Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kelenjar saliva merupakan salah satu organ dalam sistem pencernaan serta
merupakan kelenjar sekretori yang memiliki duktus untuk mengeluarkan
sekresinya ke rongga mulut. Apabila terjadi peradangan pada salah satu kelenjar
saliva (kelenjar parotis) disebut Parotitis. Lokasinya terdapat di sisi kanan dan kiri
wajah manusi. Penyakit ini disebabkan oleh infeksi yang pada 30-40 % kasusnya
merupakan infeksi asimptomatik. Infeksi ini disebabkan oleh virus RNA untai
tunggal negative sense berukuran 100-600 nm, dengan panjang 15000 nukleotida
termasuk dalam genus Rubulavirus subfamily Paramyxsovirinae dan family
Paramyxoviridae (Sumarmo,2008). Penyebaran virus terjadi dengan kontak
langsung, percikan ludah, bahan mentah mungkin dengan urin. (Warta medika,
2009). Penyakit ini di Indonesia disebut gondongan atau radang kelenjar gondok
(Chin, 2000).
Sebanyak 6.584 kasus parotitis di Amerika dilaporkan pada tahun 2006,
dengan 76% terjadi diantara Maret dan Mei, namun tidak ada kematian yang
dilaporkan. Kejadian nasional parotitis adalah 2,2 per 100.000. Kasus ini juga
telah dilaporkan di Jerman, Inggris, Kanada. Namun, dibandingkan dengan
negara-negara lain, angka kejadian di AS sebenarnya masih relatif kecil, meskipun
tumbuh pada tingkat yang mengkhawatirkan. Di Inggris, pada tahun 2004-2006
dilaporkan bahwa penyakit parotitis sebanyak lebih dari 70.000 kasus (Dayan
Gustavo, 2008). Di Departemen Ilmu Kesehatan Anak (IKA) Rumah Sakit Cipto
Mangunkusumo (RSCM), sejak tahun 1997-2008 terdapat 105 kasus parotitis
epidemika. Jumlah kasus tersebut semakin berkurang tiap tahunnya, dengan
jumlah 11-15 kasus/tahun sebelum tahun 2000 dan 1-5 kasus/tahun setelah tahun
2000. Selama tahun 2008 hanya didapatkan satu kasus parotitis epidemika. (Sari
Pediatri, 2009). Sedangkan, jumlah kasus parotitis akut di Indonesia khususnya di
kota Surabaya belum dapat diketahui secara pasti karena minimnya penelitian
mengenai penyakit ini.

1
Parotitis yang tidak ditangani dengan tepat dan segera dapat menimbulkan
berbagai komplikasi serius yang akan menambah resiko terjadinya kematian.
Komplikasi yang terjadi pada pasien dengan parotitis dapat berupa:
Meningoencepalitis, artritis, pancreatitis, miokarditis, ooporitis, orchitis, mastitis,
dan ketulian. Oleh karena itu, sebagai perawat kita harus melakukan tindakan
keperawatan dengan tepat untuk mengurangi resiko terjadinya komplikasi,
mendukung proses penyembuhan, menjaga atau mengembalikan fungsi
pencernaan, dan memberikan insformasi tentang proses penyakit dan tata cara
perawatan dirumah. Peran keluarga dan lingkungan juga mendorong penurunan
terjadinya parotitis, yaitu dengan cara hidup sehat.

1.2 Rumusan Masalah


Bagaimana konsep teori penyakit Parotitis dan asuhan keperawatan yang
diberikan bagi penderita parotitis ?

1.3 Tujuan Umum


Untuk mengetahui konsep teori penyakit parotitis dan asuhan keperawatan
yang diberikan bagi pasien penderita parotitis

1.4 Tujuan Khusus


1) Konsep teori
a) Mengetahui definisi dari parotitis.
b) Mengetahui etiologi dari parotitis.
c) Mengetahui manifestasi klinis dari parotitis.
d) Mengetahui patofisiologi parotitis
e) Mengetahui klasifikasi parotitis
f) Mengetahui pemeriksaan diagnostik dari parotitis.
g) Mengetahui penatalaksanaan parotitis
h) Mengetahui komplikasi dari parotitis.
i) Mengetahui pencegahan dari parotitis.
j) Mengetahui cara penularan parotitis atau virus mumps

2
2) Asuhan keperawatan pasien
a) Menjelaskan tentang pengkajian pasien dengan parotitis.
b) Menjelaskan tentang diagnosis keperawatan pasien dengan parotitis.
c) Menjelaskan intervensi tindakan keperawatan kepada pasien dengan
parotitis.
d) Menjelaskan hasil evaluasi keperawatan kepada pasien dengan
parotitis.

3
BAB II
PEMBAHASAN

A. Konsep Teori Penyakit Parotitis


2.1 Definisi Parotitis
Parotitis merupakan penyakit infeksi pada kelenjar parotis akibat
virus. Penyakit ini merupakan penyebab edema kelenjar parotis yang
paling sering. Kejadian parotis saat ini berkurang karena adanya vaksinasi.
Insidens parotitis tertinggi pada anak-anak berusia 4-6 tahun. Onset
penyakit ini diawali dengan adanya rasa nyeri dan bengkak pada daerah
sekitar kelenjar parotis. Masa inkubasi berkisar antara 2 hingga 3 minggu.
Gejala lainnya berupa demam, malaise. Mialgia, serta sakit kepala
(Susyana Tamin, 2011). Pada saluran kelenjar ludah, terjadi kelainan
berupa pembengkakan sel epitel, pelebaran dan penyumbatan saluran.
Parotitis yang juga dikenal sebagai penyakit gondong ini adalah penyakit
yang biasanya menyerang anak-anak berusia 2-12 tahun. Jika seseorang
pernah menderita penyakit ini, maka orang itu akan memiliki kekebalan
seumur hidupnya. Penyakit Parotitis (gondongan) adalah suatu penyakit
menular dimana sesorang terinfeksi oleh virus (Paramyxovirus) yang
menyerang kelenjar ludah (kelenjar parotis) di antara telinga dan rahang
sehingga menyebabkan pembengkakan pada leher bagian atas atau pipi
bagian bawah. Penyakit gondongan tersebar di seluruh dunia dan dapat
timbul secara endemik atau epidemik, Gangguan ini cenderung menyerang
anak-anak dibawah usia 15 tahun (sekitar 85% kasus). (Warta Medika,
2009).
Parotitis merupakan penyakit virus akut yang biasanya menyerang
kelenjar ludah terutama kelenjar parotis (sekitar 60% kasus). Gejala khas
yaitu pembesaran kelenjar ludah terutama kelenjar parotis. Pada saluran
kelenjar ludah terjadi kelainan berupa pembengkakan sel epitel, pelebaran
dan penyumbatan saluran. Pada orang dewasa, infeksi ini bisa menyerang
testis (buah zakar), sistem saraf pusat, pankreas, prostat, payudara dan organ
lainnya. Adapun mereka yang beresiko besar untuk menderita atau tertular

4
penyakit ini adalah mereka yang menggunakan atau mengkonsumsi obat-
obatan tertentu untuk menekan hormon kelenjar tiroid dan mereka yang
kekurangan zat Iodium dalam tubuh. (Sumarmo,2008). Dalam sebuah jurnal
penelitian oleh Puspita, Komang Yullan (2014), menjelaskan bahwa ada
suatu zat yakni chlorhexidine yang digunakan dalam jangka waktu 2 minggu
seringkali menimbulkan efek samping timbulnya parotitis dengan tanda
munculnya iritasi pada mukosa mulut, sensasi terbakar dan perubahan
persepsi rasa.
Obi Andareto (2015) menjelaskan faktor penyebab parotitis adalah
gangguan pada kelenjar tiroid sehingga tidak dapat mensekresikan hormon
tiorid sesuai dengan kebutuhan tubuh. Juga dapat terjadi karena kekurangan
kadar yodium yang menyebabkan gondok bersifat endemik. Demikian pula,
kekurangan yodium pada wanita hamil kadang-kadang menyebabkan bayi
meninggal dunia maupun dilahirkan dengan kelambatan mental atau tuli
(kretinisme). Penyakit ini di Indonesia disebut gondongan atau radang
kelenjar gondok, disebut juga parotitis infektiosa. Adapun biasanya kelenjar
yang terkena adalah kelenjar parotis, kelenjar sublingualis dan kelenjar
submaksilaris di antara telinga dan rahang sehingga menyebabkan
pembengkakan pada leher bagian atas atau pipi bagian bawah (Chin, 2000).
Menurut Sumarmo (2008) penyakit gondong (mumps, parotitis) dapat
ditularkan melalui kontak langsung, percikan ludah (droplet), muntahan, dan
bisa pula melalui air kencing.
Tidak semua orang yang terinfeksi mengalami keluhan, bahkan
sekitar 30-40% penderita tidak menunjukkan tanda-tanda sakit (subclinical).
Mereka dapat menjadi sumber penularan seperti halnya penderita parotitis
yang nampak sakit. Masa tunas (masa inkubasi) parotitis sekitar 14-24 hari
dengan rata-rata 17-18 hari. Ada dua macam klasifikasi dari parotitis, yaitu
sebagai berikut :
a) Parotitis kambuhan
Maksud kambuhan disini adalah, apabila pasien yang sebelumnya telah
terinfeksi, kemudian kambuh kembali. Anak-anak yang biasanya terkena

5
parotitis tipe ini adalah ketika sampai pada usia antara 1 bulan hingga
akhir usia kanak-kanak (sampai 12 tahun).
b) Parotitis akut
Tanda yang nampak dari parotitis akut ini adalah rasa sakit yang tiba-
tiba, kemerahan dan pembengkakan pada daerah parotis. Tanda-tanda
parotitis akut ini dapat timbul sebagai akibat pasca-bedah yang dilakukan
pada penderita terbelakang mental dan penderita usia lanjut. Hal mengenai
pasca-bedah ini khususnya apabila penggunaan anastesi umum lama dan
ada gangguan hidrasi.

2.2 Etiologi Parotitis


Agen penyebab parotitis epidemika adalah anggota dari kelompok
paramyxovirus, yang juga termasuk didalamnya virus parainfluenza, measles,
dan virus newcastle disease. Ukuran dari partikel paramyxovirus sebesar 90–
300 mµ. Virus telah diisolasi dari ludah, cairan serebrospinal, darah, urin,
otak dan jaringan terinfeksi lain. Virus ini aktif dalam lingkungan yang
kering tapi virus ini hanya dapat bertahan selama 4 hari pada suhu ruangan.
Paramyxovirus dapat hancur pada suhu <4 ºC, oleh formalin, eter, serta
pemaparan cahaya ultraviolet selama 30 detik. Virus masuk dalam tubuh
melalui hidung atau mulut. Virus bereplikasi pada mukosa saluran napas atas
kemudian menyebar ke kalenjar limfa lokal dan diikuti viremia umum setelah
12-25 hari (masa inkubasi) yang berlangsung selama 3-5 hari. Selanjutnya
lokasi yang dituju virus adalah kalenjar parotis, ovarium, pancreas, tiroid,
ginjal, jantung atau otak. Virus masuk ke sistem saraf pusat melalui plexus
choroideus lewat infeksi pada sel mononuclear. Masa penyebaran virus ini
adalah 2-3 minggu melalui dari ludah, cairan serebrospinal, darah, urin, otak
dan jaringan terinfeksi lain. Virus dapat diisolasi dari saliva 6-7 hari sebelum
onset penyakit dan 9 hari sesudah munculnya pembengkakan pada kalenjar
ludah. Penularan terjadi 24 jam sebelum pembengkakan kalenjar ludah dan 3
hari setelah pembengkakan menghilang (Sumarmo, 2008).
Virus yang paling umum yang menyebabkan parotitis akut adalah mumps.
Mumps merupakan virus RNA rantai tunggal genus Rubulavirus subfamily

6
Paramyxovirinae dan family Paramyxoviridae. Virus mumps mempunyai 2
glikoprotein yaitu hamaglutinin-neuramidase dan perpaduan protein. Virus ini
juga memiliki dua komponen yang sanggup memfiksasi, yaitu : antigen S
atau yang dapat larut (soluble) yang berasal dari nukleokapsid dan antigen V
yang berasal dari hemaglutinin permukaan. Vaksinasi rutin dilakukan setiap
kali insidens mumps. Mumps akan sembuh dengan sendirinya dalam 10 hari.
Bakteri parotitis akut yang paling sering disebabkan oleh infeksi bakteri
Staphylococcus Aureus tetapi bisa juga disebabkan oleh bakteri commensal.
Parotitis ekstrapulmonary tuberculosis. Mikrobakterium ini menyebabkan
tuberkulosis dan dapat juga menyebabkan infeksi parotis. Infeksi tersebut
menyebabkan pembesaran tetapi nyeri sedang pada kelanjar parotis.
Diagnosis dibuat melalui penemuan tipe radiografi dada, kultur, diagnosis
histologi setelah kelenjar diangkat. Ketika didiagnosis dan dirawat dengan
pengobatan anti tuberkular, kelenjar mungkin kembali normal dalam1 -3
bulan.
Penyebab autoimun diketahui sebagai parotitis kronis autoimun. Sindrom
Sjogren’s meruapakan inflamasi kronis pada kelenjar saliva bisa menjadi
sebuah penyakit autoimun yang dikenal sebagai Sindrom Sjogren’s. Penyakit
ini paling umum muncul pada orang berumur 40-60 tahun, tetapi bisa juga
menyerang anak kecil. Pada sindrom Sjogren’s, prevalensi parotitis
perempuan : laki-laki berkisar 9 : 1. Sindrom ini sering bermanifestasi
dengan kekeringan berlebihan pada mata, mulut, hidung, vagtna dan kulit.
Blokade atau penyumbatan dari saluran parotis utama, satu dari cabangnya,
sering menyebabkan parotitis akut, inflamasi selanjutnya terhadap super
infeksi bakteri. Penyumbatan bisa terjadi akibat dari batu saliva, sumbatan
mucus, atau jarang dari tumor ganas. Batu saliva atau bisa dikenal dengan
sialolithiasis atau kalkulus saluran saliva merupakan bentukan dari kalsium
tetapi tidak mengindikasikan kelainan kalsium. Batu saliva pada kelenjar
parotis lebih sering terbentuk di hilum atau di dalam parenkim. Gejala yang
dirasakan pasien adalah terdapat bengkak yang hilang timbul disertai dengan
rasa nyeri. Dapat teraba batu pada kelenjar yang terlibat Batu saliva

7
didiagnosa melalui X-Ray, CT Scan atau USG (Professor of otolaryngology,
2009).

2.3 Manifestasi Klinis


Tidak semua orang yang terinfeksi oleh virus Paramyxovirus mengalami
keluhan, bahkan sekitar 30-40% penderita tidak menunjukkan tanda-tanda sakit
(subclinical). Namun demikian mereka sama dengan penderita lainnya yang
mengalami keluhan, yaitu dapat menjadi sumber penularan penyakit tersebut.
Masa tunas (masa inkubasi) penyakit gondong sekitar 12-24 hari dengan
rata-rata 17-18 hari. Adapun tanda dan gejala yang timbul setelah terinfeksi dan
berkembangnya masa tunas dapat digambarkan sebagai berikut (Obi Andareto,
2015) :
1) Pada tahap awal (1-2 hari) penderita gondong mengalami gejala, demam
(suhu badan 38,5-40oC), sakit kepala, nyeri otot, kehilangan nafsu
makan, nyeri rahang bagian belakang saat mengunyah dan adakalanya
disertai kaku rahang (sulit membuka mulut)
2) Selanjutnya terjadi pembengkakan kelenjar di bawah telinga (parotis)
yang diawali dengan pembengkakan salah satu sisi kelenjar kemudian
kedua kelenjar mengalami pembengkakan
3) Pembengkakan biasanya berlangsung sekitar 3 hari kemudian berangsur-
angsur mengempis.
4) Kadang terjadi pembengkakan pada kelenjar dibawah rahang
(submandibula) dan kelenjar dibawah lidah (sublingual) . pada pria akil
balik adakalanya terjadi pembengkakan buah akar (testis) karena
penyebaran melalui aliran darah.

2.4 Patofisiologi
Parotitis merupakan penyakit infeksi pada kelenjar parotis akibat virus.
Penyakit ini merupakan penyebab edema kelenjar parotis yang paling sering.
Kejadian parotitis saat ini berkurang karena adanya vaksinasi. Insidens
parotitis tertinggi pada anak-anak berusia antara 4-6 tahun. Onset penyakit ini
diawali dengan adanya rasa nyeri dan bengkak pada daerah sekitar kelenjar
parotis. Masa inkubasi berkisar antara 2 hingga 3 minggu. Gejala lainnya

8
berupa demam, malaise, mialgia, serta sakit kepala (Tamin, Susyana & Duhita
Yassi, 2011).

Parotitis tersebar di seluruh dunia dan dapat timbul secara endemic atau
epidemik. Gangguan ini cenderung menyerang anak-anak yang berumur 2-12
tahun. Parotitis sangat jarang ditemukan pada anak yang berumur kurang dari
dua tahun, hal tersebut karena umumnya mereka masih memiliki atau
dilindungi oleh antibody yang baik. Anak yang pernah menderita parotitis
akan memiliki kekebalan seumur hidupnya (Nahlieli, 2005). Penularan atau
penyebaran virus dapat ditularkan melalui kontak langsung, percikan ludah,
bahan muntah, mungkin dengan urine. Virus tersebut masuk tubuh bisa
melalui hidung atau mulut. Biasanya kelenjar yang terkena adalah kelenjar
parotis. Infeksi akut oleh virus mumps pada kelenjar parotis dibuktikan
dengan adanya kenaikan titer Ig-M dan Ig-G secara bermakna dari serum akut
dan serum konvalesens. Semakin banyak penumpukan virus di dalam tubuh
sehingga terjadi proliferasi di parotis atau epitel traktus respiratorius kemudian
terjadi viremia (ikutnya virus ke dalam aliran darah) dan selanjutnya virus
berdiam di jaringan kelenjar atau saraf yang kemudian akan menginfeksi
glandula parotid. Keadaan ini disebut parotitis.
Masa inkubasi 15 sampai 21 hari kemudian virus bereplikasi di dalam
traktus respiratorius di dalam traktus respiratorius atas dan nodus limfatikus
servikalis, dari sini virus menyebar melalui aliran darah ke organ-organ lain,
termasuk selaput otak, gonad, pankreas, payudara, thyroidea, jantung, hati,
ginjal dan saraf otak. Bila testis terkena maka terdapat pendarahan kecil dan
nekrosis sel epitel tubuli seminiferus. Pada pancreas kadang terdapat
degenerasi dan nekrosis jaringan. Adenitis kelenjar liur manifestasi viremia
awal. Viruria biasanya terjadi dan disertai oleh gangguan ginjal (Suprohaita et
al, 2000). Perjalanan penyakit klasik dimulai dengan demam, sakit kepala,
anoreksia dan malaise. Dalam 24 jam anak mengeluh sakit telinga yang
bertambah dengan gerakan mengunyah, esok harinya tampak glandula parotis
yang membesar dan cepat bertambah besar, mencapai ukuran maksimal dalam
1-3 hari, biasanya demam menghilang 1-6 hari dan suhu menjadi normal
sebelum hilangnya pembengkakan kelenjar.bagian bawah daun telinga

9
terangkat keatas dan keluar oleh pembengkakan glandula parotis.
Pembengkakan dapat disertai nyeri hebat, nyeri mulai berkurang setelah
tercapai pembengkakan maksimal berlangsung selama 6-10 hari. Biasanya
satu glandula parotis membesar kemudian diikuti yang lainnya dalam
beberapa hari. Adakalanya kanan dan kiri membesar bersamaaan parotis
unilateral ditemukan kira-kira 25% (Berker, 2004).
Akibat terinfeksinya kelenjar parotis maka dalam 1-2 hari akan terjadi
demam, anoreksia, sakit kepala dan nyeri otot. Kemudian dalam 3 hari
terjadilah pembengkakan kelenjar parotis yang mula-mula unilateral kemudian
bilateral, disertai nyeri rahang spontan dan sulit menelan. Pada manusia
selama fase akut, virus mumps dapat diisoler dari saliva, darah, air seni dan
liquor. Pada pankreas kadang-kadang terdapat degenerasi dan nekrosis
jaringan (Mansjoer, 2000). Kondisi parotitis memberikan berbagai masalah
keperawatan pada pasien. Adanya respons inflamasi sistemik memberikan
manifestasi peningkatan suhu tubuh. Manifestasi respons ketidaknyamanan
sakit kepala dan anoreksia memberikan manifestasi peningkatan suhu tubuh.
Manifestasi respon ketidaknyamanan sakit kepala dan anoreksia memberikan
manifestasi nyeri dan ketidak seimbangan pemenuhan nutrisi. Raad et al
(1990), setelah kajian literatur, menyimpulkan bahwa faktor utama
dalam patogenesis adalah dilatasi duktus dengan atau tanpa bukti obstruksi
dan infeksi persisten derajat rendah.

2.5 Pathways

Paramyxovirus

10
Masuk saluran pernapasan

Membelah diri

knk
nnn
Virus menyebar
proseskeinfeksi
organ di
sekitar melalui aliran

uw
wu
wu
wu
u
Terjadi kelenjar parotis

Pembengkakan kelenjar parotis


Demam
Sumbatan pada saluran telinga

Manifestasi Klinis
Teraba masa di leher Hipertermi
Nyeri leher dan telinga
Nafsu makan menurun

Manifestasi Klinis :

- Nyeri Telinga
- Perubahan nutrisi
- Resiko penularan

11
2.4 Klasifikasi
1. Parotitis Kambuhan
Anak-anak mudah terkena parotitis kambuhan yang timbul pada
usia antara 1 bulan hingga akhir masa kanak-kanak.Kambuhan berarti
sebelumnya anak telah terinfeksi virus kemudian kambuh lagi.
2. Parotitis Akut
Parotitis akut ditandai dengan rasa sakit yang mendadak,
kemerahan dan pembengkakan pada daerah parotis. Dapat timbul sebagai
akibat pasca-bedah yang dilakukan pada penderita terbelakang mental dan
penderita usia lanjut, khususnya apabila penggunaan anestesi umum lama
dan adanya gangguan dehidrasi.

2.5 Pemeriksaan Diagnostik


a) Darah rutin
Tidak spesifik, gambarannya seperti infeksi virus lain, biasanya
leukopenia ringan yakni kadar leukosit dalam satu liter darah menurun.
Normalnya leukosit dalam darah adalah 4x109/L darah dengan limfositosis
relatif, namun komplikasi sering menimbulkan leukositosis
polimorfonuklear tingkat sedang.
b) Amilase serum
Biasanya ada kenaikan amilase serum, kenaikan cenderung dengan
pembengkakan parotis dan kemudian kembali normal dalam kurang lebih 2
minggu. Kadar amylase normal dalam darah adalah 0-137 U/L darah.
c) Pemeriksaan serologis
Ada tiga pemeriksaan serologis yang dapat dilakukan untuk menunjukan
adanya infeksi virus (Nelson, 2000), yaitu:
1) Hemaglutination inhibition (HI) test
Uji ini menerlukan dua spesimen serum, satu serum dengan onset
cepat dan serum yang satunya di ambil pada hari ketiga. Jika perbedaan
titer spesimen 4 kali selama infeksi akut, maka kemungkinannya
parotitis.

12
2) Neutralization (NT) test
Dengan cara mencampur serum penderita dengan medium untuk
biakan fibroblas embrio anak ayam dan kemudian diuji apakah terjadi
hemadsorpsi. Pengenceran serum yang mencegah terjadinya hemadsorpsi
dinyatakan oleh titer antibodi parotitis epidemika. Uji netralisasi asam
serum adalah metode yang paling dapat dipercaya untuk menemukan
imunitas tetapi tidak praktis dan tidak mahal.
3) Complement – Fixation (CF) test
Tes fiksasi komplement dapat digunakan untuk menentukan jumlah
respon antibodi terhadap komponen antigen S dan V bagi diagnosa
infeksi parotitis epidemika akut. Antibodi terhadap antigen V mencapai
titer puncak dalam 1 bulan dan menetap selama 6 bulan berikutnya dan
kemudian menurun secara lambat 2 tahun sampai suatu jumlah yang
rendah dan tetap ada. Peningkatan 4 kali lipat dalam titer dengan analisis
standar apapun menunjukan infeksi yang baru terjadi. Antibodi terhadap
antigen S timbul cepat, sering mencapai maksimum dalam satu minggu
setelah timbul gejala, hilang dalam 6 sampai 12 minggu.
d) Pemeriksaan Virologi
Isolasi virus jarang sekali digunakan untuk diagnosis. Isolasi virus
dilakukan dengan biakan virus yang terdapat dalam saliva, urin, likuor
serebrospinal atau darah. Biakan dinyatakan positif jika terdapat
hemardsorpsi dalam biakan yang diberi cairan fosfat-NaCl dan tidak ada
pada biakan yang diberi serum hiperimun.

2.6 Penatalaksanaan
Parotitis merupakan penyakit yang bersifat self-limited (sembuh atau hilang
sendiri) yang berlangsung kurang lebih dalam satu minggu. Tidak ada terapi
spesifik bagi infeksi virus “Mumps” oleh karena itu pengobatan parotitis
seluruhnya simptomatis dan suportif.
Pasien dengan parotitis harus ditangani dengan kompres hangat, sialagog
seperti tetesan lemon, dan pijatan parotis eksterna. Cairan intravena mungkin
diperlukan untuk mencegah dehidrasi karena terbatasnya asupan oral. Jika respons

13
suboptimal atau pasien sakit dan mengalami dehidrasi, maka antibiotik intravena
mungkin lebih sesuai.
Berikut tata laksana yang sesuai dengan kasus yang diderita :
1) Penderita rawat jalan
Penderita baru dapat dirawat jalan bila tidak ada komplikasi (keadaan
umum cukup baik).
a) Istirahat yang cukup, di berikan kompres
b) Pemberian diet lunak dan cairan yang cukup
c) Medikamentosa : Analgetik-antipiretik Penderita rawat inap

2) Penderita dengan demam tinggi, keadaan umum lemah, nyeri kepala


hebat, gejala saraf perlu rawat inap diruang isolasi.
a) Diet lunak, cair dan tidak kering
b) Analgetik-antipiretik
c) Berikan kortikosteroid untuk mencegah komplikasi

3) Terapi komplikasi
a) Encephalitis
Simptomatik untuk encephalitisnya. Lumbal pungsi berguna untuk
mengurangi sakit kepala.
b) Orkhitis
a) Istrahat yang cukup
b) Pemberian analgetik
c) Sistemik kortikosteroid (hidrokortison, 10mg/kg/24 jam, peroralm,
selama 2 – 4 hari)
4) Pankreatitis
Terapi simptomatis dengan cairan yang cukup.

2.7 Komplikasi
Hampir semua anak yang menderita gondongan akan pulih total tanpa
penyulit, tetapi kadang gejalanya kembali memburuk setelah sekitar 2 minggu.
Keadaan seperti ini dapat menimbulkan komplikasi, dimana virus dapat

14
menyerang organ selain kelenjar liur. Hal tersebut mungkin terjadi terutama jika
infeksi terjadi setelah masa pubertas. Dibawah ini adalah komplikasi yang dapat
terjadi akibat penanganan atau pengobatan yang kurang dini :
a) Meningoensepalitis : Penderita mula-mula menunjukan gejala nyeri
kepala ringan, yang kemudian disusul oleh muntah-muntah, gelisah dan
suhu tubuh yang tinggi (hiperpireksia). Komplikasi ini merupakan
komplikasi yang sering pada anak-anak.
b) Ketulian : Tuli saraf dapat terjadi unilateral, jarang bilateral walaupun
insidensinya rendah (1:15.000), parotitis adalah penyebab utama tuli saraf
unilateral, kehilangan pendengaran mungkin sementara atau permanen.
c) Orkitis : Peradangan pada salah satu atau kedua testis. Setelah sembuh,
testis yang terkena mungkin akan menciut. Jarang terjadi kerusakan testis
yang permanen Sehingga kemandulan dapat terjadi pada masa setelah
puber dengan gejala demam tinggi mendadak, menggigil mual, nyeri
perut bagian bawah, gejala sistemik, dan sakit pada testis.
d) Ensefalitis atau Meningitis : Peradangan otak atau selaput otak. Gejalanya
berupa sakit kepala, kaku kuduk, mengantuk, koma atau kejang. 5-10%
penderita mengalami meningitis dan kebanyakan akan sembuh total. 1
diantara 400-6.000 penderita yang mengalami ensefalitis cenderung
mengalami kerusakan otak atau saraf yang permanen, seperti ketulian
atau kelumpuhan otot wajah.
e) Ooforitis : Timbulnya nyeri dibagian pelvis ditemukan pada sekitar 7%
pada penderita wanita pasca pubertas.
f) Pankreatitis : kelainan berat tetapi jarang terjadi. Pankreatitis dapat
terjadi karena infeksi virus parotitis yang menyebabkan jejas primer sel
asiner dan terjadi efek destruktif enim-enim pankreas yang dilepas oleh
sel asiner sehingga leukosit akan meleppaskan sitokin pro inflamatorik
yang menyebabkan terjadinya inflamasi lokal dam edema pada pankreas
Peradangan pankreas, bisa terjadi pada akhir minggu pertama. Penderita
merasakan mual dan muntah disertai nyeri perut. Gejala ini akan
menghilang dalam waktu 1 minggu dan penderita akan sembuh total.

15
g) Nefritis : Kadang kelainan fungsi ginjal terjadi pada setiap penderita dan
viruria terdeteksi pada 75%. Frekuensi keterlibatan ginjal pada anak-
anak belum diketahui. Nefritis yang mematikan, terjadi 10-14 hari
sesudah parotitis. Nefritis ringan dapat terjadi namun jarang. Dapat
sembuh sempurna tanpa meninggalkan kelainan pada ginjal.
h) Miokarditis : Manifestasi jantung yang serius sangat jarang terjadi, tetapi
infeksi ringan miokardium mungkin lebih sering daripada yang diketahui.
Miokarditis ringan dapat terjadi dan muncul 5–10hari pada parotitis.
Gambaran elektrokardiografi dari miokarditis seperti depresi segmen S-
T, flattening atau inversi gelombang T. Dapat disetai dengan takikardi,
pembesaran jantung dan bising sistolik.
i) Artritis : Jarang ditemukan pada anak-anak. Atralgia yang disertai
dengan pembengkakan dan kemerahan sendi biasanya penyembuhannya
sempurna. Manifestasi lain yang jarang tapi menarik pada parotitis adalah
poliarteritis yang sering kali berpindah-pindah. Gejala sendi mulai 1-
2minggu setelah berkurangnya parotitis. Biasanya yang terkena adalah
sendi besar khususnya paha atau lutut. Penyakit ini berakhir 1-12 minggu
dan sembuh sempurna.

2.8 Pencegahan
Pencegahan adalah solusi terbaik supaya terhindar dari penyakit ini. Cara
pencegahan terbaik untuk parotitis adalah dengan imunisasi rutin rekomendasi
IDAI (Ikatan Dokter Anak Indonesia) 2011. Vaksin ini merupakan kombinasi
dengan vaksin measles (campak) dan rubella (campak Jerman). Diberikan
sebanyak 2 kali, yaitu pada usia 15 bulan dan kemudian usia 5–6 tahun (FK
UNUD, 2011). Penecegahan bisa dilakukan secara pasif dan aktif. Berikut adalah
perbedaan pencegahan secara pasif dan aktif.
A) Pasif : Gamma globulin parotitis hiperimun tidak efektif dalam
mencegah parotitis atau mengurangi komplikasi.
B) Aktif : Pemberian rutin vaksin parotitis hidup yang dilemahkan. Anak
yang divaksinasi biasanya tidak mengalami demam atau reaksi klinis
lain yang dapat dideteksi, tidak mengeksresi virus, dan tidak menular

16
terhadap kontak yang rentan. Jarang parotitis dapat berkembang 7 – 10
hari sesudah vaksinasi. Vaksin memicu antibody pada sekitar 96%
resipien seronegatif dan mempunyai kemanjuran protektif sekitar 97%
terhadap infeksi parotitis alamiah. Proteksi tampak berakhir lama. Pada
suatu wabah parotitis, beberapa anak yang telah diimunisasi dengan
vaksin parotitis sebelumnya mengalami sakit yang ditandai dengan
demam, malaise, mual, dan ruam popular merah yang melibatkan badan
dan tungkai tetapi mentelamatkan telapak tangan dan kaki. Ruam
berakhir sekitar 24 jam. Tidak ada virus yang diisolasi dari anak, tetapi
kenaikan titer antibody parotitis ditunjukkan.

2.9 Cara penularan parotitis atau virus penyakit mumps


Cara penularan parotitis atau virus penyakit mumps dapat melalui:
 Kontak langsung
 Percikan ludah

 Muntah

 Melalui urine

 Bersin atau batuk

 Menggunakan peralatan makan dan piring yang sama dengan orang


yang terinfeksi

 Berbagi makanan dan minuman dengan seseorang yang terinfeksi

 Mencium

 Orang yang terinfeksi menyentuh hidung atau mulut mereka dan


kemudian melemparkannya ke permukaan yang dapat disentuh orang
lain.

Virus dapat ditemukan dalam urine dari hari pertama sampai hari ke-14
setelah terjadi pembesaran kelenjar. Penyakit mumps pada anak yang berumur
kurang dari 2 tahun, saangat jarang. Hal tersebut karena umumnya mereka masih

17
memiliki atau dilindungi oleh antibodi yang baik. Seseorang yang pernah
menderita penyakit gondong, maka dia akan memiliki kekebalan seumur
hidupnya. Penderita penyakit gondong masih bisa menjadi sumber penularan
selama 9 hari sejak keluhan bengkak ditemukan. Sebaiknya pada periode tersebut
penderita dianjurkan tidak masuk sekolah atau melakukan aktivitas di keramaian
karena akan menjadi sumber penularan dan penyebaran penyakit mumps pada
anak di sekitarnya.

B. Rencana Asuhan Keperawatan


I. Pengkajian
a. Identitas
Identitas pasien meliputi nama, umur, suku / bangsa, agama, pendidikan,
alamat.
b. Keluhan Utama
Umumnya pada pasien penderita parotitis, pasien mengeluhkan demam,
nyeri di bawah telinga, bengkak, nafsu makan menurun, sakit kepala,
muntah, nyeri otot dan sulit menelan.
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Biasanya pasien mengelukan mengalami demam dan merasakan nyeri
pada belakang telinga dan pipi. Beberapa hari kemudian timbul bengkak
dan kemerahan kemudian menjadi sukar menelan dan nafsu makan
menurun, adanya rasa nyeri dan bengkak menyebar ke daerah pipi.
d. Riwayat Penyakit Dahulu:
1) Tanyakan apakah pasien pernah dirawat di rumah sakit dengan gejala
yang sama.
2) Tanyakan punya riwayat penyakit menular, dan riwayat penyakit
alergi.
3) Tanyakan apakah pasien pernah di imunisasi MMR (Mumps, Measles,
Rubela).
e. Riwayat Penyakit Keluarga:
Biasanya semua anggota keluarga sudah pernah mengalami gejala yang
sama dan kemungkinan bisa tertular

18
f. Pemeriksaan Fisik:
a) B1 (breathing) : Takipnea
b) B2 (blood) : kelemahan fisik dan takikardi
c) B3 (brain) : compos mentis, mengalami kecemasan dan terus
menerus gelisah akibat manifestasi klinis
dari parotitis, sakit kepala dan kaku leher
d) B4 (bladder) : normal
e) B5 (bowel) : sulit menelan → nafsu makan menurun → BB
menurun
f) B6 (bone) : kelemahan otot, malaise

g. Pemeriksaan Penunjang:
a) Pemeriksaan darah di dapatkan leucopenia ringan dengan limfositosis
relative.
b) Kadar leukosit < 4 x 109/L darah.
c) Pemeriksaan kadar amilase dalam serum naik >137 U/L darah.

II. Diagnosa Keperawatan


1) Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh (00002)
berhubungan dengan ketidakcukupan intake makanan akibat kesulitan
menelan
2) Hipertermi (00007) berhubungan dengan peningkatan laju
metabolisme: proses inflamasi
3) Nyeri akut (00132) berhubungan dengan penyakit yang diderita.

III. Intervensi Keperawatan


DX NOC NIC Rasional
I Setelah dilakukan Nutrition Therapy (1120)
tindakan keperawatan 1) Monitor intake 1.Untuk
dalam waktu 1x24 jam makanan dan cairan memonitor
diharapkan pemenuhan serta hitung kalori intake nutrisi
intake nutrisi klien harian yang dibutuhkan pasien
dapat tercukupi dengan 2) Ajarkan pasien untuk 2.Untuk

19
kriteria hasil: berat memilih makanan memudahkan
badan dalam batas halus, lunak dan tidak proses menelan
normal & kebutuhan mengandung asam serta
nutrisi adekuat meningkatkan
pemasukan
nutrisi
3) Instruksikan pasien 3.Mengetahui
dan keluarga tentang perilaku diet
diet yang diresepkan yang harus
diterapkan
II Setelah dilakukan Vital Sign Monitoring
tindakan keperawatan (6680)
dalam waktu 1 x 24 jam 1) Monitor tekanan darah, 1. mengetahui
diharapkan terjadi nadi, suhu, dan RR kondisi pasien
penurunan suhu tubuh 2) Monitor gejala 2. mengetahui
klien (suhu tubuh klien hipertermi gejala yang
kembali dalam batas timbul pada
normal) dengan kriteria pasien
hasil: suhu tubuh dalam 3) Monitor warna kulit, 3. memonitor
batas normal suhu, dan kelembaban keadaan fisik
pasien
4) Identifikasi 4. mengetahui
kemungkinan perkembangan
penyebab perubahan kesehatan pasien
tanda – tanda vital 5. mengetahui
5) Monitor adanya sianosis keadaan pasien
III Setelah dilakukan Pain Management (1400)
tindakan keperawatan 1) Mengobservasi rasa 1.Untuk
dalam waktu 1x24 jam nyeri termasuk lokasi, mengetahui
diharapkan klien karakteristik, surasi, kondisi nyeri
menunjukkan nyeri frekuensim dan secara
berkurang sampai intensitas nyeri dan komprehensif
hilang dengan kriteria factor pencetus

20
hasil : nyeri berkurang 2) Mengamati tanda 2.Untuk
sampai dengan hilang nonverbal dari nyeri mengetahui
tanda nyeri
secara nonverbal
3) Menggunakan 3.Mempercepat
analgesic yang sesuai proses
kesembuhan
4) Mempertimbangkan 4.Menentukan
jenis dana sumber penanganan
nyeri untuk memilih yang sesuai
strategi penanganan
nyeri
5) Ajarkan teknik 5.Membuat
nonfarmakologi seperti mengurangi rasa
hipnotis, relaksasi, nyeri
terapi music
6) Hilangkan factor 6.Mencegah
presipitasi atau timbulnya nyeri
yang berkepanjangan
menimbulkan
nyeri

IV. Implementasi
Melakukan tindakan keperawatan sesuai dengan intervensi yang telah
ditentukan.

V. Evaluasi Tindakan
Memastikan kriteria hasil yang di inginkan dapat tercapai, seperti:
1) Klien menunjukkan nyeri yang berkurang
2) Klien dapat melakukan distraksi positif ketika nyeri
3) Klien mempunyai masukan nutrisi yang adekuat
4) Klien menunjukkan suhu tubuh dan TTV dalam rentang normal
BAB III

21
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Parotitis adalah suatu penyakit virus dengan tanda membesarnya kelenjar
ludah dan terasa nyeri. Penyakit ini merupakan penyakit menular yang akut
(Yvonne). Parotitis yang juga dikenal sebagai penyakit gondong ini adalah
penyakit yang biasanya menyerang anak-anak berusia 2-12 tahun. Penyakit
Gondongan (Mumps atau Parotitis) adalah suatu penyakit menular dimana
sesorang terinfeksi oleh virus (Paramyxovirus) yang menyerang kelenjar ludah
(kelenjar parotis) di antara telinga dan rahang sehingga menyebabkan
pembengkakan pada leher bagian atas atau pipi bagian bawah. Ada dua macam
klasifikasi dari parotitis, yaitu parotitis kambuhan dan parotitis akut. Gejala khas
yaitu pembesaran kelenjar ludah terutama kelenjar parotis. Pada orang dewasa,
infeksi ini bisa menyerang testis (buah zakar), sistem saraf pusat, pankreas,
prostat, payudara dan organ lainnya. Menurut Sumarmo (2008) penyakit gondong
(mumps, parotitis) dapat ditularkan melalui kontak langsung, percikan ludah
(droplet), muntahan dan bisa pula melalui air kencing. Masa tunas (masa
inkubasi) parotitis sekitar 14-24 hari dengan rata-rata 17-18 hari.
Penyebab parotitis epidemika adalah anggota dari kelompok paramyxovirus,
yang juga termasuk didalamnya virus parainfluenza, measles, dan virus newcastle
disease. Virus telah diisolasi dari ludah, cairan serebrospinal, darah, urin, otak dan
jaringan terinfeksi lain. Virus mumps mempunyai 2 glikoprotein yaitu
hamaglutinin-neuramidase dan perpaduan protein. Virus ini aktif dalam
lingkungan yang kering tapi virus ini hanya dapat bertahan selama 4 hari pada
suhu ruanganMasa penyebaran virus ini adalah 2-3 minggu melalui dari ludah,
cairan serebrospinal, darah, urin, otak dan jaringan terinfeksi lain. Virus dapat
diisolasi dari saliva 6-7 hari sebelum onset penyakit dan 9 hari sesudah
munculnya pembengkakan pada kalenjar ludah. Penularan terjadi 24 jam sebelum
pembengkakan kalenjar ludah dan 3 hari setelah pembengkakan menghilang
(Sumarmo,2008).
Parotitis tersebar di seluruh dunia dan dapat timbul secara endemic atau
epidemik. Kondisi parotitis memberikan berbagai masalah keperawatan pada

22
pasien. Adanya respons inflamasi sistemik memberikan manifestasi peningkatan
suhu tubuh. Manifestasi respons ketidaknyamanan sakit kepala dan anoreksia
memberikan manifestasi peningkatan suhu tubuh. Manifestasi respon
ketidaknyamanan sakit kepala dan anoreksia memberikan manifestasi nyeri dan
ketidak seimbangan pemenuhan nutrisi. Ada tahapan-tahapan yang nampak dari
tanda-tanda pasien parotitis yaitu tahap prodromal, tahap akut serta adanya gejala
lain yang mencakup malaise, anoreksia, dan limfadenopati umum.
Pasien dengan parotitis harus ditangani dengan kompres hangat, sialagog
seperti tetesan lemon, dan pijatan parotis eksterna. Cairan intravena mungkin
diperlukan untuk mencegah dehidrasi karena terbatasnya asupan oral. Jika respons
suboptimal atau pasien sakit dan mengalami dehidrasi, maka antibiotik intravena
mungkin lebih sesuai. Penecegahan bisa dilakukan secara pasif dan aktif. Hampir
semua anak yang menderita gondongan akan pulih total tanpa penyulit, tetapi
kadang gejalanya kembali memburuk setelah sekitar 2 minggu. Keadaan seperti
ini dapat menimbulkan komplikasi, dimana virus dapat menyerang organ selain
kelenjar liur.

3.2 Saran
Sebagai seorang perawat diharapkan mampu memahami dan mengetahui
masalah yang berhubungan dengan gangguan sistem pencernaan pada pasien, agar
perawat mampu melakukan asuhan keperawatan pada klien tersebut. Sebagai
salah satu tenaga kesehatan yang sering berinteraksi dengan pasien, perawat harus
mampu memenuhi kebutuhan pasien, salah satunya adalah kebutuhan yang
berhubungan dengan sistem pencernaan. Penyusunan makalah ini belum
sempurna, untuk itu diperlukan peninjauan ulang terhadap isi dari makalah ini.

DAFTAR PUSTAKA

23
Herdman, T.H. & Kamitsuru, S. (Eds.). (2014). NANDA International Nursing
Diagnoses: Definitions & Classification, 2015-2017, Tenth Edition. Oxford:
Wiley Blackwell

24

Anda mungkin juga menyukai