Anda di halaman 1dari 25

KEWENANGAN DAERAH OTONOM DALAM PEMBERIAN IZIN PEMANFAATAN

ENERGI PANAS BUMI

Oleh :
FARYEL VIVALDY

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM


FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS 17 AGUSTUS 1945 SURABAYA
2018
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Indonesia sebagai negara yang besar, luas dan beragam ini harus memiliki
sebuah perangkat pengatur negara yang disebut sebagai Pemerintah dan
dijalankan dengan sebuah sistem Pemerintahan. Menurut ketentuan Pasal 1
ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 (selanjutnya
disingkat UUD 1945) yang menyatakan Negara Kesatuan ialah Negara
Kesatuan yang berbentuk Republik. Dalam hal ini menurut Abu Daud Busroh,
Negara Kesatuan adalah Negara yang tidak tersusun dari pada beberapa
Negara, seperti halnya dalam Negara federasi melainkan Negara itu bersifat
tunggal, artinya hanya ada satu Negara, tidak ada Negara di dalam Negara.
Jadi dengan demikian, di dalam Negara Kesatuan itu juga hanya ada satu
pemerintahan, yaitu pemerintahan pusat yang mempunyai kekuasaan atau
wewenang tertinggi dalam segala lapangan pemerintahan. Pemerintahan pusat
inilah yang pada tingkat terakhir dan tertinggi dapat memutuskan segala
sesuatu dalam Negara tersebut.1
Hubungan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah dalam
praktiknya sering menimbulkan upaya tarik menarik kepentingan (spanning
of interest) antara kedua satuan pemerintahan. Terlebih pada negara
kesatuan, upaya pemerintah pusat untuk selalu memegang kendali atas
berbagai urusan pemerintahan sangat jelas sekali. Alasan menjaga kesatuan
dan integritas negara merupakan salah satu alasan pemerintah pusat untuk
senantiasa mendominasi pelaksanaan urusan pemerintahan dengan
mengesampingkan peran dan hak pemerintah daerah untuk terlibat langsung
dan mandiri dalam rangka mengelola serta memperjuangkan kepentingan dan
daerahnya.2
Dalam Pasal 18 UUD 1945 beserta penjelasannya tidak memberikan arahan
yang jelas tentang pusat dan daerah, namun demikian setidaknya dapat
diketahui bahwa Negara Republik Indonesia adalah negara kesatuan dengan
sistem desentralistik. Desentralisasi merupakan salah satu sendi susunan
organisasi yang diterima dan disepakati oleh para pembentuk Negara Republik
Indonesia.3 Penentuan pilihan sebagai Negara Kesatuan dengan sistem
desentralistik inilah yang membawa konsekuensi adanya urusan-urusan
pemerintah yang membawa konsekuensi adanya urusan-urusan pemerintah
yang harus didelegasikan kepada satuan pemerintahan yang lebih kecil.
Dengan kata lain, pilihan tersebut menjadi titik pangkal keharusan adanya
pengaturan yang lebih jelas mengenai hubungan antara pusat dan daerah.
Implementasi kebijakan dalam bentuk eksploitasi secara berlebihan tanpa
perencanaan yang baik bukannya mendatangkan kemakmuran dan

1 Ni’matul Huda, Ilmu Negara, Jakarta: Raja Grafindo, 2012, hlm.233-234


2 Muhammad Fauzan, Hukum Pemerintahan Daerah, Kajian Tentang Hubngan Keuangan antara
Pusat dan Daerah, Yogyakarta: UII Press, 2007, hlm. 1.
3 Bagir Manan, Hubungan Antara Pusat dan Daerah Menurut UUD 1945. Jakarta: Pustaka Sinar

Harapan. 1994. hlm. 19.


kesejahteraan namun malah sebaliknya, akan membawa malapetaka yang
tidak terhindarkan. Akibat dari pengelolaan sumber daya alam yang tidak
memperhatikan keseimbangan dan kelestarian lingkungan dapat kita lihat
pada kondisi lingkungan yang mengalami degradasi baik kualitas maupun
kuantitasnya.
Seiring dengan kebijakan ekonomi pemerintah yang menekankan kepada
pemanfaatan sumber daya alam bentuk kegiatan eskplorasi dan eksploitasi
sumber daya alam sebagai wujud dari investasi langsung, telah menutup
ruang akses pemerintah daerah dalam pemanfaatan dan pengelolaan sumber
daya alam. Kebijakan yang sentralistik baik dalam pemanfaatan, pembagian
hasil dan pengelolaan perizinan berdampak pada ketidakseimbangan
pembangunan pusat dan daerah, akan tetapi daerah tidak mendapatkan hasil
yang optimal dari pemanfaatan sumber daya alam. Daerah tidak lebih hanya
sebagai penonton menyediakan lahan/pekarangan bagi kepentingan
pemerintah yang beraliansi dengan pengusaha atau investor. Padahal jika
pengelolaan sumber daya alam dilakukan dengan baik dalam arti daerah
diberikan kewenangan yang cukup dalam mengelolanya, akan bisa
memberikan kontribusi bagi pembangunan nasional dan pada akhirnya akan
menciptakan pemerataan pembangunan di daerah.4
Dalam hal energi panas bumi Indonesia memiliki potensi yang sangat besar.
Total potensi energi panas bumi Indonesia sebesar 29.038 MW atau 40% dari
potensi panas bumi dunia dan menjadikan Indonesia sebagai negara dengan
potensi energi panas bumi terbesar dunia.5 Potensi tersebut tersebar di 312
titik lokasi yakni 93 titik di Sumatera, 71 titik di Jawa, 12 titik di Kalimantan,
70 titik di Sulawesi, 33 titik di Bali dan Nusa Tenggara, 33 titik di Maluku dan
Papua.6 Sayangnya hingga saat ini energi yang bisa termanfaatkan belum
optimal, yakni hanya sekitar 4% atau sebesar 1.196 MW saja untuk
pembangkit tenaga listrik dan belum menjangkau daerah di pulau terpencil
dan pedesaan.7
Kebutuhan Indonesia terhadap energi akan terus meningkat seiring dengan
peningkatan pertumbuhan ekonomi dan jumlah penduduk setiap tahunnya
sedangkan cadangan sumber energi semakin berkurang karena kebutuhan
energi tersebut tidak diimbangi oleh penyediaan energi yang memadai.
Sementara itu, ketersediaan sumber energi fosil saat ini semakin berkurang
sehingga dibutuhkan energi alternatif baru yang dapat dimanfaatkan untuk
memenuhi kebutuhan akan energi. Energi panas bumi merupakan energi yang
bersifat terbarukan yang dapat dijadikan energi alternatif untuk memenuhi
kebutuhan energi di Indonesia dan mengurangi ketergantungan terhadap
energi fosil. Panas bumi dapat dimanfaatkan sebagai pembangkit tenaga listrik
guna memenuhi kebutuhan listrik nasional yang semakin meningkat.
Panas bumi adalah sumber daya alam yang dapat diperbarui, berpotensi
besar, dan mempunyai peranan penting sebagai salah satu sumber energi

4 Azmi Fendri, Pengaturan Kewenangan Pemerintah dan Pemerintah Daerah; dalam pemanfaatan
sumber daya mineral dan batubara, Jakarta: Rajawali pers, 2016, hlm. 4.
5 Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Mendorong Minat Investor Berinvestasi di Indonesia,

ESDMMAG, Edisi 07, 2012, hlm. 36.


6 Dewan Energi Nasional RI, Outlook Energi Indonesia 2014, Hlm. 34
7 Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Loc.cit
pilihan dalam keanekaragaman energi nasional untuk menunjang
pembangunan nasional yang berkelanjutan. Panas bumi merupakan salah
satu kekayaan nasional yang dikuasai negara dan dipergunakan untuk
meningkatkan kemakmuran rakyat sebagaimana hal tersebut merupakan
amanat dari Pasal 33 UUD 1945 khususnya ayat (2) dan (3) menegaskan
bahwa usaha pemanfaatan panas bumi sebagai kekayaan alam yang dikuasai
negara harus dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Usaha pengembangan panas bumi bukanlah usaha yang mudah untuk
dilakukan. Pengembangan energi panas bumi merupakan kegiatan yang
bersifat komprehensif dan terintegrasi dengan sektor lain. Kegiatan eksplorasi
dalam pengembangan energi panas bumi membutuhkan biaya yang sangat
besar. Menurut kajian API (Asosiasi Panas Bumi Indonesia), untuk
mengeksplorasi di 4 titik sumur panas bumi dibutuhkan biaya kurang lebih
US$ 36.000.000.8 Selain itu biaya eksplorasi dan pengembangan tersebut
harus ditanggung dan tidak kembali sampai energi terjual kepada pelanggan
sehingga biaya ini menjadi kendala bagi sebagian investor untuk
mengembangkan energi panas bumi, padahal Indonesia memiliki banyak
wilayah potensi panas bumi yang siap untuk dikembangkan.
Dalam hal pemanfaatan energi Panas Bumi diatur lebih lanjut di dalam
Undang-Undang tersendiri yaitu Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2014
tentang Panas Bumi. Dengan memperhatikan unsur pengendalian tersebut,
maka upaya yang membenahi terhadap lemahnya pengaturan pembangunan
dapat pula mengendalikan pandangan yang sering berorientasi pada
komersial dan bisnis dari pada pertimbangan terhadap pengaturan
pembangunan sektor ekonomi pada bidang pemanfataan panas bumi.
Sehingga tujuan yang diharapkan benar-benar efektif terutama untuk
mempertahankan pemanfaatan energi panas bumi di daerah.

8Budi Darmawan, Menyegarkan Iklim Pengembangan Panas Bumi, Warta, Edisi 07, Agustus 2010,
Direktorat Jenderal Mneral, Batubara, dan Panas Bumi, hlm. 11
1.2 RUMUSAN MASALAH
Bagaimana kewenangan pemerintah daerah (daerah otonom) dalam
pemberian izin panas bumi ?

1.3 TINJAUAN PUSTAKA


a) Teori Kewenangan
Kata kewenangan berasal dari kata dasar wenang yang diartikan
sebagai hal yang berwenang, hak dan kekuasaan yang dipunyai untuk
melakukan sesuatu. Kewenangan adalah apa yang disebut kekuasaan
formal, kekuasaan yang berasal dari legislatif (diberikan oleh undang-
undang) atau kekuasaan eksekutif administratif. Kewenangan yang
biasanya terdiri dari beberapa wewenang adalah kekuasaan terhadap
segolongan orang tertentu atau kekuasaan terhadap suatu bidang
pemerintahan.9
Pada Pasal 1 angka 6 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang
Administrasi Pemerintahan yang menyebutkan kewenangan pemerintahan
yang selanjutnya disebut kewenangan adalah kekuasaan badan dan/atau
pejabat pemerintahan atau penyelenggara negara lainnya untuk bertindak
dalam ranah hukum publik.
Bagir Manan mengemukakan bahwa wewenang dalam bahasa hukum
tidak sama dengan kekuasaan (match). Kekuasaan hanya menggambarkan
hak untuk berbuat atau tidak berbuat. Di dalam hukum, wewenang
sekaligus berarti hak dan kewajiban (rechten en plichen). Di dalam kaitan
dengan otonomi daerah, hak mengandung pengertian kekuasaan untuk
mengatur sendiri (zelfregelen), sedangkan kewajiban secara horizontal
berarti kekuasaan untuk menyelenggarakan pemerintahan sebagaimana
mestinya. Vertikal berarti kekuasaan untuk menjalankan pemerintahan
dalam suatu tertib ikatan pemerintahan negara secara keseluruhan.10
Jadi berdasarkan beberapa penjelasan diatas maka dapat disimpulkan
kewenangan adalah suatu hak atau kekuasaan yang dimiliki badan
dan/atau pejabat pemerintahan atau penyelenggara negara lainnya untuk
bertindak dalam ranah hukum publik. Unsur-unsur kewenangan; Pertama,
pengaruh: ialah bahwa penggunaan wewenang dimaksudkan untuk
mengendalikan perilaku subyek hukum. Kedua, dasar hukum: bahwa
wewenang itu harus dapat ditunjuk dasar hukumnya. Ketiga: konformitas
hukum : mengandung makna adanya standard wewenang, yaitu standard
umum (semua jenis wewenang) dan standard khusus/jenis wewenang
tertentu.

b) Sumber Kewenangan
Sesuai dengan unsur-unsur kewenangan yang ketiga yaitu dasar
hukum: bahwa wewenang itu harus dapat ditunjuk dasar hukumnya,
artinya setiap tindakan pemerintahan disyaratkan harus bertumpu atas

9Prajudi Atmosudirdjo. Hukum Administrasi Negara. (Jakarta: Ghalia Indonesia. 1981), hlm. 78.
10Bagir Manan. Wewenang Provinsi, Kabupaten dan Kota dalam Rangka Otonomi Daerah Menurut
UUD (Jakarta, Sinar Harapan, 1994) hlm. 19.
kewenangan yang sah (peraturan atau undang-undang). Kewenangan
tersebut diperoleh melalui tiga sumber, yaitu atribusi, delegasi dan
mandat.
Pada pasal angka 22 Undang-Undang No. 30 Tahun 2014 tentang
Administrasi Pemerintahan menyatakan Atribusi adalah pemberian
kewenangan kepada Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan oleh Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 atau Undang-
Undang. Dalam hal ini Atribusi merupakan wewenang yang diberikan oleh
pembentuk Undang-Undang Dasar/Undang-Undang kepada organ
pemerintahan dan atribusi merupakan wewenang yang melekat pada
suatu jabatan. Kewenangan atribusi diperoleh apabila: a) diatur dalam
UUD dan/atau undang-undang; b) merupakan wewenang baru atau
sebelumnya tidak ada; dan c) Atribusi diberikan kepada Badan dan/atau
Pejabat Pemerintahan (Pasal 12 ayat (1) Undang-Undang No. 30/2014).
Tanggung jawab dan tanggung gugat berada di badan/jabatan pemegang
kewenangan. Atribusi tidak boleh didelegasikan, kecuali diatur dalam
UUD/Undang-Undang.
Pada Pasal 1 angka 23 Undang-Undang No. 30 Tahun 2014 tentang
Administrasi Pemerintahan menyatakan Delegasi adalah pelimpahan
kewenangan dari Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan yang lebih tinggi
kepada Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan yang lebih rendah dengan
tanggung jawab dan tanggung gugat beralih sepenuhnya kepada penerima
delegasi. Wewenang yang bersumber dari pelimpahan suatu organ
pemerintahan kepada organ lainnya sebagai wewenangnya sendiri dengan
dasar peraturan perundang-undangan. Kewenangan Delegasi diperoleh
apabila: a) diberikan oleh Badan/Pejabat Pemerintahan kepada Badan
dan/atau Pejabat Pemerintahan lainnya; b) ditetapkan dalam Peraturan
Pemerintah, Peraturan Presiden, dan/atau Peraturan Daerah; dan c)
merupakan Wewenang pelimpahan atau sebelumnya telah ada.
Pada Pasal 1 angka 24 Undang-Undang No. 30 Tahun 2014 tentang
Administrasi Pemerintahan menyatakan Mandat adalah pelimpahan
Kewenangan dari Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan yang lebih tinggi
kepada Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan yang lebih rendah dengan
tanggung jawab dan tanggung gugat tetap berada pada pemberi mandat.
Mandat terjadi apabila organ pemerintahan lebih tinggi mengizinkan
kewenangannya kepada pejabat yang lebih rendah atas namanya
(hubungan atasan bawahan).

c) Kewenangan Daerah
Dalam hal ini pemerintah daerah mendapatkan sebagian kewenangan
dari pemerintah pusat untuk menjalankan kewenanganya. Hal ini
diakibatkan karena dalam perkembangannya Negara Kesatuan Republik
Indonesia dengan sistem sentralisasi menjadi sistem desentralisasi.
Dengan adanya sistem desentralisasi diharapkan dapat memberdayakan
daerah termasuk untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat yang
merupakan dari cita-cita bangsa.
Dalam pada pasal 18 ayat (5) Undang-Undang dasar 1945 menyatakan
prinsip menjalankan otonomi seluas-luasnya dan pada pasal 18 ayat (6)
menyatakan Prinsip kewenangan daerah untuk mengatur. Selanjutnya
pasal 18B ayat (1) dan (2) Undang-undang dasar 1945 menyatakan; 1.
Negara mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintahan daerah
yang besifat khusus atau bersifat istimewa yang diatur oleh undang-
undang. 2. Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan
masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih
hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara
Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur oleh undang-undang.
Dari beberapa pasal diatas dapat disimpulkan bahwa dengan adanya
otonomi daerah, pemerintah daerah diharapkan mampu membangun
daerah selalu berorientasi pada peningkatan kesejahteraan masyarakat,
dengan selalu memperhatikan kepentingan dan aspirasi yang tumbuh di
masyarakat (termasuk masyarakat adat).

d) Pengertian Pemerintah Daerah


Pada pasal 1 angka (3) Undang-Undang no 23 tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah menyatakan Pemerintah Daerah adalah kepala
daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah yang memimpin
pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi daerah otonom. Dalam
hal ini pemerintah daerah sebagai daerah otonom memiliki hubungan kerja
dalam pemerintahan.
Sebagai kesatuan organisasi, pemerintah mengenal adanya berbagai
hubungan kerja kedinasan / atau formal antar unit yang satu dengan unit
yang lainnya. Hubungan-hubungan kerja dapat digolongkan menjadi dua
jenis hubungan yaitu; 1) Hubungan kerja hirarkis (vertical) adalah
hubungan kerja timbal balik antara atasan dengan bawahannya dari
tingkat pejabat tinggi secar berjenjang sampai ke tingkat pejabat paling
bawah. Dalam jenis hubungan vertical ini terdapat hubungan perintah dan
tanggung jawab sesuai dengan tugas dan batas wewenang masing-masing.
2) Hubungan kerja fungsional (horizontal) merupakan hubungan kerja
antar dua atau lebih unit organisasi/pejabat yang mempunyai kedudukan
pada eselon yang setingkat. Dalam kenyataannya hubungan ini dapat pula
bersifat diagonal, misalnya hubungan secara fungsional antara satu unit
dengan unit tyang lain yang tidak setingkat dalam hubungan fungsi yang
sama.11
Penjelasan pasal 18 I Undang-Undang Dasar 1945 menerangkan bahwa
Indonesia itu adalah suatu negara kesatuan, Indonesia tidak akan
mempunyai daerah di dalam lingkungannya yang juga berbentuk Negara.
Daerah Indonesia dibagi menjadi daerah provinsi dan daerah provinsi
dibagi pula menjadi daerah yang lebih kecil. Daerah-daerah itu bersifat
otonom atau bersifat administratif belaka. Semuanya menurut aturan yang

11Prof. Drs. C.S.T. Kansil S.H,. Hukum Tata Negara Republik Indonesia, (Jakarta : Rineka Cipta,
2000), hlm. 138-139.
akan ditetapkan dengan undang-undang. Di daerah-daerah yang bersifat
otonom diadakan badan perwakilan daerah karena didaerah pun
pemerintah akan bersendikan berdasarkan permusyawaratan. Unsur
pelaksanaannya dikoordinasikan oleh kepala daerah dalam kedudukannya
sebagai wakil pemerintah pusat.12

e) Pengertian Otonomi Daerah


Otonomi daerah adalah hak, wewenang dan kewajiban daerah daerah
otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan
kepentingan masyarakat setempat dalam sistem Negara Kesatuan
Republik Indonesia, hal tersebut sesuai pasal 1 angka 6 Undang-Undang
No. 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Otonomi atau autonomy
berasal dari bahasa Yunani, autos yang berarti sendiri dan nomous yang
berarti hukum atau peraturan. Otonomi pada dasarnya memuat makna
kebebasan dan kemandirian.
Otonomi daerah merupakan proses pengambaran penerapan sistem
desentralisasi. Dimana sistem desentralisasi diterapkan sebagai tindak
lanjut demokratisasi di Indonesia. Proses sejarahlah yang memaksa
diterapkannya sistem desentralisasi yang bertujuan untuk mengurangi
sentralitas kekuasaan pada pemerintah pusat. Sehingga urusan
pemerintahan tidak menumpuk pada pemerintah pusat. Sejarah telah
membuktikan bahwa sentralitas pemerintah pusat menyebabkan
sempitnya ruang bagi rakyat untuk mengembangkan potensi yang
sebenarnya bermanfaat untuk keberlangsungan disegala bidang
pemerintahn maupun non pemerintahan. Hal ini juga berkaitan dengan
hakikat sistem demokrasi yang diterapkan di Indonesia, yaitu rakyat
mempunyai kedaulatan tertinggi.

f) Prinsip-prinsip Otonomi Daerah


Pada pasal 18 ayat (5) Undang Undang Dasar Negara Republik
Indonesia 1945 yang menyatakan Pemerintahan Daerah menjalankan
otonomi seluas-luasnya kecuali urusan pemerintahan yang oleh undang-
undang ditentukan sebagai urusan pemerintah pusat. Artinya bahwa
pemerintahan daerah memiliki kewenangan untuk mengatur dan
mengurus daerahnya dalam rangka memberikan pelayanan,
memberdayakan masyarakat, dan meningkatkan kesejahteraan
masyarakat setempat. Prinsip-prinsip otonomi daerah meliputi :
1. Prinsip pelaksanaan otonomi daerah untuk memahami bagaimana
hubungan antara pemerintah pusat dan daerah sebaiknya kita
mempelajari garis-garis besar haluan Negara (Tao MPR no.
IV/MPR/1978), mengenai aparatur pemerintah di dalam garis-garis
besar haluan negara ditegaskan prinsip-prinsip pokok pelaksanaa
otonomi daerah sebagai berikut : dalam rangka pembangunan yang
tersebar diseluruh pelosok negara dan dalam rangka membina
kesatuan bangsa, maka hubungan yang serasi antara pemerintah

12Prof. Drs. C.S.T. Kansil S.H Hukum Tata Negara Republik Indonesia, (Jakarta : Rineka Cipta, 2000),
hlm. 150-151.
pusat dan pemerintah daerah dikembangkan atas dasar keutuhan
negara kesatuan dan diarahkan pada pelaksanaan otonomi daerah
secara nyata, dinamis , dan bertanggung jawab yang dapat menjamin
perkembangan dan pembangunan daerah dan dilaksanakan bersama-
sama dengan dekonsentrasi.
2. Prinsip otonomi nyata dan bertanggung jawab. Maksudnya, prinsip
otonomi yang berarti pemberian otonomi kepada daerah hendaknya
berdasarkan pertimbangan, perhitungan tindakan, dan kebijakan
yang benar-benar dapat menjamin bahwa daerah yang bersangkutan
nyata-nyata mampu mengurus rumah tangganya sendiri. Prinsip
otonomi yang bertanggung jawab berarti bahwa pemberian otonomi
daerah itu benar-benar sesuai dengan tujuannya, yaitu :
a. Lancar dan teraturnya pembangunan diseluruh wilayah Negara
b. Sesuai atau tidaknya pembangunan dengan pengarahan yang
telah diberikan
c. Sesuai dengan pembinaan politik dan kesatuan bangsa
d. Terjaminnya keserasian hubungan antara pemerintah pusat dan
pemerintah daerah
e. Terjaminnya pembangunan dam perkembangan daerah
3. Selain diatas prinsip-prinsip otonomi daerah terdapat pada pasal-
pasal undang-undang dasar 1945:
a) Prinsip penyelenggaraan urusan pemerintahan menurut asas
otonomi dan tugas pembantuan (Pasal 18 ayat (2))
b) Prinsip badan perwakilan dipilih langsung dalam suatu pemilihan
umum (Pasal 18 ayat (3))
c) Prinsip pemilihan Kepala Daerah secara demokratis (Pasal 18 ayat
(4))
d) Prinsip menjalankan otonomi seluas-luasnya (Pasal 18 ayat (5))
e) Prinsip kewenangan daerah untuk mengatur (Pasal 18 ayat (6))
f) Prinsip hubungan kewenangan dengan memperhatikan
kekhususan dan keragaman daerah (Pasal 18A ayat (1))
g) Prinsip hubungan keuangan, pelayanan publik dan pengelolaan
SDA antara pusat dan daerah dilaksanakan secara selaras dan
adil (Pasal 18A ayat (2))
h) Prinsip mengakui dan menghormati Pemerintahan Daerah yang
bersifat khsusus dan istimewa (Pasal 18 B ayat (1))
i) Prinsip mengakui dan menghormati kesatuan masyarakat hukum
adat beserta hak-hak tradisionalnya (Pasal 18B ayat (2))

g) Pengertian Izin
Izin (vergunning) adalah suatu persertujuan dari penguasa berdasarkan
undang-undang atau peraturan pemerintah untuk dalam keadaan tertentu
menyimpang dari ketentuan-ketentuan larangan peraturan perundang-
undangan. Izin dapat juga diartikan sebagai dispensasi atau
pelepasan/pembebasan dari suatu larangan.13
Adapun pengertian perizinan adalah salah satu bentuk pelaksanaan
fungsi pengaturan dan bersifat pengendalian yang dimiliki pleh Pemerintah
terhadap kegiatan-kegiatan yang di lakukan oleh masyarakat. Perizinan
dapat berbentuk pendaftaran, rekomendasi, sertifikat, penentuan kota dan
izin untuk melakukan sesuatu usaha yang biasanya harus dimiliki atau di
peroleh suatu organisasi perusahaan atau seseorang sebelum yang
bersangkutan dapat melakukan suatu kegiatan atau tindakan.
Hal pokok pada izin, bahwa sesuatu tindakan di larang kecuali
diperkenankan dengan tujuan agar dalam ketentuan-ketentuan yang
bersangkutan dilakukan dengan cara-cara tertentu. Penolakan izin terjadi
bila kriteria-kriteria yang telah ditetapkan oleh penguasa tidak di penuhi.
Misalnya, tentang hal ini adalah mendirikan suatu bangunan, kecuali ada
izin tertulis dan pejabat yang berwenang dengan ketentuan mematuhi
persyaratan-persyaratan.

h) Tinjauan Umum Panas Bumi


Secara bahasa panas bumi atau Geothermal berasal dari kata Geo yang
berarti bumi dan Thermal yang berarti panas sehingga secara umum energi
panas bumi adalah sebuah energi yang dihasilkan dari pemanfaatan
tekanan uap yang dihasilkan dari inti bumi yang panas. Sebagai negara
yang memiliki potensi panas bumi terbesar di dunia, Pemerintah
mendefinisikan panas bumi melalui Undang-Undang No. 21 Tahun 2014
tentang Panas Bumi yakni, sumber energi panas yang terkandung dalam
air panas, uap air, serta batuan bersama mineral dan gas lainnya yang
secara genetik tidak dapat dipisahkan dalam suatu sistem Panas Bumi.
Beberapa dari sumber energi baru, energi panas bumi merupakan salah
satu sumber Energi Baru yang mempunyai sejarah panjang dalam proses
penggunaan serta penerapannya di berbagai negara di seluruh dunia.
Menurut catatan sejarah, penggunaan energi panas bumi telah dilakukan
sejak jaman pra-sejarah, tepatnya 10.000 tahun yang lalu oleh penduduk
Paleo-Indiansdi Amerika Utara. Para penduduk Paleo-Indians ini
menggunakan energi panas bumi untuk mandi serta proses penyembuhan
dari mineral yang terkandung di dalam air dan ritual upacara adat.14

1.4 METODE PENELITIAN


Metode penelitian dalam makalah ini adalah Metode Penelitian Hukum,
terutama penelitian hukum Normatif yaitu metode penelitian hukum yang
mengacu kepada peraturan perundang-undangan yang berlaku.

13Adrian Sutedi, Hukum Perizinan Dalam Sektor Pelayanan Publik. Jakarta: SinarGrafika, 2010, hlm.
168

14Muhammad Syaifullah, Skripsi: Harmonisasi Pengaturan Sumber Daya Alam Panas Bumi Menurut
Undang-Undang Pokok Agraria, Makassar: Universitas Hasanudin Makasar, 2016, hlm. 36.
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian hukum ini adalah :
1) Pendekatan perundang-undangan (statute approach), diperlukan guna
mengkaji lebih lanjut mengenai landasan hukum dengan menelaah
undang-undang dan regulasi yang bersangkut paut dengan isu hukum
yang sedang ditangani yaitu mengenai “tinjauan hukum kewenangan
pemerintah daerah dalam pemberian izin pemanfaatan energi panas
bumi”.
2) Pendekatan konseptual (conceptual approach) yaitu beranjak dari
pandangan-pandangan dan doktrin-doktrin yang berkembang di dalam
ilmu hukum. Peneliti akan menemukan ide-ide yang melahirkan
pengertian-pengertian hukum, konsep-konsep hukum dan asas-asas
hukum yang relevan dengan isu yang dihadapi.
Sumber hukum yang mengatur mengenai pemberian izin pemanfaatan
energi panas bumi :
1. Bahan Hukum Primer
a) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
b) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar
Pokok-Pokok Agraria
c) Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2104 tentang Panas Bumi
d) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan
Daerah
e) Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2014 tentang Kebijakan
Energi Nasional

2. Bahan Hukum Sekunder


Bahan hukum sekunder yang digunakan untuk membantu
kelengkapan dari bahan hukum primer yakni berupa literatur hukum,
jurnal hukum, makalah yang berhubungan dengan penelitian, dan
artikel-artikel di internet.
Teknik Pengumpulan dan Pengolahan Bahan Hukum: Semua bahan
hukum yang telah terkumpul lalu diinventarisasi dan dikumpulkan serta
disesuaikan dengan rumusan masalah yang diteliti. Rumusan masalah
yang akan dijelaskan dalam bab pembahasan tersebut dianalisis
menggunakan bahan hukum primer dan menggabungkan pengertian-
pengertian, asas-asas, dasar-dasar hukum yang terdapat pada literatur,
peraturan perundang-undangan maupun putusan pengadilan. Setelah
rumusan masalah dibahas dalam bab pembahasan, maka dibuat
kesimpulan dari keseluruhan pembahasan tersebut.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Energi Panas Bumi


Berdasarkan Pasal 1 angka (1) Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2014
tentang Panas Bumi, yang dimaksud dengan panas bumi adalah sumber
energi panas yang terkandung di dalam air panas, uap air, serta batuan
bersama mineral dan gas lainnya yang secara genetik tidak dapat dipisahkan
dalam suatu sistem Panas Bumi.
Indonesia merupakan negara yang dilalui oleh sabuk vulkanik (volcanic belt)
yang di dalamnya terdapat sekurang-kurangnya 177 pusat gunung api yang
masih aktif. Sabuk vulkanik tersebut membentang dari Aceh hingga Lampung
di Pulau Sumatra, Jawa, Nusa Tenggara, Maluku dan Sulawesi membentuk
jalur gunung api sepanjang kurang lebih 7000 km. Meskipun aktifitas sering
menimbulkan bencana, gunung api sebenarnya memberikan berkah
terpendam berupa sumber panas bumi. Potensi total energi panas bumi di
sepanjang jalur gunung api tersebut hingga tahun 2004 terindentifikasi
sebesar 27.140,5 MW yang merupakan 40% dari seluruh potensi energi panas
bumi yang ada di dunia.15
Energi panas bumi merupakan sumber energi lokal yang tidak dapat di
ekspor dan sangat ideal untuk mengurangi peran bahan bakar fosil guna
meningkatkan nilai tambah nasional dan merupakan sumber energi yang ideal
untuk pengembangan daerah setempat. Selain itu, energi panas bumi adalah
energi terbaru yang tidak tergantung pada iklim dan cuaca, sehingga
keandalan terhadap sumber energinya tinggi. Dari segi pengembangan sumber
energi ini juga mempunyai fleksibilitas yang tinggi karena dalam memenuhi
kebutuhan beban dapat dilaksanakan secara bertahap sesuai dengan
kebutuhan.
Panas bumi adalah anugerah alam yang merupakan sisa-sisa panas dari
hasil reaksi nuklir yang pernah terjadi pada awal mula terbentuknya bumi dan
alam semesta ini. Reaksi nuklir yang masih terjadi secara alamiah di alam
semesta pada saat ini adalah reaksi fusi nuklir yang terjadi di matahari dan
juga di bintang-bintang yang tersebar di jagat raya. Energi panas bumi adalah
energi yang dihasilkan oleh tekanan panas bumi. Energi ini dapat digunakan
untuk menghasilkan listrik, sebagai salah satu bentuk dari energi yang
diperbaharui, tetapi karena panas di suatu lokasi dapat habis, jadi secara teknis
dia tidak diperbarui secara mutlak.
Dalam pemanfaatan energi panas bumi selain untuk tenaga listrik, panas
bumi dapat langsung dimanfaatkan untuk kegiatan usaha pemanfaatan energi
dan/atau fluidanya, misalnya dimanfaatkan dalam dunia agroindustri. Sifat
panas bumi sebagai energi terbaru menjamin kehandalan operasional
pembangkit karena fluida panas bumi sebagai sumber tenaga yang digunakan

15 https://rudimayardi.wordpress.com/2012/10/05/pemanfaatan-energi-panas-bumi/
sebagai penggeraknya akan selalu tersedia dan tidak akan mengalami
penurunan jumlah. Pada sektor lingkungan, berdirinya pembangkit panas
bumi tidak akan mempengaruhi persediaan air tanah di daerah tersebut
karena sisa buangan air disuntikkan ke bumi dengan kedalaman yang jauh
dari lapisan aliran air tanah. Limbah yang dihasilkan juga hanya berupa air
sehingga tidak mengotori udara dan merusak atmosfer. Kebersihan
lingkungan sekitar pembangkit pun tetap terjaga karena pengoperasiannya
tidak memerlukan bahan bakar, tidak seperti pembangkit listrik tenaga lain
yang memiliki gas buangan berbahaya akibat pembakaran.
Di sektor pariwisata, keberadaan panas bumi seperti air panas maupun uap
panas menjadi daya tarik tersendiri untuk mendatangkan orang. Tempat
pemandian air panas di Cipanas, Ciateur, maupun hutan taman wisata cagar
alam Kamojang menjadi tempat tujuan bagi orang untuk berwisata. Selain
dimanfaatkan pada sektor pariwisata, energi panas bumi juga dapat
dimanfaatkan untuk Pengeringan. Energi panas bumi dapat digunakan secara
langsung (teknologi sederhana) untuk proses pengeringan terhadap hasil
pertanian, perkebunan dan perikanan dengan proses yang tidak terlalu sulit.
Air panas yang berasal dari mata air panas atau sumur produksi panas bumi
pada suhu yang cukup tinggi dialirkan melalui suatu heat exchanger, yang
kemudian memanaskan ruangan pengering yang dibuat khusus untuk
pengeringan hasil pertanian.
Jadi, pada dasarnya energi panas bumi yang dimiliki oleh negara harus
dapat dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kemakmuran masyarakat
sebagaimana yang diamanatkan oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia tahun 1945.

2.2 Konsep Pemberian Izin Pemanfaatan Energi Panas Bumi


Berdasarkan Pasal 14 ayat (1) Undang Undang no. 23 tahun 2014 tentang
pemerintahan daerah yang menyatakan :
“Penyelenggaraan Urusan Pemerintahan bidang kehutanan, kelautan, serta energi dan
sumber daya mineral dibagi antara Pemerintah Pusat dan Daerah provinsi”
Kemudian Pasal 14 ayat (4) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah yang menyatakan :
”Urusan Pemerintahan bidang energi dan sumber daya mineral sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) yang berkaitan dengan pemanfaatan langsung panas bumi dalam Daerah
kabupaten/kota menjadi kewenangan Daerah kabupaten/kota.”
Berkaitan dengan Pasal tersebut, energi panas bumi diatur lebih lanjut di
dalam Undang-Undang tersendiri yaitu Undang-Undang Nomor 21 Tahun
2014 tentang Panas Bumi. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2014 tentang
Panas Bumi merupakan hasil perubahan Undang-Undang Nomor 27 Tahun
2003 tentang Panas Bumi. Undang-Undang ini mengatur lebih komprehensif
pemanfaatan panas bumi di Indonesia. Panas bumi merupakan sumber energi
yang diperbaharui dan merupakan kekayaan alam yang berada di dalam wilayah
Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa
yang mempunyai peranan penting untuk menunjang pembangunan nasional
yang berkelanjutan guna mewujudkan kesejahteraan rakyat. Panas bumi
merupakan energi ramah lingkungan yang potensinya besar dan
pemanfaatannya belum optimal sehingga perlu didorong dan ditingkatkan
secara terencana dan terintegrasi guna mengurangi ketergantungan terhadap
energi fosil. Fokus utama dalam penyelenggaraan panas bumi adalah untuk
pemanfaatan tidak langsung sebagai pembangkit tenaga listrik guna menjaga
keberlanjutan dan ketahanan energi nasional.
Sumber energi terbaru yang dimaksud di atas adalah apa yang ada di dalam
Pasal 1 angka (6) Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2014 tentang
Kebijakan Energi Nasional yang menyatakan, sumber energi diperbaharui adalah
sumber energi yang dapat dihasilkan dari sumber daya berkelanjutan jika
dikelola dengan baik, antara lain panas bumi, angin, bioenergi, sinar matahari,
aliran dan terjunan air, serta gerakan dan perbedaan suhu lapisan laut
Republik Indonesia.
Saat ini kebutuhan energi nasional semakin meningkat seiring dengan
pesatnya pertumbuhan ekonomi sehingga untuk mengimbangi ketersediaan
energi, maka pemerintah meningkatkan peran pemanfaatan panas bumi
untuk mengurangi ketergantungan terhadap peran energi fosil. Panas bumi
adalah salah satu sumber energi diperbaharui yang bersifat ramah lingkungan
yang sangat berpotensi sebagai alternatif pengganti sumber energi fosil yang
bersifat tidak diperbaharui dan menghasilkan dampak lingkungan berupa emisi
gas rumah kaca CO2. Emisi CO2 dari plant16 berbahan bakar batu bara adalah
940g/kWhe, plant berbahan bakar gas menyumbang 370g/kWhe, sedangkan
rata-rata dunia untuk plant panas bumi dengan siklus terbuka untuk
lapangan panas bumi suhu tinggi adalah 120 g/kWhe. Bahkan, untuk plant
siklus tertutup, dimana fluida panas bumi diinjeksikan kembali ke dalam
tanah tanpa hilangnya uap atau gas ke atmosfer, emisi CO 2 nya adalah nol.
Plant panas bumi terbaru, hampir semuanya di desain sebagai siklus tertutup.
Emisi CO2 dari pembangkit listrik panas bumi sangat rendah bila
dibandingkan dengan minyak dan batubara. Penggunaan panas bumi akan
menurunkan konsentrasi gas rumah kaca.17 Pengembangan pemanfaatan
panas bumi dapat menjadi nilai strategis dalam upaya penghematan
penggunaan energi fosil yang juga berperan dalam penghematan devisa negara
untuk pembiayaan impor energi.
Hal ini tentunya selaras dengan tujuan penyelenggaraan pemanfaatan
panas bumi yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2014
bertujuan untuk mengendalikan kegiatan pengusahaan panas bumi untuk
menunjang ketahanan dan kemandirian energi guna mendukung
pembangunan yang berkelanjutan serta memberikan manfaat yang sebesar-
besarnya bagi kesejahteraan dan kemakmuran rakyat, meningkatkan

16 Plant adalah teknologi pembangkit tenaga listrik. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral,
Mengenal Teknologi Pembangkit Listrik Panas Bumi. http://www.esdm.go.id/berita/artikel/56-
artikel/3418-mengenal-teknologi-pembangkit-listrikpanas-bumi.html.
17 Zurias Ilyas, Pemanfaatan Energi Geothermal dan Dampak Perubahan Iklim, disampaikan pada

Seminar Nasional VIII SDM Teknologi Nuklir, Yogyakarta, 31 Oktober 2012.


pemanfaatan energi diperbaharui berupa panas bumi untuk memenuhi
kebutuhan energi nasional, dan meningkatkan pemanfaatan energi bersih
yang ramah lingkungan guna mengurangi emisi gas rumah kaca.
Indonesia sebagai negara yang memiliki potensi panas bumi yang sangat
besar merupakan aset yang dapat digunakan untuk menunjang pembangunan
nasional. Panas bumi merupakan kekayaan alam yang harus dikuasai negara
dan dikelola untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Tanggung jawab
negara dalan mewujudkan kemakmuran rakyat tersebut dilaksanakan oleh
pemerintah melalui kewenangan yang dimilikinya.
Pemanfaatan panas bumi bertujuan untuk menumbuhkan pusat
pertumbuhan ekonomi yang akan meningkatkan kebutuhan perekonomian
masyarakat Indonesia akan energi-energi, di mana akan terus meningkat seiring
dengan meningkatnya pertumbuhan ekonomi, dan bertambahnya jumlah
penduduk, namun tidak diimbangi oleh penyediaan energi yang memadai.
Sementara itu, sumber energi fosil semakin berkurang ketersediaannya dan
tidak dapat diperbaharui, serta dapat menimbulkan masalah lingkungan,
sehingga pemanfaatan energi diperbaharui, khususnya panas bumi terutama
yang digunakan untuk pengembangan tenaga listrik perlu ditingkatkan.18
Kewenangan pemerintah dalam pemanfaatan panas bumi dibagi secara
tegas di dalam undang-undang panas bumi baik yang dilakukan oleh
pemerintah pusat, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota.
Pasal 5 ayat (1) Undang-undang Nomor 21 tahun 2014 tentang Panas Bumi
menyatakan :
“Penyelenggaraan Panas Bumi oleh Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal
4 ayat (2) dilakukan terhadap:
a. Panas Bumi untuk Pemanfaatan Langsung yang berada pada:
1. lintas wilayah provinsi termasuk Kawasan Hutan produksi dan Kawasan
Hutan lindung;
2. kawasan Hutan konservasi;
3. kawasan konservasi di perairan; dan
4. wilayah laut lebih dari 12 (dua belas) mil diukur dan garis pantai ke arah
laut lepas di seluruh Indonesia.
b. Panas Bumi untuk Pemanfaatan Tidak Langsung yang berada di seluruh
wilayah Indonesia, termasuk Kawasan Hutan produksi, Kawasan Hutan
lindung, Kawasan Hutan konservasi, dan wilayah laut.”
Kemudian dalam Pasal 6 dinyatakan bahwa kewenangan untuk
menyelenggarakan usaha panas bumi tersebut dilaksanakan dan/atau
dikoordinasikan oleh menteri, yang meliputi: pembuatan kebijakan nasional;
pengaturan di bidang panas bumi; pemberian izin panas bumi; pemberian izin
pemanfaatan langsung pada wilayah yang menjadi kewenangannya;
pembinaan dan pengawasan; pengelolaan data dan informasi geologi serta
potensi panas bumi. Inventarisasi dan penyusunan neraca sumber daya dan
cadangan panas bumi; pelaksanaan eksplorasi, eksploitasi, dan/ atau

18Muhammad Azhar, Aspek Hukum Kebijakan Geothermal Di Indonesia. Jurnal Law Refom Volume
11, Nomor 1, Tahun 2015, hlm. 127.
pemanfaatan panas bumi; dan pendorongan kegiatan penelitian,
pengembangan dan kemampuan perekayasaan.

2.3 Perizinan Pemanfaatan Energi Panas Bumi


Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2014 tentang Panas Bumi merupakan
hasil perubahan Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2003 tentang Panas Bumi.
Undang-Undang ini mengatur pemanfaatan panas bumi di Indonesia. Panas
bumi merupakan energi ramah lingkungan yang potensinya besar dan
pemanfaatannya belum optimal sehingga perlu didorong dan ditingkatkan
secara terencana dan terintegrasi guna mengurangi ketergantungan terhadap
energi fosil.
Fokus utama dalam penyelenggaraan panas bumi adalah untuk
pemanfaatan tidak langsung sebagai pembangkit tenaga listrik guna menjaga
keberlanjutan dan ketahanan energi nasional. Tujuan penyelenggaraan
pemanfaatan panas bumi tercantum dalam Undang-Undang Nomor 21 tahun
2014 yakni untuk mengendalikan kegiatan pengusahaan panas bumi untuk
menunjang ketahanan dan kemandirian energi guna mendukung
pembangunan yang berkelanjutan serta memberikan manfaat yang sebesar-
besarnya bagi kesejahteraan dan kemakmuran rakyat, meningkatkan
pemanfaatan energi diperbaharui berupa panas bumi untuk memenuhi
kebutuhan energi nasional, dan meningkatkan pemanfaatan energi bersih
yang ramah lingkungan guna mengurangi emisi gas rumah kaca. Sebagai
bentuk reformasi dari pengaturan pengusahaan panas bumi, selanjutnya
kewenangan penyelenggaraan segala kegiatan panas bumi diatur menjadi
lebih komprehensif.
Pengembangan usaha panas bumi di Indonesia sejatinya sudah dilakukan
sejak zaman penjajahan Belanda, namun sampai saat ini pengembangan
sumber panas bumi masih tergolong kecil akibat terdapat begitu banyak
kendala. Pengembangan panas bumi yang pertama dilakukan di Indonesia
adalah terhadap sumber panas bumi Kamojang, Garut, Jawa Barat.19
Pelaksanaannya pengusahaan panas bumi dibedakan menjadi dua macam
bentuk, yakni: Pertama, Pengusahaan panas bumi untuk pemanfaatan
langsung, yaitu kegiatan pengusahaan pemanfaatan panas bumi secara
langsung tanpa melakukan proses pengubahan dari energi panas dan/atau
fluida menjadi jenis lain untuk keperluan nonlistrik.
Kegiatan pengusahaan panas bumi untuk pemanfaatan tidak langsung
meliputi 3 (tiga) aspek, yaitu: Eksplorasi; Eksplorasi adalah rangkaian
kegiatan yang meliputi penyelidikan geologi, geofisika, geokimia, pengeboran
uji, dan pengeboran sumur eksplorasi yang bertujuan untuk memperoleh
informasi kondisi geologi bawah permukaan guna menemukan dan
mendapatkan perkiraan cadangan Panas Bumi. Eksploitasi; Eksploitasi
adalah rangkaian kegiatan pada Wilayah Kerja tertentu yang meliputi
pengeboran sumur pengembangan dan sumur reinjeksi, pembangunan
fasilitas lapangan dan penunjangnya, serta operasi produksi Panas Bumi.
Pemanfaatan; Pemanfaatan adalah kegiatan mengambil manfaat panas bumi

19 Kasbani, Panas bumi Pengembangan dan Dukungan Kebijakan, www.esdm.go.id.


untuk pembangkitan tenaga listrik untuk kepentingan sendiri atau
kepentingan umum. Untuk dapat melakukan pengusahaan panas bumi
langsung dan tidak langsung wajib terlebih dahulu memiliki izin, yang
meliputi: Pertama; Izin pemanfaatan langsung, yakni izin untuk melakukan
pengusahaan panas bumi untuk pemanfaatan langsung pada lokasi tertentu;
Kedua; Izin pemanfaatan tidak langsung, yakni izin untuk melakukan
pengusahaan panas bumi untuk pembangkitan tenaga listrik pada lokasi
tertentu.
Berdasarkan Pasal 1 angka 4 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2014
tentang Panas Bumi mengartikan izin panas bumi adalah izin melakukan
pengusahaan panas bumi untuk pemanfaatan tidak langsung pada wilayah
kerja tertentu. Adapun untuk menerbitkan izin panas bumi harus terlebih
dahulu melewati proses yakni: (a) penetapan wilayah kerja panas bumi; (b)
penawaran wilayah kerja panas bumi; dan (c) pemberian izin panas bumi.
Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2014 tentang Panas Bumi memberikan
pengaturan baru terkait dengan pemberian izin panas bumi di kawasan hutan
yang semula hanya dapat diberikan pada kawasan hutan produksi dan hutan
lindung menjadi dapat pula diberikan pada kawasan hutan konservasi. Pasal
24 ayat (2) menegaskan bahwa khusus untuk pemegang izin panas bumi pada
kawasan hutan dalam rangka pengusahaan panas bumi untuk pemanfaatan
tidak langsung, wajib pula mengurus perizinan lain yang meliputi: (a) izin
pinjam pakai untuk menggunakan kawasan hutan produksi atau kawasan
hutan lindung; atau (b) izin untuk memanfaatkan kawasan hutan konservasi.
Kedua izin tersebut diberikan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang kehutanan. Pelaksanaan kegiatan pengusahaan
panas bumi di kawasan hutan harus memperhatikan tujuan utama
pengelolaan hutan lestari sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan. Sedangkan untuk kegiatan pengusahaan panas bumi untuk
pemanfaatan tidak langsung berada pada wilayah konservasi perairan,
pemegang izin panas bumi wajib mendapatkan izin dari menteri yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kelautan.
Badan usaha yang melakukan pengusahaan panas bumi untuk
pemanfaatan tidak langsung wajib terlebih dahulu memiliki izin panas bumi.
Pasal 1 angka 4 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2014 tentang Panas Bumi
menjelaskan bahwa izin panas bumi adalah izin untuk melakukan
pengusahaan panas bumi untuk pemanfaatan tidak langsung pada wilayah
tertentu. Izin panas bumi diberikan oleh Menteri kepada badan usaha
berdasarkan hasil penawaran wilayah kerja, dan badan usaha wajib
mengembalikan secara bertahap sebagian atau seluruh wilayah kerja kepada
pemerintah. Izin panas bumi di larang dialihkan kepada badan usaha lain.
Sebelum dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2014 tentang
Panas Bumi, izin yang digunakan untuk melakukan pengusahaan panas bumi
yang ditentukan dalam Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2003 tentang Panas
Bumi adalah Izin Usaha Pertambangan Panas Bumi (IUP), yakni izin untuk
melaksanakan usaha pertambangan panas bumi. Namun setelah
dikeluarkannya Undang-undang Nomor 21 Tahun 2014 tentang Panas Bumi
dan dihapuskannya istilah pertambangan dalam pengusahaan panas bumi,
maka pengusahaan panas bumi tidak termasuk lagi ke dalam kategori usaha
pertambangan. Dalam Pasal 24 ayat (1) Undang-undang Nomor 21 Tahun
2014 tentang Panas Bumi dinyatakan bahwa Izin Panas Bumi sebagaimana
harus memuat ketentuan paling sedikit: nama Badan Usaha; nomor pokok
wajib pajak Badan Usaha; jenis kegiatan pengusahaan; jangka waktu
berlakunya Izin Panas Bumi; hak dan kewajiban pemegang Izin Panas Bumi;
Wilayah Kerja; dan tahapan pengembalian Wilayah Kerja.
Dalam hal izin mengenai pemanfaatan energi panas bumi memiliki jangka
waktu paling lama 37 (tiga puluh tujuh) tahun dan dapat diperpanjang untuk
waktu paling lama 20 (dua puluh) tahun setiap kali perpanjangan. Izin
tersebut diberikan untuk melakukan eksplorasi, eksploitasi, dan
pemanfaatan. Pelaksanakan kegiatan eksplorasi, pemegang izin panas bumi
wajib memiiki izin lingkungan. Eksplorasi memiliki jangka waktu paling lama
5 (lima) tahun sejak Izin Panas Bumi diterbitkan dan dapat diperpanjang 2
(dua) kali, masing-masing selama 1 (satu) tahun. Waktu tersebut sudah
termasuk untuk melaksanakan kegiatan studi kelayakan. Studi kelayakan
adalah kajian untuk memperoleh informasi secara terperinci terhadap seluruh
aspek yang berkaitan untuk menentukan kelayakan teknis, ekonomis, dan
lingkungan atas suatu rencana usaha dan/atau kegiatan pemanfaatan Panas
Bumi yang diusulkan.
Eksploitasi dan pemanfaatan panas bumi memiliki jangka waktu paling
lama 30 (tiga puluh) tahun sejak studi kelayakan disetujui oleh menteri.
Sebelum melakukan Eksploitasi dan pemanfaatan, pemegang Izin Panas Bumi
wajib memiliki izin lingkungan yang termasuk dalam Studi Kelayakan; dan
menyampaikan hasil Studi Kelayakan kepada Menteri untuk mendapatkan
persetujuan. Izin panas bumi dapat berakhir karena alasan sebagai berikut:
habis masa berlakunya; dikembalikan; dicabut; atau dibatalkan.

2.4 Kewenangan Daerah Dalam Memberikan Izin Pemanfaatan Energi Panas


Bumi
Dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan
daerah, pemerintahan daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya untuk
mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan berdasarkan asas
otonomi dan tugas pembantuan. Urusan pemerintahan menurut Pasal 1
angka 5 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah
menyatakan :
“Urusan Pemerintahan adalah kekuasaan pemerintahan yang menjadi kewenangan
Presiden yang pelaksanaannya dilakukan oleh kementerian negara dan penyelenggara
Pemerintahan Daerah untuk melindungi, melayani, memberdayakan, dan
menyejahterakan masyarakat.”
Kemudian ditegaskan kembali dalam Pasal 5 Undang-Undang Nomor 23
Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah tentang Kekuasaan Pemerintahan
yang menyatakan :
(1) Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan sesuai dengan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
(2) Kekuasaan Pemerintahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diuraikan dalam
berbagai Urusan Pemerintahan.
(3) Dalam menyelenggarakan Urusan Pemerintahan sebagaimana dimaksud pada
ayat (2), Presiden dibantu oleh menteri yang menyelenggarakan Urusan
Pemerintahan tertentu.
(4) Penyelenggaraan Urusan Pemerintahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) di
Daerah dilaksanakan berdasarkan asas Desentralisasi, Dekonsentrasi, dan
Tugas Pembantuan.
Kewenangan pemerintah dalam pemanfaatan panas bumi dibagi secara
tegas di dalam undang-undang panas bumi baik yang dilakukan oleh
pemerintah pusat, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota yang
disesuaikan pada letak potensi panas bumi tersebut berada.
Ahli pemerintah Agus Budi Wahyono dalam Risalah Sidang Mahkamah
Konstitusi Nomor 11/PUU-XIV/2016 tentang Pengujian Undang-Undang
Nomor 21 Tahun 2014 tentang Panas Bumi dan Undang-Undang Nomor 23
Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah tanggal 4 April 2016 menjelaskan
bahwa20, pemanfaatan panas bumi untuk pemanfaatan langsung diserahkan
kepada pemerintah daerah dengan tujuan untuk lebih memberdayakan
perekonomian lokal daerah yang menyelenggarakannya, dilakukan sesuai
dengan pedoman teknis yang ditetapkan oleh pemerintah pusat. Sementara
untuk pemanfaatan tidak langsung diserahkan ke pemerintah pusat karena
sifatnya lebih berdampak nasional atau meluas secara ekonomi dan
digunakan secara nasional dan dalam rangka harga listrik yang dihasilkan
dari panas bumi lebih kompetitif dan lebih andal, sehingga menguntungkan
ekonomi secara nasional.
Terkait urusan pemerintahan pemanfaatan energi panas bumi dalam
lingkup urusan pemerintahan konkuren sebagaimana tercantum pada Pasal
14 yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah mengenai bidang
kehutanan sub urusan konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya
serta sektor energi dan sumber daya alam seperti dijelaskan dalam Pasal 14
(4) sebagai berikut:
“Urusan Pemerintahan bidang energi dan sumber daya mineral sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) yang berkaitan dengan pemanfaatan langsung panas bumi
dalam Daerah kabupaten/kota menjadi kewenangan Daerah kabupaten/kota.”
Mencermati rumusan Pasal tersebut menyiratkan pengaturan urusan
pemanfaatan energi panas bumi dibagi menjadi urusan Pemerintah Pusat dan
Pemerintah Provinsi namun dibatasi secara administrasi dalam lingkup
perizinan. Dalam hal kewenangan daerah otonom Provinsi maupun
Kabupaten/Kota dalam memberikan izin telah diatur di dalam Undang-
Undang Nomor 21 Tahun 2014 tentang Panas Bumi. Kemudian berdasarkan
Pasal 5 ayat (2) kewenangan Pemerintah Provinsi dalam penyelenggaraan
panas bumi dilakukan untuk Pemanfaatan Langsung yang berada pada; a)
lintas wilayah kabupaten/kota dalam satu provinsi termasuk Kawasan Hutan
produksi dan Kawasan Hutan lindung; dan b) wilayah laut paling jauh 12 (dua

20Fitri Ayu Lestari, dkk. Tinjauan Yuridis Pemberian Izin Pemanfaatan Panas Bumi Pada Hutan
Konservasi Berdasarkan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2014 Tentang Panas Bumi. Dipenogoro
Law Journal. Volume 5, Nomor 3, Tahun 2016. Hlm. 6.
belas) mil diukur dari garis pantai ke arah laut lepas dan/atau ke arah
perairan kepulauan.
Pembagian Urusan Kewenangan dalam Hal Pemanfaatan Energi Panas Bumi:
a) Kewenangan Pemerintah Pusat
• Menetapkan wilayah kerja panas bumi
• Melakukan pelelangan wilayah kerja panas bumi
• Menerbitkan izin pemanfaatan langsung panas bumi lintas daerah
provinsi
• Menerbitkan izin panas bumi untuk pemanfatan tidak langsung
b) Kewenangan Pemerintah Provinsi
• Penerbitan izin pemanfaatan langsung panas bumi lintas daerah
kabupaten/kota dalam 1 (satu daerah) provinsi.
c) Kewenangan Pemerintah kota/kabupaten
• Penerbitan izin pemanfaatan langsung panas bumi dalam daerah
manfaatan Wilayah Kerja Pemanfaatan panas bumi secara langsung
dan tidak langsung
Kewenangan pemerintah provinsi dalam penyelenggaraan Panas Bumi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) meliputi:
a. pembentukan peraturan perundang-undangan daerah provinsi di bidang
Panas Bumi untuk Pemanfaatan Langsung;
b. pemberian Izin Pemanfaatan Langsung pada wilayah yang menjadi
kewenangannya;
c. pembinaan dan pengawasan;
d. pengelolaan data dan informasi geologi serta potensi Panas Bumi pada
wilayah provinsi; dan
e. inventarisasi dan penyusunan neraca sumber daya dan cadangan Panas
Bumi pada wilayah provinsi.
Kemudian kewenangan daerah otonom Kabupaten/Kota dalam hal
Penyelenggaraan Panas Bumi oleh pemerintah kabupaten/kota yang
dilakukan untuk Pemanfaatan Langsung yang berada pada: a) wilayah
kabupaten/kota termasuk Kawasan Hutan produksi dan Kawasan Hutan
lindung; dan b) wilayah laut paling jauh 1/3 (satu per tiga) dari wilayah laut
kewenangan provinsi.
Kewenangan pemerintah kabupaten/kota dalam penyelenggaraan Panas
Bumi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (3) meliputi:
a. pembentukan peraturan perundang-undangan daerah kabupaten/ kota
di bidang Panas Bumi untuk Pemanfaatan Langsung;
b. pemberian Izin Pemanfaatan Langsung pada wilayah yang menjadi
kewenangannya;
c. pembinaan dan pengawasan;
d. pengelolaan data dan informasi geologi serta potensi Panas Bumi pada
wilayah kabupaten/kota; dan
e. inventarisasi dan penyusunan neraca sumber daya dan cadangan Panas
Bumi pada wilayah kabupaten/kota.
Terkait pembagian urusan pemerintahan dalam pengusahaan energi panas
bumi ditinjau dari berapa prinsip sebagaimana tertuang dalam penjelasan
Pasal 13 ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah adalah sebagai berikut :21
a) Prinsip Akuntabilitas, Penanggung jawab penyelenggaraan suatu Urusan
Pemerintahan ditentukan berdasarkan kedekatannya dengan luas,
besaran, dan jangkauan dampak yang ditimbulkan oleh
penyelenggaraan suatu Urusan Pemerintahan. Pengusahaan panas
bumi untuk pemanfaatan tidak langsung diserahkan kepada pemerintah
pusat dalam menetapkan wilayah kerja panas bumi dapat meminalisir
potensi konflik penambahan luas wilayah kerja panas bumi yang tidak
memperhatikan batas-batas administrasi.
b) Prinsip Efisiensi, Penyelenggara suatu Urusan Pemerintahan ditentukan
berdasarkan perbandingan tingkat daya guna yang paling tinggi yang
dapat diperoleh. Pengusahaan panas bumi untuk pemanfaatan tidak
langsung diserahkan kepada pemerintah pusat mendorong harga listrik
yang dihasilkan dari panas bumi lebih kompetitif dan lebih andal
sehingga menguntungkan ekonomi secara nasional.
c) Prinsip Eksternalitas, Penyelenggara suatu Urusan Pemerintahan
ditentukan berdasarkan luas, besaran, dan jangkauan dampak yang
timbul akibat penyelenggaraan suatu Urusan Pemerintahan.
Pengusahaan panas bumi untuk pemanfaatan tidak langsung
diserahkan kepada pemerintah pusat karena lebih berdampak nasional
atau meluas secara ekonomi dan digunakan secara nasional.
d) Prinsip Kepentingan Strategis, Penyelenggara suatu Urusan
Pemerintahan ditentukan berdasarkan pertimbangan dalam rangka
menjaga keutuhan dan kesatuan bangsa, menjaga kedaulatan Negara,
implementasi hubungan luar negeri, pencapaian program strategis
nasional dan pertimbangan lain yang diatur dalam ketentuan peraturan
perundang-undangan. Pengusahaan panas bumi untuk pemanfaatan
tidak langsung diserahkan kepada pemerintah pusat atau untuk
pembangkitan tenaga listrik bersifat sangat strategis dalam menunjang
ketahanan energi nasional karena listrik yang dihasilkan dari
pembangkit listrik tenaga panas bumi dapat dimanfaatkan lintas batas
administratif.
Pemberian otonomi kepada daerah adalah salah satu wujud pengakuan
negara atas keberadaan daerah-daerah di Indonesia yang beragam untuk
mengurus sendiri urusan pemerintah yang diotonomkan. Pemberian otonomi
juga dimaksudkan untuk pemberdayaan daerah dan mempercepat
pengambilan kebijakan dalam urusan pemerintah yang dapat dilakukan
sendiri oleh daerah, sehingga lebih efektif dan efisien. Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 pada prinsipnya menghendaki
pemberian kewenangan.

21 Ibid.
Pemerintah pusat hanya memegang kewenangan dalam urusan
pemerintahan yang strategis untuk menjamin kedaulatan negara dan
kesatuan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Selain itu, ada
kewenangan tambahan yaitu kewenangan dalam menjalankan urusan
pemerintahan yang bersifat koordinasi, sinkronisasi, standardisasi, evaluasi,
dan kontrol untuk menjamin efektifitas keselarasan dan keseimbangan dalam
penyelenggaraan pemerintahan.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2014 tentang Panas bumi
dalam hal pemanfaatan energi panas bumi kewenangan pemerintah dalam
pemanfaatan panas bumi untuk pemanfaatan langsung dan pemanfaatan
tidak langsung dibagi secara tegas baik yang dilakukan oleh pemerintah pusat,
pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota yang pembagiannya
didasarkan pada letak potensi panas bumi tersebut berada.
Pemerintah Pusat berwenang menetapkan Wilayah Kerja Panas Bumi,
melakukan pelelangan Wilayah Kerja Panas Bumi, menerbitkan izin
pemanfaatan langsung panas bumi lintas daerah provinsi, dan menerbitkan
izin panas bumi untuk pemanfaatan tidak langsung. Kemudian Pemerintah
Provinsi berwenang menerbitkan izin pemanfaatan langsung panas bumi
lintas daerah kabupaten/kota dalam 1 (satu daerah) provinsi. Dan Pemerintah
Kabupaten/Kota berwenang menerbitkan izin pemanfaatan langsung panas
bumi dalam daerah pemanfaatan Wilayah Kerja Pemanfaatan panas bumi
secara langsung dan tidak langsung.
DAFTAR PUSTAKA

Atmosudirdjo, Prajudi. 1981. Hukum Administrasi Negara. (Jakarta: Ghalia


Indonesia.
Manan, Bagir. 1994. Hubungan Antara Pusat dan Daerah Menurut UUD 1945.
Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.
Manan, Bagir. 1994. Wewenang Provinsi, Kabupaten dan Kota dalam Rangka
Otonomi Daerah Menurut UUD. Jakarta: Sinar Harapan.
Kansil, C.S.T. 2000. Hukum Tata Negara Republik Indonesia, Jakarta: Rineka
Cipta.
Fauzan, Muhammad. 2007. Hukum Pemerintahan Daerah, Kajian Tentang
Hubungan Keuangan antara Pusat dan Daerah. Yogyakarta: UII Press.
Lestari, Fitri Ayu., dkk. 2016. Tinjauan Yuridis Pemberian Izin Pemanfaatan Panas
Bumi Pada Hutan Konservasi Berdasarkan Undang-Undang Nomor 21 Tahun
2014 Tentang Panas Bumi. Dipenogoro Law Journal. Volume 5, Nomor 3,
Tahun 2016.
Sutedi, Adrian. 2010. Hukum Perizinan Dalam Sektor Pelayanan Publik. Jakarta:
SinarGrafika.
Ni’matul Huda. 2012. Ilmu Negara. Jakarta: Raja Grafindo.
M. Hadjon, Philipus. Dkk. 2012. Pengantar Hukum Administrasi Indonesia.
Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Fendri, Azmi. 2016. Pengaturan Kewenangan Pemerintah dan Pemerintah Daerah;
dalam pemanfaatan sumber daya mineral dan batubara. Jakarta: Rajawali
pers.
Muhammad Azhar, Aspek Hukum Kebijakan Geothermal Di Indonesia. Jurnal Law
Refom Volume 11, Nomor 1, Tahun 2015.
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. 2012. Mendorong Minat Investor
Berinvestasi di Indonesia. ESDMMAG: Edisi 07.
Syaifullah, Muhammmad. 2016. Skripsi: Harmonisasi Pengaturan Sumber Daya
Alam Panas Bumi Menurut Undang-Undang Pokok Agraria. Makassar:
Universitas Hasanudin Makasar.
Dewan Energi Nasional Republik Indonesia. 2014. Outlook Energi Indonesia.
Darmawan, Budi. Menyegarkan Iklim Pengembangan Panas Bumi. Warta: Edisi 07,
Agustus 2010. Direktorat Jenderal Mneral, Batubara, dan Panas Bumi.
https://rudimayardi.wordpress.com/2012/10/05/pemanfaatan-energi-panas-
bumi/
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Mengenal Teknologi Pembangkit
Listrik Panas Bumi. http://www.esdm.go.id/berita/artikel/56-artikel/3418-
mengenal-teknologi-pembangkit-listrikpanas-bumi.html.
Ilyas, Zurias. 2012. Pemanfaatan Energi Geothermal dan Dampak Perubahan Iklim,
disampaikan pada Seminar Nasional VIII SDM Teknologi Nuklir, Yogyakarta,
31 Oktober 2012.
Kasbani, Panas bumi Pengembangan dan Dukungan Kebijakan, www.esdm.go.id.

Anda mungkin juga menyukai