Anda di halaman 1dari 36

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kegiatan ekonomi pada umumnya dilakukan oleh pelaku-pelaku ekonomi

baik orang perorangan yang menjalankan perusahaan atau badan usaha yang

mempunyai kedudukan sebagai badan hukum atau bukan badan hukum. Kegiatan

ekonomi pada hakekatnya adalah kegiatan menjalankan perusahaan yaitu, suatu

kegiatan yang mengandung pengertian bahwa kegiatan yang dimaksud harus

dilakukan 1 :

1. Secara terus menerus dalam pengertian tidak terputus putus;

2. Secara terang-terangan dalam pengertian yang sah (bukan ilegal); dan

3. Kegiatan tersebut dilakukan dalam rangka memperoleh keuntungan baik

untuk diri sendiri atau orang lain.

Kegiatan ekonomi yang terjadi di dalam masyarakat pada hakikatnya

merupakan rangkaian berbagai perbuatan hukum yang luar biasa banyak jenis,

ragam, kualitas dan variasinya yang dilakukan oleh antar pribadi, antar perusahaan,

antar negara dan antar kelompok dalam berbagai volume dengan frekuensi yang

tinggi setiap saat di berbagai tempat. Peranan tersebut baik dalam hal mengumpulkan

dana dari masyarakat maupun menyalurkan dana yang tersedia untuk membiayai

1
Sri Redjeki Hartono, Husni Syawali, dan Neni Sri Imaniyati, Kapita Selekta Hukum
Ekonomi, (Bandung : Mandarmaju, 2000), hal. 4.

Universitas Sumatera Utara


kegiatan perekonomian yang ada. 2 Mengingat dengan semakin tinggi frekuensi

kegiatan ekonomi yang terjadi pada masyarakat tentunya semakin banyak pula

kebutuhan akan dana sebagai salah satu faktor pendorong dalam menggerakkan roda

perekonomian. Seiring pesatnya perkembangan ekonomi dunia telah berdampak

pada meningkatnya transaksi perdagangan antar pelaku usaha, dimana satu pelaku

usaha melakukan usaha atau investasi di beberapa negara berdasarkan hukum negara

setempat. 3

Sektor perbankan di Indonesia memiliki peran yang sangat strategis dalam

perekonomian, mengingat peranannya sebagai lembaga intermediasi dan penunjang

sistem pembayaran. Terlebih lagi perbankan masih mendominasi sektor keuangan

Indonesia. Oleh karena itu, pemerintah menaruh perhatian yang besar terhadap

kebijakan pengaturan dan pengawasan bank, apalagi setelah terjadinya krisis

perbankan. Salah satu pelajaran penting yang dapat ditarik dari krisis perbankan

adalah bahwa kegagalan suatu bank, apalagi yang berdampak sistemik,

2
Jasa perbankan pada umumnya terbagi atas 2 (dua) tujuan. Tujuan pertama adalah sebagai
penyedia mekanisme dan alat pembayaran yang efisien bagi nasabah. Bank menyediakan uang tunai,
tabungan, dan kartu kredit. Hal ini adalah peran bank yang paling penting dalam kehidupan ekonomi.
Tanpa adanya penyediaan alat pembayaran yang efisien, maka barang hanya dapat diperdagangkan
dengan cara barter yang memakan waktu lama.
Tujuan kedua, dengan menerima tabungan dari nasabah dan meminjamkannya kepada pihak
yang membutuhkan dana, berarti bank meningkatkan arus dana untuk investasi dan pemanfaatan yang
lebih produktif. Apabila kedua peranan ini dapat berjalan dengan baik, ekonomi suatu negara akan
meningkat. Tanpa adanya perputaran arus dana ini, uang hnya berdiam pada saku seseoranga saja,
karena uang tidak beredar maka masyarakat tidak dapat memperoleh pinjaman dan bisnis tidak dapat
dibangun dan dijalankan karena mereka tidak memiliki dana pinjaman. Lembaga keuangan bank
mempunyai peranan strategis dalam menghimpun dan menyalurkan dana masyarakat, lembaga
keuangan bank merupakan suatu lembaga perantara keuangan (financial intermediaries) dari
penabung (lender) kepada peminjam (borrowers). Sumber : United Nations, Economic and Social
Commission for Asia and the Pacific, (Asia : United Nations, 1998), hal. 72.
3
Mustafa Siregar, Efektivitas Perundang-Undangan Perbankan dan Lembaga Keuangan
Lainnya dengan Penelitian di Wilayah Kodya Medan, (Medan : Disertasi, Universitas Sumatera
Utara, 1990), hal. 1.

Universitas Sumatera Utara


mengakibatkan tingkat kepercayaan masyarakat kepada sistem perbankan nasional

menjadi sangat menurun, selain itu berakibat pula pada terganggunya kegiatan

perekonomian. 4

Berdasarkan Pasal 24 Undang-Undang No. 23 Tahun 1999 tentang Bank

Indonesia sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No. 3 Tahun 2004,

Bank Indonesia adalah otoritas perbankan yang kewenangannya meliputi :

menetapkan peraturan (power to regulate), memberikan dan mencabut izin atas

kelembagaan dan kegiatan usaha tertentu dari bank (power to license), 5

melaksanakan pengawasan bank (power to supervise) dan mengenakan sanksi

terhadap bank (power to impose sanction). Selaku otoritas perbankan, maka

kebijakan pengaturan dan pengawasan bank yang dirumuskan dan

diimplementasikan oleh Bank Indonesia bertujuan untuk mengupayakan terciptanya

individual bank yang sehat yang pada gilirannya mendukung sistem perbankan yang

sehat. 6 Dengan demikian, ada dua dimensi yang harus tercakup dalam

4
Kelompok Kerja Edukasi Masyarakat di Bidang Perbankan, ”Cetak Biru Edukasi
Masyarakat di Bidang Perbankan”, http://www.bi.go.id/NR/rdonlyres/0906143C-163D-4A02-BC59-
C2D6C0E31AE9/903/CetakBiruEdukasiMasyarakatdiBidangKeuangan.pdf., diakses pada 12 Mei
2011.
5
Sebelum berlakunya Undang-Undang No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia, otoritas
yang mempunyai power to license adalah Menteri Keuangan. Namun, setelah berlakunya undang-
undang tersebut, Bank Indonesia-lah yang mempunyai kewenangan untuk memberikan izin kepada
Bank.
6
Bagian yang juga sangat penting dalam rangka mengupayakan terciptanya bank dan sistem
perbankan yang sehat adalah kualitas dan integritas pemegang saham pengendali, pengurus, dan
pegawai bank, serta iklim usaha yang kondusif. Sumber : Rimsky K. Judisseno, Sistem Moneter dan
Perbankan di Indonesia, Cet. Ke-II, (Jakarta : Gramedia Pustaka Utama, 2005).

Universitas Sumatera Utara


penyelenggaraan kebijakan perbankan, yaitu fokus terhadap individu bank dan fokus

terhadap sistem perbankan nasional. 7

Perbankan sebagai entitas bisnis yang berperan penting dalam kegiatan

pembangunan mengalami perkembangan yang signifikan. Paket kebijakan Oktober

1988 (Pakto 88), Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan

sebagaimana telah diubah melalui Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 menjadi

dasar hukum bagi perkembangan dimaksud, serta memberikan sumbangan yang

penting, inovatif, dan prospektif bagi operasional dan produk perbankan untuk

memenuhi kebutuhan masyarakat. 8

Sistem perbankan konvensional yang telah ada sebelumnya menjadi semakin

lengkap dengan diintrodusirnya sistem perbankan syariah sehingga diharapkan dapat

memenuhi kebutuhan semua elemen masyarakat akan jasa perbankan tanpa perlu

ragu lagi mengenai boleh tidaknya memakai jasa perbankan terutama jika ditinjau

dari kaca mata agama. Bahwa yang menjadi kritik sistem perbankan syariah terhadap

perbankan konvensional bukan dalam hal fungsinya sebagai lembaga intermediasi

keuangan (financial intermediary institution), akan tetapi karena di dalam

operasionalnya terdapat unsur-unsur yang dilarang, berupa unsur perjudian (maisyir),

unsur ketidakpastian/keraguan (gharar), unsur bunga (interest/riba), dan unsur

kebathilan. 9

7
Sistem perbankan dapat diartikan sebagai kumpulan dari lembaga, kegiatan usaha, serta
cara dan proses pelaksanaan kegiatan usaha yang memungkinkan bank melaksanakan fungsinya
dengan baik. Dalam : Ibid.
8
Abdul Ghofur Anshori, Hukum Perbankan Syariah (UU No. 21 Tahun 2008), (Bandung :
Refika Aditama, 2009), hal. 1.
9
Ibid., hal. 1-2.

Universitas Sumatera Utara


Pada tingkat konstitusi, legitimasi perbankan syariah di Indonesia tertuang

dalam Pasal 29 UUD 1945, yakni bahwa : “Negara berdasar atas Ke-Tuhanan Yang

Maha Esa” dan “Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk

agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan

kepercayaannya itu”. Sementara pada tingkat undang-undang, telah disahkan RUU

Perbankan Syariah pada tanggal 17 Juni 2008 dan telah diundangkan dalam

Lembaran Negara melalui Undang-Undang No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan

Syariah pada tanggal 16 Juli 2008.

Undang-Undang No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, menyatakan

bahwa : “Perbankan syariah adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang bank

syariah dan unit usaha syariah, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara

dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya”. 10 “Bank syariah adalah bank

yang menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan prinsip syariah dan menurut

jenisnya terdiri atas Bank Umum Syariah (BUS), Unit Usaha Syariah, (UUS), dan

Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS)”. 11

Bank syariah bukan saja dapat memberikan jasa-jasa sebagaimana yang

dilakukan oleh suatu bank konvensional, melainkan juga dapat memberikan jasa-jasa

yang tidak dapat diberikan oleh suatu bank konvensional karena jasa-jasa tersebut

biasanya diberikan oleh suatu lembaga pembiayaan non-bank. 12

10
Pasal 1 angka 1, Undang-Undang No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah.
11
Pasal 1 angka 7, Undang-Undang No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah.
12
Muhammad Muslehuddin, Sistem Perbankan Dalam Islam, (Jakarta : Rineka Cipta, 1999),
hal. 59-60.

Universitas Sumatera Utara


Jasa-jasa yang ditawarkan dan diberikan oleh bank syariah adalah jasa-jasa

yang berlandaskan pada konsep transaksi keuangan yang sangat modern dan maju.

Selain itu, hubungan antara bank sebagai pemberi jasa keuangan dan nasabahnya

juga berlandaskan konsep keadilan yang memperhatikan perlindungan yang

seimbang terhadap kepentingan kedua belah pihak, baik pihak bank maupun

nasabah. 13

Istilah kredit tidak dikenal di dalam perbankan syariah, karena Bank Syariah

memiliki skema yang berbeda dengan bank konvensional yang dalam menyalurkan

dananya kepada pihak yang membutuhkan. Bank Syariah menyalurkan dananya

kepada nasabah dalam bentuk pembiayaan. Sifat pembiayaan bukan merupakan

utang piutang, tetapi merupakan investasi yang diberikan bank kepada nasabah

dalam melakukan usaha. 14 Pembiayaan adalah penyediaan uang atau tagihan yang

dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara

bank dan pihak lain yang dibiayai untuk mengembalikan uang atau tagihan tersebut

setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil.

Pembiayaan dalam Bank Syariah merupakan pembiayaan yang mengacu

pada Hukum Islam, dan dalam pembiayaan tersebut tidak membebankan bunga

maupun tidak membayar bunga kepada nasabah. Imbalan yang diterima oleh bank

syariah maupun yang dibayarkan kepada nasabah tergantung dari akad dan

perjanjian antara nasabah dan bank. Perjanjian (akad) yang terdapat di perbankan

13
Tim Pengembangan Perbankan Syariah Institut Bankir Indonesia, Konsep, Produk dan
Implementasi Operasional Bank Syariah, (Jakarta : Djambatan, 1999), hal. 29.
14
Ismail, Perbankan Syariah, (Jakarta : Kencana, 2011), hal. 32-33.

Universitas Sumatera Utara


syariah harus tunduk pada syarat dan rukun akad sebagaimana diatur dalam syariah

Islam. 15

Praktik perbankan syariah yang lazim di Indonesia, termasuk juga pada Bank

Syariah Mandiri Krakatau Medan, pada umumnya akad atau perjanjian pembiayaan

yang dipakai adalah akad standar atau akad baku yang klausul-klausulnya telah

disusun sebelumnya oleh bank. Dengan demikian, nasabah sebagai pihak debitur

hanya mempunyai pilihan antara menerima seluruh isi atau klausula dari akad

tersebut atau tidak seluruhnya yang berakibat nasabah tidak akan menerima

pembiayaan tersebut.

Pelaksanaan pemberian fasilitas pembiayaan Bank Syariah Mandiri

Karakatau Medan kepada calon nasabahnya dilakukan melalui akad/perjanjian

pembiayaan baku/standar dimana calon nasabahnya mempunyai dua pilihan apakah

bersedia menerima isi perjanjian pembiayaan baku tersebut atau menolak dengan

konsekuensi calon nasabah tidak akan mendapatkan dana yang dibutuhkan.

Mengingat banyaknya calon nasabah yang mengajukan permohonan untuk

mendapatkan fasilitas pembiayaan dan untuk mempermudah pihak bank dalam

memproses permohonan tersebut, maka dibuatlah akad pembiayaan baku/standar.

Hal ini berlaku dan sama di seluruh Bank Syariah Mandiri, baik di kantor pusat

maupun di kantor-kantor cabang Bank Syariah Mandiri.

15
Ditinjau dari ketetapan Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) dalam PSAK No. 53 Tahun 2002,
Paragraf 6, menyatakan bahwa : “Mudharabah adalah akad kerja sama usaha antara shahibul maal
(pemilik dana) dan mudharabah (pengelola dana) dengan nisbah bagi hasil menurut kesepakatan di
muka”. Dari definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa mudharabah yaitu perjanjian atau akad kerja
sama yang dilakukan nasabah sebagai pengelola dana (mudharib) dan pihak bank sebagai pemilik
dana (shahibul maal) dengan pembagian hasil usaha sesuai dengan nisbah yang disepakati
sebelumnya.

Universitas Sumatera Utara


Perjanjian baku dalam praktiknya merugikan pihak yang lebih lemah,

sedangkan bila dilihat dari keabsahan berlakunya perjanjian baku dapat dilihat dari

syarat-syarat subjektif dan objektif dari Pasal 1320 KUH Perdata, yaitu kesepakatan,

kecakapan, hal tertentu, dan sebab yang halal. 16

Dua syarat yang pertama dinamakan syarat-syarat subjektif karena mengenai

orang-orang atau subjek yang mengadakan perjanjian, sedangkan dua syarat terakhir

dinamakan syarat-syarat objektif karena mengenai perjanjiannya sendiri atau objek

dari perbuatan hukum yang dilakukan itu. Apabila syarat objektif tidak dipenuhi,

perjanjian itu batal demi hukum, artinya dari semula tidak pernah dilahirkan suatu

perjanjian. Apabila syarat subjektif tidak dipenuhi, salah satu pihak mempunyai hak

untuk meminta supaya perjanjian dibatalkan. Pihak yang dapat meminta pembatalan

itu adalah pihak yang tidak cakap atau pihak yang memberikan sepakatnya secara

tidak bebas. 17

Menurut Sutan Remy Sjahdeini, perjanjian baku adalah perjanjian yang

hampir seluruh klausulnya sudah dibakukan oleh pemakainya dan pihak yang lain

pada dasarnya tidak mempunyai peluang untuk merundingkan atau meminta

perubahan. 18 Dalam hal ini konsumen selaku calon debitur berada dalam posisi yang

lemah jika dibandingkan dengan bank sebagai kreditur, dimana terdapat kedudukan

yang tidak seimbang antara konsumen sebagai debitur dan juga bank sebagai

kreditur. Mengingat di dalam perjanjian pembiayaan seharusnya berdasarkan asas

16
Subekti, Hukum Perjanjian, (Jakarta : Intermasa, 2002), hal. 17.
17
Ibid
18
Sutan Remy Sjahdeini, Kebebasan Berkontrak dan Perlindungan yang Seimbang bagi
Para Pihak dalam Perjanjian Kredit Bank di Indonesia, (Jakarta : Institut Bankir Indonesia (IBI),
1993), hal. 66.

Universitas Sumatera Utara


kebebasan berkontrak dan dapat bermanfaat jika para pihak berada dalam posisi yang

sama kuatnya, jika salah satu pihak berada dalam posisi yang lemah, pihak yang kuat

akan menentukan secara sepihak isi dari perjanjian yang dimaksud. 19

Tidak adanya pilihan bagi salah satu pihak dalam perjanjian ini cenderung

merupakan pihak yang kurang dominan. Terlebih lagi dengan sistem pembuktian

yang berlaku di Indonesia saat ini, jelas tidaklah mudah bagi pihak yang cenderung

dirugikan tersebut untuk membuktikan tidak adanya kesepakatan pada saat dibuatnya

perjanjian baku tersebut, atau atas klausul baku yang termuat dalam perjanjian yang

ada. 20

Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UUPK)

merupakan piranti hukum yang melindungi konsumen, sehingga tidak dirugikan oleh

para produsen. Hal tersebut perlu diatur karena pada umumnya konsumen di satu sisi

berada pada pihak yang lemah dan sering dirugikan ketika mengkonsumsi suatu

barang dan jasa dan/atau jasa.

Apabila dilihat dari UUPK, pencantuman klausul baku secara jelas dibatasi,

seperti yang tercantum dalam ketentuan Pasal 18 undang-undang tersebut. Dengan

demikian, para pelaku usaha, dalam hal ini bank syariah yang menyiapkan akad

pembiayaan wajib menyesuaikan klausula yang terdapat dalam perjanjian

pembiayaan dengan aturan dalam Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang

Perlindungan Konsumen.

19
Ibid, hal. 5
20
Gunawan Widjaja dan Ahmad Miru, Hukum tentang Perlindungan Konsumen, (Jakarta :
Gramedia Pustaka Utama, 2000), hal. 53.

Universitas Sumatera Utara


Pasal 18 Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan

Konsumen, menyatakan bahwa :

(1) “Pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa yang ditujukan
untuk diperdagangkan dilarang membuat atau mencantumkan klausula
baku pada setiap dokumen dan/atau perjanjian apabila :
a. Menyatakan pengalihan tanggung jawab pelaku usaha;
b. Menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan
kembali barang yang dibeli konsumen;
c. Menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan
kembali uang yang dibayarkan atas barang dan/atau jasa yang
dibeli oleh konsumen;
d. Menyatakan pemberian kuasa dari konsumen kepada pelaku usaha
baik langsung maupun tidak langsung untuk melakukan segala
tindakan sepihak yang berkaitan dengan barang yang dibeli oleh
konsumen secara angsuran;
e. Mengatur perihal pembuktian atas hilangnya kegunaan barang
atau pemanfaatan jasa yang dibeli oleh konsumen;
f. Memberi hak kepada pelaku usaha untuk mengurangi manfaat
jasa atau mengurangi harta kekayaan konsumen yang menjadi
objek jual beli jasa;
g. Menyatakan tunduknya konsumen kepada peraturan yang berupa
aturan baru, tambahan, lanjutan dan/atau pengubahan lanjutan
yang dibuat sepihak oleh pelaku usaha dalam masa konsumen
memanfaatkan jasa yang dibelinya;
h. Menyatakan bahwa konsumen memberi kuasa kepada pelaku
usaha untuk pembebanan hak tanggungan, hak gadai, atau hak
jaminan terhadap barang yang dibeli oleh konsumen secara
angsuran;

(2) Pelaku usaha dilarang mencantumkan klausula baku yang letak atau
bentuknya sulit terlihat atau tidak dapat dibaca secara jelas, atau yang
pengungkapannya sulit dimengerti;

(3) Setiap klausula baku yang telah ditetapkan oleh pelaku usaha pada
dokumen atau perjanjian yang memenuhi ketentuan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dinyatakan batal demi hukum;

(4) Pelaku usaha wajib menyesuaikan klausula baku yang bertentangan


dengan undang-undang ini”.

Universitas Sumatera Utara


Standar akad pembiayaan syariah pada Bank Syariah Mandiri Krakatau

Medan harus tidak boleh bertentangan dengan Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang No.

8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Apabila ada bertentangan dan ada

klausula yang terdapat di dalam standar akad pembiayaan syariah yang digunakan

Bank Syariah Mandiri Krakatau Medan maka berdasarkan Pasal 18 ayat (3)

ketentuan tersebut, akad pembiayaan syariah yang menggunakan standard contract

tersebut menjadi batal demi hukum.

Apabila suatu akad pembiayaan syariah mengandung unsur yang dilarang

sebagaimana dimaksud Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang

Perlindungan Konsumen, maka kedua belah pihak, baik itu Bank Syariah Mandiri

Krakatau Medan ataupun pihak Nasabah akan dirugikan. Kerugian tersebut adalah

tidak ada perlindungan hukum baik bagi pihak bank maupun pihak nasabah itu

sendiri. Perlindungan hukum di dalam akad pembiayaan syariah adalah terdapat di

dalam Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tersebut. Perlindungan

hukum dimaksud bertujuan agar kedua belah pihak, baik itu pihak Bank maupun

pihak Nasabah mempunyai kepastian hukum dalam melakukan transaksi bisnis.

Pengaturan mengenai penggunaan standard contract pada akad pembiayaan

syariah ini tidak diatur dalam Peraturan Bank Indonesia yang ada. Oleh karena itu,

diasumsikan di dalam penelitian ini bahwasanya pengaturan penggunaan standard

contract yang digunakan oleh bank-bank syariah perlu dibuat Bank Indonesia

sebagai bank sentral yang mempunyai kewenangan untuk itu.

Universitas Sumatera Utara


Untuk melakukan analisis yang lebih komprehensif dan dapat dipertanggung-

jawabkan secara metodologi tentang permasalahan tersebut, maka penelitian dengan

judul “PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH DALAM

KETENTUAN KONTRAK STANDAR PADA PEMBIAYAAN SYARIAH BANK

SYARIAH MANDIRI DIKAITKAN DENGAN KETENTUAN PASAL 18

UNDANG-UNDANG PERLINDUNGAN KONSUMEN (STUDI PADA BANK

SYARIAH MANDIRI KRAKATAU MEDAN)” perlu dilakukan.

B. Rumusan Masalah

Dalam suatu penelitian, langkah utama yang perlu diperhatikan adalah apa

yang menjadi masalah pokok penelitian tersebut. Berdasarkan uraian di atas, maka

rumusan masalah yang dapat diidentifikasi adalah sebagai berikut :

1. Apakah latar belakang Bank Syariah Mandiri menggunakan kontrak standar

dalam akad pembiayaannya?

2. Bagaimana pelaksanaan akad pembiayaan syariah dengan menggunakan

kontrak standar pada pembiayaan di Bank Syariah Mandiri Krakatau Medan?

3. Bagaimana perlindungan hukum kepada nasabah dalam ketentuan kontrak

standar pada pembiayaan syariah Bank Syariah Mandiri Krakatau Medan

dikaitkan dengan ketentuan Pasal 18 Undang-Undang Perlindungan

Konsumen?

Universitas Sumatera Utara


C. Tujuan Penelitian

Berangkat dari rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian dapat

dirumuskan sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui dan menganalisis latar belakang Bank Syariah Mandiri

menggunakan kontrak standar dalam akad pembiayaannya.

2. Untuk mengetahui dan menganalisis pelaksanaan akad pembiayaan syariah

dengan menggunakan kontrak standar pada pembiayaan di Bank Syariah

Mandiri Krakatau Medan.

3. Untuk mengetahui dan menganalisis perlindungan hukum kepada nasabah

dalam ketentuan kontrak standar pada pembiayaan syariah Bank Syariah

Mandiri Krakatau Medan dikaitkan dengan ketentuan Pasal 18 Undang-

Undang Perlindungan Konsumen.

D. Manfaat Penelitian

Terhadap manfaat penelitian ini, dapat dilihat pada 2 (dua) cara, yaitu : secara

teoretis dan secara praktis. 21 Adapun manfaat tersebut adalah sebagai berikut :

1. Secara Teoretis

a. Penelitian ini dapat menambah referensi atau khasanah kepustakaan di

bidang ilmu pengetahuan, khususnya hukum perbankan.

21
Penulisan yang benar adalah “Teoretis” dimana pengertian manfaat penelitian secara
teoretis adalah hasil penelitian bermanfaat untuk pengembangan ilmu pengetahuan yang berkaitan
dengan objek penelitian. Pengertian “Teoretis” di dalam KBBI adalah berdasar pada teori; menurut
teori. Sumber : Tim Redaksi Kamus Besar Bahasa Indonesia, Kamus Besar Bahasa Indonesia,
(Jakarta : Pusat Bahasa, 2008), hal. 1501.

Universitas Sumatera Utara


b. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai referensi tambahan bagi

penelitian yang akan datang apabila sama bidang penelitiannya.

2. Secara Praktis

a. Bagi Bank Syariah Mandiri Krakatau Medan, secara praktis penelitian ini

dapat membantu Bagian Legal Bank Syariah Mandiri Krakatau Medan

tentang akad pembiayaan perbankan syariah yang tidak boleh

bertentangan dengan Pasal 18 Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang

Perlindungan Konsumen;

b. Bagi Nasabah, agar mengetahui perlindungan hukum baginya apabila

akan melakukan pengikatan akad pembiayaan syariah;

c. Bagi Masyarakat, penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat

khususnya kepada pelaku usaha perbankan dalam membuat suatu

perjanjian dalam akad pembiayaan.

E. Keaslian Penelitian

Berdasarkan pemeriksaan dan hasil-hasil penelitian yang ada, penelitian

mengenai “PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH DALAM

KETENTUAN KONTRAK STANDAR PADA PEMBIAYAAN SYARIAH BANK

SYARIAH MANDIRI DIKAITKAN DENGAN KETENTUAN PASAL 18

UNDANG-UNDANG PERLINDUNGAN KONSUMEN (STUDI PADA BANK

SYARIAH MANDIRI KRAKATAU MEDAN)” belum pernah dibahas oleh

mahasiswa lain di lingkungan Universitas Sumatera Utara dan penelitian ini adalah

Universitas Sumatera Utara


asli disusun oleh penulis sendiri dan bukan plagiat atau diambil dari penelitian orang

lain. Semua ini merupakan implikasi etis dari proses menemukan kebenaran ilmiah.

Sehingga penelitian ini dapat dipertanggung-jawabkan kebenarannya secara ilmiah.

Apabila ternyata ada penelitian yang sama, maka penulis akan bertanggung jawab

sepenuhnya.

Beberapa penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya dengan topik yang

sama namun dengan permasalahan dan pembahasan yang berbeda, yaitu :

1. Suatu Kajian Tentang Klausula Eksenorasi Dalam Perjanjian Kredit Bank Di

Kota Kisaran (Kajian Dari Profesi Notaris), diteliti oleh Timbang Laut.

Permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah :

a. Kedudukan perjanjian kredit bank dalam hukum perikatan;

b. Proses pembuatan klausula-klausula dalam perjanjian kredit bank; dan

c. Keberadaan klausula eksenorasi dalam perjanjian kredit yang dibuat

dihadapan notaris.

2. Eksistensi Klausula Eksonerasi Dalam Kontrak Baku Di Dunia Perbankan

Dan Implikasinya, diteliti oleh Intan Sahat Sitompul. Permasalahan yang

diangkat dalam penelitian ini adalah :

a. Dampak industrialisasi terhadap penggunaan kontrak baku dalam bisnis

perbankan;

b. Faktor-faktor yang menyebabkan perbankan menggunakan kontrak baku;

dan

Universitas Sumatera Utara


c. Penggunaan kontrak baku dalam bisnis perbankan menimbulkan

ketidakadilan bagi nasabah.

Berdasarkan uraian tersebut di atas, jelas bahwa penelitian ini berbeda

dengan penelitian-penelitian yang telah dilakukan sebelumnya.

F. Kerangka Teori dan Konsep

1. Kerangka Teori

Kerangka teori adalah kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori,

mengenai suatu kasus atau permasalahan yang menjadi bahan perbandingan atau

pegangan teoritis dalam penelitian. 22 Burhan Ashshofa mengungkapkan bahwa :

“Suatu teori merupakan serangkaian asumsi, konsep, defenisi dan proposisi untuk

menerangkan suatu fenomena social secara sistematis dengan cara merumuskan

antara konsep”. 23

Teori menurut Snelbecker adalah sebagai perangkat proposisi yang

terintegrasi secara sintaksis yaitu yang mengikuti aturan tertentu yang dapat diamati

dan fungsi sebagai wahana untuk meramalkan dan menjelaskan fenomena yang

diamati. 24

Berdasarkan hal tersebut, maka kerangka teori dapat diartikan sebagai

kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori, tesis si penulis mengenai sesuatu

kasus ataupun permasalahan (problem), yang menjadi bahan perbandingan,

22
M. Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian, (Bandung : Mandar Maju, 1994), hal. 80.
23
Burhan Ashshofa, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: Rineka Cipta, 1996), hal. 19.
24
Lexy J Moleong, Metodologi penelitian kualitatif, (Bandung : Remaja Rosdakarya, 1990),
hal. 195.

Universitas Sumatera Utara


pegangan yang mungkin disetujui atau tidak disetujui, yang merupakan masukan

eksternal dalam penelitian ini. 25

Teori yang digunakan untuk menganalisa masalah dalam penelitian ini adalah

teori penegakan hukum progresif yang dikemukakan oleh Satjipto Rahardjo, yang

menyatakan bahwa 26 :

“Pemikiran hukum perlu kembali pada filosofis dasarnya, yaitu hukum untuk
manusia. Dengan filosofis tersebut, maka manusia menjadi penentu dan titik
orientasi hukum. Hukum bertugas melayani manusia, bukan sebaliknya. Oleh
karena itu, hukum itu bukan merupakan institusi yang lepas dari kepentingan
manusia. Mutu hukum ditentukan oleh kemampuannya untuk mengabdi pada
kesejahteraan manusia. Ini menyebabkan hukum progresif menganut ideologi
hukum yang pro-keadilan dan hukum yang pro rakyat”.

Jadi, hukum bertujuan sebagai perlindungan bagi manusia itu sendiri untuk

menjamin terpenuhinya hak-hak agar dapat hidup, berkembang dan partisipasi secara

optimal sesuai dengan harkat martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan

dari kekerasan dan diskriminasi demi terwujudnya masyarakat Indonesia yang

berkualitas, berakhlak mulia dan sejahtera.

Terkait dengan penggunaan kontrak standar akad pembiayaan syariah di

Bank Syariah Mandiri Krakatau Medan, Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang No. 8

Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, wajib ditaati karena nasabah

merupakan rakyat, dan hukum haruslah pro rakyat. Dengan demikian, terciptalah

perlindungan hukum bagi nasabah bank.

Hukum melindungi manusia secara aktif dan pasif. Secara aktif, dengan

memberikan perlindungan yang meliputi berbagai usaha untuk menciptakan

25
M. Solly Lubis, Op.cit., hal. 80.
26
Satjipto Rahardjo, Penegakan Hukum Progresif, (Jakarta : Kompas, 2010), hal. 51.

Universitas Sumatera Utara


keharmonisan dalam masyarakat dan mendorong manusia untuk melakukan hal-hal

yang manusiawai. Melindungi secara pasif adalah memberikan perlindungan dalam

berbagai kebutuhan, menjaga ketertiban dan keamanan, taat hukum dan peraturan

sehingga manusia yang diayomi dapat hidup damai dan tentram. 27

Selanjutnya penelitian ini juga menggunakan teori pendukung, yakni teori

falah. Teori ini berasal dari ketentuan yang terdapat dalam Al-Qur’an. Tujuan hukum

perbankan syariah terkait dengan sistem hukum Islam secara keseluruhan, dan sistem

hukum Islam ini adalah yang ada pada Al-Quran dan Sunnah. Falah berasal dari

bahasa arab yang secara literal berarti kemuliaan dan kemenangan dalam hidup. 28

Istilah falah sendiri Islam diambil dari kata-kata Al-Quran, yang sering dimaknai

27
Soediman Kartohadiprodjo, Pengantar Tata Hukum Indonesia, (Jakarta : Pembangunan,
1993), hal. 245.
28
Menurut Ahmad Musthafa Al-Maraghi, Al-Falah (keberuntungan) adalah tercapainya
tujuan yang dicita-citakan, berkat ilham yang diberikan Allah pada orang-orang yang bertakwa untuk
menuju jalan keberhasilan. Sumber : Ahmad Warson Munawwir, Al-Munawwir : Kamus Arab-
Indonesia, Cet. Ke-XIV, (Surabaya : Pustaka Progressif, 1997), hal. 1077.
Menurut M. Quraish Shihab, Al-Falah berarti memperoleh apa yang diinginkan, atau dengan
kata lain kebahagiaan. Seseorang baru bisa merasakan bahagia jika mendapatkan apa yang diinginkan.
Akan tetapi, sesuatu yang dianggap sebagai kebahagiaan tidak akan menjadi kebahagiaan kecuali jika
ia merupakan sesuatu yang didambakan serta sesuai dengan kenyataan dan substansinya. Sumber :
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Qur’an, Cet. Ke-V, (Jakarta :
Lentera Hati, 2002), hal. X:256.
Menurut Ahmad Musthafa Al-Maraghi, Al-Falah (keberuntungan) adalah tercapainya tujuan
yang dicita-citakan, berkat ilham yang diberikan Allah pada orang-orang yang bertakwa untuk menuju
jalan keberhasilan. Sumber : Ahmad Musthafa Al-Maraghi, Tafsir Al-Maraghi, Cet. Ke-I, (Semarang :
Toha Putra, 1986), hal. II : 62.
Menurut Syekh Ibnul Qayyim : “Orang yang beruntung sejati adalah orang setiap kali ia
bertambah ilmunya, maka bertambah sifat tawadlu’ dan kasih sayangnya, setiap kali bertambah
amalnya, bertambah pula rasa takut dan kewaspadaannya, setiap kali bertambah umurnya, maka
berkuranglah kerakusannya kepada dunia”. Sumber : Majalah Suara Muhammadiyah, “Ghofar Ismail
: Kunci Kesuksesan”.
Menurut John C. Maxwell, orang yang paling beruntung adalah mereka yang mempunyai
visi, mengejarnya, dan membantu orang lain untuk melihatnya (pemimpin). Orang yang memiliki visi
lalu mengejarnya, mereka lebih senang membicarakan tentang masa depan, berpikir positif, tampak
aktif, dan senantiasa bersemangat. Mereka tahu ke arah mana harus melangkah, apa yang harus
dikerjakan, dan selalu berorientasi pada masa depan. Hasilnya, adalah sesuatu yang luar biasa karena
mereka selalu memikirkan rencana untuk masa depan. Sumber : Ary Ginanjar Agustian, Emotional
Spiritual Quotient (ESQ) Berdasarkan Enam Rukun Iman dan Lima Rukun Islam, Cet. Ke-I, (Jakarta :
Penerbit Arga, 2001), hal. 255.

Universitas Sumatera Utara


sebagai keberuntungan jangka panjang, dunia akhirat, sehingga tidak hanya

memandang aspek material namun justru lebih ditekankan pada aspek spiritual.

Dalam konteks dunia, konsep falah merupakan konsep yang multidimensi. Ia

memiliki implikasi pada aspek perilaku individu/ mikro maupun kolektif/makro.

Aspek mikro termasuk di dalamnya kelangsungan hidup biologis, kelangsungan

hidup ekonomi, kelangsungan hidup sosial, kelangsungan hidup politik terbebas dari

kemiskinan, hidup mandiri, harga diri, kemerdekaan perlindungan terhadap hidup

dan kehormatan. Sementara aspek makro meliputi keseimbangan ekologi dan

lingkungan, pengelolaan sumber daya alam yang baik, penyediaan kesempatan

berusaha untuk semua penduduk, kebersamaan sosial, ketiadaan konflik antar

kelompok, jati diri dan kemandirian, penyediaan sumber daya untuk seluruh

penduduk, penyediaan sumber daya untuk generasi yang akan datang, kekuatan

ekonomi dan kebebasan dari utang, dan kekuatan militer yang tangguh. 29 Jadi garis

besarnya teori falah mencakup aspek mikro dan makro sekaligus.

Adapun ayat-ayat Al-Qur’an yang terkait dengan teori al-falah adalah sebagai

berikut :

1. QS. Al-Mukminun (23) ayat 1-11, yaitu :

َ‫(ﻗَ ْﺪ ﺃَ ْﻓﻠَ َﺢ ْﺍﻟ ُﻤ ْﺆ ِﻣﻨُﻮﻥ‬1) َ‫ﺻ َﻼﺗِ ِﻬ ْﻢ َﺧﺎ ِﺷﻌُﻮﻥ‬


َ ‫(ﺍﻟﱠ ِﺬﻳﻦَ ﻫُ ْﻢ ﻓِﻲ‬2) َ‫ْﺮﺿُﻮﻥ‬
ِ ‫(ﻭﺍﻟﱠ ِﺬﻳﻦَ ﻫُ ْﻢ ﻋ َِﻦ ﺍﻟﻠﱠ ْﻐ ِﻮ ُﻣﻌ‬3)
َ ‫َﻭﺍﻟﱠ ِﺬﻳﻦَ ﻫُ ْﻢ ﻟِﻠ ﱠﺰ َﻛﺎ ِﺓ‬

ِ ‫( َﻭﺍﻟﱠ ِﺬﻳﻦَ ﻫُ ْﻢ ﻟِﻔُﺮ‬5) َ‫ﺖ ﺃَ ْﻳ َﻤﺎﻧُﻬُ ْﻢ ﻓَﺈِﻧﱠﻬُ ْﻢ َﻏ ْﻴ ُﺮ َﻣﻠُﻮ ِﻣﻴﻦ‬


َ‫(ﻓَﺎ ِﻋﻠُﻮﻥ‬4) َ‫ُﻭﺟ ِﻬ ْﻢ َﺣﺎﻓِﻈُﻮﻥ‬ ْ ‫ﺍﺟ ِﻬ ْﻢ ﺃَﻭْ َﻣﺎ َﻣﻠَ َﻜ‬
ِ ‫(ﺇِ ﱠﻻ َﻋﻠَﻰ ﺃَ ْﺯ َﻭ‬6) ‫ﻓَ َﻤ ِﻦ‬

َ‫(ﺍ ْﺑﺘَﻐَﻰ َﻭ َﺭﺍ َء َﺫﻟِﻚَ ﻓَﺄُﻭﻟَﺌِﻚَ ﻫُ ُﻢ ْﺍﻟ َﻌﺎ ُﺩﻭﻥ‬7) ‫(ﻦَ ﻫُ ْﻢ ِﻷَ َﻣﺎﻧَﺎﺗِ ِﻬ ْﻢ َﻭ َﻋ ْﻬ ِﺪ ِﻫ ْﻢ َﺭﺍ ُﻋﻮﻥَ َﻭﺍﻟﱠ ِﺬﻳ‬8) ‫ﺻﻠَ َﻮﺍﺗِ ِﻬ ْﻢ‬
َ ‫َﻭﺍﻟﱠ ِﺬﻳﻦَ ﻫُ ْﻢ َﻋﻠَﻰ‬

َ‫(ﻳُ َﺤﺎﻓِﻈُﻮﻥ‬9) َ‫ﺍﺭﺛُﻮﻥ‬ َ ِ‫(ﺃُﻭﻟَﺌ‬10) َ‫ﺱ ﻫُ ْﻢ ﻓِﻴﻬَﺎ َﺧﺎﻟِ ُﺪﻭﻥ‬


ِ ‫ﻚ ﻫُ ُﻢ ْﺍﻟ َﻮ‬ َ ْ‫(ﺍﻟﱠ ِﺬﻳﻦَ ﻳَ ِﺮﺛُﻮﻥَ ْﺍﻟﻔِﺮْ ﺩَﻭ‬11)

29
Pusat Kajian dan Pengembangan Ekonomi Islam (P3EI) Universitas Islam Indonesia
bekerja sama dengan Bank Indonesia, Ekonomi Islam, (Jakarta : RajaGrafindo Persada, 2008), hal. 2-
3.

Universitas Sumatera Utara


Artinya :

1. Sungguh beruntunglah orang-orang yang beriman. 2. (yaitu) orang-


orang yang khusyu' dalam sembahyangnya, 3. dan orang-orang yang
menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan) yang tiada berguna, 4.
Dan orang-orang yang menunaikan zakat, 5. Dan orang-orang yang
menjaga kemaluannya, 6. kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau budak
yang mereka miliki; maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada
terceIa. 7. Barangsiapa yang mencari dibalik itu, sungguh mereka itulah
orang-orang yang meampaui batas. 8. Dan orang-orang yang memelihara
amanat-amanat (yang dipikulnya) dan janjinya. 9. Dan orang-orang yang
memeihara sembahyangnya, 10. Mereka itulah orang-orang yang akan
mewarisi, 11. (yakni) yang akan mewarisi syurga Firdaus. Mereka kekal
di dalamnya.

2. QS. Al-Hasyr (59) ayat 9, yaitu :

َ‫ﺎﺟﺔً ﱢﻣ َﻭﺍﻟﱠ ِﺬﻳﻦَ ﺗ‬


َ ‫ُﻭﺭ ِﻫ ْﻢ َﺣ‬
ِ ‫ﺻﺪ‬ ِ ْ ‫ﱠﻤﺎ ﺒَ ﱠﻮﺅُﻭﺍ ﺍﻟ ﱠﺪﺍ َﺭ َﻭ‬
ُ ‫ﺍﻹﻳ َﻤﺎﻥَ ِﻣﻦ ﻗَ ْﺒﻠِ ِﻬ ْﻢ ﻳ ُِﺤﺒﱡﻮﻥَ َﻣ ْﻦ ﻫَﺎ َﺟ َﺮ ﺇِﻟَ ْﻴ ِﻬ ْﻢ َﻭ َﻻ ﻳَ ِﺠ ُﺪﻭﻥَ ﻓِﻲ‬

َ ِ‫ﻕ ُﺷ ﱠﺢ ﻧَ ْﻔ ِﺴ ِﻪ ﻓَﺄُﻭْ ﻟَﺌ‬


‫ﻚ ﻫُ ُﻢ ْﺍﻟ ُﻤ ْﻔﻠِ ُﺤ‬ َ ‫ﺻﺔٌ َﻭ َﻣﻦ ﻳُﻮ‬
َ ‫ﺧَﺼﺎ‬
َ ‫ﻮﻥَ ﺃُﻭﺗُﻮﺍ َﻭﻳ ُْﺆﺛِﺮُﻭﻥَ َﻋﻠَﻰ ﺃَﻧﻔُ ِﺴ ِﻬ ْﻢ َﻭﻟَﻮْ َﻛﺎﻥَ ﺑِ ِﻬ ْﻢ‬

Artinya :

Dan orang-orang yang telah menempati kota Madinah dan telah beriman
(Anshar) sebelum (kedatangan) mereka (Muhajirin), mereka (Anshar)
'mencintai' orang yang berhijrah kepada mereka (Muhajirin). Dan mereka
(Anshar) tiada menaruh keinginan dalam hati mereka terhadap apa-apa
yang diberikan kepada mereka (Muhajirin); dan mereka mengutamakan
(orang-orang Muhajirin), atas diri mereka sendiri, sekalipun mereka
dalam kesusahan. Dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya,
mereka itulah orang orang yang beruntung.

3. QS. Yunus (1) ayat 77, yaitu :

ِ ‫ﻖ ﻟَ ﱠﻤﺎ َﺟﺎ َء ُﻛ ْﻢ ﺃَ ِﺳﺤْ ٌﺮ ﻫَ َﺬﺍ َﻭ َﻻ ﻳُ ْﻔﻠِ ُﺢ ﺍﻟﺴ‬


َ‫ﱠﺎﺣﺮُﻭﻥ‬ ‫ﺎﻝ ُﻣﻮ َﺳﻰ ﺃَﺗَﻘُﻮﻟُﻮﻥَ ﻟِ ْﻠ َﺤ ﱢ‬
َ َ‫(ﻗ‬77)

Artinya :

Musa berkata: "Apakah kamu mengatakan terhadap kebenaran waktu ia


datang kepadamu, sihirkah ini?" padahal ahli-ahli sihir itu tidaklah
mendapat kemenangan".

4. QS. Yusuf (12) ayat 23, yaitu :

Universitas Sumatera Utara


ّ ‫ﻚ ﻗَﺎ َﻝ َﻣ َﻌﺎ َﺫ‬
‫ﷲِ ﺇِﻧﱠ‬ َ ‫ﺖ ﺍﻷَ ْﺑ َﻮ‬
ْ َ‫ﺍﺏ َﻭﻗَﺎﻟ‬
َ َ‫ﺖ ﻫَﻴْﺖَ ﻟ‬ َ ‫ﻪُ َﺭﺑﱢﻲ ﺃَﺣْ َﺴﻦَ َﻭ َﺭ‬
ِ َ‫ﺍﻭ َﺩ ْﺗﻪُ ﺍﻟﱠﺘِﻲ ﻫ َُﻮ ﻓِﻲ ﺑَ ْﻴﺘِﻬَﺎ ﻋَﻦ ﻧ ﱠ ْﻔ ِﺴ ِﻪ َﻭ َﻏﻠﱠﻘ‬

َ‫ﻱ ﺇِﻧﱠﻪُ ﻻَ ﻳُ ْﻔﻠِ ُﺢ ﺍﻟﻈﱠﺎﻟِ ُﻤﻮﻥ‬


َ ‫َﻣ ْﺜ َﻮﺍ‬

Artinya :

Dan wanita (Zulaikha) yang Yusuf tinggal di rumahnya menggoda Yusuf


untuk menundukkan dirinya (kepadanya) dan dia menutup pintu-pintu,
seraya berkata: "Marilah ke sini." Yusuf berkata: "Aku berlindung kepada
Allah, sungguh tuanku telah memperlakukan aku dengan baik."
Sesungguhnya orang-orang yang zalim tiada akan beruntung.

5. QS. Al-An’am (6) ayat 21, yaitu :

َ ‫ﷲِ َﻛ ِﺬﺑﺎ ً ﺃَﻭْ َﻛ ﱠﺬ‬


ِ‫ﺏ ﺑِﺂﻳَﺎﺗِ ِﻪ ﺇِﻧﱠﻪُ ﻻَ ﻳُ ْﻔﻠ‬ ْ َ‫ُﺢ ﺍﻟﻈﱠﺎﻟِ ُﻤﻮﻥَ َﻭ َﻣ ْﻦ ﺃ‬
ّ ‫ﻅﻠَ ُﻢ ِﻣ ﱠﻤ ِﻦ ﺍ ْﻓﺘ ََﺮﻯ َﻋﻠَﻰ‬

Artinya :

Dan siapakah yang lebih aniaya daripada orang yang membuat-buat suatu
kedustaan terhadap Allah, atau mendustakan ayat-ayat-Nya?
Sesungguhnya orang-orang yang aniaya itu tidak mendapat
keberuntungan.

6. QS. Al-Maidah (5) ayat 60, yaitu :

ِ َ‫ﺼﺎﺏُ َﻭﺍﻷَ ْﺯﻻَ ُﻡ ِﺭﺟْ ﺲٌ ﱢﻣ ْﻦ َﻋ َﻤ ِﻞ ﺍﻟ ﱠﺸ ْﻴﻄ‬


‫ﺎﻥ‬ َ ‫ﻮﺍ ﺇِﻧﱠ َﻤﺎ ْﺍﻟ َﺨ ْﻤ ُﺮ َﻭ ْﺍﻟ َﻤﻴ ِْﺴ ُﺮ َﻭﺍﻷَﻧ‬
ْ ُ‫ﻓَﺎﺟْ ﺘَﻨِﺒُﻮﻩُ ﻳَﺎ ﺃَ ﱡﻳﻬَﺎ ﺍﻟﱠ ِﺬﻳﻦَ ﺁ َﻣﻨ‬

َ‫ﻟَ َﻌﻠﱠ ُﻜ ْﻢ ﺗُ ْﻔﻠِﺤُﻮﻥ‬

Artinya :

Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar,


berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah
termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar
kamu mendapat keberuntungan.

7. QS. Al-Hajj (22) ayat 77, yaitu :

‫ﻭﺍ َﺭﺑﱠ ُﻜ ْﻢ َﻭﺍ ْﻓ َﻌﻠُﻮﺍ ْﺍﻟﺨَ ْﻴ َﺮ ﻟَ َﻌﻠﱠ ُﻜ ْﻢ ﺗُ ْﻔﻠِﺤُﻮﻥَ ﻳَﺎ ﺃَ ﱡﻳﻬَﺎ ﺍﻟﱠ ِﺬﻳﻦَ ﺁ َﻣﻨُﻮﺍ ﺍﺭْ َﻛﻌُﻮﺍ َﻭﺍ ْﺳ ُﺠﺪُﻭﺍ َﻭﺍ ْﻋﺒُ ُﺪ‬

Artinya :

Hai orang-orang yang beriman, ruku'lah kamu, sujudlah kamu, sembahlah


Tuhanmu dan perbuatlah kebajikan, supaya kamu mendapat kemenangan.

Universitas Sumatera Utara


8. QS. Al-Maidah (5) ayat 100, yaitu :

ِ ‫ﷲَ ﻳَﺎ ﺃُﻭﻟِﻲ ْﺍﻷَ ْﻟﺒَﺎ‬


‫ﺏ ﻟَ َﻌﻠﱠ ُﻜ ْﻢ ﻗُﻞْ َﻻ‬ ِ ‫ﻴﺚ َﻭﺍﻟﻄﱠﻴﱢﺐُ َﻭﻟَﻮْ ﺃَ ْﻋ َﺠﺒَﻚَ َﻛ ْﺜ َﺮﺓُ ْﺍﻟ َﺨﺒِﻴ‬
‫ﺚ ﻓَﺎﺗﱠﻘُﻮﺍ ﱠ‬ ُ ِ‫ﺗُ ْﻔﻠِﺤُﻮﻥَ ﻳَ ْﺴﺘ َِﻮﻱ ْﺍﻟ َﺨﺒ‬

Artinya :

Katakanlah: "Tidak sama yang buruk dengan yang baik, meskipun


banyaknya yang buruk itu menarik hatimu, maka bertakwalah kepada
Allah hai orang-orang berakal, agar kamu mendapat keberuntungan."

9. QS. Al-Maidah (5) ayat 35, yaitu :

ْ ‫ﻮﺍ ﺇِﻟَﻴ ِﻪ ْﺍﻟ َﻮ ِﺳﻴﻠَﺔَ َﻭ َﺟﺎ ِﻫﺪ‬


‫ُﻭﺍ ﻓِﻲ َﺳﺒِﻴﻠِ ِﻪ ﻟَ َﻌﻠﱠ ُﻜ ْﻢ ﺗُ ْﻔ‬ ْ ‫ﷲَ َﻭﺍ ْﺑﺘَ ُﻐ‬ ْ ُ‫ﻮﺍ ﺍﺗﱠﻘ‬
ّ ‫ﻮﺍ‬ ْ ُ‫ﻠِﺤُﻮﻥَ ﻳَﺎ ﺃَ ﱡﻳﻬَﺎ ﺍﻟﱠ ِﺬﻳﻦَ ﺁ َﻣﻨ‬

Artinya :

Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan carilah


jalan yang mendekatkan diri kepada-Nya, dan berjihadlah pada jalan-
Nya, supaya kamu mendapat keberuntungan.

Teori falah ini dapat dilihat dari dua perspektif, yaitu untuk kehidupan dunia

dan untuk kehidupan akhirat. Untuk kehidupan dunia, teori falah mencakup tidak

pengertian, yaitu keberlangsungan hidup, kebebasan berkeinginan, dan kekuatan dan

kehormatan. Sedangkan untuk kehidupan akhirat, teori falah mencakup pengertian

kelangsungan hidup yang abadi, kesejahteraan abadi, kemuliaan abadi, dan

pengetahuan abadi (bebas dari kebodohan). 30

Teori falah digunakan karena teori ini tidak saja memperhatikan masalah

individu, tetapi juga masalah yang menyangkut kepentingan kolektif. Bahwa

aktivitas perbankan sangat terkait dengan individu dan kolektif dalam pencapaian

kebutuhan. Selain itu, moralitas menjadi faktor yang dominan dalam teori ini,

sehingga diperlukan adanya kesesuaian dalam pelaksanaannya. Teori ini juga


30
Ibid.

Universitas Sumatera Utara


memperhatikan masalah waktu, karena penerapan praktik perbankan tidak hanya

ditujukan pada saat ini saja, bahkan kepada masa yang akan datang, agar masyarakat

bisa hidup lebih sejahtera, nyaman bersahaja, dan berakhlak mulia, dan terakhir, teori

ini mengedepankan faktor totalitas, karena praktik perbankan dalam kehidupan

manusia dipengaruhi oleh seluruh unsur yang ada di dunia ini.

Relevansi penggunaan teori ini dalam penelitian ini terkait penggunaan

kontrak standar dalam akad pembiayaan syariah di Bank Syariah Mandiri, pertama

sekali perlu diyakini bahwa pemberian pinjaman kepada nasabah yang ingin

membuka usaha atau urusan apapun adalah terkait dengan keberuntungan (Al-Falah)

nasabah itu sendiri. Keberuntungan dalam hal melakukan pengembangan usaha,

karena setiap usaha yang berkembang pasti akan mampu membayar cicilan pinjaman

bank.

Selain menggunakan teori falah tersebut di atas, teori pendukung lainnya

yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori kebebasan berkontrak. Persoalan

perlindungan nasabah dalam penelitian ini dibatasi dan lebih tertuju pada ketentuan

pasal 18 UUPK guna mengatur perjanjian antara bank dengan nasabahnya dalam

rangka pelaksanaan akad pembiayaan syariah. Hubungan hukum yang terjadi antara

bank dengan nasabah yang terwujud dari suatu perjanjian, dalam hal ini adalah

perjanjian yang berbentuk kontrak baku.

Latar belakang lahirnya asas kebebasan berkontrak adalah adanya paham

individualisme. Menurut paham individualisme, setiap orang bebas untuk

memperoleh apa yang dikehendakinya. Dalam hukum kontrak asas ini diwujudkan

Universitas Sumatera Utara


dalam kebebasan berkontrak. Teori Adam Smith menganggap bahwa the invisible

hand akan menjamin kelangsungan jalannya persaingan bebas, karena pemerintah

sama sekali tidak boleh mengadakan intervensi di dalam kehidupan sosial (sosial

ekonomi) masyarakat. Paham individualisme memberikan peluang yang luas kepada

golongan ekonomi kuat untuk menguasai golongan ekonomi lemah. Pihak yang kuat

menentukan kedudukan pihak yang lemah. Pihak yang lemah dapat dikatakan berada

dalam cengkaraman pihak yang lebih kuat, hal ini diungkapkan dalam exploitation

de homme par l’homme. 31

Asas kebebasan berkontrak dalam KUH Perdata dapat dilihat dari ketentuan

Pasal 1338 ayat (1) : “Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai

undang-undang bagi mereka yang membuatnya”. Ini berarti setiap orang yang dapat

melakukan perbuatan hukum dapat membuat suatu kontrak dengan pihak lain

tentang apa saja yang mereka inginkan.

Kebebasan berkontrak hanya bisa mencapai tujuannya apabila para pihak

mempunyai bargaining position yang seimbang. Jika salah satu pihak lemah, maka

pihak yang memiliki bargaining position lebih kuat dapat memaksakan kehendaknya

untuk menekan pihak pihak lain demi keuntungannya sendiri. Syarat-syarat dalam

kontrak yang semacam itu akhirnya akan melanggar aturan-aturan yang adil dan

layak. Di dalam kenyataannya, para pihak yang saling berhubungan tidak selalu

31
Salim H. S, Hukum Kontrak: Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak, (Jakarta : Sinar
Grafika, 2004), hal. 9.

Universitas Sumatera Utara


memiliki bargaining position yang seimbang, sehingga dalam hal inilah diperlukan

campur tangan negara untuk melindungi pihak yang lemah. 32

Suatu hal yang dapat membatasi kebebasan berkontrak adalah dengan

diterapkannya Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen,

khususnya Pasal 18. Jadi, kontrak standar Bank Syariah Mandiri baik pusat maupun

cabang tidak boleh memasukkan ketentuan yang dilarang di dalam Pasal 18 ayat (1)

ketentuan perlindungan konsumen tersebut. Oleh karena itu, Pasal 18 ayat (1) dapat

dijadikan sebagai perlindungan hukum bagi nasabah bank yang akan mengajukan

pembiayaan syariah.

Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen

beranjak dari satu dasar yang asasi, yaitu kesederajatan mendapat akses dalam

perlakuan hukum. Kesederajatan untuk mendapatkan akses dalam perlakuan hukum

yang dimungkinkan jika konsumen mendapat perlindungan melalui undang-undang

yang memberikan aturan yang komprehensif mengenai penyelesaian sengketa

konsumen di dalam tatanan hukum di Indonesia, sebagai norma hukum dan delik

yang ditetapkan dalam undang-undang ini. 33

Nasabah merupakan konsumen dari pelayanan jasa perbankan, perlindungan

konsumen baginya merupakan suatu tuntutan yang tidak boleh diabaikan begitu saja.

Dalam dunia perbankan, pihak nasabah merupakan unsur yang sangat berperan

32
Sutan Remy Sjahdeini, Op.cit., hal. 9.
33
Departemen Perindustrian dan Perdagangan, Pemberdayaan Hak-hak Konsumen di
Indonesia, (Jakarta : Defit Prima Karya, 2001), hal. 55.

Universitas Sumatera Utara


sekali, mati hidupnya dunia perbankan bersandar kepada kepercayaan dari pihak

masyarakat atau nasabah. 34

Selanjutnya untuk membuat pengaturan mengenai penggunaan kontrak

standar pada bank-bank syariah dapat dilihat melalui perspektif teori rekayasa sosial

yang menyatakan bahwa : “Law as a tool of social engineering”. Teori rekayasa

sosial ini diutarakan oleh Roscoe Pound. 35

Kepercayaan merupakan inti dari perbankan sehingga sebuah bank harus

mampu menjaga kepercayaan dari para nasabahnya. Hukum sebagai alat rekayasa

sosial terlihat aktualisasinya di sini. Pada tataran undang-undang maupun Peraturan

Bank Indonesia terdapat pengaturan dalam rangka untuk menjaga kepercayaan

masyarakat kepada perbankan dan sekaligus dapat memberikan perlindungan hukum

bagi nasabah.

2. Kerangka Konsepsi

Menurut kamus Bahasa Indonesia konsepsi adalah pendapat atau pangkal

pendapat, pengertian pendapat; rancangan: cita-cita, dan sebagainya yang telah ada

dalam pikiran.

“Konsepsi adalah salah satu bagian terpenting dari teori. Peranan konsepsi
dalam penelitian ini untuk menghubungkan teori dan observasi, antar abstrak
dan kenyataan. Konsep diartikan sebagai kata yang menyatukan abstraksi

34
Sidharta, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia, (Jakarta : Gramedia Widiasarana
Indonesia, 2004), hal. 35.
35
“Law plays an important role in reconciling and adjusting conflict of interests. Both the
social interest and individual interest prevail over each other. Priority is given to both the interests.
Roscoe Pound has given the concept of Social Engineering for the American Society but this concept
is followed by other countries in resolving disputes”. Sumber : Sai Abhipsa Gochayat, “Social
Engineering by Roscoe Pound : Issues in Legal and Political Philosophy”, (Kolkata : West bengal
National University of Juridical Science, 2010), hal. 2.

Universitas Sumatera Utara


yang digeneralisasikan dari hal-hal yang khusus dan disebut defenisi
operasional”. 36

Dalam kerangka konsepsional diungkapkan beberapa konsepsi atau

pengertian yang akan dipergunakan sebagai dasar penelitian hukum, guna

menghindari perbedaan penafsiran dari istilah yang dipakai, selain itu juga

dipergunakan sebagai pegangan dalam proses penelitian ini. 37

a. Perlindungan hukum adalah suatu pemberian jaminan atau kepastian

bahwa seseorang akan mendapatkan apa yang telah menjadi hak dan

kewajibannya, sehingga yang bersangkutan merasa aman. 38 Undang-

Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen merupakan

payung hukum yang mengintegrasikan dan memperkuat penegakan

hukum di bidang perlindungan konsumen (nasabah/debitur);

b. Nasabah adalah pihak yang menggunakan jasa Bank Syariah dan/atau

UUS; 39

c. Kontrak Standar adalah perjanjian yang isinya telah ditetapkan terlebih

dahulu secara tertulis berupa formulir-formulir yang digandakan dalam

jumlah yang tidak terbatas, untuk ditawarkan kepada para konsumen

36
Samadi Suryabrata, Metodologi Penelitian, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1998), hal. 3.
37
Burhan Ashshofa, Op.cit., hal. 28
38
Fahmi Fauzan, “Perlindungan Hukum Nasabah Atas Syarat-Syarat Baku Perjanjian Gadai
(Studi Pada Kantor Pegadaian di Kota Binjai)”, (Medan : Tesis, Fakultas Hukum Universitas
Sumatera Utara, 2011), hal. i.
39
Pasal 1 angka 16 Undang-Undang No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah.

Universitas Sumatera Utara


tanpa memperhatikan perbedaan kondisi para konsumen; 40 Dalam

penelitian ini digunakan istilah Kontrak Standar;

d. Pembiayaan Syariah Bank Syariah Mandiri adalah 41 :

1) Pembiayaan Murabahah BSM adalah pembiayaan berdasarkan akad

jual beli antara bank dan nasabah. Bank membeli barang yang

dibutuhkan dan menjualnya kepada nasabah sebesar harga pokok

ditambah dengan keuntungan margin yang disepakati;

2) Pembiayaan Mudharabah BSM adalah pembiayaan dimana seluruh

modal kerja yang dibutuhkan nasabah ditanggung oleh bank.

Keuntungan yang diperoleh dibagi sesuai dengan nisbah yang

disepakati;

3) Pembiayaan Musyarakah BSM adalah pembiayaan khusus untuk

modal kerja, dimana dana dari bank merupakan bagian dari modal

usaha nasabah dan keuntungan dibagi sesuai dengan nisbah yang

disepakati;

4) Pembiayaan Edukasi BSM adalah pembiayaan jangka pendek dan

menengah yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan uang masuk

sekolah/perguruan tinggi/lembaga pendidikan lainnya atau uang

pendidikan pada saat pendaftaran tahun ajaran/semester baru

berikutnya dengan akad ijarah;

40
Johannes Gunawan, Reorientasi Hukum Kontrak di Indonesia, Jurnal Hukum Bisnis, Vol.
22 No. 6, 2003, hal. 45-46.
41
Yusak Laksmana, Tanya Jawab Cara Mudah Mendapatkan Pembiayaan di Bank Syariah,
(Jakarta : Gramedia, 2009), hal. 157-159.

Universitas Sumatera Utara


5) Pembiayaan Griya BSM adalah pembiayaan jangka pendek,

menengah, atau panjang untuk membiayai pembelian rumah tinggal

(konsumtif), baik baru maupun bekas, di lingkungan developer

maupun non-developer, dengan sistem murabahah;

6) Pembiayaan Dana Berputar adalah fasilitas pembiayaan modal kerja

dengan prinsip musyarakah yang penarikan dananya dapat dilakukan

sewaktu-waktu berdasarkan kebutuhan riil nasabah. Membantu

menanggulangi kesulitan likuiditas nasabah terutama kebutuhan dana

jangka pendek. Nasabah yang memanfaatkan pembiayaan bank secara

optimal sesuai dengan kebutuhan riil dengan cara melakukan

penarikan sesuai dengan kebutuhan;

7) Pembiayaan BSM Implan adalah pembiayaan konsumer dalam valuta

rupiah yang diberikan oleh bank kepada karyawan tetap perusahaan

yang pengajuannya dilakukan secara massal (kelompok);

8) Pembiayaan Resi Gudang BSM adalah pembiayaan transaksi

komersial dari suatu komoditas/produk yang diperdagangkan/produk

yang dibiayai dan berada dalam suatu Gudang atau tempat yang

terkontrol secara independen (independently controlled warehouse);

9) Pembiayaan Kepada Koperasi Karyawan Untuk Para Anggotanya

(PKPA) adalah penyaluran pembiayaan melalui koperasi karyawan

untuk pemenuhan kebutuhan konsumer para anggotanya (kolektif)

yang mengajukan pembiayaan kepada koperasi karyawan. Pola

Universitas Sumatera Utara


penyaluran yang digunakan adalah executing (kopkar sebagai

nasabah), sedangkan proses pembiayaan dari kopkar kepada

anggotanya dilakukan menjadi tanggung jawab penuh kopkar;

10) Gadai Emas BSM merupakan produk pembiayaan atas dasar jaminan

berupa emas sebagai salah satu alternatif memperoleh uang tunai

dengan cepat;

11) Talangan Haji BSM merupakan pinjaman dana talangan dari bank

kepada nasabah khusus untuk menutupi kekurangan dana untuk

memperoleh kursi/seat haji dan pada saat pelunasan BPIH;

12) Pembiayaan Istishna BSM adalah pembiayaan bagi pembelian dengan

cara pesanan, seperti untuk pembangunan/konstruksi atau pengadaan

rumah melalui developer, atau bagi keperluan produktif investasi,

pembangunan (konstruksi), project financing atau pengadaan barang

antara lain untuk pembangunan/konstruksi ruko, gedung, pabrik, dan

sebagainya;

e. Klausul Baku adalah setiap aturan atau ketentuan dan syarat-syarat yang

dipersiapkan dan ditetapkan terlebih dahulu secara sepihak oleh pelaku

usaha yang dituangkan dalam suatu dokumen dan/ atau perjanjian yang

mengikat dan wajib diikuti oleh konsumen; 42

f. Perjanjian Baku adalah konsep janji-janji tertulis, disusun tanpa

membicarakan isinya dan lazimnya dituangkan ke dalam sejumlah tak

42
Pasal 1 angka 10, Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.

Universitas Sumatera Utara


terbatas perjanjian yang sifatnya tertentu. Isi dari perjanjian baku ini

dituangkan ke dalam bentuk formulir; 43

g. Perlindungan Konsumen adalah segala upaya untuk menjamin adanya

kepastian hukum untuk memberikan perlindungan kepada konsumen; 44

h. Hukum Perlindungan Konsumen adalah perangkat hukum berupa

peraturan perundang-undangan serta putusan-putusan hakim yang

substansinya mengatur mengenai kepentingan konsumen untuk

melindungi dan terpenuhinya hak konsumen agar tercapai kepastian

hukum untuk memberikan perlindungan kepada konsumen. Sebagai

contoh, para penjual diwajibkan menunjukkan tanda harga sebagai tanda

pemberitahuan kepada konsumen; 45

i. Perbankan Syariah adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang bank

syariah dan unit usaha syariah, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha,

serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya; 46

j. Bank Syariah adalah bank yang menjalankan kegiatan usahanya

berdasarkan prinsip syariah dan menurut jenisnya terdiri atas bank umum

syariah (BUS), unit usaha syariah, (UUS), dan bank pembiayaan rakyat

syariah (BPRS); 47

43
Hondius dalam Sukarmi, Cyber Law : Kontrak Elektronik Dalam Bayang-Bayang Pelaku
Usaha, (Bandung : Pustaka Sutra, 2008), hal. 8. Lihat juga : Mariam Barus Badrulzaman,
“Perlindungan Terhadap Konsumen Dilihat Dari Sudut Perjanjian Baku (Standard)”, Makalah pada
Simposium Aspek-Aspek Hukum Masalah Perlinduang Konsumen diselenggarakan BPHN
Departemen Kehakiman pada 16-18 Oktober 1980 di Jakarta.
44
Pasal 1 angka 1, Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
45
Pasal 1 angka 1, Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
46
Pasal 1 angka 1, Undang-Undang No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah.
47
Pasal 1 angka 7, Undang-Undang No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah.

Universitas Sumatera Utara


k. Bank Syariah Mandiri adalah lembaga perbankan di Indonesia. Bank ini

berdiri pada tahun 1973 dengan nama Bank Susila Bakti (dimiliki YKP

BDN dan Mahkota). Pada tahun 1999, bank ini terpengaruhi krisis

moneter. Saat itu pula, Bank Dagang Negara, Bank Pembangunan

Indonesia, Bank Bumi Daya, dan Bank Ekspor Impor Indonesia merger

membentuk Bank Mandiri. Bank ini diambil-alih oleh Bank Mandiri

menjadi Bank Syariah pada tanggal 19 Mei 1999, menjadi Bank Syariah

Sakinah mandiri. Pada tanggal 8 September 1999 menjadi Bank Syariah

Mandiri dan resmi menjadi Bank Syariah Mandiri pada tanggal 1

November 1999. Pada tahun 2002, Bank Syariah Mandiri mendapat status

sebagai Bank Devisa. 48 Dalam penelitian ini, Bank Syariah Mandiri yang

digunakan sebagai tempat penelitian adalah di Bank Syariah Mandiri

Krakatau Medan yang berkantor di Jalan Krakatau No. 136, Pulau

Brayan, Medan-Sumatera Utara.

G. Metode Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan menggunakan

pendekatan yuridis normatif. 49 Dengan demikian objek penelitiannya adalah norma

hukum yang terwujud dalam kaidah-kaidah hukum dibuat dan ditetapkan oleh

48
Website Resmi Bank Syariah Mandiri, “Sejarah Perusahaan”,
www.syariahmandiri.co.id/category/info-perusahaan/., diakses pada 7 April 2013.
49
Adapun tahap-tahap dalam analisis juridis normatif adalah : merumuskan azas-azas hukum
dari data hukum positif tertulis; merumuskan pengertian-pengertian hukum; pembentukan standar-
standar hukum; dan perumusan kaidah-kaidah hukum. Sumber : Amirudin dan Zainal Asikin,
Pengantar Metode Penelitian Hukum, (Jakarta : Rajawali Press, 2010), hal. 166-167.

Universitas Sumatera Utara


pemerintah dalam sejumlah peraturan perundang-undangan dan kebijakan yang

terkait secara langsung dengan pembiayaan syariah dan perlindungan hukum bagi

nasabah dalam ketentuan kontrak standar. Hal ini dikarenakan penelitian hukum

adalah suatu proses untuk mencari hukum yang mengatur kegiatan di masyarakat. 50

1. Jenis, Sifat Penelitian, dan Pendekatan

Berdasarkan judul dan permasalahan yang dalam penelitian ini dan supaya

dapat memberikan hasil yang bermanfaat, maka penelitian ini dilakukan dengan jenis

penelitian yuridis normatif dengan menggunakan pendekatan peraturan perundang-

undangan dalam melakukan kajian terhadap pembiayaan perbankan syariah dengan

menggunakan standart contract. 51

Jenis penelitian normatif sebagai data sekunder ini digunakan dengan maksud

untuk mengadakan pendekatan terhadap masalah dengan cara melihat dari segi

peraturan perundang-undangan yang berlaku, dokumen-dokumen dan berbagai

teori. 52 Penelitian normatif dalam penelitian ini dilakukan dengan cara meneliti

sumber-sumber bacaan yang relevan dengan tema penelitian, yang meliputi

penelitian terhadap asas-asas hukum, 53 sumber-sumber hukum, 54 peraturan

50
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, (Jakarta : Kencana, 2005), hal. 29.
51
Penelitian hukum normatif adalah penelitian yang dilakukan dengan cara meneliti bahan
pustaka atau data sekunder. Sumber : Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum
Normatif Suatu Tinjauan Singkat, (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 1995), hal 13.
52
Ronny Hanitijo Soemitro, Metode Penelitian Hukum dan Jurimetri, (Jakarta : Ghalia
Indonesia, 1990), hal 11.
53
Asas-asas hukum adalah dasar kehidupan yang merupakan pengembangan nilai-nilai yang
dimasyarakatkan menjadi landasan hubungan-hubungan sesama anggota masyarakat. Sumber : M.
Solly Lubis, Pembahasan Undang-Undang Dasar 1945, (Bandung : Alumni, 1997), hal. 89.
54
Amiruddin A. Wahab, et.al., “Pengantar Hukum Indonesia”, Bahan Ajar Untuk Kalangan
Sendiri, (Banda Aceh : FH-Unsyiah, 2007), hal. 73.

Universitas Sumatera Utara


perundang-undangan yang bersifat teoretis ilmiah yang dapat menganalisa

permasalahan yang akan dibahas.

Sifat penelitian adalah penelitian deskriptif analitis yang ditujukan untuk

menggambarkan secara tepat, akurat, dan sistematis gejala-gejala hukum terkait.

Khususnya dalam bidang standar kontrak pada pembiayaan syariah yang dibuat oleh

Bank Syariah Mandiri untuk melaksanakan akad kredit.

2. Sumber Data

Penelitian hukum normatif yang menitikberatkan pada penelitian kepustakaan

dan berdasarkan pada data sekunder, maka sumber data yang digunakan dapat dibagi

ke dalam beberapa kelompok, yaitu : bahan hukum primer, bahan hukum sekunder

dan bahan hukum tertier. 55 Data primer adalah data yang hanya dapat diperoleh dari

sumber yang asli atau pertama. Data primer harus secara langsung diambil dari

sumber aslinya melalui nara sumber yang tepat dan yang dijadikan responden dalam

penelitian ini.

Adapun bahan hukum berdasarkan data sekunder yang digunakan dalam

penelitian ini, terdiri dari :

a. Bahan hukum primer yaitu bahan-bahan yang berhubungan dengan peraturan

perundang-undangan, yaitu:

1) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

2) Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan Jo. Undang-

Undang No. 10 Tahun 1998 tentang perubahannya


55
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Op.cit., hal. 59.

Universitas Sumatera Utara


3) Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen

4) Undang-Undang No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah.

Serta peraturan pelaksanaan yang terkait lainnya dengan penerapan standart

contract dalam akad pembiayaan perbankan syariah.

b. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan yang memberikan penjelasan mengenai

bahan-bahan hukum primer yaitu karangan ilmiah, buku-buku referensi dan

informasi.

c. Bahan hukum tertier, yaitu bahan hukum yang memberi petunjuk dan

penjelasan-penjelasan terhadap bahan hukum sekunder, yakni kamus umum,

kamus hukum, jurnal, artikel, majalah dan lain sebagainya.

Selanjutnya untuk mendukung data sekunder juga diperlukan data primer

yaitu dilakukannya wawancara dengan pihak-pihak terkait mengenai akad kredit

dengan menggunakan standart contract di Bank Syariah Mandiri.

3. Alat Penelitian

Untuk memperoleh data digunakan teknik-teknik pengumpulan data sebagai

berikut :

a. Studi kepustakaan, dengan alat pengumpulan data berupa studi dokumen

untuk mengumpulkan bahan hukum primer yang diperoleh melalui peraturan

perundang-undangan, bahan hukum sekunder, yaitu bahan yang memberikan

penjelasan tentang bahan hukum primer, yaitu berupa dokumen atau risalah

perundang-undangan, dan bahan hukum tersier, yang memberikan penjelasan

Universitas Sumatera Utara


lebih mendalam mengenai bahan hukum primer maupun bahan hukum

sekunder antara lain: kamus hukum berbagai majalah maupun jurnal hukum.

b. Wawancara, dilakukan secara terarah dan mendalam tentang permasalahan

yang dibahas dalam penelitian ini. 56 Dalam melakukan teknik studi lapangan

(field research) digunakanlah wawancara. Dalam hal ini, dilakukan dengan

pegawai Kantor Bank Syariah Mandiri Krakatau Medan yang berkompeten

memberikan informasi tentang penerapan klausula baku dalam akad

pembiayaan perbankan syariah. Wawancara dilakukan dengan menggunakan

pedoman wawancara yang sudah dibuat sebelumnya, yang nantinya akan

dilampirkan dalam penelitian ini.

4. Analisis Data

Setelah pengumpulan data dilakukan, maka data tersebut dianalisa secara

kualitatif 57 yakni dengan mengadakan pengamatan data-data yang diperoleh dan

menghubungan tiap-tiap data yang diperoleh tersebut dengan ketentuan-ketentuan

maupun asas-asas hukum yang terkait dengan permasalahan yang diteliti sehingga

dengan logika deduktif-induktif, 58 yaitu berpikir dari hal yang khusus menuju hal

yang lebih umum, dengan menggunakan perangkat normatif, yakni interpretasi dan

konstruksi hukum.

56
Indepth Interview atau wawancara mendalam adalah merupakan proses menggali
informasi secara mendalam, dan bebas dengan masalah dan fokus penelitian dan diarahkan pada pusat
penelitian. Sumber : Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung : Remaja
Rosdakarya, 2005), hal. 186.
57
Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, (Jakarta : Raja Grafindo Persada,
1997), hal. 10.
58
Ibid.

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai