Anda di halaman 1dari 7

WAWASAN KEMARITIMAN

CONTOH KASUS POLITIK DAN KEBIJAKAN MARITIM

OLEH:
L.M. ANANDA FADRIANSYAH (H1A118046)
SIITI FATIMAH (H1A118003)
DESI SAFIRA DEWI (H1A118005)
SUCI RAHMADHANI (H1A118011)
NUR HIKMAH (H1A118022)
URIF NASRULLAH (H1A118033)
RAHMATULLA (H1A118035)
MUH. DIDI ADIYAKSA (H1A118041)
NURWANALISA (H1A118056)
MUH. IMRAN (H1A118058)
MUH. ISTIQBAL (H1A118063)

KELAS A

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS HALU OLEO

KENDARI

2019
Kasus:

Politik Maritim Jokowi belum Berdampak bagi Kesejahteraan


Rakyat

Pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla mempunyai program untuk


mengembalikan Indonesia sebagai negara maritim, hal tersebut telah diperlihatkan
dari berbagai aksi-aksinya akhir-akhir ini melalui menteri Perikanan dan
Kelautan. Salah satu contoh aksi tersebut adalah dengan melakukan
penenggelaman kapal-kapal asing yang melakukan penangkapan illegal di
wilayah laut Indonesia. Hal tersebut menurut Jokowi sebagai upaya menjaga
kedaulatan negara dan memaksimalkan potensi kekayaan laut Indonesia
sepenuhnya untuk kesejahteraan rakyat Indonesia.

Itulah pengantar dari materi yang disampaikan oleh guru besar Hubungan
Internasional Universitas Gajah Mada (HI-UGM) Prof. M. Mohtar Mas’oed,
Ph.D, saat menjadi pembicara pertama dalam acara International Seminar on
Political Studies (ISPS) dengan tema “Indonesia as World Maritime Axis Vision
or Illusion”, yang digelar oleh Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial
dan Politik (BEM-FISIPOL) Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY),
Sabtu (28/03).

“Jokowi dalam visi dan misinya mempunyai program pembenahan pengelolaan


laut Indonesia, dan juga pengembangan industry perikanan dengan membangun
kekuatan maritim, yang digunakan sepenuhnya untuk kesejahteraan rakyat. Selain
itu juga Jokowi dalam beberapa kali kunjungan kenegaraanya terus terang
memamparkan potensi laut Indonesia yang berlimpah ruah, dan juga mengajak
negara yang dikunjunginya untuk bekerjasama untuk berinvestasi di Indonesia.
Akan tetapi dari hal tersebut saya rasa sampai saat ini masyarakat belum
merasakan dampak dari kebijakan yang disampaikan oleh Jokowi,” ujarnya.

Mohtar juga menjelaskan, kesejahteraan ekonomi yang bersumber dari potensi


Indonesia sebagai negara maritim belum dirasakan, karena juga ada faktor
kesahalan pola berpikir masyarakat secara umum. Selain itu, masih sedikit sekali
para pengusaha yang melirik potensi kelautan, dan masih sedikit sekali
masyarakat yang melihat sumber pendapatan ekonomi dari laut. Saat ini
masyarakat selalu terpaku pada ibu kota, atau kota-kota besar lainya untuk mecari
pekerjaan sebagai sumber pendapatan ekonomi, sehingga akibat dari cara bepikir
seperti ini potensi laut Indonesia masih belum maksimal dimanfaatkan.

“Nenek moyangku, seorang pelaut, tentu kita tau lantunan kata-kata ini. Ya
memang benar, nenek moyang kita adalah seorang pelaut, yang menguasai
sumber lautan, memusatkan politik perekonomian kita di lautan, tapi itu dulu,
sekarang sudah tidak lagi. Saat ini kita masih ketinggalan dalam memanfaatkan
kekayaan laut kita, kekuatan pengelolaan laut kita masih lemah. Saat ini kita
semua masih berbondong-bondong bekerja di daratan, misalnya saja sebagai
contoh semua orang mencoba memadati pulau jawa untuk mencari kerja atau
mendirikan perusahaan,” jelasnya.

Selain itu, Mohtar menambahkan, menurutnya politik kemaritiman Jokowi juga


akan sulit terealisasi karena berbedanya visi dan misi kepala negara dan segenap
unsur elemen pemerintahan yang lainya. Perbedaan tersebut terjadi karena orang-
orang di pemerintah di isi dari berbeda partai. Karena pemerintahan ini terbentuk
berasal dari koalisi partai-partai yang pada dasarnya memiliki visi yang berbeda
dari partai lain. Oleh karena itu kebijakan politik maritim Jokowi tidak begitu
mudah bisa dilaksanakan hingga ke struktur pemerintahan paling bawah.

Selain itu, berbeda dengan Mohtar, pemateri kedua dari Founding director of the
Germany-Indonesia center for Good Governance in Yogyakarta, dalam
kesempatan yang sama Prof. Dr. Chrictoph Behrens menjelaskan bahwa kebijakan
politik kemaritiman di Jerman dan Indonesia memang berbeda, jika di Jerman
parlemen dan kepala negara mempunyai fokus yang sama terhadap
pengembangan dan peningkatan potensi maritimnya, sehingga ddpolitik maritim
dari pemerintah bisa berjalan dengan baik.
“Selain pemerintah fokus dalam pengelolaan maritim, kebijakan politik yang terus
secara berkelanjutan di implementasikan dalam program pemerintah adalah terus
meningkatkan pengetahuan tentang kelautan di masyarkatnya, menjaga stabilitas
pasar ekonomi yang bersumber dari hasil laut, melindungi lingkungan di laut,
peningkatan kualitas pelayanan turis dengan informasi kelautan, menjaga
stabilitas pemerintahan yang baik, penangkapan ikan yang ramah lingkungan
untuk meningkatkan hasil tangkap, dan meningkatkan sumber daya maritim. Dari
semua program ini merupakan manifestasi dari politik maritim untuk
meningkatkan kesejahteraan rakyat jerman juga tentunya,” imbuhnya. (Shidqi)

sumber: http://www.umy.ac.id/politik-maritim-jokowi-belum-berdampak-bagi-
kesejahteraan-rakyat.html
Analisis:

Dari contoh kebijakan yang pernah digalagkan pada pemerintahan


presiden Jokowi yaitu penenggelaman kapal-kapal asing yang melakukan illegal
fishing di wilayah perairan Indonesia yang telah di atur dalam pasal 69 Undang –
undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perikanan. Dalam melaksanakan fungsi
sebagaimana dimaksud pada ayat 4 UU Nomor 69 Tahun 2009 tentang Perikanan
“penyidik atau pengawas perikanan dapat melakukan tindakan khusus berupa
prmbakaran dan atau penenggelaman kapal perikanan asing yang berbendera
berdasarkan bukti permulaan yang cukup”. namun, perlu kita perhatikan bersama
bahwa suatu tindakan penenggelaman kapal-kapal asing di wilayah Indonesia
tidak serta-merta dapat langsung saja ditenggalamkan, harus ada putusan dari
Pengadilan agar tidak terjadi suatu penyelewengan tindakan pidana. Beberapa hari
terakhir, publik disuguhi berita tentang kekurangsepahaman pendapat mengenai
penenggelaman kapal asing pelaku IUU (Illegal, unregulated and unreported)
Fishing antara Menko Kemaritiman (Luhut B. Panjaitan) dengan Menteri KKP
(Susi Pudjiastuti). Ada beberapa pendapat dari para ahli baik yang setuju dengan
Menteri KKP untuk melanjutkan tindakan penenggelaman kapal asing pelaku
IUU Fishing tersebut maupun yang berada pada sisi mendukung penghentian
penenggelaman tersebut, dan menjadikan kapal yang ditangkap tersebut sebagai
aset negara untuk dihibahkan kepada koperasi-koperasi rakyat sebagaimana
pendapat Menko Kemaritiman.

Dalam melihat hal ini, kita harus melihat aturan-aturan internasional


sebagai rujukan karena tindakan penenggelaman kapal ini punya dampak dalam
hubungan diplomatik dengan negara lain. Tindakan perlindungan kekayaan ikan
di perairan Indonesia harus dilakukan secara tepat tanpa mengabaikan ketentuan-
ketentuan internasional yang sudah kita ratifikasi. Untuk melaksanakan ketentuan
Pasal 69 ayat (4) UU No. 45 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas UU No. 31
Tahun 2004 tentang Perikanan, yaitu tindakan khusus berupa pembakaran
dan/atau penenggelaman kapal perikanan berbendera asing dengan dasar bukti
pemulaan yang cukup dapat dilakukan setelah memenuhi:
A. Syarat subyektif dan/atau obyektif, yaitu:

1. Syarat Subyektif, yaitu kapal melakukan manuver yang membahayakan


dan/atau Nakhoda/ABK melakukan perlawanan tindak kekerasan; dan/atau
2. Syarat obyektif terdiri dari:
a. Syarat kumulatif:
i. Kapal berbendera asing dengan semua ABK asing;
ii. TKP (Locus delicti) berada di Wilayah Pengelolaan
Perikanan Negara Republik Indonesia (WPPNRI);
iii. Tidak mempunyai dokumen apapun dari pemerintah
Republik Indonesia; dan
iv. Dilaksanakan dengan prinsip kehati-hatian dan atas
perintah pimpinan.
b. Syarat alternatif, yaitu:

i. Kapal tua didukung dengan fakta surat dan/atau tidak


memiliki nilai ekonomis yang tinggi; dan
ii. Kapal tidak memungkinkan untuk dibawa ke
pangkalan/pelabuhan/ dinas yang membidangi perikanan,
dengan pertimbangan: Kapal mudah rusak atau
membahayakan; Biaya penarikan kapal tersebut terlalu
tinggi; atau Kapal perikanan mengangkut barang yang
mengandung wabah penyakit menular atau bahan beracun
dan berbahaya.

B. Sebelum melakukan tindakan pembakaran dan/atau penenggelaman kapal,


dapat diambil tindakan:

1. Menyelamatkan semaksimal mungkin seluruh ABK kapal perikanan;


2. Menginventarisasi seluruh perlengkapan dan peralatan yang ada pada
kapal perikanan dengan menyebutkan kondisi secara lengkap dan rinci;
3. Mendokumentasikan visual dengan baik menggunakan kamera dan/atau
perekam audio video;
4. Ikan hasil tangkapan kapal perikanan yang dibakar dan/atau
ditenggelamkan tersebut disisihkan untuk kepentingan pembuktian;
5. Membuat Berita Acara Pembakaran dan/atau Penenggelaman Kapal
Perikanan untuk dimasukkan ke dalam berita pelaut oleh instansi yang
bersangkutan.

Menurut kelompok kami mengenai kebijakan politik pada pemerintahan


jokowi belum mampu terealisasikan dengan penuh karena orang – orang dalam
internal pemerintahan terjadi perbedaan visi dan misi antara pejabat eksekutif dan
legislatif akibatnya kebijakan tersebut tidak sampai kemasyarakat. Oleh karena
itu, saat ini sangat diperlukan kebijakan politik yang harus di implementasikan
pemerintah untuk fokus damalam pengelolaan maritim diantaranya :

1. meningkatkan pengetahuan tentang kelautan di masyarakat.

2. menjaga stabilitas pasar ekonomi dari hasil laut.

3. melindungi lingkungan di laut.

4. meningkatkan sumber daya maritim

Kebijakan politik yang telah di sebutkan diatas merupakan salah satu


manifestasi dari politik maritim untuk meningkatkan kesejahteraaan masyarakat.

Anda mungkin juga menyukai