Anda di halaman 1dari 10

BAB IV.

MOTIVASI KERJA

Pada bab ini akan dibahas mengenai motivasi kerja terhadap karyawan sehingga
dapat mengetahui ciri-ciri dari pada motif individu dalam melakukan sesuatu perbuatan.
Bab ini juga akan menjelaskan hakekat dari pekerjaan, job performance, hierarki
kebutuhan, hubungan antar job performance dan motivasi kerja, serta pengukuran terhadap
job performance.Setelah dipelajari bab ini, diharapkan anda dapat menganalisa beberapa
kasus tentang motivasi kerja yang terjadi diperusahaan kaitannya dengan melakukan
pengukuran terhadap job performance.

Indikator Pencapaian
Melalui indikator pencapaian diharapkan anda mampu:
1. Membandingkan beberapa teori-teori tentang motivasi kerja dari beberapa ahli
kemudian dapat menjelaskan defenisi motivasi kerja menurut pemahaman anda.
2. Menjelaskan beberapa ciri ciri motif pada setiap individu, sehingga mampu
memberikan contoh kongkrit yang terjadi di perusahaan industri.
3. Menjelaskan apa arti dari kerja dan bagaimana mendefinisikan hakekat dari seseorang
bekerja.
4. Menjelaskan tentang job performance.
5. Menjelaskan teori hierarki kebutuhan dari Abraham Maslow.
6. Menjelaskan hubungan job performance dengan motivasi kerjadan teori-teori dan
model yang menerangkan tentang hubungan tersebut.
7. Melakukan pengukuran terhadap job performance kaitannya dengan sebuah studi
kasus.

4.1 Defenisi Motivasi Kerja


Motif seringkali diartikan dengan istilah dorongan. Dorongan atau tenaga tersebut
merupakan gerakan jiwa dan jasmani untuk berbuat. Sehingga motif tersebut merupakan
suatu driving force yang menggerakan manusia untuk bertingkah laku dan dalam
perbuatannya itu mempunyai tujuan tertentu.
Pengertian motivasi yang dikemukakan oleh Wexley dan Yulk adalah pemberian
atau penimbulan motif. Jadi motivasi kerja adalah sesuatu yang menimbulkan semangat
atau dorongan kerja. Oleh sebab itu motivasi kerja dalam psikologi karya biasa disebut
pendorong semangat kerja. Kuat dan lemahnya motivasi kerja ikut menentukan besar
kecilnya prestasinya.

4.2 Beberapa ciri-ciri dari Motif Individu


Ciri-ciri dari pada motif individu adalah sebagai berikut :
1. Motif adalah majemuk, dalam suatu perbuatan tidak hanya mempunyai suatu tujuan
tetapi beberapa tujuan yang berlangsung bersama-sama. Misalnya ; seorang karyawan
yang melakukan kerja giat, dalam hal ini tidak hanya karena ingin lekas naik pangkat,
tetapi juga ingin diakui atau dipuji, dapat upah yang tinggi dan sebagainya.
2. Motif dapat berubah-ubah, motif bagi seseorang seringkali mengalami perubahan. Ini
disebabkan karena keingan manusia selalu berubah-ubah sesuai dengan kebutuhan atau
kepentingannya. Misalnya ; seorang karyawan pada suatu ketika menginginkan gaji
yang tinggi, pada pada waktu yang lain menginginkan pimpinan yang baik, atau
kondisi kerja yang menyenangkan. Dalam hal ini nampak bahwa motif sangat dinamis
dan geraknya mengikuti kepentingan-kepentingan individu.
3. Motif berbeda-beda bagi individu, dua orang yang melakukan pekerjaan yang sama,
tetapi ternyata terdapat perbedaan motif. Misalnya ; dua orang karyawan yang bekerja
pada suatu mesin yang sama dan pada ruang yang sama pula, tetapi motifasinya bisa
berbeda. Yang seorang menginginkan teman kerja yang baik, sedangkan yang lain
menginginkan kondisi kerja yang menyenangkan.
4. Beberapa motif tidak disadari oleh individu, banyak tingkah laku manusia yang tidak
disadari oleh pelakunya. Sehingga beberapa dorongan (needs) yang muncul seringkali
karena berhadapan dengan situasi yang kurang menguntungkan lalu ditekan dibawah
sadarnya. Dengan demikian seringkalikalau ada dorongan dari dalam yang kuat sekali
menjadikan individu yang bersangkutan tidak bisa memahami motifnya sendiri.

4.3 Hakekat Kerja


Dalam kehidupan manusia selalu mengadakan bermacam-macam aktivitas. Salah
satu aktivitas itu diujudkan dalam gerakan gerakan yang dinamakan kerja. Bekerja
mengandung arti melaksanakan suatu tugas yang diakhiri dengan buah karya yang dapat
dinikmati oleh manusia yang bersangktan.
Menurut Mc. Gregor, seorang itu bekerja karena bekerja itu merupakan kondisi
bawaan seperti bermain atau beristirahat, untuk aktif dan mengerjakan sesuatu. Kemudian
Smith dan Wakeley, menambahkan dengan teorinya yang menyatakan bahwa seseorang
didorong untuk beraktivitas karena dia berharap bahwa hal ini akan membawa pada
keadaan yang lebih memuaskan daripada keadaan sekarang.
Faktor pendorong penting yang menyebabkan manusia bekerja adalah adanya
kebutuhan yang harus dipenuhi. Aktivitas dalam kerja mengandung unsur suatu kegiatan
sosial, menghasilkan sesuatu, dan pada akhirnya bertujuan untuk memenuhi kebutuhannya.
Namun demikian dibalik dari tujuan yang tidak langsung tersebut orang bekerja juga untuk
mendapatkan imbalan hasil kerja yang akan menggantungkan hidupnya kepada perusahaan
dengan menerima upah atau gaji dari hasil kerjanya itu. Jadi pada hakekatnya orang
bekerja tidak saja untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya, tetapi juga bertujuan
untuk mencapai taraf hidup yang lebih baik.
Jadi bekerja adalah suatu bentuk yang bertujuan untuk mendapatkan kepuasan.
Dan aktivitas ini melibatkan baik fungsi fisik maupun mental. Pendapat dari Gilmer
(1971), bahwa bekerja itu merupakan proses fisik maupun mental manusia dalam mencapai
tujuannya.
Dari sini dapat disimpulkan bahwa bekerja adalah aktivitas manusia baik fisik
maupun mental yang dasrnya adalah bawaan dan mempunyai tujuan yaitu mendapat
kepuasan. Ini tidak berarti bahwa semua aktivitas itu adalah bekerja, hal ini tergantung
pada motivasi yang mendasari dilakukannya aktivitas tersebut.

4.4Job Performance
Pada umumnya, job performance diberi batasan sebagai kesuksesan seseorang dalam
melaksanakan suatu pekerjaan (Maier, 1965). Lawler dan Porter (1967) lebih tegas lagi
menyatakan bahwa job performance adalah Successful role achievement yang diperoleh
seseorang dari perbuatn-perbuatannya. Dari batasan – batasan tersebut jelas bahwa yang
dimaksud dengan job performance ialah hasil yang dicapai oleh seseorang menurut ukuran
yang berlaku untuk pekerjaan yang bersangkutan.
Vroom (1964), menyatakan bahwa tingkat sejauh mana keberhasilan seseorang di
dalam melakukan tugas pekerjaannya dinamakan level of performance. Disini nampak
jelas bahwa pengertian job performance itu lebih sempit sifatnya, yaitu hanya berkenan
dengan apa yang dihasilkan seseorang dari tingkah laku kerjanya. Biasanya orang yang
level of performance nya tinggi disebut sebagai oarang yang produktif. Dan sebaliknya
orang yang levelnya tidak mencapai standar dikatakan sebagai tidak produktif atau
berperfomansi rendah.

4.5 Need Hierarchy thoery


Setiap manusia mempunyai needs, yang pemunculannya sangat tergantung dari
kepentingan individu, dengan kenyataan ini kemudian Maslow (1954) membuat need
hierarchy theory untuk menjawab tentang tingkatan manusia tersebut. Menurut Maslow,
kebutuhan-kebutuhan manusia itu dapat digolongkan dalam lima tingkatan (five hierarchy
of needs), yaitu :
1. physiologocal needs
Misalnya :sandang, pangan, dan tempat berlindung, sex dan kesejahteraan individu.
Kebutuhan ini merupakan kebutuhan yang amat primer, karena kebutuhan ini telah ada
dan terasa sejak manusia dilahirkan ke bumi ini.
2. safety needs
Kalau ini dikaitkan dengan kerja maka kebutuhan akan keamanan jiwanya sewaktu
bekerja. Selain itu juga perasaan aman akan harta yang ditinggal sewaktu mereka
bekerja. Perasaan aman juga menyangkut terhadap masa depan karyawan.
3. social needs
Manusia pada hakekatnya adalah mahluk sosial, sehinggga mereka mempunyai
kebutuhan-kebutuhan sosial sebagai berikut :
a. kebutuhan akan perasaan diterima oleh orang lain di mana ia hidup dan bekerja
b. kebutuhan akan perasaan dihormati, karena setiap manusia merasa dirinya penting.
c. Kebutuhan untuk bisa berprestasi.
d. Kebutuhan untuk bisa ikut serta.
4. esteem needs
Situasi yang ideal ialah apabila prestise itu timbul akan prestasi. Akan tetapi tidak
selalu demikian halnya. Dalam hal ini semakin tinggi kedudukan seseorang maka
semakin banyak hal yang digunakan sebagai simbol statusnya itu.
5. need for self actualization
Setiap manusia ingin mengembangkan kapasitas mental dan kapasitas kerjanya melalui
pengembangan pribadi. Oleh sebab itu pada tingkatan ini orang cendrung untuk selalu
mengembangkan dridan berbuat yang paling baik.
4.6 Hubungan antara Job Performance dengan motivasi kerja
Teori tentang job performance dalam hal ini adalah teoti psikologi tentang proses
tingkah laku kerja seseorang sehingga ia menghasilkan sesuatu yang menjadi tujuan dari
pekerjaannya. Menurut Maier (1965) perbedaan performansi kerja antara orang yang satu
dengan yang lainnya di dalam situasi kerja adalah karena perbedaan karateristik dari
individu. Di samping itu orang yang sama dapat menghasilkan performansi kerja yang
berbeda di dalam situasi yang berbeda pula. Performansi kerja pada dasarnya dipengaruhi
oleh dua hal yaitu faktor-faktor individu dan faktor-faktor situasi.
Namun pendapat-pendapat ini masih belum menerangkan tentang prosesnya.
Khususnya yang menyangkut proses ada dua teori.
a. Goal teory
Menurut Locke (1968), bahwa tingkah laku manusia banyak di dasarkan untuk mencapai
sesutau tujuan. Teori yang lain dikemukakan oleh Georgopoulus (1975) yang disebut
“path goal theory”, menurut dia performansi adalah fungsi dari facilitating process dan
inhibiting process.
Prinsip dasarnya adalah kalau seseorang melihat bahwa performansi yang tinggi
itu merupakan jalur (path) untuk memuaskan needs (goal) tertentu, maka ia akan
berbuat mengikuti jalur tersebut sebagai fungsi dari level of needs yang bersangkutan.
Namun demikian, apakah proses tersebut akan melahirkan performansi adalah
tergantung dari tingkat kebebasan (level of freedom) yang ada pada jalur itu. Apabila
tidak ada hambatan yang berarti maka dihasilkan performansi, dan sebaliknya jika pada
jalur itu banyak hambatannya.
Di samping itu, apabila individu melihat bahwa berproduksi rendah (low
producer) itu justriu merupakan jalur untuk menuju tujuan tertentu misalnya agar bisa
diterima teman-teman sekerjanya, maka ia akan cenderung menjadi low producer.
Adapun syarat agar suatu jalur dipilih ialah apabila levl need nya cukup tinggi,
tujuannya cukup menonjol, dan bila pada saat itu tidak ada jalur lain yang lebi efektif
serta lebi ekonomis.
Jadi kesimpulan dari performansi kerja adalah fungsi dari motivasi untuk berproduksi
dengan level tertentu. Motivasi ditentukan oleh nedds yang mendasari tujuan yang
bersangkutan dan merupakan alat dari tingkah laku produktif itu terhadap tujuan yan
diinginkan.
b. Teori attribusi (Expectancy theory)
Pendekatan toeri attribusi mengenai performansi kerja yang dirumuskan oleh
Heider (1958) adalah sebagai berikut :

P = M x A

Keterangan :
P = Performance
M = Motivation
A = ability

Menurut teori ini performance adalah hasil interaksi antara motivasi dengan ability.
Dengan demikian, orang yang tinggi motivasinya tetapi memiliki ability yang rendah akan
menghasilkan performansi yang rendah. Begitu pula dengan orang yang sebenarnya ber-
ability tinggi tetapi tetapi rendah motivasinya.
Atas dasar ini Vroom (1964) menyarankan agar karyawan yang akan di training
haruslah orang yang bermotivasi tinggi, sedangkan karyawan yang perlu dimotivasi adalah
mereka yang ber-ability tinggi. Kalau dibandingkan dengan teori path goal theory, maka
teori ini jauh lebih lengkap, karena ditambahkannya fungsi ability di dalam proses
terjadinya performansi. Perkembangan teori ini pun cukup pesat dan sangat besar
pengaruhnya dalam perkembangan teori tentang motivasi maupun teori tentang ability itu
sendiri.
Ada tiga macam model yang dikemukakan dalam mengukur performance yaitu :
1. Model Vroomian
Model ini diwarnai pendapat dari Vroom (1964) tentang motivasi dan ability. Menurut
model ini performansi kerja seseorang (P) merupakan fungsi dari interaksi perkalian
antara motivasi (M) dan ability (K). Rumusnya adalah sebagai berikut :
P = f (M x K)
Dari hubungan perkalian ini ialah jika seseorang rendah pada salah satu komponennyas
maka prestasi kerjanya pasti akan rendah pula. Dengan kata lain apabila performansi
kerja seseorang rendah, maka ini dapat merupakan hasil dari motivasi yang rendah, atau
kemampuannya tidak baik.
2. Model Lawler dan Porter
Adapun rumus yang diusulkan oleh Lawler dan Porter adalah sebagai berikut :
Performance = Effort x Ability x Role perceptions
Effort : Adalah banyaknya energi yang dikeluarkan sesorang dalam situasi
tertentu.
Ability : Adalah karateristik individual seperti intelegensi, manual skill,
traits yang merupakan kekuatan potensial seseorang untuk berbuat
dan sifat relatif stabil.
Role : Adalah kesesuaian antara effort yang dilakukan seseorang dengan
perpections pandangan evaluator atau atasan langsung tentang job requirement
nya

3. Model Anderson dan Butzin


mereka mengajukan formula baru yang menggunakan perkalian dan tambahan sekaligus
yang rumusnya sebagai berikut :
Future Performance = [past Performance + (motivasi x Ability)]
Semua teori tentang job performansi di mana di dalamnya melibatkan motivasi individu
adalah bersifat perhitungan tentang kemungkinan achievement seseorang, sehingga
bukanlah pengukuran tentang performance dalam rangka penilaian jabatan. Namun
demikian apabila telah didapat skor performance yang sebenarnya, kemudian dimiliki
pula skor ability atau motivasinya, maka akan dapat diterka level dari salah satu yang
lain yang belum diketahui.

4.7 Pengukuran Job Performance


Untuk mengukur job performance, masalah maslah yang paling pokok adalah
menetapkan kriterianya. Menurt Jessup (1975), yang pertama diperlukan dalam hal ini
adala ukuran mengenai sukses, dan bagian-bagian mana yang dianggap penting sekali
dalam suatu pekerjaan. Usaha untuk menentukan ukuran tentang sukses ini amatlah sulit,
karena seringkali pekerjaan itu begitu kompleks sehingga sulit ada ukuran output yang
pasti. Hal ini seperti terutama pada jabatan-jabatan yang bersifat administratif. Kesulitan
dalam menentukan dasar ukuran ini merupakan masalah sensitif di kalangan ahli psikologi
industri dan terkenal dengan “the criterion problem”
Menurut Bellows (1961) beberapa syarat kriteria yang baik ialah apabila lebih
riliable, realitis, representatif dan bisa predict-able. Dalam hal ini dikatakan Maier (1965)
bahwa yang umum dianggap sebagai kriteria antara lain ialah; kualitas, kuantitas, waktu
yang dipakai, jabatan yang dipegang, absensi, dan keselamatan dalam menjalankan tugas
pekerjaan.
Kalau kriteria suatu pekerjaan sudah ditetapkan, maka langkah berikutnya dalam
mengukur performansi kerja adalah mengumpulkan informasi yang berhubungan dengan
hal tersebut dari seseorang selama periode tertentu. Dengan membandingkan hasil ini
terhadap standart yang dibuat untuk periode waktu yang bersangkutan, akan didapatkan
level of performance seseorang.
Untuk memudahkan pengukuran performansi kerja ini Maier, membagi pekerjaan
menjadi dua jenis, yaitu :
a) pekerjaan produksi, dimana secara kuantitatif orang bisa membuat suatu standart yang
obyektif.
b) Pekerjaan yang non produksi, di mana penentuan sukses tidaknya seseorang di dalam
tugas biasanya didapat melalui human judments atau pertimbangan subyektif.
Untuk jenis pertama, hasil produksi seseorang bisa langsung dihitung, dan mutunya
dapat dinilai pula melalui pengujian hasil. Sedangkan untuk jenis kedua, ada beberapa cara
yang lazim ditempuh, anatara lain melalui penilaian (rating) oleh atasan, oleh teman dan
diri sendir. Karena cara yang demikian ini lebih bersifat subyektif, maka sedapat mungkin
diusahakan adanya standart yang obyektif itu dan kalau sudah tidak memungkinkan
barulah kelangkah yang kedua.
Secara ringkasnya dapatlah dikatakan bahwa pengukuran tentang job performance
itu tergantung kepada jenis pekrjaannya dan tujuan dari organisasi perusahaan yang
bersangkutan. Kedua hal ini menentukan apa kriteria sukses yan berlaku untuk jabatan itu,
serta dimensi-dimensi mana dari pekerjaan itu yang dianggap lebih penting.
Aktivitas Kelas

Buatlah beberapa kelompok yang terdiri dari 2-4 orang, diskusikan tentang topik dari
beberapa kasus mengenai motivasi kerja (boleh ambil dari kasus langsung yang terjadi di
perusahaan, maupun skripsi-skripsi yang pernah diteliti, serta jurnal-jurnal tentang
motivasi dan pengukuran performansi kerja karyawan).
Ambil salah satu kasus yang diinginkan kemudian lakukan pengamatan terhadap kasus
tersebut, selesaikan kasus tersebut dengan ketentuan berikut ini:
1. Sebutkan dan jelaskan beberapa metode/pendekatan yang diunakan untuk mengukur
performansi kerja?
2. Selesaikan kasus tersebut menggunakan salah satu kasus/pendekatan yang menurut
anda inginkan?
3. Presentasikan kasus tersebut di depan kelas! (siapkan power point serta makalah anda
dalam bentuk word)

Latihan
1. Carilah beberapa definisi tentang Motivasi Kerja berdasarkan para ahli, kemudian
bandingkan teori-teori tersebut dan jelaskan definisi motivasi kerja menurut persepsi
berdasarkan informasi yang sudah anda dapatkan?
2. Sebutkan dan jelaskan beberapa ciri-ciri motif pada setiap individu, dan berikan
beberapa contoh kongkrit yang terjadi diperusahaan industri maupun jasa?
3. Jelaskan definisi Kerja secara etimologi dan jelaskan apa itu hakekat kerja?
4. Jelaskan secara mendetail apa itu job performance?
5. Sebutkan dan Jelaskan 5 tingkatan teori hierarki kebutuhan menurut Abraham Maslow
(gambarkan piramida kebutuhan)?
6. Jelaskan hubungan antara job performance dengan motivasi kerja, kemudian kaitkan
dengan sumber-sumber lain mengenai teori-teori dan model yang menerangkan
mengenai hubungan job performance dengan motivasi kerja?
7. Sebutkan dan jelaskan pendekatan atau metode yang digunakan untuk melakukan
pengukuran performansi kerja?
NB. Buatlah dalam bentuk makalah

Anda mungkin juga menyukai