Dosen Pengampu:
Kelompok 2 :
2
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang, kami ucapkan puji dan syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah, sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah Psikometri dengan judul "Skala dan aitem" ini dengan sebaik-baiknya. Tidak
lupa pula sholawat beserta salam selalu dicurahkan kepada Nabi Muhammad saw.
yang telah membawa kita keluar dari zaman kebodohan.
Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari
berbagai sumber buku dan sumber lainnya sehingga dapat memperlancar pembuatan
makalah ini.
Kami juga mengucapkan banyak terima kasih atas bantuan dari berbagai pihak
yang berkontribusi, dan beberapa referensi yang kami dapatkan dari berbagai sumber
terpercaya. Terkhusus untuk para dosen yang telah memberikan ilmu dan
pemikirannya, kami juga mengucapkan terima kasih. Dengan selesainya makalah ini,
kami harap dapat menambah wawasan dan pengetahuan tentang pembuatan rencana
belajar, terutama di perguruan tinggi.
Kelompok 2
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
1.1 Latar Belakang
1
1.3.1 Mahasiswa dapat apa yang dimaksud dengan Skala Psikologi
1.3.2 Mahasiswa dapat mengetahui karakteristik dari skala psikologi sebagai alat ukur
psikologi
1.3.7 Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami model penskalaan dan pemberian
skor
2
BAB II
PEMBAHASAN
Karakteristik skala psikologi sebagai alat ukur psikologi menurut Azwar (2015)
adalah
1. Stimulus atau aitem dalam skala psikologi berupa pernyataan atau pernyataan yang
tidak langsung mengungkap atribut yang hendak diukur melainkan mengungkap
indikator perilaku dari atribut yang bersangkutan.
3. Respon subjek tidak di klasifikasikan sebagai jawaban “benar” atau “salah”. Semua
jawaban dapat diterima selama diberikan secara jujur dan sungguh-sungguh.
Ciri tersebut menjadi ciri pengukuran terhadap performansi tipikal, yaitu atribut
yang manifestasinya menjadi karakter tipikal seseorang dan cenderung dimunculkan
secara sadar atau tidak sadar dalam bentuk respon terhadap situasi-situasi tertentu
yang sedang di hadapi.
3
Indikator psikologi yang Aspek diri yang dipersepsi Data factual yang diketahui
diungkap subjek subjek
Skala dalam psikologi memiliki dua tujuan utama, yaitu untuk melakukan
diagnosis dan juga prognosis.
2.4.1 Diagnosis
Diagnosis adalah sebuah kesimpulan atas sebuah keadaan saat ini. Kesimpulan ini
didasarkan pada data yang sudah diambil. Data ini adalah akumulasi daripada
kegiatan masa lalu. Diagnosis ini pun disimpulkan atas kriteria – kriteria tertentu.
Misalkan saja; kita hendak melakukan diagnosis seorang anak, sebagai anak yang
berbakat istimewa. Dasarnya dari diagnosis ini adalah ia mempunyai IQ superior,
kreativitas yang tinggi dan semangat dalam belajar. Diagnosis bakat yang istimewa ini
adalah berasal dari three ring concept of Renzulli.
2.4.2 Prognosis
Prognosis adalah sebuah kesimpulan atas apa yang akan terjadi nantinya
(kemungkinan). Apa yang dapat terjadi kepada seseorang tersebut di masa yang akan
datang. Prognosis ini merupakan prediksi dari kita. Prognosis ini memberikan sebuah
gambaran apa yang seharusnya dan tidak seharusnya dilakukan. Misalnya saja: acok
diprognosis untuk berkuliah di Jurusan Psikologi. Acok pun diprediksi dapat
mengikuti kegiatan perkulliahan dengan cepat di sana. Prognosis ini juga merupakan
4
dasar fakta dan data. Acok pun memiliki sebuah kecerdasan yang tergolong tinggi.
Acok juga senang bergaul dan mendengarkan orang berbicara.
1. Skala Kepribadian
Karakteristik kepribadian dapat diukur melalui tes projektif, juga dapat diukur
melalui tes non proyektif, yakni yang biasa di sebut dengan inventori kepribadian.
Salah satu bentuk inventori ini adalah laporan (self report), dan salah satu bentuk
laporan diri tersebut adalah angket (questionnaire). Dalam inventori, subjek disajikan
sejumlah pernyataan yang menggambarkan pola-pola perilaku tertentu dan diminta
untuk menyatakan apakah pola-pola perilaku yang dinyatakan tersebut merupakan
karakteristik perilakunya atau bukan, dengan menjawab ya atau tidak, atau dengan
memberikan cek pada salah satu pilihan jawaban yang disediakan. Seperti halnya tes,
inventori ada yang terstandar dan tak terstandar. Beberapa contoh inventori terstandar
antara lain adalah: California F-Scale, yang digunakan untuk mengukur
autoritarianisme; dan Cattell’s Sixteen Personality Factor Questionnaire, yang
digunakan untuk mengukur sejumlah sifat. Beberapa inventori lain yang banyak
digunakan dalam penelitian antara lain adalah Minnesota Multiphasic Personality
Inventory, the Guilford-Zimmerman Temperament Survey, the Mooney Problem
Check List, dan the Edwards Personal Schedule. Iventori telah banyak digunakan
dalam penelitian-penelitian untuk mengetahui hubungan antara karakteristik
kepribadian dengan beberapa variabel seperti inteligensi, prestasi, sikap,
underachievement dari beberapa kelompok populasi atau subjek tertentu (Ary,
Yacobs, & Razavief, 1985).
2. Skala Sikap
Menurut beberapa penulis (Ary at al., 1985; gay, 1987; Friedenburg, 1995), skala
sikap merupakan suatu alat ukur yang digunakan untuk mengukur sikap, nilai, dan
karakteristik lain. Dalam skala sikap berisikan nilai-nilai bilangan untuk menilai
subjek, obyek, atau perilaku-perilaku untuk maksud mengkuantifikasikan atau
mengukur kualitas-kualitas. Skala sikap berbeda dengan tes, sebab tidak seperti
halnya hasil tes, hasil pengukuran skala sikap tidak menyatakan kekuatan atau
5
kelemahan, keberhasilan atau kegagalan. Skala sikap mengukur seberapa jauh
individu memiliki karakteristik nilai, keyakinan, minat, atau pandangan terhadap
sesuatu. Sebagai contoh, skala sikap dapat digunakan untuk mengukur sikap remaja
terhadap partai politik, pemilu, atau penggusuran untuk kepentingan pembangunan.
Banyak peneliti mendefinisikan sikap sebagai afek (perasaan) positif atau negatif
terhadap suatu kelompok, institusi, konsep, atau obyek sosial tertentu. Dengan kata
lain, pengukuran sikap pada dasarnya adalah menempatkan individu dalam suatu
kontinum positif (favourable) – negatif (unfavourable) terhadap suatu obyek sikap.
Terdapat beberapa bentuk skala sikap yang dapat digunakan oleh peneliti sebagai
acuan dalam mengembangkan skala sikap, yaitu: (1) summated rating scales (skala
Likert); (2) equal-appering intervals scales (skalaThurstone); (3) cumulative scales
(skala Guttman); dan semantic differential scales (Ary atal., 1995; Gay, 1987;
Friedenberg, 1995). Dari empat model skala sikap tersebut, skala Likert merupakan
tipe yang paling banyak digunakan.
3. Skala Minat
Skala yang menentukan preferensi seseorang untuk bidang atau kegiatan tertentu.
Dan bertujuan untuk mengukur dan mengevaluasi tingkat minat individu dalam
berbagai kegiatan. Metode pengujian meliputi pengamatan langsung terhadap
perilaku, tes kemampuan, dan hasil yang menonjol dalam kegiatan pendidikan, sosial,
rekreasi, dan kejuruan. Kegiatan yang biasanya direpresentasikan dalam skala minamt
ini beragam terkait dengan bidang pekerjaan, dan hasilnya sering digunakan dalam
panduan kejuruan.
6
- Emosi, seperti kebahagiaan atau kemarahan, itude Sikap, seperti otoriterisme atau
prasangka,minat.
4. Skala Perilaku
Skala perilaku adalah salah satu alat penilaian tertua yang digunakan dalam
kesehatan mental, pendidikan, dan penelitian yang mengukur perilaku secara
kuantitatif. Skala ini biasanya menilai perilaku masalah, keterampilan sosial, dan
fungsi emosional; secara luas digunakan dalam penilaian pengembangan kepribadian,
perilaku adaptif, dan fungsi sosial-emosional; dan bantuan dalam pengambilan
keputusan diagnostik dan dalam perencanaan perawatan dan pendidikan. Skala yang
sudah terbukti ini mudah dikelola, dinilai, dan ditafsirkan serta telah menjadi bagian
integral dari penilaian klinis dan sekolah anak-anak dan remaja.
Berbagai skala penilaian perilaku tersedia untuk digunakan dalam praktik klinis
dan penelitian. Mayoritas skala penilaian perilaku dimaksudkan untuk digunakan
dengan anak-anak, meskipun beberapa dapat digunakan dengan orang dewasa. Skala
Perilaku tidak boleh digunakan sebagai satu-satunya sumber informasi untuk
keperluan diagnosis atau klasifikasi masalah pendidikan atau psikologis tertentu.
Kisi-kisi skala pada dasarnya hanya memuat aspek-aspek, dan bobot relatif
masing-masing aspek. Kisi-kisi tidak menerangkan tentang jumlah item yang
dikehendaki, oleh karena itu, Kisi-kisi skala perlu dilengkapi dengan beberapa
penjelasan paling tidak mengenai format item,format respon, dan jumlah item yang
direncanakan dalam sebuah skala, serta keterangan lain yang dapat menggambarkan
dengan lengkap bentuk item dan bentuk final skala yang sedang dirancang.
7
Dari berbagai format item yang banyak digunakan dalam penyusunan skala
psikologi pada dasarnya dibedakan menjadi dua bentuk, yaitu :
a. Bentuk Pernyataan
Ada yang berupa serangkaian kalimat deklaratif saja dan ada yang didahului oleh
beberapa baris kalimat atau gambar sebagai stimulus kemudian diikuti oleh
pernyataan berkenaan dengan stimulus tersebut. Sebagai contoh, berikut adalah item
pernyataan mengenai dialami atau tidaknya suatu kejadian dalam enam bulan terakhir
yang mengindikasikan adanya tekanan batin mengarah kepada depresi.
Dalam contoh diatas, yang diambil dari skala pengukuran Stres (Prabandari,
1989) kedua itemnya merupakah pernyataan mengenai keadaan atau perasaan yang
dialami oleh seseorang. Setiap jawaban “ya” mengindikasikan adanya stres yang
secara kuantitatif skornya ditentukan lewat proses penskalaan.
Berikut adalah item yang dimaksudkan untuk mengungkap adanya konflik peran-
ganda pada wanita karier (Arinta, 1993). Item tidak langsung berkenan dengan apa
yang telah di alami individu tetapi mengenai perasaannya saat ini.dalam contoh
ini,item juga berupa pernyataan tetapi direspon dengan empat pilihan.
Contoh :
“merasa tidak sempurna sebagai seorang ibu karena pada saat anak-anak pulang
sekolah saya belum pulang kerja”
Jika subjek menjawab SS dan HSL berarti frekuensi perasaan yang tinggi dan
mengindikasikan tingginya tingkat konflik peran-ganda yang dialami oleh subjek,
sebaliknya jawaban HTP dan SJ mengindikasikan bahwa tingkat konflik peran-ganda
yang dialami responden termasuk rendah.
8
b. Bentuk Pertanyaan
Hanya dapat dibuat dalam serangkaian kalimat tanya atau dibuat dengan
didahului oleh beberapa stimulus berupa kalimat ataupun gambar. Dan ada bentuk-
bentuk item yang merupakan kombinasi keduanya, yaitu item favorable dan item
tidak favorable.
1) Item Favorable
Berisi konsep keprilakuan yag sesuai atau mendukung atribut yang diukur.
Contoh :
Merupakan item yang bertentangan atau tidak mendukung ciri perilaku yang
dikehendaki indikator keprilakuannya.
Contoh:
“Dengan imbalan yang saya peroleh sekarang ini saya tidak merasa perlu
untuk bekerja dengan lebih baik”
Pernyataan diatas jelas merupakan contoh item yang tidak favorable atau non
favorable karena isinya mengindikasikan tidak ada atau rendahnya semangat
kerja.
Dalam pemberian skor, setiap respon positif (Ya, Setuju, Selalu, dan
semacamnya) terhadap item favorable akan diberi bobot yang lebih tinggi dari
pada respon negatif (Tidak, Tidak Setuju, Tidak Pernah, dan semacamnya).
Sebaliknya untuk item non favorable, respon positif akan diberi skor yang
bobotnya lebih rendah dari pada respon negatif.
9
Berbagai macam stimulus dalam skala psikologi dapat direspon dalam
berbagai bentuk perilaku seperti menggambar (pada skala-skala proyektif),
menjawab dengan kata-kata, memilih gambar, memilih jawaban yang disediakan,
dan sebagainya.
Respon terhadap pernyataan dalam item paling tidak ada dua macam, yaitu
respon positif dan respon negatif. Respon negatif adalah respon yang menentang
atau menegaskan isi pernyataan, sedangkan respon positif adalah yang
mendukung atau afirmatif terhadap isi pernyataan. Selain kedua macam respon
tersebut, ada respon yang berada diantara keduanya yang tidak bersifat negatif
aau bersifat positif. Respon ini umunya dikenal sebagai respon netral atau respon
tengah.
Jenjang Kontinum
a. Gunakan kata dan kalimat yang sederhana, jelas, dan mudah dimengerti oleh
responden namun tetap harus mengikuti tata tulis dan tata Bahasa Indonesia
yang baku.
10
c. Ingat bahwa penulisan item harus selalu mengacu pada indikator keprilakuan,
jangan menulis item yang berkaitan langsung dengan atribut yang diukur.
Contohnya :
Item seperti diatas apabila dijawab oleh subjek dengan respon positif seperti
SESUAI atau YA maka harus langsung disimpulkan bahwa subjek merasa cemas,
begitu pula apabila sebaliknya diperoleh jawaban negatif TIDAK harus diartikan
bahwa subjek tidak merasa cemas.
Fungsi item sebenarnya adalah untuk membedakan individu pada aspek yang
akan diukur berdasarkan responnya terhadap item tersebut.
f. Isi item tidak boleh mengandung social desirability yang tinggi, yaitu item
yang isinya sesuai dengan keinginan sosial umumnya atau dianggap baik
oleh norma sosial.
Contohnya :
Seseorang menyalakan rokok dalam bis berAC yang sedang Anda tumpangi.
11
Item diatas nampaknya banyak mengandung muatan social desirability.
Pilihan jawaban A mencerminkan perilaku yang sangat sesuai dengan norma
sosial yang pada umumnya berlaku dalam masyarakat sehingga cenderung dipilih
oleh responden, namun bukan disebabkan responden merasa isinya cocok dengan
dirinya tapi karena responden merasa harus melakukan sesuatu dengan cara yang
“baik” dan normatif.
Hal ini terutama benar pada item-item skala yang format responnya berupa
pilihan jawaban berjenjang dari STS ke SS.
Semua bilangan hasil pengukuran dapat ditempatkan pada salah satu dari empat
kategori skala yang bersifat hirarkis, yaitu nominal, ordinal interval, dan rasio;
masing-masing kategori mewakili satu taraf pengukuran (Stevens, 1946). Dalam
menyusun inventori kepribadian ada beberapa metode penskalaan yang dapat
diterapkan, yaitu :
Salah satu contoh dalam metode ini adalah behavioral rangkings of experts atau
penetapan urutan tingkah laku dalam penyusunan Glasgow Coma Skale (GCS).
Dalam penyusunan GCS ditemukan bahwa jenis tingkah laku yang ditetapkan
oleh para ahli neorologi dikategorikan dalam tiga wilayah, yaitu :
12
b. respon verbal, dan
Metode ini merupakan metode yang dikembangkan oleh L.L. Thurstone (1929,
dalam Gregory, 2007) yang merupakan adaptasi dari metode paired comparisons.
Kedua metode ini didasarkan pada law of comparative judgments atau prinsip
penilaian komparatif yang dikemukakan oleh Thurstone.
Sebaliknya metode equal appearing intervals (EAI) danggap lebih sederhana dan
sangat cocok untuk menyusun skala sikap khususnya maupun inventori kepribadian
pada umumnya. Karena dalam metode ini setiap subjek hanya dituntut memberikan
satu penilaian komparatif terhadap setiap pernyataan sehingga tidak masalah jika
pernyataan yang harus diskala berjumlah besar (Edwards, 1957).
13
b) Minta ejumlah subjek untuk menilai taraf favorabilitas-unfavorabilitas masing-
masing perntayaan terhadap objek atau atribut psikologis yang menjadi subjek
pengukuran.
e) Hitung nilai skala dan ukuran validitas penilaian subjek terhadap masing-
masing pernyataan. Thurstone dan Chave menggunakan median sebagai nilai
skala dan interquartile range atau Q ( Edwards, 1957). Sedanglan pengaran lain
menggunakan cara yang lebih sederhana, yaitu mean dan SD distribusi
penilaian subjek pada setiap pernyataan.
f) Pernyataan dengan SD besar atau tinggi harus digugurkan sebab hal itu
menunjukkan bahwa pernyataan atau item tersebut ambigu, terbukti dari
besarnya variabilitas penilaian subjek penilai.
1. Skala Likert
Metode yang dikemukakan oleh Rensis Likert (1932, dalam Anderson, 1990)
jauh lebih sederhan dibandingkan dengan metode EAI Thurstone. Intinya, terhadap
setiap pernyataan atau item dalam rangaka mengukur atribut psikologis tertentu
14
subjek diminta menyatakan kesetujuan-ketidaksetujuan dalam rangka kontinum yang
terdiri atas lima respon: “Sangat Setuju” (Strongly Agree), “Setuju” (Agree), “Tidak
Tahu” (Undecided), “Tidak Setuju” (Disagree), dan “Sangat Tidak Setuju” (Strongly
Disagree).
Dalam metode Likert, isi pernyataan dibeakan menjadi dua kategori: (1)
pernyataan favourable, yaitu pernytaan-pernyataan yang bila disetujui atau diiyakan
menunjukan sikap positif atau menyukai objek yang menjadi sasaran penelitian; dan
(2) prnyataan unfavourable, yaitu pernyataan-pernyataan yang bila disetujui atau
diiyakan menunjukkan sikap negative atau tidak menyukai objek yang menjadi
sasaran penelitian (Anderson, 1990).
b) Meminta kepada sejumlah judges atau penilai yang dipilih dari populasi yang
akan dikenai skala atau inventori, untuk memeriksa pernyataan-pernyataan dan
memilahnya ke dalam tiga kategori : favourable, unfavourable, atau neither.
15
e) Mengadministrasikan versi awal skala (versi uju coba) pada sampel populasi
yang menjadi sasaran skala. Agar meperoleh data yang bermakna, sebaiknya
besar sampel adalah beberapa kali lebih besar dari jumlah pernyataan.
a. Modifikasi pada opsi jawaban, bukan hanya 5 tetapi 2,3,4,6 atau bahkan 7.
Alasanya:
3) Penggunaan opsi jawaban dalam jumlah sedikit (<5), agar lebih sesuai bagi
kelompok subjek anak dan/ atau kelompok dewasa yang kurang
berpendidikan.
16
Saat sekolah diliburkan karena cuaca buruk, saya merasa (a) sangat senang (b)
senang (c) sedih (d) sangat sedih
1. mudah penyusunannya
Kelemahan skala Likert: pola jawaban yang berlainan bias menghasilkan skor
total yang sama (Anderson, 1990).
Skala ini dikembangkan oleh Louis Guttman (1944, 1950, dalam Abdi, 2010).
Skala ini terdiri dari serangkaian pernyataan, semua menunjukkan sikap seseorang
terhadap sebuah objek atau menunjukkan pemikiran seseorang atas atribut psikologis
tertentu, dan harus dijawab secara biner atau dikotomis (“Ya” atau “Tidak”) oleh
sekelompok subjek.
Tujuan analisis dengan skala Guttman ialah menemukan sebuah dimensi tunggal
yang dapat dipakai untuk menentukan posisi baik pernyataan maupun para subjek
penjawabnya. Posisi yang ditemukan selanjutnya bias dipakai untuk menentukan nilai
numeric atau skor mereka (Abdi,2010).
Karena sifatnya ini ada yang menyebutkan skala Guttman ini cumulative scale
(Anderson, 1981, dalam Anderson, 1990).
17
Pengadministrasian dan penskoran skala Guttman secara garis besar : (a) subjek
diminta menyatakan setuju atau tidak setuju setiap pernyataan; (b) skor subjek adalah
jumlah pernyataan yang disetujui atau dipilihnya.
Dalam prakteknya jarang memperoleh data yang cocok dengan model penskalaan
Guttman secara sempurna. Untuk mengatatasi masalah ini menggunakan penerapan
metode Goodenought-Edwards (Abdi,2010). Penyimpangan dari skala ideal tersebut
merupakan random errors. Maka, tujuan penerapan dari metode ini adalah untuk
memulikan atau membersihkan skala Guttman dari data yang cemar.
Tiga langkah menetapkan apakah sebuah skala merupakan skala Guttman dengan
menerapkan Goodenough-Edwards (Anderson, 1990; Abdi, 2010)
b. Menghitung jumlah kesalahan poada semua pola jawban dai seluruh sampel
responden atau subjek.
Caranya :
18
Kesimpulan:
Kedua, skala Guttman sulit disusun, namun jika berhasil ada minimal dua
kelebihannya, yaitu: (a) kita bias menentukan keseluruhan pola jawaban testi terhadap
pernyataan-pernyataan dalam tes hanya berdasarkan sebuah skor total tunggal; (b)
sifat komulatif skala Guttman memungkinkan kita mengukur peruabahan sikap atau
atribut psikologis lain yang menjadi objek pengukukuran (Anderson, 1990).
Berbeda dari empat metode sebelumnya, metode ini tidak mengandalkan teori
atau penilaian ahli melainkan berdasarkan pada proses empiris. Langkah-langkah
(Gregory, 2007):
19
e. Skor kasar skala untuk atribut yang sedang menjadi objek pengukuran adalah
jumlah item atau pernyataan yang diiyakan atau dibenarkan atau dijawab
sebagai benar.
Pada tahapan awal penulisan aitem, umumnya dibuat aitem yang jumlahnya
jauh lebih banyak daripada jumlah yang direncanakan dalam spesifikasi skala, yaitu
20
sampai sekitar tiga kali lipat dari jumlah aitem yang nanti akan digunakan dalam skala
final. Hal ini dimaksudkan agar nanti penyusunan skala tidak kehabisan aitem akibat
gugurnya aitem-aitem yang tidak memenuhi persyaratan.
Review pertama harus dilakukan oleh penulis aitem sendiri, yaitu dengan selalu
memeriksa ulang setiap aitem yang baru saja ditulis apakah telah sesuai dengan
indikator perilaku yang hendak diungkap dan apakah juga tidak keluar dari pedoman
penulisan aitem. Hanya aitem-aitem yang diyakini akan berfungsi dengan baik yang
boleh diloloskan untuk mengikuti uji coba empirik dilapangan (field test).
Ketentuan meloloskan aitem dalam tahap evaluasi kualitatif adalah isi aitem
yang bersangkutan logis untuk mengungkapkan indikator (logical validity).
Kumpulan aitem yang telah berhasil melewati proses review kemudian harus
dievaluasi secara kualitatif, yaitu dengan diujicobakan pada sekelompok kecil
responden guna mengetahui apakah kalimat yang digunakan dalam aitem mudah dan
dapat dipahami dengan benar oleh responden sebagaimana yang diinginkan oleh
penulis aitem. Apabila responden kurang mengerti dengan apa yang dimaksud aitem,
maka aitem tersebut memerlukan perbaikan.
Setelah perbaikan bahasa dan kalimat selesai dilakukan, pada tahap berikut
adalah langkah evaluasi terhadap fungsi aitem secara kuantitatif, yaitu berdasar skor
jawaban responden. Data skor aitem dari responden diperoleh dari hasil field-test.
Evaluasi terhadap fungsi aitem yang biasa dikenal dengan isitilah analisis aitem
merupakan proses pengujian aitem secara kuantitatif guna mengetahui apakah aitem
memenuhi persyaratan psikometrik untuk disertakan sebagai bagian dari skala.
Parameter aitem yang diuji paling tidak adalah daya beda aitem atau daya
diskriminasi aitem, yaitu kemampuan aitem dalam membedakan antara subjek yang
memiliki atribut yang diukur dan yang tidak. Daya beda aitem memperlihatkan
kemampuan aitem untuk membedakan individu ke dalam berbagai tingkatan kualitatif
atribut yang diukur berdasar skor kuantitatif.
Hasil analisis aitem menjadi dasar dalam seleksi aitem. Aitem-aitem yang tidak
memenuhi persyaratan psikometrik akan disingkirkan atau diperbaiki lebih dahulu
sebelum menjadi bagian dari skala. Sebaliknya, aitem-aitem yang telah memenuhi
persyaratan pun tidak dengan sendirinya disertakan ke dalam skala. Proses kompilasi
21
akan menentukan mana di antara aitem tersebut yang akhirnya terpilih. Disamping
memperhatikan parameter aitem, kompilasi skala harus dilakukan dengan
mempertimbangkan proporsionalitas aspek keperilakuan sebagaimana dideskripsikan
oleh blue-printnya.
Skala yang secara isi sudah sesuai dengan kisi-kisi indikator perilaku tetap perlu
ditunjukkan secara empirik apakah konstrak yang dibangun dari teori semula memang
didukung oleh data.
Format final skala dirakit dalam tampilan yang menarik namun tetap
memudahkan bagi responden untuk membaca dan menjawabnya. Dalam bentuk final,
berkas skala dilengkapi dengan petunjuk pengerjaan dan mungkin pula lembar
jawaban yang terpisah. Ukuran kertas yang digunakan perlu disesuaikan dengan
panjangnya skala sehingga jangan sampai berkas skala tampak sangat tebal yang
menyebabkan responden kehilangan motivasi. Pemilihan ukuran huruf perlu juga
mempertimbangkan usia responden jangan sampai memakai huruf berukuran terlalu
kecil sehingga responden yang agak lanjut usia kesulitan membacanya.
22
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
4. Stimulus atau aitem dalam skala psikologi berupa pernyataan atau pernyataan yang
tidak langsung mengungkap atribut yang hendak diukur melainkan mengungkap
indikator perilaku dari atribut yang bersangkutan.
6. Respon subjek tidak di klasifikasikan sebagai jawaban “benar” atau “salah”. Semua
jawaban dapat diterima selama diberikan secara jujur dan sungguh-sungguh.
Skala dalam psikologi memiliki dua tujuan utama, yaitu untuk melakukan
diagnosis dan juga prognosis. Jenis skala dalam psikologi ada jenis skala kepribadian
dan skala sikap. Dalam penulisan aitem terdapat spesifikasi skala terdapat format
aitem, format respon, dan kaidah penulisan aitem.
Diharapkan dengan adanya skala psikologi ini, dapat membantu perihal tes
psikologi kepada para pemakai tes agar memiliki penilaian tepat tentang kualitas tes,
skor-skor yang dihasilkan, serta dapat menafsirkan hasil tes berdasarkan skor-skor
dengan benar, dan dapat melakukan diagnosis dan prognosis yang sesuai.
23
DAFTAR PUSTAKA
24