Terapi Bermain-PRINT 1
Terapi Bermain-PRINT 1
C. Tujuan
Tujuan terapi bermain adalah:
1. Menciptakan suasana aman bagi anak-anak untuk mengekspresikan diri
mereka
2. Memahami bagaimana sesuatu dapat terjadi, mempelajari aturan sosial dan
mengatasi masalah mereka
3. Memberi kesempatan bagi anak-anak untuk berekspresi dan mencoba
sesuatu yang baru.
D. Manfaat
Bermain merupakan aktivitas penting pada masa anak-anak. Berikut ini adalah
bererapa manfaat bermain pada anak-anak :
1. Perkembangan aspek fisik. Anggota tubuh mendapat kesempatan untuk
digerakkan, anak dapat menyalurkan tenaga (energi) yang berlebihan,
sehingga ia tidak merasa gelisah. Dengan demikian otot-otot tubuh akan
tumbuh menjadi kuat.
2. Perkembangan aspek motorik kasar dan halus.
3. Perkembangan aspek sosial. Ia akan belajar tentang sistem nilai,
kebiasaan-kebiasaan dan standar moral yang dianut oleh masyarakat.
4. Perkembangan aspek emosi atau kepribadian. Anak mendapat kesempatan
untuk melepaskan ketegangan yang dialami, perasaan tertekan dan
menyalurkan dorongan-dorongan yang muncul dalam dirinya. Setidaknya
akan membuat anak relaks.
5. Perkembangan aspek kognisi. Anak belajar konsep dasar, mengembangkan
daya cipta, memahami kata-kata yang diucapkan oleh teman-temannya.
6. Mengasah ketajaman penginderaan, menjadikan anak kreatif, kritis dan
bukan anak yang acuh tak acuh terhadap kejadian disekelilingnya.
7. Sebagai media terapi, selama bermain perilaku anak-anak akan tampil
bebas dan bermain adalah sesuatu yang secara alamiah sudah dimiliki oleh
seorang anak.
8. Sebagai media intervensi, untuk melatih kemampuan-kemampuan tertentu
dan sering digunakan untuk melatih konsentrasi pada tugas tertentu,
melatih konsep dasar
Pada prinsipnya, terapi bermain digunakan untuk media bagi anak untuk
mengalihkan perhatiannya dari aktivitas yang berlebihan namun tidak bermanfaat,
melatih anak melakukan tugas satu persatu, melatih anak menunggu giliran, dan
mengalihkan sasaran agresivitas. Menurut Nurjaman, 2006, dalam Mulyaman,
2008, terapi bermain diyakini mampu menghilangkan batasan, hambatan dalam
diri, kecemasan, frustasi serta mempunyai masalah emosi dengan tujuan
mengubah tingkah laku anak yang tidak sesuai menjadi tingkah laku yang
diharapkan dan anak sering diajak bermain akan lebih kooperatif dan mudah
diajak kerjasama ketika menjalani pengobatan.
Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam pemberian terapi bermain bagi anak
ADHD adalah:
1. Tujuan dan target setiap sesi terapi bermain harus spesidik berdasarkan
kondisi dan keterampilan anak, dilakukan dengan bertahap, terstruktur,
dan konsisten. Salah satu yang perlu diperhatikan pada anak ADHD
adalah sensitivitas mereka terhadap perubahan sehingga kita harus
membantu menciptakan sesuatu yang rutin untuk mereka. Dalam hal ini,
konsistensi yang dapat diciptakan terapis misalnya dalam hal waktu,
aturan bermain, tempat, dan jumlah alat permaina. Pemilihan ini harus
didasarkan pada kondisi anak dan target perilaku yang dituju.
2. Permainan yang digunakan harus dipecah-pecah menjadi komponen-
komponen kecil yang diajarkan satu persatu dengan tahap dan cara yang
sama. Mereka selalu sulit mengorganisasikan waktu sehingga kita harus
membantu untuk memecah-mecah tugas menjadi komponen-komponen
kecil yang sederhana. Misalnya:acara menggambar dibagi dalam
kegiatan mengambil kertas, mengambil pensil, mengambil krayon,dst
3. Terapi diberikan dalam beberapa tahap, pertama dengan satu anak satu
terapis dalam tempat terapi khusus, kemudian perlahan-lahan anak akan
dilibatkan dalam permainan bersama anak lain (sebaiknya yang tidak
ADHD), dan jika sudah memungkinkan maka anak dilibatkan dalam
kelompok yang lebih besar. Permainan sosial ini harus dirancang terapis
dan orang tua untuk membantu anak mengembangkan keterampilan
bersosialisasi
4. Terapi bagi anak penyandang ADHD tidak dapat dilakukan hanya dengan
terapi tunggal. Mengingat bahwa gangguannya berkaitan dengan sirkuit
didalam otak, maka terapi bermain sebaiknya dilakukan bersama-sama
dengan terapi yang lain, yaitu terapi farmakologi. Rencana program terapi
yang dijalankan pun harus disusun dengan terpadu dan terstruktur dengan
baik, begitu juga proses evaluasinya.
5. Terapi bermain ini harus dilakukan oleh tenaga terapis yang sudah terlatih
dan betul-betul mencintai dunia anak dan pekerjaannya. Hal ini terlebih
pada penyandang ADHD karena menangani anak ADHD memerlukan
kesabaran dan ketefuhan hati yang tinggi. Jika pada anak non ADHD
target perubahan perilakuyang dibuat mungkin dapat dicapai dengan cepat
dan lebih mudah, maka bagi penyandang ADHD untuk mengendalikan
perilaku mereka saja mungkin sulit.
6. Keberhasilan program terapi bermain sangat ditentukan oleh bagus
tidaknya kerja sama terapis dengan orang tua dan orang-orang lain yang
terlibat dalam pengasuhan anak sehari-hari. Hal ini berkaitan dengan
proses transfer keterampilan yang sudah diperoleh selama terapi yang
harus terus dipelihara dan ditingkatkan dalam kehidupan diluar program
terapi.
7. Jika secara umum terapi bermain memberikan kebebasan kepada anak
untuk berekspresi dan eksplorasi, maka pada anak ADHD hal ini justru
akan digunakan untuk memperkenalkan aturan-aturan dan pengendalian
perilaku
8. Terapi bermain bagi penyandang ADHD dapat ditujukan untuk
meminimalkan/menghilangkan perilaku agresif, perilaku menyakiti diri
sendiri, dan menghilangkan perilaku berlebihan yang tidak bermanfaat.
Hal ini dapat dilakukan dengan melatihkan gerakan-gerakan tertentu
kepada anak, misalnya tepuk tangan, merentangkan tangan, menyusun
balok, bermain palu dan pasak, dan alat bermain yang lain. Dengan
mengenalkan gerakan yang lain dan berbagai alat bermain yang dapat
digunakan, maka diharapkan yang dapat digunakan untuk mengalihkan
agresivitas yang muncul, juga jika anak sering berlarian tak bertujuan.
Mengenalkan anak pada permainan konstruktif seperti menyusun balok
juga akan membantu anak mengenal urutan dan membantu
mengembangkan keterampilan motorik (Schaefer, et al., 1991).
E. Materi Bermain
Materi bermain dalam terapi bermaian dapat diklasifikasikan menjadi 4, yaitu:
1. Mainan untuk memudahkan ekspresi
Mainan adalah kata-kata anak-anak dan bermain adalah bahasa
mereka. Oleh karena itu dalam terapi bermain harus tersedia mainan yang
memudahkan anak untuk mengekspresikan pikiran dan perasaannya.
Misalnya keluarga boneka manusia, keluarga boneka binatang, mobil, truk,
bis, dll.
2. Mainan yang mendorong kreativitas
Beberapa mainan, sudah menjadi sifat dasarnya mendorong
kreativitas. Sebuah kotak di pojok bisa menjadi rumah. Contoh lain seperti
krayon, malam, kertas lipat, balok kayu dll.
b. Pelaksanaan Treatment
Tahap selanjutnya adalah pelaksanaan. Dalam tahap ini
terapis melaksanakan rancangan treatment yang sudah dibuat
dengan menjaga sikap profesional, kejujuran dan kerahasiaan.
Selain itu terapis juga perlu menciptakan rasa aman dan kebebasan
pada diri anak untuk menentukan pilihan dan mengekspresikan
diri.
Seringkali anak dapat memulai permainan dengan spontan,
namun ada beberapa anak yang hanya diam saja di ruang terapi
bermain, oleh sebab itu sangat diperlukan terapis yang mampu
membuat anak nyaman dan aman. Menurut Mc. Mahon (2001), ada
beberapa cara untuk mengajak anak terlibat aktif dalam bermain,
misalnya : Terapis memainkan boneka tangan, bermain Teddy Bear
atau boneka lain, atau membuat hal-hal yang lucu. Hal ini
dilakukan untuk membuat anak mau bermain, bukan mengarahkan
permainan anak.
Ada kontrol dan batasan dalam pelaksanaan treatment,
yaitu : pastikan bahwa alat-alat permainan aman dimainkan anak-
anak, sehingga tidak membahayakan bagi anak tersebut, bagi
terapis atau orang lain yang terlibat. Kemudian pada saat anak
marah dan merusak mainan atau melakukan agresivitas, terapis
memberikan toleransi sampai batas tertentu dan berhak
menghentikan mainan dengan menggantikan mainan yang lain atau
menghentikan sesi treatmen.
Hasil observasi segera dicatat setelah sesi selesai, bila
dimungkinkan gunakan recorder sebagai perekam atau camera
perekam, sehingga mudah untuk menentukan treatmen selanjutnya.
Secara garis besar, tujuan dari terapi ini adalah menolong anak
untuk mampu berhadapan dan hidup dengan kondisi emosinya
yang terluka (Mc. Mahon). Oleh sebab itu ada beberapa tahap
kemajuan yang biasanya dilewati oleh anak, yaitu:
Tahap 1 : perasaan marah, cemas atau emosi yang tidak
mengenakan. Tingkah laku yang muncul anak nampak destruktif/
merusak mainan atau sebaliknya nampak ketakutan pada sesuatu.
Tahap 2: perasaan marah sudah terarah pada orang tertentu, bisa
terapisnya atau permainan simbol.
Tahap 3 : nampak ekspresi positif dan negatif berjalan bersama.
Misalnya: suatu saat anak menyuapi boneka, disaat yang lain dia
memukuli boneka tersebut.
Tahap 4 : anak sudah dapat memilih dan memisahkan perasaan
positif dan negatif tentang orang dan situasi dalam realitas.
c. Evaluasi Treatment
Pada evaluasi akhir, dinilai apakah terapi efektif atau
kurang efektif? Apakah treatment dilanjutkan atau dihentikan?
Terapi bermain kurang efektif jika dilakukan pada anak yang
pendiam atau pasif karena mereka akan sangat sulit untuk diajak
bermain oleh terapis. Proses dan lamanya terapi bervariasi tiap
anak dan kasus, dari beberapa minggu sampai 1 atau 2 tahun.
Untuk mengakhiri treatment, alangkah baiknya terapis mengajak
anak membuat suatu acara khusus sehingga anak tidak mengalami
kesedihan atau kekecewaan karena kehilangan suasana yang sudah
dia dapatkan. Terapis juga dapat memberikan bingkisan dari hasil
treatment, atau foto bersama.
3. Metode Puzzle
a. Anak diberi penjelasan tentang prosedur pelaksanaan terapi
bermain yang meliputi waktu kegiatan, cara membuat, serta hal-hal
lain yang terkait dengan program terapi bermain.
b. Diawal permainan, anak diperkenalkan dengan puzzle, lalu
diberikan penjelasan mengenai cara bermain puzzle.
c. Setelah itu dengan panduan leader, anak diminta untuk mengamati
terlebih dahulu gambar yang ada di dalam puzzle, memencar
kepingan puzzle, menyusun kembali kepingan puzzle sesuai
gambar semula dengan benar.
d. Fasilitator mendampingi dan mengarahkan anak selama bermain
puzzle berlangsung.
e. Ibu dapat berperan sebagai fasilitator, tetapi tidak boleh ikut
terlibat dalam kegiatan membentuk mainan.
f. Setelah waktu yang ditentukan untuk terapi bermain habis, anak
dipersilahkan untuk berhenti, dan diberikan pujian atas keterlibatan
anak selama terapi bermain berlangsung.
g. Observer melakukan pengamatan dan memberikan evaluasi
terhadap perilaku anak dan proses jalannya terapi bermain.
h. Setelah anak selesai menyusun puzzle, anak diharapkan untuk
bercerita tentang gambar yang ada di dalam puzzle sesuai dengan
imajinasi anak.
i. Pada akhir kegiatan diberikan pengumuman hasil bangun terbaik
dan memberikan bangun tersebut sebagai reward.
j. Kemudian fasilitator mengembalikan hasil karya mereka dan
memberikan pujian kepada semua peserta sebagai reward.
DAFTAR PUSTAKA
Dwi, S. dkk. 2014. Proposal Terapi Bermain Menyusun Puzzle di Ruang Anak
Bona 2 RSUD Dr. Soetomo Surabaya. www.academia.edu /
10984703/Terapi_bermain. Diakses pada tanggal 18 April 2019.
Saputro, H. dan I. Fazrin. 2007. Anak Sakit Wajib Bermain di Rumah Sakit.
Ponorogo: Forum Ilmiah Kesehatan.
Zellawati, A. 2011. Terapi Bermain untuk Mengatasi Masalah pada Anak, Vol.2,
No.3. www.unaki.ac.id. Diakses pada tanggal 17 April 2019.