Variable Costing Dan Full Costing
Variable Costing Dan Full Costing
Pada metode absorption costing, memperlakukan semua biaya produk yang terdiri dari
bahan baku langsung, tenaga kerja langsung dan overhead pabrik (tetap dan variabel)
sebagai harga pokok produk (product cost) tanpa memperhatikan apakah biaya tersebut
variabel atau tetap, sehingga metode ini sering disebut full costing. Sedangkan metode
variable costing, hanya biaya produk yang berubah-ubah sesuai dengan output saja yang
diper-lakukan sebagai harga pokok produk (variable cost) atau biaya produksi yang langsung
berkaitan dengan output yang dihasilkan, sehingga sering disebut direct costing atau
marginal costing.
Pada dasarnya, perbedaan kedua metode tersebut terletak pada waktu (timing) perlakuan
fixed overhead cost. Variable Costing, beranggapan bahwa fixed overhead cost harus segera
dibebankan pada periode terja-dinya. Namun tidak demikan dengan absorption costing,
fixed overhead cost harus dibebankan dan dikurangkan dari pendapatan untuk setiap unit
yang terjual. Setiap unit produk yang tidak terjual (terdapat fixed overhead cost yang
melekat pada unit produk) akan dilekatkan di persediaan dan akan dibawa ke periode
berikutnya sebagai aset. Perubahan persediaan merupakan point kunci untuk memahami
perbedaan kedua metode ini.
Metode biaya langsung membedakan antara biaya produk (product costs) dan biaya periode
(period costs). Biaya produk hanya terdiri atas biaya utama untuk bahan langsung dan tenaga
kerja langsung ditambah overhead pabrik yang variabel. Biaya semacam inilah yang
dibebankan pada persediaan (pekerjaan dalam proses dan barang jadi) dan harga pokok
penjualan. Biaya-biaya overhead pabrik yang tetap (fixed factory overhead) dimasukkan
dalam kelompok biaya periode lainnya, seperti biaya penjualan dan administrasi.
Jadi perbedaan utama antara metode biaya langsung dan penghitungan biaya penuh terletak
pada perlakuan biaya overhead pabrik yang tetap. Pada metode biaya langsung biaya tetap
overhead pabrik tidak dimasukkan ke dalam biaya produk; sebaliknya pada metode biaya
penuh dimasukkan ke dalam biaya unit produk pada persediaan dan harga pokok penjualan.
(1) Pendapatan kotor marjinal dan laba kotor. Pada penetapan biaya langsung, angka
pendapatan marjinal kotor menunjukkan selisih antara penjualan dan biaya produksi yang
variabel. Angka ini ekuivalen dengan laba kotor pada penghitungan biaya penuh, dan
menunjukkan bahwa biaya tetap tidak dimasukkan dalam penilaian persediaan dan harga
pokok penjualan. Dengan demikian maka pendapatan marjinal kotor selalu akan lebih besar
daripada laba kotor. Penting pula dicamkan, bahwa dengan metode ini harga pokok penjualan
akan bervariasi/berubah sesuai dengan perubahan penjualan.
(2) Marjin kontribusi. Marjin kontribusi (contribution margin) yang dikenal juga dengan
sebutan pendapatan marjinal, merupakan kelebihan jumlah penjualan terhadap seluruh biaya
variabel (yaitu : biaya produksi, penjualan dan administrasi). Karena besar manfaatnya
sebagai suatu sarana perencanaan laba (profit planning device), maka margin kontribusi
mempunyai arti yang penting dalam perhitungan laba-rugi dengan metode biaya langsung
(direct costing income statement) (lihat Pasal 11.4)
(3) Biaya persediaan. Pada metode biaya langsung, overhead tetap tidak dimasukkan dalam
nilai persediaan (inventory). (Cara ini berlawanan dengan pandangan AICPA; ABR No.43
dengan tegas menyatakan: “… penyingkiran segala biaya overhead dari biaya persediaan
tidak dipandang sebagai prosedur akuntansi yang layak.” Baik IRS (Jawatan Pajak AS)
maupun SEC (Badan Pengawas Bursa Efek) akan menerima penghitungan biaya langsung,
kecuali bila penggunaan itu dibenarkan oleh AICPA). Karena itu banyak perusahaan
menggunakan metode biaya langsung hanya untuk laporan intern saja, lalu menyesuaikan
nilai persediaannya menurut metode biaya penuh dan laporan eksternnya.
(4) Laba bersih Operasional. Perbedaan laba bersih operasi pada kedua metode disebabkan
oleh jumlah biaya tetap yang dibebankan kepada nilai persediaan. Bila tidak terdapat
persediaan awal dan persediaan akhir, laba bersih operasi akan sama saja.
CONTOH 1
Jumlah unit120.000
produksiPenjualan
100.000 unit @
Bahan langsung Rp15.000/unit
Biaya Rp 1.000/unit
pemasaran/administrasi
Rp 180.000.000
Biaya tetap
Rp 140.000.000
Overhead pabrik
Biaya
pemasaran/administrasi
Susunlah perhitungan rugi-laba berdasarkan (a) biaya penuh, (b) biaya langsung.
(a) Metode Biaya Penuh
Perhitungan Rugi-laba
Tetap Rp 100.000
Marjin kotor
Biaya pemasaran/administrasi
Variabel
Tetap
Catatan : pada umumnya bagian variabel dan bagian tetap pada butiran seperti yang
ditunjukkan di atas tidak diungkapkan dalam suatu perhitungan rugi-laba.
Perhitungan Rugi-Laba
Marjin kontribusi
Overhead pabrik
Biaya pemasaran/administrasi
Catatan: Selisih sejumlah Rp 30.000.000 pendapatan bersih disbanding dengan perhitungan (a)
sama dengan jumlah overhead pabrik tetap yang dimasukkan pada penghitungan biaya penuh
[bagian (a)] berkenaan dengan persediaan akhir untuk 20.000 unit @ Rp 1.500/unit (biaya overhead
pabrik tetap sejumlah Rp 180.000.000 ÷ 120.000 unit produksi).
Metode penentuan harga pokok produksi adalah cara untuk memperhitungkan unsur-unsur
biaya kedalam harga pokok produksi. Dalam memperhitungkan unsur-unsur biaya ke dalam
harga pokok produksi, terdapat dua pendekatan yaitu full costing dan variabel costing.
1. Full Costing
Full costing merupakan metode penentuan harga pokok produksi yang memperhitungkan
semua unsur biaya produksi ke dalam harga pokok produksi yang terdiri dari biaya bahan
baku, biaya tenaga kerja langsung dan biaya overhead pabrik baik yang berperilaku variabel
maupun tetap.
“Full costing adalah metode penentuan harga pokok yang memperhitungkan semua biaya
produksi yang terdiri dari biaya bahan baku, biaya tenaga kerja, dan overhead tanpa
memperhatikan perilakunya.”14)
Pendekatan full costing yang biasa dikenal sebagai pendekatan tradisional menghasilkan
laporan laba rugi dimana biaya-biaya di organisir dan sajikan berdasarkan fungsi-fungsi
produksi, administrasi dan penjualan. Laporan laba rugi yang dihasilkan dari pendekatan ini
banyak digunakan untuk memenuhi pihak luar perusahaan, oleh karena itu sistematikanya
harus disesuaikan dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum untuk menjamin informasi
yang tersaji dalam laporan tersebut.
1. Variabel Costing
Variabel costing merupakkan metode penentuan harga pokok produksi yang hanya
memperhitungkan biaya produksi yang berperilaku variabel ke dalam harga pokok produksi
yang terdiri dari biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung dan biaya overhead pabrik
variabel.
Dalam pendekatan ini biaya-biaya yang diperhitungkan sebagai harga pokok adalah biaya
produksi variabel yang terdiri dari biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung dan biaya
overhead pabrik variabel. Biaya-biaya produksi tetap dikelompokkan sebagai biaya periodik
bersama-sama dengan biaya tetap non produksi.
Menurut Mas’ud Machfoed variabel costing adalah “ Suatu metode penentuan harga pokok
dimana biaya produksi variabel saja yang dibebankan sebagai bagian dari harga pokok.”15)
Pendekatan variabel costing di kenal sebagai contribution approach merupakan suatu format
laporan laba rugi yang mengelompokkan biaya berdasarkan perilaku biaya dimana biaya-
biaya dipisahkan menurut kategori biaya variabel dan biaya tetap dan tidak dipisahkan
menurut fungsi-fungsi produksi, administrasi dan penjualan.
Dalam pendekatan ini biaya-biaya berubah sejalan dengan perubahan out put yang
diperlakukan sebagai elemen harga pokok produk. Laporan laba rugi yang dihasilkan dari
pendekatan ini banyak digunakan untuk memenuhi kebutuhan pihak internal oleh karena itu
tidak harus disesuaikan dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum.
Perbedaan pokok antara metode full costing dan variabel costing sebetulnya terletak pada
perlakuan biaya tetap produksi tidak langsung. Dalam metode full costing dimasukkan unsur
biaya produksi karena masih berhubungan dengan pembuatan produk berdasar tarif (budget),
sehingga apabila produksi sesungguhnya berbeda dengan budgetnya maka akan timbul
kekurangan atau kelebihan pembebanan. Tetapi pada variabel costing memperlakukan biaya
produksi tidak langsung tetap bukan sebagai unsur harga pokok produksi, tetapi lebih tepat
dimasukkan sebagai biaya periodik, yaitu dengan membebankan seluruhnya ke periode
dimana biaya tersebut dikeluarkan sehingga dalam variabel costing tidak terdapat
pembebanan lebih atau kurang.
Adapun unsur biaya dalam metode full costing terdiri dari biaya bahan baku, biaya tenaga
kerja langsung dan biaya overhead pabrik baik yang sifatnya tetap maupun variabel.
Sedangkan unsur biaya dalam metode variabel costing terdiri dari biaya bahan baku, biaya
tenaga kerja langsung dan biaya overhead pabrik yang sifatnya variabel saja dan tidak
termasuk biaya overhead pabrik tetap.
5. Dalam metode full costing, perhitungan laba rugi menggunakan istilah laba kotor
(gross profit), yaitu kelebihan penjualan atas harga pokok penjualan.
6. Dalam variabel costing, menggunakan istilah marjin kontribusi (contribution margin),
yaitu kelebihan penjualan dari biaya-biaya variabel.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dari perbedaan laba rugi dalam metode full costing
dengan metode variable costing adalah :
1. Dalam metode full costing, dapat terjadi penundaan sebagian biaya overhead pabrik
tetap pada periode berjalan ke periode berikutnya bila tidak semua produk pada
periode yang sama.
2. Dalam metode variable costing seluruh biaya tetap overhead pabrik telah
diperlakukan sebagai beban pada periode berjalan, sehingga tidak terdapat bagian
biaya overhead pada tahun berjalan yang dibebankan kepada tahun berikutnya.
3. Jumlah persediaan akhir dalam metode variable costing lebih rendah dibanding
metode full costing. Alasannya adalah dalam variable costing hanya biaya produksi
variabel yang dapat diperhitungkan sebagai biaya produksi.
4. Laporan laba rugi full costing tidak membedakan antara biaya tetap dan biaya
variabel, sehingga tidak cukup memadai untuk analisis hubungan biaya volume dan
laba (CVP) dalam rangka perencanaan dan pengendalian.
Dalam praktiknya, variable costing tidak dapat digunakan secara eksternal untuk kepentingan
pelaporan keuangan kepada masyarakat umum atau tujuan perpajakan.
14) LM Samryn, Akuntansi Manajerial Suatu Pengantar, Cetakan Pertama, PT. Raja
Grafindo Persada, Jakarta, 2001, halaman 63.
15) Mas’ud Mahfoedz, Akuntansi Manajemen, Buku Satu, Edisi IV, Cetakan Ketiga, BPFE -
Universitas Gajah Mada, Yogyakarta, 1993, halaman 230.
About these ads
VARIABLE COSTING
Penentuan harga pokok variabel (variable costing) adalah suatu konsep penentuan harga
pokok yang hanya memasukkan biaya produksi variabel sebagai elemen harga pokok
produk. Biaya produksi tetap dianggap sebagai biaya periode atau atau biaya waktu (period
cost) yang langsung dibebankan kepada laba-rugi periode terjadinya dan tidak diperlakukan
sebagai biaya produksi.
Penentuan harga pokok variabel ditujukan untuk memenuhi kebutuhan manajemen dalam
memperoleh informasi yang berorientasi pada pengambilan keputusan jangka pendek, yaitu:
1. Membantu manajemen untuk mengetahui batas kontribusi (contribution margin) yang sangat
berguna untuk perencanaan laba melalui analisa hubungan biaya-volume-laba (cost-profit-
volume) dan untuk pengambilan keputusan (decision making) yang berhubungan dengan
kebijaksanaan manajemen jangka pendek.
2. Memudahkan manajemen dalam mengendalikan kondisi-kondisi operasional yang sedang
berjalan serta menetapkan penilaian dan pertanggungjawaban kepada departemen atau divisi
tertentu dalam perusahaan.
Jika dihubungkan dengan pihak-pihak yang memakai laporan biaya, maka variabel costing bertujuan
sebagai berikut:
Perbedaan di dalam penyajian laporan laba-rugi antara metode full costing dengan variable costing
dapat ditinjau dari segi:
1. Biaya produksi, meliputi BBB (raw material cost), BTKL(direct labor cost) dan BOP tetap
(fixed FOH) maupun BOP variabel (variable FOH).
2. Biaya non produksi atau biaya periode (period cost), meliputi semua biaya yang tidak
termasuk dalam harga pokok produk sehingga harus dibebankan langsung ke laporan laba-
rugi periode terjadinya.
Pada metode variable costing, biaya digolongkan menjadi:
1. Biaya variabel (variable costs), meliputi semua biaya yang jumlah totalnya berubah secara
proporsioanal sesuai dengan perubahan volume kegiatan. Biaya ini dikelompokkan ke
dalam:
- Biaya variabel produksi, yaitu BBB, BTKL dan BOP variabel.
- Biaya variabel non produksi, yaitu biaya pemasaran variabel (variable of marketing
expense), biaya adminstrasi dan umum variabel (variable of general & administative
expense), biaya finansial variabel (variable of financial expense).
2. Biaya tetap (fixed costs), meliputi semua biaya yang jumlah totalnya tetap konstan tidak
dipengaruhi oleh perubahan volume kegiatan. Biaya tetap pada konsep variable costing
disebut pula dengan biaya periode (period cost) atau disebut pula biaya kapasitas(capacity
cost).
b. Struktur atau susunan penyajian laporan laba-rugi
1. Metode Full costing
Laporan Laba-Rugi
_________________________________________________________________
Penjualan (sales) xxx
Laporan Laba-Rugi
________________________________________________________________
xxx –
xxx -
Pada tahun 1999, PT.LABALA memproduksi 1000 unit batako. Biaya produksi yang
dikeluarkan selama tahun 1999 adalah sebagai berikut:
Diminta :
BOP V 250.000 *
Tarif overhead pabrik berdasarkan BTKL, dimana kapasitas normal dicapai pada jumlah
Rp.400.000.
400.000
PT.LABALA
Laporan Laba/Rugi
400.000 –
Laporan Laba/Rugi
Berikut adalah data biaya produksi dan persediaan pada akhir tahun 1999 dari PT.OTI :
Diminta :
1. Hitung nilai persediaan akhir (Ending Inventory) th.1999 dengan met.Variable Costing dan Full
Costing.
2. Buat laporan Laba/Rugi (Income Statement) menurut met.Variable Costing dan Full Costing.
KASUS 2
SAVAGE GARDEN Corp. adalah sebuah perusahaan yang memproduksi 1 jenis produk. Pada
tahun 1999 telah memproduksi 50.000 unit ikat pinggang dengan biaya produksi sebagai berikut :
Diminta :
Biaya adm & pemasaran (administrative & marketing expense) variabel Rp.55 per unit yang dijual.
Biaya adm & pemasaran (adminstrative & marketing expense) tetap Rp.800.000 dan harga jual per
unit Rp.850.
Data penjualan & produksi bulan April, Mei, Juni th. 2000 sbb. :
Persediaan awal ( beginning inventory ) 4.000 unit 2.000 unit 5.000 unit
Diminta :
JAWABAN KASUS 1
200.000
Nilai persediaan brg jadi akhir th.1999 dengan met. Full Costing :
200.000
Rp. 250.000 -
Laba bersih sebelum pajak ( EBT ) Rp.2.070.000
JAWABAN KASUS 2
Tarif overhead pabrik ditentukan berdasarkan upah langsung, upah langsung pada
kapasitas normal Rp.75.000.000
Tarif Overhead pabrik = Rp.60.000.000 x 100% = 80%
Rp.75.000.000
50.000
50.000
b. HPP ( COGS ) :
Direct Costing
April Mei Juni
HPP (COGS) :
PT.SAKURA
Laporan Laba/Rugi
Full Costing
April Mei Juni
HPP (COGS) :