Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN


SISTEM CARDIOVASCULER :CHF DI RUANG ICU RS ROEMANI
SEMARANG

Disusun oleh :

SRI WAHYU HANDAYANI

G3A016238

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG
2016/2017
I. KONSEP DASAR
A. PENGERTIAN
Congestive Heart Failure (CHF) adalah suatu kondisi dimana jantung
mengalami kegagalan dalam memompa darah guna mencukupi kebutuhan sel-
sel tubuh akan nutrien dan oksigen secara adekuat. Hal ini mengakibatkan
peregangan ruang jantung (dilatasi) guna menampung darah lebih banyak
untuk dipompa ke seluruh tubuh atau mengakibatkan otot jantung kaku dan
menebal. Jantung hanya mampu memompa darah untuk waktu yang singkat
dan dinding otot jantung yang melemah tidak mampu memompa dengan kuat.
Sebagai akibatnya, ginjal sering merespon dengan menahan air dan garam.
Hal ini akan mengakibatkan bendungan cairan dalam beberapa organ tubuh
seperti tangan, kaki, paru atau organ lainnya sehingga tubuh klien menjadi
bengkak (congestive) (Udijianti, 2010).
Gagal jantung adalah suatu keadaan patofisiologik adanya kelainan fungsi
jantung berakibat jantung gagal memompa darah untuk memenuhi kebutuhan
metabolisme jaringan dan atau kemampuannya hanya ada kalau disertai
peninggian tekanan pengisian ventrikel kiri (Smeltzer, 2002).
jantung disebut juga CHF (Congestive Heart Failure) atau Decomp
Cordis. Gagal jantung adalah keadaan patofisiologik dimana jantung sebagai
pompa tidak mampu memenuhi kebutuhan darah untuk matabolisme jaringan
(Price, S. A. 2002).
Atrial fibrilasi dapat terjadi secara episodic maupun permanen. Jika terjadi
secara permanen, kasus tersebut sulit untuk dikontrol (Philip and Jeremy,
2007). Gambaran elektrokardiogram atrial fibrilasi adalah irama umumnya
tidak teratur dengan frekuensi laju jantung bervariasi (bias
normal/lambat/cepat). Jika laju jantung kurang dari 60 kali permenit disebut
atrial fibrilasi slow ventricular respons (SVR), jika laju jantung 60-100 kali
permenit disebut atrial fibrilasi normo ventricular respon (NVR) sedangkan
jika laju jantung lebih dari 100 kali permenit disebut atrial fibrilasi rapid
ventricular respon (RVR). Kecepatan QRS biasanya normal atau cepat dengan
gelombang P tidak ada atau jikapun ada menunjukkan depolarisasi cepat dan
kecil sehingga bentuknya tidak dapat didefinisikan (Chuchum, 2010).
B. PENYEBAB
1. Secara Umum
a) Kelainan otot jantung
Gagal jantung sering terjadi pada penderita kelainan otot jantung,
disebabkan karena menurunnya kontraktilitas jantung. Kondisi yang
mendasari penyebab kelainan fungsi otot jantung mencakup
ateroslerosis koroner, hipertensi arterial dan penyakit degeneratif atau
inflamasi.
b) Aterosklerosis koroner mengakibatkan disfungsi miokardium karena
terganggunya aliran darah ke otot jantung. Terjadi hipoksia dan
asidosis (akibat penumpukan asam laktat). Infark miokardium
(kematian sel jantung) biasanya mendahului terjadinya gagal j
antung.
c) Hipertensi sistemik atau pulmonal (peningkatan afterload)
meningkatkan beban kerja jantung dan pada gilirannya
mengakibatkan hipertrofi serabut otot jantung. Efek tersebut dapat
dianggap sebagai mekanisme kompensasi karena akan meningkatkan
kontraktilitas jantung. Tetapi untuk alasan yang tidak jelas, hipertrofil
otot jantung tadi tidak dapat berfungsi secara normal, dan akibatnya
akan terjadi gagal jantung.
d) Peradangan dan penyakit myocardium degeneratif, berhubungan
dengan gagal jantung karena kondisi ini secara langsung merusak
serabut jantung, menyebabkan kontraktilitas menurun.
e) Faktor sistemik, terdapat sejumlah besar faktor yang berperan dalam
perkembangan dan beratnya gagal jantung. Meningkatnya laju
metabolisme, hipoksia dan anemia memerlukan peningkatan curah
jantung untuk memenuhi kebutuhan oksigen sistemik. Hipoksia atau
anemia juga dapat menurunkan suplai oksigen ke jantung. Asidosis
dan abnormalitas elektrolit dapat menurunkan kontraktilitas jantung
(Brunner dan Suddart, 2002).
2. Faktor resiko
a) Faktor resiko yang tidak dapat dirubah:
- Usia Laki-laki yang berusia lebih dari 45 tahun dan wanita yang
berusia lebih dari 55 tahun, mempunyai risiko lebih besar terkena
penyakit jantung.
- Genetik atau keturunan Adanya riwayat dalam keluarga yang
menderita penyakit jantung, meningkatkan risiko terkena
penyakit jantung. Riwayat dalam keluarga juga tidak dapat
dirubah. Namun informasi tersebut sangat penting bagi dokter.
Jadi informasikan kepada dokter apabila orang tua anda, kakek
atau nenek, paman / bibi, atau saudara ada yang menderita
penyakit jantung.
- Penyakit Lain Penyakit lain seperti diabetes, meningkatkan
resiko penyakit jantung. Diskusikan dengan dokter mengenai
penanganan diabetes dan penyakit lainnya. Gula darah yang
terkontrol baik dapat menurunkan risiko penyakit jantung.
b) Faktor resiko yang dapat dirubah:
- Kolesterol Kolesterol terdiri dari kolesterol baik dan kolesterol
jahat. HDL adalah kolesterol baik sedangkan LDL adalah
kolesterol jahat. Kolesterol total yang tinggi, LDL tinggi, atau
HDL rendah meningkatkan risiko penyakit jantung.
- Hipertensi Hipertensi meningkatkan resiko penyakit jantung. Jika
tekanan darah anda tinggi, berolahragalah secara teratur, berhenti
merokok, berhenti minum alkohol, dan jaga pola makan sehat.
Apabila tekanan darah tidak terkontrol dengan perubahan pola
hidup tersebut, dokter akan meresepkan obat anti hipertensi (obat
penurun tekanan darah).
- Merokok dan Minum Alkohol Merokok dan minum alkohol
terbukti mempunyai efek yang sangat buruk. Berhentilah minum
alkohol merokok. Dan jangan merokok di dekat atau samping
orang yang tidak merokok.
- Gemuk (overweight atau obesitas) Kegemukan membuat jantung
dan pembuluh darah kita bekerja ekstra berat. Diet tinggi serat
(sayuran, buah-buahan), diet rendah lemak, dan olah raga teratur
dapat menurunkan berat badan secara bertahap dan aman.
Diskusikan dengan dokter untuk menurunkan berat badan secara
aman.
- Kurang Aktifitas Fisik Kurang aktivitas fisik juga berdampak
tidak baik bagi kesehatan. Olahragalah secara teratur untuk
mencegah penyakit jantung (Brunner dan Suddarth, 2002).

C. MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinis gagal jantung secara keseluruhan sangat bergantung
pada etiologinya. Namun dapat digambarkan sebagai berikut:
1. Ortopnea, yaitu sesak saat berbaring
2. Dyspnea On Effort (DOE), yaitu sesak bila melakukan aktivitas
3. Paroxymal Nocturnal Dyspnea (PND), yaitu sesak nafas tiba-tiba pada
malam hari disertai batuk.
4. Berdebar-debar
5. Mudah lelah
6. Batuk-batuk

Gambaran klinis gagal jantung kiri:

1. Sesak napas dyspnea on effort, paroxymal nocturnal dyspnea


2. Batuk-batuk
3. Sianosis
4. Suara sesak
5. Ronchi basah, halus, tidak nyaring di daerah basal paru hydrothorax
6. Kelainan jantung seperti pembesaran jantung, irama gallop, tachycardia
7. BMR mungkin naik h. Kelainan pada foto rongent
Gambaran klinis gagal jantung kanan:

1. Edema pretibia, edema presakral, asites dan hydrothorax


2. Tekanan vena jugularis meningkat (hepato jugular refluks)
3. Gangguan gastrointestinal, anorexia , mual, muntah, rasa kembung di
epigastrium
4. Nyeri tekan karena adanya gangguan fungsi hati
5. Albumin dan globulin tetap, splenomegali, hepatomegali Gangguan
ginjal, albuminuria, silinder hialin, glanular, kadar ureum meninggi (60-
100%), oligouria, nocturia
6. Hiponatremia, hipokalemia, hipoklorimia
(Brunner dan Suddarth, 2002)

D. KLASIFIKASI
Grade gagal jantung menurut New York Heart Association terbagi dalam 4
kelainan fungsional :
1) Derajat I : timbul sesak pada aktifitas fisik berat, aktivitas fisik sehari-hari
tidak menimbulkan keluhan.
2) Derajat II : timbul sesak pada aktifitas fisik sedang ditandai dengan adanya
ronchi basah halus dibasal paru, S3 galop dan peningkatan tekanan vena
pulmonalis.
3) Derajat III : timbul sesak pada aktifitas fisik ringan ditandai dengan edema
pulmo.
4) Derajat IV : timbul sesak pada aktifitas fisik sangat ringan atau istirahat
ditandai dengan oliguria, sianosis, dan diaphoresis.

E. PATOFISIOLOGI

Kelainan fungi otot jantung disebabkan karena aterosklerosis koroner,


hipertensi arterial dan penyakit otot degeneratif atau inflamasi. Aterosklerosis
koroner mengakibatkan disfungsi miokardium karena terganggunya aliran darah
ke otot jantung. Terjadi hipoksia dan asidosis (akibat penumpukan asam laktat).
Infark miokard biasanya mendahului terjadinya gagal jantung. Hipertensi sistemik
atau pulmonal (peningkatan afterload) meningkatkan beban kerja jantung dan
pada gilirannya mengakibatkan hipertrofi serabut otot jantung. Efek tersebut
(hipertrofi miokard) dapat dianggap sebagai mekanisme kompensasi karena akan
meningkatkan kontraktilitas jantung. Tetapi untuk alasan tidak jelas, hipertrofi
otot jantung tadi tidak dapat berfungsi secara normal, dan akhirnya akan terj adi
gagal jantung. Peradangan dan penyakit miokardium degeneratif berhubungan
dengan gagal jantung karena kondisi ini secara langsung merusak serabut jantung,
menyebabkan kontraktilitas menurun.

Ventrikel kanan dan kiri dapat mengalami kegagalan secara terpisah.


Gagal ventrikel kiri paling sering mendahului gagal ventrikel kanan. Gagal
ventrikel kiri murni sinonim dengan edema paru akut. Karena curah ventrikel
berpasangan, maka kegagalan salah satu ventrikel dapat mengakibatkan
penurunan perfusi jaringan.

1. Gagal jantung kiri


Kongesti paru menonjol pada gagal ventrikel kiri, karena ventrikel kiri tidak
mampu memompa darah yang datang dari paru. Peningkatan tekanan dalam
sirkulasi paru menyebabkan cairan terdorong ke jaringan paru. Dispneu
dapat terjadi akibat penimbunan cairan dalam alveoli yang mengganggu
pertukaran gas. Mudah lelah dapat terjadi akibat curah jantung yang kurang
menghambat jaringan dari sirkulasi normal dan oksigen serta menurunnya
pembuangan sisa hasil katabolisme, juga terjadi akibat meningkatnya energi
yang digunakan untuk bernapas dan insomnia yang terjadi akibat distress
pernapasan dan batuk.
2. Gagal jantung kanan
Bila ventrikel kanan gagal, yang menonjol adalah kongesti viscera dan
jaringan perifer. Hal ini terjadi karena sisi kanan jantung tidak mampu
mengosongkan volume darah dengan adekuat sehingga tidak dapat
mengakomodasikan semua darah yang secara normal kembali dari sirkulasi
vena. Manifestasi klinis yang tampak dapat meliputi edema ekstremitas
bawah, peningkatan berat badan, hepatomegali, distensi vena leher, asites,
anoreksia, mual dan nokturia (Mansjoer, 2003).
F. PATHWAY
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1) Foto torax mengungkapkan adanya pembesaran jantung, oedema atau efusi
pleura yang menegaskan diagnosa Congestive Hearth Failure.
2) EKG mengungkapkan adanya takiardi, hipertrofi bilik jantung dan iskemi
(jika disebabkan Akut Miokard Infark).
3) Pemeriksaan Lab Meliputi : Elektrolit serum yang mengungkapkan kadar
natrium yang rendah sehingga hasil hemodelusi darah dari adanya
kelebihan retensi air, Kalium, Natruin, Calsium, Ureum, gula darah.
4) Analisa Gas Darah Gagal ventrikel kiri ditandai dengan alkalosis
respiratorik ringan atau hipoksemia dengan peningkatan tekanan
karbondioksida.
5) Elektrolit Mungkin berubah karena perpindahan cairan atau penurunan
fungsi ginjal, dan terapi diuterik.
6) Skan j antung Tindakan penyuntikan fraksi dan memperkirakan gerakan
dinding.
7) Blood ureum nitrogen (BUN) dan kreatinin Peningkatan BUN
menunjukkan penurunan fungsi ginjal. Kenaikan baik BUN dan kreatinin
merupakan indikasi gagal ginjal.
8) Pemeriksaan tiroid Peningkatan tiroid menunjukkan hiperaktifitas tiroid
sebagai pencetus gagal jantung kongestif
(Dongoes, 2002)

H. PENATALAKSANAAN

Gagal jantung ditangani dengan tindakan umum untuk mengurangi beban


kerja jantung dan manipulasi selektif terhadap ketiga penentu utama dari fungsi
miokardium, baik secara sendiri-sendiri maupun gabungan dari : beban awal,
kontraktilitas dan beban akhir. Penanganan biasanya dimulai ketika gejala-gejala
timbul pada saat beraktivitas biasa. Regimen penanganan secara progresif
ditingkatkan sampai mencapai respon klinik yang diinginkan. Eksaserbasi akut
dari gagal jantung atau perkembangan menuju gagal jantung yang berat dapat
menjadi alasan untuk dirawat dirumah sakit atau mendapat penanganan yang lebih
agresif. Pembatasan aktivitas fisik yang ketat merupakan tindakan awal yang
sederhana namun sangat tepat dalam penanganan gagal jantung. Tetapi harus
diperhatikan jangan sampai memaksakan larangan yang tak perlu untuk
menghindari kelemahan otot-otot rangka. Kini telah diketahui bahwa kelemahan
otot rangka dapat meningkatkan intoleransi terhadap latihan fisik. Tirah baring
dan aktifitas yang terbatas juga dapat menyebabkan flebotrombosis. Pemberian
antikoagulan mungkin diperlukan pada pembatasan aktifitas yang ketat untuk
mengendalikan gejala.

Penatalaksanaan:

1) Istirahat
2) Diit, diit jantung, makanan lunak, rendah garam
3) Pemberian digitalis, membantu kontraksi jantung dan memperlambat
frekuensi jantung. Hasil yang diharapkan peningkatan curah jantung,
penurunan tekanan vena dan volume darah dan peningkatan diuresis akan
mengurangi edema. Pada saat pemberian ini pasien harus dipantau terhadap
hilangnya dispnea, ortopnea, berkurangnya krekel, dan edema perifer. Apabila
terjadi keracunan ditandai dengan anoreksia, mual dan muntah namun itu
gejala awal selanjutnya akan terjadi perubahan irama, bradikardi kontrak
ventrikel premature, bigemini (denyut normal dan premature saling berganti ),
dan takikardia atria proksimal
4) Pemberian Diuretic, yaitu unutuk memacu eksresi natrium dan air melalui
ginjal. Bila sudah diresepkan harus diberikan pada siang hari agar tidak
mengganggu istirahat pasien pada malam hari, intake dan output pasien harus
dicatat mungkin pasien dapat mengalami kehilangan cairan setelah pemberian
diuretik, pasien juga harus menimbang badannya setiap hari turgor kulit untuk
menghindari terjadinya tandatanda dehidrasi.
5) Morfin, diberikan untuk mengurangi sesak napas pada asma cardial, hatihati
depresi pernapasan
6) Pemberian oksigen
7) Terapi vasodilator dan natrium nitropurisida, obat-obatan vasoaktif merupakan
pengobatan utama pada penatalaksanaan gagal jantung untuk mengurangi
impedansi (tekanan) terhadap penyemburan darah oleh ventrikel.
I. KOMPLIKASI
1. Trombosis vena dalam, karena pembentukan bekuan vena karena stasis
darah.
2. Syok Kardiogenik, akibat disfungsi nyata
3. Toksisitas digitalis akibat pemakaian obat-obatan digitalis.
II. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
Fokus Pengkajian Fokus pengkajian pada pasien dengan gagal jantung adalah
diarahkan kepada pengamatan terhadap tanda-tanda dan gejala kelebihan
cairan sistemik dan pulmonal. Semua tanda-tanda yang menunjukkan harus
dicatat dan dilaporkan oleh dokter.
a. Pernafasan Auskultasi pada interval yang sering untuk menentukan ada
atau tidaknya krekels dan mengi, catat frekuensi dan kedalaman bernafas.
b. Jantung Auskultasi untuk mengetahui adanya bunyi bising jantung S3 dan
S4, kemungkinan cara pemeriksaan mulai gagal.
c. Tingkat kesadaran
Kaji tingkat kesadaran pasien.
d. KajiPerifer bagian tubuh pasien yang mengalami edema dependen dan
hepar untuk mengetahui refluk hepatojugular (RHJ) dan distensi vena
jugularis (DVJ).
e. Haluaran urin ukur dengan teratur.
1) Data dasar pengkajian pasien.
a) Bernafas dengan normal
Dispneu saat aktivitas, tidur, duduk, batuk dengan atau tanpa sputum,
riwayat penyakit paru kronis, penggunaan bantuan pernafasan,
takipneu, nafas dangkal. Tanda – tandanya meliputi batuk kering /
nyaring / non produktif atau batuk terus-menerus dengan atau tanpa
pembentukkan sputum, mungkin bersemu darah warna merah muda
atau berbuih (edema pulmonal), bunyi nafas tidak terdengar, krakles,
mengi, Fungsi mental menurun, letargi, kegelisahan, warna kulit
pucat atau sianosis.
b) Nutrisi
Kehilangan nafsu makan, mual muntah, peningkatan BB signifikan,
pembengkakan pada ekstremitas bawah. Tanda : penambahan BB
dengan cepat, distensi abdomen (asites), edema.
c) Eliminasi
Penurunan berkemih, urin berwarna gelap, berkemih malam hari,
diare atau konstipasi
d) Berpakaian
e) Personal Hygiene
Keletihan atau kelemahan, kelemahan saat aktivitas perawatan diri,
penampilan menandakan kelalaian perawatan personal.
f) Gerak dan keseimbangan
Keletihan, kelemahan terus-menerus sepanjang hari, nyeri dada
sesuai dengan aktivitas.
g) Istirahat dan Tidur
Insomnia, dispnea pada saat istirahat atau pada saat pengerahan
tenaga.
h) Temperatur
Suhu dan Sirkulasi Riwayat hipertensi, IM baru / akut, episode GJK
sebelumnya, penyakit katup jantung, bedah jantung, endokarditis,
anemia, syok septic , TD mungkin rendah, normal atau tinggi,
frekuensi jantung, irama jantung, sianosis, bunyi nafas, edema.
i) Rasa aman dan nyaman
Nyeri dada, nyeri kepala, angina akut, atau kronis, nyeri abdomen
kanan atas, sakit pada otot, tidak tenang, gelisah.
j) Berkomunikasi dengan orang lain
Marah, ketakutan, mudah tersinggung
k) Bekerja
Dispneu pada saat beraktivitas.
l) Spiritual
Terganggunya aktivitas spiritual seperti biasanya
m) Belajar
Menggunakan atau lupa menggunakan obat-obat penyakit jantung
n) Rekreasi
III. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Penurunan curah jantung b/d respon fisiologis otot jantung, peningkatan
frekuensi, dilatasi, hipertrofi atau peningkatan isi sekuncup
2. Kelebihan volume cairan b/d berkurangnya curah jantung, retensi cairan
dan natrium oleh ginjal, hipoperfusi ke jaringan perifer dan hipertensi
pulmonal
3. Intoleransi aktivitas b/d ketidakseimbangan suplai O2
4. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran
kapiler alveolar.
5. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan tirah baring lama, edema
dan penurunan perfusi jaringan.
6. Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) mengenai kondisi dan program
pengobatan berhubungan dengan kurang pemahaman/kesalahan persepsi
tentang hubungan fungsi jantung/penyakit/gagal, ditandai dengan:
Pertanyaan masalah/kesalahan persepsi, terulangnya episode GJK yang
dapat dicegah.
IV. RENCANA KEPERAWATAN

DIAGNOSA
NO NOC NIC RASIONAL
KEPERAWATAN
1. Penurunan curah jantung - Auskultasi nadi apical: kaji - Biasanya terjadi takikardi
Setelah dilakukan tindakan
b/d respon fisiologis otot frekuensi, irama jantung (meskipun pada saat istirahat)
keperawatan selama 3 x 24 jam
jantung, peningkatan - Pantau TD untuk mengkompensasi
diharapkan penurunan curah jantung
frekuensi, dilatasi, - Kaji kulit terhadp pucat dan penurunan kontraktilitas
dapat teratasi dengan kriteria hasil:
hipertrofi atau sianosis ventrikel.
peningkatan isi sekuncup  TTV dalam batas normal - Atur peride latihan dan - Pada CHF lanjut tubuh tidak

 Bebas dari gejala gagal istirahat mampu lagi mengkompensasi

jantung - Ciptakan suasana yang danhipotensi tidak dapat norml


nyaman lagi.
- Kolaborasi dengan dokter - Pucat menunjukkan
dalam pemberia obat menurunnya perfusi perifer
sekunder terhadap tidak
adekutnya curah jantung;
vasokontriksi dan anemia.
Sianosis dapat terjadi sebagai
refrakstori GJK. Area yang
sakit sering berwarna biru atu
belang karena peningkatan
kongesti vena
- menghindari terjadinya
kelelahan
- Ciptakan suasana yang nyaman
- menentukan terapi yang tepat
2. - Pantau pengeluaran urine - Pengeluaran urine mungkin
Kelebihan volume cairan Setelah dilakukan tindakan
- Pertahakan duduk atau tirah sedikit dan pekat karena
b/d berkurangnya curah keperawatan selama 3 x 24 jam
baring dengan posisi penurunan perfusi
jantung, retensi cairan diharapkan keseimbangan intake dan
semifowler selama fase akut. ginjal. Posisi terlentang
dan natrium oleh ginjal, output dapat tercapai dengan kriteria
- Memonitor Balance Cairan membantu diuresis sehingga
hipoperfusi ke jaringan hasil:
- Kolaborasi dengan dokter pengeluaran urine dapat
perifer dan hipertensi
 TTV dalam batas normal dalam pemberian obat ditingkatkan selama tirah
pulmonal
 Edema berkurang - baring.
- Posisi tersebut meningkatkan
filtrasi ginjal dan menurunkan
produksi ADH sehingga
meningkatkan diuresis.
- memantau asupan cairan
- menentukan terapi yang tepat

3. Intoleransi aktivitas b/d - Periksa tanda vital sebelum - Hipotensi ortostatik dapat
Setelah dilakukan tindakan
ketidakseimbangan dan segera setelah terjadi dengan aktivitas karena
keperawatan selama 3 x 24 jam
suplai O2 aktivitas, khususnya bila efek obat (vasodilasi),
diharapkan pasien dapat
klien menggunakan perpindahan cairan (diuretic)
berpartisipasi dalam aktiitas yang
vasodilator,diuretic dan atau pengaruh fungsi jantung.
diinginkan dengan kriteria hasil:
penyekat beta - mengetahui kemampuan ADL

 Mampu malakukan ADL - Monitor pemakaian alat klien

dengan bantuan minimal bantu - pemenuhan kebutuhan

 TTV dalambatas normal - Anjurkan untuk bedrest istirahat


- Bantu pemenuhan ADL - memenuhi kebutuhan klien
4. Gangguan pertukaran gas - Pantau bunyi nafas, catat - menyatakan adnya kongesti
Setelah dilakukan tindakan
berhubungan dengan : krekles paru/pengumpulan
keperawatan selama 3 x 24 jam
perubahan menbran - Ajarkan/anjurkan klien secret menunjukkan
diharapkan pertukaran gas normal
kapiler-alveolus. batuk efektif, nafas dalam. kebutuhan untuk intervensi
dengan kriteria hasil:
- Dorong perubahan posisi. lanjut.

 Mendemonstrasikan ventilasi - Pantau/gambarkan seri - membersihkan jalan nafas dan

dan oksigenisasi adekuat GDA, nadi oksimetri memudahkan aliran oksigen.


- Berikan obat - Membantu mencegah
(bronkodilator, Lasix) atelektasis dan pneumonia.
sesuai indikasi - Hipoksemia dapat terjadi berat
selama edema paru
- Meningkatkan aliran oksigen
dengan mendilatasi jalan
nafas, menurunkan kongesti
alveolar dan meningkatkan
pertukaran oksigen
5. Kerusakan integritas - Pantau kulit, catat - Kulit beresiko karena
Setelah dilakukan tindakan
kulit berhubungan penonjolan tulang, adanya gangguan sirkulasi perifer,
keperawatan selama 3 x 24 jam
dengan tirah baring lama, edema, area sirkulasinya imobilisasi fisik dan gangguan
edema dan penurunan diharapkan pasien dapat terganggu/pigmentasi atau status nutrisi.
perfusi jaringan mempertahankan integritas kulit kegemukan/kurus. - meningkatkan aliran darah,
dengan kriteria hasil: - Pijat area kemerahan atau meminimalkan hipoksia
yang memutih jaringan.
 Integritas kulit yang baik bisa
- Ubah posisi sering - Memperbaiki sirkulasi waktu
dipertahankan (sensasi,
ditempat tidur/kursi, bantu satu area yang mengganggu
elastisitas, temperatur,
latihan rentang gerak aliran darah.
hidrasi, dan pigmentasi)
pasif/aktif. - Terlalu kering atau lembab
 Tidak ada luka atau lesi pada
- Berikan perawatan kulit, merusak
kulit
minimalkan dengan kulit/mempercepat kerusakan.
 Perfusi jaringan baik
kelembaban/ekskresi. - Edema interstisial dan
- Hindari obat intramuskuler gangguan sirkulasi
memperlambat absorbsi obat
dan predisposisi untuk
kerusakan kulit/terjadinya
infeksi.
6. Kurang pengetahuan - Diskusikan fungsi jantung - Pengetahuan proses penyakit
Setelah dilakukan tindakan
(kebutuhan belajar) normal dan harapan dapat
keperawatan selama 3 x 24 jam
mengenai kondisi dan - Kuatkan rasional memudahkan ketaatan pada
program pengobatan diharapkan pasien dan keluarga pengobatan. program pengobatan.
berhubungan memahami tentang penyakit dan - Anjurkan makanan diet - Klien percaya bahwa
dengan kurang pengobatannya dengan kriteria pada pagi hari. perubahan program pasca
pemahaman/kesalahan hasil: pulang dibolehkan bila merasa
persepsi tentang baik dan bebas gejala atau
 Pasien dan keluarga
hubungan fungsi merasa lebih sehat yang dapat
menyatakan pemahaman
jantung/penyakit/gagal, meningkatkan resiko
tentang penyakit, prognosis
ditandai dengan: eksaserbasi gejala.
dan program penobatan
Pertanyaan - Memberikan waktu adequate
 Pasien dan keluarga mampu
masalah/kesalahan untuk efek obat sebelum
melaksanakan prosedur yang
persepsi, terulangnya waktu tidur untuk
dijelaskan secara benar
episode GJK yang dapat mencegah/membatasi
dicegah. menghentikan tidur.
DAFTAR PUSTAKA

Arif, Mansjoer. (2003). Kapita Selekta Kedokteran. Media Aesculpius : Jakarta


Brunner and Suddarth (2002). Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8. Jakarta:
EGC.
Chuchum S. (2010). Cara Praktis Membaca Elektrokardiogram EKG. Jakarta:
Surya Gemilang.
Doengoes, M.E, et al. (2002). Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta: EGC
Johnson, M.,et all, 2002, Nursing Outcomes Classification (NOC) Second
Edition, IOWA Intervention Project, Mosby.
Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media
Aesculapius
Mc Closkey, C.J., Iet all, 2002, Nursing Interventions Classification (NIC) second
Edition, IOWA Intervention Project, Mosby.
NANDA, 2012, Diagnosis Keperawatan NANDA : Definisi dan Klasifikasi.
Price, S.A. & Wilson, L.M. 2002. Pathophysiology: Clinical Concept of Disease
Processes. 3th Edition. Alih bahasa : Anugerah, P. Jakarta: EGC
Smeltzer, S.C & Bare, B.G, 2002, Buku Ajar Medikal Bedah Edisi 8 Volume 2,
Alih Bahasa Kuncara, H.Y, dkk, EGC, Jakarta.
Udjianti, Wajan J. 2010. Keperawatan Kardiovaskuler. Jakarta: Salemba medika

Anda mungkin juga menyukai