Referat Indra N II
Referat Indra N II
BAB I
PENDAHULUAN
Susunan saraf penglihatan ini terdiri atas 2 jalur saraf yang terpisah, a) jalur saraf
untuk fungsi penglihatan secara sadar dan b) jalur untuk kepentingan reflek-reflek yang
berhubungan dengan penglihatan.1
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Cahaya dideteksi oleh sel – sel batang dan kerucut di retina, yang dapat dianggap
sebagai end-organ sensorik khusus untuk penglihatan. Badan sel dari reseptor-reseptor
ini mengeluarkan tonjolan (prosesus) yang bersinaps dengan sel bipolar, neuron kedua di
jaras penglihatan. Sel-sel bipolar kemudian bersinaps dengan sel-sel ganglion retina.
Akson-akson sel ganglion membentuk lapisan serat saraf pada retina dan menyatu
membentuk nervus optikus. Saraf keluar dari bagian belakang bola mata dan berjalan ke
posterior di dalam kerucut otot untuk masuk ke dalam rongga tengkorak melalui kanalis
optikus.2,3,4
4
Nervus opticus masuk ke orbita melalui canalis opticus dari fossa cranii media
disertai oleh Ophtalmica, yang terletak di sisi lateral bawahnya. Saraf ini dikelilingi oleh
selubung piamater, arachnoidamater, dan duramater.
Berjalan ke depan dan lateral di dalam kerucut mm recti dan menembus sclera pada
suatu titik di medial polus posterior bola mata. Disini, meninges menyatu dengan sclera,
sehingga spatium subarachnoideum yang berisi liquor cerebrospinalis meluas ke depan
dari fossa cranii media, disekitar n. Opticus, dan melalui canalis opticus sampai ke bola
mata. Karena itu peningkatan tekanan liquor cerebrospinalis di dalam rongga cranium
diteruskan ke bagian belakang bola mata. 3
5
Saraf ini meninggalkan rongga orbita dengan berjalan melalui canalis opticus
bersama dengan a. Ophtalmica dan masuk ke dalam rongga otak. Di dalam orbita, saraf
ini dibungkus oleh ketiga lapisan meningen: duramater, arachnoideamater, dan piamater,
yang mengikutinya sampai ke spatium subarachnoideum. Kedua saraf dari kedua sisi
kemudian bergabung membentuk chiasma opticum. Disini, serabut saraf yang berasal dari
belahan medial (nasal) retina menyilang garis tengah dan masuk ke tractus opticus sisi
kontralateral, sedangkan serabut saraf dari belahan lateral (temporal) retina berjalan ke
posterior di dalam tractus opticus sisi yang sama. 3
6
Di kiasma, lebih dari separuh serabut (yang berasal dari separuh retina bagian nasal)
mengalami dekusasi dan menyatu dengan serabut-serabut temporal yang tidak menyilang
dari nervus opticus kontralateral untuk membentuk traktus optikus. Masing-masing
traktus optikus berjalan mengelilingi pedunculus cerebri menuju ke nucleus genikulatus
lateralis, tempat traktus tersebut akan bersinaps. Semua serabut yang menerima impuls
dari separuh kanan lapangan pandang tiap-tiap mata membentuk traktus optikus kiri dan
berproyeksi pada hemisfer serebrum kiri. Demikian juga, separuh kiri lapangan pandang
berproyeksi pada hemisfer serebrum kanan. Dua puluh persen serabut di traktus
menjalankan fungsi pupil. Serabut – serbaut ini meninggalkan traktus tepat di sebelah
anterior nukleus dan melewati brachium coliculli superioris menuju ke nucleus pretectalis
otak tengah. Serat – serat lainnya bersinaps di nucleus genikulatus lateralis. Badan-badan
sel struktur ini membentuk tractus geniculocalcarinae. Traktur ini berjalan melalui crus
posterius capsula interna dan kemudian menyebar seperti kipas dalam radiatio optica
yang melintasi lobus temporalis dan parietalis dalam perjalanan ke korteks oksipitalis
(korteks kalkarina, striata, atau korteks penglihatan primer).2
Nervus optikus keluar dari sudut posterolateral chiasma opticus dan berjalan ke
belakang di sekitar sisi lateral mesenchepalon untuk menuju corpus geniculatum laterale.
Sebagian kecil saraf, yang berfungsi pada refleks pupil dan refleks mata, tidak menuju ke
corpus geniculatum laterale, tetapi pergi langsung ke nucleus pretectalis dan coliculus
superior. Dari corpus geniculatum laterale, radiatio optica melengkung ke belakang
menuju cortex visual hemispherium cerebri.3
7
Pemeriksaan Visus
Pemeriksaan visus dilakukan dengan membaca kartu Snellen (gambar 5) pada
jarak 6 meter. Kartu Snellen berisi huruf-huruf yang disusun semakin ke bawah semakin
kecil. Pada orang normal, kartu Snellen dapat dibaca dalam jarak 6 meter. Masing-masing
mata diperiksa secara terpisah, diikuti dengan pemeriksaan menggunakan pinhole untuk
menyingkirkan kelainan visus akibat gangguan refraksi.6
b. Kemudian pasien disuruh melihat terus pada mata kiri pemeriksa dan pemeriksa
harus selalu melihat pada mata kanan pasien.
c. Setelah itu pemeriksa menggerakkan jarinya dibidang pertengahan antara
pemeriksa dengan pasien, gerakan dilakukan dari arah dalam keluar.
d. Jika pasien mulai melihat gerakan jari-jari pemeriksa, maka pasien harus memberi
tahu, dan hal ini dibandingkan dengan pemeriksa, apakah pemeriksa juga
melihatnya.
e. Apabila pasien ada gangguan kampus penglihatan, maka pemeriksa akan lebih
dahulu melihat gerakan jari-jari tersebut. Gerakan jari-jari dilakukan dari semua
jurusan dan masing-masing mata harus diperiksa.
Pemeriksaan Funduskopi
Pemeriksaan funduskopi di bidang neurologi bertujuan untuk menilai keadaan
fundus okuli terutama retina dan papil nervus optikus. Pemeriksaan dilakukan dengan
menggunakan alat berupa oftalmoskop. Papil normal berbentuk lonjong, warna jingga
muda, di bagian temporal sedikit pucat, batas dengan sekitarnya tegas, batas di bagian
nasal agak kabur. Selain itu juga terdapat lekukan fisiologis. Pembuluh darah muncul di
bagian tengah, bercabang ke atas dan ke bawah. Jalannya arteri agak lurus, sedangkan
vena berkelok-kelok. Perbandingan besar vena : arteri adalah 3:2 sampai 5:4. 5
12
Pengenalan warna
Pengenalan warna bergantung kepada sel-sel kerucut di retina, yang terbanyak
terdapat di macula. Sel kerucut mempunyai tiga pigmen, yaitu biru, hijau dan merah-
kuning. Satu sel kerucut hanya mempunyai satu pigmen. Dalam pengiriman impuls,
terdapat dua system warna yaitu merah-hijau dan kuning-biru. Pengenalan warna
diperiksa dengan menggunakan kartu ishihara.6
1. Papilitis dan neuritis retrobulbaris merupakan kelompok dari neuritis optika. Neuritis
optika sering disebabkan oleh proses infeksi, intoksikasi dan demielinisasi. Pada
papilitis, papil dan sekitarnya akan terlihat sembab, infiltrat dan perdarahan biasanya
disertai perburukan visus yang hebat. Gambaran papilitis terlihat jika proses patologik
neuritis optika terletak pada serabut-serabut yang berada intra okuler. Pada neuritis
16
Papiledema ialah sembab papil yang bersifat noninfeksi dan terkait pada tekanan
intrakranial yang meninggi. Gambaran fundus hampir tidak bisa dibedakan dengan
gambaran papilitis, bedanya pada papiledema daya penglihatan masih bertahan lama
sampai terjadi atrofi. Pada neuritis optika, daya penglihatan hilang secara akut dan hampir
tidak terasa nyeri, baik di dalam mata maupun di kepala. 6
Gambar Papiledema10
a. Retinopati hipertensi
Retinopati hipertensi merupakan suatu keadaan yang ditandai dengan kelainan
pada vaskuler retina pada penderita dengan peningkatan tekanan darah. Kelainan ini
pertama kali dikemukakan oleh Marcus Gunn pada kurun abad ke-19 pada sekelompok
penderita hipertensi dan penyakit ginjal. Tanda-tanda pada retina yang diobservasi adalah
penyempitan arteriolar secara general dan fokal, perlengketan atau “nicking”
arteriovenosa, perdarahan retina dengan bentuk flame-shape dan blot-shape, cottonwool
spots, dan edema papilla. Pada tahun 1939, Keith et al menunjukkan bahwa tanda tanda
retinopati ini dapat dipakai untuk memprediksi mortalitas pada pasien hipertensi.
17
b.Retinopati diabetik
Retinopati adalah salah satu komplikasi mikrovaskular DM yang merupakan
penyebab utama kebutaan pada orang dewasa. Risiko menderita retinopati DM meningkat
sebanding dengan semakin lamanya seseorang menyandang DM. Sebagian besar
penderita retinopati DM, pada tahap awal tidak mengalami gejala penurunan tajam
penglihatan. Apabila telah terjadi kerusakan sawar darah retina, dapat ditemukan
mikroaneurisma, eksudat lipid dan protein, edema, serta perdarahan intraretina.
BAB III
KESIMPULAN
. Posisi mata dan adanya penglihatan warna memungkinkan manusia untuk melihat
alam sekitarnya dalam bentuk 3 dimensi dan dapat mengenal benda-benda di depannya
secara terperinci dan cermat. Struktur-struktur anatomi susunan saraf penglihatan pada
manusia mempunyai hubungan yang erat sekali dengan dominasi umum fungsi
penglihatan ini pada manusia, terutama apabila dibandingkan dengan kebanyakan
mamalia yang bertingkat lebih rendah.
Pemeriksaan yang dapat dilakukan pada sistem visual antara lain:
1. Pemeriksaan visus
2. Pemeriksaan refleks pupil
3. Pemeriksaan lapang pandang
4. Pemeriksaan funduskopi
5. Pengenalan warna
Apabila pasien tidak mempunyai keluhan yang berhubungan dengan nervus optikus
dan pemeriksa juga tidak mencurigai adanya gangguan, maka dilakukan pemeriksaan
visus dan lapang pandang secara kasar, tetapi apabila dicurigai adanya gangguan, maka
dilakukan pemeriksaan yang lebih teliti, dan juga dilakukan pemeriksaan funduskopi
sebagai pemeriksaan rutin dalam neurologi.
Dalam bidang neurologi, kelainan papil nervus optikus yang perlu diperhatikan
adalah papil yang mengalami atrofi dan sembab atau papiledema. Atrofi papil terbagi atas
primer dan sekunder. Pada atrofi primer, warna papil menjadi pucat, batasnya tegas dan
pembuluh darah berkurang. Gambaran ini dijumpai pada tahap lanjut dari neuritis
retrobulbaris.
20
DAFTAR PUSTAKA
1. Neuroanatomia medica) Sukardi, E. Neuroanatomia Medica. Jakarta: Universitas
Indonesia; 1984.
2. Riordan-Eva, P., 2010. Anatomi & Embriologi Mata. In: Vaughan, Asbury.
Oftalmologi Umum Edisi 17. Jakarta: EGC.
3. Snell,Richard S, . 2006. Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran; alih bahasa Liliana
Sugiharto; Ed 6.
4. Duss P, (1994). Diagnosis Topis Neurologi Anatomi & Fisiologi Tanda dan
Gejala, Jakarta : Penerbit buku Kedokteran EGC.
5. Lumbantobing SM. Neurologi klinik pemeriksaan fisik dan mental. Jakarta: Balai
Penerbit FKUI; 2006)
6. Ropper AH, Brown RH. Adams and victor’s principles of neurology. 8thed. New
York: McGraw-Hill, 2005
7. Gilroy J. Basic neurology. 3rd edition. New York: Mc Graw-Hill; 2000
8. Frotscher M, Baehr M. Duus’ topical diagnosis in neurology. 4th completely
revised edition. Stuttgart: Thieme; 2005
9. Mardjono M, Sidharta P. Neurologi klinis dasar. Edisi V. Jakarta : Dian Rakyat;
2004
10. Pauwels LW, Akessson EJ, Stewart PA, Spacey SD. Cranial nerves in health and
disease. London: BC Decker Inc: 2002