Anda di halaman 1dari 36

Persatuan dan Kesatuan Bangsa Indonesia dari Masa ke Masa

KELOMPOK 4

Anggota:

Ashilla Widya Azkanova

Dina Nurlilah

Ikral Kamelang

Miftah Fauzi Sobar

Nina Nurhasanah

Shovi Rahmatillah Nur

SMAN 5 GARUT

Jl. Cikopo, Pamungpeuk, Pameungpeuk, Kabupaten Garut, Jawa Barat 44175

2018
A. Persatuan dan Kesatuan Bangsa pada Masa Revolusi Kemerdekaan (18
Agustus 1945 sampai dengan 27 Desember 1949)
Pada periode ini, bentuk NRI adalah kesatuan, dengan bentuk pemerintahan
adalah republik yang mana presiden berkedudukan sebagai kepala
pemerintahan sekaligus sebagai kepala negara. Sistem pemerintahan yang
dipakai adalah sistem pemerintahan presidensial.
Dalam periode ini, yang dipakai sebagai pegangan adalah Undang-Undang
Dasar 1945. Akan tetapi dalam pelaksanaannya belum dapat dijalankan secara
murni dan konsekuen. Hal ini dikarenakan bangsa Indonesia baru saja
memproklamasikan kemerdekaannya. Pada waktu itu, semua kekuatan negara
difokuskan pada upaya mempertahankan kemerdekaan yang baru saja diraih
dari rong-rongan kekuatan asing yang ingin kembali menjajah Indonesia.
Dengan demikian, walaupun Undang-Undang Dasar 1945 telah berlaku, namun
yang baru dapat dibentuk hanya presiden, wakil presiden, serta para menteri
dan gubernur yang merupakan perpanjangan tangan pemerintah pusat. Adapun
departemen yang dibentuk untuk pertama kalinya di Indonesia terdiri atas 12
departemen. Provinsi yang baru dibentuk terdiri atas delapan wilayah yang
terdiri atas Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sumatera, Borneo,
Sulawesi, Maluku, dan Sunda Kecil.
Kondisi di atas didasarkan pada Aturan Peralihan Undang-Undang Dasar 1945
yang menyatakan bahwa untuk pertama kalinya presiden dan wakil presiden
dipilih oleh PPKI. Dengan demikian, tidaklah menyalahi apabila MPR/DPR RI
belum dimanfaatkan karena pemilihan umum belum diselenggarakan.
Lembaga-lembaga tinggi negara lain yang disebutkan dalam Undang-Undang
Dasar 1945 seperti MPR, DPR, DPA, BPK, dan MA belum dapat diwujudkan
sehubungan dengan keadaan darurat dan harus dibentuk berdasarkan undang-
undang. Untuk mengatasi hal tersebut, Undang-Undang Dasar 1945 melalui
ketentuan dalam pasal IV Aturan Peralihan menyatakan bahwa sebelum
Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan
pertimbangan Agung dibentuk menurut undang-undang dasar ini, segala
kekuasaannya dijalankan oleh Presiden dengan bantuan sebuah Komite
Nasional.
Pasal IV Aturan Peralihan UUD 1945 secara langsung memberikan kekuasaan
yang teramat luas kepada presiden. Dengan kata lain, kekuasaan presiden
meliputi kekuasaan pemerintahan negara (eksekutif), menjalankan kekuasaan
MPR dan DPR (legislatif) serta menjalankan tugas DPA. Kekuasaan yang
teramat besar itu diberikan kepada presiden hanya untuk sementara waktu,
supaya penyelenggaraan negara dapat berjalan. Oleh karena itu PPKI dalam
Undang-Undang Dasar 1945 mencantumkan dua ayat Aturan Tambahan yang
menegaskan bahwa:
1. Dalam enam bulan sesudah berakhirnya peperangan Asia Timur Raya,
Presiden Indonesia mengatur dan menyelenggarakan segala hal yang
ditetapkan dalam Undang-Undang Dasar ini.
2. Dalam enam bulan setelah Majelis Permusyawaratan Rakyat dibentuk,
majelis itu bersidang untuk menetapkan undang-undang dasar.
Pasal IV Aturan Peralihan UUD 1945 dijadikan dalih oleh Belanda untuk
menuduh Indonesia sebagai negara diktator karena kekuasaan negara terpusat
kepada presiden. Untuk melawan propaganda Belanda pada dunia
internasional, maka pemerintah RI mengeluarkan tiga buah maklumat.
1. Maklumat Wakil Presiden Nomor X (baca eks) tanggal 16 Oktober 1945
yang menghentikan kekuasaan luar bisa dari Presiden sebelum masa waktunya
berakhir (seharusnya berlaku selam enam bulan). Kemudian, maklumat
tersebut memberikan kekuasaan MPR dan DPR yang semula dipegang oleh
Presiden kepada Komite Nasional Indonesia Pusat. Pada dasarnya, maklumat
ini adalah penyimpangan terhadap ketentuan UUD 1945.
2. Maklumat Pemerintah tanggal 3 November 1945, tentang pembentukan
partai politik yang sebanyak-banyaknya oleh rakyat. Hal ini sebagai akibat dari
anggapan pada saat itu bahwa salah satu ciri demokrasi adalah multipartai.
Maklumat tersebut juga sebagai upaya agar Dunia Barat menilai bahwa
Indonesia adalah negara yang menganut asas demokrasi.
3. Maklumat pemerintah tanggal 14 November 1945, yang intinya mengubah
sistem pemerintahan presidensial menjadi sistem pemerintahan parlementer.
Maklumat tersebut kembali menyalahi ketentuan UUD RI 1945 yang
menetapkan sistem pemerintahan presidensial sebagai sistem pemerintah
Indonesia.
Ketiga maklumat di atas memberikan pengaruh yang cukup besar terhadap
sistem ketatanegaraan Indonesia. Maklumat pemerintah tanggal 14 November
1945 telah membawa perubahan total dalam sistem pemerintahan negara kita.
Pada tanggal tersebut, Indonesia memulai kehidupan baru sebagai penganut
sistem pemerintahan parlementer. Dengan sistem ini, presiden tidak lagi
mempunyai rangkap jabatan, presiden hanya sebagai kepala negara, sedangkan
kepala pemerintahan dipegang oleh perdana menteri. Kabinet dalam hal ini
para menteri tidak bertanggung jawab kepada presiden, tetapi kepada DPR
yang kekuasaannya dipegang oleh BP KNIP.
Secara konseptual, perubahan ini diharapkan akan mampu mengakomodasi
semua kekuatan yang ada dalam negara ini. Akan tetapi, pada kenyataannya,
sistem ini justru membawa bangsa Indonesia ke dalam keadaan yang tidak
stabil. Kabinet-kabinet parlementer yang dibentuk gampang sekali dijatuhkan
dengan mosi tidak percaya dari DPR.
Sistem pemerintahan parlementer tidak berjalan lama. Sistem tersebut berlaku
mulai tanggal 14 November 1945 dan berakhir pada tanggal 27 Desember
1949. Dalam rentang waktu itu, terjadi beberapa kali pergantian kabinet.
Kabinet yang pertama dipimpin oleh Sutan Syahrir yang dilanjutkan dengan
kabinet Syahrir II dan III. Sewaktu bubarnya kabinet Syahrir III, sebagai akibat
meruncingnya pertikaian antara Indonesia-Belanda, pemerintah membentuk
Kabinet Presidensial kembali (27 Juni 1947–3 Juli 1947). Namun atas desakan
dari beberapa partai politik, Presiden Soekarno kembali membentuk Kabinet
Parlementer, seperti berikut:
1. Kabinet Amir Syarifudin I: 3 Juli 1947-11 November 1947
2. Kabinet Amir Syarifudin II: 11 November 1947-29 Januari 1948
3. Kabinet Hatta I: 29 Januari 1948-4 Agustus 1949
4. Kabinet Darurat (Mr. Sjafruddin Prawiranegara): 19 Desember 1948-13 Juli
1949
5. Kabinet Hatta II: 4 Agustus 1949-20 Desember 1949
Kondisi pemerintahan tidak stabil karena kabinet yang dibentuk tidak bertahan
lama serta rongrongan kolonial Belanda yang ingin kembali menjajah
Indonesia. Pemberontakan tersebut menambah catatan kelam sejarah bangsa ini
dan rakyat makin menderita. Periode Negara Kesatuan Republik Indonesia
berakhir seiring dengan hasil kesepakatan Konferensi Meja Bundar yang
mengubah bentuk negara kita menjadi negara serikat pada tanggal 27
Desember 1949.
Periode ini juga ditandai dengan munculnya gerakan-gerakan separatis dengan
tujuan mendirikan negara baru yang memisahkan diri dari NKRI. Adapun
gerakan-gerakan tersebut di antaranya sebagai berikut.
a. Pemberontakan Partai Komunis Indonesia (PKI) Madiun 1948
Pemberontakan ini terjadi pada tanggal 18 September 1948 yang dipimpin oleh
Muso. Tujuan dari pemberontakan PKI Madiun adalah ingin mengganti dasar
negara Pancasila dengan komunis serta ingin mendirikan Soviet Republik
Indonesia. Pemberontakan PKI Madiun melakukan aksinya dengan menguasai
seluruh karesidenan Pati. PKI juga melakukan pembunuhan dan penculikan ini
secara besar-besaran. Pada tanggal 30 September 1948, pemberontakan PKI
Madiun berhasil ditumpas oleh TNI yang dibantu oleh rakyat. Di bawah
pimpinan Kolonel Gatot Subroto (Panglima Divisi H Jawa Tengah bagian
timur) dan Kolonel Sungkono (Panglima Divisi Jawa Timur) mengerahkan
kekuatan TNI dan polisi untuk melakukan pengejaran dan pembersihan di
daerah-daerah sehingga Muso dan Amir Syarifuddin berhasil ditembak mati.
b. Gerakan Darul Islam/Tentara Islam Indonesia (DI/TII) di Daerah Jawa Barat
Pemberontakan DI/TII di Jawa Barat dipimpin oleh Sekarmadji Maridjan (SM)
Kartosuwiryo yang memiliki cita-cita untuk mendirikan Negara Islam
Indonesia. Cita-citanya membentuk Negara Islam Indonesia (NII) diwujudkan
melalui Proklamasi yang dikumAndangkan pada tanggal 7 Agustus 1949 di
Desa Cisayong, Jawa Barat. Untuk mengatasi pemberontakan yang dilakukan
oleh Kartosuwiryo, Pasukan TNI dan rakyat menggunakan Operasi Pagar Betis
di Gunung Geber. Akhirnya, pada tanggal 4 Juni 1962 Kantosuwiryo berhasil
ditangkap dan dijatuhi hukuman mati.

B.Persatuan dan Kesatuan Bangsa pada Masa Republik Indonesia Serikat (27
Desember 1949 sampai dengan 17 Agustus 1950)
Federalisme pernah diterapkan di Indonesia pada rentang 27 Desember 1949
sampai dengan 17 Agustus 1950. Pada masa ini, yang dijadikan sebagai
pegangan adalah Konstitusi Republik Indonesia Serikat tahun 1949.
Berdasarkan konstitusi tersebut, bentuk negara kita adalah serikat atau federasi
dengan 15 negara bagian. Bentuk pemerintahan yang berlaku pada periode ini
adalah republik. Ciri republik diterapkan ketika berlangsungnya pemilihan Ir.
Soekarno sebagai Presiden Republik Indonesia Serikat (RIS) dan Drs. Moh.
Hatta sebagai Perdana Menteri. Sistem pemerintahan yang dianut pada periode
ini adalah sistem parlementer kabinet semu (quasi parlementer), dengan
karakteristik sebagai berikut. a.
Pengangkatan perdana menteri dilakukan oleh Presiden, bukan oleh parlemen
sebagaimana lazimnya. b.

Kekuasaan perdana menteri masih dicampurtangani oleh Presiden. Hal itu


tampak pada ketentuan bahwa Presiden dan menteri-menteri bersama-sama
merupakan pemerintah. Seharusnya, Presiden hanya sebagai kepala negara,
sedangkan kepala pemerintahannya dipegang oleh Perdana Menteri. c.

Pembentukan kabinet dilakukan oleh Presiden bukan oleh parlemen. d.

Pertanggungjawaban kabinet adalah kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR),


namun harus melalui keputusan pemerintah. e.

Parlemen tidak mempunyai hubungan erat dengan pemerintah sehingga DPR


tidak punya pengaruh besar terhadap pemerintah. DPR tidak dapat
menggunakan mosi tidak percaya kepada kabinet. f.

Presiden RIS mempunyai kedudukan rangkap, yaitu sebagai kepala Negara dan
kepala pemerintahan. Selain Presiden dan para menteri (kabinet), negara RIS
juga mempunyai Senat, Dewan Perwakilan Rakyat, Mahkamah Agung dan
Dewan Pengawas Keuangan sebagai alat perlengkapan negara. Parlemen RIS
terdiri atas dua badan, yaitu senat dan DPR. Senat beranggotakan wakil dari
negara bagian yang ditunjuk oleh pemerintah pusat. Setiap negara bagian
diwakili oleh dua orang. Keputusan untuk memilih bentuk negara serikat,
sebagaimana telah diuraikan di muka, merupakan politik pecah belahnya kaum
penjajah. Hasil kesepakatan dalam Konferensi Meja Bundar, memang
mengharuskan Indonesia berubah dari negara kesatuan menjadi negara serikat.
Layaknya bayi yang lahir prematur, kondisi RIS juga seperti itu. Muncul
berbagai reaksi dari berbagai kalangan bangsa Indonesia menuntut
pembubaran Negara RIS dan kembali kepada kesatuan NRI. Maka pada 8
Maret 1950, Pemerintah Federal mengeluarkan Undang-Undang Darurat
Nomor 11 Tahun 1950, yang isinya mengatur tata cara perubahan susunan
kenegaraan
negara RIS. Dengan adanya undang-undang tersebut, hampir semua negara
bagian RIS menggabungkan diri dengan NRI yang berpusat di Yogyakarta.
Akhirnya, Negara RIS hanya memiliki tiga Negara bagian, yaitu NRI, Negara
Indonesia Timur, dan Negara Sumatra Timur. Kondisi itu mendorong RIS
berunding dengan pemerintahan RI untuk membentuk Negara kesatuan. Pada
tanggal 19 Mei 1950, dicapai kesepakatan yang dituangkan dalam piagam
perjanjian. Disebutkan pula dalam perjanjian tersebut bahwa Negara Kesatuan
Republik Indonesia menggunakan undang-undang dasar baru yang merupakan
gabungan dua konstitusi yang berlaku, yakni konstitusi RIS dan juga Undang-
Undang Dasar 1945 yang menghasilkan UUDS 1950. Pemerintah Indonesia
bersatu ini dipimpin oleh Presiden Soekarno dan Wakil Presiden Mohammad
Hatta sebagaimana diangkat sebagai presiden dan wakil presiden pertama
setelah Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia. Pada tanggal 17 Agustus
1950, konstitusi RIS diganti dengan Undang-Undang Dasar Sementara Tahun
1950. Sejak saat itulah, pemerintah menjalankan pemerintahan dengan
menggunakan Undang-Undang Dasar Sementara 1950. Pada masa Republik
Indonesia Serikat juga terdapat gerakan-gerakan separatis yang terjadi
beberapa wilayah Indonesia, di antaranya:
a.Gerakan Angkatan Perang Ratu Adil (APRA) Gerakan APRA dipimpin oleh
Kapten Raymond Westerling. Gerakan ini didasari oleh adanya kepercayaan
rakyat akan datangnya seorang ratu adil yang akan membawa mereka ke
suasana aman dan tenteram serta memerintah dengan adil dan bijaksana.
Tujuan gerakan APRA adalah untuk mempertahankan bentuk negara federal di
Indonesia dan memiliki tentara tersendiri pada negara bagian RIS. Pada tanggal
23 Januari 1950, pasukan APRA menyerang Kota Bandung serta melakukan
pembantaian dan pembunuhan terhadap anggota TNI. APRA tidak mau
bergabung dengan Indonesia dan memilih tetap mempertahankan status quo
karena jika bergabung dengan Indonesia, mereka akan kehilangan hak
istimenya. Pemberontakan APRA juga didukung oleh Sultan Hamid II yang
menjabat sebagal menteri negara pada Kabinet RIS. Pemberontakan APRA
berhasil ditumpas melalui operasi militer yang dilakukan oleh Pasukan
Siliwangi.
b.Pemberontakan Andi Azis di Makassar Pemberontakan di bawah pimpinan
Andi Aziz ini terjadi di Makassar diawali dengan adanya kekacauan di
Sulawesi Selatan pada bulan April 1950. Kekacauan tersebut terjadi karena
adanya demonstrasi dari kelompok masyarakat yang anti-federal. Mereka
mendesak Negara Indonesia Timur (NIT) segera menggabungkan diri dengan
RI. Sementara itu, terjadi demonstrasi dari golongan yang mendukung
terbentuknya Negara federal. Keadaan ini menyebabkan muncul kekacauan dan
ketegangan di masyarakat. Untuk mengatasi pemberontakan tersebut,
pemerintah pada tanggal 8 April 1950 mengeluarkan perintah bahwa dalam
waktu 4 x 24 Jam Andi Aziz harus melaporkan diri ke Jakarta untuk
mempertanggungjawabkan perbuatannya. Pasukan yang terlibat

pemberontakan diperintahkan untuk menyerahkan diri dan semua tawanan


dilepaskan. Pada saat yang sama, dikirim pasukan untuk melakukan operasi
militer di Sulawesi Selatan yang dipimpin oleh A.E. Kawilarang. Pada tanggal
15 April 1950, Andi Aziz berangkat ke Jakarta setelah didesak oleh Presiden
NIT, Sukawati. Tetapi Andi Aziz terlambat melapor sehingga ia ditangkap dan
diadili, sedangkan pasukan yang dipimpin oleh Mayor H. V Worang terus
melakukan pendaratan di Sulawesi Selatan. Pada 21 April 1950, pasukan ini
berhasil menduduki Makassar tanpa perlawanan dari pasukan pemberontak. c.

Gerakan Republik Maluku Selatan (RMS) Pemberontakan RMS (Republik


Maluku Selatan) dipimpin oleh Mr. Dr. Christian Robert Steven Soumokil
yang menolak terhadap pembentukan Negara Kesatuan Republik Indonesia dan
memproklamasikan Negara Republik Maluku Selatan pada tanggal 25 April
1950. Mereka ingin merdeka dan melepaskan diri dan wilayah Republik
Indonesia karena menganggap Maluku memiliki kekuatan secara ekonomi,
politik, dan geografi s untuk berdiri sendiri. Penyebab utama munculnya
Gerakan Republik Maluku Selatan (RMS) adalah masalah pemerataan jatah
pembangunan daerah yang dirasakan sangat kecil, tidak sebanding dengan
daerah di Jawa. Pemberontakan ini dapat diatasi melalui ekspedisi militer yang
dipimpin oleh Kolonel A.E. Kawilarang (Panglima Tentara dan Teritorium
Indonesia Timur). Melalui ekspedisi militer, beberapa wilayah penting dapat
dikuasai seperti Maluku, Ambon, dan sekitarnya, sehingga beberapa
anggotanya banyak yang melarikan diri ke negeri Belanda.
C. INDONESIA PADA MASA DEMOKRASI LIBERAL ( 1950-1959 )

Pada tahun 1950, Negara Kesatuan Republik Indonesia mempergunakan


Undang-Undang Dasar Sementara (UUDS) atau juga disebut Undang-Undang
Dasar 1950. Berdasarkan UUD tersebut pemerintahan yang dilakukan oleh
kabinet sifatnya parlementer, artinya kabinet bertanggung jawab pada
parlemen. Jatuh bangunnya suatu kabinet bergantung pada dukungan anggota
parlemen.
Ciri utama masa Demokrasi Liberal adalah sering bergantinya kabinet. Hal ini
disebabkan karena jumlah partai yang cukup banyak, tetapi tidak ada partai
yang memiliki mayoritas mutlak. Setiap kabinet terpaksa didukung oleh
sejumlah partai berdasarkan hasil usaha pembentukan partai ( kabinet
formatur). Bila dalam perjalanannya kemudian salah satu partai pendukung
mengundurkan diri dari kabinet, maka kabinet akan mengalami krisis kabinet.
Presiden hanya menunjuk seseorang ( umumnya ketua partai ) untuk
membentuk kabinet, kemudian setelah berhasil pembentukannya, maka kabinet
dilantik oleh Presiden.
Suatu kabinet dapat berfungsi bila memperoleh kepercayaan dari parlemen,
dengan kata lain ia memperoleh mosi percaya. Sebaliknya, apabila ada
sekelompok anggota parlemen kurang setuju ia akan mengajukan mosi tidak
percaya yang dapat berakibat krisis kabinet. Selama sepuluh tahun (1950-1959)
ada tujuh kabinet, sehingga rata-rata satu kabinet hanya berumur satu setengah
tahun. Kabinet-kabinet pada masa Demokrasi Parlementer adalah :
a. Kabinet Natsir (7 September 1950-21 Maret 1951)
b. Kabinet Soekiman (27 April 1951-23 Februari 1952)
c. Kabinet Wilopo (3 April 1952-3 Juni 1953)
d. Kabinet Ali-Wongso ( 1 Agustus 1953-24 Juli 1955 )
e. Kabinet Burhanudin Harahap
f. Kabinet Ali II (24 Maret 1957)
g. Kabinet Djuanda ( 9 April 1957-10 Juli 1959 )
Program kabinet pada umumnya tidak dapat diselesaikan. Mosi yang diajukan
untuk menjatuhkan kabinet lebih mengutamakan merebut kedudukan partai
daripada menyelamatkan rakyat.
Sementara para elit politik sibung dengan kursi kekuasaan, rakyat mengalami
kesulitan karena adanya berbagai gangguan keamanan dan beratnya
perekonomian ysng menimbulkan labilnya sosial-ekonomi. Adapun gangguan-
gangguan keamanan tersebut antara lain :
a. Pemberontakan Kahar Muzakar
Kahar Muzakar adalah putra Sulawesi yang pada zaman perang kemerdekaan
berjuang di Jawa. Setelah kembali ke Sulawesi bergabung dengan Komando
Gerilya Sulawesi Selatan (KGSS) dan pada tahun 1950 menuntut agar
pasukannya masuk APRIS. Tuntutannya ditolak tetapi kepada anggotanya yang
memenuhi syarat diperbolehkan masuk, sedangkan sisanya dimasukkan ke
dalam Corps Cadangan Nasional. Kahar akan diberikan pangkat letkol, tetapi
saat pelantikan, tanggal 17 Agustus 1951, ia bersama anak buahnya melarikan
diri ke hutan dan mengacau. Januari 1952 menyatakan diri ikut sebagai bagian
anggota Kartosuwiryo. Selama empat belas tahun memberontak, namun
akhirnya berhasi dilumpuhkan setelah salah seorang anak buahnya, yaitu Bahar
Matiliu menyerahkan diri. Ia berhasil ditembak oleh pasukan Divisi Siliwangi
pada bulan Februari 1965.
b. Pemberontakan di Jawa Tengah
Pengaruh DI meluas di Jawa Tengah, yaitu di daerah Brebes, Tegal, dan
Pekalongan yang dihadapi pemerintah dengan operasi-operasi militer. Di
Kebumen pemberontakan dilakukan oleh Angkatan Umat Islam (AUI) di
bawah pimpinan Kyai Somalangu, yang setelah intinya dapat ditumpas, sisanya
bergabung dengan DI/TII. Di lingkunganAngkatan Darat juga terjadi
perembesan pemberontakan ini, sehingga Batalyon 426 di Kudus dan
Magelang juga memberontak dan bergabung dengan DI/TII (Desember 1951).
Sebagian dari mereka mengadakan gerilya di Merbabu-Merapi Complex
(MMC). Untuk menghadapi mereka, pemerintah membentuk pasukan khusus
yang diberi namaBanteng Raiders. Juni 1954 kekuatan mereka bisa dipatahkan.
c. Pemberontakan di Aceh
Pengikut DI di Aceh memproklamirkan daerahnya sebagai bagian dari NII
pada tanggal 20 September 1953. Pemimpinnya adalah Daud Beureueh,
seorang ulama dan pejuang kemerdekaan yang pernah menjabat gubernur
Militer Daerah Aceh tahun 1947. Pada mulanya mereka dapat menguasai
sebagian besar daerah Aceh termasuk kota-kotanya. Setelah pemerintah
mengadakan operasi, mereka menyingkir ke hutan. Panglima Kodam
I/Iskandar Muda, Kol. M. Jasin mengambil prakarsa mengadakan Musyawarah
Kerukunan Rakyat Aceh yang berhasil mengembalikan Daud Beureueh ke
masyarakat (Desember 1962).
d. Peristiwa 17 Oktober 1952
Peristiwa ini bersumber pada kericuhan yang terjadi di lingkungan Angkatan
Darat. Kol. Bambang Supeno tidak menyetujui kebijaksanaan Kol. A.H.
Nasution selaku KSAD. Ia mengajukan surat kepada Mentri Pertahanan dan
Presiden dengan tembusan kepada parlemen berisi soal tersebut dan meminta
agar Kol. A.H. Nasution diganti. Manai Sophian selaku anggota parlemen
mengajukan mosi agar pemerintah segera membentuk panitia untuk
mempelajari masalahnya dan mengajukan pemecahannya. Hal ini dianggap
usaha campur tangan parlemen terhadap tubuh Angkatan Darat. Pimpinan AD
mendesak kepada Presiden untuk membubarkan Parlemen. Desakan ini jugas
dilakukan oleh rakyat dengan mengadakan demonstrasi ke gedung parlemen
dan Istana Merdeka. Presiden menolak tuntutan ini dewngan alasan tidak ingin
menjadi seorang diktator, tetapi akan berusaha segera mempercepat pemilu.
Kol. A.H. Nasution akhirnya mengundurkan diri, diikuti oleh Mayjen T.B.
Simatupang. Jabatan ini akhirnya digantikan oleh Kol. Bambang Sugeng.
e. Peristiwa 27 Juni 1955
Peristiwa ini merupakan lanjutan peristiwa sebelumnya. Karena dianggap
bahwa pemerintah belum mampu menyelesaiakan persolan tersebut. Bambang
Sugeng mengundurkan diri dari jabatannya. Sementara belum terpilih KSAD
yang baru, pimpinan KSAD dipegang oleh Wakil KSAD yaitu Kol. Zulkifli
Lubis. Kemudian pemerintah mengangkat Kol. Bambang Utoyo sebagai KSAD
yang baru, tetapi pada saat pelantikannya, 27 Juni 1955, tidak ada satupun
perwira AD yang hadir. Peristiwa ini menyebabkan kabinet Ali-Wongso jatuh.
Kemudian pada masa Kabinet Burhanudin Harahap, bekas KSAD yang lama,
yaitu Kol. A.H. Nasution, kembali diangkat menjadi KSAD (7 November
1955). Peristiwa di Angkatan Perang yang bersifat liberal juga terjadi pada
tanggal 14 Desember 1955. Yaitu ketika Komodor Udara Hubertus Suyono
dilantik menjadi Staf Angkatan Udara di Pangkalan Udara Cililitan (Halim
Perdanakusuma), segerombolan prajurit pasukan kehormatan maju dan
menolak pelantikan tersebut. Kemudian mereka meninggalkan barisdan diikuti
oleh pasukan pembawa panji-panji Angkatan Udara, sehingga upacara batal.
f. Dewan-dewan Daerah
Diawali dengan pembentukan Bewan Banteng oleh Kol (pensiun) Ismail
Lengah di Padang (20 November 1956), dengan ketuanya Ahmad Husein,
Komandan Resimen IV Tentara Teritorium (TT) I di Padang. Mereka
mengajukan tuntutan kepada pemerintah pusat tentang otonomi daerah.
Larangan KSAD agar tentara tidak berpolitik tidak dihiraukan. Mereka malah
mengambil alaih pemerintahan daerah Sumatra Tengah dari Gubernur Ruslan
Mulyodiharjo (20 Desember 1956).
Tindakan tersebut diikuti oleh daerah-daerah lain seperti pembentukan Dewan
Gajah di Sumatra Utara (Kol. M. Simbolon), Dewan Garuda di Sumatra
Selatan (Kol. Barlian), dan Dewan Manguni di Sulawesi Utara (Letkol. H.N.V.
Samual). Peristiwa-peristiwa ini dilatarbelakangi oleh karena pembangunan
yang tidak merata, padahal daerah-daerah tersebut telah memberikan devisa
bagi negara.
Pemerintah berusaha mengatasi masalah tersebut dengan mengadakan
perundingan dan janji pemerataan pembangunan. Namun usaha tersebut tidak
berhasil. Akhirnya operasi militerpun dilancarkan (17 Desember 1957).
g. Usaha Pembunuhan terhadap Kepala Negara
Rasa tidak puas golongan ekstrim kanan memuncak dan dilampiaskan dalam
bentuk usaha pembunuhan terhadap Presiden Soekarno di Perguruan Cikini
Jakarta (30 November 1957). Usaha tersebut gagal, tetapi menimbulkan banyak
korban. Para pelaku dapat ditangkap, dan dijatuhi hukuman mati.
Usaha kedua terjadi pada saat Idhul Adha di halaman Istana Jakarta. Kemudian
terjadi lagi. Pelakunya Letnan Udara II D.A. Maukar dengan mempergunakan
pesawat Mig 17. Istana Merdeka dan Bogor ditembakinya dari udara (9 Maret
1960). Dilakukan Maukar bersama kelompoknya, Manguni, dengan tujuan agar
pemerintah mau berunding dengan PRRI dan Permesta. Usaha tersebut sia-sia.
h. Pemberontakan PRRI dan Permesta
Akhmad Husein, beserta para tokoh Masyumi dan dewan daerah mengadakan
rapat di Sungai Dareh, Sumatra Barat (9 Januari 1958). Keesokan harinya pada
saat rapat akbar di Padang, Akhmad Husein mengultimatum pemerintah agar
Kabinet Juanda dalam waktu 5×24 jam menyerahkan mandat kepada Drs. Moh.
Hatta dan Sultan Hamengku Buwono IX agar membentuk zaken kabinet dan
agar Presiden kembali sebagai Presiden Konstitusional. Ultimatum tersebut
ditolak oleh Pemerintah. Akhirnya Husein membentuk Pemerintahan
Revolusioner Republik Indonesia (PRRI) berikut pembentukan kabinetnya
dengan Syafrudin Prawiranegara sebaga Perdana Mentri (15 Februari 1958).
Hal tersebut diikuti oleh Sulawesi Utara di bawah pimpinan Letkol D.J. Somba
yang membentuk Gerakan Piagam Perjuangan Semerta (Permesta).
Pemberontakan ini ditumpas dengaan operasi militer selama beberapa tahun.
Selain gangguan keamanan, kesulitan juga dialami oleh Pemerintah dalam
beberapa bidang. Sehingga pada akhir Demokrasi Liberal terasa terjadi
kemunduran. Kesulitan-kesulitan tersebut antara lain dalam bidang:
a. Politik
Politik sebagai Panglima merupakan semboyan partai-partai pada umumnya,
sehingga berlomba-lombalah para partai politik untuk memperebutkan posisi
panglima ini. Lembaga seperti DPR dan Konstituante hasil PEMILU
merupakan forum utama politik, sehingga persoalan ekonomi kurang mendapat
perhatian.
Pemilihan umum merupakan salah satu program beberapa kabinet, tetapi
karena umur kabinet pada umumnya singkat program itu sulit dilakukan.
Setelah Peristiwa 17 Oktober 1952, pemerintah berusaha keras untuk
melaksanakannya. Dalam suasana liberal, PEMILU diikuti oleh puluha partai,
organisasi maupun perorangan. Anggota ABRI pun ikut serta sebagai pemilih.
Pada tanggal 15 Desember 1955 pemilihan dilaksanakan dengan tenang dan
tertib. Ada empat partai yang memenangkan Pemilu, yaitu Masyumi, PNI,
Nahdatul Ulama, dan PKI.
Namun pada prakteknya, kedua lembaga (DPR dan Konstituante) tidak
memberikan hasil seperti yang diharapkan. DPR tetap sebagai tempat
perebutan pengaruh dan kursi pemerintahan, sedangkan konstituante setelah
lebih dari dua tahun belum juga dapat menghasilkan UUD baru untuk
menggantikan UUDS.
Politik Luar Negeri Indonesia semakin mantap setelah diterima sebagai
anggota PBB ke-60 (27 Desember 1950). Cara-cara damai yang dilakukan
pemerintah Indonesia terhadap Pemerintah Belanda tentang Irian Jaya ( Papua )
tidak memperoleh penyelesaian yang memuaskan, seperti telah tercantum
dalam persetujuan KMB, sehingga secara sepihak Pemerintah Indonesia
membatalkan perjanjian tersebut dengan UU No. 13 Tahun 1956. Sumbangan
positif Indonesia dalam dunia Internasional adalah dikirimkannya tentara
Indonesia dalam United Nations Amergency Forces (UNEF) untuk menjaga
perdamaian di Timur Tengah. Pasukan ini diberi nama Garuda I dan
diberangkatkan Januari 1957.
b. Ekonomi
Untuk menyehatkan perekonomian, dilakukan penyehatan keuangan dengan
mengadakan sanering yang dikenal dengan Gunting Syafrudin (19 Maret
1950). Uang Rp. 5,00 ke atas dinyatakan hanya bernilai setengahnya,
sedangkan setengahnya lagi merupakan obligasi. Bari tindakan tersebut
Pemerintah dapat menarik peredaran uang sebanyak Rp. 1,5 milyar untuk
menekan inflasi.
Pemerintah juga mengeluarkan peraturan tentang Bukti Eksport (BE) untuk
mengimbangi import. Eksportir yang telah mengeksport kemudian memperoleh
BE yang dapat diperjualbelikan. Harga BE meningkat, sehingga pemerintah
membatasinya sampai 32,5%. Karena ternyats BE tidak berhasil meningkatkan
perekonomian, akhirnya peraturan tersebut dihapuskan (1959).
Pemerintah kemudian membentuk Dewan Perancang Nasional (Depernas) yang
bertugas menyusun rencana pembangunan Nasional untuk mencapai
masyarakat yang adil dan makmur (1959). Tetapi peningkatan belum juga
terjadi, karena labilnya politik dan inflasi yang mengganas. Pemerintah juga
cenderung bersikap konsumtif. Jaminan emas menurun , sehingga rupiah
merosot.
c. Sosial
Partai Politik menggalakkan masyarakat dengan membentuk organisasi massa
(ormas), khususnya dalam menghadapi Pemilu tahun 1955. Keadaan sosial-
ekonomi yang kian merosot menguntungkan partai-partai kiri yang tidak duduk
dalam pemerintahan karena dapat menguasai massa. PKI makin berkembang,
dalam Pemilu tahun 1955 dapat merupakan salah satu dari empat besar dan
kegiatannya ditingkatkan yang mengarah pada perebutan kekuasaan (1965).
d. Budaya
Meskipun banyak kesulitan yang dihadapi, Pemerintah dianggap berhasil
dalam bidang budaya ini. Untuk mencukupi tenaga terdidik dari perguruan
tinggi, Pemerintah membuka banyak universitas yang disebarkan di daerah.
Prestasi lain adalah dalam bidang olah raga. Dalam perebutan Piala Thomas
(Thomas Cup) Indonesia yang baru pertama kali mengikuti kejuaraan ini
berhasilmemperoleh piala tersebut (Juni 1958). Selain itu juga Indonesia
berhasil menyelenggarakan Konfrensi Asia-Afrika dengan sukses.
Karena wilayah Indonesia berupa kepualauan, maka Pemerintah mengubah
peraturan dari pemerintah kolonial Belanda, yaitu Peraturan Wilayah Laut dan
Lingkungan Maritim Tahun 1939, yang menyebutkan wilayah teritorial
Hindia-Belanda dihitung tiga mil laut diukur dari garis rendah pulau-pulau dan
bagian pulau yang merupakan wilayah daratannya. Peraturan ini dinilai sangat
merugikan bangsa Indonesia. Karena itu Pemerintah Indonesia mengeluarkan
Deklarasi 13 Desember 1957 yang juga disebut sebagai Deklarasi Juanda
tentang Wilayah Perairan Indonesia.
Indonesia juga membuat peraturan tentang landas kontinen, yaitu peraturan
tentang batas wilayah perairan yang boleh diambil kekayaannya. Peraturan ini
tertuang dalam Pengumuman Pemerintah tentang Landas Kontinen tanggal 17
Februari 1969. Pemerintah Indonesia mengadakan perjanjian dengan negara-
negara tetangga tentang batas-batas Landas Kontinen agar kelak tidak terjadi
kesalahpahaman.

D.Persatuan dan Kesatuan Bangsa pada Masa Orde Lama (Tahun 5 Juli 1959 –
11 Maret 1966)
Demokrasi terpimpin adalah sebuah sistem demokrasi di mana seluruh
keputusan serta pemikiran berpusat pada pemimpin negara, kala itu Presiden
Indonesia adalah Ir.Soekarno. Masa demokrasi terpimpin yang dicetuskan oleh
Presiden Soekarno diawali oleh anjuran Soekarno agar Undang-Undang yang
digunakan untuk menggantikan UUDS 1950 adalah UUD 1945. Namun usulan
itu menimbulkan pro dan kontra di kalangan anggota konstituante. Sebagai
tindak lanjut usulannya, diadakan pemungutan suara yang diikuti oleh seluruh
anggota konstituante. Pemungutan suara ini dilakukan dalam rangka mengatasi
konflik yang timbul dari pro kontra akan usulan Presiden Soekarno tersebut.
Hasil pemungutan suara menunjukan bahwa:
a. 269 orang setuju untuk kembali ke UUD 1945
b. 119 orang tidak setuju untuk kembali ke UUD 1945
Melihat dari hasil voting, usulan untuk kembali ke UUD 1945 tidak dapat
direalisasikan. Hal ini disebabkan oleh jumlah anggota konstituante yang
menyetujui usulan tersebut tidak mencapai 2/3 bagian, seperti yang telah
ditetapkan pada pasal 137 UUDS 1950. Bertolak dari hal tersebut, Presiden
Soekarno mengeluarkan sebuah dekret yang disebut Dekret Presiden 5 Juli
1959.
Isi Dekret Presiden 5 Juli 1959:

a. Tidak berlaku kembali UUDS 1950


b. Berlakunya kembali UUD 1945
c. Dibubarkannya konstituante
d. Pembentukan MPRS dan DPAS

Dengan kembali berlakunya UUD 1945, maka otomatis sistem pemerintahan


kembali pada sistem presidensil. Disini presiden mempunyai kekuasaan mutlak
dan dijadikan sebagai alat untuk melenyapkan kekuasaan-kekuasaan yang
menghalanginya sehingga nasib parpol ditentukan oleh presiden (10 parpol
yang diakui). Tidak ada lagi kebebasan mengeluarkan pendapat. Keberhasilan
dan kegagalan orde lama, yaitu:

a) Keberhasilan pada Orde Lama adalah nation building yang sangat kuat dan
diplomasi luar negeri yang sangat besar terhadap dunia.

b) Kegagalan Orde Lama adalah masalah ekonomi yang kian turun, stabilitas
politik-keamanan sangat kurang, dan konstitusi yang tidak komitmen.

1. Penerapan Demokrasi Orde Lama


Pada masa Orde lama, Pancasila dipahami berdasarkan paradigma yang
berkembang pada situasi dunia yang diliputi oleh tajamnya konflik ideologi.
Pada saat itu kondisi politik dan keamanan dalam negeri diliputi oleh
kekacauan dan kondisi sosial-budaya berada dalam suasana transisional dari
masyarakat terjajah (inlander) menjadi masyarakat merdeka. Masa orde lama
adalah masa pencarian bentuk implementasi Pancasila terutama dalam sistem
kenegaraan. Pancasila diimplementasikan dalam bentuk yang berbeda-beda
pada masa orde lama. Terdapat 3 periode implementasi Pancasila yang
berbeda, yaitu periode 1945-1950, periode 1950-1959, dan periode 1959-1966.
Orde Lama telah dikenal prestasinya dalam memberi identitas, kebanggaan
nasional dan mempersatukan bangsa Indonesia. Namun demikian, Orde Lama
pula yang memberikan peluang bagi kemungkinan kaburnya identitas tersebut
(Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945). Beberapa peristiwa pada Orde
Lama yang mengaburkan identitas nasional kita adalah; Pemberontakan PKI
pada tahun 1948, Demokrasi Terpimpin, Pelaksanaan UUD Sementara 1950,
Nasakom dan Pemberontakan PKI 1965.

2. Kebijakan Pendidikan Orde Lama


Dalam tahun 1944, Jepang semakin terdesak di dalam Perang Asia Timur
Raya. Moril masyarakat mulai mundur, persediaan senjata dana munisi terus
berkurang. Keadaan ini menyebabkan jatuhnya kabinet Tojo pada tanggal 17
Juli 1944 kemudian digantikan oleh PM. Koiso pada tanggal 18 Juli 1944.
Jepang terus terdesak untuk mengeluarkan janji kemerdekaan di kemudian hari
bagi Indonesia 7 September 1941. Gerakan Sekutu yang kian merangsek ke
Indonesia hingga akhirnya tanggal 1 Maret 1945, Kumaikici Harada
mengumumkan pembentukan Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan
Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) atau dikenal dengan sebutan Dokuritsu
Junki Cosakai yang diresmikan 28 Mei 1945. BPUPKI beranggotakan 60
orang, ditambah beberapa pimpinan. Sebagai ketua adalah Dr. Rajiman
Widyodiningrat. Badan ini memiliki tugas menyiapkan berbagai persyaratan
pendirian negara Indonesia. Secara garis besar sidang-sidang BPUPKI terbagi
menjadi dua kali sidang (29 Mei –I Juni 1945 dan 10 - 17 Juli 1945).
Secara khusus sidang pertama BPUPKI membahas tentang dasar negara.
Sejak tanggal 29 Mei - 1 Juni 1945 telah tampil 46 pembicara, namun yang
banyak kita kenal adalah tiga tokoh, yakni Mr. MohYamin, Mr. Supomo, dan
Ir. Soekarno.
Moh. Yamin membahas sekitar dasar negara terdiri lima dasar Negara
kebangsaan Indonesia, yakni; Peri Kebangsaan, Peri Kemanusiaan, Peri
Ketuhanan, Peri Kerakyatan, dan Kesejahteraan Rakyat.
Pada tanggal 30 Mei 1945 Moh. Hatta juga tampil berpidato, mengajukan
Persatuan, Kekeluargaan, Keseimbangan lahir dan batin, Musyawarah, dan
Keadilan rakyat.
Tanggal 1 Juni 1945 giliran Ir. Soekarno menyampaikan pidatonya dengan
mengajukan lima asas yang disebut dengan Pancasila. Menurut Ir. Soekarno,
nama Pancasila itu atas petunjuk seorang teman ahli bahasa. Pidato Ir.
Soekarno tanggal I Juni1945 sering disebut dengan pidato lahirnya Pancasila.
Sila-sila yang diusulkan Ir. Soekarno adalah Kebangsaan Indonesia,
Internasionalisme atau perikemanusiaan, Mufakat atau demokrasi,
Kesejahteraan sosial, Ketuhanan Yang Maha Esa. Tanggal 1 Juni 1945 Sidang
BPUPKI I berakhir, namun belum ada kesimpulan dan keputusan yang
diambil.
Panitia kecil (Panitia Sembilan) dibentuk diketuai Soekarno yang anggota-
anggotanya adalah Drs. Moh. Hatta, Mr. Moh Yamin, Mr. AhmadSubarjo, Mr.
A.A. Maramis, Abdulkadir Muzakir, Wakhidd Hasyim, H. Agus Salim, dan
Abikusno Cokrosuyoso. Pada tanggal 22 Juni 1945 Panitia Sembilan
melahirkan rumusan yang berkaitan dengan maksud dan tujuan pembentukan
negara Indonesia merdeka. Rumusan ini terkenal dengan nama Piagam Jakarta
(Jakarta Charter). Rumusan tersebut sebagai berikut: Ketuhanan, dengan
kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk pemeluknya. Dasar
Kemanusiaan yang adil dan beradab. Persatuan Indonesia. Kerakyatan yang
dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan.
Mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Pada tanggal
10 Juli 1945 mulai sidang BPUPKI II guna membahas UUD bagi Negara
Indonesia. Tanggal 11 Juli 1945, Panitia Perancang UUD secara bulat
menerima Piagam Jakarta sebagai Pembukaan UUD. Untuk menyempurnakan
UUD dengan segala pasal pasalnya, diserahkan kepada Panitia Kecil.
Hasilnya kemudian diserahkan kepada Panitia Penghalus Bahasa yang
anggotanya Husein Jayadiningrat, Agus Salim, dan Supomo. Tanggal 14 Juli
1945, BPUPKI melanjutkan sidang untuk menerima laporan dari Panitia
Perancang UUD. Tiga hal penting yang dilaporkan oleh Ir.Soekarno selaku
ketua Panitia Perancang UUD yang berisi: Pernyataan Indonesia merdeka,
pembukaan UUD (diambil dari Piagam Jakarta), dan batang tubuh UUD. Pada
tanggal 16 Juli 1945 sidang menyetujui tiga hal yang dilaporkan oleh Ir.
Soekarno tersebut. Keadaan Jepang dalam Perang Asia Timur Raya kian
terjepit. Pada 6 Agustus 1945, kota penting di Jepang, Hirosima dibom atom
oleh Amerika Serikat. Jepang tidak dapat berkutik. Setelah Jepang kalah,
terjadi kekosongan kekuasaan (Vacuum of Power) ditanah Nusantara.
Kejatuhan Jepang yang menyerah pada kekuatan sekutu menjadi momentum
yang sangat berarti bagi sejarah kemerdekaan Indonesia. Kondisi itu ternyata
tidak luput dari pembacaan para aktivis pergerakan nasional, dan kemudian
dengan cepat dimanfaatkan oleh para pejuang kemerdekaan. Oleh karena itu,
pada tanggal 7 Agustus 1945, Jenderal Terauchi menyetujui pembentukan
Dokuritsu Junbi Inkai atau Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI).
Tugasnya melanjutkan pekerjaan BPUPKI dan untuk mempersiapkan
Kemerdekaan Indonesia. Ketua PPKI adalah Ir. Soekarno, sedangkan wakilnya
Drs.Moh. Hatta. Keesokan harinya Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia
(PPKI) yang dibentuk tanggal 7 Agustus 1945 yang dipimpin oleh Soekarno
sebagai ketua dan Mohammad Hatta sebagai wakil ketua mengadakan rapat.
Pertemuan ini rencananya dimulai pada jam 09.30, akan tetapi belum juga
dimulai hingga sampai jam 11.30. Jeda waktu selama dua jam tersebut ternyata
masa yang teramat penting bagi sejarah Indonesia khususnya dalam kaitan
konstitusi Indonesia. Waktu yang singkat itu digunakan oleh Muhammad Hatta
untuk mengadakan loby dengan beberapa anggota PPKI mengenai konsep
perubahan pada Pembukaan dan Batang Tubuh Undang-Undang Dasar.
Pimpinan Angkatan Perang Jepang yang berkedudukan di Saigon, yakni
Jenderal Terauchi pada tanggal 9 Agustus 1945 memanggil Soekarno, Moh.
Hatta, dan Rajiman Widyodiningrat untuk pergi ke Dalat, Saigon, guna
merencanakan kemerdekaan Indonesia.
Tanggal 14 Agustus 1945, Soekarno, Moh. Hatta, dan Rajiman
Widyodiningrat pulang kembali ke Jakarta. Sementara Jepang sudah dalam
keadaan lumpuh sebab tanggal 9 Agustus 1945 kota Nagasaki juga dibom atom
oleh Amerika Serikat. Dengan demikian Jepang benar-benar tidak dapat
berbuat apa-apa. Akhirnya pada tanggal 15 Agustus 1945, Jepang menyerah
tanpa syarat kepada pihak Sekutu. Kepulangan pimpinan PPKI ke Indonesia
bersamaan dengan perubahan besar revolusi kemerdekaan. Skenario
kemerdekaan yang dibuat PPKI dan Jepang tidak menjadi kenyataan. Para
pemuda berhasil mendorong terjadinya jalan lain proklamasi kemerdekaan.
Akhirnya, pada tanggal 17 Agustus 1945, Soekarno-Hatta yang sebetulnya
masih ragu-ragu, berhasil dipaksa oleh kaum muda untuk segera
memproklamirkan Kemerdekaan Indonesia. Sebagai negara merdeka,
Indonesia memerlukan kelengkapan-kelengkapan negara. Sebelumnya sore hari
17 Agustus 1945, didatangi seorang opsir Jepang yang menyampaikan pesan
dari golongan Protestan dan Katolik terutama dari Indonesia Timur agar
menghilangkan tujuh kata pada Pembukaan Undang Undang Dasar. Mereka
mengancam akan keluar dari Republik Indonesia apabila usul itu tidak
diterima. Usul inilah yang kemudian menjadi pertimbangan Muhammad Hatta
mengajukan usul perubahan sebagai berikut: Kata “Mukaddimah” diganti
dengan kata “Pembukaan”. Dalam Preambule (Piagam Jakarta), anak-kalimat
:“Berdasarkan kepada Ke-Tuhanan, dengan kewajiban menjalankan syariat
Islam bagi pemeluk-pemeluknya“ diubah menjadi “berdasar atas Ke-Tuhanan
Yang Maha Esa”. Pasal 6 ayat 1, “Presiden ialah orang Indonesia asli dan
beragama Islam”, kata-kata “dan beragama Islam” dicoret. Sejalan dengan
perubahan yang kedua di atas, maka Pasal 29 ayat 1 menjadi “Negara
berdasarkan atas Ke-Tuhanan Yang Maha Esa”, sebagai pengganti “Negara
berdasarkan atas Ke-Tuhanan, dengan kewajiban menjalankan syariat Islam
bagi pemeluk-pemeluknya”.
a. Ideologi Pendidikan : Sosialisme Pendidikan
Sistem pemerintahan berganti, berganti pula ideologi/cita-cita
negaranya. Pada masa pemerintahan Soekarno, skenario yang pertama kali
dilakukan oleh Soekarno dan kabinetnya adalah bagaimana
mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Semenjak proklamasi 17 agustus
1945, sekolah-sekolah yang telah dibangun pada masa pendudukan Jepang
dilanjutkan dengan serba kekurangan. Namun demikian, dasar-dasar
pendidikan nasional telah disempurnakan dan disesuaikan dengan
kebutuhan bangsa Indonesia.
Masa revolusi pendidikan nasional mulai meletakkan dasar-dasarnya.
Pada masa revolusi sangat terasa serba terbatas, tetapi bangsa kita dapat
melaksanakan pendidikan nasional sebagaimana yang diamanatkan dalam
UUD 1945. Kita dapat merumuskan Undang-Undang Pendidikan No.
4/1950 junto no. 12/ 1954. Kita dapat membangun sistem pendidikan yang
tidak kalah mutunya. Pendidikan memang tidak bisa terlepas dari tujuan
negara atau pemerintah. Pada masa kepemimpinan bung Karno,
pemerintahannya menginginkan pembentukan masyarakat sosialis
Indonesia.

E. Persatuan dan Kesatuan Bangsa pada Masa Orde Baru ( Tahun 11 Maret 1966 –
21 Mei 1998 )

A. Pengertian Masa Pemerintahan Orde Baru Orde Baru adalah suatu tatanan
seluruh perikehidupan rakyat, bangsa dan negara yang diletakkan kembali kepada
pelaksanaan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen. Dengan kata
lain, Orde Baru adalah suatu orde yang mempunyai sikap dan tekad untuk
mengabdi pada kepentingan rakyat dan nasional dengan dilandasi oleh semangat
dan jiwa Pancasila serta UUD 1945.
B. Latar Belakang Lahirnya Masa Pemerintahan Orde Baru

1. Terjadinya peristiwa Gerakan 30 September 1965.

2. Keadaan politik dan keamanan negara menjadi kacau karena peristiwa Gerakan
30 September 1965 ditambah adanya konflik di angkatan darat yang sudah
berlangsung lama.

3. Keadaan perekonomian semakin memburuk dimana inflasi mencapai 600%


sedangkan upaya pemerintah melakukan devaluasi rupiah dan kenaikan harga
bahan bakar menyebabkan timbulnya keresahan masyarakat.

4. Reaksi keras dan meluas dari masyarakat yang mengutuk peristiwa pembunuhan
besar- besaran yang dilakukan oleh PKI. Rakyat melakukan demonstrasi menuntut
agar PKI berserta Organisasi Masanya dibubarkan serta tokoh-tokohnya diadili.

5. Kesatuan aksi (KAMI,KAPI,KAPPI,KASI,dsb) yang ada di masyarakat


bergabung membentuk Kesatuan Aksi berupa “Front Pancasila” yang selanjutnya
lebih dikenal dengan “Angkatan 66” untuk menghacurkan tokoh yang terlibat
dalam Gerakan 30 September 1965. Kesatuan Aksi “Front Pancasila” pada 10
Januari 1966 di depan gedung DPR-GR mengajukan tuntutan”TRITURA”(Tri
Tuntutan Rakyat) yang berisi : - Pembubaran PKI berserta Organisasi Massanya -
Pembersihan Kabinet Dwikora - Penurunan Harga-harga barang.

7. Upaya reshuffle kabinet Dwikora pada 21 Februari 1966 dan Pembentukan


Kabinet Seratus Menteri tidak juga memuaskan rakyat sebab rakyat menganggap
di kabinet tersebut duduk tokoh-tokoh yang terlibat dalam peristiwa Gerakan 30
September 1965.

8. Wibawa dan kekuasaan presiden Sukarno semakin menurun setelah upaya


untuk mengadili tokoh-tokoh yang terlibat dalam peristiwa Gerakan 30 September
1965 tidak berhasil dilakukan meskipun telah dibentuk Mahkamah Militer Luar
Biasa(Mahmilub).

9. Sidang Paripurna kabinet dalam rangka mencari solusi dari masalah yang sedang
bergejolak tak juga berhasil. Maka Presiden mengeluarkan Surat Perintah Sebelas
Maret 1966 (SUPERSEMAR) yang ditujukan bagi Letjen Suharto guna mengambil
langkah yang dianggap perlu untuk mengatasi keadaan negara yang semakin kacau
dan sulit dikendalikan.

C. Kehidupan Politik Pada Masa Orde Baru

a. Penataan politik dalam negeri 1. Pembentukan Kabinet Pembangunan Kabinet


awal pada masa peralihan kekuasaan (28 Juli 1966) adalah Kabinet AMPERA
dengan tugas yang dikenal dengan nama Dwi Darma Kabinet Ampera yaitu untuk
menciptakan stabilitas politik dan ekonomi sebagai persyaratan untuk
melaksanakan pembangunan nasional. Program Kabinet

AMPERA yang disebut Catur Karya Kabinet AMPERA adalah sebagai berikut:
• Memperbaiki kehidupan rakyat terutama di bidang sandang dan pangan.

• Melaksanakan pemilihan Umum dalam batas waktu yakni 5 Juli 1968.

• Melaksanakan politik luar negeri yang bebas aktif untuk kepentingan nasional.

• Melanjutkan perjuangan anti imperialisme dan kolonialisme dalam segala bentuk


dan manifestasinya. Selanjutnya setelah sidang MPRS tahun 1968 menetapkan
Suharto sebagai presiden untuk masa jabatan 5 tahun maka dibentuklah kabinet
yang baru dengan nama Kabinet Pembangunan dengan tugasnya yang disebut
dengan Pancakrida, yang meliputi :

• Penciptaan stabilitas politik dan ekonomi

• Penyusunan dan pelaksanaan Rencana Pembangunan Lima Tahun Tahap pertama


• Pelaksanaan Pemilihan Umum

• Pengikisan habis sisa-sisa Gerakan 3o September

• Pembersihan aparatur negara di pusat pemerintahan dan daerah dari pengaruh


PKI.

2. Pembubaran PKI dan Organisasi masanya Suharto sebagai pengemban


Supersemar guna menjamin keamanan, ketenangan, serta kestabilan jalannya
pemerintahan maka melakukan :

• Pembubaran PKI pada tanggal 12 Maret 1966 yang diperkuat dengan


dikukuhkannya Ketetapan MPRS No. IX Tahun 1966..
• Dikeluarkan pula keputusan yang menyatakan bahwa PKI sebagai organisasi
terlarang di Indonesia.

• Pada tanggal 8 Maret 1966 dilakukan pengamanan 15 orang menteri yang


dianggap terlibat Gerakan 30 September 1965. Hal ini disebabkan muncul
keraguan bahwa mereka tidak hendak membantu presiden untuk memulihkan
keamanan dan ketertiban.

Penyederhanaan dan Pengelompokan Partai Politik Setelah pemilu 1971 maka


dilakukan penyederhanakan jumlah partai tetapi bukan berarti menghapuskan
partai tertentu sehingga dilakukan penggabungan (fusi) sejumlah partai. Sehingga
pelaksanaannya kepartaian tidak lagi didasarkan pada ideologi tetapi atas
persamaan program. Penggabungan tersebut menghasilkan tiga kekuatan sosial-
politik, yaitu :

• Partai Persatuan Pembangunan (PPP) merupakan fusi dari NU, Parmusi, PSII,
dan Partai Islam Perti yang dilakukan pada tanggal 5 Januari 1973 (kelompok
partai politik Islam)

• Partai Demokrasi Indonesia (PDI), merupakan fusi dari PNI, Partai Katolik,
Partai Murba, IPKI, dan Parkindo (kelompok partai politik yang bersifat
nasionalis).

• Golongan Karya (Golkar)

4. Pemilihan Umum Selama masa Orde Baru telah berhasil melaksanakan


pemilihan umum sebanyak enam kali yang diselenggarakan setiap lima tahun
sekali, yaitu: tahun 1971, 1977, 1982, 1987, 1992, dan 1997. Penyelenggaraan
Pemilu yang teratur selama Orde Baru menimbulkan kesan bahwa demokrasi di
Indonesia sudah tercipta. Apalagi pemilu itu berlangsung secara tertib dan dijiwai
oleh asas LUBER(Langsung, Umum, Bebas, dan Rahasia).Kenyataannya pemilu
diarahkan pada kemenangan peserta tertentu yaitu Golongan Karya (Golkar) yang
selalu mencolok sejak pemilu 1971-1997. Kemenangan Golkar yang selalu
mendominasi tersebut sangat menguntungkan pemerintah dimana terjadi
perimbangan suara di MPR dan DPR. Perimbangan tersebut memungkinkan
Suharto menjadi Presiden Republik Indonesia selama enam periode pemilihan.
Selain itu, setiap Pertangungjawaban, Rancangan Undang-undang, dan usulan
lainnya dari pemerintah selalu mendapat persetujuan dari MPR dan DPR tanpa
catatan.

5. Peran Ganda ABRI Guna menciptakan stabilitas politik maka pemerintah


menempatkan peran ganda bagi ABRI yaitu sebagai peran hankam dan sosial.
Sehingga peran ABRI dikenal dengan Dwifungsi ABRI. Peran ini dilandasi dengan
adanya pemikiran bahwa TNI adalah tentara pejuang dan pejuang tentara.
Kedudukan TNI dan Polri dalam pemerintahan adalah sama di lembaga MPR/DPR
dan DPRD mereka mendapat jatah kursi dengan pengangkatan. Pertimbangan
pengangkatannya didasarkan pada fungsi stabilisator dan dinamisator.

6. Pemasyarakatan P4 Pada tanggal 12 April 1976, Presiden Suharto


mengemukakan gagasan mengenai pedoman untuk menghayati dan mengamalkan
Pancasila yaitu gagasan Ekaprasetia Pancakarsa. Gagasan tersebut selanjutnya
ditetapkan sebagai Ketetapan MPR dalam sidang umum tahun 1978 mengenai
“Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila” atau biasa dikenal sebagai P4.
Guna mendukung program Orde baru yaitu Pelaksanaan Pancasila dan UUD 1945
secara murni dan konsekuen maka sejak tahun 1978 diselenggarakan penataran P4
secara menyeluruh pada semua lapisan masyarakat. Tujuan dari penataran P4
adalah membentuk pemahaman yang sama mengenai demokrasi Pancasila
sehingga dengan pemahaman yang sama diharapkan persatuan dan kesatuan
nasional akan terbentuk dan terpelihara. Melalui penegasan tersebut maka opini
rakyat akan mengarah pada dukungan yang kuat terhadap pemerintah Orde Baru.
Pelaksanaan Penataran P4 tersebut menunjukkan bahwa Pancasila telah
dimanfaatkan oleh pemerintahan Orde Baru. Hal ini tampak dengan adanya
himbauan pemerintah pada tahun 1985 kepada semua organisasi untuk menjadikan
Pancasila sebagai asas tunggal. Penataran P4 merupakan suatu bentuk indoktrinasi
ideologi sehingga Pancasila menjadi bagian dari sistem kepribadian, sistem
budaya, dan sistem sosial masyarakat Indonesia.

7. Mengadakan Penentuan Pendapat Rakyat (Perpera) di Irian Barat dengan


disaksikan oleh wakil PBB pada tanggal 2 Agustus 1969. b. Penataan politik luar
negeri Di samping membina stabilitas politik dalam negeri, Pemerintah Orde Baru
juga mengadakan perubahan-perubahan dalam politik luar negeri.

Berikut ini upaya-upaya pembaharuan dalam politik luar negeri:


1. Indonesia Kembali Menjadi Anggota PBB Indonesia kembali menjadi anggota
PBB dikarenakan adanya desakan dari komisi bidang pertahanan keamanan dan
luar negeri DPR GR terhadap pemerintah Indonesia. Pada tanggal 3 Juni 1966
akhirnya disepakati bahwa Indonesia harus kembali menjadi anggota PBB dan
badan-badan internasional lainnya dalam rangka menjawab kepentingan nasional
yang semakin mendesak. Keputusan untuk kembali ini dikarenakan Indonesia
sadar bahwa ada banyak manfaat yang diperoleh Indonesia selama menjadi
anggota PBB pada tahun 1950-1964. Indonesia secara resmi akhirnya kembali
menjadi anggota PBB sejak tanggal 28 Desember 1966. Kembalinya Indonesia
mendapat sambutan baik dari sejumlah negara Asia bahkan dari pihak PBB sendiri
hal ini ditunjukkan dengan ditunjuknya Adam Malik sebagai Ketua Majelis Umum
PBB untuk masa sidang tahun 1974. Kembalinya Indonesia menjadi anggota PBB
dilanjutkan dengan tindakan pemulihan hubungan dengan sejumlah negara seperti
India, Filipina, Thailand, Australia, dan sejumlah negara lainnya yang sempat
remggang akibat politik konfrontasi Orde Lama

2. Membekukan hubungan diplomatik dengan Republik Rakyat Cina (RRC) Sikap


politik Indonesia yang membekukan hubungan diplomatik dengan RRC
disebabkan pada masa G 30 S/PKI, RRC membantu PKI dalam melaksanakan
kudeta tersebut. RRC dianggap terlalu mencampuri urusan dalam negeri Indonesia.
Normalisasi hubungan dengan beberapa negara : • Pemulihan hubungan dengan
Singapura Sebelum pemulihan hubungan dengan Malaysia Indonesia telah
memulihkan hubungan dengan Singapura dengan perantaraan Habibur Rachman
(Dubes Pakistan untuk Myanmar). Pemerintah Indonesia menyampikan nota
pengakuan terhadap Republik Singapura pada tanggal 2 Juni 1966 yang
disampikan pada Perdana Menteri Lee Kuan Yew. Akhirnya pemerintah
Singapurapun menyampikan nota jawaban kesediaan untuk mengadakan hubungan
diplomatic. • Pemulihan hubungan dengan Malaysia Normalisasi hubungan
Indonesia dan Malaysia dimulai dengan diadakan perundingan di Bangkok pada 29
Mei-1 Juni 1966 yang menghasilkan perjanjian Bangkok, yang berisi: - Rakyat
Sabah diberi kesempatan menegaskan kembali keputusan yang telah mereka ambil
mengenai kedudukan mereka dalam Federasi Malaysia. - Pemerintah kedua belah
pihak menyetujui pemulihan hubungan diplomatik. Tindakan permusuhan antara
kedua belah pihak akan dihentikan. - Peresmian persetujuan pemulihan hubungan
Indonesia-Malaysia oleh Adam Malik dan Tun Abdul Razak dilakukan di Jakarta
tanggal 11 agustus 1966 dan ditandatangani persetujuan Jakarta (Jakarta Accord).
Hal ini dilanjutkan dengan penempatan perwakilan pemerintahan di masing-
masing Negara. Peran aktif Indonesia juga ditunjukkan dengan menjadi salah satu
negara pelopor berdirinya ASEAN. Menteri Luar Negeri Indonesia Adam Malik
bersama menteri luar negeri/perdana menteri Malaysia, Filipina, Singapura, dan
Thailand menandatangi kesepakatan yang disebut Deklarasi Bangkok pada tanggal
8 Agustus 1967. Deklarasi tersebut menjadi awal berdirinya organisasi ASEAN.

D. Kehidupan Ekonomi Pada Masa Pemerintahan Orde Baru Pada masa


Demokrasi Terpimpin, negara bersama aparat ekonominya mendominasi seluruh
kegiatan ekonomi sehingga mematikan potensi dan kreasi unit-unit ekonomi
swasta. Sehingga, pada permulaan Orde Baru program pemerintah berorientasi
pada usaha penyelamatan ekonomi nasional terutama pada usaha mengendalikan
tingkat inflasi, penyelamatan keuangan negara dan pengamanan kebutuhan pokok
rakyat. Tindakan pemerintah ini dilakukan karena adanya kenaikan harga pada
awal tahun 1966 yang menunjukkan tingkat inflasi kurang lebih 650 % setahun.
Hal itu menjadi penyebab kurang lancarnya program pembangunan yang telah
direncanakan pemerintah. Oleh karena itu pemerintah menempuh cara sebagai
berikut:

1. Stabilisasi dan Rehabilitasi Ekonomi

2. Kerja Sama Luar Negeri

3. Pembangunan Nasional

4. Pelaksanaannya pembangunan nasional dilakukan secara bertahap yaitu:

• Jangka panjang mencakup periode 25 sampai 30 tahun

• Jangka pendek mencakup periode 5 tahun (Pelita/Pembangunan Lima Tahun),


merupakan jabaran lebih rinci dari pembangunan jangka panjang sehingga tiap
pelita akan selalu saling berkaitan/berkesinambungan.Selama masa Orde Baru
terdapat 6 Pelita, yaitu : - Pelita I Dilaksanakan pada 1 April 1969 hingga 31 Maret
1974 yang menjadi landasan awal pembangunan Orde Baru.Tujuannya adalah
untuk meningkatkan taraf hidup rakyat dan sekaligus meletakkan dasar-dasar bagi
pembangunan dalam tahap berikutnya dengan sasaran dalm bidang Pangan,
Sandang, Perbaikan prasarana, perumahan rakyat, perluasan lapangan kerja, dan
kesejahteraan rohani. - Pelita II Dilaksanakan pada tanggal 1 April 1974 hingga 31
Maret 1979. Sasaran utamanya adalah tersedianya pangan, sandang,perumahan,
sarana dan prasarana, mensejahterakan rakyat dan memperluas kesempatan kerja.
Pelaksanaan Pelita II cukup berhasil pertumbuhan ekonomi rata-rata mencapai 7%
per tahun. Pada awal pemerintahan Orde Baru laju inflasi mencapai 60% dan pada
akhir Pelita I laju inflasi turun menjadi 47%. Selanjutnya pada tahun keempat
Pelita II, inflasi turun menjadi 9,5%. - Pelita III Dilaksanakan pada tanggal 1 April
1979 hingga 31 Maret 1984. Pelita III pembangunan masih berdasarkan pada
Trilogi Pembangunan dengan penekanan lebih menonjol pada segi pemerataan
yang dikenal dengan Delapan Jalur Pemerataan, yaitu:

- Pemerataan pemenuhan kebutuhan pokok rakyat, khususnya sandang, pangan,


dan perumahan.

- Pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan dan pelayanan kesehatan.

-Pemerataan pembagian pendapatan Pemerataan kesempatan kerja

- Pemerataan kesempatan berusaha

- Pemerataan kesempatan berpartisipasi dalam pembangunan khususnya bagi


generasi muda dan kaum perempuan

- Pemerataan penyebaran pembagunan di seluruh wilayah tanah air o Pemerataan


kesempatan memperoleh keadilan.

- Pelita IV Dilaksanakan pada tanggal 1 April 1984 hingga 31 Maret 1989. Titik
beratnya adalah sektor pertanian menuju swasembada pangan dan meningkatkan
industri yang dapat menghasilkan mesin industri sendiri. Terjadi resesi pada awal
tahun 1980 yang berpengaruh terhadap perekonomian Indonesia. Pemerintah
akhirnya mengeluarkan kebijakan moneter dan fiskal sehingga kelangsungan
pembangunan ekonomi dapat dipertahankan.

- Pelita V Dilaksanakan pada tanggal 1 April 1989 hingga 31 Maret 1994. Titik
beratnya pada sektor pertanian dan industri. Indonesia memiki kondisi ekonomi
yang cukup baik dengan pertumbuhan ekonomi rata-rata 6,8 % per tahun. Posisi
perdagangan luar negeri memperlihatkan gambaran yang menggembirakan.
Peningkatan ekspor lebih baik dibanding sebelumnya.
- Pelita VI Dilaksanakan pada tanggal 1 April 1994 hingga 31 Maret 1999. Titik
beratnya masih pada pembangunan pada sektor ekonomi yang berkaitan dengan
industri dan pertanian serta pembangunan dan peningkatan kualitas sumber daya
manusia sebagai pendukungnya. Sektor ekonomi dipandang sebagai penggerak
utama pembangunan. Pada periode ini terjadi krisis moneter yang melanda negara-
negara Asia Tenggara termasuk Indonesia. Karena krisis moneter dan peristiwa
politik dalam negeri yang mengganggu perekonomian menyebabkan rezim Orde
Baru runtuh.

E. Kronologis Runtuhnya Sistem Pemerintahan Orde Baru

a. Krisis Moneter Pada waktu krisis melanda Thailand, keadaan Indonesia masih
baik. Inflasi rendah, ekspor masih surplus sebesar US$ 900 juta dan cadangan
devisa masih besar, lebih dari US$ 20 B. Tapi banyak perusahaan besar
menggunakan hutang dalam US Dollar. Ini merupakan cara yang menguntungkan
ketika Rupiah masih kuat. Hutang dan bunga tidak jadi masalah karena diimbangi
kekuatan penghasilan Rupiah. Tapi begitu Thailand melepaskan kaitan Baht pada
US Dollar di bulan Juli 1997, Rupiah kena serangan bertubi-tubi, dijual untuk
membeli US Dollar yang menjadi murah. Waktu Indonesia melepaskan Rupiah
dari US Dollar, serangan meningkat makin menjatuhkan nilai Rupiah. IMF maju
dengan paket bantuan US$ 20B, tapi Rupiah jatuh terus dengan kekuatiran akan
hutang perusahaan, pelepasan Rupiah besar-besaran. Bursa Efek Jakarta juga jatuh.
Dalam setengah tahun, Rupiah jatuh dari 2,000 dampai 18,000 per US Dollar. b.
Tragedi “TRISAKTI” Tragedi 12 mei 1998 yang menewaskan 4 orang mahasiswa
Universitas Trisakti. Tragedi yang sampai saat ini masih dikenang oleh para
mahasiswa di seluruh Indonesia belum jelas penyelesaiannya hingga sekarang.
Tahun demi tahun kasus ini selalu timbul tenggelam. Setiap 12 Mei mahasiswa pun
berdemo menuntut diselesaikannya kasus penembakan mahasiswa Trisakti. Namun
semua itu seperti hanya suatu kisah yang tidak ada masalah apapun. Seperti suatu
hal yang biasa saja. Pemerintah pun tidak ada suatu pernyataan yang tegas dan
jelas terhadap kasus ini. Paling tidak perhatian terhadap kasus ini pun tidak ada.
Mereka yang telah pergi adalah : - Elang Mulia Lesmana - Heri Hertanto - Hafidin
Royan - Hendriawan Sie Mereka merupakan Pahlawan Reformasi selain
mahasiswa lainnya yg ikut berjuang pada saat itu. c. Penjarahan Pada tanggal 14
Mei 1998, Jakarta seperti membara. Semua orang tumpah di jalanan. Mereka
merusak dan menjarah toko dan gedung milik swasta maupun pemerintah. Masa
pada saat itu sudah kehilangan kendali dan brutal akibat kondisi yang terjadi di
tanah air pada saat itu. Tak hanya itu, massa juga memburu warga keturunan Cina.
Tarakhir, banyak warga keturunan Cina mengungsi ke luar negeri. Sebagian
lainnya bertahan dalam ketakutan dan munculah isyu-isyu gak tidak jelas bahwa
pada hari itu terjadi perkosaan masal warga keturunan tiong Hoa. d. Mahasiswa
Menduduki Gedung MPR 18 Mei Pukul 15.20 WIB, Ketua MPR yang juga ketua
Partai Golkar, Harmoko di Gedung DPR, yang dipenuhi ribuan mahasiswa, dengan
suara tegas menyatakan, demi persatuan dan kesatuan bangsa, pimpinan DPR, baik
Ketua maupun para Wakil Ketua, mengharapkan Presiden Soeharto mengundurkan
diri secara arif dan bijaksana. Harmoko saat itu didampingi seluruh Wakil Ketua
DPR, yakni Ismail Hasan Metareum, Syarwan Hamid,Abdul Gafur, dan Fatimah
Achmad. Pukul 21.30 WIB, empat orang menko (Menteri Koordinator) diterima
Presiden Soeharto di Cendana untuk melaporkan perkembangan. Mereka juga
berniat menggunakan kesempatan itu untuk menyarankan agar Kabinet
Pembangunan VII dibubarkan saja, bukan di-reshuffle. Tujuannya, agar mereka
yang tidak terpilih lagi dalam kabinet reformasi tidak terlalu “malu”. Namun, niat
itu tampaknya sudah diketahui oleh Presiden Soeharto. Ia langsung mengatakan,
“Urusan kabinet adalah urusan saya.” Akibatnya, usul agar kabinet dibubarkan
tidak jadi disampaikan. Pembicaraan beralih pada soal-soal yang berkembang di
masyarakat. Pukul 23.00 WIB Menhankam/Panglima ABRI Jenderal TNI Wiranto
mengemukakan, ABRI menganggap pernyataan pimpinan DPR agar Presiden
Soeharto mengundurkan diri itu merupakan sikap dan pendapat individual,
meskipun pernyataan itu disampaikan secara kolektif. Wiranto mengusulkan
pembentukan “Dewan Reformasi”. Gelombang pertama mahasiswa dari FKSMJ
dan Forum Kota memasuki halaman dan menginap di Gedung DPR/MPR. e.
Soeharto Meletakkan Jabatannya 21 Mei Pukul 01.30 WIB, Ketua Umum
Pengurus Pusat MuhammadiyahAmien Rais dan cendekiawan Nurcholish Madjid
(almarhum) pagi dini hari menyatakan, “Selamat tinggal pemerintahan lama dan
selamat datang pemerintahan baru”. Pukul 9.00 WIB, Soeharto mengumumkan
pengunduran dirinya pada pukul 9.00 WIB. Soeharto kemudian mengucapkan
terima kasih dan mohon maaf kepada seluruh rakyat dan meninggalkan halaman
Istana Merdeka didampingi ajudannya, Kolonel (Kav) Issantoso dan Kolonel (Pol)
Sutanto (kemudian menjadi Kepala Polri). Mercedes hitam yang ditumpanginya
tak lagi bernomor polisi B-1, tetapi B 2044 AR. Wakil Presiden B.J. Habibie
menjadi presiden baru Indonesia. Jenderal Wiranto mengatakan ABRI akan tetap
melindungi presiden dan mantan-mantan presiden, “ABRI akan tetap menjaga
keselamatan dan kehormatan para mantan presiden/mandataris MPR, termasuk
mantan Presiden Soeharto beserta keluarga.” Terjadi perdebatan tentang proses
transisi ini. Yusril Ihza Mahendra, salah satu yang pertama mengatakan bahwa
proses pengalihan kekuasaan adalah sah dan konstitusional.

F. Kelebihan dan Kekurangan Sistem Pemerintahan Orde Baru

a. Kelebihan Sistem Pemerintahan Orde Baru Perkembangan GDP per kapita


Indonesia yang pada tahun 1968 hanya AS$70 dan pada 1996 telah mencapai lebih
dari AS$1.565

1. Sukses transmigrasi

2. Sukses KB

3. Sukses memerangi buta huruf

4. Sukses swasembada pangan

5. Pengangguran minimum

6. Sukses REPELITA (Rencana Pembangunan Lima Tahun)

7. Sukses Gerakan Wajib Belajar

8. Sukses Gerakan Nasional Orang-Tua Asuh

9. Sukses keamanan dalam negeri

10. Investor asing mau menanamkan modal di Indonesia

11. Sukses menumbuhkan rasa nasionalisme dan cinta produk dalam negeri

b. Kekurangan Sistem Pemerintahan Orde Baru

1. Semaraknya korupsi, kolusi, nepotisme

2. Pembangunan Indonesia yang tidak merata dan timbulnya kesenjangan


pembangunan antara pusat dan daerah, sebagian disebabkan karena kekayaan
daerah sebagian besar disedot ke pusat
3. Munculnya rasa ketidakpuasan di sejumlah daerah karena kesenjangan
pembangunan, terutama di Aceh dan Papua

4. Kecemburuan antara penduduk setempat dengan para transmigran yang


memperoleh tunjangan pemerintah yang cukup besar pada tahun-tahun pertamanya
5. Bertambahnya kesenjangan sosial (perbedaan pendapatan yang tidak merata
bagi si kaya dan si miskin)

6. Pelanggaran HAM kepada masyarakat non pribumi (terutama masyarakat


Tionghoa)

7. Kritik dibungkam dan oposisi diharamkan

8. Kebebasan pers sangat terbatas, diwarnai oleh banyak koran dan majalah yang
dibredel

9. Penggunaan kekerasan untuk menciptakan keamanan, antara lain dengan


program "Penembakan Misterius"

10. Tidak ada rencana suksesi (penurunan kekuasaan ke pemerintah/preside n


selanjutnya)

11. Menurunnya kualitas birokrasi Indonesia yang terjangkit penyakit Asal Bapak
Senang, hal ini kesalahan paling fatal Orde Baru karena tanpa birokrasi yang
efektif negara pasti hancur.Menurunnya kualitas tentara karena level elit terlalu
sibuk berpolitik sehingga kurang memperhatikan kesejahteraan anak buah.

12. Pelaku ekonomi yang dominan adalah lebih dari 70% aset kekayaaan negara
dipegang oleh swasta

G. Pengertian dan Agenda Sistem Pemerintahan Reformasi Reformasi merupakan


suatu perubahan tatanan perikehidupan lama dengan perikehidupan barudan secara
hukum menuju kearah perbaikan. Reformasi merupakan formulasi menuju
Indonesia baru dengan tatanan baru. Tatanan gerakan reformasi pada

11. 16. mulanya disuarakan dari kalangan kampus yaitu mahasiswa, dosen
maupun rektor. Situasi politik dan ekonomi Indonesia yang demikian terpuruk
mendorong kalangan kampus tidak hanya bersuara melalui mimbar bibas di
kampus, namun akhirnya mendorong mahasiswa turun ke jalan. Gerakan reformasi
yang dipelopori oleh para mahasiswa tersebut mengusung enam agenda reformasi
yaitu: 1. Adili Soeharto dan krono-kroninya 2. Amandemen UUD 1945 3.
Penghapusan Dwifungsi ABRI 4. Otonomi daerah yang seluas-luasnya 5.
Supremasi hokum 6. Pemerintahan yang bersih dari KKN (Korupsi, Kolusi, dan
Nepotisme) H. Latar Belakang Lahirnya Masa Pemerintahan Reformasi Krisis
finalsial Asia yang terjadi sejak tahun 1997 menyebabkan ekonomi Indonesia
melemah. Keadaan memburuk. Adanya sistem monopoli di bidang perdagangan,
jasa, dan usaha. Pada masa orde baru, orang- orang dekat dengan pemerintah akan
mudah mendapatkan fasilitas dan kesempatan bahkan mampu berbuat apa saja
demi keberhasilan usahanya.Terjadi krisis moneter. Krisis tersebut membawa
dampak yang luas bagi kehidupan manusia dan bidang usaha. Banyak perusahaan
yang ditutup sehimgga terjadi PHK dimana-mana dan menyebabkan amgka
pengangguran meningkat tajam serta muncul kemiskinan dimana-mana dan krisis
perbankan. KKN semakin merajarela, ketidak adilan dalam bidang hukum,
pemerintahan orde baru yang otoriter (tidak demokrasi) dan tertutup, besarnya
peranan militer dalam orde baru, adanya 5 paket UU serta memunculkan
demonstrasi yang digerakkan oleh mahsiswa. Tuntutan utama kaum demonstran
adalah perbaikan ekonomi dan reformasi total. Demonstrasi besar-besaran
dilakukan di Jakarta pada tanggal 12 Mei 1998. Pada saat itu terjadi peristiwa
Trisakti, yaitu meninggalnya empat mahasiswa Universitas Trisakti akibat bentrok
dengan aparat keamanan. Empat mahasiswa tersebut adalah Elang Mulya
Lesmana, Hery Hariyanto, Hendriawan, dan Hafidhin Royan. Keempat mahasiswa
yang gugur tersebut kemudian diberi gelar sebagai “ Pahlawan reformasi”.
Menanggapi aksi reformasi tersebut, presiden soeharto berjanji akan mereshuffle
cabinet pembangunan VII menjadi Kabinet Reformasi. Selain itu juga akan
membentuk Komite Reformasi yang bertugas menyelesaikan UU Pemilu, UU
Kepartaian, UU Susduk MPR, DPR, dan DPRD, UU Antimonopoli, dan UU
Antikorupsi. Dalam perkembangannya, komite reformasi belum bisa terbentuk
karenan empat belas menteri menolak untuk diikutsertakan dalam Kabinet

12. 17. Reformasi. Adanya penolakan tersebut menyebabkan presiden Soeharto


mundur dari jabatannya. Akhirnya pada tanggal 21 Mei 1998 presiden Soeharto
mengundurkan diri dari jabatannya sebagai presiden RI dan menyerahkan
jabatannya kepada wakil presiden B.J. Habibie. Peristiwa ini menandai dimulainya
orde reformasi. I. Faktor-faktor yang Mendorong Munculnya Reformasi a. Adanya
ketidakadilan di bidang perekonomian dan hukum selama pemerintahan orde baru
selama 32 tahun b. Krisis Politik Pembaharuan yang dituntut terutama ditukukan
pada terbitnya lima paket undang-undang politik yang dianggap menjadi sumber
ketidakadilan yaitu : 1. UU No. 1 tahun 1985 tentang pemilihan umum 2. UU No.
2 tahun 1985 tentang susunan, kedudukan, tugas dan wewenang DPR/MPR 3. UU
No. 3 tahun 1985 tentang Parpoil dan golongan karya 4. UU No. 5 tahun 1985
tentang referendum 5. UU No. 8 tahun 1985 tentang organisasi massa c. Krisis
Hukum Pelaksanaan hukum pada masa orde baru terdapat banyak ketidakadilan
terutama yang menyangkut hukum bagi keluarga pejabat. Bahkan hkum dijadikan
sebagai pembenaran atas tindakan dan kebijakan pemerintah atau sering terjadi
rkayasa dalam proses peradilan. d. Krisis Ekonomi Faktor penyebab krisis
ekonomi yang melanda Indonesia antara lain : 1. Utang Luar Negeri Indonesia 2.
Penyimpangan Pasal 33 UUD 1945 3. Pola pemerintahan sentralistis e. Krisis
Kepercayaan Krisis multidimensi yang melanda bangsa Indonesia telah
mengurangi kepercayaan rakyat kepada kepemimpinan Soeharto. Puncak dari
ketidakpercayaan rakyat adalah terjadinya berbagai aksi demonstrasi menentang
pemerintah karena mengeluarkan kebijakan yang melukai hati rakyat misal
kenaikan BBM dan ongkos angkutan pada 4 Mei 1998. puncak aksi rakyat dan
mahasiswa terjadi pada 12 Mei 1998 dimana terjadi peristiwa penembakan
terhadap Mahasiswa Trisakti oleh aparat yaitu : 1. Elang Mulia Lesmana 2. Heri
Hertanto 3. Hendriawan Lesmana 4. Hafidhin Royan Yang akhirnya mendorong
timbulnya aksi massa lebih besar pada 13 dan 14 Mei 1998 sehingga terjadi aksi
anarkis terutama ditujukan pada etnis Cina. Tuntutan mundur kepada Soeharto
semakin menguat setelah munculnya tokoh-tokoh masyarakat yang ikut menuntut
Soeharto mundur diantaranya : 1. Gus Dur

13. 18. 2. Amien Rais 3. Megawati 4. Sri Sultan Hemengkubuwono X (Yang


dikenal dengan Tokoh Deklarasi Ciganjur) pada tanggal 21 Mei 1998 kemudian
menyerahkan kekuasaan pada BJ. Habibie. J. Beberapa Kebijakan yang
Dikeluarkan B.J Habibie untuk Mewujudkan Tujuan dari Reformasi a. Kebijakan
Dalam Bidang Politik Reformasi dalam bidang politik berhasil mengganti lima
paket undang-undang masa orde baru dengan tiga undang-undang politik yang
lebih demokratis. Berikut ini tiga undang-undang tersebut. 1. UU No. 2 Tahun
1999 tentang partai politik 2. UU No. 3 Tahin 1999 tentang pemilihan umum 3.
UU No. 4 Tahun 1999 tentang susunan dan kedudukan DPR/MPR b. Kebijakan
Dalam Bidang Ekonomi Untuk memperbaiki prekonomian yang terpuruk, terutama
dalam sektor perbankan, pemerintah membentuk Badan Penyehatan Perbankan
Nasional ( BPPN ). Selanjutnya pemerintah mengeluarkan UU No 5 Tahun 1999
tentang perlindungan konsumen: c. Kebebasan Dalam Menyampaikan Pendapat
dan Pers Kebebasan menyampaikan pendapat dalam masyarakat mulai terangkat
kembali. Hal ini terlihat dari mumculnya partai-partai politik dari berbagaia
golongan dan ideology. Masyarakat dapat menyampaikan kritik secara terbuka
kepada pemerintah. Di samping kebebasan dalam menyampaikan pendapat,
kebebasan juga diberikan kepada Pers. Reformasi dalam Pers dilakukan dengan
cara menyederhanakan permohonan Surat Ijin Usaha Penerbitan ( SIUP ). d.
Pelaksanaan Pemilu Pada masa pemerintahan B.J. Habibie berhasil
diselenggarakan pemilu multipartai yang damai dan pemilihan presiden yang
demokratis. Pemilu tersebut diikuti oleh 48 partai politik. Dalam pemerintahan B.
J. Habibie juga berhasil menyelesaikan masalah Timor Timur . B.J.Habibie
mengambil kebijakan untuk melakukan jajak pendapat di Timor Timur.
Referendum tersebut dilaksanakan pada tanggal 30 Agustus 1999 dibawah
pengawasan UNAMET. Hasil jajak pendapat tersebut menunjukan bahwa
mayoritas rakyat Timor Timur lepas dari Indonesia. Sejak saat itu Timor Timur
lepas dari Indonesia. Pada tanggal 20 Mei 2002 Timor Timur mendapat
kemerdekaan penuh dengan nama Republik Demokratik Timor Leste. Selain
dengan adanya kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan oleh B.J. Habibie, perubahan
juga dilakukan dengan penyempurnaan pelaksanaan dan perbaikan

14. 19. peraturan-peraturan yan tidakk demokratis, dengan meningkatkan peran


lembaga- lembaga tinggi dan tertinggi negara dengan menegaskan fungsi,
wewenang dan tanggung jawab yang mengacu kepada prinsip pemisahan
kekuasaan dn tata hubungan yang jelas antara lembaga Eksekutuf, Legislatif dan
Yudikatif. Masa reformasi berusaha membangun kembali kehidupan yang
demokratis antara lain : 1. Keluarnya ketetapan MPR RI No X / MPR/1998
Tentang Pokok-Pokok Reformasi 2. Ketetapan No VII/MPR/ 1998 tentang
pencabutan Tap MPR tentang referendum 3. Tap MPR RI No XI/MPR/1998
tentang penyelenggaraan negara yang bebas dari KKN. 4. Tap MPR RI No
XIII/MPR/1998 tentang pembatasan masa jabatan presiden dan wakil presiden RI.
5. Amandemen UUD 1945 sudah sampai Amandemen I,II,III,IV. K. Sistematika
Pelaksanaan UU 1945 Pada Masa Reformasi Pada masa orde Reformasi demokrasi
yang dikembangkan pada dasarnya adalah demokrasi dengan berdasarkan kepada
Pancasila dan UUD 1945. Pelaksanaan demokrasi Pancasila pada masa Orde
Reformasi dilandasi semangat Reformasi, dimana paham demokrasi berdasar atas
kerkyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan, dilaksanakan dengan rahmat Tuhan Yang Maha Esa
serta menjunjung tinggi nilai kemanusiaan yang adil dan beradab, selalu
memelihara persatuan Indonesia dan untuk mewujudkan suatu keadilan sosila bagi
seluruh rakyat Indonesia. Pelaksanaan demokasi Pancasila pada masa Reformasi
telah banya member ruang gerak kepada parpol dan komponen bangsa lainnya
termasuk lembaga permusyawaratan rakyat dan perwakilan rakyat mengawasi dan
mengontrol pemerintah secara kritis sehingga dua kepala negara tidak dapat
melaksanakan tugasnya sampai akhir masa jabatannya selama 5 tahun karena
dianggap menyimpang dari garis Reformasi. Ciri-ciri umum demokrasi Pancasila
Pada Masa Orde Reformasi: a. Mengutamakan musyawarah mufakat b.
Mengutamakan kepentingan masyarakat , bangsa dan negara c. Tidak memaksakan
kehendak pada orang lain d. Selalu diliputi oleh semangat kekeluargaan e. Adanya
rasa tanggung jawab dalam melaksanakan keputusan hasil musyawarah f.
Dilakukan dengan akal sehat dan sesuai dengan hati yang luhur g. Keputusan dapat
dipertanggung jawabkan secara moral kepada Than Yang Maha Esa, berdasarkan
nilai-nilai kebenaran dan keadilan h. Penegakan kedaulatan rakyar dengan
memperdayakan pengawasan sebagai lembaga negara, lembaga politik dan
lembaga swadaya masyarakat i. Pembagian secara tegas wewenang kekuasaan
lembaga Legislatif, Eksekutif dan Yudikatif.

15. 20. j. Penghormatan kepada beragam asas, cirri, aspirasi dan program parpol
yang memiliki partai k. Adanya kebebasan mendirikan partai sebagai aplikasi dari
pelaksanaan hak asasi manusia Setelah diadakannya amandemen, UUD 1945
mengalami perubahan. Hasil perubahan terhadap UUD 1945 setelah di amandemen
: a. Pembukaan b. Pasal-pasal: 21 bab, 73 pasal, 170 ayat, 3 pasal peraturan
peralihan dan 2 pasal aturan tambahan. L. Sistem Pemerintahan Pada Masa Orde
Reformasi Sistem pemerintahan masa orde reformasi dapat dilihat dari aktivitas
kenegaraan sebagai berikut: a. Kebijakan pemerintah yang memberi ruang gerak
yang lebih luas terhadap hak-hak untuk mengeluarkan pendapat dan pikiran baik
lisan atau tulisan sesuai pasal 28 UUd 1945 dapat terwujud dengan dikeluarkannya
UU No 2 / 1999 tentang partai politik yang memungkinkan multi partai. b. Upaya
untuk mewujudkan pemerintahan yang bersuh dan berwibawa serta bertanggung
jawab dibuktikan dengan dikeluarkan ketetapan MPR No IX / MPR / 1998 yang
ditindak lanjuti dengan UU no 30/2002 tentang KOMISI pemberantasan tindak
pidana korupsi. c. Lembaga MPR sudah berani mengambil langkah-langkah politis
melaui siding tahunan dengan menuntuk adanya laporan pertanggung jawaban
tugas lembaga negara , UUD 1945 di amandemen, pimpinan MPR dan DPR
dipisahkan jabatannya, berani memecat presiden dalam sidang istimewanya. d.
Dengan Amandemen UUD 1945 masa jabatan presiden paling banyak dua kali
masa jabatan, presiden dan wakil presiden dipilih langsung oleh rakyat mulai dari
pemilu 2000 dan yang terpilih sebagai presiden dan wakil presiden pertama pilihan
langsung rakyat adalah Soesilo Bambang Yodoyono dan Yoesuf Kala, MPR tidak
lagi lembaga tertinggi negara melainkan lembaga negara yang kedudukannya sama
dengan presiden , MA , BPK, kedaulatan rakyat tidak lagi ditangan MPR
melainkan menurut UUD. Di dalam amandemen UUD 1945 ada penegasan tentang
sisten pemerintahan presidensial tetap dipertahankan dan bahkan diperkuat.
Dengan mekanisme pemilihan presiden dan wakil presiden secara langsung.

Anda mungkin juga menyukai