Anda di halaman 1dari 49

ANALISIS KEMAMPUAN LITERASI MATEMATIS

DAN MOTIVASI SISWA PADA MATERI ALJABAR

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan adalah salah satu proses bagi seseorang untuk mendapatkan


suatu pengajaran yang menimbulkan perubahan baik itu secara intelektual dan
emosional, yang berlangsung dalam lingkungan seseorang. Pendidikan juga
dapat diartikan sebagai kebutuhan hidup, karena tanpa pendidikan seseorang
akan mengalami kesulitan dalam hidupnya dalam menjalani kehidupan yang
berkembang. Menurut Redja Mudyahardjo (dalam Sulistiawan, 2008 : 18)
pengertian pendidikan dapat dibagi dalam 3 bagian, yaitu pengertian secara
sempit, luas dan alternative. Pengertian secara luas dapat diartikan sebagai
hidup. Pendidikan adalah segala pengalaman belajar yang berlangsung dalam
lingkungan dan sepanjanng hidup seseorang (long life education). Pendidikan
adalah segala sesuatu yang mempengaruhi pertumbuhan individu. Secara
simplisik pendidikan diartikan sebagai sekolah, yakni sebuah pembelajaran
yang dilaksanakan disekolah sebagai lembaga pendidikan formal. Dalam
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang cepat sangat
berpengaruh terhadap dunia pendidikan, khususnya terhadap matematika.
Matematika merupakan suatu ilmu dasar dalam segala bidang ilmu
pengetahuan dan merupakan salah satu disiplin ilmu yang sangat penting
untuk dipahami di dunia pendidikan. Kegiatan pembelajaran matematika
merupakan salah satu proses pendidikan yang diharapkan mampu mengubah
daya pikir siswa untuk lebih mengembangkan potensi dan kemampuan yang
dimilikinya. Matematika sangat erat hubungannya dengan kehidupan sehari-
hari dalam segala aspek. Matematika didefinisikan berdasarkan dari berbagai
sudut pandang para ahli. Kline (1973) mengungkapkan bahwa “matematika
itu bukan pengetahuan menyendiri yang dapat sempurna karena dirinya
sendiri, tetapi adanya matematika itu terutama untuk membantu manusia
dalam memahami dan menguasai permasalahan sosial, ekonomi, dan alam”.

1
2

Berkaitan dengan pembelajaran matematika di sekolah tidah terlepas dari


masalah yaitu penguasaan materi matematika yang masih sangat rendah.
Siswa masih kurang dalam memahami materi dan soal-soal terutama soal
cerita. Siswa juga masih kurang dalam menerapkan rumus ke dalam suatu
penyelesaian dari persoalan yang dihadapi. Ini dikarenakan siswa masih
belum mampu dalam menerapkan konsep-konsep dari fakta yang ada untuk
memperkirakan suatu kejadian atau penyelesaian dalam kehidupan sehari-
hari. Siswa juga kurang mampu dalam menginterpretasikan masalah-masalah
matematika dalam berbagai bentuk dan situasi. Dilihat dari beberapa masalah
semuanya mengarah terhadap kemampuan literasi matematika. Literasi
matematika merupakan suatu kemampuan dimana siswa mampu untuk
merumuskan, menggunakan, dan menafsirkan masalah yang dihadapi dalam
berbagai konteks.
Seperti yang telah diungkapkan oleh para ahli bahwa banyak penerapan
matematika yang berkaitan dengan masalah kehidupan sehari-hari.
Kemampuan matematika yang dibutuhkan untuk menyelesaikan masalah
terkait kehidupan adalah kemampuan literasi matematis. Sejalan dengan yang
dikemukakan oleh OECD (2016) bahwa “literasi matematika membantu
seseorang untuk mengenal peran matematika dalam dunia dan membuat
pertimbangan maupun keputusan yang dibutuhkan sebagai warga Negara”.
Kemampuan literasi matematis sangat penting karena dalam kehidupan
sehari-hari kegiatan yang dialami manusia banyak sekali yang berkaitan
dengan matematika. Dimana literasi matematika dapat membantu seseorang
untuk memahami peran atau kegunaan matematika di dalam kehidupan
sehari-hari.
Hasil penelitian menyebutkan tes yang dilakukan oleh Studi PISA
(Programme for International Student Assessment) merupakan studi
Internasional dalam rangka penilaian hasil belajar yang salah satu tujuannya
menguji literasi matematis peserta didik usia 15 tahun. Menurut draft
assessment framework PISA, literasi matematis merupakan kemampuan
seseorang untuk merumuskan, menerapkan, dan menafsirkan matematika
dalam berbagai konteks, termasuk kemampuan melakukan penalaran secara
3

matematis dan menggunakan konsep, prosedur, dan fakta untuk


menggambarkan, menjelaskan atau memperkirakan fenomena/kejadian. PISA
meminitoring hasil system dari sudut capaian belajar siswa di setiap Negara
peserta yang mencakup tiga bidang yaitu : literasi membaca(reading literacy),
literasi matematika (mathematics literacy), dan literasi sains (scientific
literacy). Berdasarkan definisi dan konsep literasi model PISA, bahwa soal-
soal literasi matematika model PISA tidak hanya menuntut kemampuan
dalam penerapan konsep saja, tetapi lebih kepada bagaimana konsep tersebut
dapat diterapkan dalam berbagai macam istuasi, serta kemampuan siswa
dalam bernalar dan berargumentasi tentang bagaimana soal tersebut dapat
diselesaikan. Soal-soal literasi model PISA tersusun dalam enam level, yaitu
level 1 sampai dengan level 6 yang menggambarkan jenjang kemampuan
yang diukur dari tingkat kesulitan yang paling rendah sampai yang paling
sulit (OECD, 2016). PISA melakukan survey sejak tahun 2000 dan
dilaksanakan setiap 3 tahun sekali. Indonesia selalu menjadi peserta dalam
setiap survey yang dilakukan PISA dan setiap dalam keikutsertaannya, siswa
Indonesia memiliki kemampuan literasi matematika yang rendah .
Berdasarkan hasil PISA 2015. Indonesia masuk dalam 10 negara dengan
dengan kemampuanliterasi rendah dengan hanya menduduki posisi 69 dari 76
negara yang disurvei oleh PISA (OECD, 2016). Rata-rata skor untuk
kemampuan siswa Indonesia untuk kemampuan literasi matematika adalah
375 (level 1) sedangkan rata-rata skor internasional adalah 500 (level 3).
Level 1 adalah level terendah dari 6 level kemampuan literasi matematika
yang diterapkan PISA. Hal ini menunjukkan bahwasannya kemampuan
literasi merupakasn salah satu kemampuan yang harus dikuasai oleh siswa
untuk memecahkan masalahnya dalam kehidupan sehari-hari.
Selain kemampuan literasi matematika Terdapat beberapa variable yang
dapat menjadi determinan literasi siswa. Secara umum faktor-faktor tersebut
dapat dikelompokkan dalam dua kategori yaitu faktor dalam diri siswa
(internal) dan faktor diluar siswa (faktor eksternal). Faktor internal dibagi
dalam aspek kognitif seperti kemampuan intelektual, kemampuan numeric,
4

dan kemampuan verbal; dan aspek nonkognitif seperti minat dan motivasi.
Adapun faktor eksternal meliputi lingkungan keluarga, lingkungan sekolah,
serta lingkungan media massa dan lingkungan sosial ( Pusat Penilaian
Pendidikan Balitbang Kemdikbud, 2013b). Dari variable tersebut aspek
nonkognitif yaitu motivasi belajar siswa sangat diperlukan. Motivasi belajar
merupakan aspek psikologi yang memberikan kontribusi terhadap
keberhasilan seseorang dalam memahami matematika dengan baik. Motivasi
belajar adalah dorongan atau penggerak yang menyebabkan seseorang untuk
belajar atau mempelajari pelajaran. Semakin tinggi motivasi belajar siswa,
maka akan semakin besar pula keberhasilan belajar yang akan diraih. Dalam
proses pembelajaran, motivasi belajar merupakan salah satu aspek yang
sangat penting. Semakin tepat motivasi itu diberikan, maka akan semakin
berhasil juga pembelajaran itu. Motivasi belajar merupakan salah satu faktor
yang menentukan keefektifan dalam pembelajaran. Seorang siswa akan
belajar dengan baik apabila ada faktor pendorongnya yaitu motivasi belajar.
Dalam pembelajaran dikelas motivasi belajar siswa masih rendah. Hal ini
dikarenakan dalam pembelajaran guru belum mengembangkan strategi
pembelajaran yang baik. Seseorang akan mulai memiliki motivasi atau
merasa terdorong untuk melakukan sesuatu karena adanya suatu tujuan
tertentu untuk memenuhi atau memuaskan keinginannya, Dalam konteks
pembelajaran maka kebutuhan tersebut merupakan hal yang berhubungan
dengan kebutuhan dalam belajar. Teori behaviourism menjelaskan bahwa
motivasi sebagai fungsi rangsangan (stimulus) dan respons, dikaitkan dengan
teori kognitif, motivasi merupakan fungsi dinamika psikologis yang lebih
rumit dan melibatkan kerangka berpikir siswa terhadap berbagai aspek
prilaku.
Berdasarkan hasil penelitian Firnanda, dkk (2015) yang juga terkait
konten change and relationship dalam hal ini adalah tentang materi aljabar
yang dilakukan kepada lima orang siswa SMP mengungkapkan bahwa “masih
ada siswa yang melakukan kesalahan konsep dalam menyederhanakan
bentuk-bentuk aljabar”. Fakta yang diungkapkan dalam penelitian tersebut
5

bahwa siswa dapat mengerjakan soal-soal rutin, namun ketika diberikan soal
non rutin mereka tidak bias. Seperti ketika siswa diberikan soal,
sederhanakanlah 2 a−3 b+ 7 a+5 b . Pada umumnya siswa bias menjawab
benar soal tersebut, yaitu 9 a+2 b . Tetapi ketika diberikan soal non rutin
seperti ”Dapatkah 2 r+ 5 disederhanakan?”, siswa terlihat bingung dan
belum memahami bagaimana menyederhanakan bentuk aljabar tersebut. Ada
siswa menjawab ”dapat” dan menjawab 2 r+ 5=7 r .
Fakta tersebut menunjukkan bahwa dalam mengoprasikan dan
menyederhanakan bentuk aljabar, terindikasi bahwa siswa masih kesulitan
dalam membedakan suku-suku sejenis dan tidak sejenis. Selain itu, terlihat
bahwa siswa masih bingung dalam penjumlahan operasi bilangan seperti pada
2r dan 5. Pada kasus mengenal bilangan dalam studi PISA termasuk
dalam konten quantity. Kesalahan yang dilakukan siswa padan konten
quantity tampak siswa tidak memahami maksud dari soal. Sejalan dengan
penelitian yang dilakukan Anisah, Zulkardi, & Darmawijoyo (2011)
mengungkapkan bahwa hal yang dialami siswa dalam konten quantity, yaitu
”siswa kesulitan dalam memahami makna soal konten quantity sehingga
terlihat kemampuan literasi matematika siswa masih rendah”. Doorman dan
Robitzsch (2014) bahwa kesulitan pemahaman (38%) kesulitan transformasi
(42%), kesalahan pemprosesan matematis (17%) dan kesalahan pengkodean
(3%).
Tingkat literasi matematis yang masih rendah dan belum ditemukan titik
akar permasalahan penyebab siswa masih melakukan kesalahan dalam
menyelesaikan soal literasi matematis merupakan isu penting dalam
pendidikan matematika. Hal ini membutuhkan suatu perhatian dan perlu
diketahui kondisi secara mendalam tentang apa saja yang menjadi penyebab
kemampuan literasi masih rendah dan banyak kesalahan yang yang dialami
oleh siswa dalam menyelesaikan soal literasi matematis. Siswa yang telah
mampu menerapkan pengetahuannya dalam suatu masalah belumtentu dapat
mengaplikasikannya dalam masalah yang berbeda. Sejalan dengan yang
diungkapkan oleh Ojese (2011) bahwa “siswa perlu untuk mengalami proses
pemecahan masalah dalam berbagai situasi dan konteks yang berbeda agar
6

dapat menggunakan keterampilannya secara efektif”. Jadi, harus dilakukan


investigasi lebih lanjut apakah motivasi belajar berpengaruh terhadap literasi
matematis.
Berdasarkan hal-hal yang telah diuraikan, dipandang perlu mendalami
lebih lanjut mengenai pencapaian kemampuan literasi matematis siswa dan
proses siswa dalam menyelesaikan soal kemampuan literasi matematis.
Proses siswa dalam menyelesaikan soal yang dimaksud adalah proses yang
benar, kesulitan siswa dalam menyelesaikan soal kemampuan literasi
matematis dan hal-hal yang menyebabkan siswa kesulitan dalam
menyelesaikan soal kemampuan literasi matematis. Serta tentang motivasi
belajar siswa yang dapat menumbuhkan semangat untuk belajar matematika
dengan kemampuan literasi matematika dan motivasi belajar untuk
menyelesaikan soal-soal matematika yang dihadapi. Dengan demikian,
selanjutnya akan dilakukan penelitian yang berjudul “Analisis Kemampuan
Literasi Matematis dan Motivasi Siswa dalam Materi Aljabar”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka masalah penelitian


dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Bagaimanakah kemampuan literasi matematis siswa pada materi
aljabar ?
2. Bagaimanakah motivasi belajar siswa terhadap pembelajaran
matematika pada materi aljabar?
3. Baimana hubungan antara analisis kemampuan literasi matematis
dan motivasi belajar pada materi aljabar?

C. Definisi Operasional

Untuk menghindari terjadinya perbedaan penafsiran terhadap istilah-


istilah yang terdapat pada penelitian ini, penulis menerapkan beberapa
definisi operasional yaitu :
1. Literasi Matematis
7

Literasi matematis adalah kemampuan seseorang untuk


merumuskan, menerapkan dan menafsirkan matematika dalam berbagai
konteks, termasuk kemampuan melakukan penalaran secara matematis
dan menggunakan konsep, prosedur, dan fakta untuk menggambarkan,
menjelaskan atau memperkirakan fenomena atau kejadian.
2. Motivasi Belajar
Motivasi belajar merupakan upaya atau daya penggerak yang
mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu untuk mencapai suatu
tujuan yang diinginkannya.
3. Materi
Aljabar dapat didefinisikan sebagai suatu cabang ilmu matematika
yang mempelajari konsep atau prinsip penyederhanaan serta pemecahan
masalah dengan menggunakan simbol atau huruf tertentu. Sebagai contoh, di
dalam aljabar biasa digunakan huruf/simbol x yang mewakili nilai dari suatu
bilangan yang ingin dicari. Konsep Aljabar biasa digunakan oleh para
matematikawan di dalam proses pencarian pola dari suatu bilangan.

D. Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk menganalisis kemampuan literasi matematis siswa pada
materi aljabar.
2. Untuk menganalisis motivasi belajar siswa terhadap pembelajaran
matematika pada materi aljabar
3. Untuk menganalisis hubungan antara analisis kemampuan literasi
matematis dan motivasi belajar pada materi aljabar.

E. Kegunaan Penelitian

Penelitian yang dilakukan diharapkan dapat memberi manfaat


sebagai berikut:
1. Manfaat teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memberi sumbangan pemikiran
terhadap upaya peningkatkan kemampuan literasi siswa dalam
mempelajari matematika khususnya dalam menyelesaikan soal cerita
8

pemecahan masalah matematika dan dapat meningkatkan motivasi


belajar siswa.
2. Manfaat praktis
Adapun manfaat praktis yang ingin dicapai adalah:
a. Guru
Bagi guru, penelitian dapat memberikan masukan yang
bermanfaat dalam upaya mewujudkan hasil belajar peserta didik
yang lebih baik pada materi aljabar di tahun mendatang. Informasi
mengenai kesalahan-kesalahan yang dilakukan peserta didik dan
penyebabnya dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan guru
dalam menentukan rancangan pembelajaran yang sesuai. Selain itu,
guru juga dapat menentukan pembelajaran alternatif yang dapat
ditempuh unuk meminimalkan terjadinya kesalahan yang sama,
sehingga hasil belajar siswa di tahun mendatang akan menjadi
semakin baik dan memberikan motivasi belajar yang baik pada
siswa.
b. Siswa
Bagi siswa (subjek penelitian), mereka dapat mengetahui jenis-
jenis kesalahan yang dilakukan dan mengetahui penyebab
terjadinya kesalahan dalam menyelesaikan soal cerita pemecahan
masalah, sehingga mereka dapat lebih opimal mempelajari materi
aljabar untuk mempersiapkan diri menghadapi ujian nasional.
c. Calon guru
Menambah pengetahuan tentang kesalahan yang dihadapi
peserta didik dalam menyelesaikan soal cerita pemecahan masalah
sehingga akan membangkitkan keinginan untuk melakukan usaha
unuk menindak lanjuti dalam mengatasi kesalahan tersebut. Dapat
menumbuhkan motivasi belajar yang mampu mendorong siswa
untuk belajar matematika.
9

F. Landasan Teoritis

1. Kajian Teori

a. Pembelajaran Matematika
Belajar merupakan suatu proses perubahan tingkah laku sebagai
hasil interaksi individu dengan lingkungannya dalam memenuhi
kebutuhan hidupnya. Santrock dan Yussen mendefinisikan belajar
sebagai perubahan yang relatif permanen karena adanya pengalaman.
Raber mendefinisikan belajar dalam 2 pengertian. Pertama sebagai
proses memperoleh pengetahuan dan kedua belajar sebagai perubahan
kemampuan bereaksi yang relatif langgeng sebagai hasil latihan yang
diperkuat (Sugihartono, 2007: 74).
Pembelajaran menurut Sudjana (Sugihartono, 2007 : 80) adalah
setiap upaya yang dilakukan dengan sengaja oleh pendidik yang dapat
menyebabkan peserta didik melakukan kegiatan belajar. Erman
Suherman (2001 : 8) mengatakan bahwa pembelajaran merupakan
upaya penataan lingkungan yang memberi nuansa agar program belajar
tumbuh dan berkembang secara optimal. Nasution (2005 : 4)
mendefinisikan pembelajaran sebagai aktivitas mengorganisasi atau
mengatur lingkungan sebaik-baiknya dan menghubungkannya dengan
anak didik sehingga terjadi proses belajar. Lingkungan dalam
pengertian ini tidak hanya ruang belajar, tetapi juga meliputi guru, alat
peraga, perpustakaan, laboratorium, dan sebagainya yang relevan
dengan kegiatan belajar anak. Dalam Undang-Undang No. 20 Tahun
2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 1 ayat 20 dinyatakan
bahwa pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan
pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar.
Dari beberapa definisi pembelajaran menurut para ahli yang telah
diuraikan di atas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa pembelajaran
merupakan suatu usaha pendidik untuk mengorganisasi atau mengatur
10

lingkungan sebaik baiknya sehingga dapat menyebabkan peserta didik


melakukan kegiatan belajar secara optimal.
Istilah mathematics (Inggris), mathematic (Jerman), mathematique
(Perancis), matematico (Italia), matematiceski (Rusia), atau
mathematick/wiskunde (Belanda) berasal dari perkataan latin
mathematica, yang mulanya diambil dari perkataan Yunani,
mathematike, yang berarti “relating to learning”. Perkataan itu
mempunyai akar kata mathema yang berarti pengetahuan atau ilmu
(knowledge, science). Perkataan mathematike berhubungan sangat erat
dengan sebuah perkataan lainnya yang serupa, yaitu mathanein yang
mengandung arti belajar/berpikir (Erman Suherman, 2001 : 17 – 18).
Mulyono Abdurahman (2003 : 252) mengemukakan bahwa
matematika adalah suatu cara untuk menemukan jawaban terhadap
masalah yang dihadapi manusia, suatu cara menggunakan informasi,
menggunakan pengetahuan tentang bentuk dan ukuran, menggunakan
pengetahuan tentang menghitung, dan yang paling penting adalah
memikirkan dalam diri manusia itu sendiri dalam melihat dan
menggunakan hubungan-hubungan. Kemudian Kline (Erman
Suherman, 2001 : 19) mengatakan pula bahwa matematika itu bukanlah
pengetahuan menyendiri yang dapat sempurna karena dirinya sendiri,
tetapi adanya matematika itu 12 terutama untuk membantu manusia
dalam memahami dan menguasai permasalahan sosial, ekonomi, dan
alam.
Dengan demikian, pembelajaran matematika dapat diartikan
sebagai suatu usaha untuk mengorganisasi atau mengatur lingkungan
sebaik-baiknya sehingga dapat menyebabkan peserta didik melakukan
kegiatan menemukan jawaban terhadap masalah yang dihadapi
manusia, menggunakan informasi, menggunakan pengetahuan tentang
bentuk dan ukuran, menggunakan pengetahuan tentang menghitung,
dan yang paling penting adalah memikirkan dalam diri manusia itu
11

sendiri dalam melihat dan menggunakan hubungan-hubungan secara


optimal.

b. Kemampuan Matematis
Kemampuan berasal dari kata “mampu” yang mempunyai arti
kesanggupan, kecakapan, atau kekuatan (Poerwadarmita, 2005).
Sedangkan menurut Uno (2008), menyatakan bahwa kemampuan
merupakan suatu “merujuk pada kinerja seseorang dalam suatu
pekerjaan yang bias dilihat dari pikiran, sikap dan prilaku”.
Berdasarkan hal tersebut dapat disimpulkan kemampuan merupakan
kesanggupan atau kecakapan yang dimiliki individu dalam
menyelesaikan suatu persoalan yang bias dilihat dari pikiran, sikap dan
prilaku.
Pada umumnya, kemampuan matematika merupakan
kemampuan yang telah dimiliki siswa dalam pelajaran matematika.
Menurut NCTM (2000), bahwa kemampuan matematis merupakan
“The process standars-problem solving, reasoning and proof,
communication, connections and representation-highlight way of
acquiring and using content knowledge”. Kemampuan matematis yang
dimaksud NCTM adalah kemampuan pemecahan masalah (problem
solving), penalaran dan pembuktian (reasoning and proof), komunikasi
(communication), koneksi (connections), dan representasi
(representation). Pada penelitian ini ], kemampuan matematis siswa
yang akan diukur adalah kemampuan literasi matematis dengan focus
literasi matematis pada materi aljabar.
c. Kemampuan Literasi Matematis
Literasi merupakan serapan dari kata dalam bahasa Inggris
„literacy‟ yang artinya melek huruf atau kemampuan untuk membaca
dan menulis. Kata „literacy‟ sendiri berasal dari bahasa Latin „littera‟
(huruf). Kemampuan dasar yang harus dimiliki manusia yaitu
kemampuan membaca dan menulis karena sangat berguna bagi
12

keberlangsungan hidup yang lebih baik. Jika seseorang bisa membaca


dan menulis maka dia akan mampu mengembangkan
kemampuankemampuan lain dengan taraf yang lebih tinggi. Mengingat
bahwa saat ini merupakan era globalisasi yang mana permasalahan
yang terjadi sangatlah kompleks, maka orang-orang yang tidak
mempunyai kemampuan membaca dan menulis akan sulit bertahan.
Literasi matematis secara Internasional diuji melalui
Programme for international Student Assessment (PISA). Sebelumnya
istilah literasi matematika telah dicetuskan oleh NCTM pada tahun
1989 sebagai salah satu visi pendidikan matematika yaitu menjadi
melek (literate) matematika. Literasi matematika diartikan oleh NCTM
(Sari, 2015) sebagai “an individual’s ability to exsplore, to conjecture,
and to reason logically as well as to use variety of mathematical
methods effectively to solve problems, by becoming literate, their
mathematical power should develop”. Literasi matematika
didefinisikan sebagai kemampuan yang mencakup kemampuan
merumuskan, menerapkan dan menafsirkan matematika dalam berbagai
konteks yang melibatkan penalaran matematis dan penggunaan konsep,
prosedur, fakta, untuk mendeskripsikan, menjelaskan dan memprediksi
fenomena serta mengaitkannya dengan kehidupan sehari-hari (Masjaya
& Wardono, 2012: Dewantara, Zulkardi, &Darmawijoyo, 2015:
Wardono, Waluya Kartono, Sukestiyarno, & Mariani, 2015: Sari, 2015:
Wulandari, & Jaelani, 2015;Oktiningrum, Zulkardi, & Hartono, 2016;
Setiawati Herman, &Jupri, 2017).
Jadi, berdasarkan definisi maka literasi matematis merupakan
kemampuan individu untuk merumuskan, menerapkan, dan
menafsirkan matematika dalam berbagai konteks, termasuk kemampuan
melakukan penalaran secara matematis dan menggunakan konsep,
prosedur, fakta, dan alat matematika, untuk mendeskripsikan,
menjelaskan, dan memprediksi suatu fenomena atau kejadian. Manfaat
dari kemampuan literasi matematis yaitu dapat membantu seseorang
13

dalam menerapkan matematika ke dalam dunia nyata sebagai wujud


dari keterlibatan masyarakat yang konstruktif dan reflektif.
Pengertian literasi matematika yang disampaikan PISA merujuk
pada kemampuan pemodelan matematika di mana pada kerangka-
kerangka kerja PISA sebelumnya juga digunakan sebagai batu pijakan
dalam mendefinisikan konsep literasi. Menurut OECD (2013 : 25),
seorang pemecah masalah matematika yang aktif adalah seseorang yang
mampu menggunakan matematikanya dalam memecahkan masalah
kontekstual melalui beberapa. Bahwa literasi matematis berangkat dari
suatu masalah yang berasal dari dunia nyata. Permasalahan tersebut
kemudian dikategorikan menjadi dua, yaitu kategori konten dan
konteks. Untuk menyelesaikan masalah tersebut, individu harus
menerapkan tindakan dan gagasan matematis yang melibatkan
kemampuan menggunakan konsep, pengetahuan dan ketrampilan
matematika. Hal ini sangat bergantung pada kemampuan yang disebut
PISA sebagai kemampuan dasar matematika yaitu komunikasi,
representasi, merancang strategi, matematisasi, penalaran dan
argumentasi, menggunakan bahasa dan operasi simbolik, formal, dan
teknis, dan menggunakan alat-alat matematika. Proses literasi
matematis berangkat dari mengidentifikasi masalah kontekstual, lalu
merumuskan masalah tersebut secara matematis. Selanjutnya adalah
menerapkan prosedur matematika untuk memperoleh „hasil
matematika‟. Hasil matematika yang diperoleh kemudian ditafsirkan
kembali dalam bentuk hasil yang berhubungan dengan masalah awal.
Sebelum dikenalkan melalui PISA, istilah literasi matematika
telah dicetuskan oleh NCTM (National Council of Teacher of
Mathematics) sebagai salah satu visi pendidikan matematika yaitu
menjadi melek/literate matematika, sebagaimana tertulis dalam kajian
Sari (2015) literasi matematika dalam visi tersebut dimaknai dengan
“an individual’s ability to explore, to conjecture, and to reason logically
as well as to use variety of mathematical methods effectively to solve
14

problems. By becoming literate, their mathematical power should


develop”. Pengertian ini mencakup 4 komponen utama literasi
matematika dalam pemecahan masalah yaitu mengeksplorasi,
menghubungkan dan menalar secara logis serta menggunakan metode
matematis yang beragam. Komponen utama ini digunakan untuk
memudahkan pemecahan masalah sehari-hari yang sekaligus dapat
mengembangkan kemampuan matematikanya. Melengkapi pendapat
sebelumnya, Steen, Turner & Burkhard dalam kajian Sari (2015)
menjelaskan bahwa literasi matematika dimaknai sebagai kemampuan
untuk menggunakan pengetahuan dan pemahaman matematis secara
efektif dalam menghadapi tantangan kehidupan sehari- hari. Siswa yang
memiliki kemampuan literasi matematika tidak cukup hanya mampu
menggunakan pengetahuan dan pemahamannya saja, akan tetapi juga
harus mampu untuk menggunakannya secara efektif.
Fokus dari bahasa dalam definisi literasi matematika adalah
keterlibatan aktif dalam matematika, hal ini mencakup penggunaan
penalaran matematis, penggunaan konsep, prosedur, fakta dan alat-alat
matematika dalam menggambarkan, menjelaskan, dan memprediksi
fenomena. Secara khusus, kata kerja merumuskan, menerapkan, dan
menafsirkan merupakan tiga titik proses dimana siswa akan terlibat
aktif dalam pemecahan masalah (OECD, 2013).
a) Merumuskan situasi matematis
Meliputi identifikasi peluang untuk menerapkan dan
menggunakan matematika yang memperlihatkan bahwa matematika
dapat diterapkan untuk memahami atau memecahkan suatu masalah
tertentu, atau tantangan yang disajikan. Termasuk di dalamnya
mampu mengambil situasi seperti yang disajikan dan mengubahnya
ke dalam bentuk solusi matematika, menyediakan struktur dan
representasi matematika, mengidentifikasi variabel dan membuat
asumsi sederhana yang dapat membantu memecahkan masalah atau
memenuhi tantangan (OECD, 2013).
15

b) Menerapkan matematika
Melibatkan penerapan penalaran matematika dan
penggunaan konsep, prosedur, fakta dan alat-alat matematika untuk
mendapatkan solusi. Hal ini meliputi pembuatan manipulasi
ekspresi aljabar dan persamaan atau model matematika lainnya,
menganalisis informasi secara matematis dari diagram dan grafik
matematika, mengembangkan deskripsi dan penjelasan matematika,
serta menggunakan alat-alat matematika untuk memecahkan
masalah (OECD, 2013).
c) Menafsirkan matematika
Menafsirkan matematika adalah merenungkan solusi
matematika atau hasil matematis dan menafsirkan solusi tersebut ke
dalam konteks masalah atau tantangan. Termasuk di dalamnya
meliputi evaluasi solusi atau penalaran matematika dalam kaitannya
dengan konteks masalah, dan menentukan apakah solusi yang
dihasilkan wajar dan masuk akal (OECD, 2013).
Selain ketiga hal tersebut, dalam PISA juga terdapat tujuh
kemampuan dasar matematika yang menjadi pokok dalam proses
literasi matematis (OECD, 2013), yaitu meliputi:
a) Communicating (Komunikasi)
Literasi matematis melibatkan proses komunikasi, sebab
dalam proses pemecahan masalah siswa perlu mengutarakan atau
mengemukakan gagasan, ketika melakukan penalaran terhadap soal
maupun langkah-langkah penyelesaian, selain itu siswa juga perlu
menjelaskan hasil pemikiran atau gagasannya kepada orang lain
agar orang lain juga dapat memahami hasil pemikirannya.

b) Mathematising (Matematisasi)
Kemampuan literasi matematis juga melibatkan kemampuan
matematisasi, yakni kemampuan dalam menerjemahkan bahasa
sehari-hari ke dalam bentuk matematika, baik berupa konsep,
struktur, membuat asumsi atau pemodelan.
16

a) Representation (Representasi)
Kemampuan representasi disini adalah kemampuan dalam
merepresentasikan objek-objek matematika seperti grafik, tabel,
diagram, gambar, persamaan, rumus, dan bentuk-bentuk konkret
lainnya.
b) Reasoning and Argument (Penalaran dan Argumen)
Kemampuan penalaran dan argumen adalah akar dari proses
berpikir logis yang dikembangkan untuk menemukan suatu
kesimpulan yang dapat memberikan pembenaran terhadap solusi
suatu permasalahan.
c) Devising Strategies for Solving Problem (Merancang
strategi untuk memecahkan masalah)
Kemampuan ini berkaitan dengan kemampuan seseorang
menggunakan matematika untuk memecahkan masalah yang
dihadapi.
d) Using Symbolic, Formal and Technical Language and
Operations (Penggunaan simbol, bahasa formal, teknis, dan
operasi)
Kemampuan ini melibatkan pemahaman,
penafsiran, kemampuan memanipulasi suatu konteks
matematika yang digunakan dalam menyelesaikan permasalahan
terkait matematika.
e) Using Mathematical Tools (Penggunaan alat matematika)
Kemampuan yang dimaksud adalah mampu menggunakan
berbagai macam alat yang dapat membantu proses matematisasi,
dan mengetahui keterbatasan dari alat-alat tersebut.
Turner (2016) menjelaskan deskripsi kompetensi kemampuan
literasi matematika sebagai berikut :

a. Using Symbolic, Formal and Technical Language and


Operations (Penggunaan simbol, bahasa formal, teknis, dan
operasi)
Kemampuan ini melibatkan pemahaman,
17

penafsiran, kemampuan memanipulasi suatu konteks matematika


yang digunakan dalam menyelesaikan permasalahan terkait
matematika.
b. Using Mathematical Tools (Penggunaan alat matematika)
Kemampuan yang dimaksud adalah mampu menggunakan
berbagai macam alat yang dapat membantu proses matematisasi,
dan mengetahui keterbatasan dari alat-alat tersebut.
Turner (2016) menjelaskan deskripsi kompetensi kemampuan
literasi matematika sebagai berikut :
a. Komunikasi
Definisi komunikasi adalah membaca dan
menginterpretasikan pernyataan, pertanyaan, perintah, tugas,
gambar-gambar dan objek- objek, membayangkan dan memahami
situasi yang diperkenalkan, dan membuat pemikiran dari
informasi yang disediakan mencakup syarat-syarat matematika
menunjuk mempresentasikan dan menjelaskan satu pekerjaan
matematika atau penalaran. Kemampuan komunikasi meliputi
komponen sifat reseptif dan konstruktif. Komponen reseptif terdiri
dari memahami apa yang sedang ditanyakan dan ditunjukkan
terkait dengan tujuan tugas matematis, meliputi bahasa
matematika yang digunakan, informasi yang relevan, dan apa sifat
dari respon yang diminta. Komponen konstruktif terdiri dari
menyajikan respon yang mungkin meliputi langkah-langkah
penyelesaian, deskripsi dari penalaran yang digunakan, dan
justifikasi jawaban yang diberikan.
Komunikasi tidak termasuk mengetahui cara mendekati
atau memecahkan masalah, bagaimana cara menggunakan
informasi yang diberikan, atau bagaimana alasan untuk
menguatkan bahwa jawaban yang diperoleh benar, melainkan
pemahaman atau penyajian informasi yang relevan. Komunikasi
juga tidak berlaku mengekstrak atau memproses informasi
18

matematika dari representasi.


Permintaan untuk aspek reseptif kompetensi ini meningkat
sesuai dengan kompleksitas materi yang harus ditafsirkan dalam
memahami tugas, kebutuhan untuk menghubungkan beberapa
sumber informasi atau untuk bergerak mundur dan maju (ke
siklus) antar elemen informasi. Sedangkan asperk konstruktif
meningkat dengan kebutuhan untuk memberikan solusi tertulis
berupa penjelasan secara rinci.
b. Matematisasi
Definisi dari matematisasi adalah menerjemahkan suatu
situasi di luar matematika ke dalam model matematika,
menginterpretasikan hasil dari penggunaan suatu model yang
dihubungan dengan situasi masalah, atau memvalidasi
ketercukupan dari model yang dihubungkan dengan situasi
masalah.
Fokus dari kompetensi ini adalah pada aspek siklus
pemodelan dalam hubungan konteks ekstra-matematika dengan
beberapa domain matematika. Dengan demikian, kompetensi
matematisasi memiliki dua komponen, yakni situasi di luar
matematika yang mungkin membutuhkan terjemahan ke dalam
bentuk yang dapat disesuaikan dengan perlakuan matematis,
meliputi pemodelan yang mempermudah penyederhanaan asumsi,
mengidentifikasi variabel yang hadir dalam konteks dan hubungan
diantara keduanya, dan mengekspresikan variabel tersebut dalam
bentuk matematis.
Sebaliknya, hasil yang mungkin perlu ditafsirkan
sehubungan dengan situasi atau konteks ekstra-matematis,
meliputi menerjemahkan matematis yang menghasilkan elemen
spesifik dari konteks dan memvalidasi kecukupan solusi yang
ditemukan yang berhubungan dengan konteks. Perlakuan intra-
matematis dari isu dan masalah berikutnya dalam domain
19

matematika ditangani dengan kompetensi lain. Oleh karenanya,


sementara itu kompetensi matematisasi berurusan dengan
mewakili konteks ekstra-mathematis dengan menggunakan entitas
matematis, representasi entitas matematika ditangani dengan
kompetensi representasi.
Permintaan untuk aktivasi kompetensi ini meningkat
dengan tingkat kreativitas, wawasan dan pengetahuan yang
diperlukan untuk menerjemahkan antara elemen konteks dan
struktur masalah matematika.
c. Representasi
Definisi dari representasi disini adalah membuat suatu
gambaran yang mengilustrasikan suatu informasi dari masalah,
menerjemahkan gambaran tersebut, membuat representasi
matematika dari informasi yang diberikan pada soal yang akan
digunakan menuju sebuah solusi, memilih dan merencanakan
gambaran-gambaran untuk memotret situasi atau untuk
menyajikan suatu pekerjaan.
Fokus dari kompetensi ini adalah pada penguraian,
penyusunan, dan manipulasi representasi entitas matematis atau
menghubungkan representasi yang berbeda. Dengan representasi
entitas matematika dapat memahami sebuah ekspresi konkret
(pemetaan) konsep, objek, hubungan, proses atau tindakan
matematis. Selain itu, representasi juga dapat berupa fisik, verbal,
simbolis, grafis, tabel atau diagram. Tugas matematika sering
disajikan dalam bentuk teks, terkadang dengan materi grafis itu
hanya membantu mengatur memahami intruksi konteks, informasi
verbal atau teks, gambar dan grafik pada umumnya tidak termasuk
kompetensi representasi, melainkan bagian dari kompetensi
komunikasi. Demikian pula, bekerja secara eksklusif dengan
representasi simbolis terletak di dalam menggunakan kompetensi
simbol, operasi dan bahasa formal. Di sisi lain, penafsiran antar
20

representasi yang berbeda selalu merupakan bagian dari


kompetensi representasi.
Permintaan untuk kompetensi ini meningkat dengan
jumlah informasi yang akan diolah, dengan kebutuhan untuk
mengintegrasikan informasi dari banyak representasi, dan dengan
kebutuhan untuk merancang representasi bukan untuk
menggunakan representasi yang diberikan. Permintaan juga
meningkat dengan menambah kompleksias representasi atau
penguraiannya, dari representasi sederhana dan standar (seperti
grafik batang atau grafik cartesian).
d. Penalaran dan Argumen
Definisi dari penalaran dan argumen adalah memberikan
gambaran kesimpulan dari penggunaan pemikiran yang logis
dalam menyelidiki dan menghubungkan unsur-unsur masalah
yang terkait, memeriksa dengan penuh ketelitian, atau
membenarkan argumen dan kesimpulan.
Kompetensi ini berhubungan dengan menarik kesimpulan
yang sah berdasarkan pada mental internal (usia atau kapasitas
otak) memproses informasi matematika yang dibutuhkan untuk
memperoleh hasil yang sesuai, dan untuk mengumpulkan
pembenaran kesimpulan, dan membuktikan hasil yang diperoleh.
Bentuk lain dari mental proses dan representasi yang
terlibat bertanggungjawab pada tugas-tugas yang menopang
masing-masing dari kompetensi lainnya. Misalkan, pemikiran
yang dibutuhkan untuk memilih atau merencanakan suatu
pendekatan ke arah penyelesaian masalah yang berkaitan
merupakan bagian dari kompetensi pemecahan masalah
(merancang strategi untuk memecahkan masalah), dan pemikiran
yang terlibat dalam perubahan unsur-unsur kontekstual pada suatu
bentuk matematika yang baku merupakan bagian dari kompetensi
matematisasi.
21

Sifat, bilangan atau unsur-unsur kesulitan yang perlu


dibawa dalam membuat kesimpulan, dan panjang serta
kompleksitas dari rantai-rantai kesimpulan yang membutuhkan
pentingnya kontribusi merupakan suatu hal yang meningkatkan
permintaan kompetensi ini.
e. Merancang Strategi untuk Memecahkan Masalah
Definisi merancang strategi untuk memecahkan masalah
adalah memilih suatu strategi matematika untuk memecahkan
suatu masalah seperti halnya monitoring dan kontroling penerapan
dari strategi.
Menyusun atau merancang strategi disini berbeda dengan
kompetensi pemecahan masalah yang telah ada sebelumnya.
Fokus dari kompetensi ini adalah pada aspek pemecahan masalah
yang meliputi memilih, membangun atau mengaktifkan strategi
dan pemantauan solusi untuk mengendalikan pelaksanaan proses
yang terlibat. Strategi yang digunakan berupa tahapan yang
bersama-sama membentuk keseluruhan rencana yang dibutuhkan
untuk memecahkan masalah. Setiap tahap terdiri dari sub tujuan
dan langkah-langkah yang berkaitan.
Permintaan kompetensi ini akan meningkat seiring dengan
tingkat kreativitas dan penemuan yang terlibat dalam
mengidentifikasi strategi yang sesuai, dengan kompleksitas proses
pemecahan masalah yang meningkat (misalnya jumlah, jangkauan
dan kompleksitas tahapan yang dibutuhkan dalam strategi), dan
dengan konsekuensial perlunya kontrol metakognitif yang lebih
besar dalam penerapan strategi menuju solusi.
f. Penggunaan Simbol, Bahasa Formal, Teknik, dan Operasi.
Definisi dari kompetensi ini adalah memahami dan
menerapkan prosedur dan bahasa matematika (meliputi ekspresi
simbol, aritmatika dan operasi aljabar), menggunakan aturan-
aturan matematika, mengaktifkan dan menggunakan pengetahuan
22

dari definisi, hasil-hasil, aturan-aturan dan sistem formal.


Kompetensi ini mencerminkan keterampilan dengan
mengaktifkan dan menggunakan pengetahuan isi matematika,
seperti definisi, fakta, atauran algoritma dan prosedur matematika,
mengingat dan menggunakan ungkapan simbolis, mengartikan
dan memanipulasi formula atau hubungan fungsional atau
ungkapan aljabar lainnya dan menggunakan aturan operasi formal
(misalnya perhitungan aritmatika atau persamaan pemecahan).
Kompetensi ini juga meliputi penerapan unit pengukuran dan
jumlah yang diturunkan seperti kecepatan dan massa jenis.
Mengembangkan formulasi simbolis dari situasi ekstra
matematika adalah bagian dari matematisasi. Misalnya,
menyiapkan sebuah persamaan untuk merefleksikan elemen kunci
dari sebuah situasi ekstra matematika termasuk matematisasi,
sedangkan pemecahannya adalah bagian dari penggunaan
kompetensi simbol, operasi, dan bahasa formal. Manipulasi
ungkapan simbolis milik kompetensi simbol, operasi, dan bahasa
formal, namun menerjemahkan antar representasi simbolis dan
lainnya milik kompetensi representasi. Istilah variabel yang
digunakan dalam kompetensi ini merujuk pada simbol yang
mewakili angka yang tidak ditentukan atau mengubah sebuah
kuantitas, misalnya C dan r dalam rumus C = ¼ 2πr.
Permintaan kompetensi ini meningkat seiring dengan
meningkatnya kompleksitas dan kecanggihannya isi matematika
dan pengetahuan prosedural yang dibutuhkan.
Sedangkan, menurut Ojose (2011) indikator untuk kemampuan
literasi matematika terdiri dari 8 kompetensi, yaitu :
a) Penalaran dan Berpikir Matematis.
b) Argumentasi Matematis.
c) Komunikasi Matematis.
d) Pemodelan.
e) Merumuskan dan Menyelesaikan Masalah.
f) Representasi.
23

g) Penggunaan Simbol.
h) Penggunaan Alat dan Teknologi.
Deskripsi kemampuan literasi matematika dalam penelitian
ini adalah pendeskripsian tentang kemampuan literasi matematika
siswa yang berpedoman pada empat komponen literasi matematika
yang terdiri dari :

a) K
omunika
si
Meliputi
:
1) Memahami dan menuliskan informasi yang diketahui dan
ditanyakan terkait dengan tujuan soal.
2) Menyajikan respon yang mungkin, meliputi :
a) Menuliskan rumus yang digunakan untuk
menyelesaikan soal.
b) Menuliskan langkah-langkah
penyelesaian yang mudah dipahami.
c) Menuliskan kesimpulan dari jawaban yang
diberikan.
b) Penggunaan Simbol, Bahasa Formal, Teknik, dan Operasi.
Meliputi :
1) Menggunakan bahasa matematika, berupa simbol,
aritmatika, atau operasi aljabar.
2) Menggunakan definisi, fakta, aturan algoritma dan
prosedur matematika.
3) Menggunakan aturan operasi formal,
berupa perhitungan aritmatika atau pemecahan persamaan.
4) Menggunakan unit pengukuran dan jumlah yang
diturunkan seperti kecepatan dan jarak.
c) Merencanakan Strategi untuk Memecahkan Masalah.
Meliputi :
1) Merencanakan suatu pendekatan atau strategi yang
mengarah pada penyelesaian masalah
2) Menjelaskan tahapan atau langkah-langkah penyelesaian
24

soal.
3) Menerapkan dan melaksanakan strategi penyelesaian soal.
4) Memeriksa kembali.
d) Penalaran dan Argumen. Meliputi :
1) Menghubungkan unsur-unsur masalah yang saling
berkaitan.
2) Memberikan alasan logis yang menghasilkan kesimpulan.
3) Membuat kesimpulan dari solusi yang diberikan.

Untuk mengetahui kemampuan literasi matematika siswa, perlu


adanya suatu indicator untuk mengukurnya. Kern mengungkapkan
bahwa literasi mengacu pada berbagai kemampuan kognitif ( dalam
Mahdiansyah & Rahmawati, 2014). Studi PISA mengembangkan
kemampuan matematik siswa menjadi enam level. Setiap level
menunjukkan tingkat kompetensi matematika yang dicapai siswa.
Secara rinci enam level kemampuan matematika berdasarkan kerangka
PISA 2015 (OECD, 2016; Setiawan, Dafik,& Lestari, 2014; Wulandari,
Turmudi & Hasanah, 2015). Adapun deskripsi keenam tingkatan
tersebut sebagai berikut :
Tabel 1.
Tabel 1.
Level Kemampuan Matematika dalam PISA

Level Kompetensi Matematika


6 Pada Level ini siswa dapat :
· Melakukan konseptualisasi dan generalisasi dengan
menggunakan informasi berdasarkan penelaahan dalam
suatu situasi yang kompleks.
· Menghubungkan sumber informasi berbeda dengan fleksibel
dan menerjemahkannya.
· Berpikir dan bernalar secara matematika.
· Menerapkan pemahamannya secara mendalam disertai
dengan penguasaan teknis operasi matematika,
mengembangkan strategi dan pendekatan baru untuk
menghadapi situasi baru.
25

· Merumuskan dan mengkomunikasikan apa yang mereka


temukan.
· Melakukan penafsiran dan berargumentasi secara dewasa.
5 Pada Level ini siswa dapat :
· Bekerja dengan model untuk situasi yang kompleks,
mengetahui kendala yang dihadapi, dan melakukan dugaan-
dugaan.
· Memilih, membandingkan, dan mengevaluasi strategi untuk
memecahkan masalah yang rumit yang berhubungan dengan
model ini.
· Bekerja dengan menggunakan pemikiran dan penalaran
yang luas,
· Menguhubungkan pengetahuan dan keterampilan
matematikanya dengan situasi yang dihadapi.
· Melakukan refleksi dari apa yang ia kerjakan dan
mengkomunikasikannya.
4 Pada Level ini siswa dapat :
· Bekerja secara efektif dengan model dalam situasi
yang konkret tetapi kompleks.
· Memilih dan mengintegrasikan representasi yang berbeda,
dan menghubungkannya dengan situasi nyata.
· Menggunakan keterampilannya dengan baik dan
mengemukakan alasan dan pandangan yang fleksibel sesuai
dengan konteks.
· Memberikan penjelasan dan mengkomunikasikannya
disertai argumentasi berdasar pada interpretasi dan tindakan.
3 Pada Level ini siswa dapat :
· Melaksanakan prosedur dengan baik, termasuk prosedur
yang memerlukan keputusan secara berurutan.
· Memilih dan menerapkan strategi memecahkan masalah
yang sederhana.
26

· Menginterpretasikan dan menggunakan representasi


berdasarkan sumber informasi yang berbeda dan
mengemukakan alasannya.
· Mengkomunikasikan hasil interpretasi dan alasan mereka.
2 Pada Level ini siswa dapat :
· Menginterpretasikan dan mengenali situasi dalam konteks
yang memerlukan inferensi langsung.
· Memilah informasi yang relevan dari sumber tunggal dan
menggunakan cara representasi tunggal.
· Mengerjakan algoritma dasar, menggunakan rumus,
melaksanakan prosedur atau konvensi sederhana.
· Memberikan alasan secara langsung dan melakukan
penafsiran harafiah.
1 Pada Level ini siswa dapat :
· Menjawab pertanyaan yang konteksnya umum dan dikenal
serta semua informasi yang relevan tersedia dengan
pertanyaan yang jelas.
· Mengidentifikasi informasi dan menyelesaikan prosedur
rutin menurut instruksi yang eksplisit.
· Melakukan tindakan sesuai dengan stimulus yang diberikan.
(OECD; 2013)

Konsep literasi matematis pada materi aljabar mengutamakan


pentingnya kemampuan pemodelan, pemecahan masalah, berpikir
aljabar, komunikasi, representasi, menggunakan bahasa aljabar,
refleksi dan pengambilan keputusan. Konsep literasi matematis
materi aljabar yang paling penting adalah memodelkan matematika
dan prosesnya. Adapun contoh soal literasi aljabar sebagai berikut :
Contoh :
“Apel”
Seorang petani menannam pohon apel dalam pola persegi. Untuk
melindungi pohon-pohon apel dari serangan angin dia menanam
27

pohon-pohon konifer di seluruh kebun. Disini Anda melihat diagram


situasi di mana Anda dapat melihat pola pohon apel dan pohon
konifer untuk sejumlah (n) baris pohon apel:

Gambar 1. Pola Pohon Apel dan Trembesi


(Sumber. OECD, 2006:11)

Soal di atas bertujuan untuk mengukur kemampuan siswa dalam


menemukan pola dan keteraturan pada informasi yang kontekstual.
Masalah yang disajikan termasuk dalam konteks pekerjaan petani
dengan konten berupa perubahan dan hubungan. Berdasarkan studi
PISA 2015 (OECD, 2016) indikator kemampual literasi matematis
materi aljabar yang digunakan dalam penelitian ini yaitu,
Tabel 2.
Indikator Kemampuan Literasi Aljabar
Indikator Kemampuan yang Diuji Soal
Merumuskan situasi Siswa dapat menggunakan Pada sebuah pertunjukkan seni
pada materi aljabar pengetahuannya untuk terjual 500 lembar karcis yang
menyelesaikan soal rutin dan terdiri dari karcis kelas
dapat menyelesaikan masalah ekonomi dan kelas eksekutif.
yang konteksnya umum. Apabila hasil penjualan
seluruh karcis Rp.
3.400.000,00 dengan jumlah
karcis ekonomi adalah
sebanyak 60% dan karcis
kelas eksekutif sebanyak 40%.
Buatlah bentuk aljabar dari
persoalan berikut.
28

Menerapkan konsep, Siswa dapat Siswa kelas X-IPA 1 ada 40


fakta, prosedur dan menginterpretasikan masalah orang siswa. Jumlah siswa
penalaran materi dan menyelesaikan bentuk perempuan 4 orang lebih
aljabar aljabar dengan prosedur banyak dari siswa laki-laki.
sederhana Tentukan banyaknya siswa
laki-laki dan perempuan.
Merumuskan situasi Siswa dapat melaksanakan Sebuah perahu yang bergerak
aljabar, menerapkan prosedur dengan baik dalam searah arus sungai dapat
konsep, fakta, menyelesaikan soal dan dapat menempuh jarak 46 km dalam
prosedur, dan memilih strategi pemecahan 2 jam. Jika perahu tersebut
penalaran materi masalah yang sederhana serta bergerak berlawanan arah arus
aljabar mengkomunikasikan hasil sungai dapat menempuh 51
interpretasinya km dalam 3 jam, maka
kecepatan perahu dan
kecepatan arus sungai masing-
masing adalah 20 km/jam dan
3 km/jam. Apakah pernyataan
tersebut benar? Berikan
alasanmu!
Merumuskan situasi Siswa dapat bekerja secara
Pak Saleh merupakan seorang
aljabar,. Menerapkan efektif dengan model dan dapat
pebisnis kendaraan pada tahun
konsep, fakta, memilih dan
1985. Ia memiliki 60
prosedur dan menginterpretasikan
kendaraan yang terdiri dari
penalaran materi representasi berbeda kemudian
Bemo dan Motor Honda
aljabar. menghubungkan dengan dunia
Astrea-70. Apabila jumlah
Menafsirkan, nyata serta dapat memberikan
roda kedua jenis kendaraan
mengaplikasikan dan penjelasan dan
210 buah, berapakah banyak
mengevaluasi hasil mengkomunikasikan disertai
Bemo dan Honda Astrea-70
aljabar. argumentasi berdasarkan
pak Saleh?
interpretasi dan tindakan siswa
Menafsirkan, Siswa dapat bekerja dengan Pada akhir semester dua nanti,
mengaplikasikan dan model untuk situasi yang Zidan dan Akbar berencana
mengevaluasi hasil kompleks, melakukan dugaan- pergi liburan ke Bali. Mereka
aljabar. dugaan, memilih, menabung selama 6 bulan.
membandingkan dan Pada bulan ke-3 perbandingan
29

mengevaluasi strategi untuk uang Zidan dengan Akbar


memecahkan masalah yang adalah 2:3. Pada bulan ke-6
berhubungan dengan model. ayah menambah uang
Siswa dapat melakukan refleksi tabungan Akbar sebanyak Rp.
dari apa yang mereka kerjakan 500.000,00 dan perbandingan
dan mengkomunikasikannya. uang Zidan dan Akbar menjadi
1:2. Berapakah uang Zidan
dan Akbar sekarang?
Menafsirkan, Siswa dapat menggunakan
Arman pergi ke sebuah took
mengaplikasikan dan penalarannya dalam
buku dengan membawa satu
mengevaluasi hasil menyelesaikan masalah aljabar,
lembar uang lima ribu. Jika ia
aljabar. dapat membuat generelisasi,
membeli 2 buku tebal dan lima
merumuskan,
buku tipis, uangnya masih
mengkomunikasikan,
kurang 150rupiah, tetapi jika
menafsirkan dan
ia membeli 3 buku tebal dan 2
berargumentasi mengenai suatu
buku tipis akan menerima
masalah untuk situasi aslinya.
uang kembalian 300 rupiah.
Siswa dapat menerapkan
Berapakah harga 1 buku tebal
pemahamannya secara
dan 1 buku tipis ? Buatlah
mendalam, disertai dengan
bentuk aljabarnya dan jelaskan
penguasaan symbol dan operasi
strategimu
aljabar.

d. Motivasi Belajar
Kata motif diartikan sebagai daya upaya yang mendorong
seseorang untuk melakukan sesuatu. Motif dapat dikatakan sebagai
daya penggerak dari dalam dan di dalam subjek untuk melakukan
aktivitas tertentu demi mencapai suatu tujuan. Motif dapat diartikan
sebagai suatu kondisi intern (kesiapsiagaan). Maka motivasi dapat
diartikan sebagai daya penggerak yang telah menjadi aktif, aktif pada
saat-saat tertentu untuk mencapai tujuan sangat dirasakan mendekat/
terdesak (Sardiman, 2012). Terry (2003) menyatakan bahwa motivasi
30

dapat diartikan sebagai suatu usaha agar seseorang dapat menyelesaikan


pekerjaannya dengan semangat karena ada tujuan yang ingin dicapai.
Hamalik (2003) menyatakan bahwa manusia mempunyai
motivasi yang berbeda tergantung dari banyaknya faktor seperti
kepribadian, ambisi, pendidikan dan usia. Motivasi adalah suatu
perubahan energy di dalam pribadi seseorang yang ditandai dengan
timbulnya afektif atau perasaan dan reaksi untuk mencapai tujuan.
Menurut Sardiman (2012) fungsi motivasi belajar ada tiga yakni
sebagai berikut:
a) Mendorong manusia untuk berbuat
Sebagai penggerak atau motor yang melepaskan energi.
Motivasi dalam hal ini merupakan motor penggerak dari setiap
kegiatan yang akan dikerjakan.
b) Menentukan arah perbuatan
Motivasi menentukan arah tujuan yang hendak dicapai.
Dengan demikian motivasi dapat memberikan arah dan kegiatan
yang harus dikerjakan sesuai dengan rumusan tujuannya.
c) Menyeleksi perbuatan
Motivasi menentukan perbuatan-perbuatan apa yang harus
dikerjakan yang serasi guna mencapai tujuan, dengan menyisihkan
perbuatan yang tidak bermanfaat dengan tujuan tersebut.
Hamalik (2003) juga mengemukakan tiga fungsi motivasi,
yaitu:
a) Mendorong timbulnya kelakuan atau sesuatu perbuatan
Tanpa motivasi maka tidak akan timbul suatu perbuatan seperti
belajar.
b) Motivasi berfungsi sebagai pengarah
Artinya menggerakkan perbuatan ke arah pencapaian tujuan
yang di inginkan.
c) Motivasi berfungsi penggerak
Motivasi ini berfungsi sebagai mesin, besar kecilnya motivasi
akan menentukan cepat atau lambatnya suatu pekerjaan atau
perbuatan. Jadi fungsi motivasi secara umum adalah sebagai daya
31

penggerak yang mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu


perbuatan tertentu untuk mencapai tujuan yang diharapkan.
Selain memiliki fungsi, motivasi juga memiliki ciri-ciri, orang
yang memiliki motivasi dalam belajar menurut Sardiman A. M (2007:
83), yaitu:
a) Tekun menghadapi tugas-tugas dan dapat bekerja terus-
menerus sampai pekerjaannya selesai.
b) Ulet dan tidak mudah putus asa dalam menghadapi
kesulitan.
c) Memungkinkan memiliki minat terhadap bermacam-macam
masalah.
d) Lebih sering bekerja secara mandiri.
e) Cepat bosan dengan tugas-tugas rutin.
f) Jika sudah yakin dapat mempertahankan pendapatnya.
g) Tidak akan melepaskan sesuatu yang telah diyakini.
h) Sering mencari dan memecahkan masalah soal-soal.
Sejalan dengan pendapat di atas, menurut Hamzah B. Uno (2011:
23) bahwa ciri-ciri orang yang memiliki motivasi dalam belajar dapat
diklasifikasikan sebagai berikut:
a) Adanya hasrat dan keinginan untuk berhasil.
b) Adanya dorongan dan kebutuhan dalam belajar.
c) Adanya harapan dan cita-cita di masa depan.
d) Adanya penghargaan dalam belajar.
e) Adanya kegiatan yang menarik dalam belajar.
f) Adanya lingkungan belajar yang kondusif, sehingga
memungkinkan seorang siswa dapat belajar dengan baik.
Dari uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa besarnya
motivasi belajar yang ada pada diri seseorang akan tercermin pada
tingkah lakunya yaitu:
a) Tekun mengerjakan tugas;
b) Ulet menghadapi kesulitan;
c) Lebih sering bekerja mandiri;
d) Memungkinkan minat terhadap macam-macam masalah;
e) Cepat bosan dengan tugas-tugas rutin;
f) Jika sudah yakin dapat mempertahankan pendapatnya;
g) Tidak melepas sesuatu yang diyakini;
h) Sering mencari dan memecahkan atas soal-soal;
i) Adanya hasrat dan keinginan untuk berhasil;
j) Adanya dorongan dan kebutuhan dalam belajar;
k) Adanya harapan dan cita-cita di masa depan;
l) Adanya penghargaan dalam belajar;
32

m) Adanya kegiatan menarik dalam belajar serta


n) Adanya lingkungan belajar yang kondusif sehingga
memungkinkan seseorang siswa dapat belajar dengan baik.

Apabila seseorang memiliki ciri-ciri seperti di atas, berarti orang


tersebut memiliki motivasi yang cukup kuat. Seorang yang memiliki
motivasi belajar yang tinggi akan memiliki beberapa ciri yang
membedakan dengan dirinya bila dibandingkan dengan seseorang yang
memiliki motivasi yang rendah.
Selain memiliki ciri-ciri, motivasi memiliki macam-macam
Motivasi Belajar Menurut Sardiman A. M (2007: 89-91) terdapat dua
macam motivasi belajar, yaitu:
a) Motivasi Intrinsik adalah motif-motif yang menjadi aktif
dan berfungsinya tanpa harus diransang dari luar karena didalam
seseorang individu sudah ada dorongan untuk melaksanakan
sesuatu. Bila seseorang telah memiliki motivasi intrinsik maka
secara sadar akan melakukan kegiatan dalam belajar dan selalu
ingin maju sehingga tidak memerlukan motivasi dari luar dirinya.
Hal ini dilatarbelakangi keinginan positif, bahwa yang akan
dipelajari akan berguna di masa yang akan datang.
b) Motivasi Ekstrinsik adalah motif-motif yang aktif dan
berfungsinya karena ada perangsang dari luar. Motivasi dikatakan
ekstrinsik bila peserta didik menempatkan tujuan belajarnya diluar
faktor-faktor situasi belajar. Berbagai macam cara bisa dilakukan
agar siswa termotivasi untuk belajar.
Sesuai dengan pendapat di atas, motivasi belajar yang ada pada
diri seseorang dibedakan menjadi dua yaitu motivasi intrinsik (dalam
individu) dan motivasi ekstrinsik (luar individu).
Motivasi belajar memiliki prinsip-prinsip yang mendukungnya.
Prinsip-prinsip Motivasi Belajar Enco Mulyasa (2005: 114-115),
menyebutkan bahwa prinsip yang dapat diterapkan untuk meningkatkan
motivasi belajar adalah sebagai berikut:
33

a) Peserta didik akan lebih giat apabila topik yang akan


dipelajari menarik dan berguna bagi dirinya.
b) Tujuan pembelajaran disusun secara jelas dan
diinformasikan kepada peserta didik agar mereka mengetahui
tujuan belajar tersebut.
c) Peserta didik selalu diberi tahu tentang hasil belajarnya.
d) Pemberian pujian dan reward lebih baik daripada hukuman,
tapi sewaktu-waktu hukuman juga diperlukan.
e) Memanfaatkan sikap, cita-cita dan rasa ingin tahu peserta
didik.
Menurut Dimyati dan Mudjiono (2009) ada beberapa faktor yang
mempengaruhi motivasi belajar, yaitu:
a) Cita-cita atau aspirasi mahasiswa
Cita-cita dapat berlangsung dalam waktu sangat lama, bahkan
sepanjang hayat. Cita-cita mahasiswa untuk menjadi seseorang
yang suskes akan memperkuat semangat belajar dan mengarahkan
pelaku belajar. Cita-cita akan memperkuat motivasi belajar intrinsik
maupun ektrinsik sebab tercapainya suatu cita-cita akan
mewujudkan aktualisasi diri.
b) Kemampuan belajar
Dalam belajar dibutuhkan berbagai kemampuan.
Kemampuan ini meliputi beberapa aspek psikis yang terdapat
dalam diri siswa. Misalnya pengamatan, perhatian, ingatan, daya
pikir dan fantasi. Di dalam kemampuan belajar ini, sehingga
perkembangan berfikir siswa menjadi ukuran. Mahasiswa yang
taraf perkembangan berpikirnya konkrit (nyata) tidak sama dengan
mahasiswa yang berpikir secara operasional (berdasarkan
pengamatan yang dikaitkan dengan kemampuan daya nalarnya).
Jadi mahasiswa yang mempunyai kemampuan belajar tinggi,
biasanya lebih termotivasi dalam belajar, karena mahasiswa seperti
itu lebih sering memperoleh sukses oleh karena kesuksesan
memperkuat motivasinya.
c) Kondisi jasmani dan rohani mahasiswa
Mahasiswa adalah makhluk yang terdiri dari kesatuan
psikofisik. Jadi kondisi siswa yang mempengaruhi motivasi belajar
34

disini berkaitan dengan kondisi fisik dan kondisi psikologis, tetapi


biasanya guru lebih cepat melihat kondisi fisik, karena lebih jelas
menunjukkan gejalanya dari pada kondisi psikologis. Misalnya
mahasiswa yang kelihatan lesu, mengantuk mungkin juga karena
malam harinya bergadang atau juga sakit.
d) Kondisi lingkungan kelas
Kondisi lingkungan merupakan unsur-unsur yang datangnya
dari luar diri mahasiswa. Lingkungan mahasiswa sebagaimana juga
lingkungan individu pada umumnya ada tiga yaitu lingkungan
keluarga, kampus dan masyarakat. Jadi unsur-unsur yang
mendukung atau menghambat kondisi lingkungan berasal dari
ketiga lingkungan tersebut. Hal ini dapat dilakukan misalnya
dengan cara guru harus berusaha mengelola kelas, menciptakan
suasana belajar yang menyenangkan, menampilkan diri secara
menarik dalam rangka membantu mahasiswa termotivasi dalam
belajar.
e) Unsur-unsur dinamis belajar
Unsur-unsur dinamis dalam belajar adalah unsur-unsur yang
keberadaannya dalam proses belajar yang tidak stabil, kadang
lemah dan bahkan hilang sama sekali.
f) Upaya guru membelajarkan mahasiswa
Upaya guru membelajarkan mahasiswa adalah usaha guru
dalam mempersiapkan diri untuk membelajarkan mahasiswa mulai
dari penguasaan materi, cara menyampaikannya, menarik perhatian
mahasiswa dan mengevaluasi hasil belajar mahasiswa. Bila upaya
guru hanya sekedar mengajar, artinya keberhasilan guru yang
menjadi titik tolak, besar kemungkinan mahasiswa tidak tertarik
untuk belajar sehingga motivasi belajar mahasiswa menjadi
melemah atau hilang.
35

2. Hasil Penelitian yang Relevan

Kajian pustaka pada penelitian ini bersumber dari penelitian yang


dilakukan oleh Ojese (2011); Stacey (2011); Niss (2015); Stacey & Turner
(2015); Sari (2015); dan OECD (2016). Pada penelitian ini yang dilakukan
peneliti sebelumnya diungkapkan oleh (Mahdiansyah & Rahmawati, 2014;
Wulandari, Turmudi, Hasanah (2015); Turner (2016); Asmara, Waluya, &
Rochmad, (2017). Hal tersebut dapat terlihat daric a[aian skor literasi
matematis yang diperoleh siswa Indonesia pada studi PISA selalu berada
di bawah rata-rata hasil Internasional. Pencapaian literasi matematis siswa
Indonesia pada hasil PISA masih dalam kategori level rendah dan dari
penelitian-penelitian terdahulu.
Hasil kemampuan literasi matematis siswa Indonesia yang rendah
memicu banyak peneliti terdahulu untuk menginvestigasi hal tersebut.
Penelitian yang dilakukan oleh Edo, Hartono, Putri (2013). Pada
penelitian tersebut hanya mengungkapkan proses literasi matematis siswa
dalam menyelesaikan masalah pemodelan matematika pada level 5 dan 6.
Penelitian yang mengungkapkan tentang kesulitan dan kesalahan siswa
dalam menyelesaikan soal literasi matematis yang dilakukan oleh
Mahdiansyah & Rahmawati (2014); Wijaya, Heuvel-Panhuizen, Doorman,
& Robitzcsh (2014) dan Wulandari, Turmudi, & Hasanah (2015). Pada
penelitian ini butir soal yang diberikan hanya mengambil sampel dari soal
PISA.
Peneliti menjadikan peneliti terdahulu tentang pengembangan soal
PISA sebagai bahan pertimbangan dalam menyusun soal model PISA,
yaitu penelitian yang dilakukan oleh Kamaliyah, Zulkardi, &
Darmawijoyo (2013); Kohar & Zulkardi (2014); Ahyan, Zulkardi, &
Darmawijoyo (2014); Dewantara, Zulkardi, & Hartono (2015); Charmila,
Zulkardi, & Darmawijoyo (2016), Fatmawati & Ekawati, (2016); Setiawati
(2017). Salah satu hasil penelitian tentang pengembangan soal PISA
tersebut mengemukakan bahwa soal PISA dengan konteks warisan alam
dan budaya Indonesia mampu memunculkan literasi siswa berupa
36

kemampuan dasar matematika. Berdasarkan hasil kajian pustaka dan


penelitian terdahulu yang telah dilakukan peneliti-peneliti sebelumnya,
selanjutnya peneliti sendiri akan melakukan penelitian tentang analisis
kemampuan literasi matematis siswa berdasarkan level kemampuan literasi
matematis siswa dalam PISA dengan soal yang disusun oleh peneliti
berdasarkan soal model PISA, melakukan analisis kesalahan
mendeskripsikan penyebab siswa melakukan kesalahan dalam
menyelesaikan soal kemampuan literasi.

3. Kerangka Pemikiran

SMA Negeri 3 Ciamis memiliki siswa yang heterogen dan belum


pernah dilakukan penelitian mengenai literasi matematis dan motivasi belajar.
Literasi matematis memiliki tiga proses dimana siswa akan terlibat aktif
dalam pemecahan masalah (OECD, 2013), yaitu (1)merumuskan,
(2)menerapkan dan (3)menafsirkan. Literasi matematis dimana siswa harus
mampu untuk mengkomunikasikan suatu masalah, mampu untuk menerapkan
suatu konsep dan prinsip untuk menemukan argument yang benar. Selain
literasi matematis juga yang menjadi dasar penelitian ini adalah motivasi
belajar siswa. Faktor-faktor yang mendukung motivasi belajar diantaranya,
(1) Cita-cita atau aspirasi mahasiswa, (2) kemampuan belajar, (3)kondisi
jasmani dan rohani, (4) kondisi lingkungan kelas, (5) unsur-unsur dinamis
belajar, (6) upaya guru membelajarkan.
Berdasarkan uraian maka, dapat dikatakan literasi matematis dan
motivasi belajar mempunyai pengaruh penting.
37

Gambar 2. Kerangka Berpikir

4. Hipotesis

Berdasarkan kerangka pemikiran di atas, hipotesis penelitian ini


adalah :
a. Menganalisis kemampuan literasi matematis siswa pada materi
aljabar.
b. Menganalisis motivasi belajar siswa terhadap pembelajaran
matematika pada materi aljabar
c. Menganalisis hubungan antara analisis kemampuan literasi
matematis dan motivasi belajar pada materi aljabar.

G. Prosedur Penelitian

1. Metode Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan pendekatan


kualitatif. Penelitian deskriptif merupakan “penelitian yang
menghasilkandata deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-
orang atau perilaku yag dapat diamati “ (Moleong, 2016). Sedangkan
penelitian dengan pendekatan kualitatif adalah “penelitian yang bermaksud
untuk memahami fenomena tentang yang dialami oleh subjek penelitian,
missal perilaku, persepsi, motivasi, tindakan dan lain-lain, secara holistic
38

(utuh) dan dengan cara deskriptif dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada
suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan metode
ilmiah” (Moleong, 2016). Menurut Sukmadinata (2013) bahwa penelitian
deskriptif dengan pendekatan kualitatif ditujukan untuk mendeskripsikan
dan menggambarkan fenomena-fenomena yang ada, baik bersifat alamiah
ataupun bersifat rekayasa manusia yang lebih memperhatikan menganai
karakteristik, kualitas, keterkaitan antar kegiatan. Penelitian ini lebih
menekankan pada deskripsi. Sejalan dengan Clandinin & Connelly ( dalam
Creswell, 2016) menyatakan bahwa “di akhir tahap penelitian, peneliti
harus menggabungkan dengan gaya naratif pandangan tentang kehidupan
partisipan dengan pandangan tentang kehidupan peneliti sendiri”. Pada
penulisan hasil penelitian, peneliti menganalisis data yang sangat kaya dan
mendalam sesuai dengan data asli yang diperoleh.
Penelitian ini bertujuan untuk mengukur kemampuan literasi
matemais pada materi aljabar kelas XI dari segi pencapaian level
kemampuan literasi matematis dan mengukur motivasi belajar siswa. Pada
penelitian ini data-data yang akan diteliti di lapangan adalah tes
kemampuan literasi matematis pada materi aljabar yang dikerjakan oleh
siswa kelas XI dari segi pencapaian level kemampuan literasi matematis,
kesalahan-kesalahan yang dilakukan siswa dalam menjawab soal tes serta
penyebab siswa melakukan kesalahan dalam mengerjakan soal tes.
Tahap penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini adalah
mencakup tahap pra-penelitian, tahap pengolahan data dan analisis data.
Tahap-tahap tersebut menyatakan langkah yang dilalui dalam menganalisis
kemampuanliterasi matematis siswa SMA kelas XI dan motivasi belajar
siswa ditinjau dari segi pencapaian level kemampuan literasi matematis.
Berikut pada konsep alur penelitian.
39

DIAGRAM ALUR PENELITIAN

Gambar 3 Diagram Alur Penelitian

2. Fokus Penelitian

Untuk menghindari meluasnya permasalahan dalam penelitian ini,


fokus penelitian yang ingin dilakukan oleh penulis adalah sebagai berikut:
a. Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas XI SMA Negeri 3
Ciamis yang melakukan kesalahan saat mengerjakan soal cerita
pemecahan masalah pada materi aljabar.
40

b. Ruang lingkup atau pokok bahasan dalam penelitian ini adalah


Aljabar dengan
c. Tipe soal yang akan digunakan dalam penelitian adalah soal cerita
berbentuk uraian yang ambil dari soal tes PISA.

3. Subjek Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah siswa SMA di kota Ciamis.


Pemilihan sekolah dilakukan secara Purposive Sampling. Pengambilan
partisipan pada penelitian ini berdasarkan jenjang kelas yang telah
mempelajari materi bilangan, bentuk aljabar, persamaan linear dan
pertidaksamaan linear dua variabel. ekolah tempat penelitian dilakukan
berdasarkan pertimbangan peneliti, sedangkan penentuan kelas yang
diteliti berdasarkan izin yang diberikan oleh pihak sekolah yang
bersangkutan.

4. Langkah-Langkah Penelitian

Penelitian dimulai dengan mempersiapkan segala keperluan agar


dapat memfokuskan permasalahan yang akan diteliti. Adapun langkah-
langkah yang ditempuh dalam penelitian ini adalah:
a. Tahap Persiapan
Tahap ini dimulai dengan mengadakan observasi pendahuluan,
dimaksudkan untuk menemukan data-data awal berkaitan dengan
SMA Negeri 3 Ciamis. Berdasarkan hasil itu, maka dilakukan
identifikasi masalah penelitian. Dari hasil pengidentifikasian
ditemukan permasalahan pokok yang dapat dijadikan fokus
permasalahan dalam penelitian ini. Hal ini didukung oleh fakta yang
berada di lapangan dan teori atau konsep yang mendasari perlunya
masalah itu diteliti. Setelah diketahui fokus permasalahannya,
selanjunya fokus permasalahan yang ada dilapangan dikaji dengan
teori yang mendukung untuk dibuat sebuah desain penelitian yang
berlaku di Universitas Siliwangi.
41

b. Tahap penyusunan desain penelitian


Berdasarkan pada hasil observasi awal dilapangan, maka
selanjutnya disusun desain penelitian yang nantinya diajukan kepada
penguji proposal untuk diseminarkan dan mendapakan rekomendasi
mengenai layak atau tidaknya permasalahan yang dituangkan dalam
desain penelitian ini untuk dilanjutkan.
c. Tahap permohonan surat izin penelitian
Surat izin penelitian merupakan salah satu elemen penting
dalam suatu proses penelitian. Untuk itu dalam penelitian ini surat izin
penelitian menjadi prioritas guna membantu memperlancar jalannya
sebuah penelitian di lokasi penelitian.
d. Tahap proses pengumpulan data
Pada tahap pengumpulan data akan dilakukan dengan beberapa
rangkaian kegiatan berikut, yaitu tahap orientasi dan tahap eksplorasi.
e. Tahap orientasi
Pada tahap ini yang pertama dilakukan adalah mempelajari
dokumen yang berkenaan dengan data yang diperlukan, baik kepada
pesera didik maupun guru yang dijadikan responder penelitian.
Disamping mempelajari dokumen-dokumen yang ada, juga
melakukan wawancara dengan guru, dari hasil wawancara diharapkan
akan diperoleh informasi tentang kegiatan guru dalam pembelajaran
kemampuan literasi matematis pada materi aljabar yang dijadikan
objek penelitian

5. Teknik Pengumpulan Data

Bila dilihat dari segi cara, teknik pengumpulan data menurut


Sugiyono (2015: 225) dapat dilakukan dengan, interview atau
wawancara, kuesioner atau angket, dokumentasi dan gabungan
keempatnya”.
Dalam penelitian ini teknik wawancara yang digunakan adalah
teknik wawancara tak terstruktur. Menurut Moleong (2011: 190),
“wawancara tak terstruktur adalah wawancara yang digunakan untuk
42

menemukan informasi yang tidak baku”. Dalam pelaksanaanya, proses


Tanya-jawab wawancara tak terstruktur mengalir seperti dalam
percakapan sehari-hari.
Teknik pengumpulan data hasil tes kemampuan literasi matematis
dan motivasi belajar pada penelitian ini adalah tes tertulis, wawancara
dan dokumentasi.
a. Tes Tertulis
Pada penelitian ini tes diberikan kepada siswa, yaitu tes
kemampuan literasi matematis pada materi aljabar dan pemberian
angket motivasi belajar. Instrumen tes disusun sebanyak 6 butir soal.
Instrumen tes digunakan untuk memperoleh data tentang pencapaian
level literasi materi aljabar pada siswa. Tes tertulis diperlukan untuk
mengumpulkan data atau informasi mengenai langkah penyelesaian
yang dilakukan siswa dan keutuhan siswa dalam menyelesaikan soal.
Penyusunan soal tes berdasarkanindikator kemampuan literasi
matematis materi aljabar dan level literasi matematis.
b. Wawancara
Wawancara dilakukan dengan tujuan tertentu. Wawancara yang
dilakukan pada penelitian ini adalah kepada guru dan siswa. Data
yang dioperoleh dalam wawancara berdasarkan pedoman wawancara.
Wawancara yang dilakukan kepada guru matematika adalah untuk
memperoleh informasi mengenai masalah yang dihadapi siswa dalam
pembelajaran matematika. Selain itu untuk mengetahui karakteristik,
keaktifan dankondisi siswa kelas XI secara umum selama proses
pembelajaran matematika di kelas. Sedangkan wawancara dengan
siswa dilakukan untuk memperkuat analisis hasil tes kemampuan
literasi matematis siswa tersebut.
c. Dokumentasi
Studi dokumentasi merupakan pelengkap dari pelaksanaan
penelitian. Catatan dan dokumentasi dimanfaatkan sebagai saksi dari
kejadian-kejadian tertentu atau sebagai bentuk pertanggungjawaban.
Dokumen yang diambil pada saat penelitian berupa dokumen foto dan
43

video saat pelaksanaan tes dan pelaksanaan wawancara terhadap guru


dan siswa.

6. Instrumen Penelitian

Instrumen ini menggunakan instrument pendukung yaitu tes tertulis.


Tes tertulis yang digunakan adalah tes kemampuan literasi matematis
materi aljabar. Soal tes tertulis dirancang oleh peneliti dan dalam
pembuatannya disusun dalam bentuk soal uraian. Soal tes tertulis disusun
sebanyak 10 soal dengan durasi 120 menit dan setiap soal
mewakilipencapaian level literasi matematis.
Sebelum membuat tes tertulis terlebih dahulu disusun kisi-kisi
instrument tes kamampuan matematis. Kisi-kisi disusun berdasarkan
materi yang bersangkutan, kompetensi inti, kompetensi dasar, indicator
pencapaian kompetensi, indicator kemampuan literasi matematis dan
pencapaian level literasi matematis. Soal tes disusun berdasarkan model
PISA yang disesuaikan dengan indikator kemampuan literasi matematis
dan juga mengadopsi soal-soal dari jurnal penelitian sebelumnya yang
telah dipublikasikan.
Soal tes yang telah disusun selanjutnya dinilai dengan isi. Dalam soal
ini ada beberapa aspek yang diperhatikan yakni, aspek keerbacaan soal,
kesesuaian soal dengan materi, kesesuaian soal dengan tingkat kesukaran
siswa AMA dan kesesuaian soal dengan pencapaian level kemampuan
literasi matematis. Soal tersebut terlebih dahulu dipertimbangkan oleh dua
dosen pembimbing, dan guru matematika SMA setelah itu soal tes di uji
cobakan.
Uji coba tes dilakukan kepada siswa diluar subjek penelitian yang
telaah mempelajari materi yang akan diujikan. Pengujian soal tes tersebut
bertujuan untuk mengetahui validasi butir soal, reliabilitas tes, daya
pembeda, dan indeks kesukaran butir soal. Data yang diperoleh dari hasil
uji coba kemudian akan diolah dengan menggunakan bantuan Software
Anates tipe uraian.
44

7. Teknik Analisis Data

Analisis data dilakukan dengan mengorganisasikan data,


menjabarkannya ke dalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun ke
dalam pola, memilih mana yang penting dan akan dipelajari, dan membuat
kesimpulan yang dapat diceritakan kepada orang lain.
Pada penelitian ini datanya adalah proses mencari dan menyusun
secara sistematika data yang diperoleh dari hasil tes tertulis yang telah
dilakukan oleh siswa, yaitu tes kemampuan literasi matematis pada materi
aljabar. Teknik analisis data pada penelitian ini adalah model analisis data
Miles dan Huberman (Sugiyono, 2014), yang mengungkapkan bahwa
“aktifitas dalam analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif dan
terdapat 3 aktivitas dalam analisis data, yaitu data reduction, data display ,
dan conclusion drawing verification”.
Kemudian dilakukan pengujian keabsahan data, uji keabsahan data
atau temuan dalam penelitian kualitatif, penelitian kualitatif menerapkan
prosedur validasi, seperti tringulasi, member check, analisis kasus
negative, perpanjangan pengamatan, peningkatan ketekunan, dan diskusi
dengan teman sejawat (Sugiyono, 2011) . Maksud validasi penelitian
dalam penelitian kualitatif yaitu meminta partisipan, peninjauan eksternal,
atau sumber data itu sendiri dalam memberikan bukti tentang keakuratan
sebuah data atau informasi dalam sebuah temuan penelitian (Cresswell,
2015). Dalam pengujian keabsahan data penelitian ini, dapat dilakukan
denganuji kredibilitas data melalui tringulasi. Tringulasi dapat dilakukan
pada penelitian ini meliputi tringulasi sumber data dan tringulasi teknik
pengumpulan data.

8. Waktu dan Tempat Penelitian

a. Waktu Penelitian
Penelitian ini akan direncanakan mulai dari bulan Desember 2016
sampai bulan April 2017. Jadwal penelitian dapat dilihat pada
Table 4.
45

Tabel 1
Jadwal Rencana Kegiatan Penelitian
Bulan
Apr
Jan Feb Mar Mei
No Jenis Kegiatan 201 201 201 il 201
201
9 9 9 9
9
1. Pengajuan judul penelitian
2. Pembuatan proposal penelitian
3. Seminar proposal penelitian
4. Mengurus surat izin
Melakukan observasi penelitian di
5.
SMA Negeri 3 Ciamis
6. Penyusunan perangkat tes
7. Pengumpulan data
8. Pengolahan data
9. Penyelesaian Tesis

b. Tempat Penelitian
PENELITIAN INI AKAN DILAKSANAKAN DI KELAS XI SMA NEGERI 3
CIAMIS . DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahman, Mulyono. 2003. Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar.


Jakarta : Rineka Cipta.

A.M. Sardiman, 2007, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar: Bandung,


Rajawali Pers.

Anisah, A., Zulkardi, Z.,& Darmawijoyo, D.(2011). Pengembangan Soal


Matematika Model PISA pada KontenQuantity untuk Mengukur
Kemampuan Penalaran Matematis Siswa Sekolah Menengah Pertama.
Jurnal Pendidikan Matematika, Vol.5, No.1

Charmila,N., Zulkardi, Z.&Darmawijoyo, D.(2016). Pengembangan Soal


Matematika Menggunakan Konteks Jambi. Jurnal Penelitian dan
Evaluasi Pendidikan, Vol. 20, No. 2, hlm. 198-207

Creswell,J. W.(2016). Research Design. Pendeketan Metode Kualitatif,


Kuantitatif, dan Campuran. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Firnanda,.P., Sugianto, Nursangaji, A. (2015). Literaasi Kuantitatif Siswa Dikaji


dari Aspek Change and Relationship dalam Aljabar di SMP. Jurnal
Pendidikan dan Pembelajaran, Vol.4. No.12.

Hamalik, Oemar. 2005. Psikologi Belajar dan Mengajar. Bandung: Sinar Baru
Algensindo.

Hamalik, O. (2005). Proses Belajar Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara.

Johar, R. (2012). Domain PISA untuk Literasi Matematika. Jurnal Peluang, Vol.
1, No.2, hlm.134-145.

Jupri, A., Drjver, P., & Van den Huiven- Panhuizen, M.(2014). Difficulties in
Initial Algebra Learning in Indonesia. Mathematics Education Research
Journal, Vol.26, No. 4,pp. 683-2502.

Jupri, A., Drjver, P.(2016). Student Difficulties Mathematizing Word Problem in


Algebra, Eurasia Journal of Mathematics, Science and Technology
Education, Vol.12, No. 9,pp. 2481-2502.
Kamaliyah, K., Zulkardi,Z. Darmawijoyo, D.(2013). Developing the Sixth Level
of PISA- Like Mathematics Problems for Secondary School Students’.
IndMS, J.M.E, Vol.4, No.1, pp. 9-28.

Kline, M. (1973) Why Johnny Can’t Add: The Failtureof The New Math. New
York: St. Martin’s Press.

Mahdiansyah, M., Rahmawati, R.(2014). Literasi Matematika Siswa Pendidikan


Menengah: Analisis Menggunakan DesainTes International dengan
Konteks Indonesia. Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol. 20, No. 4,
hlm. 452-469.

Moleong, L. J. 2011. Metodologi Penelitian Kuaitatif. Jakarta: Remaja


Rosdakarya.

Mudyahardjo, Redja. 2008. Pengantar Pendidikan Sebuah Studi Awal Tentang

Dasar-dasar Pendidikan pada Umumnya dan Pendidikan di Indonesia.

Jakarta. Raja Grafindo Persada.

Mulyono. 2008. Manajemen Administrasi. Ar-Ruzz Media : Yogyakarta.


Nasution. 2005. Pengembangan Kurikulum. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti.
NCTM.2000. Curriculum and Evaluation Standards for School Mathematics.
Reston . VA: National Counilof Teachers of Mathematics.

NCTM. 2010. Why is Teaching with Problem Solving Important to Student

Learning? NCTM. Tersedia di http://www.nctm.org/news/content.aspx?

id=25713

OECD. 2010. PISA2009 Result : What Students Know and Can Do- Student
Performance in Reading Mathematics and Science (Volume 1).
Paris:OECD Publishing.
OECD. (2010). PISA 2009 Results: Executive Summary. New York: Columbia
University.
OECD. (2013). PISA 2012 Results in Focus: What 15year-olds know and what
they can do with what they know. New York: Columbia University
OECD.(2014).PISA 2012 Results: What Students Know and Can Do- Students
OECD. (2015). PISA 2015 Draft Mathematics Framework. New York: Columbia
University
OECD. (2016). PISA 2015 Results in Focus. New York: Columbia University
OECD. (2016). PISA 2015 Results: Excellence and Equity in Education. Paris:
OECD Publishing.
OECD. (2013). PISA 2012 Assassement and Analytical Framework: Mathematics,
Reading, Science, Problem Solving and Financial Literacy. Diakses dari
http://www.oecd.org pada tanggal 3 Januari 2019, Jam 09.15
Ojese,B. (2011). Mathematical Literacy: Are Able ToPut The Mathematics We
Learn Into Everyday Use?. Journal of Mathematics Education, Vol. 4, No.
1, pp.89-100.
Poerdarminta, W.J.S. 2005. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai
Pustaka.
Sari, Rosalia H.S. (2015). Literasi Matematika: Apa, Mengapa dan Bagaimana?.
Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika. UNY.
Sadirman., 2004. Interaksi & Motivasi Belajar. Jakarta: PT. Rineka Cipta
Setiawati, S., Herman, T, & Jupri, A.(2017). Investigating Middle Scholl
Students’Difficult in Mathematical Literacy Problems Level 1 and 2.
Journal of Physics: Conf. Series, 909 (2017) 012063.
Doi:101088/17426596/909/1/012063.
Suherman. E. (2001).Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung: JICA.
Sugihartono, dkk. 2007. Psikologi Pendidikan. Yogyakarta: UNY Press.

Sugiyono, 2015. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif Kualitatif


dan R&D. Bandung: CV. Alfabeta

Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif,


dan R&D. Bandung: Alfabeta.

Terry, George R. 2004. Prinsip-prinsip Manajemen. Terjemahan J. Smith D. F. M.


Jakarta: Bumi Aksara.
Turner, R. (2016). Lesson from PISA 2012 About Mathematical Literacy: An
Illustrated Essay. PNA, Vol.10, No. 2.pp 77-94.

Trianto, 2007. Model-Model Pembelajran Inovatif berorientasi Konstrutivistik.


Jakarta: Prestasi Pustaka Publisher.

Trianto. 2011. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif Konsep,


Uno, Hamzah, B. 2008. Orientasi Baru Dalam Psikologi Pembelajaran. Jakarta:
Bumi Aksara.
Uno, Hamzah, B. 2009. Model Pembelajaran Menciptakan Proses Belajar
Mengajar yang Kreatif dan Efektif. Jakarta: BumiAksara.
Van de Houvel-Panhuizen, M. (1996). Assesment and Realistic Mathematics
Education. Utrecht: Fruedenthal Institute.
Van de Walle, J. (2018). Mathematika Sekolah Dasar dan Menengah :
Pengembangan Pembelajaran. Jakarta: Erlangga.
Wijaya, A., van den Heuvel-Panhuizen, M., Doorman, M., & Robitzsch, A.
(2014). Difficulties in solving context-based PISA mathematics tasks: An
analysis of students' errors. The Mathematics Enthusiast, 11(3), 555.
Wulandari, I.C., Turmudi,T., Hasanah, A.(2015). Studi Cross-Sectional Tingkat
Kemampuan Literasi Matematis Siswa Sekolah Menengah Pertama di
Bandung Berdasarkan Pengujian Soal PISA. Jurnal Lingkar
Widyaiswara. Edisi 2, No.3, hlm. 10-25.

Anda mungkin juga menyukai