Anda di halaman 1dari 9

TABUNGAN

Kegiatan menabung merupakan hal yang penting dilakukan. Karena tabungan


dapat di gunakan sebagai bekal masa depan atau bertujuan untuk berjaga-jaga
dalam kebutuhan yang sangat penting di masa yang akan datang. Tabungan
masyarakat juga ikut mempengaruhi terhadap arus uang beredar terhadap
investasi, produksi dan permintaan serta berperan dalam rangka stabilitas dan
pembangunan ekonomi.

Tabungan secara umum bermakna bagian dari pendapatan yang disimpan, atau
bisa juga di sebut dengan selisih antara pendapatan dengan konsumsi. Dalam
pengertian Ekonomi Islam tabungan memiliki dua makna yang ditujukan untuk
berjaga-jaga dan tabungan ditujukan untuk investasi produktif, maksudnya bukan
seperti investasi dalam makna luas yang dilakukan oleh konvensional (M.
Nejatullah Siddiqi (Role of the State in the Economy: An Islamic Perspective, The
Islamic Foundation, Lelcester UK, 1996). Pengeluaran yang berlebihan dilarang
dalam Islam dan penimbunan simpanan juga dikecam dalam Al Quran dan
Assunah.

“Dan orang-orang yang menyimpan Emas dan Perak dan tidak menginfakkannya
pada Jalan Allah. Maka beritahukanlah kepada mereka (Bahwa mereka akan
mendapat) siksa yang pedih, Pada hari dipanaskan Emas Perak itu dalam neraka
Jahannam, Lalu dibakar dengannya Dahi mereka, Lambung dan Punggung
mereka (lalu dikatakan) kepada mereka.: “Inilah harta bendamu yang kamu
simpan untuk dirimu sendiri, Maka rasakanlah sekarang (akibat dari) apa yang
kamu simpan itu.” (Q.s At- Taubah :34-35)

Dewan Syari’ah Nasional setelah

Menimbang : a. bahwa keperluan masyarakat dalam peningkatan


kesejahteraan dan dalam penyimpanan kekayaan,
pada masa kini, memerlukan jasa perbankan; dan
salah satu produk perbankan di bidang
penghimpunan dana dari masyarakat adalah
tabungan, yaitu simpanan dana yang penarikannya
hanya dapat dilakukan menurut syarat-syarat
tertentu yang telah disepakati, tetapi tidak dapat
ditarik dengan cek, bilyet giro, dan/atau alat lainnya
yang dipersamakan dengan itu;
b. bahwa kegiatan tabungan tidak semuanya dapat
dibenarkan oleh hukum Islam (syari’ah);
c. bahwa oleh karena itu, DSN memandang perlu
menetapkan fatwa tentang bentuk-bentuk
mu’amalah syar’iyah untuk dijadikan pedoman
dalam pelaksanaan tabungan pada bank syari’ah.

Mengingat : 1. Firman Allah QS. al-Nisa’ [4]: 29:

ِ َ‫يَآ أَيُّ َها الَّ ِذيْنَ آ َمنُ ْوا الَت َأ ْ ُكلُ ْوا أ َ ْم َوالَ ُك ْم بَ ْينَ ُك ْم ِب ْالب‬
َ ‫اط ِل ِإالَّ أ َ ْن ت َ ُك ْونَ تِ َج‬
ً ‫ارة‬
...‫اض ِم ْن ُك ْم‬
ٍ ‫َع ْن ت ََر‬
“Hai orang yang beriman! Janganlah kalian saling
memakan (mengambil) harta sesamamu dengan
jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan
yang berlaku dengan sukarela di antaramu…”.

2. Firman Allah QS. al-Baqarah [2]: 283:

ِ َّ ‫ َو ْليَت‬،ُ‫ض ُك ْم بَ ْعضًا فَ ْلي َُؤ ِدِّ الَّذِى اؤْ ت ُ ِمنَ أَ َمانَتَه‬


..ُ‫ق هللاَ َربَّه‬ ُ ‫فَإ ِ ْن أ َ ِمنَ بَ ْع‬..
“… Maka, jika sebagian kamu mempercayai
sebagian yang lain, hendaklah yang dipercayai itu
menunaikan amanatnya dan hendaklah ia bertakwa
kepada Allah Tuhannya …”.

3. Firman Allah QS. al-Ma’idah [5]: 1:

… ‫يَآ أَيُّ َها الَّ ِذيْنَ آ َمنُ ْوا أ َ ْوفُ ْوا بِ ْالعُقُ ْو ِد‬
“Hai orang yang beriman! Penuhilah akad-akad itu
…”.

4. Firman Allah QS. al-Ma’idah [5]: 2:

… ‫… َوتَعَ َاونُ ْوا َعلَى ْالبِ ِ ِّر َوالتَّ ْق َوى‬


“dan tolong-menolonglah dalam (mengerjakan)
kebajikan….”

5. Hadis Nabi riwayat Ibnu Abbas:

‫ط‬َ ‫ار َبةً اِ ْشت ََر‬


َ ‫ض‬َ ‫ب ِإذَا دَفَ َع ْال َما َل ُم‬ َ ‫َّاس ْبنُ َع ْب ِد ْال ُم‬
ِ ‫ط ِِّل‬ ُ ‫س ِِّيدُنَا ْال َعب‬
َ َ‫َكان‬
‫ي بِ ِه‬ ُ
َ ‫ َوالَ يَ ْشت َِر‬،‫ َوالَ يَ ْن ِز َل بِ ِه َوا ِديًا‬،‫احبِ ِه أ ْن الَ يَ ْسلكَ بِ ِه بَحْ ًرا‬ َ َ ‫َعلَى‬
ِ ‫ص‬
ِ‫س ْو َل هللا‬ ُ ‫طهُ َر‬ ُ ‫ فَ َبلَ َغ ش َْر‬، َ‫ض ِمن‬ َ َ‫ فَإ ِ ْن فَ َع َل ذَلِك‬،ٍ‫ط َبة‬ ْ ‫دَابَّةً ذَاتَ َك ِب ٍد َر‬
‫سل َم فأ َجازَ هُ (رواه الطبراني فى األوسط عن‬ َ َ َّ َ ‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َوآ ِل ِه َو‬
َ
.)‫ابن عباس‬
“Abbas bin Abdul Muthallib jika menyerahkan
harta sebagai mudharabah, ia mensyaratkan kepada
mudharib-nya agar tidak mengarungi lautan dan
tidak menuruni lembah, serta tidak membeli hewan
ternak. Jika persyaratan itu dilanggar, ia
(mudharib) harus menanggung resikonya. Ketika
persyaratan yang ditetapkan Abbas itu didengar
Rasulullah, beliau membenarkannya” (HR.
Thabrani dari Ibnu Abbas).

6. Hadis Nabi riwayat Ibnu Majah:

‫ ا َ ْلبَ ْي ُع إِلَى‬:ُ‫ث فِ ْي ِه َّن ْالبَ َر َكة‬


ٌ َ‫ ثَال‬:َ‫سلَّ َم قَال‬ َ ‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َوآ ِل ِه َو‬
َ ‫ي‬ َّ ِ‫أ َ َّن النَّب‬
‫ت الَ ِل ْل َبي ِْع (رواه ابن ماجه‬ ِ ‫ش ِعي ِْر ِل ْل َب ْي‬
َّ ‫ط ْالب ِ ُِّر ِبال‬
ُ ‫ َوخ َْل‬،ُ‫ضة‬ َ َ‫ َو ْال ُمق‬،‫أ َ َج ٍل‬
َ ‫ار‬
)‫عن صهيب‬
“Nabi bersabda, ‘Ada tiga hal yang mengandung
berkah: jual beli tidak secara tunai, muqaradhah
(mudharabah), dan mencampur gandum dengan
jewawut untuk keperluan rumah tangga, bukan
untuk dijual.’” (HR. Ibnu Majah dari Shuhaib).

7. Hadis Nabi riwayat Tirmidzi:

‫َحالَالً أَ ْو أ َ َح َّل َح َرا ًما‬ ‫ص ْل ًحا َح َّر َم‬


ُ َّ‫ص ْل ُح َجائِ ٌز بَيْنَ ْال ُم ْس ِل ِمينَ إِال‬
ُّ ‫اَل‬
‫َحالَالً أ َ ْو أ َ َح َّل َح َرا ًما‬ ً ‫وط ِه ْم ِإالَّ ش َْر‬
‫طا َح َّر َم‬ ِ ‫ش ُر‬ ُ ‫َو ْال ُم ْس ِل ُمونَ َعلَى‬
.)‫(رواه الترمذي عن عمرو بن عوف‬
“Perdamaian dapat dilakukan di antara kaum
muslimin kecuali perdamaian yang mengharamkan
yang halal atau menghalalkan yang haram; dan
kaum muslimin terikat dengan syarat-syarat mereka
kecuali syarat yang mengharamkan yang halal atau
menghalalkan yang haram” (HR. Tirmidzi dari
‘Amr bin ‘Auf).
8. Ijma. Diriwayatkan, sejumlah sahabat menyerahkan
(kepada orang, mudharib) harta anak yatim sebagai
mudharabah dan tak ada seorang pun mengingkari
mereka. Karenanya, hal itu dipandang sebagai ijma’
(Wahbah Zuhaily, al-Fiqh al-Islami wa
Adillatuhu, 1989, 4/838).
9. Qiyas. Transaksi mudharabah diqiyaskan kepada
transaksi musaqah.
10. Kaidah fiqh:

ِ َ‫ص ُل فِى ْال ُمعَا َمال‬


.‫ت اْ ِإلبَا َحةُ إِالَّ أ َ ْن يَد ُ َّل دَ ِل ْي ٌل َعلَى تَحْ ِري ِْم َها‬ ْ َ ‫اَأل‬
“Pada dasarnya, semua bentuk muamalah boleh
dilakukan kecuali ada dalil yang
mengharamkannya.”

11. Para ulama menyatakan, dalam kenyataan banyak


orang yang mempunyai harta namun tidak
mempunyai kepandaian dalam usaha
memproduktifkannya; sementara itu, tidak sedikit
pula orang yang tidak memiliki harta namun ia
mempunyai kemampuan dalam
memproduktifkannya. Oleh karena itu, diperlukan
adanya kerjasama di antara kedua pihak tersebut.

Memperhatikan : Pendapat peserta Rapat Pleno Dewan Syari'ah Nasional


pada hari Sabtu, tanggal 26 Dzulhijjah 1420 H./1 April
2000.

MEMUTUSKAN
KeduaMudharabah

1. Dalam transaksi ini nasabah bertindak sebagai shahibul mal atau pemilik
dana, dan bank bertindak sebagai mudharib atau pengelola dana.
2. Dalam kapasitasnya sebagai mudharib, bank dapat melakukan berbagai
macam usaha yang tidak bertentangan dengan prinsip syari'ah dan
mengembangkannya, termasuk di dalamnya mudharabah dengan pihak
lain.
3. Modal harus dinyatakan dengan jumlahnya, dalam bentuk tunai dan bukan
piutang.
4. Pembagian keuntungan harus dinyatakan dalam bentuk nisbah dan
dituangkan dalam akad pembukaan rekening.
5. Bank sebagai mudharib menutup biaya operasional tabungan dengan
menggunakan nisbah keuntungan yang menjadi haknya.
6. Bank tidak diperkenankan mengurangi nisbah keuntungan nasabah tanpa
persetujuan yang bersangkutan.

Menetapkan : FATWA TENTANG TABUNGAN

Pertama : Tabungan ada dua jenis:

1. Tabungan yang tidak dibenarkan secara syari’ah, yaitu


tabungan yang berdasarkan perhitungan bunga.
2. Tabungan yang dibenarkan, yaitu tabungan yang
berdasarkan prinsip Mudharabah dan Wadi’ah.

Kedua : Ketentuan Umum Tabungan berdasarkan Mudharabah:

1. Dalam transaksi ini nasabah bertindak sebagai shahibul


mal atau pemilik dana, dan bank bertindak sebagai
mudharib atau pengelola dana.
2. Dalam kapasitasnya sebagai mudharib, bank dapat
melakukan berbagai macam usaha yang tidak
bertentangan dengan prinsip syari'ah dan
mengembangkannya, termasuk di dalamnya
mudharabah dengan pihak lain.
3. Modal harus dinyatakan dengan jumlahnya, dalam
bentuk tunai dan bukan piutang.
4. Pembagian keuntungan harus dinyatakan dalam bentuk
nisbah dan dituangkan dalam akad pembukaan
rekening.
5. Bank sebagai mudharib menutup biaya operasional
tabungan dengan menggunakan nisbah keuntungan
yang menjadi haknya.
6. Bank tidak diperkenankan mengurangi nisbah
keuntungan nasabah tanpa persetujuan yang
bersangkutan.

Ketiga : Ketentuan Umum Tabungan berdasarkan Wadi’ah:

1. Bersifat simpanan.
2. Simpanan bisa diambil kapan saja (on call) atau
berdasar-kan kesepakatan.
3. Tidak ada imbalan yang disyaratkan, kecuali dalam
bentuk pemberian (‘athaya) yang bersifat sukarela dari
pihak bank.

Pada prinsipnya, sebuah usaha bisa dikategorikan menjadi tiga model, yaitu (1)
usaha mandiri, (2) usaha bersama dengan modal bersama, dan (3) usaha bersama
dengan modal dari orang lain. Sejatinya untuk jenis usaha yang ketiga, pada
dasarnya jika tidak masuk ke dalam usaha mandiri, berarti ia masuk kategori
usaha bersama jika dipandang dari segi modalnya. Intinya adalah, bagaimanapun
bentuk dan pola usaha, keberadaannya mensyaratkan adanya modal.

Sebagai salah satu syarat wajib bagi berdirinya sebuah badan usaha, modal ada
kalanya diperoleh dari hasil patungan, namun ada kalanya juga modal usaha
diperoleh dari rekanan baru yang menyuntikkan modal. Bahkan, kadang demi
menjaga eksistensi sebuah perusahaan, seorang manajer perusahaan terpaksa
harus mencari pemodal pengganti agar rekanannya yang keluar dari lingkup jalur
usaha bisa tergantikan. Masuknya rekanan baru ke dalam lingkungan sebuah
usaha dengan modal ini selanjutnya disebut sebagai investor (penanam modal).
Proses masuknya modal disebut dengan istilah investasi.

Melihat cara masuknya modal ke dalam suatu badan usaha, dengan tetap
memperhatikan konsep syariah tentang profit and loss sharing, maka adakalanya
modal (urudl) tersebut bersifat bebas risiko, dan adakalanya rentan risiko. Untuk
‘urudl yang bersifat bebas risiko biasanya diterapkan oleh perbankan untuk
keperluan-keperluan pembiayaan jangka pendek, sebagaimana terjadi pada akad
salam, istisnaiy, bai’ murabahah, musyarakah mutanaqishah, musaqah (akad
pembiayaan pertanian), pembiayaan serikat dagang, dan lain-lain. Disebutkan
sebagai bebas risiko karena pihak yang memberikan funding (biaya) akan
senantiasa mendapatkan kembalian modal ditambah dengan keuntungan.

(Baca juga: Konsep Profit and Loss Sharing dalam Perbankan Syariah)
Kita ambil contoh misalnya pada kasus pembiayaan pertanian. Pak Ahmad
membutuhkan biaya pertanian sebesar 10 juta rupiah. Total biaya tersebut
diperuntukkan untuk keperluan membeli mulsa, bibit, pupuk, obat-obat pertanian,
dan lain sebagainya. Pihak perbankan menawari dengan jalan membelanjakan
seluruh kebutuhan Pak Ahmad sebagaimana dimaksud, yang selanjutnya diambil
labanya. Melihat model praktik seperti ini, maka kedudukan seorang nasabah
terhadap dananya adalah sebagai investor, sementara bank berlaku sebagai
pihak mudlarib dengan bidang usaha berupa jasa pembiayaan dengan akad
murabahah atau bai’ bil ahd, atau bai’ tawarruq yang bersifat insidental. Risiko
tidak kembalinya modal tidak ditemukan sehingga dana nasabah menjadi aman.

Dalam praktik akad istishna’iy, misalnya Pak Zaid ingin mendirikan sebuah
pabrik tahu. Seluruh dana pendirian pabrik ditanggung oleh perbankan selaku
lembaga pembiayaan. Setelah pabrik tahu jadi, total biaya pendirian dihitung
secara bersama-sama ditambah dengan keuntungan yang diambil oleh bank, dan
selanjutnya Pak Zaid membeli seluruh peralatan yang sudah jadi tersebut dengan
akad bai’ bil ahd atau bai’ bi al-tsamani al-ajil tergantung pada kesepakatan.
Tentu dalam kondisi akad yang sedemikian ini, kondisi jaminan modal nasabah
tetap dalam posisi aman. Makanya kemudian, investasi pada jalur seperti ini
termasuk jenis jalur tanpa risiko.

Selain jalur tanpa risiko, ada juga jalur rawan risiko. Jalur rawan risiko ini
sebagaimana terjadi bila perbankan ikut ambil bagian saham sebuah perusahaan
tertentu dengan jalur usaha spesifik. Misalnya, perbankan mengambil peran
selaku pemegang saham sebuah industri makanan kemasan, minuman kaleng, atau
jalur infrastruktur. Rawannya untung rugi pada investasi jalur seperti ini
memungkinkan terjadinya perhitungan rugi laba.

Nah, berdasar keterangan di atas, kita ambil sebuah kesimpulan bahwa yang
dinamakan sebagai investasi adalah pasti menyinggung adanya jalur usaha
tertentu. Apabila jalur usaha ini tidak ada, maka suatu maal (harta) yang diberikan
kepada suatu badan usaha bukan disebut sebagai modal, melainkan hanya sebuah
titipan/tabungan / simpanan biasa. Sebuah contoh, akhir-akhir ini sering kita temui
adanya istilah investasi emas. Setelah pengkaji telusuri, ternyata model
pelaksanaan investasi emas ini dilakukan dengan jalan seorang nasabah membeli
emas ke pegadaian baik secara kontan. Selanjutnya, emas tersebut dititipkan ke
pegadaian untuk jangka waktu tiga tahun atau dalam jangka waktu terbatas.
Sewaktu-waktu emas naik, emas titipan tersebut akan dijual. Apakah mekanisme
seperti ini merupakan bagian dari investasi? Jawabnya adalah bukan. Karena
dalam investasi mensyaratkan adanya usaha oleh seorang ‘amil. Sementara dalam
pelaksanaan investasi emas tidak dijumpai adanya usaha. Apakah emas bisa
dipergunakan dalam jalur investasi?

Ada tiga jalur akad investasi sebagaimana sudah banyak kita bahas dalam tulisan-
tulisan terdahulu. Ada jalur murabahah, jalur mudlarabah dan jalur musyarakah.
Dalam jalur murabahah dan mudlarabah tidak ada ketentuan jenis modal.
Sementara pada musyarakah, ada syarat bahwa modal (‘urudl) harus bersifat
sejenis. Misalnya, ada tiga orang patungan usaha. Ketiga-tiganya harus
menyerahkan jenis modal yang sama. Apabila disepakati bahwa modal berupa
emas, maka seluruh syarik harus mengumpulkan berupa emas dalam modalnya.
Dengan demikian, jika investasi emas diterapkan pada akad musyarakah, maka
tidak memungkinkan untuk dilaksanakan di tengah perjalanan sebuah usaha.
Karena ada dampak risiko untuk jatuh kepada praktik ribawi. Penggunaan emas
sebagai ‘urudl hanya memungkinkan tanpa risiko jatuh ke dalam praktik ribawi
apabila diterapkan di awal pendirian badan usaha.
Produk Simpanan Pada Baitul Tamwil Muhammadiyah
Simpanan di BTM dibedakan menjadi dua yakni :

 simpanan modal dan


 simpanan hutang.

Adapun simpanan modal dibukukan dalam rekening modal dan mendapatkan sisa
hasil usaha atau laba setiap tahunnya. sedangkan simpanan hutang di bukukan
dalam rekening hutang serta mendapatkan bagi hasil setiap bulannya.

SIMPANAN

MODAL

Simpanan modal terdiri dari simpanan pokok dan simpanan wajib.

A. Simpanan Pokok

Simpanan pokok yaitu simpanan yang wajib dibayar Ketika seseorang akan
mendaftar menjadi anggota BTM dan dibayar sekali selama menjadi anggota.
Simpanan yang dapat ditarik ketika anggota mengundurkan diri atau keluar dari
keanggotaan. Dalam situasi tertentu pembayaran setoran pokok dapat diangsur.
Besar simpanan pokok akan disesuaikan dengan kemampuan anggota serta
kebutuhan permodalan BTM.

B. Simpanan Wajib

Simpanan wajib dan simpanan yang wajib dibayarkan oleh anggota setiap bulan
atau sesuai waktu yang telah ditentukan sesuai kesepakatan. Sekolah wajib
masing-masing orang dapat berbeda. Perbedaan bisa atas platform pinjaman.

Simpanan wajib dapat ditarik ketika seorang anggota mengundurkan diri.

C. Penyertaan/Simpanan Khusus

Simpanan penyertaan atau simpanan khusus itu simpanan yang dibayar oleh
anggota yang memiliki tujuan khusus. Seperti investasi pada program BTM atau
sekedar berkhidmat untuk membesarkan BTM.

Besaran modal penyertaan masing-masing orang dapat berbeda namun hal ini
tidak mempengaruhi hak suara dalam rapat koperasi.
Penyertaan mendapatkan laba dan juga SHU setiap tahunnya.

Untuk BTM mendapat modal yang besar, sebaiknya model pernyataan ini dibuat
dalam jumlah yang besar misalnya 100 juta atau satu miliar.

SIMPANAN HUTANG

A. Simpanan Suka Rela/Tabungan

Yaitu simpanan pada BBM yang dapat diambil setiap saat. Penyimpan
mendapatkan bagi hasil setiap bulannya.

Tabungan BTM dapat dikembangkan sesuai dengan kebutuhan dan keinginan


masyarakat misalnya:tabungan pendidikan, tabungan haji, tabungan qurban dan
lain sebagainya

B. Simpanan Berjangka

Simpanan berjangka yaitu simpanan pada BTM yang pengambilan dilakukan pada
saat jatuh tempo.

Hal ini ditemukan sama seperti halnya deposito dengan masa dengan
penyimpanan bagi hasil dapat didapatkan dalam jangka tiap bulan. YouTube to
simpanan deposito ini meliputi 1, 3, 6 bulan hingga 1 tahun. Ini sebagai upaya
untuk mengefisienkan dan mengefektifkan dana yang akan dikelola dan Ada
baiknya deposito minimal 3 bulan.

C.Obligasi Syariah/Serifikat Bagi Hasil

Obligasi Syariah yaitu simpanan pada BTM yang mengambil jangka waktu atau
tempo yang panjang minimal 3 tahun. Nisbah bagi hasilnya tentu lebih besar
dibandingkan deposito dan tabungan biasa.

Di samping produk simpanan yang tersebut diatas BTM juga dapat


mengembangkan sumber pendanaan dari pihak lain dalam bentuk pembiayaan
yang berjangka waktu panjang. Sumber tersebut bisa berasal dari pihak bank
syariah atau lembaga keuangan non bank dengan prinsip syariah

Untuk membicarakan tentang produk pembiayaan akan dibicarakan pada artikel


selanjutnya.

Anda mungkin juga menyukai