Anda di halaman 1dari 3

Satu Anak Tangga Menuju Langit

(Oleh: Gita Cahyani)

(Maba Sistem Komputer Unsri 2019)

Bukan ilmu yang seharusnya mendatangimu, tapi kamu yang seharusnya mendatangi
ilmu. (Imam Malik)

Aku bukanlah manusia yang istimewa jika tanpa ilmu, aku bukanlah apa-apa tanpa
dukungannya, aku hanyalah sebuah mawar layu yang beusaha untuk kembali segar. Aku
seorang anak yang dilahirkan dari keluarga yang serba berkecukupan yang untuk makan saja
orang tuaku rela berjualan dipagi hari, dia yang dalam sehari mungkin hanya memiliki jam
tidur tidak lebih dari 5 jam, semua itu demi aku.

Dari kecil aku sudah paham dengan kondisi keluargaku, tak pernah sekalipun aku iri
pada mereka yang hidup enak, karena aku sudah diajarkan untuk bersyukur. Yang bisa
kulakukan hanyalah belajar dan belajar, ibuku pernah berkata “belajarlah agar kamu bisa
sukses karena dengan sukses kamu bisa merubah jalan hidup mu, jangan buat dirimu menjadi
susah hanya karena kita sudah susah. Jangan jadi seperti diriku yang hanya seorang penjual
bisa yang selalu dipandang sebelah mata oleh orang lain, kita mungkin memang bukan orang
kaya tapi setidaknya dengan kamu terus belajar dengan kamu memiliki pendidikan yang
tinggi kamu bisa merubah cara pandang orang lain terhadap keluarga ini.”

Aku yang dari kecil terbiasa hidup mandiri membuatku tambah tak ingin membuat
susah kedua orang tuaku, jadi selain belajar dan membantu orang tuaku berjualan. Sedari SD
aku sudah sering mencari uang sendiri mulai dari menjual berbagai macam pernak-pernik
seperti gelang, kalung, dan cincin dari manik-manik yang kubuat sendiri. Sampai aku belajar
menjahit dan muali membuat boneka-boneka kecil dari kain flanel, dan membuat berbagai
macam gambar seperti doodle art yang pada akhirnya semua uangnya akan kutabungkan.
Saat semua uang kurasa sudah cukup terkumpul maka saat itulah aku akan membeli apapun
kebutuhan yang menurutku benar-benar sedang kubutuhkan.

Saat hari raya lebaran tiba tak jarang aku tak memakai pakaian baru, walaupun
terkadang ibuku menawarkanku untuk membeli pakaian baru. Tetapi aku menolak dengan
alasan baju lebaran tahun lalu masih bagus jadi lebih baik uang itu digunakan untuk hal yang
lain. Seperti kata Buya Hamka “kecantikan yang abadi terletak pada keelokan adab dan
ketinggian ilmu seseorang. Bukan terletak pada wajah dan pakaiannya.”

Semua selama ini tak pernah kujalani dengan penyesaalan, tak perduli seberapa
banyak orang mengejek tentang pakaian ku, tak perduli seberapa banyak orang mengejek
tentang pekerjaan orang tua ku aku tetap bangga terhadap mereka. Sampai saat dimana
kemarin adalah saat aku menentukan kelanjutan pendidikan ku, yah kemarin adalah saat
dimana aku menentukan untuk kuliah. Dengan penuh harapan orang tua ku menyuruhku
mendaftar kuliah tak perduli berapa banyak uang yang mereka habiskan untuk membayar
biaya pendaftaranya yang mereka pentingkan hanyalah pendidikanku tapi dengan satu syarat,
syaratnya adalah kuliah di universitas negeri karena dengan berkuliah di universitas negeri
setidaknya biaya kuliahnya tidak terlalu mahal itulah kata mereka.

Untunglah dari sekolah juga aku direkomendasikan untuk kuliah dengan jalur
Bidikmisi, sehingga dari sanalah satu harapan kembali muncul karena apabila aku bisa lulus
jalur bidikmisi maka orang tuaku tak perlu repot-repot memikirkan masalah biaya lagi.

Saat waktu pendaftaran kuliah tiba, aku muali mendaftar dijalur undangan, jalur tes,
mendaftar dipolsri, mendaftar dipoltekkes, sampai-sampai aku mendaftar distan. Semua itu
telah kulakukan dengan harapan bisa lulus disalah satu universitas. Tes disana-sini, belajar
soal-soal, dan sampai akhirnya satu persatu pengumuman membuatku merasa kecewa
bagaimana tidak hampir disemua PTN aku ditolak. Mungkin aku masih kuarang berusaha
karena aku tahu yang mau kuliah itu bukanlah satu atau dua orang tapi berjuta-juta orang,
seperti kata Aristoteles “semua manusia secara alamiah mendambakan ilmu pengetahuan”.
Tetapi tetap saja dari kegagalan itulah aku sempat menjadi pesimis. Bagaimana tidak dari
seluruh tes yang kulakukan semuanya sudah mengeluarkan pengumuman, kecuali satu tes
yaitu tes SBMPTN atau yang dikenal dengan tes tertulis.

Menunggu pengumuman terakhir ini sebenarnya membuatku hampir merasakan masa


dimana aku sangat-sangat terpuruk aku takut tidak lulus di tes ini juga. Dengan nilai UTBK
528 koma sekian aku sangat takut tidak bisa lulus. Tetapi alhamdulillah Allah memang selalu
bersama orang yang berusaha dengan sungguh-sungguh, dan hanya ialah yang tahu dimana
tempat terbaik untuk kita, ia aku lulus lulus di sebuah universitas negeri, universitas yang
katanya terbesar di Asia Tenggara dan merupakan Universitas ternama di Sumatera Selatan –
Indonesia. Bahagia jelas aku bahagia siapa yang tidak bahagia apabila harapan mereka bisa
tercapai, harapan untuk mengabulkan salah satu keinginan orang tuaku. Belum lagi aku lulus
sebagai salah satu calon mahasiswa berstatus bidikmisi di universitas ini.

Memang benar kata orang siapa yang menanam maka ia akan memetik buahnya sediri
tidak tahu apakah itu pahit ataupun manis, itu semua tergantung dari bibitnya. Tak perduli
dari semua kegagalan yang pernah kualami setidaknya dari sana aku belajar, karena
kegagalan merupakan guru terbaik kehidupan. Dan akhirnya kini aku bisa menaiki satu anak
tangga menuju langit, untuk mengejar dia mengejar sang ilmu.

Anda mungkin juga menyukai