aspek komunikasi  Menjaga tatapan mata


non-verbal  Ekspresi wajah ramah, tersenyum
 Postur tubuh terbuka, menghadap pasien dengan sudut
45 derajat
 Artikulasi suara jelas & intonasi tepat
 Penampilan bersih & rapi
III. Empati dan 
ketrampilan
mendengar aktif

16. Aspek-aspek dari empati  Refleksi isi


dan ketrampilan mendengar  Refleksi perasaan
aktif

0 = Tidak dilakukan 1 = Dilakukan tapi tidak tepat 2 = Dilakukan secara tepat 3 = Dilakukan secara tepat &
sempurna

GANGGUAN KARDIOVASKULAR 2016/2017 129


FLEBOTOMI DAN TEST RUMPLE LEED

i
FLEBOTOMI
II. PENGANTAR
Modul ini dibuat untuk para mahasiswa untuk mencapai kemampuan tertentu didalam
pemeriksaan flebotomi dan tes Rumple leed. Dengan mempelajari modul ini
mahasiswadiharapkan akan mempunyai kemampuan seperti tersebut dalam tujuan
pembelajaran.
III. TUJUAN PEMBELAJARAN
3.1. Tujuan Pembelajaran Umum
Untuk memberikan keterampilan kepada mahasiswa dalam mempersiapkan dan
melakukan Flebotomi
2.2. Tujuan Pembelajaran Khusus
8. Mampu menerangkan kepada pasien tentang tujuan dan prosedur flebotomi
9. Mampu melakukan persiapan bahan dan alat untuk flebotomi
10. Mampu melakukan flebotomi dengan baik
IV. PENDAHULUAN TEORI

Teknik flebotomi sudah dikenal sejak zaman dahulu kala. Flebotomi berasal dari bahasa
Yunani yaitu Phlebos: vena dan Tome: insisi. Flebotomi cara kuno yaitu dengan cara
“cupping” menggunakan mangkuk khusus dengan alat hisapnya, dihisap sebelum kulit
ditoreh (dry cupping) atau setelah kulit ditoreh (wet cupping), ada juga dengan cara
penorehan vena (venesection) dan ditampung pada mangkuk, selain itu, dengan cara gigitan
lintah (Leeches biting) darah akan mengalir dan lintah dilepaskan dengan abu atau garam.
Flebotomi masa kini yaitu dengan tusukan vena (venipuncture) menggunakan jarum dan
peralatan pendukungnya atau tusukan kulit (skin puncture) menggunakan lancet atau alat lain.

Tujuan Flebotomi:

1. Diagnostik : untuk pengambilan spesimen darah pemeriksaan laboratorium.

2. Terapeutik : untuk memasukkan obat intravena atau cairan melalui infus.

3. Donor darah dan transfusi darah

i
Jika pasien pingsan pada saat venipuncture :

Lepaskan tourniquet, tarik jarum segera

Bicara pada pasien supaya terjaga dan mengalihkan perhatiannya

 Turunkan bagian kepala pasien dan diminta untuk bernafas yang dalam

Kompres dengan air dingin di bagian dahi dan belakang leher

Efek samping flebotomi :

Alergi terhadap antiseptik dan plester

Perdarahan berlebihan

Pingsan (syncope)

Hematoma, terjadi karena :

a.Vena terlalu kecil untuk jarum yang dipakai

b.Jarum menembus seluruh dinding vena

c.Jarum hanya menembus sebagian vena

d.Jarum dilepaskanpada saat tourniquet masih dipasang

e.Penekanan yang tidak adekuat setelah venipuncture

IV. PROSEDUR KERJA


Bahan dan alat
1. Mannequin untuk flebotomi
2. Baki wadah beserta alat pengambilan darah (spuit dengan ukuran yang sesuai,
steril, sekali pakai)
3.Tourniquet / pembendung vena
4.Sarung tangan
5.Antiseptik : alkohol 70%
6.Kapas steril dan kapas bulat
7.Plester
8.Tempat pembuangan jarum

i
SKILLS LAB BLOK 2.3 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALIKUSSALEH

Cara Kerja
1. Terangkan pada pasien tentang tujuan flebotomi dan prosedur yang akan dilakukan,
posisi pasien bisa duduk atau berbaring
2. Siapkan alat-alat yang diperlukan uci tangan dan gunakan sarung tangan.
3. Pilih bagian yang akan dilakukan penusukan :
-Pada area antecubiti lengan
-Pengepalan tangan pasien membantu penampakan vena
-Palpasi membantu merasakan ukuran, kedalaman dan aliran vena
-Pilih vena yang besar dan tidak mudah bergerak
4. Pasang tourniquet 7,5 –10 cm di atas bagian yang akan dilakukan tusukan vena,
pemasangan harus pas :
- terlalu ketat : darah tidak keluar
-terlalu longgar: tidak efektif
-terlalu lama: (> 1 menit) hemokonsentrasi / stasis vena.
5. Bersihkan (desinfeksi) area venipuncture menggunakan kapas alkohol dengan
gerakan memutar dari tengah ke tepi, biarkan 30 detik untuk pengeringan alkohol.
Pada saat desinfeksi turniquet harus dilonggarkan dulu, kemudian dieratkan.
6. Menusukkan jarum ke dalam vena
7. -Posisi lubang jarum menghadap ke atas dengan sudut 15-30.
-Selama jarum di dalam vena usahakan gerakan seminimal mungkin
-Segera lepaskan tourniquet setelah darah mengalir, kecuali vena kolaps
-Tarik perlahan-lahan penghisap dan biarkan spuit terisi darah.
8. Lepaskan jarum perlahan-lahan dan pasang penutup jarum, segera tekan tempat
tusukan dengan kapas selama 3-5 menit, kemudian plester bagian tsb dan lepas
setelah 15 menit.
9. Pemindahan darah dari spuit ke tabung/botol :
-Lepaskan jarum dari spuit, hati-hati jangan sampai darah keluar.
-Masukkan darah ke dalam botol atau tabung secara perlahan sesuai dengan
pemeriksaan laboratorium yang dibutuhkan.
10. Buang spuit dan jarumnya ke wadah pembuangan khusus
11. Ucapkan terima kasih kepada pasien dan berikan informasi yang diperlukan :
-Kapan boleh makan kembali
-Petunjuk khusus, misalnya glukosa 2 jam PP
12. Lepaskan sarung tangan dan cuci tangan.

GANGGUAN KARDIOVASKULAR 2016/2017 133


SKILLS LAB BLOK 2.3 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALIKUSSALEH

GANGGUAN KARDIOVASKULAR 2016/2017 134


LEMBARAN PENILAIAN SKILL LAB BLOK 3.3 FLEBOTOMI
Nama Mahasiswa : ......................
NIM : ...........
Kelompok: ............

i
TES RUMPLE LEEDE (RL)

I. PENGANTAR
Tes Rumple Leede (RL) atau yang dikenal juga dengan Percobaan Pembendungan /
Uji Turniket adalah salah satu pemeriksaan yang dilakukan dalam bidang hematologi.
Prosedur ini diajarkan kepada mahasiswa agar mereka memahami bahwa tes RL ini
dapatdipakai untuk menguji ketahanan kapiler dan fungsi trombosit sehingga merupakan
upaya diagnostik untuk mengetahui adanya kelainan dalam proses hemostasis primer.
Sekaligus agar siswa dapat melakukan persiapan, melaksanakan serta menginterpretasikan
hasil pemeriksaan ini.

II. TUJUAN PEMBELAJARAN


Tujuan Umum:

Untuk memberikan keterampilan kepada mahasiswa dalam mempersiapkan,melaksanakan


dan menginterpretasikan tes RL.

Tujuan Khusus:

1.Mampu menerangkan pada pasien tujuan tes RL dan prosedurnya.


2. Mampu melakukan persiapan alat untuk tes RL dengan benar.
3.Mampu melakukan tes RL secara benar.
4.Mampu menginterpretasikan hasil tes RL dengan tepat.
III. PENGANTAR TEORI
Tes RL adalah prosedur hematologi yang merupakan uji diagnostik terhadap
ketahanan kapiler dan penurunan jumlah trombosit. Ketahanan kapiler dapat menurun pada
infeksi DHF, ITP, purpura dan Scurvy. Tes RL dilakukan dengan cara pembendungan vena
memakai sfigmomanometer pada tekanan antara sistolik dan diastolik (100 mmHg) selama
10 menit. Pembendungan vena menyebabkan darah menekan dinding kapiler. Dinding kapiler
yang oleh suatu sebab kurang kuat atau adanya trombositopenia, akan rusak oleh
pembendungan tersebut. Darah dari dalam kapiler akan keluar dan merembes ke dalam
jaringan sekitarnya sehingga tampak sebagai bercak merah kecil pada permukaan kulit.
Bercak tersebut disebut ptekie. Hasil positif bila terdapat ptekie pada bagian volar lengan
bawah yang dibendung dengan jumlah ≥ 10 pada area berdiameter 5 cm.

i
SKILLS LAB BLOK 2.3 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALIKUSSALEH

Tes RL tidak perlu dilakukan:


1.Jika sudah terdapat purpura
2.Diketahui mempunyai riwayat perdarahan

IV. PROSEDUR KERJA


Alat
1. Sfigmomanometer
2. Stetoskop
3. Stop Watch / Timer
Cara kerja
1. Terangkan pada pasien tentang tujuan tes RL dan prosedurnya.
2. Persiapkan alat untuk tes RL
3. Pasang ikatan sfigmomanometer pada lengan atas ± 3 jari diatas fossa cubiti.
4. Pompasfigmomanometer sampai tekanan antara sistolik dan diastolik (100 mmHg)
yaitu di atas tekanan vena tapi kurang dari tekanan arteri sehingga darah dari jantung
ke perifer tetap jalan.
5. Pertahankan tekanan itu selama 10 menit.
6. Lepaskan ikatan sfigmomanometer dan tunggu sampai tanda stasis darah lenyap.
Stasis darah telah berhenti jika warna kulit pada lengan yang dibendung sama dengan
warna kulit lengan yang disebelahnya.
7. Carilah dan hitung banyaknya ptekie yang timbul dalam lingkaran yangberdiemeter 5
cm di bagian volar lengan bawah.
Interpretasi : Normal : (-) : ≤ 10 ptekie
Patologis : (+) : > 10 ptekie  ketahanan kapiler menurun

GANGGUAN KARDIOVASKULAR 2016/2017 137


LEMBARAN PENILAIAN SKILL LAB BLOK 3.3 TES RUMPLE LEED
Nama Mahasiswa : ......................
NIM : ...........
Kelompok: ............

i
SKILLS LAB BLOK 2.3 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALIKUSSALEH

PEMERIKSAAN LAJU ENDAP DARAH (LED)


DAN
SEDIAAN APUS DARAH TEPI

GANGGUAN KARDIOVASKULAR 2016/2017 139


PEMERIKSAAN LAJU ENDAP DARAH (LED)

1. PENGANTAR:
Pemeriksaan Laju Endap Darah (LED) adalah pemeriksaan laboratoriumuntuk
menetapkan kecepatan pengendapan sel darah di dalam plasmanya.Pemeriksaan LED ini
merupakan salah satu skills yang harus dimiliki olehmahasiswa kedokteran. Salah satu cara
pemeriksaan LED adalah caraWestergren. Pada cara ini campuran darah EDTA dengan NaCl
fisiologis denganperbandingan 4 : 1 dimasukkan dalam pipet Westergren, kemudian
dibiarkanselama 1 jam dan dibaca tinggi plasma dalam mm/jam.

II. TUJUAN PEMBELAJARAN:


Tujuan umum
Dengan skills ini mahasiswa dapat melakukan pemeriksaan LED
Tujuan khusus
 Mahasiswa dapat melakukan pemeriksaan LED sesuai prosedur dengan
benar dan teliti
 Mahasiswa dapat menginterpretasikan hasil pemeriksaan LED

III. PENGANTAR TEORI

LAJU ENDAP DARAH ( LED )= ESR (Erythrocyte Sedimentation Rate)


Laju sedimentasi eritrosit adalah kecepatan sedimentasi eritrosit dalam darah yang
belum membeku, dengan satuan mm/jam. LED merupakan uji yang tidak spesifik. LED
dijumpai meningkat selama proses inflamasi akut, infeksi akut dan kronis, kerusakan jaringan
(nekrosis), penyakit kolagen, rheumatoid, malignansi, dan kondisi stress fisiologis (misalnya
kehamilan). Sebagian ahli hematologi, LED tidak andal karena tidak spesifik, dan
dipengaruhi oleh faktor fisiologis yang menyebabkan temuan tidak akurat.
1. Kecepatan eritrosit mengendap setelah memisahkan diri dari plasma
2. Ukuran : mm/jam
3. Menggambarkan komposisi plasma dan perbandingan antara eritrosit &plasma
4. Setiap keadaan yg meningkatkan penggumpalan sel satu dengan yanglain akan
meningkatkan LED.

i
SKILLS LAB BLOK 2.3 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALIKUSSALEH

Tahapan :
1. Terbentuknya Rouleaux
2. Fase pengendapan cepat
3. Fase pengendapan lambat (pemadatan)

Faktor-faktor yang mempengaruhi :


1. Faktor sel darah merah ( massa yg terbentuk stlh rouleaux )
o Bentuk tertentu sel darah merah
o Aglutinasi
o Makrosit
o RBC yg rendah
2. Plasma :
o Alfa globulin
o Alga2 globulin
o Fibrinogen
3. Faktor mekanis dan teknis
o Posisi tabung LED yg panjang & diameter tabung sterilitas
o Sterilitas
o Suhu
o Kondisi darah ( Antikoagulan, darah simpan lama ).

GANGGUAN KARDIOVASKULAR 2016/2017 141


IV. PROSEDUR KERJA

Bahan dan Alat


a. Pipet Westergreen
b. Rak standar Westergreen
c. Botol kering dan bersih
d. NaCl fisiologis
e. Darah EDTA

Cara kerja
- Isap NaCl fisiologis dengan pipet Westergreen sampai tanda 150,masukkan ke dalam botol
yang kering dan bersih
- Isap darah EDTA sampai tanda 0, campurkan dengan NaCl fisiologis yangsudah dipipet
sebelumnya
- Isap campuran tersebut sampai tanda 0, letakkan pada rak standar dalamkeadaan tegak lurus
- Tunggu selama 1 jam
- Baca tinggi plasma dalam mm/jam
Kesalahan yang mungkin timbul pada ketrampilan tersebut :
- Tidak tepat perbandingan darah dengan NaCl fisiologis
- Tidak tepat menghisap campuran pada tanda 0
- Pipet Westergreen tidak tegak lurus

V. EVALUASI
a. Cara penilaian dengan menggunakan checklist
b. Yang dinilai :
- Mengisap NaCl fisiologis dengan pipet Westergreen sampai tanda150
- Mengisap darah dengan pipet Westergreen sampai tanda 0 danmencampurkannya dengan
NaCl
- Mengisap campuran sampai tanda 0
- Meletakkan pipet westergreen pada rak dengan tegak lurus
- Membiarkan selama 1 jam dan membaca hasil
- Menginterpretasikan hasil

i
LEMBARAN PENILAIAN BLOK 3.3 (HEMATOLOMFOPOIETIK)
PEMERIKSAAN LAJU ENDAP DARAH
Nama :
NIM :
Kelompok :

i
PEMBUATAN SEDIAAN APUS DARAH TEPI

1. PENGANTAR:
Pembuatan Sediaan apus Darah Tepi adalah salah satu tekniklaboratorium yang akan
digunakan untuk hitung jenis leukosit dan evaluasisediaan apus darah tepi. Pembuatan
sediaan apus darah tepi ini merupakan salah satu skillsyang harus dimiliki oleh mahasiswa
kedokteran.

II. TUJUAN PEMBELAJARAN:


Tujuan umum
Dengan skills ini mahasiswa dapat membuat sedian apus darah tepiyang baik
Tujuan khusus
Mahasiswa dapat membuat sediaan apus darah tepi
Mahasiswa dapat mewarnai sediaan apus darah tepi

III. PENGANTAR TEORI


Sediaan apus darah tepi (peripheral blood smear) merupakan slideuntuk mikroskop yang
salah satu sisinya dilapisi dengan lapisan tipis darah dandiwarnai dengan pewarnaan
(biasanya Giemsa atau Wright), kemudian diperiksadengan mikroskop. Sediaan apus harus
cepat mengering pada kaca karena yang lambatmengering seperti oleh hawa lembab sering
mengalami perubahan morfologieritrosit. Sudut miringnya kaca penggeser dengan kaca
sediaan dan kecepatanpenggerakkan kaca penggeser berpengaruh terhadap tebalnya sediaan
yangdibuat, makin kecil sudut makin tipis sediaan dan makin lambat menggesermakin tipis
juga.
Ciri-ciri sediaan apus yang baik:
a. Sediaan tidak melebar sampai pinggir kaca objek, panjangnya ½ sampai2/3 panjang
kaca
b. Pada sediaan apus harus ada bagian yang cukup tipis untuk diperiksa,pada bagian itu
eritrosit-eritrosit terletak berdekatan tanpa bertumpukandan tidak menyusun gumpalan
atau rouleaux
c. Pinggir sediaan itu rata dan sediaan tidak boleh berlobang-lobang ataubergaris-garis
d. Penyebaran leukosit tidak boleh buruk, leukosit-leukosit itu tidak bolehberhimpun
pada pinggir-pinggir atau ujung-ujung sediaan
i
SKILLS LAB BLOK 2.3 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALIKUSSALEH

IV. PROSEDUR KERJA


Bahan dan Alat:
a. Kaca objek
b. Methanol
c. Giemsa
d. Pipet tetes
e. Darah EDTA

Cara kerja:
 Teteskan setetes kecil darah (garis tengah tidak melebihi 2 mm) kira-kira 1cm dari
ujung kaca objek dan letakkanlah kaca itu di atas meja dengan tetes darah
disebelah kanan
 Dengan tangan kanan letakkan kaca objek lain di sebelah kiri tetes darahdengan
sudut 30° - 45°, kemudian geser ke arah tetesan darah
 Biarkan darah menyebar sampai ke pinggir kaca objek, kemudian langsungdidorong
sehingga terbentuk hapusan yang baik
 Biarkan kering diudara, kemudian fiksasi dengan methanol selama 5 menit
 Buang sisa methanol yang masih ada, teteskan Giemsa hingga menutupiseluruh
sediaan dan biarkan selama 20 menit
 Cuci dengan air yang mengalir pelan, biarkan kering dengan udara

Kesalahan yang mungkin timbul pada keterampilan tersebut :

GANGGUAN KARDIOVASKULAR 2016/2017 145


SKILLS LAB BLOK 2.3 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALIKUSSALEH

- Kualitas sediaan hapus kurang baik seperti terlalu tebal, berlobang atau adatumpukan zat
warna

- Panjang sediaan hapus kurang dari setengah panjang kaca objek

V. EVALUASI

a. Cara penilaian dengan menggunakan checklist

b. Yang dinilai :

1. Cara meletakkan tetesan darah pada kaca objek

2. Meletakkan kaca objek lain di sebelah kiri tetes darah dengan sudut 30°-45°, kemudian
geser ke arah tetesan darah

3. Membiarkan darah menyebar sampai ke pinggir kaca objek, kemudian langsung didorong
sehingga terbentuk hapusan yang baik

4. Memfiksasi dengan methanol selama 5 menit

5. Mewarnai dengan Giemsa

GANGGUAN KARDIOVASKULAR 2016/2017 146


LEMBARAN PENILAIAN BLOK 2.4 (HEMATOLIMFOPOIETIK)
PEMBUATAN SEDIAAN HAPUS DARAH TEPI

Nama :
No. BP :
Kelompok :

Anda mungkin juga menyukai