Kewenangan Daerah Otonom Dalam Pemberian Izin Panas Bumi PDF
Kewenangan Daerah Otonom Dalam Pemberian Izin Panas Bumi PDF
Oleh :
FARYEL VIVALDY
4 Azmi Fendri, Pengaturan Kewenangan Pemerintah dan Pemerintah Daerah; dalam pemanfaatan
sumber daya mineral dan batubara, Jakarta: Rajawali pers, 2016, hlm. 4.
5 Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Mendorong Minat Investor Berinvestasi di Indonesia,
8Budi Darmawan, Menyegarkan Iklim Pengembangan Panas Bumi, Warta, Edisi 07, Agustus 2010,
Direktorat Jenderal Mneral, Batubara, dan Panas Bumi, hlm. 11
1.2 RUMUSAN MASALAH
Bagaimana kewenangan pemerintah daerah (daerah otonom) dalam
pemberian izin panas bumi ?
b) Sumber Kewenangan
Sesuai dengan unsur-unsur kewenangan yang ketiga yaitu dasar
hukum: bahwa wewenang itu harus dapat ditunjuk dasar hukumnya,
artinya setiap tindakan pemerintahan disyaratkan harus bertumpu atas
9Prajudi Atmosudirdjo. Hukum Administrasi Negara. (Jakarta: Ghalia Indonesia. 1981), hlm. 78.
10Bagir Manan. Wewenang Provinsi, Kabupaten dan Kota dalam Rangka Otonomi Daerah Menurut
UUD (Jakarta, Sinar Harapan, 1994) hlm. 19.
kewenangan yang sah (peraturan atau undang-undang). Kewenangan
tersebut diperoleh melalui tiga sumber, yaitu atribusi, delegasi dan
mandat.
Pada pasal angka 22 Undang-Undang No. 30 Tahun 2014 tentang
Administrasi Pemerintahan menyatakan Atribusi adalah pemberian
kewenangan kepada Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan oleh Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 atau Undang-
Undang. Dalam hal ini Atribusi merupakan wewenang yang diberikan oleh
pembentuk Undang-Undang Dasar/Undang-Undang kepada organ
pemerintahan dan atribusi merupakan wewenang yang melekat pada
suatu jabatan. Kewenangan atribusi diperoleh apabila: a) diatur dalam
UUD dan/atau undang-undang; b) merupakan wewenang baru atau
sebelumnya tidak ada; dan c) Atribusi diberikan kepada Badan dan/atau
Pejabat Pemerintahan (Pasal 12 ayat (1) Undang-Undang No. 30/2014).
Tanggung jawab dan tanggung gugat berada di badan/jabatan pemegang
kewenangan. Atribusi tidak boleh didelegasikan, kecuali diatur dalam
UUD/Undang-Undang.
Pada Pasal 1 angka 23 Undang-Undang No. 30 Tahun 2014 tentang
Administrasi Pemerintahan menyatakan Delegasi adalah pelimpahan
kewenangan dari Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan yang lebih tinggi
kepada Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan yang lebih rendah dengan
tanggung jawab dan tanggung gugat beralih sepenuhnya kepada penerima
delegasi. Wewenang yang bersumber dari pelimpahan suatu organ
pemerintahan kepada organ lainnya sebagai wewenangnya sendiri dengan
dasar peraturan perundang-undangan. Kewenangan Delegasi diperoleh
apabila: a) diberikan oleh Badan/Pejabat Pemerintahan kepada Badan
dan/atau Pejabat Pemerintahan lainnya; b) ditetapkan dalam Peraturan
Pemerintah, Peraturan Presiden, dan/atau Peraturan Daerah; dan c)
merupakan Wewenang pelimpahan atau sebelumnya telah ada.
Pada Pasal 1 angka 24 Undang-Undang No. 30 Tahun 2014 tentang
Administrasi Pemerintahan menyatakan Mandat adalah pelimpahan
Kewenangan dari Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan yang lebih tinggi
kepada Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan yang lebih rendah dengan
tanggung jawab dan tanggung gugat tetap berada pada pemberi mandat.
Mandat terjadi apabila organ pemerintahan lebih tinggi mengizinkan
kewenangannya kepada pejabat yang lebih rendah atas namanya
(hubungan atasan bawahan).
c) Kewenangan Daerah
Dalam hal ini pemerintah daerah mendapatkan sebagian kewenangan
dari pemerintah pusat untuk menjalankan kewenanganya. Hal ini
diakibatkan karena dalam perkembangannya Negara Kesatuan Republik
Indonesia dengan sistem sentralisasi menjadi sistem desentralisasi.
Dengan adanya sistem desentralisasi diharapkan dapat memberdayakan
daerah termasuk untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat yang
merupakan dari cita-cita bangsa.
Dalam pada pasal 18 ayat (5) Undang-Undang dasar 1945 menyatakan
prinsip menjalankan otonomi seluas-luasnya dan pada pasal 18 ayat (6)
menyatakan Prinsip kewenangan daerah untuk mengatur. Selanjutnya
pasal 18B ayat (1) dan (2) Undang-undang dasar 1945 menyatakan; 1.
Negara mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintahan daerah
yang besifat khusus atau bersifat istimewa yang diatur oleh undang-
undang. 2. Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan
masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih
hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara
Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur oleh undang-undang.
Dari beberapa pasal diatas dapat disimpulkan bahwa dengan adanya
otonomi daerah, pemerintah daerah diharapkan mampu membangun
daerah selalu berorientasi pada peningkatan kesejahteraan masyarakat,
dengan selalu memperhatikan kepentingan dan aspirasi yang tumbuh di
masyarakat (termasuk masyarakat adat).
11Prof. Drs. C.S.T. Kansil S.H,. Hukum Tata Negara Republik Indonesia, (Jakarta : Rineka Cipta,
2000), hlm. 138-139.
akan ditetapkan dengan undang-undang. Di daerah-daerah yang bersifat
otonom diadakan badan perwakilan daerah karena didaerah pun
pemerintah akan bersendikan berdasarkan permusyawaratan. Unsur
pelaksanaannya dikoordinasikan oleh kepala daerah dalam kedudukannya
sebagai wakil pemerintah pusat.12
12Prof. Drs. C.S.T. Kansil S.H Hukum Tata Negara Republik Indonesia, (Jakarta : Rineka Cipta, 2000),
hlm. 150-151.
pusat dan pemerintah daerah dikembangkan atas dasar keutuhan
negara kesatuan dan diarahkan pada pelaksanaan otonomi daerah
secara nyata, dinamis , dan bertanggung jawab yang dapat menjamin
perkembangan dan pembangunan daerah dan dilaksanakan bersama-
sama dengan dekonsentrasi.
2. Prinsip otonomi nyata dan bertanggung jawab. Maksudnya, prinsip
otonomi yang berarti pemberian otonomi kepada daerah hendaknya
berdasarkan pertimbangan, perhitungan tindakan, dan kebijakan
yang benar-benar dapat menjamin bahwa daerah yang bersangkutan
nyata-nyata mampu mengurus rumah tangganya sendiri. Prinsip
otonomi yang bertanggung jawab berarti bahwa pemberian otonomi
daerah itu benar-benar sesuai dengan tujuannya, yaitu :
a. Lancar dan teraturnya pembangunan diseluruh wilayah Negara
b. Sesuai atau tidaknya pembangunan dengan pengarahan yang
telah diberikan
c. Sesuai dengan pembinaan politik dan kesatuan bangsa
d. Terjaminnya keserasian hubungan antara pemerintah pusat dan
pemerintah daerah
e. Terjaminnya pembangunan dam perkembangan daerah
3. Selain diatas prinsip-prinsip otonomi daerah terdapat pada pasal-
pasal undang-undang dasar 1945:
a) Prinsip penyelenggaraan urusan pemerintahan menurut asas
otonomi dan tugas pembantuan (Pasal 18 ayat (2))
b) Prinsip badan perwakilan dipilih langsung dalam suatu pemilihan
umum (Pasal 18 ayat (3))
c) Prinsip pemilihan Kepala Daerah secara demokratis (Pasal 18 ayat
(4))
d) Prinsip menjalankan otonomi seluas-luasnya (Pasal 18 ayat (5))
e) Prinsip kewenangan daerah untuk mengatur (Pasal 18 ayat (6))
f) Prinsip hubungan kewenangan dengan memperhatikan
kekhususan dan keragaman daerah (Pasal 18A ayat (1))
g) Prinsip hubungan keuangan, pelayanan publik dan pengelolaan
SDA antara pusat dan daerah dilaksanakan secara selaras dan
adil (Pasal 18A ayat (2))
h) Prinsip mengakui dan menghormati Pemerintahan Daerah yang
bersifat khsusus dan istimewa (Pasal 18 B ayat (1))
i) Prinsip mengakui dan menghormati kesatuan masyarakat hukum
adat beserta hak-hak tradisionalnya (Pasal 18B ayat (2))
g) Pengertian Izin
Izin (vergunning) adalah suatu persertujuan dari penguasa berdasarkan
undang-undang atau peraturan pemerintah untuk dalam keadaan tertentu
menyimpang dari ketentuan-ketentuan larangan peraturan perundang-
undangan. Izin dapat juga diartikan sebagai dispensasi atau
pelepasan/pembebasan dari suatu larangan.13
Adapun pengertian perizinan adalah salah satu bentuk pelaksanaan
fungsi pengaturan dan bersifat pengendalian yang dimiliki pleh Pemerintah
terhadap kegiatan-kegiatan yang di lakukan oleh masyarakat. Perizinan
dapat berbentuk pendaftaran, rekomendasi, sertifikat, penentuan kota dan
izin untuk melakukan sesuatu usaha yang biasanya harus dimiliki atau di
peroleh suatu organisasi perusahaan atau seseorang sebelum yang
bersangkutan dapat melakukan suatu kegiatan atau tindakan.
Hal pokok pada izin, bahwa sesuatu tindakan di larang kecuali
diperkenankan dengan tujuan agar dalam ketentuan-ketentuan yang
bersangkutan dilakukan dengan cara-cara tertentu. Penolakan izin terjadi
bila kriteria-kriteria yang telah ditetapkan oleh penguasa tidak di penuhi.
Misalnya, tentang hal ini adalah mendirikan suatu bangunan, kecuali ada
izin tertulis dan pejabat yang berwenang dengan ketentuan mematuhi
persyaratan-persyaratan.
13Adrian Sutedi, Hukum Perizinan Dalam Sektor Pelayanan Publik. Jakarta: SinarGrafika, 2010, hlm.
168
14Muhammad Syaifullah, Skripsi: Harmonisasi Pengaturan Sumber Daya Alam Panas Bumi Menurut
Undang-Undang Pokok Agraria, Makassar: Universitas Hasanudin Makasar, 2016, hlm. 36.
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian hukum ini adalah :
1) Pendekatan perundang-undangan (statute approach), diperlukan guna
mengkaji lebih lanjut mengenai landasan hukum dengan menelaah
undang-undang dan regulasi yang bersangkut paut dengan isu hukum
yang sedang ditangani yaitu mengenai “tinjauan hukum kewenangan
pemerintah daerah dalam pemberian izin pemanfaatan energi panas
bumi”.
2) Pendekatan konseptual (conceptual approach) yaitu beranjak dari
pandangan-pandangan dan doktrin-doktrin yang berkembang di dalam
ilmu hukum. Peneliti akan menemukan ide-ide yang melahirkan
pengertian-pengertian hukum, konsep-konsep hukum dan asas-asas
hukum yang relevan dengan isu yang dihadapi.
Sumber hukum yang mengatur mengenai pemberian izin pemanfaatan
energi panas bumi :
1. Bahan Hukum Primer
a) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
b) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar
Pokok-Pokok Agraria
c) Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2104 tentang Panas Bumi
d) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan
Daerah
e) Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2014 tentang Kebijakan
Energi Nasional
15 https://rudimayardi.wordpress.com/2012/10/05/pemanfaatan-energi-panas-bumi/
sebagai penggeraknya akan selalu tersedia dan tidak akan mengalami
penurunan jumlah. Pada sektor lingkungan, berdirinya pembangkit panas
bumi tidak akan mempengaruhi persediaan air tanah di daerah tersebut
karena sisa buangan air disuntikkan ke bumi dengan kedalaman yang jauh
dari lapisan aliran air tanah. Limbah yang dihasilkan juga hanya berupa air
sehingga tidak mengotori udara dan merusak atmosfer. Kebersihan
lingkungan sekitar pembangkit pun tetap terjaga karena pengoperasiannya
tidak memerlukan bahan bakar, tidak seperti pembangkit listrik tenaga lain
yang memiliki gas buangan berbahaya akibat pembakaran.
Di sektor pariwisata, keberadaan panas bumi seperti air panas maupun uap
panas menjadi daya tarik tersendiri untuk mendatangkan orang. Tempat
pemandian air panas di Cipanas, Ciateur, maupun hutan taman wisata cagar
alam Kamojang menjadi tempat tujuan bagi orang untuk berwisata. Selain
dimanfaatkan pada sektor pariwisata, energi panas bumi juga dapat
dimanfaatkan untuk Pengeringan. Energi panas bumi dapat digunakan secara
langsung (teknologi sederhana) untuk proses pengeringan terhadap hasil
pertanian, perkebunan dan perikanan dengan proses yang tidak terlalu sulit.
Air panas yang berasal dari mata air panas atau sumur produksi panas bumi
pada suhu yang cukup tinggi dialirkan melalui suatu heat exchanger, yang
kemudian memanaskan ruangan pengering yang dibuat khusus untuk
pengeringan hasil pertanian.
Jadi, pada dasarnya energi panas bumi yang dimiliki oleh negara harus
dapat dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kemakmuran masyarakat
sebagaimana yang diamanatkan oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia tahun 1945.
16 Plant adalah teknologi pembangkit tenaga listrik. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral,
Mengenal Teknologi Pembangkit Listrik Panas Bumi. http://www.esdm.go.id/berita/artikel/56-
artikel/3418-mengenal-teknologi-pembangkit-listrikpanas-bumi.html.
17 Zurias Ilyas, Pemanfaatan Energi Geothermal dan Dampak Perubahan Iklim, disampaikan pada
18Muhammad Azhar, Aspek Hukum Kebijakan Geothermal Di Indonesia. Jurnal Law Refom Volume
11, Nomor 1, Tahun 2015, hlm. 127.
pemanfaatan panas bumi; dan pendorongan kegiatan penelitian,
pengembangan dan kemampuan perekayasaan.
20Fitri Ayu Lestari, dkk. Tinjauan Yuridis Pemberian Izin Pemanfaatan Panas Bumi Pada Hutan
Konservasi Berdasarkan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2014 Tentang Panas Bumi. Dipenogoro
Law Journal. Volume 5, Nomor 3, Tahun 2016. Hlm. 6.
belas) mil diukur dari garis pantai ke arah laut lepas dan/atau ke arah
perairan kepulauan.
Pembagian Urusan Kewenangan dalam Hal Pemanfaatan Energi Panas Bumi:
a) Kewenangan Pemerintah Pusat
• Menetapkan wilayah kerja panas bumi
• Melakukan pelelangan wilayah kerja panas bumi
• Menerbitkan izin pemanfaatan langsung panas bumi lintas daerah
provinsi
• Menerbitkan izin panas bumi untuk pemanfatan tidak langsung
b) Kewenangan Pemerintah Provinsi
• Penerbitan izin pemanfaatan langsung panas bumi lintas daerah
kabupaten/kota dalam 1 (satu daerah) provinsi.
c) Kewenangan Pemerintah kota/kabupaten
• Penerbitan izin pemanfaatan langsung panas bumi dalam daerah
manfaatan Wilayah Kerja Pemanfaatan panas bumi secara langsung
dan tidak langsung
Kewenangan pemerintah provinsi dalam penyelenggaraan Panas Bumi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) meliputi:
a. pembentukan peraturan perundang-undangan daerah provinsi di bidang
Panas Bumi untuk Pemanfaatan Langsung;
b. pemberian Izin Pemanfaatan Langsung pada wilayah yang menjadi
kewenangannya;
c. pembinaan dan pengawasan;
d. pengelolaan data dan informasi geologi serta potensi Panas Bumi pada
wilayah provinsi; dan
e. inventarisasi dan penyusunan neraca sumber daya dan cadangan Panas
Bumi pada wilayah provinsi.
Kemudian kewenangan daerah otonom Kabupaten/Kota dalam hal
Penyelenggaraan Panas Bumi oleh pemerintah kabupaten/kota yang
dilakukan untuk Pemanfaatan Langsung yang berada pada: a) wilayah
kabupaten/kota termasuk Kawasan Hutan produksi dan Kawasan Hutan
lindung; dan b) wilayah laut paling jauh 1/3 (satu per tiga) dari wilayah laut
kewenangan provinsi.
Kewenangan pemerintah kabupaten/kota dalam penyelenggaraan Panas
Bumi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (3) meliputi:
a. pembentukan peraturan perundang-undangan daerah kabupaten/ kota
di bidang Panas Bumi untuk Pemanfaatan Langsung;
b. pemberian Izin Pemanfaatan Langsung pada wilayah yang menjadi
kewenangannya;
c. pembinaan dan pengawasan;
d. pengelolaan data dan informasi geologi serta potensi Panas Bumi pada
wilayah kabupaten/kota; dan
e. inventarisasi dan penyusunan neraca sumber daya dan cadangan Panas
Bumi pada wilayah kabupaten/kota.
Terkait pembagian urusan pemerintahan dalam pengusahaan energi panas
bumi ditinjau dari berapa prinsip sebagaimana tertuang dalam penjelasan
Pasal 13 ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah adalah sebagai berikut :21
a) Prinsip Akuntabilitas, Penanggung jawab penyelenggaraan suatu Urusan
Pemerintahan ditentukan berdasarkan kedekatannya dengan luas,
besaran, dan jangkauan dampak yang ditimbulkan oleh
penyelenggaraan suatu Urusan Pemerintahan. Pengusahaan panas
bumi untuk pemanfaatan tidak langsung diserahkan kepada pemerintah
pusat dalam menetapkan wilayah kerja panas bumi dapat meminalisir
potensi konflik penambahan luas wilayah kerja panas bumi yang tidak
memperhatikan batas-batas administrasi.
b) Prinsip Efisiensi, Penyelenggara suatu Urusan Pemerintahan ditentukan
berdasarkan perbandingan tingkat daya guna yang paling tinggi yang
dapat diperoleh. Pengusahaan panas bumi untuk pemanfaatan tidak
langsung diserahkan kepada pemerintah pusat mendorong harga listrik
yang dihasilkan dari panas bumi lebih kompetitif dan lebih andal
sehingga menguntungkan ekonomi secara nasional.
c) Prinsip Eksternalitas, Penyelenggara suatu Urusan Pemerintahan
ditentukan berdasarkan luas, besaran, dan jangkauan dampak yang
timbul akibat penyelenggaraan suatu Urusan Pemerintahan.
Pengusahaan panas bumi untuk pemanfaatan tidak langsung
diserahkan kepada pemerintah pusat karena lebih berdampak nasional
atau meluas secara ekonomi dan digunakan secara nasional.
d) Prinsip Kepentingan Strategis, Penyelenggara suatu Urusan
Pemerintahan ditentukan berdasarkan pertimbangan dalam rangka
menjaga keutuhan dan kesatuan bangsa, menjaga kedaulatan Negara,
implementasi hubungan luar negeri, pencapaian program strategis
nasional dan pertimbangan lain yang diatur dalam ketentuan peraturan
perundang-undangan. Pengusahaan panas bumi untuk pemanfaatan
tidak langsung diserahkan kepada pemerintah pusat atau untuk
pembangkitan tenaga listrik bersifat sangat strategis dalam menunjang
ketahanan energi nasional karena listrik yang dihasilkan dari
pembangkit listrik tenaga panas bumi dapat dimanfaatkan lintas batas
administratif.
Pemberian otonomi kepada daerah adalah salah satu wujud pengakuan
negara atas keberadaan daerah-daerah di Indonesia yang beragam untuk
mengurus sendiri urusan pemerintah yang diotonomkan. Pemberian otonomi
juga dimaksudkan untuk pemberdayaan daerah dan mempercepat
pengambilan kebijakan dalam urusan pemerintah yang dapat dilakukan
sendiri oleh daerah, sehingga lebih efektif dan efisien. Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 pada prinsipnya menghendaki
pemberian kewenangan.
21 Ibid.
Pemerintah pusat hanya memegang kewenangan dalam urusan
pemerintahan yang strategis untuk menjamin kedaulatan negara dan
kesatuan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Selain itu, ada
kewenangan tambahan yaitu kewenangan dalam menjalankan urusan
pemerintahan yang bersifat koordinasi, sinkronisasi, standardisasi, evaluasi,
dan kontrol untuk menjamin efektifitas keselarasan dan keseimbangan dalam
penyelenggaraan pemerintahan.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2014 tentang Panas bumi
dalam hal pemanfaatan energi panas bumi kewenangan pemerintah dalam
pemanfaatan panas bumi untuk pemanfaatan langsung dan pemanfaatan
tidak langsung dibagi secara tegas baik yang dilakukan oleh pemerintah pusat,
pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota yang pembagiannya
didasarkan pada letak potensi panas bumi tersebut berada.
Pemerintah Pusat berwenang menetapkan Wilayah Kerja Panas Bumi,
melakukan pelelangan Wilayah Kerja Panas Bumi, menerbitkan izin
pemanfaatan langsung panas bumi lintas daerah provinsi, dan menerbitkan
izin panas bumi untuk pemanfaatan tidak langsung. Kemudian Pemerintah
Provinsi berwenang menerbitkan izin pemanfaatan langsung panas bumi
lintas daerah kabupaten/kota dalam 1 (satu daerah) provinsi. Dan Pemerintah
Kabupaten/Kota berwenang menerbitkan izin pemanfaatan langsung panas
bumi dalam daerah pemanfaatan Wilayah Kerja Pemanfaatan panas bumi
secara langsung dan tidak langsung.
DAFTAR PUSTAKA