Anda di halaman 1dari 13

PROPOSAL PENELITIAN OPSI

Pengaruh Frekuensi Konflik Masyarakat dengan Harimau Sumatera


(Panthera tigris sumatrae) terhadap Kehidupan Sosial dan Mata
Pencaharian Penduduk di Desa Suka Maju di Kabupaten Seluma
Provinsi Bengkulu

Tim Pengusul :

Bidang Lomba Penelitian :


ISH

SMAIT IQRA’ KOTA BENGKULU


PROVINSI BENGKULU
2019

1
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Di belahan dunia terdapat beberapa konflik yang terjadi antara manusia
dan hewan karnivora. Konflik ini diakibatkan oleh adanya pergerakan hewan
karnivora ke pemukiman warga dalam mencari sumber makanan, seperti hewan
ternak bahkan manusia (Thirgood et al., 2005). Permasalahan yang dihadapi
warga adalah hewan karnivora yang melakukan penyerangan merupakan hewan
yang hampir punah dan dilindungi oleh undang-undang, sehingga upaya
pembelaan diri sangat terbatas (Woodroffe et al., 2005).
Laporan Badan Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) menyatakan
harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae) merupakan hewan karnivora yang
memiliki intensitas konflik yang tinggi dengan manusia di Indonesia, terutama di
Sumatera. Para ahli konservasi mengatakan jumlah Harimau Sumatera yang hidup
di alam liar meningkat untuk pertama kalinya setelah puluhan tahun mengalami
penurunan. Kementrian lingkungan hidup Ir. Wiratno mengatakan populasi
Harimau Sumatera saat ini diperkirakan berkisar 400 ekor (Antaranews, 2018).
Ancaman semakin berkurangnya populasi Harimau Sumatera menuju kepunahan
masih berlanjut, utamanya dengan terus berkurangnya dan terfragmentasinya
habitat mereka di Pulau Sumatera.
Berdasarkan estimasi dari pergerakan, diperkirakan populasi harimau
Sumatera di wilayah Bengkulu, saat ini mencapai sekitar 30 ekor, tersebar di
sejumlah kabupaten di Provinsi Bengkulu (Said, BKSDA, 2016). Perkiraan
populasi harimau Sumatera di Bengkulu sebanyak 30 ekor itu, lima (5) ekor
antaranya berada di hutan wilayah Kabupaten Seluma, dan tujuh (7) ekor di hutan
Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS) di wilayah Bengkulu, dan hutan
Sebelat, Bengkulu Utara. Sedangkan sisanya tersebar di kawasan hutan di
sejumlah kabupaten di Provinsi Bengkulu. Namun, tidak diketahui secara pasti
jumlah populasi harimau Sumatera di setiap kabupaten di Bengkulu.
Harian Rakyat Bengkulu (2018) mengungkapkan frekuensi konflik
penduduk dengan harimau Sumatera tertinggi terjadi di Kabupaten Seluma. Lebih

2
dari 20 kali harimau Sumatera masuk ke pemukiman warga di Desa Suka Maju
Kel. Puguk Kab. Seluma selama bulan Maret 2018 (Kompas, 2018). Puluhan
ternak sapi dan kambing milik warga menjadi mangsa.
Seluma merupakan kabupaten di Provinsi Bengkulu dengan penduduknya
yang lebih dari 70 % bermata pencaharian sebagai petani kelapa sawit dan
peternak sapi. Kabupaten Seluma juga merupakan kabupaten dengan jumlah
penduduk miskinnya terbanyak di Provinsi Bengkulu mencapai 20,67 % (BPS,
2017).
Dengan intensitas harimau yang masuk pedesaan Suka Maju sangat tinggi,
peneliti tertarik untuk melihat bagaimana interaksi sosial antar warga Desa Suka
Maju serta aktivitas mencari nafkah di tengah lalu lintas harimau Sumatera di area
pemukiman warga. Untuk itu akan diadakan penelitian lebih lanjut dengan judul
“Pengaruh Frekuensi Konflik Masyarakat dengan Harimau Sumatera
(Panthera tigris sumatrae) terhadap Kehidupan Sosial dan Mata Pencaharian
Penduduk di Kabupaten Seluma Provinsi Bengkulu”.

1.2. Rumusan Masalah


Rumusan masalah yang diangkat dalam penelitian ini adalah
1. Bagaimana gambaran frekuensi konflik warga Desa Suka maju Kab. Seluma
dengan harimau Sumatera?
2. Bagaimana kehidupan sosial yang terjalin antar warga desa Suka Maju dalam
kondisi teror harimau Sumatera?
3. Bagaimana aktivitas mata pencaharian warga Desa Suka Maju dalam kondisi
terror harimau Sumatera?

1.3. Tujuan Penelitian


Penelitian ini bertujuan :
1. Untuk mengetahui gambaran frekuensi konflik warga Desa Suka Maju Kab.
Seluma dengan harimau Sumatera
2. Untuk mengetahui kehidupan sosial yang terjalin antar warga desa Suka
Maju dalam kondisi teror harimau Sumatera

3
3. Untuk mengetahui aktivitas mata pencaharian warga Desa Suka Maju dalam
kondisi teror harimau Sumatera

1.4. Kebaharuan Penelitian


Penelitian mengenai konflik harimau sumatera dengan manusia telah banyak di
teliti oleh peneliti dalam negeri dan luar negeri. Beberapa penelitian difokuskan pada
pengaruh konflik terhadap populasi harimau, kelestarian lingkungan serta ekosistem
hutan yang rusak.

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. FREKUENSI KONFLIK MASYARAKAT


Berdasarkan hasil survei, antara tahun 1978 dan 1997 KMH telah
menyebabkan 146 orang meningal dunia (atau rata-rata 7 orang/tahun) dan 30
orang terluka, serta memangsa sedikitnya 870 hewan ternak. Sementara menurut
kajian terkini Forum Harimau Kita (FHK), antara tahun 1998 dan 2011 KMH
telah mengakibatkan 57 orang meningal dunia (rata-rata 5 orang/tahun) dan 81
orang terluka, serta memangsa paling sedikit 326 hewan ternak. Selain itu, akibat
KMH tersebut dilaporkan 69 ekor harimau juga dibunuh atau ditangkap (rata-rata
5 harimau/tahun). KMH di Sumatera paling sering terjadi di kawasan hutan
terganggu dimana intensitas kegiatan manusia sangat tinggi pada habitat harimau
(Dokadil, 2017).
Ia juga menjelaskan bahwa dalam dokumen Strategi Konservasi dan
Rencana Aksi Harimau Sumatera (STRAKOHAS) 2007-2017 selain kehilangan
habitat dan aktivitas perburuan, KMH telah diidentifikasi sebagai salah satu
ancaman utama terhadap kelestarian harimau Sumatera. Dalam dokumen tersebut
dinyatakan bahwa konflik bisa berlangsung dalam tiga bentuk skenario:
a. Konflik Rendah
Skenario pertama ini terjadi apabila daerah tumpang tindih antara aktivitas
manusia dengan habitat harimau tidak terlalu nyata. Sebagai akibatnya,
kemungkinan konflik pada daerah ini rendah. Skenario ini terjadi jika daerah
aktivitas manusia dan harimau memiliki batas yang jelas, yaitu harimau tidak
meninggalkan hutan dan akses manusia ke dalam hutan sangat terbatas.
b. Konflik Sedang
Skenario kedua terjadi apabila manusia memiliki akses ke dalam hutan,
sementara hutan tersebut memiliki daya dukung yang cukup bagi harimau.
Skenario ini umumnya terjadi pada hutan lindung, kawasan agroforestri, dan
kawasan hutan multiguna.

5
c. Konflik Tinggi
Skenario ketiga terjadi pada daerah pemukiman manusia yang terisolasi, yang
dikelilingi oleh habitat harimau yang sangat luas. Situasi ini mewakili
pembangunan wilayah pemukiman di tengah hutan dengan kepadatan
harimau yang tinggi.

2.2. JENIS KONFLIK MANUSIA DAN HARIMAU SUMATERA


Dalam PERMENHUT Nomor 48/Menhut-II/2008 disebutkan bahwa
konflik manusia dan satwa liar adalah segala interaksi antara manusia dan satwa
liar yang mengakibatkan efek negatif kepada kehidupan sosial manusia, ekonomi,
kebudayaan, dan pada konservasi satwaliar dan atau pada lingkungannya.
Dokadil (2017). menjelaskan Ada tiga jenis KMH yang terjadi antara
harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae) dengan manusia berdasarkan
intensitas kontak, yaitu:
a. Harimau Terdeteksi
Harimau terdeteksi di sekitar pemukiman atau ladang. Walau tidak ada
konflik langsung, namun kondisi tersebut menyebabkan ketakutan atau
dianggap ancaman bagi masyarakat. Biasanya masyarakat akan mencoba
menangkap atau membunuh harimau. Pada tipe ini, sebenarnya ancaman
terhadap manusia masih rendah. Sebaliknya ancaman terhadap harimau lebih
besar. Situasi ini dapat dijadikan sebagai indikasi untuk berkembang menjadi
tipe konflik kedua, yaitu harimau memangsa hewan peliharaan (ternak).
2. Harimau Memangsa Hewan Peliharaan (Ternak)
Konflik tipe kedua ini merupakan bentuk konflik yang paling umum di
banyak negara termasuk di Pulau Sumatera. Konflik tipe ini dapat
menyebabkan hilangnya pendapatan dan kerugian bagi masyarakat, serta
meningkatkan citra negatif terhadap harimau sehingga akhirnya dapat
meningkatkan keinginan untuk membunuhnya. Sisa hewan yang dimangsa
sering digunakan sebagai umpan untuk menangkap harimau, kemudian
membunuh dan menjual bagian tubuh harimau tersebut.

6
3. Harimau Menyerang Manusia
Walaupun konflik tipe ketiga ini relatif jarang namun di beberapa tempat
cukup sering terjadi. Frekuensi serangan harimau yang terjadi dapat
menyebabkan kuatnya respon negatif dari masyarakat bahkan pemerintah
daerah setempat.
Sementara Menurut PERMENHUT No. 48/Menhut-II/2008, ada lima
prinsip yang perlu diperhatikan dalam penanganan konflik manusia dan satwaliar
termasuk harimau, yaitu:
1. Manusia dan Satwaliar Sama-Sama Penting
Konflik Manusia dan Harimau merupakan bentuk interaksi yang saling
merugikan, baik secara materi maupun psikologis. Oleh karena itu pemilihan
solusi penyelesaian konflik harus memperhatikan kedua entitas. Penyelesaian
harus memperhitungkan untuk mengurangi resiko kerugian hingga sekecil
mungkin bagi manusia. Selain itu juga harus mempertimbangkan pilihan
terbaik untuk kelestarian harimau Sumatera.
2. Spesifik Areal
Pencegahan dan penanggulangan konflik pada suatu daerah tidak selalu bisa
diterapkan di daerah lain. Konflik bisa dipicu oleh berkurangnya ketersedian
pakan atau terganggunya habitat akibat pembukaan lahan. Konflik juga dapat
terjadi akibat terganggunya jalur perlintasan atau koridor satwa, baik oleh
kegiatan pembukaan lahan maupun meningkatnya intensitas kegiatan
manusia. Konflik bisa juga terjadi akibat kondisi harimau yang tidak sehat
sehingga tidak memungkinkan untuk berburu hewan mangsa, atau
terganggunya populasi harimau akibat adanya aktivitas perburuan hewan
mangsa. Oleh karena itu solusi pencegahan dan penanggulangan konflik
harus dirumuskan dengan memperhatikan hal yang menjadi pemicunya,
kondisi sosial, ekonomi, budaya, dan psikologis masyarakat setempat.
Pemahaman secara mendalam terhadap pemicu, kondisi aktual, serta
kecenderungan di masa datang, sepertinya akan sangat membantu dalam
menemukan solusi untuk pencegahan dan penanggulangan konflik secara
efektif.

7
3. Tidak Ada Solusi Tunggal
Konflik memiliki beragam dimensi yang kompleks, sehingga
penyelesaiannya dapat ditempuh melalui banyak pilihan. Karenanya,
rangkaian kombinasi penanggulangannya perlu ditelaah secara mendalam
untuk memberikan bentuk penyelesaian yang menyeluruh, efisien, dan
optimal.
4. Skala Lansekap
Harimau memiliki daerah jelajah yang luas. Terjadinya konflik di suatu
daerah bisa saja akibat terganggunya salah-satu bagian dari daerah jelajahnya.
Karenanya, penyelesaian konflik juga harus mempertimbangkan bentang
alam yang menjadi daerah jelajah harimau secara keseluruhan. Penyelesaian
konflik untuk jangka panjang akan sangat terbantu jika rencana tata ruang
yang disusun juga ikut mempertimbangkan keberadaan satwaliar dan
ekosistemnya.
5. Tanggung Jawab Multi-Pihak
Penanganan KMH bukan hanya sekedar isu konservasi satwaliar. Konflik
timbul akibat adanya benturan antara kepentingan sosial-ekonomi masyarakat
dengan pemanfaatan sumber daya alam, terutama hutan yang merupakan
penyedia jasa lingkungan. Pencegahan dan penanggulangan konflik
merupakan tanggung jawab semua pihak baik pemerintah daerah (Dinas
Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Pertanian, Peternakan, Perkebunan,
Pertambangan, Sosial, dan Badan Koordinasi Penanggulangan Bencana Alam
Daerah), aparat keamanan (Kepolisian dan TNI), dunia usaha, pengguna
lahan dalam skala luas seperti industri ekstraktif, tokoh masyarakat (agama,
budaya dan informal), serta pihak terkait lainnya (pemerintahan desa dan
perusahaan pemegang konsesi).

8
2.4. Alur Fikir

PROSES
INPUT OUTPUT

Keterangan :
1. Input : Masyarakat
2. Proses : Keterkaitan frekuensi konflik terhadap kehidupan sosial dan
aktivitas mata pencaharian
3. Output : Kebijakan dalam pencegahan konflik

9
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian


Jenis penelitian pada penelitian ini dengan menggunakan jenis penelitian
deskriptif kualitatif yaitu penelitian yang mengungkapkan kejadian atau fakta dan
keadaan yang terjadi saat penelitian berlangsung dengan menyuguhkan apa yang
sebenarnya terjadi. Penelitian ini menguraikan data yang bersangkutan dengan
situasi yang sedang terjadi, sikap serta pandangan yang terjadi di dalam suatu
masyarakat.

3.2 Waktu dan Tempat Penelitian


Waktu penelitian akan mulai dilaksanakan pada bulan Januari 2019,
dengan pembuatan proposal. Kemudian dilanjutkan dengan pelaksanaan penelitian
pada tanggal Mei 2019 sampai dengan Agustus 2019. Penelitian ini dilaksanakan
di Desa Suka Maju Kabupaten Seluma Provinsi Bengkulu.

3.3. Teknik pengumpulan data


a. Pengumpulan data dilakukan melalui triangulasi data yaitu pengumpulan data
dengan menggunakan teknik yang berbeda (Nasution, 2003:115) yaitu
wawancara, observasi dan dokumen.
b. Metode pengumpulan data dilakukan dengan 3 (tiga) informan yaitu 1)
Masyarakat 2) Tokoh Masyarakat/Kepala Desa 3). Instansi yang terkait,
dalam hal ini Kantor BKSDA (Peneliti harimau Sumatera, drh. Yanti)
c. Penelitian dilakukan dengan cara 1) Wawancara yang menggunakan panduan
wawancara dengan pertanyaan terbuka (dilampirkan) 2) Observasi
atau pengamatan dengan mengunakan kamera/alat rekam 3) Studi
dokumentasi menggunakan laporan-laporan dari hasil penelitian yang di
dapat.

10
3.4. Analisis Data
Analisis dalam penelitian kualitatif dilakukan dengan cara analisis selama
pengumpulan data artinya peneliti membuat ringkasan data dan selanjutnya
mengembangkan proposisi sehingga memperoleh kesimpulan. Analisis data pada
penelitian ini menggunakan teknik induktif yaitu dengan melakukan gambaran
setelah rekaman fenoma-fenomena yang dikelompokkan menjadi satu.

3.5. Tahapan Penelitian


Penelilian ini dilaksanakan dengan beberapa tahap antara lain : Bahan
yang digunakan dalam penelitian ini antara lain :
a. Pengumpulan data
b. Mempelajari dan membuat abstraksi
c. Penyajian Data

11
DAFTAR PUSTAKA

Admin, (2018). Pengertian Frekuensi dan Jenis-Jenisnya. Diakses (2018, Agustus)


dari https://rocketmanajemen.com/definisi-frekuensi/

Ihsanudin, (2017). Pengertian Konflik, Faktor Penyebabnya dan Macam-


Macamnya. Diakses (2018, Agustus) dari https://satujam.com/pengertian-
konflik/

Melati Sukmawati, (2017). Pengertian Harimau Sumatra. Diakses (2018, Agustus)


dari http://melatisukmawati20.blogspot.com/2017/04/pengertian-
harimau-sumatra.html

Sugiono, (2006). Metode Penelitian Bisnis. Penerbit CV. Alfabeta:Bandung.

Majalah Harimau, (2016). Populasi harimau di alam liar naik menjadi 3.900 - BBC
Indonesia. www.bbc.com/indonesia/majalah/2016/04/160411_
majalah_harimau_populasi. Diakses 1 Desember 2017.

WWF Indonesia, (2016). Populasi Harimau Sumatera Masih Kritis, WWF Ajak ... -
WWF Indonesia https://www.wwf.or.id/en/news_facts/ ?uNewsID=49842.
Jul 29, 2016- Diakses 1 Desember 2017.

WWI Indonesia, (2017). Harimau Sumatera | WWF Indonesia


https://www.wwf.or.id/program/spesies/harimau_sumatera/Berdasar-kan
data tahun 2004,Diakses 1 Desember 2017.

Berita Satu, (2016). Populasi Harimau Sumatera Di Bengkulu Diperkirakan


Mencapai 30...sp.beritasatu.com/home/populasi-harimau bengkulu...
/108076 Feb 9, 2016 – Diakses 1 Desember 2017.

12
Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas, (2017). Hutan
https://id.wikipedia.org/wiki/Hutan 2017. Diakses 1 Desember 2017.

ipemanasanglobal.blogspot, (2015). Pentingnya 7 Fungsi Hutan Bagi Kehidupan


https://ipemanasanglobal.blogspot.com › Lingkungan Hidup Jan 4, 2015.
Diakses 1 Desember 2017.

Ato Basohana, (2016). 17 Faktor-Faktor Penyebab Kerusakan Hutan


www.atobasahona.com › Ekologi Hutan. Diakses 1 Desember 2017.

Hardjanti Annisa, (2016). Ini Alasan Mengapa Menyelamatkan Harimau Sumatera


Penting ... nationalgeographic.co.id › Berita › LingkunganJul 30, 2016.
Diakses 1 Desember 2017.

Kawan Imau, (2017). Nilai Penting Harimau Sumatera – Kawan Imau


https://kawanimau.com/2017/06/.../nilai-penting-harimau-sumatera/ Jun
22, 2017. Diakses 1 Desember 2017.

Dokadil, (2017). Konflik Manusia-Harimau https://dokadil.wordpress.com/


2017/07/22/konflik-manusia-harimau-kmh/. Diakses 11 Agustus 2018.

13

Anda mungkin juga menyukai