Perbankan Syariah
01
Ekonomi & Bisnis Manajemen S1 W311700014 Eko Tama Putra Saratian SE., MM.
Abstrak Kompetensi
Bab ini menjelaskan prinsip-prinsip Memahami prinsip-prinsip dasar
dasar perbankan syariah. perbankan syariah.
Pembahasan
Kata bank dari kata banque dalam bahasa Prancis, dan dari bonco dalam bahasa Italia,
yang berarti peti/lemari atau bangku. Kata peti atau lemari yang berfungsi sebagai tempat
penyimpan benda-benda berharga, seperti peti emas, peti berlian, peti uang dan
sebagainya.
Bank syariah adalah bank yang beroperasi sesuai dengan Prinsip-Prinsip Syariah.
Implementasi prinsip syariah inilah yang menjadi pembeda utama dengan bank
konvensional. Pada intinya prinsip syariah tersebut mengacu kepada syariah Islam yang
berpedoman utama kepada Al Quran dan Hadist. Islam sebagai agama merupakan konsep
yang mengatur kehidupan manusia secara komprehensif dan universal baik dalam
hubungan dengan Sang Pencipta (HablumminAllah) maupun dalam hubungan sesama
manusia (Hablumminannaas). Pada dasarnya, segala dunia usaha, termasuk perbankan
Islam, bertujuan untuk menciptakan keuntungan (profit oriented). Namun, guna
menghasilkan keuntungan tersebut terdapat beberapa hal yang harus dihindari oleh bank
syariah karena bertentangan dengan syariat Islam. Salah satunya adalah bunga bank yang
dalam istilah Islam disebut dengan riba. Hal ini didasarkan pada firman Allah swt yang
menyebutkan bahwa “Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba”. Di samping
riba, semua transaksi dalam perbankan syariah juga harus sesuai dengan syariat Islam
yang antara lain menghindari transaksi yang mengandung unsur haram, perjudian/spekulasi
( ميسرmaisir), serta ketidakjelasan/manipulatif ( غررgharar).
Aqidah : komponen ajaran Islam yang mengatur tentang keyakinan atas keberadaan dan
kekuasaan Allah sehingga harus menjadi keimanan seorang muslim manakala melakukan
berbagai aktivitas dimuka bumi semata-mata untuk mendapatkan keridlaan Allah sebagai
khalifah yang mendapat amanah dari Allah.
Syariah : komponen ajaran Islam yang mengatur tentang kehidupan seorang muslim baik
dalam bidang ibadah (habluminAllah) maupun dalam bidang muamalah (hablumminannas)
yang merupakan aktualisasi dari akidah yang menjadi keyakinannya. Sedangkan muamalah
sendiri meliputi berbagai bidang kehidupan antara lain yang menyangkut ekonomi atau harta
dan perniagaan disebut muamalah maliyah
Akhlaq : landasan perilaku dan kepribadian yang akan mencirikan dirinya sebagai seorang
muslim yang taat berdasarkan syariah dan aqidah yang menjadi pedoman hidupnya
Ada banyak dalil, baik dari Al-Qur’an maupun Al-Hadits yang menjelaskan tentang larangan
riba, diantaranya:
Al-Qur’an
- QS. Al-Baqarah 275 - 276. “Orang-orang yang memakan riba tidak dapat berdiri,
melainkan berdirinya seperti orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan)
penyakit gila. Yang demikian itu karena mereka berkata bahwa jual beli sama
dengan riba. Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.
Barang siapa mendapat peringatan dari Tuhannya, lalu dia berhenti, maka apa yang
telah diperolehnya dahulu menjadi miliknya dan urusannya (terserah) kepada Allah.
Barang siapa mengulangi, maka mereka itu penghuni neraka, mereka kekal di
dalamnya. Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah. Allah tidak
menyukai setiap orang yang tetap dalam kekafiran dan bergelimang dosa.”
- QS. Ali Imron 130. ”Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba
dengan berlipat ganda dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat
keberuntungan. Peliharalah dirimu dari api neraka, yang disediakan untuk
orang-orang yang kafir.”
- QS. Ar-Ruum 39. ”Dan sesuatu riba(tambahan) yang kamu berikan agar dia
menambah pada harta manusia, maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah.
Dan, apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk
mencapai keridhaan Allah, maka (yang berbuat demikian) itulah orang-orang yang
melipat-gandakan (pahalanya).”
Hadits
- Dari Abdullah bin Hanzhalah, bahwa Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
“Satu dirham uang riba yang dimakan oleh seseorang dalam keadaan mengetahui
bahwa itu adalah uang riba dosanya lebih besar dari pada berzina sebanyak 36
kali.” (HR. Ahmad dan Ath-Thabrani)
- Dari Ibnu Mas`ud, bahwa Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: “Riba itu
mempunyai 73 pintu (tingkatan), yang paling rendah (dosanya) sama dengan
seseorang yang melakukan zina dengan ibunya!” (HR. Al Hakim Dan Al Baihaqi)
- Dari Aun bin Abi Juhaifa, “Ayahku membeli seorang budak yang pekerjaannya
membekam (mengeluarkan darah kotor dari tubuh), ayahku kemudian
memusnahkan peralatan bekam si budak tersebut. Aku bertanya kepada ayah
mengapa beliau melakukannya. Ayahku menjawab, bahwa Rasulullah Shallallahu
'alaihi wa sallam melarang untuk menerima uang dari transaksi darah, anjing, dan
kasab budak perempuan, beliau juga melaknat pekerjaan pembuat tato dan yang
minta ditato, menerima dan memberi riba serta beliau melaknat para pembuat
gambar.” (HR. Bukhari)
- Dari Abdurrahman bin Abu Bakr bahwa ayahnya berkata “Rasulullah Shallallahu
'alaihi wa sallam melarang penjualan emas dengan emas dan perak dengan perak
kecuali sama beratnya, dan membolehkan kita menjual emas dengan perak dan
begitu juga sebaliknya sesuai dengan keinginan kita." (HR. Bukhari)
- Dari Ubadah bin Shamit bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
"Emas hendaklah dibayar dengan emas, perak dengan perak, gandum dengan
gandum, tepung dengan tepung, kurma dengan kurma, garam dengan garam,
bayaran harus dari tangan ke tangan (cash). Barangsiapa memberi tambahan atau
meminta tambahan, sesungguhnya ia telah berurusan denga riba. Penerima dan
pemberi statusnya sama (berdosa)." (HR. Muslim)
- Dari Abu Said al-Khudri bahwa pada suatu ketika Bilal membawa barni (sejenis
kurma berkualitas baik) ke hadapan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dan
beliau bertanya kepadanya, “Dari mana engkau mendapatkannya?” Bilal menjawab,
“ Saya mempunyai sejumlah kurma dari jenis yang rendah mutunya dan menukarnya
dua sha’ untuk satu sha’ kurma jenis barni untuk dimakan oleh Rasulullah Shallallahu
'alaihi wa sallam, “Selepas itu Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam terus berkata,
“Hati-hati! Hati-hati! Ini sesungguhnya riba, ini sesungguhnya riba. Jangan
berbuat begini, tetapi jika kamu membeli (kurma yang mutunya lebih tinggi), juallah
kurma yang mutunya rendah untuk mendapatkan uang dan kemudian gunakanlah
uang tersebut untuk membeli kurma yang bermutu tinggi itu.“ (HR Bukhari)
- Dari Samurah bin Jundub bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
“Malam tadi aku bermimpi, telah datang dua orang dan membawaku ke Tanah suci.
Jenis-jenis Riba
1. Riba Fadhl, yaitu tukar menukar dua barang yang sama jenisnya dengan tidak sama
timbangannya atau takarannya yang disyaratkan oleh orang yang menukarkan.
Contoh: tukar menukar dengan emas, perak dengan perak, beras dengan beras,
gandum dan sebagainya.
2. Riba Qardh, yaitu meminjamkan sesuatu dengan syarat ada keuntungan atau
tambahan bagi orang yang meminjami/mempiutangi. Contoh : Andi meminjam uang
sebesar Rp. 25.000 kepada Budi. Budi mengharuskan Andi mengembalikan
hutangnya kepada Budi sebesar Rp. 30.000. maka tambahan Rp. 5.000 adalah riba
Qardh.
3. Riba Yad, yaitu berpisah dari tempat sebelum timbang diterima. Maksudnya: orang
yang membeli suatu barang, kemudian sebelumnya ia menerima barang tersebut
dari sipenjual, pembeli menjualnya kepada orang lain. Jual beli seperti itu tidak
boleh, sebab jual-beli masih dalam ikatan dengan pihak pertama.
4. Riba Nasi’ah, yaitu tukar menukar dua barang yang sejenis maupun tidak sejenis
yang pembayarannya disyaratkan lebih, dengan diakhiri/dilambatkan oleh yang
meminjam. Contoh : Rusminah membeli cincin seberat 10 Gram. Oleh penjualnya
disyaratkan membayarnya tahun depan dengan cincin emas seberat 12 gram, dan
jika terlambat satu tahun lagi, maka tambah 2 gram lagi menjadi 14 gram dan
seterusnya.
Banyak pihak yang telah menyatakan pandangan berbeda mengenai dasar rasional atau
tujuan pengharaman riba oleh Syariah. Secara keseluruhan, keadilan sosio ekonomi dan
distribusi, keseimbangan antargenerasi, instabilitas perekonomian, dan kehancuran ekologis
dianggap sebagai dasar pengharaman riba. Mengingat semua teks dan prinsip yang relevan
dalam hukum Islam, alasan satu-satunya yang meyakinkan adalah tentang keadilan
distribusi karena pengharaman Riba dimaksudkan untuk mencegah akumulasi kekayaan
pada segelintir orang, yaitu harta itu jangan hanya “beredar di antara orang-orang kaya”
(Kitab Suci Al-Quran, 59:7). Oleh sebab itu, tujuan utama pelarangan atas Riba adalah
untuk menghalangi sarana yang dapat menuntun ke akumulasi kekayaan pada segelintir
pihak, baik itu bank maupun individu.
Pendapat para Ulama ahli fiqh bahwa bunga yang dikenakan dalam transaksi pinjaman
(utang piutang, al-qardh wa al-iqtiradh) telah memenuhi kriteria riba yang di haramkan Allah
SWT., seperti dikemukakan,antara lain,olehAl-Nawawi berkata, al-Mawardi berkata:
Sahabat-sahabat kami (ulama mazhab Syafi’I) berbeda pendapat tentang pengharaman riba
yang ditegaskan oleh al-Qur’an, atas dua pandangan.Pertama, pengharaman tersebut
bersifat mujmal (global) yang dijelaskan oleh sunnah. Setiap hukum tentang riba yang
dikemukakan oleh sunnah adalah merupakan penjelasan (bayan) terhadap kemujmalan al
Qur’an, baik riba naqad maupun riba nasi’ah.Kedua, bahwa pengharaman riba dalam al-
Qur’an sesungguhnya hanya mencakup riba nasai’yang dikenal oleh masyarakat Jahiliah
dan permintaan tambahan atas harta (piutang) disebabkan penambahan masa (pelunasan).
Salah seorang di antara mereka apabila jatuh tempo pembayaran piutangnya dan pihang
berhutang tidak membayarnya,ia menambahkan piutangnya dan menambahkan pula masa
pembayarannya. Hal seperti itu dilakukan lagi pada saat jatuh tempo berikutnya. Itulah
maksud firman Allah : “… janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda… ”
kemudian Sunnah menambahkan riba dalam pertukaran mata uang (naqad) terhadap
bentuk riba yang terdapat dalam al-Qur’an.
Bunga uang atas pinjaman (Qardh) yang berlaku di atas lebih buruk dari riba yang di
haramkan Allah SWT dalam Al-Quran,karena dalam riba tambahan hanya dikenakan pada
saat jatuh tempo. Sedangkan dalam system bunga tambahan sudah langsung dikenakan
sejak terjadi transaksi.
Abu zahrah, Abu ‘ala al-Maududi Abdullah al-‘Arabi dan Yusuf Qardhawi mengatakan bahwa
bunga bank itu termasuk riba nasiah yang dilarang oleh Islam. Karena itu umat Islam tidak
boleh bermuamalah dengan bank yang memakai system bunga, kecuali dalam keadaan
darurat atau terpaksa. Bahkan menurut Yusuf Qardhawi tidak mengenal istilah darurat atau
terpaksa, tetapi secara mutlak beliau mengharamkannya. Pendapat ini dikuatkan oleh Al-
Syirbashi, menurutnya bahwa bunga bank yang diperoleh seseorang yang menyimpan uang
di bank termasuk jenis riba, baik sedikit maupun banyak. Namun yang terpaksa, maka
agama itu membolehkan meminjam uang di bank itu dengan bunga.
Ketetapan akan keharaman bunga Bank oleh berbagai forum Ulama Internasional, antara
lain:
Antonio, Muhammad Syafi’i. (2007). Bank Syariah Dari Teori Ke Praktik, Jakarta.
Arifin, Zainul. (2002). Dasar-Dasar Manajemen Bank Syariah. Alvabet, Jakarta.
Karim, Adiwarman. (2006). Bank Islam, Analisis Fiqih dan Keuangan. Raja Grafindo
Persada, Jakarta.
Presley, John R. (2005). Perbankan Syariah, Prinsip, Praktek dan Prospek. Loughbrouh
University London, Serambi Ilmu Semesta.
Tarmizi, Erwandi. (2018). Harta Haram Muamalat Kontemporer Cetakan Ke-18. Berkat Mulia
Insani.
http://bppk.kemenkeu.go.id/id/publikasi/artikel/150-artikel-keuangan-umum/21054-
mengenal-prinsip-dasar-bank-syariah
https://www.syariahmandiri.co.id/...syariah/prinsip-dan-konsep-dasar-perbankan-syariah