Fiqih
Fiqih
“Air,Najis,Wudhu,Tayamum,Mandi,Istinja”
Dosen Pengampu:
Hj. Dulsukmi, Lc., M.HI
2018
1
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Islam menganjurkan untuk selalu menjaga kebersihan badani selain rohani.
Kebersihan badani tercermin dengan bagaimana umat muslim selalu bersuci sebelum
mereka melakukan ibadah menghadap Allah swt. Pada hakikatnya tujuan bersuci
adalah agar umat muslim terhindari dari kotoran atau debu yang menempel di badan
sehingga secara sadar atau tidak sengaja membatalkan rangkaian ibadah kita kepada
Allah swt.
Namun, yang terjadi sekarang adalah, banyak umat muslim hanya tahu saja
bahwa bersuci itu sebatas membasuh badan dengan air tanpa mengamalkan rukun-
rukun bersuci lainnya sesuai syariat Islam. Bersuci atau istilah dalam istilah Islam
yaitu “Thaharah” mempunyai makna yang luas tidak hanya berwudhu saja.
Pengertian thaharah adalah mensucikan diri, pakaian, dan tempat sholat dari
hadas dan najis menurut syariat islam. Bersuci dari hadas dan najis adalah syarat
syahnya seorang muslim dalam mengerjakan ibadah tertentu. Berdasarkan pengertian
tersebut sebenarnya banyak sekali manfaat yang bisa kita ambil dari fungsi thaharah.
Taharah sebagai bukti bahwa Islam amat mementingkan kebersihan dan kesucian
Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka penulis bermaksud untuk
memaparkan penjelasan lebih rinci tentang thaharah, menjelaskan bagaimana fungsi
thaharah dalam menjalan ibadah kepada Allah, serta menjelaskan manfaat thaharah
yang dapat umat muslim peroleh. Dengan demikian umat muslim akan lebih tahu
makna bersuci dan mulai mengamalkannya untuk peningkatan kualitas ibadah yang
lebih baik.
B. Rumusan Masalah
II. PEMBAHASAN
A. Thaharah
1. Pengertian Thaharah
Thaharah menurut bahasa artinya “bersih” Sedangkan menurut istilah syara’
thaharah adalah bersih dari hadas dan najis. Selain itu thaharah dapat juga diartikan
mengerjakan pekerjaan yang membolehkan shalat, berupa wudhu, mandi, tayamum
dan menghilangkan najis.1
Taharah merupakan anak kunci dan syarat sah salat. Dalam kesempatan lain
Nabi saw., juga bersabda:
َّسلِْي ُم ِ ِ ِ َّ ِم ْفتاح:قال عليه الصالة والسالم
ْ َوََْتلْي لُ َها الت، َوََْت ِرْْيَُها التَّ ْكبْي ُر،ُالص َالة أَلطَّ َه َارة َُ
“Nabi Bersabda: Kuncinya shalat adalah suci, penghormatannya adalah
takbir dan perhiasannya adalah salam. ” (HR .Abu Daud)2
Hukum taharah ialah Wajib di atas tiap-tiap mukallaf lelaki dan perempuan.
Dalam hal ini banyak ayat alquran dan hadist Nabi Muhammad saw., menganjurkan
agar kita senantiasa menjaga kebersihan lahir dan batin.
Firman Allah swt., :
وه َّن َح ََّّت يَطْ ُه ْر َن فَِإذَا تَطَ َّه ْر َن ِ اعتَ ِزلُوا النِِّ َساءَ ِف الْ َم ِح
ُ ُيض َوال تَ ْقَرب ْ َيض قُ ْل ُه َو أَذًى ف ِ ك َع ِن الْ َم ِح َ ََويَ ْسأَلُون
)٢٢٢( ين ِ ُّ ي َوُُِي
َ ب الْ ُمتَطَ ِّه ِر ُّ اَّللَ ُُِي
َ ِب التَّ َّواب َّ اَّللُ إِ َّن ُ وه َّن ِم ْن َحْي
َّ ث أ ََمَرُك ُم ُ ُفَأْت
“Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang bertobat dan mencintai
orang-orang yang suci lagi bersih”. (Q.S. Al-Baqaroh:222) 3
1 Lihat di melalui googlebook. H. Moch. Anwar, Fiqih Islam Tarjamah Matan Taqrib,
(Bandung: PT Alma’arif, 1987), h. 9 .
2 Imam al-Hafidz Abi Daud Sulaiman, Sunan Abu Daud, (Dar al-Kutub al-
‘Ilmiyah, 1996), h. 16
3 Kemenag, AlQur’an dan Terjemah, (Bandung: Hilal, 2010), h. 35
4 Imam Abi Husain Muslim, Shahih Muslim, Juz 1, (Beirut : Dar alKutub al-
‘Ilmiyah, 2011), h.121
3
a. Wudhu
Wudhu menurut bahasa berarti bersih. Menurut istilah syara’ berarti membasuh
anggota badan tertentu dengan air suci yang menyucikan (air mutlak) dengan tujuan
menghilangkan hadas kecil sesuai syarat dan rukunnya. Firman Allah swt., dalam
surat Al Maidah ayat 6.
4
b. Syarat Wudhu
Wudhu seseorang dianggap sah apabila memenuhi syarat sebagai berikut.
1. Beragama Islam
2. Sudah mumayiz
3. Tidak berhadas besar dan kecil
4. memakai air suci lagi mensucikan
5. Tidak ada sesuatu yang menghalangi samp[ainya air ke anggota wudu,
seperti cat, getah dsb.
c. Rukun Wudhu
Hal-hal yang wajib dikerjakan dalam wudu adalah sebagai berikut.
1. Niat berwudu di dalam hati bersamaan ketika membasuh muka.
2. Membasuh seluruh muka
3. Membasuh kedua tangan sampai siku
4. Mengusap atau menyapu sebagian kepala.
5. Membasuh kedua kaki sampai mata kaki, dan
6. Tertib (berurutan dari pertama sampai terakhir
d. Sunah Wudhu
Untuk menambah pahala dan menyempurnakan wudu, perlu diperhatikan hal-
hal yang disunahkan dalam melakukan wudu, antara lain sebagai berikut.
1. Membaca dua kalimah syahadat ketika hendak berwudu
2. Membaca ta’awuz dan basmalah
3. Berkumur-kumur bagi seseorang yang sedang tidak berpuasa
4. Membasuh dan membersihkan lubang hidung
5. Menyapu seluruh kepala
6. Membasuh sela-sela jari tangan dan kaki
5
Kemenag, AlQur’an dan Terjemah..., h. 108
5
6
Kemenag, AlQur’an dan Terjemah..., h. 85
6
b. Rukun Tayamum:
1. Niat
2. Mengusap debu ke muka
3. Mengusap debu ke dua tangan sampai siku
4. Tertib
c. Sunah Tayamum:
Dalam melaksanakan tayamum, seseorang hendaknya memperhatikan sunah-
sunah tayamum sebagai berikut:
1. Membaca dua kalimah syahadat ketika hendak bertayamum
2. Membaca ta’awuz dan basmalah
3. Menepiskan debu yang ada di telapak tangan
4. Merenggangkan jari-jari tangan
5. Menghadap kiblat
6. Mendahulukan anggota tubuh yang kanan dari yang kiri
7. Membaca do’a (seperti do’a sesudah wudu)
d. Hal yang membatalkan Tayamum:
Tayamum seseorang menjadi batal karena sebab berikut :
1. Semua yang membatalkan wudu juga membatalkan tayamum
2. Keadaan seseorang melihat air yang suci yang mensucikan (sebelum salat)
3. Murtad (keluar dari agama Islam)7
3) Mandi Wajib
Mandi wajib disebut juga mandi besar, mandi junub, atau mandi janabat. Mandi
wajib adalah menyiram air ke seluruh tubuh mulai dari ujung rambut sampai ujung
kaki dengan disertai niat mandi wajib di dalam hati.
Firman Allah swt.,:
)٦( َوإِ ْن ُكْن تُ ْم ُجنُبًا فَاطَّ َّهُروا
7
Lihat di google_book, Syaikh Muhammad Nawawi al-Jawi, Fiqih Islam dan Tasawuf,
(Surabaya: Mutiara Ilmu, 2013), h. 64.
7
8
Kemenag, AlQur’an dan Terjemah..., h. 108
9
Jurnal Walisongo, Panduan Sholat, www.walisong.ac.id. h.15
8
10
Drs. H Kahar Masyur, Sholat Wajib Munut empat Mazhab ( Jakarta:PT.Rineka Cipta, 2004 ),
h.79-94.
9
a. Air Mutlaq
Air mutlaq adalah keadaan air yang belum mengalami proses apapun. Air itu
masih asli, dalam arti belum digunakan untuk bersuci, tidak tercampur benda suci
atau pun benda najis. Air mutlaq ini hukumnya suci dan sah untuk digunakan bersuci,
yaitu untuk berwudhu’ dan mandi janabah. Air yang suci itu banyak sekali, namun
tidak semua air yang suci itu bisa digunakan untuk mensucikan. Diantara air-air yang
termasuk dalam kelompok suci dan mensucikan ini antara lain adalah :
1. Air Hujan
2. Salju
3. Embun
4. Air Laut
5. Air Zam-zam
6. Air Sumur atau Mata Air
7. Air Sungai
b. Air Musta’mal
Jenis yang kedua dari pembagian air adalah air yang telah digunakan untuk
bersuci. Baik air yang menetes dari sisa bekas wudhu’ di tubuh seseorang, atau sisa
juga air bekas mandi janabah. Air bekas dipakai bersuci bisa saja kemudian masuk
lagi ke dalam penampungan. Para ulama seringkali menyebut air jenis ini air
musta'mal.
Kata musta'mal berasal dari dasar ista'mala - yasta'milu ( يستعمل- )استعملyang
bermakna menggunakan. Maka air musta'mal maksudnya adalah air yang sudah
digunakan untuk melakukan thaharah, yaitu berwudhu atau mandi janabah.
Air musta’mal berbeda dengan air bekas mencuci tangan, atau membasuh muka
atau bekas digunakan untuk keperluan lain, selain untuk wudhu’ atau mandi janabah.
Air sisa bekas cuci tangan, cuci muka, cuci kaki atau sisa mandi biasa yang bukan
mandi janabah, statusnya tetap air mutlak yang bersifat suci dan mensucikan. Air itu
tidak disebut sebagai air musta’mal, karena bukan digunakan untuk wudhu atau
10
mandi janabah. Perbedaan pendapat itu dipicu dari perbedaan nash dari Rasulullah
saw., yang kita terima dari Rasulullah SAW. Beberapa nash hadits itu antara lain.11
َ ع ْن أَبِي ُه َري َْرة َ ع ْن َه َّما ِم ب ِْن ُمن َِبه َ ع ْن َم ْع َمر َ ق ِ الر َّزا َ غي ََْلنَ َحدَّثَنَا
َّ ُع ْبد َ َحدَّثَنَا َمحْ ُمودُ ب ُْن
ُ
سلَّ َم قَا َل ََل يَبُولَ َّن أ َ َحدُ ُك ْم ِفي ْال َما ِء الدَّا ِئ ِم ث ُ َّم َيت ََوضَّأ ِم ْنهُ قَا َل
َ علَ ْي ِه َو َّ صلَّى
َ َُّللا َ ِ ع ْن النَّبِيَ
ع ْن َجا ِبرَ اب ب ْ
ال ي
َ ِ َ ٌ ِ َف و ح ي ح ص ٌ
ن س ح
َ َ ٌ
ِيث د ح
َ اَ ذهَ ى َ ِ أَب
س ي ع ُو
telah menceritakan kepada kami Mahmud bin Ghailan berkata, telah
menceritakan kepada kami Abdurrazaq dari Ma'mar dari Hammam bin
Munabbih dari Abu Hurairah dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, beliau
bersabda: "Jangan sekali-kali salah seorang dari kalian kencing di air yang
diam (tidak mengalir) kemudian berwudlu darinya." Abu Isa berkata; "Ini
adalah hadits yang hasan shahih, dan dalam bab ini juga ada riwayat dari
Jabir." (HR. At-Turmuzi)12
11
Drs. H Kahar Masyur, Sholat Wajib Munut empat Mazhab..., h.75-78
12
CD Lidwa Pustaka Kitab 9 Imam.
11
perubahan atau tidak, setelah tercampur benda yang najis. Dan perubahan itu sangat
erat kaitannya dengan perbandingan jumlah air dan besarnya noda najis.
Pada air yang volumenya sedikit seperti air di dalam kolam kamar mandi,
secara logika bila kemasukan ke dalamnya bangkai anjing, kita akan mengatakan
bahwa air itu menjadi mutanajjis atau ikut menjadi najis juga. Karena air itu sudah
tercemar dengan perbandingan benda najis yang besar dan jumlah volume air yang
kecil.
Agar kita bisa menilai apakah air yang ke dalamnya kemasukan benda najis itu
ikut berubah menjadi najis atau tidak, maka para ulama membuat indikator, yaitu
rasa, warna atau aromanya.
a. Berubah Rasa, Warna atau Aroma
Bila berubah rasa, warna atau aromanya ketika sejumlah air terkena atau
kemasukan barang najis, maka hukum air itu iut menjadi najis juga. Hal ini
disebutkan oleh Ibnul Munzir dan Ibnul Mulaqqin.
b. Tidak Berubah Rasa, Warna atau Aroma
Sebaliknya bila ketiga krieteria di atas tidak berubah, maka hukum air itu suci
dan mensucikan. Baik air itu sedikit atau pun banyak.
7. Najis
a. Pengertian Najis:
Najis menurut bahasa adalah sesuatu yang kotor. Sedangkan menurut istilah
adalah sesuatu yang dipandang kotor atau menjijikkan yang harus disucikan, karena
menjadikan tidak sahnya melaksanakan suatu Macam-macam Najis dan Cara
Mensucikannya:
Berdasarkan berat dan ringannya, najis dibagi menjadi tiga macam. Najis
tersebut adalah Mukhafafah, Najis Mutawasitah, dan Najis Muqalazah.
1. Najis Mukhafafah
Najis mukhafafah adalah najis ringan. Yang tergolong najis mukhafafah yaitu
air kencing bayi laki-laki yang berumur tidak lebih dua tahun dan belum makan apa-
12
apa kecuali air susu ibunya. Cara mensucikan najis mukhafafah cukup dengan
mnegusapkan/ memercikkan air pada benda yang terkena najis.
2. Najis Mutawasitah
Najis mutawasitah adalah najis sedang. Termasuk najis mutawasitah antara lain
air kencing, darah, nanah, tina dan kotoran hewan. Najis mutawasitah terbagi menjadi
dua bagian, yaitu :
a) Najis hukmiah adalah najis yang diyakini adanya, tetapi, zat, bau, warna dan
rasanya tidak nyata. Misalnya air kencing yang telah mengering. Cara
mensucikannya cukup dengan mengalirkan air pada benda yang terkena najis
tersebut.
b) Najis ainiyah adalah najis yang nyata zat, warna, rasa dan baunya. Cara
mensucikannya dengan menyirkan air hingga hilang zat, warna, rasa dan
baunya.
3. Najis Mugalazah
Najis mugalazah adalah najis berat, seperti najisnya anjing dan babi. Adapun
cara mensucikannya ialah dengan menyiramkan air suci yang mensucikan air suci
yang mensucikan (air mutlak) atau membasuh benda atau tempat yang terkena najis
sampai tujuh kali. Kali yang pertama dicampur dengan tanah atau debu sehingga
hilang zat, warna, rasa, dan baunya. 13
13
Drs. H Kahar Masyur, Sholat Wajib Munut empat Mazhab...,h. 56-73
13
III. PENUTUP
A. Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA
al-Jawi, Syaikh Muhammad Nawawi. Fiqih Islam dan Tasawuf. Surabaya: Mutiara
Ilmu. 2013.
Anwar, Moch. Fiqih Islam Tarjamah Matan Taqrib. Bandung: PT Alma’arif. 1987.
CD Lidwa Pustaka. Kitab 9 Imam.
Jurnal Walisongo. Panduan Sholat. www.walisong.ac.id.
Kemenag. AlQur’an dan Terjemah. Bandung: Hilal. 2010.
Muslim, Imam Abi Husain. Shahih Muslim, Juz 4 Ed. 3. Beirut : Dar
alKutub al-‘Ilmiyah. 2011.
Masyur, Kahar. Sholat Wajib Munut empat Mazhab. Jakarta:PT.Rineka Cipta. 2004.
Sulaiman, Imam al-Hafidz Abi Daud. Sunan Abu Daud, Juz 2. Dar al-
Kutub al-‘Ilmiyah. 1996.