Anda di halaman 1dari 18

A.

KONSEP DEMOKRASI
Secara etimologis penyebutan akan istilah demokrasi pada mulanya berangkat dari
bahasa Yunani, yaitu dengan istilah democratos yang merupakan gabungan dari kata demos
yang artinya rakyat, dan cratos yang artinya kekuasaan atau kedaulatan. Dari gabungan atas
dua pemaknaan tersebut, maka dapat diterjemahkan bahwa demokrasi adalah kedaulatan
rakyat.[1]
Sementara itu secara terminology pengertian demokrasi adalah :
a. Menurut Josefh A. Schmeter, demokrasi adalah suatu perencaan institusional untuk
mencapai keputusan politik dimana individu memperoleh kekuasaan untuk memutuskan
dengan cara perjuangan kompetitif atas suara rakyat.
b. Menurut Philippe C. Schmeter dan Terry Lyn Karl, demokrasi adalah bentuk pemerintahan
dimana pemerintahan di mintai tanggung jawab atas tindakan mereka diwilayah public oleh
warga Negara, yang bertindak secara tidak langsung melalui kompetisi dan kerjasama dengan
para wakil mereka yang telah terpilih.
c. Menurut Henry B. Mayo, demokrasi sebagai system politik adalah dimana kebijaksanaan
umum ditentukan atas dasar mayoritas oleh wakil-wakil yang di awasi secara efektif oleh
rakyat dalam pemilihan berkala yang didasarkan atas prinsip kesamaan politik dan
diselenggarakan dalam suasana terjaminnya kebebasan politik.
Dari pendapat para ahli diatas terdapat pengertian demokrasi adalah rakyat sebagai
pemegang kekuasaan, pembuat dan penentu keputusan dan kebijakan tertinggi dalam
penyelenggaraan Negara dan pemerintah serta mengontrol terhadap pelaksanaan kebijakan,
baik yang dilakukan secara langsung oleh rakyat atau mewakilinya melalui lembaga
perwakilan.
Adapun hakikat dari demokrasi sebagaimana kita pahami terdapat pada makna
pemerintahan dari rakyat, pemerintahan oleh rakyat, dan pemerintahan untuk masyarakat.
Hakikat yang terdapat pada pemerintahan dari rakyat adalah untuk menunjukkan bahwa
dalam Negara demokrasi, keabsahan/legimitasi terhadap siapa yang memerintah (pemerintah)
berasal dari kehendak rakyat. Sementara makna yang dapat di ungkap dari pemrintahanoleh
rakyat adalah bahwa dalam penyelenggaraan pemerintahan yang dilakukan pemerintah
prosesnya diawali oleh rakyat. Sedangkan pemerintahan oleh rakyat terkandung makan
bahwa dalam penyelenggaraan suatu pemerintahan oleh pemerintah adalh harus
dilangsungkan untuk sebesarnya-besarnya bagi kemampuan rakyat.[2]

B. NORMA-NORMA YANG MENDASARI DEMOKRASI


Henry B. Mayo menyatakan bahwa demokrasi itu haruslah didasari oleh beberapa
norma, yakni dengan:
1. Menyelesaikan perselisihan dengan damai dan secara melembaga.
2. Menjamin terselenggaranya perubhan secara damai dalam suatu masyarakat yang sedang
berubah.
3. Menyelenggarakan pergantian pimpinan secara teratur.
4. Membatasi pemakaian kekerasan sampai minimum.
5. Menjamin tegaknya keadilan.
6. Mengakui serta menganggap secara wajar adanya keanekaragaman dalam masyarakat yang
tercermin dalam keanekaragaman pendapat, kepentingan, serta tingkah laku.
Sementara menurut Nurcholis Madjid, yang menjadi pandangan hidup demokrasi
haruslah didasari atas tujuh norma sebagai berikut:
1. Kesadaran atas pluralisme
2. Musyawarah
3. Kerjasama
4. Pemenuhan segi-segi ekonomi
5. Pemufakatan yang jujur dan sehat
6. Pertimbangan moral
7. System pendidikan yang menunjang

C. KOMPONEN-KOMPONEN PENEGAK DEMOKRASI


Tegaknya demokrasi suatu negara sangat bergantung pada komponen-komponen
sebagai berikut :[3]
1. Negara Hukum
Demokrasi suatu negara dapat berdiri, kalau negaranya adalah negara hukum, yakni sebagai
negara yang memberikan perlindungan hukum bagi warga negaranya melalui peradilan yang
bebas dan tidak memihak dan sekaligus juga terdapat jaminan terhadap perlindungan hak
asasi manusia.
2. Pemerintah yang Good Governance
Berdirinya suatu demokrasi sangat perlu ditopang oleh bentuk pemerintahan yang good
governance yang pelaksanaannya dapat dilakukan secara efektif dan efisien, responsif
terhadap kebutuhan rakyat, dalam suasana demokratis, akuntabel serta transparan.
3. Badan Pemegang Kekuasaan Legislatif
Badan pemegang kekuasaan legislatif yang dapat menopang tegaknya demokrasi suatu
negara adalah badan pemegang kekuasaan legislatif yang diisi oleh orang-orang yang
memiliki civil skill yang solid dan tinggi, sebagai contoh DPR RI yang memiliki fungsi
membuat UU, fungsi pengawasan, dan fungsi anggaran, maka para anggota-anggotanya
memang memiliki civil skill dalam ketiga bidang tersebut.

4. Peradilan yang Bebas dan Mandiri


Peran dunia peradilan dalam kaitannya dengan demokrasi juga berada pada peran yang
sentral. Adapun corak dunia peradilan yang dapat menopang tegaknya demokrasi suatu
negara adalah peradilan yang bebas, dalam artian tidak berada/terpengaruh dengan tekanan
dan kepentingan, selain dari pada itu juga harus mandiri, dalam artian tidak dapat diintervensi
oleh pihak manapun.
5. Masyarakat Madani
Masyarakat madani dicirikan dengan masyarakat yang terbuka, masyarakat yang bebas dari
pengaruh kekuasaan dan tekanan negara, masyarakat yang kritis dan berpartisipasi aktif serta
masyarakat agaliter. Masyarakat madani merupakan elemen yang sangat penting dalam
membangun demokrasi. Sebab salah satunya syarat penting bagi demokrasi adalah
terciptanya partisipasi masyarakat dalam proses-proses pengambilan keputusan yang
dilakukan oleh negara atau pemerintahan.
6. Pers yang Bebas dan Bertanggung Jawab
Berkembangnya demokrasi suatu negara sangat perlu dikawal oleh pers yang memang tidak
berada dibawah tekanan penguasa atau pihak manapun dan dalam pemberitaannya senantiasa
dilandasi dengan rasa tanggung jawab kepada masyarakat atau bangsa dengan berdasarkan
kepada fakta-fakta yang dapat dipertanggung jawabkan.
7. Infrastruktur Politik
Infrastruktur politik terdiri dari partai politik dan kelompok gerakan. Menurut Miriam
Budiarjo, partai politik mengemban fungsi sebagai sarana komunikasi politik, sebagai sarana
sosialisasi politik, sebgai sarana rekruitmen kader dan sebagai sarana pengatur konflik.
Keempat fungsi partai politik tersebut merupakan pengejawantahan dari nilai-nilai demokrasi
yaitu adanya partisipasi, kontrol rakyat melalui partai politik terhadap kehidupan kenegaraan
dan pemerintahan serta adanya pelatihan penyelesaian konflik secara damai. Begitu pula
aktivitas yang dilakukan oleh kelompok gerakan dan kelompok penekan yang merupakan
perwujudan adanya kebebasan berorganisasi, kebebasan menyampaikan pendapat dan
melakukan oposisi terhadap negara dan pemerintah. Hal itu merupakan indikator bagi
trgaknya sebuah demokrasi.

D. MODEL-MODEL DEMOKRASI
Jika dipandang dari orientasinya, demokrasi dapat dibedakan atas demokrasi liberal,
demokrasi terpimpin dan demokrasi sosial. Demokrasi liberal merupakan demokrasi yang
menjunjung tinggi kebebasan dan individualisme, sementara demokrasi terpimpin ialah
demokrasi yang dipimpin oleh pimpinan negara, dimana pemimpin negara tersebut
beranggapan bahwa rakyatnya telah mempercayakan kepadanya untuk memimpin demokrasi
di negaranya, sedangkan demokrasi sosial adalah yang begitu menaruh kepedulian yang besar
terhadap keadilan sosial dan egalitarian.
Sementara kalau dipandangdari mekanisme pelaksanaannya, demokrasi dapat
dibedakan atas demokrasi langsung dan demokrasi tidak langsung. Demokrasi dicirikan
dengan penempatan kedaulatan rakyatnya yang dilakukan secara langsung, sedangkan kalau
demokrasi tidak langsung mekanisme penempatan kedaulatan rakyatnya diwakili kepada
lembaga perwakilan negara tersebut.

E. DEMOKRASI INDONESIA
Menurut soekarno dan hatta, demokrasi yang diingin Negara Indonesia yang pada
waktu itu sedang diperjuangkan kemerdekaannya, yakni , bukan demokrasi liberal yang
biasanya memihak golongan yang kuat social ekonominya.[4] Selain itu bung karno
menandaskan bahwa Negara Indonesia tidak di dirikan sebagai tempat merajalelanya kaum
kapitalitas sehingga sehingga kesejahteraan hanya terpusat pada segelintir golongan tertentu.
Indonesia di dirikan untuk menjamin meratanya kesejahteraan seluruh rakyatnya. Negara ini
didirikan juga untuk mewujudkan terjaminnya hak social warga Negara dan tercapainya suatu
demokrasi ekonomi.[5]
Demokrasi Indonesia adalah kedaulatan rakyat sebagaimana yang tercantum pada
pasal 1 ayat (2) aamandemen ketiga UUD 1945. Kedaulatan dalam kerangka Indonesia
menurut bung karno:[6]
“……, bahwa kedaulatan ada pada rakyat. Segala hokum (rech, peraturan-peraturan
negeri) haruslah bersadar pada perasaan keadilan dan kebenaran yang hidup dalam hati rakyat
yang banyak, dan aturan penghidupan haruslah sempurna dan berbahagia bagi rakyat kalau ia
beralaskan kedaulatan rakyat.”
Hatta bukan hanya membayangkan rakyat yang berdaulat, tetapi juga rakyat yang
bertanggung jawab, yaitu tanggung jawab untuk menjaga kehidupan bersama. Deemokrasi
Indonesia merupakan suatu demokrasi yang utuh bagi Indonesia, yaitu demokrasi dibidang
politik dan ekonomi yang tidak mengandung paham individualisme. Demokrasi yang utuh
bagi Indonesia diartikan pula bung hatta sebagai demokrasi yang disesuaikann dengan tradisi
masyarakat asli Indonesia yakni demokrasi yang menjunjung nilai kebersamaan dan
kekeluargaan.[7]
Sifat demokrasi masyarakat asli bersumber dri semangat kebersamaan dan
kekeluargaan yang hidup dalam hati sanubari setiap anggota masyarakat asli ini, dimana
kehidupan seseorang dianggap sebagai bagian dari kehidupan masyarakat secara keseluruhan.
Manifestasi dari ciri kebersamaan dan kekeluargaan ini adalah tradisi melaksakan rapat dan
musyawarah untuk mengatasi suatu permasalahan, yang diikui pengambilan keputusan secara
mufakat. Selain itu juga dimanifestasikan dalam bentuk tradisi tolong-menolong dalam
menjalani kehidupan sehari-hari, kebiasaan melakukan protes terhadap kebijakan penguasa
yang dianggap tidak adil dan kebiasaan menyingkir dari wilayah kekuasaan penguasa
yangdianggap lalim. Semua ciri kehidupan Indonesia tersebut, dijadikan sendi untuk
mengembangkan tatanan demokrasi dalam Indonesia merdeka. [8]
Menurut Harjono[9], dalam konteks kedaulatan rakyat ini, ada dua hal yang harus
dibedakan; kedaulatan yang masih berada ditangan rakyat dan kedaulatan yang telah
dilimpahkan kepada atau dilaksanakan dalam kerangka undang-undang dasar. Sebagai sebuah
potensi ,” kedaulatan yang berada ditangan rakyat” masih tetap eksis dalam genggaman
rakyat. Seraya kedaulatan dilaksanakan oleh lembaga-lembaga Negara, maka lembaga-
lembaga Negara trsebut tidak boleh melaksanakan kedaulatan rakyat itu tanpa batas. Batas-
batasnya ditentukan oleh UUD. Dengan demikian, demokrasi berjala berdasarkan atas
hokum. Selain itu terdapat dimensi lan dari kedaulatan rakyat dalam ketentuan pasal 1 ayat
(2) amandemen ketiga UUD 1945. Mengacu pada ketentuan tersebut, dikenal dua macam
kedaulatan : pertama,kedaulatan langsung dimana rakyat melakukan secara langsung
kadaulatannya. Kedua,kedaulatan yang dilakukan oleh badan-badan perwakilan. Terkait
kedaulatan langsung, dalam UUD telah diatur soal pemilihan umum (PEMILU). Pemilu
adalah wujud kedaulatan rakyat yang dilakukan secara langsung. Dalam pemilu rakyat
memilih anggota DPR/DPRD, DPD, dan juga presiden dan wakil presiden. Setelah
dilaksanakan secara langsng, proses berikutnya, menurut konstitusi, kedaulatan dilakukan
oleh bdan perwakilan.
Sementara bila dihubungkan dengan filsafat bangsa Indonesia, pada hakekatnya
demokrasi Negara inonesia itu merupakan demokrasi yang dijiwai dan diintregasikan dengan
sila-sila yang terkandung dalam pancasila sebagai dasar Negara. Hal itu bahwa hak-hak
demokrasi haruslah selalu disertai dengan rasa tanggung jawab kepada Tuhan Yang Maha
Esa, haruslah menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan sesuai dengan harkat dan martabat
manusia, haruslah menjamin dan mempersatukan bangsa, dan haruslah pula dimanfaatkan
untuk mewujudkan keadilan social.
F. PERKEMBANGAN DEMOKRASI DI INDONESIA
Semenjak dikeluarkannya maklumat wakil presiden No. X 3 november 1945, yang
menganjurkan pembentukan partai-partai politik, perkembangan demokrasi dalam masa
revolusi dan demokrasi pearlementer dicirikan oleh distribusi kekuasaan yang khas. Presiden
Soekarno ditempatkan sebagai pemilik kekuasaan simbolik dan ceremonial, sementara
kekuasaan pemerintah yang riil dimiliki oleh Perdana Menteri, Kabinet dan, Parlemen. Partai
politik memainkan peranan sentral dalam kehidupan politik dan proses pemerintahan.
Kompetisi antar kekuatan dan kepentingan politik mengalami masa keleluasaan yang terbesar
sepanjang sejarah Indonesia merdeka. Pergulatan politik ditandai oleh tarik menarik antara
partai di dalam lingkaran kekuasaan dengan kekuatan politik di luar lingkungan
kekuasaan, pihak kedua mncoba menarik pihak pertama ke luar dari lingkungan kekuasaan.
Kegiatan partisipasi politik di masa ini berjalan dengan hingar bingar, terutama
melalui saluran partai politik yang mengakomodasikan ideologi dan nilai primordialisme
yang tumbuh di tengah masyarakat, namun hanya melibatkan segelintir elit politik. Dalam
masa ini yang dikecewakan dari Soekarno adalah masalah presiden yang hanya sebagai
simbolik semata begitu juga peran militer.
Akhirnya massa ini mengalami kehancuran setelah mengalami perpecahan antar elit
dan antar partai politik di satu sisi, serta di sisi lain akibat adanya sikap Soekarno dan militer
mengenai demokrasi yang dijalankan. Perpecahan antar elit politik ini diperparah dengan
konflik tersembunyi antar kekuatan parpol dengan Soekarno dan militer, serta adanya
ketidakmampuan setiap kabinet dalam merealisasikan programnya dan mengatasi potensi
perpecahan regional ini mengindikasikan krisis integral dan stabilitas yang parah. Keadaan
ini dimanfaatkan oleh Soekarno untuk merealisasikan nasionalis ekonomi, dan
diberlakukanya UU Darurat pada tahun 1957, maka sebuah masa demokrasi terpimpin kini
telah mulai.
Periode demokrasi terpimpin ini secara dini dimulai dengan terbentuknya Zaken
Kabinet pimpinan Ir. Juanda pada 9 April 1957, dan menjadi tegas setelah Dekrit Presiden 5
Juli 1959. Kekuasaan menjadi tersentral di tangan presiden, dan secra signifikan diimbangi
dengan peran PKI dan Angkatan Darat. Kekuatan-kekuatan Suprastruktur dan
infrastruktur politik dikendalikan secara hampir penuh oleh presiden. Dengan ambisi yang
besar PKI mulai menmperluas kekuatannya sehingga terjadi kudeta oleh PKI yang akhirnya
gagal di penghujung September 1965, kemudian mulailah pada massa orde baru.
Dari uraian diatas dapat di simpulkan, antara lain:

a. Stabilitas pemerintah dalam 20 tahun bereda dalam kedaan memprihatinkan.


Mengalami 25 pergantian kabinet, 20 kali pergantian kekuasaan eksekutif dengan
rata-rata satu kali pergantian setiap tahun.

b. Stabilitas politik sevara umum memprihatinkan. Ditandai dengan kuantitas konflik politik
yang amat tinggi. Konflik yang bersifat ideologis dan primordial dalam masa 20 tahun pasca
merdeka.
c. Krisis ekonomi. Dalam masa demokrasi parlementer krisis dikarenakan karena kabinet tidak
sempat untuk merealisasika program ekonomi karena pergantian kekuasaan yang sering
terjadi. Masa demokrasi terpimpin mengalami krisis ekonomi karena kegandrungannya
terhadap revolusi serta urusan internasional sehingga kurangnya perhatian disektor ekonomi.
d. Perangkat kelembagaan yang memprihatinkan. Ketidaksiapan aparatur pemerintah dalam
proses politik menjaadikan birokrasi tidak terurus.

1. Perkembangan Demokrasi Masa Revolusi Kemerdekaan.


Implementasi demokrasi pada masa pemerintahan revolusi kemerdekaan baru
terbatas pada interaksi politik diparlemen dan berfungsinya pers yang mendukung revolusi
kemerdekaan. Meskipun tidak banyak catatan sejarah yang menyangkut perkembangan
demokrasi pada periode ini, akan tetapi pada periode tersebut telah diletakkan hal-hal
mendasar. Pertama, pemberian hak-hak politik secara menyeluruh. Kedua, presiden yang
secara konstitusional ada kemungkinan untuk menjadi dictator. Ketiga, dengan maklumat
Wakil Presiden, maka dimungkinkan terbentuknya sejumlah partai politik yang kemudian
menjadi peletak dasar bagi system kepartaian di Indonesia untuk masa-masa selanjutnya
dalam sejarah kehidupan politik kita.
2. Perkembangan demokrasi parlementer (1945-1959)
Periode kedua pemerintahan negara Indonesia adalah tahun 1950 sampai 1959,
dengan menggunakan UUD Sementara (UUDS) sebagai landasan konstitusionalnya. Pada
masa ini adalah masa kejayaan demokrasi di Indonesia, karena hampir semua elemen
demokrasi dapat ditemukan dalam perwujudan kehidupan politik di Indonesia. Lembaga
perwakilan rakyat atau parlemen memainkan peranan yang sangat tinggi dalam proses politik
yang berjalan. Perwujudan kekuasaan parlemen ini diperlihatkan dengan adanya sejumlah
mosi tidak percaya kepad pihak pemerintah yang mengakibatkan kabinet harus meletakkan
jabatannya. Sejumlah kasus jatuhnya kabinet dalam periode ini merupakan contoh
konkret dari tingginya akuntabilitas pemegang jabatan dan politisi. Ada hampir 40 partai
yang terbentuk dengan tingkat otonomi yang tinggi dalam proses rekruitmen baik pengurus,
atau pimpinan partainya maupun para pendukungnya.
Demokrasi parlementer gagal karena (1) dominannya politik aliran, sehingga
membawa konsekuensi terhadap pengelolaan konflik; (2) basis sosial ekonomi yang masih
sangat lemah;(3) persamaan kepentingan antara presiden Soekarno dengan kalangan
Angkatan Darat, yang sama-sama tidak senang dengan proses politik yang berjalan.
3. Perkembangan Demokrasi Terpimpin (1959-1965)
Sejak berakhirnya pemillihan umum 1955, presiden Soekarno sudah menunjukkan
gejala ketidaksenangannya kepada partai-partai politik. Hal itu terjadi karena partai politik
sangat orientasi pada kepentingan ideologinya sendiri dan dan kurang memperhatikan
kepentingan politik nasional secara menyeluruh.disamping itu Soekarno melontarkan gagasan
bahwa demokrasi parlementer tidak sesuai dengan kepribadian bangsa indonesia yang dijiwai
oleh semangat kekeluargaan dan gotong royong.
Politik pada masa ini diwarnai oleh tolak ukur yang sangat kuat antara ketiga
kekuatan politik yang utama pada waktu itu, yaitu: presiden Soekarno, Partai Komunis
Indonesia, dan Angkatan Darat. Karakteristik yang utama dari demokrasi terpimpin adalah:
menggabungkan sistem kepartaian, dengan terbentuknya DPR-GR peranan lembaga
legislatif dalam sistem politik nasionall menjadi sedemikian lemah, Basic Human Right
menjadi sangat lemah, masa demokrasi terpimpin adalah masa puncak dari semnagt anti
kebebasan pers, sentralisasi kekuasaan semakin dominan dalam proses hubungan antara
pemerintah pusat dengan pemerintah daerah.
Pandangan A. Syafi’i Ma’arif, demokrasi terpimpin sebenarnya ingin menempatkan
Soekarno seagai “Ayah” dalam famili besar yang bernama Indonesia dengan kekuasaan
terpusat berada di tangannya. Dengan demikian, kekeliruan yang besar dalam Demokrasi
Terpimpin Soekarno adalah adanya pengingkaran terhadap nilai-nilai demokrasi yaitu
absolutisme dan terpusatnya kekuasaan hanya pada diri pemimpin. Selain itu, tidak ada ruang
kontrol sosial dan check and balance dari legislatif terhadap eksekutif.

4. Perkembangan Demokrasi dalam Pemerintahan Orde Baru

Wajah demokrasi mengalami pasang surut sejalan dengan perkembangan tingkat ekonomi,
poltik dan, ideologi sesaat atau temporer. Tahun-tahun awal pemerintahan Orde
Baru ditandai oleh adanya kebebasan politik yang besar. Presiden Soeharto yang
menggantikan Ir. Soekarno sebagai Presiden ke-2 RI dan menerapkan model Demokrasi yang
berbeda lagi, yaitu dinamakan Demokrasi Pancasila (Orba), untuk menegaskan klaim
bahwasanya model demokrasi inilah yang sesungguhnya sesuai dengan ideologi negara
Pancasila. Dalam masa yang tidak lebih dari tiga tahun ini, kekuasaan seolah-olah akan
didistribusikan kepada kekuatan masyarakatan. Oleh karena itu pada kalangan elit perkotaan
dan organisasi sosial politik yang siap menyambut pemilu 1971, tumbuh gairah besar untuk
berpartisipasi mendukung program-program pembaruan pemerintahan baru.
Perkembangan yang terlihat adalah semakin lebarnya kesenjangan antara kekuasaan
negara dengan masyarakat. Negara Orde Baru mewujudkan dirinya sebagai kekuatan yang
kuat dan relatif otonom, dan sementara masyarakat semakin teralienasi dari lingkungan
kekuasaan danproses formulasi kebijakan. Kedaan ini adalah dampak dari (1) kemenangan
mutlak dari kemenangan Golkar dalam pemilu yang memberi legitimasi politik yangkuat
kepada negara; (2) dijalankannya regulasi-regulasi politik semacam birokratisasai,
depolitisasai, dan institusionalisasi; (3) dipakai pendekatan keamanan; (4) intervensi negara
terhadap perekonomian dan pasar yang memberikan keleluasaan kepda negara untuk
mengakumulasikan modal dan kekuatan ekonomi; (5) tersedianya sumber biaya
pembangunan, baik dari eksploitasi minyak bumi dan gas serta dari komoditas nonmigas dan
pajak domestik, mauppun yang berasal dari bantuan luar negeri, dan akhirnya (6) sukses
negara orde baru dalam menjalankan kebijakan pemenuhan kebutuhan pokok rakya sehingga
menyumbat gejolak masyarakat yang potensinya muncul karena sebab struktural.
Pemberontakan G-30-S/PKI merupaka titik kulminasi dari pertarungan atau tarik tambang
politik antara Soekarno, Angkatan Darat, dan Partai Komunisme Indonesia. Ciri-ciri
demokrasi pada periode Orde Lama antara lain presiden sangat mendominasi pemerintahan,
terbatasnya peran partai politik, berkembangnya pengaruh komunis, dan meluasnya peranan
ABRI sebagai unsur sosial politik. Menurut M. Rusli Karim, rezim Orde Baru ditandai oleh;
dominannya peranan ABRI, birokratisasi dan sentralisasi pengambilan keputusan politik,
pembatasan peran dan fungsi partai politik, campur tangan pemerintah dalam persoalan partai
politik dan publik, masa mengambang, monolitisasi ideologi negara, dan inkorporasi lembaga
nonpemerintah. Beberapa karakteristik pada masa orde baru antara lain: Pertama, rotasi
kekuasaan eksekutif boleh dikatakan hamper ridak pernah terjadi. Kedua, rekruitmen politik
bersifat tertutup. Ketiga, PemilihanUmum. Keempat, pelaksanaan hak dasar warga Negara.

5. Perkembangan Demokrasi Pada Masa Reformasi (1998 Sampai Dengan


Sekarang).

Sejak runtuhnya Orde Baru yang bersamaan waktunya dengan lengsernya Presiden Soeharto,
maka NKRI memasuki suasana kehidupan kenegaraan yang baru, sebagai hasil dari kebijakan
reformasi yang dijalankan terhadap hampir semua aspek kehidupan masyarakat dan negara
yang berlaku sebelumnya. Kebijakan reformasi ini berpuncak dengan di amandemennya
UUD 1945 (bagian Batangtubuhnya) karena dianggap sebagai sumber utama kegagalan
tataan kehidupan kenegaraan di era Orde Baru.
Amandemen UUD 1945, terutama yang berkaitan dengan kelembagaan negara, khususnya
laginya perubahan terhadap aspek pembagian kekuasaan dan aspek sifat hubungan antar
lembaga-lembaga negaranya, dengan sendirinya mengakibatkan terjadinya perubahan
terhadap model demokrasi yang dilaksana-kan dibandingkan dengan model Demokrasi
Pancasila di era Orde Baru. Dalam masa pemerintahan Habibie inilah muncul beberapa
indikator kedemokrasian di Indonesia. Pertama, diberikannya ruang kebebasan pers sebagai
ruang publik untuk berpartisipasi dalam kebangsaan dan kenegaraan. Kedua, diberlakunya
system multi partai dalam pemilu tahun 1999.
Demokrasi yang diterapkan Negara kita pada era reformasi ini adalah demokresi Pancasila,
tentu saja dengan karakteristik tang berbeda dengan orde baru dan sedikit mirip dengan
demokrasi perlementer tahun 1950-1959. Pertama, Pemilu yang dilaksanakan (1999-2004)
jauh lebih demokratis dari yang sebelumnya. Kedua, ritasi kekuasaan dilaksanakan dari mulai
pemerintahan pusat sampi pada tingkat desa. Ketiga, pola rekruitmen politik untuk pengisian
jabatan politik dilakukan secara terbuka. Keempat, sebagian besar hak dasar bisa terjamin
seperti adanya kebebasan menyatakan pendapat.[10]
G. PEMILIHAN UMUM (PEMILU)
Pemilihan umum merupakan perwujudan atas kedaulatan rakyat dan demokrasi untuk
menentukan wakil-wakil rakyat yang akan duduk pada lembaga perwakilan rakyat dann juga
memilih yang akan memimpin pemerintahan (eksekutif) setempat.
Rakyat sebagai anggota dari suatu Negara berperan sebagagai penentu perolehan
suara. Dalam sistem pemilihan mekanisini dapat dilaksankan dua sistem yakni:
1. Sistem pemilihan distrik
2. Sistem pemilihan proporsional
Dalam sistem pemilihan distrik, wilayah suatu Negara dibgi-bagi atas distrik-distrik
atas pemilihan yang jumlahnya sama dengan jumlah kursi yang tersedia di legislatif untuk
diperebutkan dalam suatu pemilihan umum. Wakil dari setiap distrik hanyalah salah satu
orang. Sebagai contoh misalnya dalam suatu distrik yang memiliki jumlah penduduk
300.000 orang terdapat enam orang calon dan dari hasil pemilihan menunjukkan angka
sebagai berikut:
O memperoleh 90.000 suara
P memperoleh 70.000 suara
Q memperoleh 65.000 suara
R memperoleh 40.000 suara
S memperoleh 35.000 suara
Dari hitungan tersebut maka si O yang terpilih, karena memperoleh suara terbanyak
dengan 90.000 suara, yang artinya memperoleh 30% suara dari suara yang ada.[11]
Dalam sistem pemilihan proporsional kursi yang terdapat pada legislatif pusat
diperebutkan pda suatu pemiliohan umum sebagaimana berimbangan suara yang diperoleh
masing-masaing partai. Dalam penggunaan sistem ini, wilayah negara terbagi atas sejumlah
daerah pemilihan dimana kursi yang diperebutkan untuk legislatif pusat dibagi kedalam
daerah-daerah pemilihan sesuai dengan jumlah penduduk dari pemilihan tersebut.[12]
Kelemahan sistem proporsional terletak pada jarang dikenalnya calon-calon terpilih
oleh pemilih karena yang menentukan calon di suatu daerah pemilihan adalah pimpinan pusat
partai politik peserta pemilih. Partai politik akan mengeluarkan daftar calon mulai dari nomor
urut satu dan seterusnya. Jika suara yang dibutuhkan mencapai jumlah untuk satu wakil,
maka calon terpilih adalah calon nomor satu dan kalau cukup untuk dua maka calon terpilih
berikutnya adalah calon nomor dua dan seterusnya. Dengan demikian yang ditawarkan
pemilu adalah progam partai bukan program calon. Selain itu kelemahan sistem ini biasanya
berjalan lebih lambat dan memerlukan organisasi yang besar.[13]

H. PEMILIHAN UMUM (PEMILU) DI INDONESIA


Negara Indonesia adalah negara yang berkedaulatan rakyat sebagai muaranya
berangkat dari undang-undang dasar 1945 alinea ke 4 yang menyebutkan bahwa “Maka
disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dan suiatu Undang-Undang dasar negara
Indonesia yang terbentuk dalam suatu sususnan republik Indonesia yang berkedaulatan
rakyat”. Kemudian pengakuan akan konsep kedaulatan di Inonesia tersebut diteruskan pasal
dua ayat satu amandemen ke tiga Undang-Undang Dasar 1945 yang menyatakan bahwa
“kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut undang-undang dasar”.
Selanjutnya pesan kedaulatan rakyat yang terkandung dalam alinea ke empat dan pasal dua
ayat satu amandemen ke tiga UUD 1945 itu ditangkap oleh pasal 22 E amandemen ke tiga
UUD 1945 dalam wujud pemilihan umum yang menyatakan bahwa:
1. Pemilihan umum dilaksanakan secara langsung umum, bebas, rahasia, jujur, dan
adil setiap 5 tahun sekali.
2. Pemilihan umum diselenggarakan untuk memilih anggota DPR, DPD, Presiden
dan Wakil Presiden, dan DPRD.
3. Peserta pemilihan umum untuk memilih anggota DPR dan anggota DPRD adalah
partai politik.
4. Peserta pemilihan umum untuk memilih anggota DPD adalah perseorangan.
5. Pemilihan umum diselenggarakan oleh suatu komisi pemilihan umum yang
bersifat nasional, tetap, dan mandiri.
6. Ketentuan lebih lanjut tentang pemilihan umum diatur dengan undang-undang.[14]

a) Pemilihan Umum Untuk Memilih Anggota DPR, DPD, Dan DPRD


Berdasarkan pasal 5 ayat (1) UU No. 8 Tahun 2012, pemilihan umum untuk memilih
anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota dilaksanakan dengan sistem
proporsional terbuka.[15] Tujuan dari pelaksanaan sistem proporsional terbuka ini adalah
untuk menghasilkan lembaga perwakilan dimana proporsi kursi yang dimenangkan oleh tiap
parpol mencerminkan proporsi total suara yang didapatkan setiap parpol.[16]
Adapun untuk jumlah kursi anggota DPR sebagaimana ditetapkan pasal 21 Undang-
undang No. 8 tahun 2012 adalah sebanyak 560 (lima ratus enam puluh). Daerah pemilihan
anggota DPR adalah provinsi kabupaten/kota, atau gabungan kabupaten/kota (pasal 22 ayat 1
Undang-Undang No. 8 Tahun 2012). Jumlah kursi setiap daerah pemilihan kursi anggota
DPR paling sedikit 3 (tiga) dan paling banyak 10 (sepuluh) kursi (pasal 22 Ayat (2) UU No. 8
Tahun 2012), yang ketetapan secara detailnya untuk setiap provinsi, kabupaten/kota, atau
gabungan kabupaten/kota terdapat pada lampiran UU No. 8 Tahun 2012 tersebut.
Sementara untuk jumlah kursi anggota DPRD provinsi ditetapkan paling sedikit 35
(tiga puluh lima) dan paling banyak 100 (seratus) kursi (pasal 23 ayat (1) UU No.8 Tahun
2012).[17]
Untuk jumlah kursi DPRD kabupaten/Kopta ditetapkan 20 (dua puluh) kursi dan
paling banyak 50 (lima puluh) kursi pasal 26 ayat 1 UU No. 8 Tahun 2012). Daerah
pemilihan anggota DPRD kabupaten/kota adalah kecamatan, atau gabungan kecamatan. (2)
jumlah kursi setiap daerah pemilihan anggota DPRD kabupaten/kota paling sedikit 3 (tiga)
kursi dan paling banyak 12 (dua belas) kursi (pasal 27 ayat (1) dan (2) Undang-Undang No. 8
Tahun 2012).
Peserta pemilu memilih anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD provinsi, dan
DPRD Kabupaten/Kota adalah partai politik (Pasal 7 UU No. 8 Tahun 2012). Partai politik
peserta pemilu pada pemilu terakhir yang memenuhi ambang batas perolehan suara dari
jumlah suara sah secara nasional ditetapkan sebagai partai politik peserta pemilu pada pemilu
berikutnya (pasal 8 ayat (1) Uahun 2012). Sementara terhadap keberadaan partai politik yang
tidak memenuhi ambang batas perolehan suara pada pemilu sebelumnya atau partai politik
baru dapat menjadi peserta pemilu setelah memenuhi persyaratan:
a. Berstatus badan hukum sesuai dengan UU tentang partai politik
b. Memiliki kepengurusan di seluruh Provinsi
c. Memiliki kepengurusan di 75% ( tujuh lima persen) jumlah Kabupaten/Kota di
Provinsi yang bersangkutan
d. Memiliki kepengurusan di 50% (lima puluh persen) jumlah Kecamatan di
Kabupaten/Kota yang bersangkutan
e. Menyertakan sekurang-kurangnya 30% (tiga puluh persen) keterwakilan
perempuan pada kepengurusan partai politik tingkat pusat
f. Memiliki anggota sekurang-kurangnya 1.000 (seribu) orang atau 1/1.000
(perseribu) dari jumlah penduduk pada kepengurusan partai politik yang dibuktikan dengan
kepemilikan kartu tanda anggota.
g. Mempunyai kantor tetap untuk kepengurusan pada tingkat pusat, provinsi, dan
kabupaten/kota sampai tahapan terakhir pemilu
h. Mengajukan nama, lambang, dan tanda gambar partai politik kepada KPU
i. Menyerahkan nomor rekening dana kampanye pemilu atas nama partai politik
kepada KPU (Pasal 8 ayat (2) UU No. 8 Tahun 2012)
Sedangkan untuk pemilihan umum untuk memilih anggota DPD dilaksanakan dengan
sistem distrik. Sebagaimana yang digariskan oleh pasal 22 E ayat (4), peserta pemilihan
umum untuk memilih anggota DPD adalah perseorangan. Untuk jumlah kursi anggota DPD
yang dialokasikan untuk setiap provinsi ditetapkan 4 (empat) kursi (Pasal 30 UU No. 8 Tahun
2012). Daerah pemilihan untuk DPD adalah provinsi (Pasal 31 UU No. 8 Tahun 2012).

b). Pemilihan Umum untuk Memilih Presiden dan Wakil Presiden


secara konstitusional saat ini untuk pemilihan presiden dan wakil presiden telah
dilakukan secara langsung oleh rakyat, yang mana untuk pasangan calon presiden dan wakil
presiden tersebut diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilihan
umum sebelum pelaksanaan pemilihan umum (Pasal 6 A ayat (1) dan (2) amandemen ketiga
UUD 1945).[18]
Adapun untuk aturan lebih lanjut secara teknisnya untuk pelaksanaan pemilihan
umum presiden dan wakil presiden saat ini diatur oleh UU No. 42 Tahun 2008. Pemilihan
umum presiden dan wakil presiden ini merupakan satu rangkaian dalam pemilihan umum
untuk memilih anggota DPR, DPD, dan DPRD yang dilaksanakan setiap lima tahun sekali.
Komisi pemilihan umum sebagai penyelelenggara pemilihan umum untuk memilih anggota
DPR, DPD, DPRD adalah juga sebagai penyelenggara pemilihan umum presiden dan wakil
presiden.
Berdasarkan pasal 9 UU No. 42 Tahun 2008, pasagan calon presiden dan wakil
presiden haruslah diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilihan
umu yang memenuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20% (dua puluh persen) dari
jumlah kursi DPR atau memperoleh 25% (dua lima persen) dari suara sah nasional dalam
pemilu anggota DPR, sebelum pelaksaan pemilu presiden dan wakil presiden.
Dalam hal pasangan calon presiden dan wakil presiden yang mendapat suara lebih
dari lima puluh persen dari jumlah suara dalam pemilihan umumdengan sedikitnya dua puluh
persen suara di setiap provinsi yang tersebar di lebih setengah jumlah provinsi di
indonesia, dilantik menjadi presiden dan wakil presiden ( Pasal 6A ayat (3) amandemen
ketiga UUD 1945). Sementara dalam hal tidak ada pasangan calon presiden dan wakil
presiden terpilih dengan perhitungan pada pasal 6A ayat (3) tersebut, dua pasangan yang
memperoleh suara terbanyak pertama dan kedua dalam pemilihan umum dipilih oleh rakyat
secara langsung dan pasangan memperoleh suara terbanyak dilantik dilantik sebagai presiden
dan wakil presiden (Pasal 6A ayat (4) amandemen Keempat UUD 1945).
Sementara perolehan terbanyak dengan jumlah yang sama oleh tiga pasangan calon
atau lebih, penentuan peringkat pertamadan kedua dilakukan berdasarkan pesebaran wilayah
perolehan suara yang lebih luas secara berjenjang dan dalam hal perolehan suara terbanyak
kedua dengan jumlah yang sama diperoleh lebih dari satu pasangan calon, penentuannya
dilakukan berdasarkan pesebaran wilayah perolehan suara yang lebih luas secara berjenjang
(Pasal 159 ayat (4) dan (5) UU No, 242 tahun 2008).
I. PEMILIHAN KEPALA DAERAH (PILKADA)
Pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah ini diselenggarakan oleh KPUD
secara demokratis berdasarkan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil.[19]
Pasangan calon kepala daerah diajukan oleh partai politik atau gabungan partai politik yang
telah memenuhi syarat sekurang-kurangnya lima belas persen dari jumlah kursi DPRD atau
lima belas persen dari akumulasi perolehan sah dalam pemilihan umum anggota DPRD di
daerah yang bersangkutan (Pasal 59 ayat (1) dan (2) UU No. 32 Tahun 2004). Untuk kepala
daerah dan/atau wakil kepala daeah yang dicalonkan oleh partai politik atau gabungan partai
politik menjadi calon kepala daerah harus menjalani cuti di luar tanggungan negara pada saat
melaksanakan kampanye (Pasal 40 PP No. 25 Tahun 2007).
Pasangan calon kepala daerah yang memperoleh suara lebih dari lima puluh persen
suara sah ditetapkan sebagai pasangan calon terpilih. Apabila ketentuan lima puluh persen
tidak terpenuhi, pasangan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah yang memperoleh
suara dari dua puluh lima persen dari jumlah suara sah, pasangan calon yang perolehan
suaranya terbesar ditetapkan sebagai pasangan calon terpilih. Sementara dalam hal pasangan
calon yang memperoleh suara terbesar dimiliki oleh lebih dari satu pasangan calon yang
perolehan suaranya sama, maka untuk penentuan calon terpilih dilakukan berdasarkan
perolehan wilayah suara yang lebih luas. Sedangkan apabila tidak terdapat pasangan calon
yang memenuhi dua puluh lima persen dari jumlah suara sah, maka dilakukan pemilihan
putaran kedua yang diikuti oleh pemenang pertama dan kedua. Pasangan kepala daerah dan
wakil kepala daerah yang memperoleh suara terbanyak pada putaran kedua ditetapkan
sebagai pasangan calon terpilih (Pasal 95 PP No. 6 Tahun 2005 tentang pemilihan,
pengesahan, pengangkatan, dan pemberhentiankepala daerah dan wakil kepala daerah).

BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
1. demokrasi adalah rakyat sebagai pemegang kekuasaan, pembuat dan penentu keputusan dan
kebijakan tertinggi dalam penyelenggaraan Negara dan pemerintah serta mengontrol terhadap
pelaksanaan kebijakan, baik yang dilakukan secara langsung oleh rakyat atau mewakilinya
melalui lembaga perwakilan.
2. Henry B. Mayo menyatakan bahwa demokrasi itu haruslah didasari oleh beberapa norma,
yakni dengan: Menyelesaikan perselisihan dengan damai dan secara melembaga, Menjamin
terselenggaranya perubhan secara damai dalam suatu masyarakat yang sedang berubah,
Menyelenggarakan pergantian pimpinan secara teratur.
3. Tegaknya demokrasi suatu negara sangat bergantung pada komponen-komponen sebagai
berikut : Negara hukum, Pemerintah yang Good Governance, Badan Pemegang Kekuasaan
Legislatif, Peradilan yang Bebas dan Mandiri, Masyarakat Madani, Pers yang Bebas dan
Bertanggung Jawab, Infrastruktur Politik
4. Jika dipandang dari orientasinya, demokrasi dapat dibedakan atas demokrasi liberal,
Sementara kalau dipandangdari mekanisme pelaksanaannya, demokrasi dapat dibedakan atas
demokrasi langsung dan demokrasi tidak langsung.
5. Menurut soekarno dan hatta, demokrasi yang diingin Negara Indonesia yang pada waktu itu
sedang diperjuangkan kemerdekaannya, yakni , bukan demokrasi liberal yang biasanya
memihak golongan yang kuat social ekonominya.
6. Semenjak dikeluarkannya maklumat wakil presiden No. X 3 november 1945, yang
menganjurkan pembentukan partai-partai politik, perkembangan demokrasi dalam masa
revolusi dan demokrasi pearlementer dicirikan oleh distribusi kekuasaan yang khas.
7. Pemilihan umum merupakan perwujudan atas kedaulatan rakyat dan demokrasi untuk
menentukan wakil-wakil rakyat yang akan duduk pada lembaga perwakilan rakyat dann juga
memilih yang akan memimpin pemerintahan (eksekutif) setempat.
8. Negara Indonesia adalah negara yang berkedaulatan rakyat sebagai muaranya berangkat dari
undang-undang dasar 1945 alinea ke 4 yang menyebutkan bahwa “Maka disusunlah
kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dan suiatu Undang-Undang dasar negara Indonesia
yang terbentuk dalam suatu sususnan republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat”.
9. Pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah ini diselenggarakan oleh KPUD secara
demokratis berdasarkan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil.

C. SARAN
Demikianlah pembahasan mengenai Konsepsi Demokrasi dan Demokrasi Indonesia.
Sebuah peribahasa mengatakan “tak ada gading yang tak retak”. Begitu juga dengan makalah
yang kami buat ini, tidak menutup kemungkinan banyak terjadi kesalahan dalam tatanan
bahasa maupun dari segi materi yang diangkat oleh kami sebagai penulis. Oleh karena itu
kritik dan saran sangat diharapkan agar dapat membangun serta memperbaiki makalah ini
sehingga bisa lebih baik dari sebelumnya. Demikian makalah yang dapat kami sajikan. Kami
memohon maaf apabila dalam menyajikan materi yang ada pada makalah ini terdapat
kesalahan ataupun kecacatan.

DAFTAR RUJUKAN
Erwin, Muhammad. 2010. Pendidikan Kewarganegaraan Republic Indonesia. Bandung: PT
Refika Aditma.
MD, Moh. Mahfud. 1999. Hukum dan pilar-pilar Demokrasi. GAMA Media, Yogyakarta
Harjono. 2008. Konstitusi sebagai Rumah Bangsa, Sekretariat Jendral dan Kepaniteraan,
Jakarta
Suleman, Zulfikri. 2010. Demokrasi untuk Indonesia (pemikiran politik bung hatta), Jakarta:
kompas
Khilma Latifiarni. Perkembangan Demokrasi di Indonesia. dalam
https://tifiacerdikia.wordpress.com/lecture/lecture-1/ilmu-kewarganegaraan/perkembangan-
demokrasi-di-indonesia

[1] Muhammad Erwin, Pendidikan Kewarganegaraan Republic Indonesia, (Bandung: PT


Refika Aditma, 2010), hal. 129
[2] Ibid…,
[3] Ibid..., hal. 132-133
[4] Moh. Mahfud MD, Hukum dan Pilar-pilar Demokrasi, (GAMA Media: Yogyakarta,
1999), hal.37.
[5] Harjono, konstitusi sebagai Rumah Bangsa, (Sekretariat jendral dan kepaniteraan: Jakarta,
2008), hal.7.
[6] Zulfikri suleman, Demokrasi untuk Indonesia, (Penerbit Buku Kompas: Jakarta, 2010),
hal. 198-199.
[7] Ibid.,hal. 182.
[8] Ibid.,hal. 190-191.
[9] Harjono, konstitusi sebagai Rumah Bangsa hal.60.
[10] Khilma Latifiarni, Perkembangan Demokrasi di Indonesia, dalam
https://tifiacerdikia.wordpress.com/lecture/lecture-1/ilmu-kewarganegaraan/perkembangan-
demokrasi-di-indonesia/, di unduh, jumat, 1 Mei 2015 pukul.9.11 wib.
[11] Muhamad Erwin, Pendidikan Kewarganegaraan Republik Indonesia, (Bandung; Refika

Aditama, 2013), hal. 141.


[12] Ibid.,
[13] Ibid., hal. 142.
[14] Ibid., hal. 141-142.
[15] Ibid.,
[16] Ibid.,
[17] Ibid.,
[18] Ibid..., hal. 146
[19] Ibid..., hal. 147

Anda mungkin juga menyukai