FITRIANI
2F
B T 12 02 182
AKBID BATARI TOJA WATAMPONE
2014/2015
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah Swt., yang atas rahmat-Nya sehingga
saya dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini dengan baik. Terima kasih kami
ucapkan kepada ibu ASRIWATI,S.Kep,S.Pd.MKes sebagai dosen mata kuliah “Ilmu
Kesehatan Masyarakat” yang dengan dukungannya sehingga tugas kuliah ini selesai tepat
pada waktunya. Terima kasih juga diucapkan kepada teman-teman serekan yang telah
bekerjasama dan bersusah payah, sehingga tugas ini selesai dengan baik.
Saya sebagai penulis pemula merasa banyak sekali kekurangan dalam penulisan
makalah ini saya merasa masih banyak kekurangan-kekurangan baik pada teknis
penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan yang saya miliki. Untuk itu kritik
dan saran dari semua pihak sangat diharapkan demi penyempurnaan pembuatan makalah
ini.
Akhirnya, saya berharap semoga materi ini dapat bermanfaat dan menjadi
sumbangan pemikiran bagi pihak yang membutuhkan, khususnya bagi kita semua
sehingga tujuan yang diharapkan dapat tercapai.
Fitriani,
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL......................................................................................................i
KATA PENGANTAR..................................................................................................ii
DAFTAR ISI................................................................................................................iii
I. PENDAHULUAN...................................................................................... 1
A. Latar Belakang.......................................................................................1
B. Rumusan Masalah.................................................................................2
C. Tujuan....................................................................................................2
D. Manfaat..................................................................................................2
II. PEMBAHASAN.........................................................................................3
A. Definisi Upaya Kesehatan Tradisional.............................................3
B. Tujuan Usaha Kesehatan Tradisional...................................................3
C. Pembinaan Dan Pengawasan Pelayanan Kesehatan Tradisional...........3
D. Upaya Pembinaan Pengobatan Tradisional........................................6
E. Pemberdayaan Masyarakat Dalam Pelayanan Kesehatan Tradisional
Melalui Toga.................................................................................7
F. Contoh Desa Yang Telah Sukses Melaksanakan Program TOGA........9
III. PENUTUP.......................................................................................14
A. Kesimpulan.......................................................................................14
B. Saran.................................................................................................15
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................16
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
C. Tujuan
Penulisan makalah ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pengembangan dalam
upaya kesehatan tradisional (UKESTRA).
D. Manfaat
1. Mahasiswa mampu menjelaskan cara pembinaan dan pengawasan pelayanan kesehatan
tradisional.
2. Mahasiswa mampu menjelaskan tujuan dari Ukestra
3. Mahasiswa mampu menjelaskan upaya pelayanan kesehatan tradisional
BAB II
PEMBAHASAN
Upaya pelayanan kesehatan tradisional merupakan pelayanan kesehatan yang secara tidak
langsung memiliki peranan dalam menunjang pencapaian indikator Renstra Kementerian
Kesehatan melalui pemanfaatan pelayanan kesehatan tradisional ramuan dan ketrampilan dalam
tumbuh kembang balita, kesehatan ibu hamil dan nifas, maupun pemanfaatan pijat untuk
kesegaran tubuh.
B. Tujuan Usaha Kesehatan Tradisional
Pelayanan Kesehatan Tradisional sendiri dapat digunakan masyarakat dalam mengatasi
gangguan kesehatan secara mandiri (self-care), baik untuk pribadi maupun untuk keluarga
melalui pemanfaatan Taman Obat Keluarga (TOGA). Hal ini sangat berguna, khususnya di
daerah yang mengalami keterbatasan dalam memperoleh akses pelayanan kesehatan.
Pada tingkat rumah tangga pelayanan kesehatan oleh individu dan keluarga memegang
peran utama. Pengetahuan tentang obat tradisional dan pemanfaatan tanaman obat merupakan
unsur penting dalam meningkatkan kemampuan individu/keluarga untuk memperoleh hidup
sehat.
Di tingkat masyarakat peran pengobatan tradisional termasuk peracik obat
tradisional/jamu mempunyai peranan yang cukup penting dalam pemerataan pelayanan
kesehatan untuk mewujudkan derajat kesehatan masyarakat yang optimal.
Kebijakan peningkatan peran pengobatan tradisional dalam system pelayanan kesehatan,
dapat disarikan sebagai berikut:
1. Pengobatan tradisional perlu dikembangkan dalam rangka peningkatan peran serta masyarakat
dalam pelayanan kesehatan primer.
2. Pengobatan tradisional perlu dipelihara dan dikembangkan sebagai warisan budaya bangsa,
namun perlu membatasi praktek-praktek yang membahayakan kesehatan.
3. Dalam rangka peningkatan peran pengobatan tradisional, perlu dilakukan penelitian, pengujian
dan pengembangan obat-obatan dan cara-cara pengobatan tradisional.
4. Pengobatan tradisional sebagai upaya kesehatan nonformal tidak memerlukan izin, namun perlu
pendataan untuk kemungkinan pembinaan dan pengawasannya. Masalah pendaftaran masih
memerlukan penelitian lebih lanjut.
5. Pengobatan tradisional yang berlandaskan pada cara-cara organobiollogik, setelah diteliti, diuji
dan diseleksi dapat diusahakan untuk menjadi bagian program pelayanan kesehatan primer.
Contoh dukun bayi, tukang gigi, dukun patah tulang. Sedangkan cara-cara psikologik dan
supernatural perlu diteliti lebih lanjut, sebelum dapat dimanfaatkan dalam program.
6. Pengobatan tradisional tertentu yang mempunyai keahlian khusus dan menjadi tokoh masyarakat
dapat dilibtkan dalam upaya kesehatan masyarakat, khususnya sebagai komunikator antara
pemerintah dan masyarakat.
Upaya kesehatan di Indonesia dikembangkan berdasarkan pola upaya kesehatan
Puskesmas, peran serta masyarakat dan rujukan kesehatan. Peran serta masyarakat pada
hakikatnya merupakan suatu proses agar masyarakat makin mampu untuk menyelenggarakan
berbagai upaya kesehatan, baik yang dilakukan diantara masyarakat sendiri atau membantu
pemerintah.
1. Desa Merden
Salah satu kegiatan ekonomi produktif yang dikembangkan di desa ini adalah
membudidayakan Tanaman Obat Keluarga (TOGA). Di daerah ini, hampir tidak ada lahan
kosong, semuanya sudah dimanfaatkan untuk berbagai tanaman produktif. Tak hanya di
pekarangan yang luas, di pekarangan yang sempit sekalipun, masyarakat sudah memanfaakannya
dengan baik untuk menanam TOGA. Sebagian besar masyarakatnya bermata pencaharian
sebagai petani dan pedagang. Aktivitas penduduknya sebagian besar sudah berada di atas rata-
rata desa lain, dan pada umumnya mereka sudah paham tentang kegiatan ekonomi produktif.
Adapun tanaman yang menjadi andalannya adalah jenis tanaman jahe (mulai dari jahe
merah, jahe wulung, maupun jahe putih). Menyadari akan manfaat TOGA, Pemerintah Desa
Merden kini secara terus-menerus mempublikasikan kepada masyarakat dengan membuat sentra-
sentra kegiatan tanaman obat di masing-masing dusun. Sumargo, misalnya, ia mengolah jahe
instan dan jahe biang dalam bentuk cair dan serbuk melalui pelatihan yang diperolehnya dari
Dinas Kesehatan, Pertanian, Perindustrian, dan dinas terkait lainnya.
rogram pengembangan Tanaman Obat Keluarga (TOGA) memang sangat membantu
persoalan-persoalan yang menyangkut kesehatan, kini masyarakat pun telah mampu mengatasi
masalah-masalah tersebut dengan cara yang lebih alami. Hal ini menunjukkan bahwa obat yang
berasal dari sumber bahan alam khususnya tanaman telah memperlihatkan peranannya dalam
penyelenggaraan upaya-upaya kesehatan masyarakat. Budidaya TOGA juga dapat memacu
usaha kecil dan menengah di bidang obat-obatan herbal sekalipun dilakukan secara individual.
Setiap keluarga dapat membudidayakan tanaman obat secara mandiri dan memanfaatkannya,
sehingga akan terwujud prinsip kemandirian dalam pengobatan keluarga.
2. Kecamatan Kayen
Pada tanggal 14 Januari 2012, di kecamatan Kayen, kabupaten Pacitan, presiden telah
meresmikan gerakan pengembangan Rumah Pangan Lestari ke seluruh Indonesia. Kemudian
Menteri Pertanian memerintahkan seluruh jajarannya agar mengembangkan KRPL di seluruh
kabupaten/kota di Indonesia. Termasuk Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian,
mendapat mandat untuk mengembangkan Model Kawasan Rumah Pangan Lestari (M-KRPL).
Pengembangan KRPL ini diimplementasikan melalui pemanfaatan lahan pekarangan, baik di
perkotaan maupun di perdesaan, dengan menerapkan budidaya tanaman sayuran, buah-buahan,
tanaman obat (TOGA), Komoditas yang dikembangkan yaitu berbagai tanaman sayuran
diantaranya slada, kenikir, sawi, terong, lombok, tomat, kemangi, kangkung, bawang prey
brokoli, brongkol, sledri dan bayam merah (13 jenis). Implementasi KRPL, memang
diisesuaikan dengan kondisi lingkungan yaitu halaman dengan nuansa taman, maka budidaya
tanaman dilakukan dalam polibag/pot plastik yang ditempatkan dan tertata secara berjajar di atas
berbagai model rak bambu, sehingga melengkapi taman yang hijau dan keasrian lingkungan
pendopo.
3. Kabupaten Banyuwangi
Selain menjadi sumber pemenuhan gizi keluarga, pemanfaatan pekarangan juga dapat
menjadi alternatif pengembangan kegiatan ekonomi produktif dalam meningkatkan pendapatan
dan kesejahteraan keluarga. Kenyataan yang ada menunjukkan bahwa luasan lahan pekarangan
di Kabupaten Banyuwangi mengisyaratkan masih terbukanya peluang dalam optimalisasi potensi
lahan pekarangan dengan penanaman berbagai jenis tanaman hortikultura yang bernilai ekonomi
tinggi sekaligus sebagai penunjang kebutuhan nutrisi dan kesehatan keluarga. Selain berperan
sebagai penunjang kebutuhan nutrisi dan kesehatan keluarga, jenis tanaman hortikultura seperti
sayuran dan TOGA tidak membutuhkan areal yang luas dalam penanamannya serta
perawatannya cukup mudah, sehingga sangat sesuai untuk dikembangkan di lahan pekarangan.
Upaya ini akan berlangsung efektif jika dilaksanakan secara intensif dan berkelanjutan. Oleh
karenanya perlu melibatkan peran serta aktif masyarakat, khususnya kaum wanita sebagai
elemen penting pelaku pembangunan. Didasari oleh hal tersebut, Dinas Pertanian, Kehutanan
dan Perkebunan Kabupaten Banyuwangi mengadopsi sistem verticultur dengan konstruksi
vertical garden dalam konsep pemanfaatan lahan pekarangan. Struktur bertingkat yang diusung
dalam model ini terbukti hemat ruang serta mampu menampung jauh lebih banyak populasi
tanaman dalam polybag dibandingkan sistem konvensional sehingga terlihat artistik dari segi
estetika. Sebagai wujud komitmen, sejak tahun 2012 Dinas Pertanian, Kehutanan dan
Perkebunan konsisten memfasilitasi pemberian bantuan vertical garden berikut bibit tanaman
sayuran, buah dan TOGA dalam polybag kepada sejumlah Kelompok Wanita Tani (KWT) di
Kabupaten Banyuwangi. Sebagai referensi, masyarakat dapat melihat secara langsung berbagai
tanaman sayuran dan TOGA dalam polybag yang tertata rapi dalam konstruksi vertical garden di
halaman kantor Dinas Pertanian, Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Banyuwangi.
4. Desa Patemon
Desa Patemon dari arah Kota Kecamatan Tengaran siap menjadi Desa Toga (tanaman
obat keluarga) Nasional. Aneka tanaman obat keluarga (Toga) tertanam rapi di sepanjang jalan
desa dan pekarangan milik warga. Desa Patemon lebih mengenal toga dengan sebutan empon-
empon. Warga menanam empon-empon di pekarangan rumah untuk menambah penghasilan
keluarga. Diantaranya dengan menanam kunyit atau kunir yang memiliki nilai ekonomis
lumayan tinggi. Menurut warga kunyit mudah tumbuh dan berbuah pada jenis tanah mana saja.
Dengan biaya perawatan yang rendah, tanaman kunyit dapat dipanen dan mendatangkan
penghasilan yang lumayan bagi warga. Budidaya tanaman obat keluarga ini ada sejak jaman
nenek moyang warga Desa Patemon. Upaya pelestarian terus berjalan turun temurun hingga saat
ini, dari pengembangan massal tanaman kunyit hasil panen tahun lalu mencapai berat 41 ton.
Bupati mengakui usaha Toga di Desa Patemon telah menjadi semacam gaya hidup karena
telah berlangsung lama. Sebagai gambaran, saat ini di Patemon hamparan tanaman kunyit
mencapai 14 hektar dan jahe seluas 18 hektar. Setidaknya 900 kepala keluarga menanam aneka
toga seperti temulawak, lempuyang di pekarangan rumah.
DAFTAR PUSTAKA
Dyson, Laurentus. 1998.Pola Tingkah Laku Masyarakat Dalam Mencari Kesembuhan (Berobat).
Surabaya. Lembaga Penelitian UA.
Salan, Rudi dr. 1983. Perilaku, Perilaku Kesakitan, dan Peranan Sakit (Suatu Introduksi). Pusat Penelitian
Penyakit Tidak Menular. Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Kesehatan RI.
Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 128/MENKES/SK/II/2004 tentang Kebijakan Dasar Pusat
Kesehatan Masyarakat
http://www.ilmukesehatangigi.com/2011/03/23/ http://www.scribd.com/doc/37664698/Referat-
Puskesmas-Dan-Posyandu