Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Tujuan Percobaan


1. Menganalisa kadar VFA dalam sampel dengan penambahan H2SO4 pada
suasana asam melalui titrasi menggunakan HCl.
2. Memahami metode destilasi sederhana terhadap analisis kadar VFA .
3. Mengeathui perbedaan kadar VFA sebelum filtrasi maupun setelah filtrasi.

1.2. Landasan Teori


1.2.1. Suplementasi Mikromineral Pada Limbah Agroindustri yang
Difermentasi Trichoderma Viridae yang Ditinjau dari Konsentrasi
VFA dan N-NH3 Secara In Vitro
Pendahuluan
Hambatan utama dalam peningkatan populasi ternak ruminansia
adalah keterbatasan pakan. Mengingat sempitnya lahan yang tersedia
dan mahalnya harga pakan, maka upaya pemanfaatan sisa hasil
pertanian untukpakan yang dipadukan dengan bahan lain perlu
dilakukan. Limbah agroindustri di Indonesia tersedia dalam jumlah
besar seperti kulit singkong, kulit kopi dan kulit kakao. Kulit singkong
merupakan limbah dari tanaman singkong yang memiliki kandungan
karbohidrat tinggi yang dapat digunakan sebagai sumber energi bagi
ternak. Setiap kilogram singkong biasanya dapat menghasilkan 15 –
20% kulit umbi. Kandungan pati kulit singkong yang cukup tinggi,
memungkinkan digunakan sebagai sumber energi. Kulit buah kakao
kandungan nutriennya terdiri atas bahan kering (BK) 88% protein
kasar (PK) 8%, serat kasar (SK) 40,1% dan TDN 50,8% dan
penggunaannya oleh ternak ruminansia 30 – 40%. Tanaman kopi dapat
menyumbang bahan pakan berupa kulit biji (shell) sebanyak 6,0% dan
pulp (daging buah) sebanyak 43,0%. Tingkat produktivitas mencapai
2.500 kg/ha, sehingga potensi produksi daging buah dan kulit biji

1
masing-masing sebesar 0,94 ton dan 0,14 ton/ha (Boucque dan Fiems,
1988). Sebagian besar limbah agroindustri,termasuk kulit singkong,
kulit kopi dan kulit kakao, memiliki faktor pembatas yaitu kandungan
serat kasarnya tinggi dan nilai nutriennya rendah sehingga
kecernaannya rendah. Adanya faktor pembatas tersebut dapat
diminimalkan dengan teknik fermentasi menggunakan Trichoderma
viridae yang merupakan kapang tanah yang aktif dalam dekomposisi
lignoselulosa. Pengolahan secara biologis melalui fermentasi
Trichoderma viridae merupakan salah satu cara untuk meningkatkan
nilai nutrisi dan kecernaan bahan pakan. Bioproses rumen dan
pascarumen harus didukung kecukupan mineral makro dan mikro.
Mineral mineral tersebut berfungsi untuk optimalisasi bioproses rumen
dan metabolism nutrien. Hasil penelitian Little (1986) menunjukan
bahwa kandungan Zn pada pakan ruminansia di Indonesia antara 20
dan 38 mg kg -1 bahan kering. Padahal kebutuhan Zn bagi ternak
ruminansia adalah 40 ppm untuk sapi perah, 20 sampai 30 ppm untuk
pertumbuhan dan finishing sapi (sapi potong), dan 35 sampai 50 untuk
domba (NRC, 1989). Sedangkan kebutuhan Zn mikroba rumen antara
130 sampai 220 ppm (Hungate, 1966). Kebutuhan Cu pada ruminansia
berkisar dari 8 sampai 10 ppm (Underwood, 1977), sedangkan
kebutuhan pada sapi perah adalah 10 ppm (NRC, 1989). Kandungan
Cu hijauan kurang dari 3 ppm bahan kering, sehingga sering terjadi
defisiensi Cu pada ternak yang digembalakan, oleh karena itu
suplementasi Cu harus dilakukan (MILLER et al., 1988). Suplementasi
Cu dapat disediakan dalam bentuk Cu-sulfat, Cu-karbonat, Cu-klorit,
Cukhelat dan Cu-proteinat. Cu sulfat dan Cu-oksit adalah bentuk
umum yang paling sering digunakan. Cu-sulfat lebih efektif
dibandingkan dengan Cu-oksit (Cromwell et al., 1989). Bahan-bahan
pakan berserat oleh ruminansia akan diubah menjadi bahan-bahan
bernilai biologis tinggi, sebab ruminansia memiliki proses fisiologis
pencernaan yang spesifik yaitu adanya aktivitas mikroba dalam rumen

2
sehingga dapat menghasilkan Volatile Fatty Acid (VFA), amonia (N-
NH3) dan karbondioksida (CO2) yang bermanfaat bagimmikroba dan
ternaknya. Konsentrasi VFA danmN-NH3 dapat digunakan sebagai
indicator kualitas suatu bahan pakan. Konsentrasi VFA di dalam rumen
mengindikasikan fermentabilitas bahan pakan sedangkan produksi N-
NH3 mengindikasikan tingkat degradasi bahan pakan di dalam rumen.
Oleh karena itu, perlu dikaji sejauh mana pengaruh Trichoderma
viridae, serta Zn dan Cu terhadap kualitas kecernaan limbah
agroindustri (kulit singkong, kulit kopi dan kulit kakao) berdasarkan
konsentrasi VFA dan N-NH3 secara in-vitro. Tujuan penelitian ini
untuk mengkaji pengaruh fermentasi Trichoderma viridae terhadap
tiga substrat limbah agroindustri yaitu kulit singkong, kulit kopi dan
kulit kakao dengan penambahan mikromineral terhadap peningkatan
konsentrasi VFA dan N-NH3 secara in-vitro.
Metode Penelitian
Materi penelitian yang digunakan adalah kulit singkong, kulit
kopi dan kulit kakao masing-masing sebanyak 1 kg, starter
Trichoderma viridae sebanyak 5% substrat, serta Zn dari ZnSO4 50
ppm dan Cu dari CuSO4 6 ppm. Bahan/pereaksi yang digunakan
meliputi media PDA, aquades, alkohol, larutan Mc Dougalls, indikator
phenolphthalein, HgCl2, gas CO2, HSO4, HCl 0,5 N, NaOH 0,5 N dan
larutan Na2CO3. Pada penelitian ini digunakan rancangan pola
tersarang (nested classification) dengan dua tingkat yaitu limbah
agroindustri sebagai main group dan suplementasi mikromineral
sebagai sub group. Main group terdiri dari L1 = kulit singkong
terfermentasi Trichoderma viridae 5%, L2 = kulit kakao terfermentasi
Trichoderma viridae 5% dan L3 = kulit kopi terfermentasi
Trichoderma viridae 5%. Sub group terdiri dari m1 (suplementasi Zn
dari ZnSO4 50 ppm), m2 (suplementasi Cu dari CuSO 4 6 ppm) dan m3
(suplementasi Zn dari ZnSO4 50 ppm dan Cu dari CuSO 4 6 ppm).
Substrat perlakuan selanjutnya diinkubasi pada suhu 37ºC selama 5

3
hari secara aerob. Setiap sub group disarangkan pada main group (3 x
4) dan diulang sebanyak 3 kali. Tahapan penelitian dimulai dari
pembuatan starter Trichoderma viridae dengan media beras,
dilanjutkan dengan fermentasi bahan dengan menambahkan starter
Trichoderma viridae 5%. Pengambilan cairan rumen dari sapi
berfistula untuk percobaan in vitro sesuai metode Tilley dan Terry
(1963). Parameter yang diukur adalah kecernaan (bahan kering dan
organik), konsentrasi VFA dan N-NH3. Pengukuran konsentrasi VFA
total dengan metode destilasi uap dan pengukuran kadar NNH3 metode
mikro difusi Conway (Departement Ofdairy Scienceuniversity Of
Wiscosin, 1966). Data yang diperoleh dianalisis dengan analisis
variansi (keragaman) untuk mengetahui pengaruh perlakuan terhadap
parameter. Uji beda BNT untuk mengetahui perbedaan antar perlakuan
limbah (main group) dan kontras ortogonal untuk mengetahui
perbedaan antar perlakuan suplementasi pada masing-masing limbah
(sub group).
Hasil Dan Pembahasan
Konsentrasi Volatile Fatty Acids (VFA).
Konsentrasi asam lemak atsiri (VFA) yang dihasilkan pada 24
jam inkubasi secara in vitro berkisar antara 110 mM sampai 243,3
mM. Hasil tersebut lebih tinggi dibandingkan hasil penelitian Sutardi
(1977), yang mendapat konsentrasi VFA 3 – 5 jam setelah pemberian
pakan sebesar 80 – 160 mM serta pernyataan Satter dan Slyter (1974)
bahwa konsentrasi VFA sering mengalami perubahan dengan variasi
antara 9 – 67 mM. Tingginya hasil yang didapatkan terkait tidak
adanya absorbsi VFA selama percobaan in vitro. Hasil analisis ragam
menunjukkan bahwa perbedaan limbah dan perlakuan suplementasi
mikromineralberpengaruh sangat nyata (P < 0,01) terhadap konsentrasi
VFA total. Uji lanjut dengan BNT menunjukkan adanya perbedaan
yang sangat nyata antara L1, L2 dan L3. Fenomena tersebut karena
adanya perbedaan kandungan karbohidrat dan serat kasar pada masing-

4
masing limbah. Kulit singkong terfermentasi memiliki rataan VFA
paling tinggi (210 ± 10 mM) dibanding kulit kakao (143,3 ± 5,7 mM)
dan kulit kopi (110 ± 10 mM). Perbedaan konsentrasi VFA
berhubungan dengan ketersediaan BETN (Bahan Ekstrak Tanpa
Nitrogen) yang merupakan sumber energi untuk aktivitas fermentasi
mikroba. BETN kulit singkong paling tinggi (52,48%) dibandingkan
dengan kulit kakao (44,40%) dan kulit kopi (29,24%). Produksi VFA
adalah indicator kecernaan karboridrat di dalam rumen yang
merupakan bagian dari bahan organik pakan, oleh karenanya
peningkatan kecernaan bahan organik akan meningkatkan konsentrasi
VFA. Perbedaan produksi VFA antar limbah dapat dikarenakan oleh
kecernaan bahan organic antara kulit singkong (63,76 %), kulit kakao
(63,1%) dan kulit kopi (65,5%). Fermentasi limbah dengan mikroba
selulolitik Trichoderma viridae dapat meningkatkan fermentabilitas
pakan terbukti dengan meningkatnya konsentrasi VFA pada limbah
terfermentasi (L1m0, L2m0, L3m0) dibandingkan dengan konsentrasi
VFA limbah tanpa fermentasi . Aktivitas selulolitik Trichoderma
viridae dapat mengubah lignoselulosa menjadi selulosa dan selulosa
menjadi glukosa sehingga meningkatkan fermentabilitas bahan pakan.
Antar perlakuan suplementasi mikromineral, berdasarkan analisis
ragam menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P < 0,01). Hasil uji
lanjut kontras ortogonal pada kulit kakao dan kulit kopi menunjukkan
adanya beda sangat nyata antara limbah tanpa suplementasi (m0)
dibandingkan dengan suplementasi mikromineral (m1, m2, m3) (P <
0,01). Hal tersebut menunjukkan adanya peningkatan aktivitas
selulolitik mikroba rumen karena pertumbuhannya didukung oleh
ketersediaan mikromineral Zn dan Cu. Perlakuan suplementasi Zn 50
ppm (m1), pada ketiga limbah menunjukkan konsentrasi VFA yang
paling tinggi karena kandungan seng (Zn) pada ketiga limbah tersebut
telah dapat memenuhi kebutuhan untuk pertumbuhan danaktivitas
mikroba rumen dan dosis suplementasi yang diberikan telah sesuai

5
dengan rekomendasi NRC (1985). Konsentrasi VFA pada ketiga
limbah yang disuplementasi Zn (m1) atau Cu (m2) tidak berbeda nyata
dibandingkan dengan kombinasi suplementasi Zn dan Cu (m3) (P >
0,05). Terdapat perbedaan yang sangat nyata (P > 0,01) antara
perlakuan suplementasi Zn (m1) dan suplementasi Cu (m2) pada setiap
limbah. Konsentrasi VFA pada perlakuan m3 (suplementasi Zn dan
Cu) pada semua limbah lebih rendah dibanding m1 (suplementasi Zn)
tapi lebih tinggi dari m2 (suplementasi Cu). Walaupun lebih rendah
daripada m1, tetapi nilainya (L1 = 210 mM, L2 = 176,6 mM dan L3 =
130 mM) lebih mendekati kisaran konsentrasi konsentrasi VFA yang
dibutuhkan untuk menunjang pertumbuhan mikroba yang optimal
yaitu 80 – 160 mM (Sutardi, 1977). Imbangan suplementasi Zn dari
ZnSO4 50 ppm dan Cu dari CuSO4 6 ppm diduga adalah yang terbaik
karena selain dapat meningkatkan perkembangan dan pertumbuhan
mikroba rumen juga dapat meningkatkan aktivitas selulolitik mikroba
rumen serta diperoleh konsentrasi VFA yang efektif untuk
dimanfaatkan oleh mikroba rumen.
Kadar Amonia (N-NH3).
Konsentrasi NNH3 dalam rumen hasil penelitian berkisar antara
6,5 ± 0,5 (L2m0) sampai 11,93 ± 1,07 (L1m1). Kisaran ini sesuai
dengan Sutardi (1977) yang menyatakan bahwa kadar NH 3 cairan
rumen yang mendukung pertumbuhan mikroba rumen adalah 4 – 12
mM dan kadar NH3 optimum adalah 8 mM. Satter dan Slyter (1974)
menyatakan bahwa pertumbuhan mikroba rumen mulai terganggu bila
kadar NH3 rumen kurang dari 3,57 mM. Rataan konsentrasi N-NH 3
dan VFA sebelum perlakuan suplementasi mikromineral pada limbah
agroindustri terfermentasi yang dicobakan dapat dilihat pada Tabel 1.
Hasil analisis ragam konsentrasi N-NH3 menunjukkan bahwa tidak
terdapat perbedaan yang nyata pada perlakuan antar limbah (P > 0,05).
Kisaran konsentrasi N-NH3 pada kulit singkong (L1) adalah yang
tertinggi, diikuti kulit kopi (L3) dan yang paling rendah kulit kakao

6
(L2). Fenomena ini terjadi karena protein dalam kulit singkong mudah
dipecah oleh mikroba rumen akibat kandungan BETN (Bahan Ekstrak
Tanpa Nitrogen) (52,48%)sebagai karbohidrat fermentable untuk
sumber energi bagi mikroba lebih tinggi disbanding kulit kakao
(44,40%) dan kulit kopi (29,24%). Analisis ragam menunjukkan
adanya perbedaan sangat nyata (P < 0,01) pada perlakuan antar
suplementasi yang berarti bahwa perlakuan suplementasi mikromineral
memberikan pengaruh nyata terhadap perubahan konsentrasi N-NH 3
dalam rumen. Uji lanjut kontras ortogonal menunjukkan perbedaan
sangat nyata (P < 0,01) antara limbah tanpa suplementasi (m0) dengan
yang disuplementasi (m1, m2, m3) pada setiap limbah. Terdapat beda
sangat nyata (P < 0,01) antara suplementasi ZnSO4 atau CuSO4 (m1,
m2) dengan suplementasi keduanya (m3), serta berbeda nyata (P <
0,05) antara suplementasi ZnSO4 (m1) dan suplementasi CuSO4 (m2)
pada kilit singkong, tetapi tidak berbeda pada kulit kakao dan kulit
kopi (P > 0,05). Konsentrasi N-NH3 pada setiap limbah meningkat
akibat suplementasi mikromineral. Hal ini menandakan bahwa
kebutuhan mikroba akan mikromineral untuk metabolism hidupnya
dapat tercukupi sehingga dapat meningkatkan kinerja mikroba dalam
mendegradasi pakan terutama protein. Kecernaan protein pakan yang
meningkat dan tingginya populasi mikroba rumen akan meningkatkan
amonia dalam rumen. Konsentrasi NH3 mencerminkan jumlah protein
ransum yang banyak dominan di dalam rumen dan nilainya sangat
dipengaruhi oleh kemampuan mikroba rumen dalam mendegradasi
protein ransum. Konsentrasi NNH3 pada perlakuan m3 pada setiap
limbah menunjukkan hasil tertinggi. Hal ini membuktikan bahwa
gabungan antara mikromineral saling memperbaiki daya cerna bahan
pakan di dalam rumen dan dosis mikromineral masih dapat digunakan
dengan baik oleh ternak untuk meningkatkanPeningkatan konsentrasi
N-NH3 akibat suplementasi ZnSO4 (m1) cenderung lebih tinggi
daripada suplementasi CuSO4 (m2). Hal tersebut dikarenakan

7
kebutuhan mikroba akan mikromineral Zn lebih esensial dibanding Cu
dalam proses degradasi protein, Zn diperlukan untuk aktivitas lebih
dari 90 enzim yang ada hubungannya dengan metabolisme karbohidrat
dan energi, degradasi atau sinteis protein, sintesis asam nukleat,
transport CO2 dan reaksi-reaksi lain. Muhtarudin dan Widodo (2003)
yang menyatakan bahwa pemberian mineral Zn dapat memacu
pertumbuhan mikroba rumen. Defisiensi Zn dapat mengganggu
peranan Zn dalam metabolism mikroorganisme rumen. Suplementasi
Zn pada NRC (1989) yaitu 50 ppm, dan pemberian melebihi dosis
memberikan efek negatif untuk pertumbuhan mikroba rumen sehingga
menurunkan produksi NH3. Rendahnya peningkatan konsentrasi NH3
pada perlakuan m2 (suplementasi CuSO4) diduga karena dosis
suplementasi (6 ppm) belum optimal. Rekomendasi NRC untuk
suplementasi Cu dalam pakan adalah 8 – 10 ppm. Produksi VFA dan
N-NH3 adalah indikator kecernaan karbohidrat dan protein dalam
rumen yang merupakan bagian dari bahan organik. Laju peningkatan
kecernaan bahan organik sejalan dengan laju peningkatan konsentrasi
VFA dan N-NH3.

1.2.2. Limbah
Limbah merupakan buangan atau sisa yang dihasilkan dari suatu
proses atau kegiatan dari industri maupun domestik (rumah tangga).
1. Limbah padat adalah limbah yang berwujud padat. Limbah padat
bersifat kering, tidak dapat berpindah kecuali ada yang
memindahkannya. Limbah padat ini misalnya, sisa makanan, sayuran,
potongan kayu, sobekan kertas, sampah, plastik, dan logam
2. Limbah cair adalah limbah yang berwujud cair. Limbah cair terlarut
dalam air, selalu berpindah, dan tidak pernah diam. Contoh limbah cair
adalah air bekas mencuci pakaian, air bekas pencelupan warna pakaian,
dan sebagainya.

8
3. Limbah gas adalah limbah zat (zat buangan) yang berwujud gas.
Limbah gas dapat dilihat dalam bentuk asap. Limbah gas selalu bergerak
sehingga penyebarannya sangat luas. Contoh limbah gas adalah gas
pembuangan kendaraan bermotor. Pembuatan bahan bakar minyakjuga
menghasilkan gas buangan yang berbahaya bagi lingkungan.

1.2.3. Analisa Kadar VFA


Asam-asam lemak mudah terbang (VFA) adalah hasil akhir utama
pencernaan fermentatif karbohidrat di dalam rumen. Dalam beberapa
literatur, VFA ini sering disebut dengan nama yang berbeda, seperti asam
lemak mudah menguap atau asam lemak atsiri. VFA utama yang dihasilkan
adalah asam asetat, asam propionat, dan asam butirat. Di samping itu,
kadang-kadang dihasilkan pula VFA berantai cabang seperti asam
isovalerat, isobutirat, dan lain-lain. Sebagian besar VFA yang dihasilkan di
dalam rumen langsung diserap masuk ke dalam tubuh melewati dinding
rumen. Hanya sedikit sekali jumlah VFA yang bisa keluar dari rumen
menuju ke saluran pencernaan setelah rumen. Di dalam tubuh, VFA
digunakan untuk berbagai proses metabolisme. Di antara VFA, asam asetat
adalah yang terbanyak dihasilkan. Proporsi asam asetat bisa mencapai 50
hingga 60 persen dari total VFA yang dihasilkan. Asam asetat selalu
dominan di dalam rumen, utamanya pada pemberian pakan yang berbasis
hijauan. Asam asetat digunakan oleh tubuh untuk sintesis asam-asam lemak
dan merupakan prekursor utama untuk proses lipogenesis yang terjadi pada
jaringan adiposa. Beberapa asam asetat juga digunakan dalam metabolisme
otot dan lemak tubuh. Produksi asam asetat dalam jumlah yang cukup
penting untuk sintesis lemak susu pada ternak ruminansia yang sedang
laktasi.
Asam Sulfat ( H2SO4)
Asam sulfat, H2SO4, merupakan asam mineral (anorganik) yang
kuat. Zat ini larut dalam air pada semua perbandingan. Asam Sulfat
merupakan senyawa kimia yang termasuk asam kuat. Senyawa dengan

9
rumus kimia H2SO4 ini, dapat larut dalam air dalam berbagai perbandingan.
Asam sulfat merupakan salah satu produk utama dalam industri kimia dan
termasuk yang paling banyak diproduksi dibandingkan dengan senyawa
kimia lainnya. Senyawa ini banyak dipergunakan dalam berbagai proses
reaksi kimia. Penggunaan asam sulfat banyak terdapat dalam kegiatan
pemrosesan bijih mineral, proses sintesis kimia, pemrosesan air buangan
(limbah) dan dalam industri kilang minyak. Selain itu asam sulfat juga
biasa dimanfaatkan sebagai bahan dasar pembuatan pupuk, bahan peledak,
detergen, zat pewarna, insektisida, medisinal atau obat-obatan, plastik, baja
dan baterai.
Natrium Hidroksida ( NaOH )
Natrium Hidroksida ( NaOH ) merupakan salah satu senyawa ion
yang bersifat basa kuat, kaustik dan memiliki sifat korosif dan higroskopik
( suka menyerap air ). Dalam kehidupan kita sehari-hari,senyawa ini biasa
kita sebut dengan nama "soda api" atau "kaustik soda",namun untuk nama
resmi atau nama perdagangnganya senyawa ini biasa disebut dengan nama
"Sodium Hidroksida". Tingkat kelarutan senyawa natrium hidroksida di
dalam air cukup tinggi. Pada suhu 0 oC, kelarutan natrium hidroksida
berada pada kisaran 418 g/L. Pada suhu 20 oC, kelarutan natrium
hidroksida berada pada kisaran 1150 g/L.Jika dilihat dari data diatas, kita
dapat menyimpulkan bahwa senyawa ini memiliki tingkat kelarutan yang
sangat tinggi.

1.2.4. Pengolahan Air menjadi Air Minum dengan Metode Adsorpsi dan
Filtrasi
Filtrasi adalah pembersihan partikel padat dari suatu fluida dengan
melewatkannya pada medium penyaringan, atau septum, yang di atasnya
padatan akan terendapkan. Range filtrasi pada industri mulai dari
penyaringan sederhana hingga pemisahan yang kompleks. Fluida yang
difiltrasi dapat berupa cairan atau gas; aliran yang lolos dari saringan
mungkin saja cairan, padatan, atau keduanya. Suatu saat justru limbah

10
padatnyalah yang harus dipisahkan dari limbah cair sebelum dibuang. Di
dalam industri, kandungan padatan suatu umpan mempunyai range dari
hanya sekedar jejak sampai persentase yang besar. Pemisahan endapan dan
cairan dipisahkan dengan cara filtrasi yang didukung oleh media filtrasi.
Adapun media filtrasi terdiri atas :
1. Filter media tunggal misalnya pasir dengan diameter 0,50 mm.
2. Filtrasi media ganda misalnya pasir dengan antrasit.
3. Filter dengan multi media misalnya tepung antarsit, pasir, dan karbon
aktif.
Tujuan filtrasi limbah cair ialah :
1. Filtrasi untuk menggunakan bakteri dan mikroba lain yang terjadi pada
saringan.
2. Filtrasi digabung dengan koagulasi dalam air jernih dan rendah nilai
kekeruhannya.
Absorpsi merupakan proses penyerapan bahan-bahan tertentu.
Dengan penyerapan tersebut air menjadi jernih karena zat-zat di dalamnya
diikat oleh absorben.Absorpsi umumnya menggunakan bahan absorben
dari karbon aktif. Fungsi utama langkah adsorpsi adalah menghilangkan
rasa, baud an warna yang tidak menyenangkan. Karbon aktif merupakan
bahan penyerap yang paling banyak digunakan pad pengolahan air,
pengolahan lanjut air limbah, dan pengolahan air limbah organic dari
industri tertentu. Pada umumnya adsorben karbon aktif digunakan dalam
bentuk granular, dan bisa dioperasikan secara batch maupun kontinyu.
Operasi kontinyu bisa dilakukan secara unggun tetap maupun unggun
terfluidakan.

11
BAB II
METODELOGI

2.1. Alat dan Bahan


2.1.1. Alat
1. Buret 50 ml : 1 buah
2. Beaker Glass 300 ml : 2 buah
3. Hot Plate : 2 buah
4. Bola Karet : 3 buah
5. Pipet Ukur 10 ml : 2 buah
6. Pipet Ukur 1 ml : 1 buah
7. Statif dan klem : 3 buah
8. Labu Destilasi 500 ml : 1 buah
9. Selang : 4 buah
10. Labu Ukur 100 ml : 2 buah
11. Labu Ukur 250 ml : 1 buah
12. Spatula : 1 buah
13. Botol Semprot : 1 buah
14. Water Bath : 1 buah
15. Erlenmeyer 300 ml : 2 buah
16. Batu Didih : 23 buah
17. Kondensor : 2 buah
18. Sumbat Gabus : 2 buah

2.1.2. Bahan
1. Larutan H2SO4 15% (p) : 100 ml
2. Kristal NaOH 0,5 N : 250 ml
3. HCl 0,1 N : 100 ml
5. Air limbah doorsmer : 5 liter

12
6. Aquadest : secukupnya
7. Indikator PP : 100 ml

13
2.2. Tahapan Pengolahan Air dan Analisa Kadar VFA
2.2.1. Prosedur Kerja Pembuatan Reagen
Pembuatan H2SO4 15%
1. Alat dan bahan praktikum disediakan.
2. H2SO4 97 % dipipet sebanyak 15 ml .
3. Larutan kemudian diencerkan dengan aquadest sebanyak 100 ml.
Pembuatan Larutan NaOH 0,5 N
1. Alat dan bahan disediakan.
2. Kristal NaOH ditimbang sebanyak 5 gram.
3. Kristal kemudian dimasukkan ke dalam beaker glass 250 ml, lalu
dilarutkan dengan .
Pembuatan Larutan HCl 0,1 N
1. Alat dan bahan disediakan.
2. Larutan HCl 0,5 N dipipet sebanyak 20 ml.
3. Larutan kemudian diencerkan dengan aquadest sebanyak 100 ml
samapi tanda garis.
2.2.2. Prosedur Kerja Pengolahan Air
1. Alat dan bahan disediakan.
2. Alat filtrasi yang telah dibuat kemudian dicuci untuk membersihkan
bahan filtrasi hingga benar – benar bersih sebanyak 3 kali.
3. Setelah dicuci dan benar – benar bersih kemudian sampel air limbah
door smeer dimasukkan kedalam alat filtrasi lalu ditampung pada
beaker glass secukupnya.

14
2.2.3. Prosedur Kerja Analisa VFA
A. Prosedur Kerja Sampel
1. Alat dan bahan disediakan.
2. Alat destilasi dirangkai.
3. Aquadest dimasukkan sebanyak 500 ml kedalam labu destilasi,
kemudian dimasukkan pula batu didih 12 buah.
4. HCl 15 dpipet sebanyak 1 ml dan dimasukkan kedalam erlenmeyer, lalu
dipipet sampel sebanyak 5 ml dan dimasukkan kedalam erlenmeyer
yang berisi larutah HCl tadi .
5. Larutan NaOH 0,5 N dimasukkan kedalam erlenmeyer lainnya yang
terpasang pada alat destilasi.
6. Hot plate dihidupkan dan dilakukan destilasi sampai tercapai volume
destilat sebanyak 150 ml.
7. Destilat yang dihasilkan ditambahi indicator PP sebanyak 3 tetes, lalu
dititrasi dengan larutan HCl 0,1 N samapi tercapai warna merah
lembayung.

15
B. Prosedur Kerja Blanko
1. Alat dan bahan disediakan.
2. Aquadest diukur sebanyak 5 ml lalu ditambahkan NaOH 0,5 N
sebanyak 5 ml .
3. Larutan kemudian ditambahkan indicator PP sebanyak 3 tetes.
4. Larutan kemudian dititrasi dengan larutan HCl 0,1 N sampai
terbentuk warna lembayung.

16
BAB III
DATA DAN PENGOLAHAN DATA

Tabel 3.1. Data Pengamatan Analisa Air Limbah : VFA


Vol. Vol. Volume Ind. Vol. Vol. Perubahan warna
Sampel NaOH H2SO4 PP Destilat titrasi
No Sampel (ml) 0,5 N 15 % (ml) HCl 0,1
Sebelum Setelah
(ml) ( ml ) N
titrasi titrasi
(ml)
1. Air limbah 5 5 1 3 tetes 150 30,60 violet lembayu
sebelum ng
filtrasi
2. Air limbah 5 5 1 3 tetes 150 21,70 violet lembayu
ng
setelah
filtrasi
3. Blanko 5 5 1 3 tetes - 36,00 violet lembayu
ng

Keterangan:
A. Pengamatan Sampel :
1. H2SO4 15% + sampel air limbah larutan tidak berwarna
didestilasi
2. Larutan tidak berwarna destilat
3. Destilat + ind PP larutan violet
titrasi
4. Larutan violet larutan lembayung
HCl 0,1 N

B. Pengamatan Blanko :
1. Aquadest + NaOH 0,5 N larutan tidak berwarna
2. Larutan tidak berwarna + ind. PP larutan violet

titrasi

17
3. Larutan violet larutan lembayung
HCl 0,1 N

DAFTAR PUSTAKA

18
Budiyono. 2013. Teknik Pengolahan Air. Yogyakarta : Graha Ilmu.
Prayitno, Caribu Hadi. 2008. Suplementasi Mikromineral Pada Limbah
Agroindustri Yang Difermentasi Trichoderma Viridae yang Ditinjau Dari
Konsentrasi VFA dan N-NH3 Secara In Vitro. Purwokerto : Universitas
Sepuluh November.
Sihombing, Juna. 2017. Penuntun Praktikum Pengolahan Air dan Limbah Indsutri.
Medan : PTKI.
Suharto, APU. 2011. Limbah Kimia dalam Pencemaran Udara dan Air.
Yogyakarta. Penerbit Andi.

19
LAMPIRAN

Tabel 1.1 Karakteristik Umum Air Permukaan dan Air Tanah

20
Tabel 1.2 Baku Mutu Air Kelas Satu (Air Baku Air Minum)

21
22
Tabel 1.3 Standar Nasional Indonesia untuk Air Minum dalam kemasan

Sumber : BSN

23
24

Anda mungkin juga menyukai