Anda di halaman 1dari 3

Nama : Dea Putri Ramadhani

NIM : PO713201181159

Kelas : 2/D

A. Patofisiologi Asma

Suatu serangan Asma merupakan akibat obstruksi jalan napas difus reversible. Obstruksi
disebabkan oleh timbulnya tiga reaksi utama yaitu kontraksi otot-otot polos baik saluran napas,
pembengkakan membran yang melapisi bronki, pengisian bronki dengan mukus yang kental.
Selain itu, otot-otot bronki dan kelenjar mukusa membesar, sputum yang kental, banyak
dihasilkan dan alveoli menjadi hiperinflasi, dengan udara terperangkap didalam jaringan paru.
Antibodi yang dihasilkan (IgE) kemudian menyerang sel-sel mast dalam paru. Pemajanan ulang
terhadap antigen mengakibatkan ikatan antigen dengan antibody, menyebabkan pelepasan
produk sel-sel mast (disebut mediator) seperti histamine, bradikinin, dan prostaglandin serta
anafilaksis dari substansi yang bereaksi lambat (SRS-A). Pelepasan mediator ini dalam jaringan
paru mempengaruhi otot polos dan kelenjar jalan napas, menyebabkan bronkospasme,
pembengkakan membran mukosa, dan pembentukan mucus yang sangat banyak. Selain itu,
reseptor α- dan β- adrenergik dari sistem saraf simpatis terletak dalam bronki. Ketika reseptor
α- adrenergik dirangsang, terjadi bronkokonstriksi, bronkodilatasi terjadi ketika reseptor β-
adrenergik yang dirangsang. Keseimbangan antara reseptor α- dan β- adrenergik dikendalikan
terutama oleh siklik adenosine monofosfat (cAMP). Stimulasi reseptor α- mengakibatkan
penurunan cAMP, yang mengarah pada peningkatan mediator kimiawi yang dilepaskan oleh sel-
sel mast bronkokonstriksi. Stimulasi reseptor β- mengakibatkan peningkatan tingkat cAMP yang
menghambat pelepasan mediator kimiawi dan menyebabakan bronkodilatasi. Teori yang
diajukan adalah bahwa penyekatan β- adrenergik terjadi pada individu dengan Asma. Akibatnya,
asmatik rentan terhadap peningkatan pelepasan mediator kimiawi dan konstriksi otot polos.

B. Patofisiologi Bronkhitis
Asap mengiritasi jalan napas, mengakibatkan hipersekresi lendir dan inflamasi. Adanya iritasi
yang terus menerus menyebabkan kelenjar-kelenjar mensekresi lendir sehingga lendir yang
diproduksi semakin banyak, peningkatan jumlah sel goblet dan penurunan fungsi silia. Hal ini
menyebabkan terjadinya penyempitan dan penyumbatan pada bronkiolus. Alveoli yang terletak
dekat dengan bronkiolus dapat mengalami kerusakan dan membentuk fibrosis sehingga terjadi
perubahan fungsi bakteri. Proses ini menyebabkan klien menjadi lebih rentan terhadap infeksi
pernapasan. Penyempitan bronkhial lebih lanjut dapat terjadi perubahan fibrotik yang terjadi
dalam jalan napas. Pada waktunya dapat terjadi perubahan paru yang irreversible. Hal tersebut
kemungkinan mangakibatkan emfisema dan bronkiektatis.

C. Patofisiologi Emfisema

Penyempitan saluran nafas terjadi pada emfisema paru. Yaitu penyempitan saluran nafas ini
disebabkan elastisitas paru yang berkurang. Penyebab dari elastisitas yang berkurang yaitu
defiensi Alfa 1-anti tripsin. Dimana AAT merupakan suatu protein yang menetralkan enzim
proteolitik yang sering dikeluarkan pada peradangan dan merusak jaringan paru. Dengan
demikian AAT dapat melindungi paru dari kerusakan jaringan pada enzim proteolitik. Didalam
paru terdapat keseimbangan paru antara enzim proteolitik elastase dan anti elastase supaya
tidak terjadi kerusakan. Perubahan keseimbangan menimbulkan kerusakan jaringan elastic paru.
Arsitektur paru akan berubah dan timbul emfisema.Sumber anti elastase yang penting adalah
pankreas. Asap rokok, polusi, dan infeksi ini menyebabkan elastase bertambah banyak. Sedang
aktifitas system anti elastase menurun yaitu system alfa- 1 protease inhibator terutama enzim
alfa -1 anti tripsin (alfa -1 globulin). Akibatnya tidak ada lagi keseimbangan antara elastase dan
anti elastase dan akan terjadi kerusakan jaringan elastin paru dan menimbulkan emfisema.
Sedangkan pada paru-paru normal terjadi keseimbangan antara tekanan yang menarik jaringan
paru keluar yaitu yang disebabkan tekanan intra pleural dan otot-otot dinding dada dengan
tekanan yang menarik jaringan paru kedalam yaitu elastisitas paru. Pada orang normal sewaktu
terjadi ekspirasi maksimal, tekanan yang menarik jaringan paru akan berkurang sehingga
saluran nafas bagian bawah paru akan tertutup. Pada pasien emfisema saluran nafas tersebut
akan lebih cepat dan lebih banyak yang tertutup. Cepatnya saluran nafas menutup serta dinding
alveoli yang rusak, akan menyebabkan ventilasi dan perfusi yang tidak seimbang. Tergantung
pada kerusakannya dapat terjadi alveoli dengan ventilasi kurang/tidak ada akan tetapi perfusi
baik sehingga penyebaran udara pernafasan maupun aliran darah ke alveoli tidak sama dan
merata. Sehingga timbul hipoksia dan sesak nafas.

Anda mungkin juga menyukai