Jurnal Akuntansi
Jurnal Akuntansi
ABSTRACT
Keywords : audit quality, audit tenure, audit firm size, client size, auditor rotation,
independency.
1
I. PENDAHULUAN
2
bahwa kantor akuntan yang besar secara sistematis pasti akan menghasilkan audit
yang berkualitas lebih tinggi. Dia mendasarkan penelitiannya atas dua argumen
yang dibuatnya berdasarkan penelitian-penelitian sebelumnya. Pertama, auditor
yang berkerja di perusahaan yang lebih besar memiliki pengalaman pertemuan
yang lebih banyak dengan klien yang berbeda-beda, dan membuat mereka
memiliki pengalaman yang kolektif sehingga mereka mampu untuk menyediakan
audit yang lebih berkualitas. Kedua, ketergantungan ekonomi dapat mengancam
objektivitas dan independensi auditor.
Perusahaan kecil memiliki lingkup informasi yang lebih “miskin”
dibandingkan dengan perusahaan besar (Atiase, 1985; Bamber, 1987; Llorente et
al., 2002 dalam Fernando et al., 2010). Perusahaan yang lebih besar memiliki
analisis yang lebih tinggi (Christensen et al., 2004; O’Brien dan Bhushan, 1990
dalam Fernando et al., 2010) dan persentase kepemilikan institusional yang lebih
tinggi (O’Brien dan Bhushan, 1990 dalam Fernando et al., 2010). Perusahaan-
perusahaan yang lebih kecil kurang diperhatikan oleh pemegang sahamnya,
menandakan kurangnya informasi dan pengawasan yang lemah. Keadaan seperti
ini sangat kondusif untuk lebih memperlihatkan pengaruh peran informasi dan
pengawasan audit. Oleh karena itu, dampak dari kualitas audit yang lebih tinggi
akan lebih besar bagi perusahaan-perusahaan kecil, sedangkan bagi perusahaan
besar peningkatan kualitas audit tidak begitu berpengaruh karena mereka
memiliki kualitas pengendalian yang lebih baik dibandingkan perusahaan kecil
(Fernando et al., 2010).
Di Yordania, dari hasil pengamatan secara luas, banyak perusahaan
mempertahankan perusahaan audit yang sama untuk masa jabatan yang lebih
panjang dengan kecenderungan umum untuk mendapat keyakinan lebih dari
kualitas audit perusahaan besar (Al-Thuneibat et al., 2011). Oleh karena itu,
mereka berpendapat bahwa penting untuk mengungkap apakah Perusahaan Audit
besar memberikan kualitas audit yang unggul; jika tidak, pintu harus dibuka untuk
pendatang baru dalam komunitas audit dan industri di Yordania, tanpa
kekhawatiran untuk bersaing dengan auditor besar atas dasar kualitas audit
mereka yang lebih unggul (Al-Thuneibat et al., 2011).
3
II. TELAAH TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS
Independensi
Standar Umum kedua dalam SA seksi 220 menyatakan “Dalam semua hal
yang berhubungan dengan perikatan, independensi dalam sikap mental harus
dipertahankan oleh auditor”. Standar ini mengharuskan auditor bersikap
independen, artinya tidak mudah dipengaruhi, karena ia melaksanakan
perkerjaannya untuk kepentingan umum (SPAP, 2011).
Auditor dituntut untuk senantiasa mempertahankan sikap mental independen
di dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawab yang diberikan. Independensi
berarti sikap mental yang bebas dari pengaruh, tidak dikendalikan oleh pihak lain,
dan tidak tergantung pada orang lain. Independensi juga berarti adanya kejujuran
dalam diri auditor dalam mempertimbangkan fakta dan adanya pertimbangan
yang objektif dalam merumuskan dan menyatakan pendapatnya (Mulyadi, 2002).
Teori Auditing
Secara Umum Auditing merupakan suatu proses sistematik untuk
memperoleh dan mengevaluasi bukti secara objektif mengenai pernyataan-
pernyataan tentang kegiatan dan kejadian ekonomi, dengan tujuan untuk
menetapkan tingkat kesesuaian antara pernyataan-pernyataan tersebut dengan
kriteria yang telah ditetapkan, serta penyampaian hasil-hasilnya kepada pemakai
yang berkepentingan (Mulyadi, 2002).
Dari sudut pandang profesi akuntan publik, auditing adalah pemeriksaan
(examination) secara objektif atas laporan keuangan suatu perusahaan atau
organisasi lain dengan tujuan untuk menentukan apakah laporan keuangan
tersebut menyajikan secara wajar, dalam semua hal yang material, posisi
keuangan dan hasil usaha perusahaan atau organisasi tersebut. (Mulyadi, 2002)
Selain itu, akuntan publik juga harus berpedoman pada Standar Umum,
Standar Perkerjaan Lapangan dan Standar Pelaporan yang telah disahkan oleh
4
Institut Akuntan Publik Indonesia dan tertera pada Standar Profesional Akuntan
Publik (SPAP, 2011) SA Seksi 150.
Kualitas Audit
Istilah kualitas audit dapat memiliki makna yang berbeda tergantung dari
sudut pandang penerima atau pemberi jasa audit. Entitas pemilik maupun pihak
pengguna laporan keuangan berpendapat bahwa kualitas audit terjadi jika auditor
dapat memberikan jaminan bahwa tidak ada salah saji material atau kecurangan
(fraud) dalam laporan keuangan auditan. Sedangkan para auditor memandang
kualitas audit terjadi apabila mereka berkerja sesuai standar profesional yang ada,
dapat menilai resiko bisnis audit dengan tujuan untuk meminimalisasi resiko
litigasi dan meghindari kajatuhan reputasi auditor (Harom, 2012).
De Angelo (1981a) dalam Al-Thuneibat et al. (2010) mendefinisikan
kualitas audit sebagai sebuah kemungkinan bahwa auditor akan mendeteksi dan
melaporkan salah saji material. Proses pelaporan yang dilakukan oleh auditor
tergantung kepada independensi auditor untuk mengungkapkan pelanggaran
tersebut.
Kualitas audit terdiri atas kualitas sebenarnya (actual) dan dirasakan
(perceived). Actual Quality adalah tingkat dimana resiko dari pelaporan salah saji
material dalam rekening keuangan berkurang, sementara Perceived Quality adalah
seberapa efektif pengguna laporan keuangan percaya bahwa auditor telah
mengurangi salah saji material. Perceived audit quality yang lebih tinggi dapat
membantu mempromosikan investasi pada klien yang diaduit (Taylor, 2005 dalam
Jackson et al., 2008).
5
unqualified opinion sebagai inti informasi yang dikomunikasikan selalu bertumpu
pada asumsi bahwa perusahaan memnuhi syarat sebagai suatu entitas yang going
concern. Keterpenuhan atau sebaliknya ketidakterpenuhan prinsip going concern
ini akan mempengaruhi opini yang harus diberikan oleh auditor. Perbedaan opini
auditor yang harus diberikan tersebut akan mengharuskan perubahan dalam
format laporan auditor. Auditor harus melakukan modifikasi atas laporan auditor
yang dikeluarkannya (Novalinda, 2012).
Keadaan tertentu sering kali mengharuskan auditor menambahkan paragraf
penjelasan dalam laporan audit baku. Salah satu keadaan tersebut adalah jika
terdapat kondisi dan peristiwa yang semula menyebabkan auditor yakin tentang
adanya kesangsian mengenai kelangsungan hidup (going concern) entitas, namun
setelah mempertimbangkan rencana manajemen, auditor berkesimpulan bahwa
rencana manajemen tersebut dapat secara efektif dilaksanakan dan pengungkapan
mengenai hal itu telah memadai (SPAP, 2011). Opini going concern merupakan
bagian dari paragraf penjelasan yang ditambahkan dari opini yang diberikan
auditor dalam laporan auditnya.
PSA No.30 Seksi 341 membahas mengenai “Pertimbangan Auditor atas
Kemampuan Entitas dalam Mempertahankan kelangsungan Hidupnya”. Paragraf
2 dari PSA tersebut menyebutkan : “Auditor bertanggung jawab untuk
mengevaluasi apakah terdapat kesangsian besar terhadap kemampuan entitas
dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya dalam periode waktu pantas,
tidak lebih dari satu tahun sejak tanggal laporan keuangan yang sedang diaudit.
Evaluasi auditor berdasarkan atas pengetahuan tentang kondisi dan peristiwa yang
ada atau yang telah terjadi sebelum perkerjaan lapangan selesai.
6
memiliki pandangan yang berbeda dari hasil penelitian yang dilakukan Al-
Thuneibat et al. (2011). Mereka menyimpulkan bahwa kualitas audit akan
meningkat dengan adanya hubungan antara auditor dan klien.
Dalam investigasi yang dilakukan oleh American Institute of Certified
Accountants (AICPA) dalam Al-Thuneibat et al., 2011, ditemukan bahwa
kegagalan audit tiga kali lebih mungkin pada dua tahun pertama dari ikatan yang
dibuat dibandingkan dengan tahun-tahun berikutnya. Penelitian tersebut
melakukan survei terhadap 406 kasus kegagalan audit. Dua penelitian yang
memeriksa gugatan yang melibatkan auditor (St Pierre dan Anderson, 1984; Stice,
1991 dalam Al-Thuneibat et al., 2011) menemukan bahwa kegagalan audit lebih
umum terjadi pada tiga tahun atau kurang dalam hubungan auditor-klien. Auditor
dengan perikatan yang panjang, dibandingkan dengan auditor dengan perikatan
yang pendek, lebih mungkin untuk mengeluarkan opini going concern untuk klien
yang kemudian menyatakan kebangkrutan (Geiger dan Raghunandan, 2002 dalam
Al-Thuneibat et al., 2011).
7
keuangan. Keterlibatan (tenure) yang lama mengakibatkan berkurangnya
objektivitas dalam perilaku auditor (Hoyle, 1978; Arrunada dan Paz-Ares, 1997
dalam Al-Thuneibat et al., 2011). Johnson et al. (2002) dalam Al-Thuneibat et al.
(2011) berpendapat setelah tenure mencapai 8 tahun atau lebih, independensi
auditor menjadi terancam sebagai hasil dari rasa kekeluargaan auditor yang
berlebihan terhadap klien dan industrinya. Auditor tidak lagi termotivasi untuk
melakukan inovasi terhadap prosedur audit.
Pendapat-pendapat yang muncul menimbulkan pertanyaan empiris tentang
keterkaitan audit tenure dengan kualitas audit sehingga hipotesis berikut
digunakan :
H1 : Audit tenure mempengaruhi kualitas audit pada perusahaan di
Indonesia.
Choi et al. (2010) memiliki dua perspektif terkait bagaimana faktor ukuran
Kantor Audit dapat mempengaruhi kualitas Audit. Perspektif pertama disebut
perspektif ketergantungan ekonomis (economic dependence perspective). Kantor
audit kecil cenderung berkompromi terhadap kualitas audit karena ketergantungan
ekonomis terhadap klien tertentu. Kehilangan reputasi akibat kegagalan audit
memiliki pengaruh lebih besar bagi kantor audit besar dibandingkan kantor audit
yang lebih kecil. Kantor audit besar kurang merespon tekanan klien untuk
memperlancar pelaporan dibandingkan kantor audit kecil dan cenderung tidak
mau berkompromi atas kualitas audit, sehingga kantor audit besar mampu
memberi kualitas audit yang lebih baik dibandingkan dengan kantor audit yang
lebih kecil. Pada kasus seperti ini, ditemukan hubungan positif antara ukuran
kantor audit dan kualitas audit.
Perspektif kedua disebut Perspektif keseragaman kualitas (uniform quality
perspective). Perspektif ini berpendapat bahwa auditor besar seperti Big 4 punya
tanggung jawab untuk menyediakan jasa audit dengan kualitas yang sama diantara
kantor-kantor lokal (afiliasi) dengan ukuran yang berbeda dan berlokasi di
berbagai macam wilayah dan negara. Auditor besar cenderung menggunakan
8
standarisasi dalam teknik dan prosedur audit yang dilakukan (misalnya prosedur
komputerisasi) dibandingkan dengan auditor kecil. Ini kemudian memfasilitasi
pembagian dan transfer pengetahuan diantara kantor-kantor lokal yang dimiliki
auditor besar sehingga mampu menciptakan kualitas audit yang seragam baik
pada pusat maupun cabang. Dalam hal ini, dapat diargumentasikan bahwa yang
menjadi masalah utama adalah ukuran dari Perusahaan Audit tingkat Nasional
(Pusat), bukan ukuran dari Kantor Audit lokal (affiliasi), dengan demikian, ukuran
kantor audit tidak memiliki hubungan dengan kualitas audit (Choi et al., 2010).
Berdasarkan dua perbedaan perspektif atas pengaruh ukuran kantor audit
terhadap kualitas audit, muncul pertanyaan empiris tentang keterkaitan antara
ukuran Kantor audit dengan kualitas audit. Maka dari itu hipotesis berikut
digunakan :
H2 : Ukuran KAP mempengaruhi kualitas audit pada perusahaan di
Indonesia.
Selain oleh efek ukuran KAP, kualitas audit juga dapat dipengaruhi oleh
ukuran perusahaan Klien. Auditee yang lebih besar, karena kompleksitas operasi
mereka dan peningkatan pemisahan antara manajemen dan kepemilikan, sangat
memerlukan KAP yang dapat mengurangi agency cost (Watts dan Zimmerman,
1986 dalam Nasser et al., 2006) dan ancaman kepentingan pribadi auditor
(Hudaib dan Cooke, 2005 dalam Nasser et al., 2006). Selain itu, seiring dengan
ukuran perusahaan mengalami peningkatan, kemungkinan bahwa jumlah konflik
agensi juga meningkat dan ini mungkin akan meningkatkan permintaan untuk
membedakan kualitas auditor (Palmrose, 1984 dalam Nasser et al., 2006).
Berdasarakan argumen tersebut, perusahaan besar pastinya akan lebih memilih
menggunakan jasa auditor besar yang independen dan profesional untuk
menciptakan audit yang berkualitas sehingga timbul hubungan yang positif.
Perusahaan besar memiliki sistem pengendalian internal yang lebih baik
dibandingkan perusahaan kecil (Fernando et al., 2010). Dari sudut pandang
Perceived Quality, ketika baik perusahaan besar maupun perusahaan kecil
9
memperoleh tingkat kepercayaan yang sama dari pengguna laporan keuangan
bahwa laporan keuangan mereka telah bebas dari salah saji material, bagi
perusahaan kecil tingkat kepercayaan ini menjadi lebih efektif. Outcome yang
diperoleh perusahaan kecil ketika output (kepercayaan pengguna laporan
keuangan) telah dicapai lebih besar dibandingkan perusahaan besar. Bagi
perusahaan kecil, kepercayaan pengguna laporan keuangan bukan hanya mampu
mempromosikan investasi mereka (Taylor, 2005 dalam Jackson et al., 2008),
namun tentu saja membuat perusahaan mereka lebih diperhatikan publik dan
investor. Sedangkan, bagi perusahaan besar yang sudah menjadi perhatian dan
sorotan publik, tingkat kepercayaan ini hanya membantu dalam mempromosikan
investasi. Sehingga dari sudut pandang Perceived Quality, jasa audit pada
perusahaan kecil lebih berkualitas dibandingkan dengan perusahaan besar dan
tercipta hubungan negatif.
Perbedaan hubungan yang tercipta menimbulkan pertanyaan empiris tentang
hubungan ukuran klien dan kualitas audit sehingga menjadi dasar penggunaaan
hipotesis berikut :
H3 : Ukuran Perusahaan Klien mempengaruhi kualitas audit pada
perusahaan di Indonesia.
Kerangka Pemikiran
Audit Tenure
Ukuran Klien
10
III. METODE PENELITIAN
Pengukuran Variabel
Kualitas Audit
11
Sedangkan jika perusahaan klien tidak menerima opini going concern diberikan
nilai 0 (Jackson et al., 2008).
Audit Tenure
Variabel Audit Tenure diukur dengan menghitung jumlah tahun sebuah
KAP mengaudit laporan keuangan sebuah perusahaan secara berurutan (Al-
Thuneibat et al., 2011). Penghitungan jumlah tahun tenure dilakukan ke belakang
yaitu dimulai dari tahun 2010 dan terus ditelusuri sampai tahun dimana klien
berpindah ke auditor lain (Boone et al., 2008 dalam Al-Thuneibat et al., 2011).
Ukuran KAP
Ukuran KAP dalam penelitian ini merupakan besar kecilnya KAP yang
dibedakan dalam dua kelompok, yaitu KAP yang berafiliasi dengan Big 4 dan
KAP yang tidak berafiliasi dengan Big 4 (Choi, 2010). Variabel Ukuran KAP
diukur dengan menggunakan variabel dummy. Jika perusahaan diaudit oleh KAP
Big 4 maka akan diberikan nilai 1. Sedangkan jika perusahaan diaudit oleh KAP
non Big 4, maka diberikan nilai 0.
Berdasarkan sumber dari Wikipedia (2011), terdapat empat KAP besar di
Indonesia yang berafiliasi dengan KAP Big 4, diantaranya :
a. KAP Purwantono, Suherman & Surja – berafilisiasi dengan Ernst & Young.
b. KAP Osman Bing Satrio – berafiliasi dengan Deloitte Touche Tohmatsu
c. KAP Siddharta dan Widjaja – berafiliasi dengan KPMG, dan
d. KAP Tanudiredja, Wibisana & Rekan – berafiliasi dengan
PricewaterhouseCoopers (PwC).
12
Analisis Regresi Logistik yang Terbentuk
Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis regresi logistik
(logistic regression), yaitu untuk melihat pengaruh Audit Tenure, Ukuran KAP,
dan Ukuran perusahaan Klien terhadap kualitas Audit pada perusahaan yang
bergerak dalam industri manufaktur di Indonesia.
Keterangan :
KUALITAS : kualitas audit yang diproksikan dengan kecenderungan auditor
menerbitkan Opini Going concern dan diukur dengan variabel
dummy. Bila perusahaan diberikan opini Going concern (OGC)
diberi nilai 1 dan bila perusahaan tidak mendapat opini Going
concern (NOGC) diberi nilai 0.
TENURE : lamanya hubungan auditor dan klien. Diukur dengan menghitung
jumlah tahun sebuah KAP mengaudit laporan keuangan sebuah
perusahaan secara berurutan.
KAP : ukuran KAP, termasuk KAP Big 4 atau tidak. Diukur dengan
variabel dummy. 1 bila berafiliasi dengan Big 4 dan 0 bila tidak
berafiliasi dengan Big 4.
KLIEN : diukur dengan melakukan logaritma natural atas Total Aset
perusahaan.
e : residual error
13
audit sebagai proksi kualitas audit yang diterimanya, yaitu kelompok perusahaan
dengan opini audit going concern (OGC) dan perusahaan dengan opini audit non
going concern (NOGC).
Tabel I
Distribusi Kualitas Audit (Opini Going concern)
KUALITAS
Non OGC OGC Total
Tahun 2006 Count 33 7 40
% within Tahun 82.5% 17.5% 100.0%
2007 Count 33 7 40
% within Tahun 82.5% 17.5% 100.0%
2008 Count 34 6 40
% within Tahun 85.0% 15.0% 100.0%
2009 Count 34 6 40
% within Tahun 85.0% 15.0% 100.0%
2010 Count 32 8 40
% within Tahun 80.0% 20.0% 100.0%
Total Count 166 34 200
% within Tahun 83.0% 17.0% 100.0%
Sumber : Data sekunder yang diolah (2012)
Masa perikatan KAP dengan klien (tenure) dari perusahaan sampel selama
periode tahun 2006 – 2010 pada perusahaan yang menerima opini going concern
dan yang tidak menerima opini going concern ditunjukkan sebagai berikut :
14
Tabel II
Distribusi Audit Tenure
Ukuran auditor (KAP) yang diukur dengan afiliasi KAP dengan KAP big
4 dan KAP non-Big 4 dari perusahaan sampel selama periode tahun 2006 – 2010
pada perusahaan yang menerima opini going concern dan yang tidak menerima
opini going concern ditunjukkan sebagai berikut :
Tabel III
Distribusi Ukuran KAP
KUALITAS
Non OGC OGC Total
KAP Afiliasi Non Big 4 Count 36 16 52
% within KUALITAS 21.7% 47.1% 26.0%
Afiliasi Big 4 Count 130 18 148
% within KUALITAS 78.3% 52.9% 74.0%
Total Count 166 34 200
% within KUALITAS 100.0% 100.0% 100.0%
Sumber : Data Sekunder yang diolah
15
Pengelompokkan pada tabel III menunjukkan bahwa dari 166 perusahaan
yang menerima opini non going concern, sebanyak 78,3% diaudit oleh KAP Big
4. Sedangkan dari 34 perusahaan yang menerima opini going concern, sebanyak
52,9% perusahaan diaudit oleh KAP Big 4.
Ukuran Klien yang diukur dengan total aset perusahaan sampel selama
periode tahun 2006 – 2010 pada perusahaan yang menerima opini going concern
dan yang tidak menerima opini going concern ditunjukkan sebagai berikut :
Tabel IV
Distribusi Ukuran Klien
Uji Multikolinieritas
Uji Multikolinieritas bertujuan untuk menguji apakah di dalam model
regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas (independen). Model
regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi diantara variabel independen.
Tabel V merupakan matrik korelasi untuk persamaan regresi. Dalam matrik
ini akan dilihat besarnya korelasi antar variabel independen. Matrik korelasi di
atas menunjukkan tidak adanya gejala multikoloniearitas antar variabel
independen, sebagaimana terlihat dari nilai korelasi antar variabel independen
yang tertinggi sebesar 0,382.
16
Tabel V
Hasil Uji Multikolinieritas
Correlations
Tabel VI
Menilai Keseluruhan Model
Iteration Historya,b,c,d
Coefficients
17
Tabel VII
Angka Block Number
Block Number = 0 Block Number = 1
-2 Log Likelihood 182,354 168,342
Sumber : Data Sekunder yang diolah
Tabel VI dan Tabel VII menunjukkan bahwa nilai -2LL mengalami
penurunan. Pada -2LL awal (Block Number = 0) angka -2LL adalah 182,354,
sedangkan pada -2LL akhir (Block Number = 1) angka -2LL adalah 168,342.
Penurunan likelihood ini mencerminkan bahwa model regresi semakin baik atau
dengan kata lain model yang dihipotesiskan fit dengan data.
Tabel VIII
Hasil Uji Koefisien Determinasi
Model Summary
Dilihat dari output SPSS pada Tabel VIII, nilai Cox Snell’s R Square
persamaan regresi dalam penelitian ini sebesar 0,068 dan nilai Nagelkerke R2
adalah 0,113 yang berarti variabilitas variabel dependen yang dapat dijelaskan
oleh variabel independen sebesar 11,3% sedangkan sisanya 88,7% dijelaskan oleh
variabel-variabel lain di luar model penelitian.
18
Tabel IX
Hasil Uji Kelayakan Model Regresi
Hosmer and Lemeshow Test
1 12.868 8 .116
Matriks Klasifikasi
Matrik klasifikasi bertujuan untuk menunjukkan kekuatan prediksi dari
model regresi dalam memprediksi kemungkinan penerimaan opini audit going
concern pada perusahaan. Hasil matrik klasifikasi untuk model regresi dapat
dilihat pada tabel X.
Kekuatan prediksi dari model regresi secara keseluruhan adalah sebesar
82%. Kekuatan prediksi model regresi untuk memprediksi penerimaan opini audit
going concern pada perusahaan adalah sebesar 0%. Hal ini menunjukkan hasil
observasi dengan menggunakan model regresi ini adalah tidak ada perusahaan
(0%) yang diprediksi menerima opini audit going concern (OGC) dari total 34
perusahaan yang menerima opini audit going concern. Sedangkan kekuatan
prediksi model untuk penerima opini audit non going concern adalah 98,8%,
artinya hasil observasi dengan model regresi yang digunakan menunjukkan ada
sebanyak 164 perusahaan (98,8%) yang diprediksi menerima opini audit non
going concern (NOGC) dari total 166 perusahaan yang menerima opini audit non
going concern.
19
Tabel X
Matriks Klasifikasi
Classification Tablea,b
Predicted
KUALITAS
Percentage
Observed Non OGC OGC Correct
Step 0 KUALITAS Non OGC 166 0 100.0
OGC 34 0 .0
Overall Percentage 83.0
a. Constant is included in the model.
b. The cut value is .500
Classification Tablea
Predicted
KUALITAS Percentage
Observed Non OGC OGC Correct
Step 1 KUALITAS Non OGC 164 2 98.8
OGC 34 0 .0
Overall Percentage 82.0
Tabel XI
Hasil Uji Koefisien Regresi Logistik
Variables in the Equation
20
Dari pengujian persamaan logistik tersebut, maka diperoleh model
persamaan regresi yaitu sebagai berikut :
OGC = 6,120 + 0,188 TENURE - 0,841 KAP – 0,273 Ln.TA
21
Klien memiliki pengaruh yang signifikan terhadap opini going concern
sebagai proksi kualitas audit. Dengan demikian Hipotesis 3 (H3) diterima.
Arah koefisien adalah negatif sebesar -0,273 atau dengan kata lain klien yang
memiliki aset yang besar cenderung memiliki probabilitas mendapatkan opini
going concern yang lebih rendah. Nilai Exp(B) diperoleh sebesar 0,761, yang
berarti perusahaan klien yang lebih besar memiliki probabilitas mendapatkan
opini going concern sebesar 0,761 kali dibanding perusahaan klien yang lebih
kecil.
Interpretasi Hasil
Hasil perhitungan atas hubungan antara variabel Audit Tenure dengan
kualitas audit menunjukkan bahwa Audit Tenure tidak memiliki pengaruh yang
signifikan terhadap kualitas audit. Dari hasil statistik deskriptif Audit tenure
didapat nilai minimum 1 dan maksimum 5. Ketika perusahaan tidak puas dengan
kualitas kinerja auditor, masa perikatan diakhiri sebelum batas maksimum yang
diatur pemerintah. Nilai minimum 1 menunjukkan adanya perusahaan yang telah
mengganti auditor ketika masa perikatan baru berjalan 1 tahun. Auditor baru yang
lebih memberi jaminan kualitas atas jasa audit kemudian dipilih sebagai
pengganti. Pilihan yang dibuat perusahaan untuk segera mengakhiri masa
perikatan ketika kualitas yang diharapkan tidak diperoleh menunjukkan audit
tenure tidak mempengaruhi kualitas audit pada perusahaan di Indonesia.
Sebaliknya, yang terjadi adalah kecenderungan bahwa kualitas audit yang
mempengaruhi masa perikatan auditor-klien. Di sisi lain, nilai maksimum 5
menunjukkan ada perikatan yang terjadi selama 5 tahun. Kecenderungan yang
timbul adalah semakin lama masa perikatan, semakin tidak ada variasi yang
timbul dari jasa audit yang dilakukan, dengan kata lain opini yang diberikan
cenderung sama dari tahun-ke tahun.
Hasil perhitungan atas hubungan antara variabel Ukuran KAP dengan
kualitas audit menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan dengan arah
negatif. Semakin besar sebuah KAP maka KAP tersebut akan lebih sedikit
memberikan opini going concern. Kecenderungan KAP yang berafiliasi dengan
22
Big 4 memberikan opini going concern lebih kecil dibandingkan dengan KAP
yang tidak berafiliasi dengan Big 4.
Kesimpulan ini mengindikasikan di Indonesia tidak dapat dipastikan bahwa
KAP yang berafiliasi dengan Big 4 akan memberikan jasa audit yang berkualitas.
Hasil dari pengujian hipotesis ini tentu terkait dengan objek penelitian yaitu KAP
lokal di Indonesia yang berafiliasi dengan Big 4. Kesimpulan yang berbeda
mungkin bisa didapat jika yang dijadikan objek penelitian adalah KAP Big 4 itu
sendiri bukan KAP lokal.
Hasil perhitungan atas hubungan antara variabel Ukuran perusahaan klien
dengan kualitas audit menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan
dengan arah negatif. Semakin besar aset sebuah perusahaan maka akan lebih
sedikit mendapatkan opini going concern.
Seperti yang tercantum dalam PSA No. 30 Seksi 341, indikator going
concern yang banyak digunakan auditor dalam memberikan keputusan opini audit
adalah kegagalan dalam memenuhi kewajiban hutangnya (default). Debt default
didefinisikan sebagai kegagalan debitor (perusahaan) untuk membayar hutang
pokok dan/atau bunganya pada waktu jatuh tempo. Bagi perusahaan besar, dengan
besarnya sumber aset, maka kegagalan lebih dapat diatasi dengan memanfaatkan
asetnya.
Hasil ini sesuai dengan pendapat bahwa Perceived Quality akan menjadi
lebih besar bagi klien kecil. Perusahaan besar memiliki sistem pengendalian
internal yang lebih baik dibandingkan perusahaan kecil (Fernando et al., 2010).
Dari sudut pandang Perceived Quality, ketika baik perusahaan besar maupun
perusahaan kecil memperoleh tingkat kepercayaan yang sama dari pengguna
laporan keuangan bahwa laporan keuangan mereka telah bebas dari salah saji
material, bagi perusahaan kecil tingkat kepercayaan ini menjadi lebih efektif.
Outcome yang diperoleh perusahaan kecil ketika output (kepercayaan pengguna
laporan keuangan) telah dicapai lebih besar dibandingkan perusahaan besar. Bagi
perusahaan kecil, kepercayaan pengguna laporan keuangan bukan hanya mampu
mempromosikan investasi mereka (Taylor, 2005 dalam Jackson et al., 2008),
namun tentu saja membuat perusahaan mereka lebih diperhatikan publik dan
23
investor. Sedangkan, bagi perusahaan besar yang sudah menjadi perhatian dan
sorotan publik, tingkat kepercayaan ini hanya membantu dalam mempromosikan
investasi. Sehingga dari sudut pandang Perceived Quality, jasa audit pada
perusahaan kecil lebih berkualitas dibandingkan dengan perusahaan besar.
Kesimpulan
Masa Perikatan Auditor dengan klien atau disebut juga Audit Tenure tidak
mempengaruhi kualitas dari sebuah audit atas pemeriksaan laporan keuangan pada
perusahaan-perusahaan di Indonesia secara signifikan.
Ukuran KAP memiliki pengaruh signifikan terhadap kualitas audit atas
pemeriksaan laporan keuangan pada perusahaan-perusahaan di Indonesia dengan
arah negatif. Semakin besar ukuran KAP maka kecenderungan untuk memberikan
opini going concern semakin kecil.
Ukuran Klien memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kualitas audit
dengan arah negarif. Hal ini mengindikasikan bahwa semakin besar asset yang
dimiliki perusahaan akan semakin kecil probabilitas mendapatkan opini going
concern.
Keterbatasan
Proksi kecenderungan menerbitkan opini going concern yang digunakan
diharapkan dapat mengukur tingkat independensi auditor. Namun, yang menjadi
kelemahan dari proksi ini adalah kecenderungan untuk menerbitkan opini going
concern hanya tergantung pada perusahaan yang membutuhkan laporan seperti itu
saja.
Objek yang diteliti merupakan semua perusahaan, baik yang sehat secara
finansial maupun yang bermasalah, sehingga tidak dapat menangkap
kecenderungan memberikan opini going-concern.
Periode yang digunakan hanya 5 tahun dan masih mendasarkan pada
Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 359/KMK.06/2003
24
pasal 2, belum mendasarkan pada peraturan terbaru, yaitu Peraturan Menteri
Keuangan Republik Indonesia Nomor 17/PMK.01/2008 tentang “Jasa Akuntan
Publik” pasal 3.
Saran
Adapun saran yang dapat diberikan untuk penelitian-penelitian yang akan
datang adalah Penelitian selanjutnya disarankan menggunakan proksi lain untuk
mengukur kualitas audit seperti tingkat discretionary accruals (DA) maupun
ukuran lainnya.
Selain itu, Penelitian selanjutnya hendaknya mempertimbangkan
penggunaan objek penelitian perusahaan-perusahaan yang bermasalah baik secara
finansial maupun ligitasi, sehingga lebih mampu mengukur kecenderungan
auditor memberikan opini going-concern.
Penelitian selanjutnya juga sebaiknya menggunakan periode yang lebih dari
5 tahun karena periode yang lebih panjang diharapkan mampu digunakan untuk
mengukur lama Audit Tenure dan memenuhi ketetapan peraturan Menteri
Keuangan Republik Indonesia Nomor 17/PMK.01/2008 tentang “Jasa Akuntan
Publik” pasal 3.
25
DAFTAR PUSTAKA
Al-Thuneibat, Al Issa, dan Ata Baker. 2011. Do Audit Tenure and Firm Size
contribute to Audit Quality? “Managerial Auditing Journal, Vol. 26, No. 4,
pp. 317-334
Carey P. dan R. Simnett. 2006. Audit Partner Tenure and Audit Quality. “The
Accounting Review, Vol. 81, No. 3, pp. 653-676
Choi, J.H., Kim, C., Kim, J.B., dan Y. Zang. 2010. Audit Office Size, Audit
Quality, and Audit Pricing. “Auditing : The Journal of Practice & Theory,
Vol. 29, No. 1, pp. 73-97
Dao M., S. Mishra, dan K. Raghunandan. 2008. Auditor Tenure and Shareholder
Ratification of the Auditor. “Accounting Horizons, Vol. 22, No. 3, pp. 297-
314
Dong Yu, M. 2007. The Effect of Big Four Office Size on Audit Quality.
Columbia : UMI Microform.
Fernando, G. D., Ahmed M., dan Randal J. E. 2010. Audit quality attributes,
client size and cost of equity capital. “Review of Accounting and Finance,
Vol. 9, No. 4, pp. 363-381
26
Jackson, A.B., M. Moldrich, dan P. Roebuck. 2008. Mandatory audit firm rotation
and Audit Quality. “Managerial Auditing Journal, Vol. 23 No. 5, pp. 420-
437
Nasser Abu Thahir, Emelin A.W., Sharifah, dan Mohammad Hudaib. 2006.
Auditor – client Relationship : the case of audit tenure and auditor switching
in Malaysia. “Managerial Auditing Journal, Vol. 21, No. 7, pp. 724-737
Sekaran, U. 2003. Research Method for Business. United State of America : John
Wiley & Son, Inc.
Sun Jerry dan Guoping Liu. 2011. Client-specific litigation risk and audit quality
differentiation. “Managerial Auditing Journal, Vol. 26, No. 4, pp. 300-316
Tamba R. dan H. Siregar. 2009. “Pengaruh Debt Default, Kualitas Audit, dan
Opini Audit terhadap Penerimaan Opini Going Concern pada perusahaan
Manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia”. Skripsi tidak
dipublikasikan, Departemen Akuntansi Fakultas Ekonomi, Universitas
Sumatera Utara.
Wikipedia. 2011. Big Four Audit Firm. Wikimedia Foundation, Inc. h..n.p.
http://en.wikipedia.org/wiki/Big_Four_%28audit_firms%29, diakses tanggal
1 Agustus 2011.
27