Anda di halaman 1dari 29

Tugas Terstruktur

MAKALAH ASUHAN KEPERAWATAAN GAWAT DARURAT PADA


PASIEN DENGAN TRAUMA ABDOMEN

OLEH
Reza Kurniaty Umasangadji
Nugi alibaba
Nurakmi Popa
Nur Elia Fahri
Nurafni M masud
Nurfifi Leatemia
Prayuda Yuli Herlambang
Rifaldi sarman
Rahayu Samsudin
Rajulan Lowan

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAAN


POLITEKNIK KESEHATAAN KEMENKES TERNATE
TAHUN AJARAN
2019

i
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan rahmat dan hidaya – Nya dan tak lupa pula shalawat serta salam atas
junjungan Nabi besar Muhammad SAW, sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah ini.
Makalah Asuhan keperawataan gawat darurat pada pasien dengan trauma
abdomen ini kami harapkan dapat menambah pengetahuan bagi para pembaca
agar dapat mengetahui lebih banyak lagi. Kami juga menyampaikan terima kasih
banyak kepada dosen pembimbing yang telah memberikan banyak masukan
kepada kami sehingga makalah ini dapat kami selesaikan. Kami juga menyadari
makalah ini jauh dari sempurna untuk itu kami harapkan masukan berupa saran
yang membangun demi kesempurnan makalah ini. Semoga makalah ini dapat
berguna bagi kita semua, Terima kasih.

Penyusun

Ternate, 06 September 2019

ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ........................................................................................................ ii

BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................... 4

A. Latar belakang ......................................................................................................... 4

B. Tujuan penulisan ..................................................................................................... 5

BAB II TINJAUAN TEORI ............................................................................................... 6

A. Konsep Dasar Penyakit ........................................................................................... 6

1. Definisi Trauma Abdomen.................................................................................. 6

2. Etiologi ................................................................................................................ 6

3. Manifestasi Klinis ............................................................................................... 7

4. Klasifikasi ........................................................................................................... 9

5. Patofisiologi ...................................................................................................... 11

6. Komplikasi ........................................................................................................ 12

7. Pemeriksaan diagnostik..................................................................................... 12

8. Pemeriksaan Radiologi ..................................................................................... 15

9. Pemeriksaan Laboratorium ............................................................................... 17

10. Penatalaksanaan gawat darurat ..................................................................... 18

B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAAN ........................................................... 21

a. Konsep Asuhan Keperawatan ............................................................................... 21

b. Diagnosa keperawatan ......................................................................................... 23

c. Analisa data........................................................................................................... 23

d. Intervensi Keperawatan ........................................................................................ 24

e. evaluasi ................................................................................................................. 27

BAB IV PENUTUP .......................................................................................................... 28

A. KESIMPULAN ..................................................................................................... 28

B. SARAN .................................................................................................................. 28

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................... 29

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Abdomen adalah sebuah rongga besar yang dililingkupi oleh otot-otot
perut pada bagian ventral dan lateral, serta adanya kolumna spinalis di
sebelah dorsal. Bagian atas abdomen berbatasan dengan tulang iga atau
costae. Cavitas abdomninalis berbatasan dengan cavitas thorax atau rongga
dada melalui otot diafragma dan sebelah bawah dengan cavitas pelvis atau
rongga panggul.
Antara cavitas abdominalis dan cavitas pelvis dibatasi dengan
membran serosa yang dikenal dengan sebagai peritoneum parietalis.
Membran ini juga membungkus organ yang ada di abdomen dan menjadi
peritoneum visceralis.
Pada vertebrata, di dalam abdomen terdapat berbagai sistem organ,
seperti sebagian besar organ sistem pencernaan, sistem perkemihan. Berikut
adalah organ yang dapat ditemukan di abdomen: komponen dari saluran
cerna: lambung (gaster), usus halus, usus besar (kolon), caecum, umbai
cacing atau appendix; Organ pelengkap dai saluran cerna seperti: hati (hepar),
kantung empedu, dan pankreas; Organ saluran kemih seperti: ginjal, ureter,
dan kantung kemih (vesica urinaria); Organ lain seperti limpa (lien).
Istilah trauma abdomen atau gawat abdomen menggambarkan
keadaan klinik akibat kegawatan dirongga abdomen yang biasanya timbul
mendadak dengan nyeri sebagian keluhan utama. Keadaan ini memerlukan
penanggulangan segera yang sering berpa tindakan beda, misalnya pada
obstruksi, perforasi atau perdarahan, infeksi, obstruksi atau strangulasi jalan
cerna dapat menyebabkan perforasi yang mengakibatkan kontaminasi rongga
perut oleh isi saluran cerna sehingga terjadilah peritonitis.
kerusakan satu organ. Sedangkan trauma tumpul velositas tinggi
sering menimbulkan kerusakan organ multipel.

4
Aktivitas dalam kehidupan sehari-hari memungkin seseorang untuk
terkena injury yang bisa saja merusak keutuhan integritas kulit, selama ini
kita mungkin hanya mengenal luka robek atau luka sayatan saja namun
ternyata di luar itu masih banyak lagi luka/trauma yang dapat terjadi pada
daerah abdomen.
Insiden trauma abdomen meningkat dari tahun ke tahun. Mortalitas
biasanya lebih tinggi pada trauma tumpul abdomen dari pada trauma tusuk.
Walaupun tehnik diagnostik baru sudah banyak dipakai, misalnya Computed
Tomografi, namun trauma tumpul abdomen masih merupakan tantangan bagi
ahli klinik. Diagnosa dini diperlukan untuk pengelolaan secara optimal.
Trauma abdomen akan ditemukan pada 25 % penderita multi-trauma,
gejala dan tanda yang ditimbulkannya kadang-kadang lambat sehingga
memerlukan tingkat kewaspadaan yang tinggi untuk dapat menetapkan
diagnosis.

B. Tujuan penulisan
1. Tujuan umum:
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas
terstruktur keperawatan gawat darurat dan untuk memberikan wawasan
kepada mahasiswa/i tentang trauma abdomen dan tindakan asuhan
keperawatan pada pasien dengan trauma abdomen.
2. Tujuan khusus:
a. Untuk mengetahui definisi dari trauma abdomen.
b. Untuk mengetahui klasifikasi trauma abdomen.
c. Untuk mengetahui etiologi. trauma abdomen.
d. Untuk mengetahui patofisiologi trauma abdomen.
e. Untuk mengetahui manifestasi klinis trauma abdomen.
f. Untuk mengetahui komplikasi trauma abdomen.
g. Untuk mengetahui pemeriksaan medis. trauma abdomen.
h. Untuk mengetahui penatalaksanaan. trauma abdomen

5
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Konsep Dasar Penyakit


1. Definisi Trauma Abdomen
Trauma adalah cedera fisik dan psikis, kekerasan yang mengakibatkan
cedera (sjamsuhidayat, 2010).

Trauma abdomen adalah trauma yang terjadi pada daerah abdomen yang
meliputi daerah retroperitoneal, pelvis dan organ peritroneal.

Trauma abdomen adalah cedera vicera abdominal yang disebabkan karena


luka penetratif atau trauma tumpul. Akibat dari trauma abdomen dapat
berupa perforasi ataupun perdarahan. Kematian pada trauma abdomen
biasanya terjadi akibat sepsis atau perdarahan.

Trauma abdomen didefinisikan sebagai trauma yang melibatkan daerah


antara diafragma atas dan panggul bawah (Guilon, 2011).

Trauma abdomen didefinisikan sebagai kerusakan terhadap struktur yang


terletak diantara diafragma dan pelvis yang diakibatkan oleh luka tumpul
atau yang menusuk. (Ignativicus & Workman, 2006).

2. Etiologi
Kecelakaan atau trauma yang terjadi pada abdomen, umumnya banyak
diakibatkan oleh trauma tumpul. Pada kecelakaan kendaraan bermotor,
kecepatan, deselerasi yang tidak terkontrol merupakan kekuatan yang
menyebabkan trauma ketika tubuh klien terpukul setir mobil atau benda
tumpul lainnya.
Trauma akibat benda tajam umumnya disebabkan oleh luka tembak yang
menyebabkan kerusakan yang besar didalam abdomen. Selain luka tembak,
trauma abdomen dapat juga diakibatkan oleh luka tusuk, akan tetapi luka

6
tusuk sedikit menyebabkan trauma pada organ internal diabdomen.Trauma
pada abdomen disebabkan oleh 2 kekuatan yang merusak, yaitu :
a. Paksaan /benda tumpul
Merupakan trauma abdomen tanpa penetrasi ke dalam rongga
peritoneum. Luka tumpul pada abdomen bisa disebabkan oleh jatuh,
kekerasan fisik atau pukulan, kecelakaan kendaraan bermotor, cedera
akibat berolahraga, benturan, ledakan, deselarasi, kompresi atau sabuk
pengaman. Lebih dari 50% disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas.
b. Trauma tembus
Merupakan trauma abdomen dengan penetrasi ke dalam rongga
peritoneum. Disebabkan oleh: luka tembak yang menyebabkan
kerusakan yang besar didalam abdomen. Selain luka tembak, trauma
abdomen dapat juga diakibatkan oleh luka tusuk, akan tetapi luka
tusuk sedikit menyebabkan trauma pada organ internal diabdomen.

3. Manifestasi Klinis
a. Trauma tembus abdomen (trauma perut dengan penetrasi kedalam
rongga peritonium):
1) Hilangnya seluruh atau sebagian fungsi organ
2) Respon stres simpatis
3) Perdarahan dan pembekuan darah
4) Kontaminasi bakteri
5) Kematian sel
Jika abdomen mengalami luka tusuk, usus yang menempati sebagian
besar rongga abdomen akan sangat rentan untuk mengalami trauma
penetrasi. Secara umum organ-organ padat berespon terhadap trauma
dengan perdarahan. Sedangkan organ berongga bila pecah
mengeluarkan isinya dalam hal ini bila usus pecah akan mengeluarkan
isinya ke dalam rongga peritoneal sehingga akan mengakibatkan
peradangan atau infeksi

7
b. Trauma tumpul abdomen (trauma perut tanpa penetrasi kedalam rongga
peritonium) ditandai dengan:
1) Kehilangan darah.
2) Memar/jejas pada dinding perut.
3) Kerusakan organ-organ.
4) Nyeri tekan, nyeri ketok, nyeri lepas dan kekakuan (rigidity)
dinding perut.
5) Iritasi cairan usus (FKUI, 1995).
Menurut Scheets (2002), secara umum seseorang dengan trauma
abdomen menunjukkan manifestasi sebagai berikut :
1) Laserasi, memar,ekimosis
2) Hipotensi
3) Tidak adanya bising usus
4) Hemoperitoneum
5) Mual dan muntah
6) Adanya tanda “Bruit” (bunyi abnormal pd auskultasi pembuluh
darah, biasanya pd arteri karotis),
7) Nyeri
8) Pendarahan
9) Penurunan kesadaran
10) Sesak
11) Tanda Kehrs adalah nyeri di sebelah kiri yang disebabkan oleh
perdarahan limfa.Tanda ini ada saat pasien dalam posisi recumbent.
12) Tanda Cullen adalah ekimosis periumbulikal pada perdarahan
peritoneal
13) Tanda Grey-Turner adalah ekimosis pada sisi tubuh (pinggang) pada
perdarahan retroperitoneal.
14) Tanda coopernail adalah ekimosis pada perineum,skrotum atau labia
pada fraktur pelvis
15) Tanda balance adalah daerah suara tumpul yang menetap pada
kuadran kiri atas ketika dilakukan perkusi pada hematoma limfe

8
4. Klasifikasi
Berdasarkan mekanisme trauma, dibagi menjadi 2 yaitu :
a. Trauma tumpul (blunt injury)
Suatu pukulan langsung, misalkan terbentur stir ataupun bagian pintu
mobil yang melesak ke dalam karena tabrakan, bisa menyebabkan
trauma kompresi ataupuncrush injury terhadap organ viscera. Hal ini
dapat merusak organ padat maupun organ berongga, dan bisa
mengakibatkan ruptur, terutama organ-organ yang distensi (misalnya
uterus ibu hamil), dan mengakibatkan perdarahan maupun peritornitis.
Trauma tarikan (shearing injury) terhadap organ viscera sebenarnya
adalah crush injury yang terjadi bila suatu alat pengaman
(misalnya seat belt jenis lap belt ataupun komponen pengaman bahu)
tidak digunakan dengan benar. Pasien yang cedera pada suatu tabrakan
motor bisa mengalami trauma decelerasi dimana terjadi pergerakan
yang tidak sama antara suatu bagian yang terfiksir dan bagian yang
bergerak, seperti rupture lien ataupun ruptur hepar (organ yang
bergerak) dibagian ligamentnya (organ yang terfiksir). Pemakaian air-
bag tidak mencegah orang mengalami trauma abdomen. Pada pasien-
pasien yang mengalami laparotomi karena trauma tumpul, organ yang
paling sering kena adalah lien (40-55%), hepar (35-45%), dan usus (5-
10%). Sebagai tambahan, 15% nya mengalami hematoma
retroperitoneal.
b. Trauma tajam (penetration injury)
Luka tusuk ataupun luka tembak (kecepatan rendah) akan
mengakibatkan kerusakan jaringan karena laserasi ataupun terpotong.
Luka tembak dengan kecepatan tinggi akan menyebabkan transfer
energi kinetik yang lebih besar terhadap organ viscera, dengan adanya
efek tambahan berupa temporary cavitation, dan bisa pecah menjadi
fragmen yang mengakibatkan kerusakan lainnya. Luka tusuk tersering
mengenai hepar (40%), usus halus (30%), diafragma (20%), dan colon
(15%). Luka tembak menyebabkan kerusakan yang lebih besar, yang

9
ditentukan oleh jauhnya perjalanan peluru, dan berapa besar energy
kinetiknya maupun kemungkinan pantulan peluru oleh organ tulang,
maupun efek pecahan tulangnya. Luka tembak paling sering mengenai
usus halus (50%), colon (40%), hepar (30%) dan pembuluh darah
abdominal (25%).
Trauma pada abdomen dibagi lagi menjadi 2 yaitu trauma pada dinding
abdomen dan trauma pada isi abdomen.
a. Trauma pada dinding abdomen
Trauma dinding abdomen dibagi menjadi kontusio dan laserasi.
1) Kontusio dinding abdomen disebabkan trauma non-penetrasi.
Kontusio dinding abdomen tidak terdapat cedera intra abdomen,
kemungkinan terjadi eksimosis atau penimbunan darah dalam
jaringan lunak dan masa darah dapat menyerupai tumor.
2) Laserasi, jika terdapat luka pada dinding abdomen yang menembus
rongga abdomen harus di eksplorasi Atau terjadi karena trauma
penetrasi.
b. Trauma pada isi abdomen
Sedangkan trauma abdomen pada isi abdomen, terdiri dari:
1) Perforasi organ viseral intraperitoneum
Cedera pada isi abdomen mungkin di sertai oleh bukti adanya
cedera pada dinding abdomen.
2) Luka tusuk (trauma penetrasi) pada abdomen
Luka tusuk pada abdomen dapat menguji kemampuan diagnostik
ahli bedah.
3) Cedera thorak abdomen
Setiap luka pada thoraks yang mungkin menembus sayap kiri
diafragma, atau sayap kanan dan hati harus dieksplorasi

10
5. Patofisiologi
Bila suatu kekuatan eksternal dibenturkan pada tubuh manusia (akibat
kecelakaan lalu lintas, penganiayaan, kecelakaan olahraga dan terjatuh dari
ketinggian), maka beratnya trauma merupakan hasil dari interaksi antara
faktor-faktor fisik dari kekuatan tersebut dengan jaringan tubuh. Berat
trauma yang terjadi berhubungan dengan kemampuan obyek statis (yang
ditubruk) untuk menahan tubuh. Pada tempat benturan karena terjadinya
perbedaan pergerakan dari jaringan tubuh yang akan menimbulkan
disrupsi jaringan. Hal ini juga karakteristik dari permukaan yang
menghentikan tubuh juga penting. Trauma juga tergantung pada
elastitisitas dan viskositas dari jaringan tubuh. Elastisitas adalah
kemampuan jaringan untuk kembali pada keadaan yang sebelumnya.
Viskositas adalah kemampuan jaringan untuk menjaga bentuk aslinya
walaupun ada benturan. Toleransi tubuh menahan benturan tergantung
pada kedua keadaan tersebut. Beratnya trauma yang terjadi tergantung
kepada seberapa jauh gaya yang ada akan dapat melewati ketahanan
jaringan. Komponen lain yang harus dipertimbangkan dalam beratnya
trauma adalah posisi tubuh relatif terhadap permukaan benturan. Hal
tersebut dapat terjadi cidera organ intra abdominal yang disebabkan
beberapa mekanisme :
a) Meningkatnya tekanan intra abdominal yang mendadak dan hebat oleh
gaya tekan dari luar seperti benturan setir atau sabuk pengaman yang
letaknya tidak benar dapat mengakibatkan terjadinya ruptur dari organ
padat maupun organ berongga.
b) Terjepitnya organ intra abdominal antara dinding abdomen anterior
dan vertebrae atau struktur tulang dinding thoraks.
c) Terjadi gaya akselerasi-deselerasi secara mendadak dapat
menyebabkan gaya robek pada organ dan pedikel vaskuler

11
6. Komplikasi
a) Trombosis Vena
b) Emboli Pulmonar
c) Stress ulserasi dan perdarahan
d) Pneumonia
e) Tekanan ulserasi
f) Atelektasis
g) Sepsis

7. Pemeriksaan diagnostik
a. Trauma Tumpul
1. Diagnostik Peritoneal Lavage
DPL adalah prosedur invasive yang bisa cepat dikerjakan yang
bermakna merubah rencana untuk pasien berikutnya ,dan dianggap
98 % sensitive untuk perdarahan intraretroperitoneal. Harus
dilaksanakan oleh team bedah untuk pasien dengan trauma tumpul
multiple dengan hemodinamik yang abnormal, terutama bila
dijumpai :
a) Perubahan sensorium-trauma capitis, intoksikasi alcohol,
kecanduan obat-obatan.
b) Perubahan sensasi trauma spinal
c) Cedera organ berdekatan-iga bawah, pelvis, vertebra lumbalis
d) Pemeriksaan diagnostik tidak jelas
e) Diperkirakan aka nada kehilangan kontak dengan pasien dalam
waktu yang agak lama, pembiusan untuk cedera
extraabdominal, pemeriksaan X-Ray yang lama misalnya
Angiografi
f) Adanya lap-belt sign (kontusio dinding perut) dengan
kecurigaan trauma usus
DPL juga diindikasikan pada pasien dengan hemodinamik normal
nilai dijumpai hal seperti di atas dan disini tidak memiliiki fasilitas

12
USG ataupun CT Scan. Salah satu kontraindikasi untuk DPL
adalah adanya indikasi yang jelas untuk laparatomi. Kontraindikasi
relative antara lain adanya operasi abdomen sebelumnya, morbid
obesity, shirrosis yang lanjut, dan adanya koagulopati sebelumnya.
Bisa dipakai tekhnik terbuka atau tertutup (Seldinger ) di
infraumbilikal oleh dokter yang terlatih. Pada pasien dengan
fraktur pelvis atau ibu hamil, lebih baik dilakukan supraumbilikal
untuk mencegah kita mengenai hematoma pelvisnya ataupun
membahayakan uterus yang membesar. Adanya aspirasi darah
segar, isi gastrointestinal, serat sayuran ataupun empedu yang
keluar, melalui tube DPL pada pasien dengan henodinamik yang
abnormal menunjukkan indikasi kuat untuk laparatomi. Bila tidak
ada darah segar (>10 cc) ataupun cairan feses ,dilakukan lavase
dengan 1000cc Ringer Laktat (pada anak-anak 10cc/kg). Sesudah
cairan tercampur dengan cara menekan maupun melakukan rogg-
oll, cairan ditampung kembali dan diperiksa di laboratorium untuk
melihat isi gastrointestinal ,serat maupun empedu. (American
College of Surgeon Committee of Trauma, 2004 : 149-150)Test (+)
pada trauma tumpul bila 10 ml atau lebih darah makroskopis
(gross) pada aspirasi awal, eritrosit > 100.000 mm3, leukosit >
500/mm3 atau pengecatan gram (+) untuk bakteri, bakteri atau
serat. Sedangkan bila DPL (+) pada trauma tajam bila 10 ml atau
lebih darah makroskopis (gross) pada aspirasi awal,sel darah merah
5000/mm3 atau lebih. (Scheets, 2002 : 279-280)
2. FAST (Focused Assesment Sonography in Trauma)
Individu yang terlatih dengan baik dapat menggunakan USG untuk
mendeteksi adanya hemoperitoneum. Dengan adanya peralatan
khusus di tangan mereka yang berpengalaman, ultrasound memliki
sensifitas, specifitas dan ketajaman untuk meneteksi adanya cairan
intraabdominal yang sebanding dengan DPL dan CT abdomen
Ultrasound memberikan cara yang tepat, noninvansive, akurat dan

13
murah untuk mendeteksi hemoperitorium, dan dapat diulang
kapanpun. Ultrasound dapat digunakan sebagai alat diagnostik
bedside dikamar resusitasi, yang secara bersamaan dengan
pelaksanaan beberapa prosedur diagnostik maupun terapeutik
lainnya. Indikasi pemakaiannya sama dengan indikasi DPL.
(American College of Surgeon Committee of Trauma, 2004 : 150)
a) Computed Tomography (CT)
Digunakan untuk memperoleh keterangan mengenai organ
yang mengalami kerusakan dan tingkat kerusakannya, dan juga
bisa untuk mendiagnosa trauma retroperineal maupun pelvis
yang sulit di diagnosa dengan pemeriksaan fisik, FAST,
maupun DPL. (American College of Surgeon Committee of
Trauma, 2004 : 151)
b. Trauma Tajam
1. Cedera thorax bagian bawah
Untuk pasien yang asimptomatik dengan kecurigaan pada
diafragma dan struktur abdomen bagian atas diperlukan
pemeriksaan fisik maupun thorax foto berulang, thoracoskopi,
laparoskopi maupun pemeriksaan CT scan.
2. Eksplorasi local luka dan pemeriksaan serial dibandingkan dengan
DPL pada luka tusuk abdomen depan. Untuk pasien yang relatif
asimtomatik (kecuali rasa nyeri akibat tusukan), opsi pemeriksaan
diagnostik yang tidak invasive adalah pemeriksaan diagnostik
serial dalam 24 jam, DPL maupun laroskopi diagnostik.
3. Pemeriksaan fisik diagnostik serial dibandingkan dengan double
atau triple contrast pada cedera flank maupun punggung
Untuk pasien yang asimptomatik ada opsi diagnostik antara lain
pemeriksaan fisik serial, CT dengan double atau triple contrast,
maupun DPL. Dengan pemeriksaan diagnostic serial untuk pasien
yang mula-mula asimptomatik kemudian menjadi simtomatik, kita
peroleh ketajaman terutama dalam mendeteksi cedera retroperinel

14
maupun intraperineal untuk luka dibelakang linea axillaries
anterior. (American College of Surgeon Committee of Trauma,
2004 : 151)

8. Pemeriksaan Radiologi
1. Pemeriksaan X-Ray untuk screening trauma tumpul
Rontgen untuk screening adalah Ro-foto cervical lateral, Thorax AP
dan pelvis AP dilakukan pada pasien trauma tumpul dengan
multitrauma. Rontgen foto abdomen tiga posisi (telentang, setengah
tegak dan lateral decubitus) berguna untuk melihat adanya udara bebas
dibawah diafragma ataupun udara di luar lumen diretroperitoneum,
yang kalau ada pada keduanya menjadi petunjuk untuk dilakukan
laparatomi. Hilangnya bayangan psoas menunjukkan kemungkinan
cedera retroperitoneal
2. Pemerikasaan X-Ray untuk screening trauma tajam
Pasien luka tusuk dengan hemodinamik yang abnormal tidak
memerlukan pemeriksaan X-Ray pada pasien luka tusuk diatas
umbilicus atau dicurigai dengan cedera thoracoabdominal dengan
hemodinamik yang abnormal, rontgen foto thorax tegak bermanfaat
untuk menyingkirkan kemungkinan hemo atau pneumothorax, ataupun
untuk dokumentasi adanya udara bebas intraperitoneal. Pada pasien
yang hemodinamiknya normal, pemasangan klip pada luka masuk
maupun keluar dari suatu luka tembak dapat memperlihatkan jalannya
peluru maupun adanya udara retroperitoneal pada rontgen foto
abdomen tidur.
3. Pemeriksaan dengan kontras yang khusus
i. Urethrografi
Sebagaimana yang telah disebutkan sebelumnya, harus dilakukan
urethrografi sebelum pemasangan kateter urine bila kita curigai
adanya ruptur urethra. Pemeriksaan urethrografi digunakan dengan
memakai kateter no.# 8-F dengan balon dipompa 1,5-2cc di fossa

15
naviculare. Dimasukkan 15-20 cc kontras yang diencerkan.
Dilakukan pengambilan foto dengan projeksi oblik
dengan sedikit tarikan pada pelvis.
ii. Sistografi
Rupture buli-buli intra- ataupun ekstraperitoneal terbaik ditentukan
dengan pemeriksaan sistografi ataupun CT-Scan sistografi.
Dipasang kateter urethra dan kemudian dipasang 300 cc kontras
yang larut dalam air pada kolf setinggi 40 cm diatas pasien dan
dibiarkan kontras mengalir ke dalam bulu-bulu atau sampai (1)
aliran terhenti (2) pasien secara spontan mengedan, atau (3) pasien
merasa sakit. Diambil foto rontgen AP, oblik dan foto post-
voiding. Cara lain adalah dengan pemeriksaan CT Scan (CT
cystogram) yang terutama bermanfaat untuk mendapatkan
informasi tambahan tentang ginjal maupun tulang pelvisnya.
(American College of Surgeon Committee of Trauma, 2004 : 148)
iii. CT Scan/IVP
Bilamana ada fasilitas CT Scan, maka semua pasien dengan
hematuria dan hemodinamik stabil yang dicurigai mengalami
sistem urinaria bisa diperiksa dengan CT Scan dengan kontras dan
bisa ditentukan derajat cedera ginjalnya. Bilamana tidak ada
fasilitas CT Scan, alternatifnya adalah pemeriksaan Ivp.Disini
dipakai dosis 200mg J/kg bb kontras ginjal. Dilakukan injeksi
bolus 100 cc larutan Jodine 60% (standard 1,5 cc/kg, kalau dipakai
30% 3,0 cc/kg) dengan 2 buah spuit 50 cc yang disuntikkan dalam
30-60 detik. 20 menit sesudah injeksi bila akan memperoleh
visualisasi calyx pada X-Ray. Bilamana satu sisi non-visualisasi,
kemungkinan adalah agenesis ginjal, thrombosis maupun tertarik
putusnya a.renalis, ataupun parenchyma yang mengalami
kerusakan massif. Nonvisualisasi keduanya memerlukan
pemeriksaan lanjutan dengan CT Scan + kontras, ataupun
arteriografi renal atau eksplorasi ginjal; yang mana yang diambil

16
tergantung fasilitas yang dimiliki.
iv. Gastrointestinal
Cedera pada struktur gastrointestinal yang letaknya retroperitoneal
(duodenum, colon ascendens, colon descendens) tidak akan
menyebabkan peritonitis dan bisa tidak terdeteksi dengan DPL.
Bilamana ada kecurigaan, pemeriksaan dengan CT Scan dengan
kontras ataupun pemeriksaan RO-foto untuk upper GI Track
ataupun GI tract bagian bawah dengan kontras harus
dilakukan.(American College of Surgeon Committee of
Trauma,2004:149).

9. Pemeriksaan Laboratorium
1) Pemeriksaan darah lengkap untuk mencari kelainan pada darah itu
sendiri
2) Penurunan hematokrit/hemoglobin
3) Peningkatan Enzim hati: Alkaline fosfat,SGPT,SGOT,
4) Koagulasi : PT,PTT
5) MRI
6) Angiografi untuk kemungkinan kerusakan vena hepatik
7) CT Scan
8) Radiograf dada mengindikasikan peningkatan
diafragma,kemungkinan pneumothorax atau fraktur tulang rusuk VIII-
X.
9) Scan limfa
10) Ultrasonogram
11) Peningkatan serum atau amylase urine
12) Peningkatan glucose serum
13) Peningkatan lipase serum
14) DPL (+) untuk amylase
15) Penigkatan WBC
16) Peningkatan amylase serum

17
17) Elektrolit serum
18) AGD
(ENA,2000:49-55)

10. Penatalaksanaan gawat darurat


a. Pre Hospital
Pengkajian yang dilakukan untuk menentukan masalah yang
mengancam nyawa, harus mengkaji dengan cepat apa yang terjadi di
lokasi kejadian. Paramedik mungkin harus melihat apabila sudah
ditemukan luka tikaman, luka trauma benda lainnya, maka harus
segera ditangani, penilaian awal dilakukan prosedur ABC jika ada
indikasi. Jika korban tidak berespon, maka segera buka dan bersihkan
jalan napas.
1. Airway
Dengan kontrol tulang belakang. Membuka jalan napas
menggunakan
teknik ‘head tilt chin lift’ atau menengadahkan kepala dan
mengangkat dagu, periksa adakah benda asing yang dapat
mengakibatkan tertutupnya jalan napas. Muntahan, makanan, darah
atau benda asing lainnya.
2. Breathing
Dengan ventilasi yang adekuat. Memeriksa pernapasan dengan
menggunakan cara ‘lihat-dengar-rasakan’ tidak lebih dari 10 detik
untuk memastikan apakah ada napas atau tidak. Selanjutnya
lakukan pemeriksaan status respirasi korban (kecepatan, ritme dan
adekuat tidaknya pernapasan).
3. Circulation
Dengan kontrol perdarahan hebat. Jika pernapasan korban
tersengal-sengal dan tidak adekuat, maka bantuan napas dapat
dilakukan. Jika tidak ada tanda-tanda sirkulasi, lakukan resusitasi
jantung paru segera. Rasio kompresi dada dan bantuan napas dalam

18
RJP adalah 30 : 2 (30 kali kompresi dada dan 2 kali bantuan
napas).
Penanganan awal trauma non- penetrasi (trauma tumpul)
1. Stop makanan dan minuman
2. Imobilisasi
3. Kirim kerumah sakit.
Penetrasi (trauma tajam)
1. Bila terjadi luka tusuk, maka tusukan (pisau atau benda tajam
lainnya) tidak boleh dicabut kecuali dengan adanya tim medis.
2. Penanganannya bila terjadi luka tusuk cukup dengan melilitkan
dengan kain kassa pada daerah antara pisau untuk memfiksasi
pisau sehingga tidak memperparah luka.
3. Bila ada usus atau organ lain yang keluar, maka organ tersebut
tidak dianjurkan dimasukkan kembali kedalam tubuh,
kemudian organ yang keluar dari dalam tersebut dibalut kain
bersih atau bila ada verban steril.
4. Imobilisasi pasien.
5. Tidak dianjurkan memberi makan dan minum.
6. Apabila ada luka terbuka lainnya maka balut luka dengan
menekang.
7. Kirim ke rumah sakit.
b. Hospital
1. Trauma penetrasi
Bila ada dugaan bahwa ada luka tembus dinding abdomen,
seorang ahli bedah yang berpengalaman akan memeriksa
lukanya secara lokal untuk menentukan dalamnya luka.
Pemeriksaan ini sangat berguna bila ada luka masuk dan luka
keluar yang berdekatan.
a. Skrinning pemeriksaan rontgen
b. Foto rontgen torak tegak berguna untuk menyingkirkan
kemungkinan hemo atau pneumotoraks atau untuk

19
menemukan adanya udara intraperitonium. Serta rontgen
abdomen sambil tidur (supine) untuk menentukan jalan
peluru atau adanya udara retroperitoneum.
c. IVP atau Urogram Excretory dan CT Scanning
Ini di lakukan untuk mengetauhi jenis cedera ginjal yang
ada.
d. Uretrografi
Di lakukan untuk mengetauhi adanya rupture uretra.
e. Sistografi
Ini digunakan untuk mengetauhi ada tidaknya cedera pada
kandung kencing, contohnya pada :
- fraktur pelvis
- trauma non-penetrasi
2. Penanganan pada trauma benda tumpul:
a. Pengambilan contoh darah dan urine
Darah di ambil dari salah satu vena permukaan untuk
pemeriksaan laboratorium rutin, dan juga untuk
pemeriksaan laboratorium khusus seperti pemeriksaan
darah lengkap, potasium, glukosa, amilase.
b. Pemeriksaan rontgen
Pemeriksaan rongten servikal lateral, toraks anteroposterior
dan pelvis adalah pemeriksaan yang harus di lakukan pada
penderita dengan multi trauma, mungkin berguna untuk
mengetahui udara ekstraluminal di retroperitoneum atau
udara bebas di bawah diafragma, yang keduanya
memerlukan laparotomi seger-a.
c. Study kontras urologi dan gastrointestinal
Dilakukan pada cedera yang meliputi daerah duodenum,
kolon ascendens atau decendens dan dubur (Hudak &
Gallo, 2001).

20
B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAAN
a. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Primary survey
a. Airway: Memastikan kepatenan jalan napas tanpa adanya
sumbatan atau obstruksi,
b. Breathing: memastikan irama napas normal atau cepat, pola napas
teratur, tidak ada dyspnea, tidak ada napas cuping hidung,dan
suara napas vesikuler,
c. Circulation: nadi lemah/ tidak teraba, cepat >100x/mt, tekanan
darah dibawah normal bila terjadi syok, pucat oleh karena
perdarahan, sianosis, kaji jumlah perdarahan dan lokasi,
capillary refill >2detik apabila ada
perdarahan.Penurunankesadaran.
d. Disability: kaji tingkat kesadaran sesuai GCS, respon pupil
anisokor apabila
e. adanya diskontinuitas saraf yang berdampak pada medulla
spinalis.
b) Exposure/Environment: fraktur terbuka di femur dekstra, luka
laserasi pada wajah dan tangan, memar pada abdomen, perut
semakin menegang.
2. Secondary survey
a. Fokus Asesment

Kepala: Wajah, kulit kepala dan tulang tengkorak, mata, telinga,


dan mulut. Temuan yang dianggap kritis:
Pupil tidak simetris, midriasis tidak ada respon terhadap cahaya ?
Patah tulang tengkorak (depresi/non depresi, terbuka/tertutup)?
Robekan/laserasi pada kulit kepala?
Darah, muntahan atau kotoran di dalam mulut?
Cairan serebrospinal di telinga atau di hidung?
Battle sign dan racoon eyes?

21
Leher: lihat bagian depan, trachea, vena jugularis, otot-otot leher
bagian belakang..Temuan yang dianggap kritis: Distensi vena
jugularis, deviasi trakea atau tugging,emfisema kulit
Dada: Lihat tampilan fisik, tulang rusuk, penggunaan otot-otot
asesoris, pergerakan dada, suara paru. Temuan yang dianggap
kritis: Luka terbuka, sucking chest wound, Flail chest dengan
gerakan dada paradoksikal, suara paru hilang atau melemah,
gerakan dada sangat lemah dengan pola napas yang tidak adekuat
(disertai dengan penggunaaan otot-otot asesoris).
Abdomen: Memar pada abdomen dan tampak semakin tegang,
lakukan auskultasi dan palpasi dan perkusi pada abdomen. Temuan
yang dianggap kritis ditekuannya penurunan bising usus, nyeri
tekan pada abdomen bunyi dullness.
Pelvis: Daerah pubik, Stabilitas pelvis, Krepitasi dan nyeri tekan.
Temuan yang dianggap kritis: Pelvis yang lunak, nyeri tekan dan
tidak stabil serta pembengkakan di daerah pubik
Extremitas: ditemukan fraktur terbuka di femur dextra da luka
laserasi pada tangan. Anggota gerak atas dan bawah, denyut nadi,
fungsi motorik, fungsi sensorik.Temuan yang dianggap kritis:
Nyeri, melemah atau menghilangnya denyut nadi, menurun atau
menghilangnya fungsi sensorik dan motorik.
Pemeriksaan tanda-tanda vital yang meliputi suhu, nadi, pernafasan
dan tekanan darah.
Pemeriksaan status kesadaran dengan penilaian GCS (Glasgow
Coma Scale): terjadi penurunan kesadaran pada pasien.
b. AMPLE
Allergy : Tidak ada data
Medication : Tidak ada data
Past Medical History : Tidak ada data
Last Meal : Tidak ada data

22
Event : Seorang laki-laki 34 tahun di bawa ke UGD 2 jam
yang lalu karena kecelakaan, pasien terseret mobil
dan terlempar dari motornya.
Pemeriksaan fisik difokuskan pada daerah abdomen:
Inspeksi: Fraktur terbuka di femur dekstra, luka laserasi pada wajah
dan tangan, memar pada abdomen, perut semakin menegang.
Auskultasi: Bising usus
Perkusi: Bunyi redup bila ada hemo peritoneum.
Palpasi: kekauan dan spasme pada perut karena akumulasi darah atau
cairan.
b. Diagnosa keperawatan
1. PK Perdarahan berhubungan dengan kerusakan vaskuler
2. Nyeri akut berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan
c. Analisa data

No Data Etiologi Masalah


1 S: Kerusakan atau robekan PK perdarahan
O : Fraktur terbuka di vaskuler akibat trauma
femur dekstra, memar
pada abdomen, perut Perdarahan
semakin menegang,
penurunan kesadaran,
riwayat jatuh dan terseret
mobil.
2 S: Spasme otot, fraktur Nyeri akut
O: Fraktur terbuka,
memar pada abdomen Pelepasan mediator
nyeri

Interpretasi nyeri

23
d. Intervensi Keperawatan

NO DIAGNOSA TUJUAN RENCANA KEPERAWATAN

1 PK Perdarahan Setelah dilakukan tindakan keperawatan Shock prevention


berhubungan dengan selama 1 x 10-15 menit, diharapkan 1. Monitoring status sirkulasi (Tekanan darah, warna
kerusakan vaskuler perdarahan berukurang atau teratasi dengan kulit, Suhu, bunyi jantung, irama dan frekuensi
kriteria: jantung, keberadaan dan kualitas nadi perifer, CRT)
Respiratory Status: Airway Patency 2. Monitoring tanda-tanda inadekuat oksigenasi jaringan
1. RR dalam batas normal 3. Monitor perubahanstatus mental
2. Irama pernapasan teratur 4. Monitoring temperature dan status respiratory
3. Tidak ada benda asing atau cairan di 5. Monitoring intake dan output
dalam rongga mulut 6. Monitoring nilai laboratorium, khususnya
hemoglobin dan hematokrit, clotting profile, AGD,
Circulation Status
dan nilai elektrolit.
1. Nadi dalam batas normal
7. Tes urin untuk darah, glukosa dan protein.
2. Tekanan vena central normal
8. Monitoring distensi abdomen
3. Arteri karotis menguat
9. Monitor respon awal kompensasi kehilangan cairan:
4. Saturasi oksigen normal
peningkatan HR, penurunan TD, ortostatik hipotensi,
5. Urin output dalam batas normal 1-2
penurunan urin output, penurunan CRT, pucat dan
cc/24 jam
kulit dingin, dan diaphoresis.
Blood loss severity 10. Tempatkan pasien pada posisi supinasi dengan kaki

24
1. Perdarahan yang terlihat berkurang elevasi untuk meningkatkan preload, sesuai
atau tidak ada. kebutuhan.
2. Tidak ada distensi abdomen 11. Pertahankan kepatenan jalan napas
3. Tekanan l-p darah dalam batas 12. Berikan cairan intravena, berikan RBC dan atau
normal plasma jika diperlukan.
13. Berikan oksigen
Bleeding Reduction
1. Identifikasi penyebab perdarahan
2. Beri pekananan atau balut daerah yang luka
3. Monitor jumlah perdarahan yang keluar
4. Pantau hemoglobin dan hematokrit
5. Monitor status keseimbangan cairan tubuh
6. Pasang dan pertahankan akses pemberian cairan
intravena
7. Kolaborasi pemberian produk darah

2 Nyeri akut Setelah dilakukan tindakan keperawatan Pain managememnt


berhubungan dengan selama1x30 menit nyeri berkurang atau 1. Kaji nyeri secara komprehensif: lokasi,
terputusnya dapat terkontrol, dengan kriteria: karakterristik, durasi, kualitas, intensitas dan
kontinuitas jaringan Pain level keparahan nyeri.
1. Pasien melaporkan nyeri berkurang 2. Observasi ketidak nyamanan non verbal
2. Pasien tidak menringis kesakitan 3. Atasi factor yang dapat meninhkatkan nyeri,

25
3. Pasien tenang pasang bidai
4. Tanda tanda vital dalam batas normal 4. Kolaborasi pemberian anti nyeri.

26
e. EVALUASI
1. Tidak ada perdarahan
2. Tidak ada distensi abdomen
3. Tekanan darah dalam batas normal
4. Nadi dalam batas normal
5. Perdarahan yang terlihat berkurang atau tidak ada.
6. Tidakadadistensi abdomen
7. Tanda tanda vital dalam batas normal
8. Kesadaran baik
9. Nyeri dapat terkontrol

27
BAB IV
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Abdomen adalah sebuah rongga besar yang dililingkupi oleh otot-otot
perut pada bagian ventral dan lateral, serta adanya kolumna spinalis di
sebelah dorsal. Bagian atas abdomen berbatasan dengan tulang iga atau
costae. Cavitas abdomninalis berbatasan dengan cavitas thorax atau rongga
dada melalui otot diafragma dan sebelah bawah dengan cavitas pelvis atau
rongga panggul.

Trauma abdomen adalah cedera vicera abdominal yang disebabkan karena


luka penetratif atau trauma tumpul. Akibat dari trauma abdomen dapat berupa
perforasi ataupun perdarahan. Kematian pada trauma abdomen biasanya
terjadi akibat sepsis atau perdarahan.

B. SARAN

Berdasarkan Kesimpulan diatas maka disarankan bagi setiap orang


harus selalu siaga akan hal yang menyebabkan adanya trauma dan dapat di
tanggulangi. Sebaiknya kampus harus selalu menyediakan sarana berupa
buku-buku pada penerbitan tahun sekarang agar kita mendapatkan reverensi
terbaru mengenai hal yang akan didiskusikan.

28
DAFTAR PUSTAKA

Brunner &Suddarth (2015). Buku Ajar KeperawatanMedikalBedah. Vol 2. Ed. 8.


EGC: Jakarta.

Docthwrman, Joanne McCloskey. (2004). Nursing Interventions Classification. St


Louis,Mossouri, Elsevier inc.

Herdman, T Heather, dkk. (2015). Diagnosis Keperawatan: Definisi & Klasifikasi.


Edisi 10. Jakarta: EGC

Nurarif, A. (2015). Aplikasi Asuhan keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis Dan


NIC NOC Jilid 3. Jogjakarta: MediAction

Tanto, C., Liwang, F., Hanifati, S., Pradipta., E. (2014). KapitaSelektaKedokteran.


Edisi 4, Jilid 1. Jakarta: Media Aesculapius

29

Anda mungkin juga menyukai