TUGAS Teori PSDM - Teori Behavioristik
TUGAS Teori PSDM - Teori Behavioristik
TEORI BEHAVIORISTIK
“Disusun dalam
alam Rangka Memenuhi Tugas Kelompok Teori Pengembangan
Sumber Daya Manusia”
Disusun Oleh:
1
I. WATSON
A. Teori
Menurut John B. Watson teori behaviorisme adalah teori yang menjelaskan bahwa
belajar adalah perubahan perilaku yang dapat diamati, diukur dan dinilai secara konkret.
Belajar merupakan akibat adanya interaksi antara stimulus dan respon, namun stimulus
dan respons harus dapat diamati dan diukur. Seseorang dianggap telah belajar jika dia
dapat menunjukkan perubahan perilakunya. Perubahan terjadi melalui rangsangan
(stimulus) yang menimbulkan sebuah reaksi (respons) berdasarkan hukum-hukum
mekanistik. Stimulus adalah apa saja yang diberikan guru kepada peserta didik,
sedangkan respons adalah reaksi atau tanggapan siswa terhadap stimulus yang diberikan
oleh guru.
B. Kritik
Kekurangan teori behavioristik:
1) Membuat peserta didik menjadi pasif. Respons atau perilaku hanya menggunakan
metode drill atau pembiasaan. Munculnya perilaku akan kuat bila diberi penguat
(reinforcement) misalnya hadiah dan akan semakin lemah bila dikenai hukuman
(punishment).
2) Untuk menerapkan teori behaviorisme tergantung pada tujuan pembelajaran, sifat
materi pelajaran, karakteristik siswa serta media dan fasilitas.
3) Memandang bahwa pengetahuan adalah obyektif, pasti, tetap, dan tidak berubah.
4) Pengetahuan telah terstruktur dengan rapi sehingga belajar adalah perolehan
pengetahuan, sedangkan mengajar adalah memindahkan pengetahuan kepada peserta
didik.
5) Jika salah dalam penerapan teori akan mengakibatkan pembelajaran tidak
menyenangkan bagi siswa yaitu guru sebagai center, otoriter komunikasi berlangsung
satu arah, guru melatih dan menentukan apa yang harus di pelajari siswa.
6) Kelebihan teori behavioristik:
7) Dapat membentuk kedisiplinan dan tanggung jawab peserta didik.
8) Kontrol dan rekayasa terhadap proses belajar dan pembelajaran atau lebih luas lagi
rekayasa terhadap system pendidikan bisa dilakukan secara terarah, jelas, dan pasti.
9) Cocok untuk memperoleh kemampuan yang membutuhkan unsur-unsur seperti
kecepatan, spontanitas, kelenturan, dsb.
2
10) Murid diajarkan untuk mandiri, sehingga guru tidak banyak memberikan ceramah.
C. Refrensi
Psychology as the Behaviorist Views it. John B. Watson (1913). First published in
Psychological Review, 20, 158-177
Weibell, C. J. (2011). Principles of learning: 7 principles to guide personalized, student-
centered learning in the technology-enhanced, blended learning environment.
3
II. B. F SKINNER
A. Teori
Teori ini dikembangkan oleh B.F Skinner pada tahun 1930-an, berdasarkan teori
Skinner tingkah laku bukanlah sekedar respon terhadap stimulus, tetapi suatu tindakan
yang disengaja atau operant. Operant ini dipengaruhi oleh apa yang terjadi sesudahnya,
sehingga operant conditioning atau operant learning itu melibatkan pengendalian
konsekuensi.
Tingkah laku ialah perbuatan yang dilakukan seseorang pada situasi tertentu.
Tingkah laku ini terletak di antara dua pengaruh, yakni pengaruh yang mendahuluinya
(antecedent) dan pengaruh yang mengikutinya (konsekuensi). Hal ini dapat digambarkan
menjadi,
Dengan demikian, tingkah laku dapat diubah dengan cara mengubah antecedent,
konsekuensi, atau kedua-duanya, Skinner mengungkapkan bahwa konsekuensi itu sangat
menentukan apakah seseorang akan mengulangi suatu tingkah laku pada saat lain di
waktu yang akan datang, sedangkan proses pembentukan tingkah laku dalam operant
conditioning (kondisioning operan) sebagai berikut:
a) Mengidentifikasi hal-hal yang merupakan reinforcer (hadiah) bagi tingkah laku yang
akan dibentuk.
b) Menganalisis, kemudian mengidentifikasi aspek-aspek kecil yang membentuk tingkah
laku yang dimaksud. Aspek-aspek tersebut lalu disususn dalam urutan yang tepat untuk
menuju pada terbentuknya tingkah laku yang dimaksud.
c) Berdasarkan urutan aspek-aspek itu sebagai tujuan sementara,
mengidentifikasi reinforcer (hadiah) untuk masing-masing daerah itu.
d) Melakukan pembentukan tingkah laku, dengan menggunakan urutan aspek-aspek yang
telah tersusun, bila aspek pertama telah dilakukan maka hadiahnya diberikan; hal ini akan
mengakibatkan aspek itu makin cenderung untuk sering dilakukan, bila aspek pertama
telah terbentuk, maka aspek kedua yang diberi hadiah (aspek pertama tidak lagi
memerlukan hadiah), demikian berulang-ulang, sampai aspek–aspek yang diharapkan
terbentuk.
4
B. Kritik
Teori yang dikemukakan oleh Skinner berkontribusi sangat besar dalam dunia
pendidikan, dengan mempelajari pengaruh lingkungan terhadap perilaku, teori ini dapat
diterapkan dengan penuh manfaat sebagai solusi atas permasalahan yang terjadi. Namun,
teori ini juga memiliki beberapa kekurangan yang dituangkan dalam kritik atau
sanggahan,
a) Psikolog Hans J. Eysenck (1968) mengkritik Skinner karena tidak
mempertimbangkan konsep-konsep seperti perbedaan individu, factor genetic dan
seluruh ranah kepribadian.
b) Rogers (1965) mengkritisi Skinner dan berpendapat bahwa Skinner merendahkan
kapasitas manusia untuk menggunakan kehendak bebas dengan kegagalan
mempertimbangkan kemampuan manusia untuk berpikir dengan cara yang kreatif
mengenai lingkungan yang mereka hadapi dan bagaimana lingkungan dapat diubah.
c) Ahli bahasa dan ilmuan politik terkenal Noam Chomsky (1987), mengkritik adanya
kesenjangan diantara bukti eksperimental Skinner pada disposalnya dan argument
yang ia buat. Argumen Skinner berkaitan dengan kendali lingkungan terhadap
perilaku sosial manusia, namun basis datanya terdiri dari hewan-hewan didalam
kotak.
C. Refrensi
Cervone, Daniel. Pervin, Lawrence A. 2010. Kepribadian : Teori dan Penelitian. Edisi
10. Buku 2. Salemba Humanika : Jakarta.
Feist,Jest. Feis, Gregory. 2008. Theories of Personality. Edisi keenam. Cetakan Pertama.
Pustaka Pelajar : Yogyakarta.
Friedman, Howard. Schustack, Mirriam. 2008. Kepribadian : Teori Klasik dan Riset
Modern. Edisi 3. Jilid 1. Erlangga : Jakarta.
Gredler, Margaret E.Bell. 1991. Belajar dan Membelajarkan. Jakarta:Rajawali.
Soemanto, Wasty. 1998. Psikologi Pendidikan. Bandung: Rineka Cipta.
5
III. CLARK HULL
A. Teori
Clark Hul menggunakan variabel hubungan S-R (Stimulus dan Respon), juga
terpengaruh dengan adanya Teori Evolusi oleh Charles Darwin dimana fungsi tingkah
laku juga bermanfaat untuk menjaga suatu organisme tetap hidup. Maka, Clark Hull
mengatakan bahwa kebutuhan biologis dan pemuasan kebutuhan biologis yakni penting
dalam kegiatan manusia, sehingga dorongan belajar dikaitkan dengan kebutuhan biologis.
(Bell & Gredler, 1991).
B. Disadvantage
Teorinya kecil sekali manfaatnya untuk menjelaskan perilaku diluar laboratorium
karena terlalu menekankan pada konsep yang di definisikan secara operasional dan
karena memberikan definisi yang tidak konsisten. Teori Hull termasuk dari salah satu
teori paling heuristik dalam sejarah psikologi selain pemicu banyak eksperimen,
penjelasan Hull mengenai penguatan, dorongan, pelenyapan dan generalisasi menjadi
kerangka standar acuan dalam diskusi konsep – konsep tersebut sampai saat ini.
C. Kritik
Teori tingkah laku tidak bebas dari kritik, karena teori ini sering tidak mampu
enjelaskan situasi belajar yang kompleks, sebab banyak hal di dunia pendidikan yang
tidak dapat diubah menjadi sekedar hubungan S-R (Stimulus dan Respon). (Suciati dan
Prasetya, 2006). Teori tingkah laku juga dianggap tidak mampu menjelaskan alasa-alasan
yang mengacaukan hubungan antara S-R (Stimulus & Respon) serta cenderung
mengarahkan peserta didik untuk berpikir tidak kreatif.
D. Refrensi
Bell Gredler, E. Margaret. 1991. Belajar dan Membelajarkan. Jakarta: CV. Rajawali
Suciati dan Prasetya Irawan, 2006, Teori Belajar dan Pembelajaran, Buku Acuan,
Program Pekerti, P2P Universitas Negeri Jakarta
6
IV. EDWIN GUTHRIE
A. Teori
Teori-teori Guthrie bertentangan dengan pengkondisian klasik Watson dan
pengkondisian operan Skinner terutama karena desakan Guthrie bahwa "keinginan
mereka untuk hasil aplikasi praktis langsung" menyebabkan teori mereka salah. Teori
belajar Guthrie disebut pembelajaran satu percobaan dan dia mengembangkannya dengan
Smith di University of Washington. Teori Guthrie dan Smith menyatakan bahwa semua
pembelajaran dilakukan dalam satu paparan situasi. Guthrie mengakui bahwa teorinya
sendiri membutuhkan asumsi bahwa orang bereaksi terhadap situasi tertentu dengan cara
yang sama selama itu masih efektif.
Teori Guthrie difokuskan pada tiga prinsip berikut: prinsip asosiasi, prinsip
postremitas, dan prinsip probabilitas respons.
(1) Prinsip asosiasi mengatakan bahwa setiap stimulus yang menyertai perilaku atau
segera mendahuluinya kurang dari setengah detik menjadi isyarat untuk perilaku
spesifik itu.
(2) Prinsip postremity berteori bahwa stimulus ketika diikuti oleh lebih dari dua
respons hanya dikaitkan dengan respons yang paling dekat dengan stimulus.
(3) Prinsip probabilitas respons menyatakan bahwa peluang respons tertentu terjadi
pada waktu tertentu berkaitan dengan ukuran stimulus untuk respons yang hadir
pada waktu yang ditentukan. Semakin banyak isyarat untuk stimulus, semakin
tinggi kemungkinan respons yang diinginkan.
B. Kritik
Dalam buku Foundations of Human Resource Development, Richard A. Swanson dan
Elwood S. Holton II memberikan beberapa poin kritik pembanding terhadap konsep
Behariosm, yakni :
(1) Dalam Gestalt Theory, manusia memiliki kemampuan untuk memproses stimulus
yang ada, sehingga setiap stimulus tidak serta merta langsung masuk dan
dilaksanakan oleh manusia, melainkan diproses dengan kompleks oleh otak kita.
Hasilnya, seseorang dapat memberikan respon yang berbeda dari apa yang
diajarkan.
(2) Bagi kalangan konstrukstivism, manusia adalah makhluk yang kompleks, lebih
dari pikiran, namun juga ada nilai-nilai, perasaan, dan pengalaman dimana
7
masing-masing aspek ini mempengaruhi perilaku yang dihasilkan (respon).
Sehingga hasilnya, tidak hanya berbeda, bahkan respon juga bisa berlawanan
dengan apa yang distimuluskan.
C. Refrensi
Cech, C. G. Chapter 5 - The Nature of Reinforcement & Its effects on Acquisition:
Guthrie’s Contiguity Theory 1998
Guthrie, E. R. (1946). Psychological Facts and Psychological Theory., "Psychological
Bulletin" Vol. 43, 1-20
Voeks, V. W. Formalization and clarification of a learning of theory, Journal of
Psychology 1950, Vol. 30, 341-362
8
V. IVAN PAVLOV
A. Teori
Conditioning adalah respon/reflex yang dilakukan setelah melalui proses belajar
(learning) dan asosiasi stimulus/rangsangan. Konsep dasar dari classical conditioning
menurut Gardner (1982:594), adalah form of learning in which a neutral stimulus, when
paired repeatedly with an unconditioned stimulus, eventually comes to evoke the original
response. Serupa dengan hal tersebut, Wood dkk, (2005:165), juga menjelaskan classical
conditioning adalah type of learning through which an organism learns to associate one
stimulus with another. Dari kedua penjelasan tersebut dapat ditarik pemahaman bahwa
classical conditioning adalah sebuah proses pembelajaran organisme yaitu dengan
mengasosiasikan suatu stimulus dengan stimulus lainnya, sehingga ketika suatu stimulus
telah dipasangkan dengan stimulus lain berulang kali, maka kita dapat bereaksi pada salah
satu stimulus seolah-olah stimulus pasangannya juga hadir.
Selanjutnya, Wood (2005) menjelaskan dalam teori Pavlov terdapat delapan
komponen dasar yang nantinya akan dikembangkan oleh pakar-pakar behaviourism
lainnya,yaitu:
1. Unconditioned Respones = respon yang diakibatkan oleh unconditioned stimulus tanpa
proses belajar (natural.
2. Unconditioned Stimulus = Rangsangan yang mengakibatkan specific unconditioned
response tanpa proses belajar (natural).
3. Conditioned Stimulus = stimulus/rangsangan netral yang diasosiasikan dengan
unconditioned stimulus beberapa kali sehingga dapat menimbulkan conditioned
response.
4. Conditioned Response = respon yang telah dipelajari sebelumnya, diakibatkan oleh
conditioned stimulus yang telah diasosiasikan dengan unconditioned stimulus.
5. Extinction = Pelemahan dan penghilangan conditioned response akibat dari
pemunculan conditioned stimulus tanpa unconditioned stimulus.
6. Spontaneous recovery = Kemunculan conditioned respon dalam bentuk yang lebih
lemah akibat dari organisme yang dirangsang dengan conditioned stimulus setelah
istirahat dalam waktu tertentu.
7. Generalization = kecenderungan organisme untuk melakukan conditioned response
terhadap rangsangan/stimulus yang sifatnya hampir sama dengan original conditioned
stimulus.
9
8. Discrimination = kemampuan membedakan yang telah dipelajari organisme sehingga
dapat memunculkan conditioned response hanya pada original conditioned stimulus
tetapi tidak terhadap rangsangan/stimulus yang sifatnya hampir sama.
B. Kritik
Pengembangan terhadap teori Pavlov telah dimulai sejak tahun 1897 (Windholz
dalam Hastjarjo, 2005). Hal ini dikarenakan pakar-pakar medis dan psikologi masih
menemukan adanya celah pada teori tersebut. Berikut terdapat beberapa problematika
atau keterbatasan dari teori classical conditioning Pavlov, yaitu :
1) Cognitive perspective
Rescorla dan Wagner dalam Wood, dkk (2005:173) menyimpulkan bahwa elemen
terpenting dalam classical conditioning adalah bukan repetisi pengasosiasian stimulus
melainkan adalah kemampuan prediksi/anlisis (kognitif) individu untuk mengasosiasikan
NS dengan UCS yang diberikan.
2) Biological Predispositions
Garcia dan Koelling dalam Wood (2005:174) menemukan keterbatasan dalam teori
Pavlov ini, yaitu sebagai berikut: a) Organisme dapat mengasosiasikan NS dan UCS
sebelum dikondisikan, hal ini kontradiksi dengan prinisip dasar Pavlov yang menjelaskan
bahwa NS harus dilakukan pertama/sebelum UCS dilakukan. b) Organisme secara
biologis memiliki kecenderungan tertentu untuk mengasosiasikan NS dengan UCS,
berarti NS yang dipasangkan dengan UCS beberapa kali belum tentu mengakibatkan CS
yang sama pada setiap organisme (subjektif).
3) Depend on stimuli (environment)
Allan dalam Hastjarjo (2005:13) menjelaskan bahwa prinsip belajar asosiatif berguna
dalam memahami judgement contingency manusia dan dapat menjelaskan data keputusan
manusia mengenai sebab-akibat. Namun, persoalannya dalam proses belajar asosiatif ini
masih mengasumsikan manusia sebagai organisme yang hanya memiliki ketergantungan
terhadap stimuli dari luar dirinya (lingkungan). Teori Pavlov ini masih belum
mengakomodasi proses terbentuknya inovasi dan motivasi yang stimuli/ rangsangannya
berasal dari dalam diri manusia.
C. Refrensi
Hastjarjo, Dicky. 2005. Perkembangan Mutakhir Kondisioning Pavlovian. Dalam Buletin
Psikologi, Volume 13, Nomor 1, 1-17.
10
Klein, Stephen, B., 2008. Learning : Principle and Application. New York: McGraw-Hill
Book Co.
Plaud, Joseph, J., 2003. Pavlov and the Foundation of Behavior Therapy. Dalam the
Spanish Journal of Psychology, Volume 6, Nomor 2, 147-154.
Rescorla, Robert, A., 1988. Pavlovian Conditioning : It's Not What You Think It Is. the
American Psychological Association, Volume 43, Nomor 3, 151-160.
Wood, Ellen Green, dkk. 2005. the World of Psychology. Boston: Pearson
12
Teori Kognitif Sosial
Selanjutnya teori belajar sosial ini lebih dikenal dengan Teori Kognitif Sosial. Teori
ini didasarkan atas proposisi bahwa proses sosial dan proses kognitif adalah sentral bagi
pemahaman mengenai motivasi, emosi, dan tindakan manusia. Perspektif teori ini
memandang perilaku manusia merupakan komponen dari sebuah model yang berinteraksi
saling memperngaruhi dengan komponen situasi lingkungan, serta komponen personal
manusia yang meliputi afeksi / emosi dan kognitif individu.
Bandura (1986) melabel teorinya sebagai teori kognitif sosial didasarkan atas
beberapa alasan. Tidak hanya menempatkan manusia mempunyai kemampuan kognitif
yang berkontribusi pada proses motivasi manusia, afeksi dan aksi/tindakan, tetapi juga
bagaimana mereka memotivasi dan meregulasi perilaku mereka dan membuat sistem-
sistem sosial untuk mengorganisasi dan menstrukturisasi kehidupan mereka. Model
kognitif sosial, model sebab akibat melibatkan triadic reciprocal determinism. Dalam
model ini, sebab akibat timbal balik perilaku, kognisi dan faktor pribadi lainnya, dan
pengaruh lingkungan semua beroperasi sebagai penentu yang berinteraksi mempengaruhi
satu sama lain. Penyebab timbal balik tidak berarti bahwa berbagai sumber pengaruh
sama kuat. Salah satu faktor mungkin lebih kuat daripada yang lain, juga mungkin tidak
terjadi pengaruh timbal balik yang terjadi secara bersamaan. Faktor penyebab
memerlukan waktu untuk mengerahkan pengaruhnya dan mengaktifkan pengaruh timbal
balik.
Secara lebih rinci Bandura menjelaskan bahwa triadic reciprocal determinism
merupakan model yang terdiri dari tiga faktor yang mempengaruhi perilaku yaitu
lingkungan (E), individu (P), dan perilaku (B) itu sendiri. Pada dasarnya, Bandura
percaya bahwa perilaku individu dipengaruhi oleh faktor lingkungan dan karakteristik
pribadi. Komponen lingkungan terdiri dari lingkungan fisik di sekitar individu yang
berpotensi memperkuat rangsangan, termasuk juga lingkungan sosial yaitu orang-orang
yang hadir (atau tidak). Lingkungan mempengaruhi intensitas dan frekuensi perilaku,
seperti perilaku itu sendiri dapat memiliki dampak terhadap lingkungan.
Faktor Personal
13
Gambar : Model Triadic Reciprocal Determinism
(Sumber: Social foundations of thought and action : A social cognitive theory, 1986)
14
Sesudah mengamati dengan penuh perhatian, dan memasukkannya ke dalam ingatan,
orang lalu bertingkah laku.
4. Motivasi dan penguatan (motivation and reinforcement process)
Belajar melalui pengamatan yang menjadi efektif bila pebelajar memiliki motivasi yang
tinggi untuk dapat melakukan tingkah laku modelnya. Motivasi banyak ditentukan oleh
kesesuaian antara karakteristik pribadi pengamat dgn karakteristik modelnya.
KELEBIHAN TEORI
Teori Bandura lebih lengkap dibandingkan teori belajar sebelumnya karena itu
menekankan bahwa lingkungan dan perilaku seseorang dihubungkan melalui sistem
kognitif orang tersebut. Bandura memandang tingkah laku manusia bukan semata-mata
refleks atas stimulus (S-R bond), melainkan juga akibat reaksi yang timbul akibat
interaksi antara lingkungan dengan skema kognitif manusia itu sendiri. Pendekatan teori
belajar sosial lebih ditekankan pada perlunya conditioning (pembiasaan merespon) dan
imitation (peniruan).
B. Kritik
Teori pembelajaran Sosial Bandura sangat sesuai jika diklasifikasikan dalam teori
behavioristik. Ini karena, teknik pemodelan Albert Bandura adalah mengenai peniruan
tingkah laku dan adakalanya cara peniruan tersebut memerlukan pengulangan dalam
mendalami sesuatu yang ditiru. Selain itu, jika manusia belajar atau membentuk tingkah
lakunya dengan hanya melalui peniruan ( modeling ), sudah pasti terdapat sebagian
individu yang menggunakan teknik peniruan ini juga akan meniru tingkah laku yang
negative , termasuk perlakuan yang tidak diterima dalam masyarakat.
C. Refrensi
Muliati, Sri. 2019. Social Cognitive Theory :A Bandura Thought Review published in
1982-2012. Journal PSIKODIMENSIA. 18(1): 86-100.
Rustika, I Made, 2012. Efikasi Diri: Tinjauan Teori Albert Bandura. Buletin Psikologi
Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada, 20 (1-2): 18 – 25
15