Bab Ii Tinjauan Pustaka: Herpes Zoster
Bab Ii Tinjauan Pustaka: Herpes Zoster
TINJAUAN PUSTAKA
Herpes zoster memiliki insiden tertinggi dari semua penyakit saraf, dengan
sekitar 500.000 kasus baru setiap tahun di Amerika Serikat. Herpes zoster termasuk
2.2 Definisi
Herpes zoster disebabkan oleh reaktivasi varicella zoster virus (VZV) laten
dari saraf tepi dan saraf pusat. varicella zoster virus merupakan patogen utama
terhadap dua infeksi klinis utama pada manusia yaitu varicella atau chickenpox
(cacar air) dan herpes zoster (cacar ular). Varicella merupakan infeksi primer yang
terjadi pada individu yang terpapar dengan varicella zoster virus. Pada 3-5 dari
reaktivasi yang dikenal dengan nama Herpes zoster atau Shingles. (Amnil A., 2010)
unilateral, sebelum timbul manifestasi klinis pada kulit wajah dan mukosa mulut
biasanya akan didahului oleh gejala odontalgia. Timbulnya gejala odontalgia pada
tahun, dengan insiden 1,2 sampai 4,8 kasus per 1000 orang per tahun. Herpes zoster
biasanya muncul pada orang berkulit putih (35% lebih tinggi dibandingkan orang
kulit gelap) dan insiden meningkat 3 sampai 7 kali lebih tinggi pada orang lanjut
wanita lebih tinggi dibandingkan laki-laki (3,8 kasus per 1000 penduduk per tahun
pada wanita dan 2,6 kasus per 1000 penduduk per tahun) (Weinberg dkk., 2007).
Varicella zoster virus (VZV) memiliki level infektifitas yang tinggi dan
memiliki prevalensi yang terjadi di seluruh dunia. Herpes zoster tidak memiliki
kaitan dengan musim dan tidak terjadi epidemik. Hubungan yang kuat terdapat pada
peningkatan usia, yaitu 1,2 sampai 3,4 per 1000 penduduk per tahun pada orang
sehat berusia muda, dan meningkat menjadi 3,9 sampai dengan 11,8 per 1000
Tidak terdapat bukti yang kuat untuk menunjukan adanya hubungan genetik
dengan penyakit herpes zoster. Suatu studi pada tahun 1994 di California, Amerika
Serikat menunjukan adanya komplikasi pada 26% kasus herpes zoster, insiden 2,1
per 100.000 penduduk per tahun dan meningkat menjadi 9,3 per 100.000 penduduk
zoster dari 13 rumah sakit pendidikan di Indonesia sepanjang 2011 hingga 2013
mencapai 2.232 kasus. Puncak kasus terjadi pada penderita berusia 45-64 tahun
dengan jumlah 851 kasus atau 37,95 persen dari total kasus herpes zoster. (depkes,
2014).
2.4 Etiologi Herpes zoster
Varicella zoster virus (VZV) adalah virus yang menyebabkan cacar air
(chicken pox) dan herpes zoster (shingles). VZV memiliki klasifikasi taksonomi
Famili : Herpesviridae
Upafamili : Alphaherpesvirinae
Genus : Varicellovirus
Varicella zoster adalah virus yang hanya dapat hidup di manusia dan
primata (simian). Pertikel virus (virion) varicella zoster memiliki ukuran 120-300
nm. Virus ini memiliki 69 daerah yang mengkodekan gen tertentu sedangkan
genom virus ini berukuran 125 kb (kilo-basa). Komposisi virion adalah berupa
kapsid, selubung virus, dan nukleokapsid yang berfungsi untuk melindungi inti
memiliki diameter 100-110 nm, dan terdiri dari 162 protein yang dikenal dengan
istilah kapsomer. Virus ini akan mengalami inaktivasi pada suhu 56-60 °C dan
menjadi tidak berbahaya apabila bagian amplop virus ini rusak. Penyebaran virus
ini dapat terjadi melalui pernapasan dan melalui vesikel pada kulit pada penderita
(VZV). Virus DNA ini adalah virus yang menyebabkan penyakit cacar air (chicken
pox) yang merupakan infeksi awal sebelum sesorang mengalami herpes zoster.
Jadi herpes zoster hanya dapat muncul pada seseorang yang telah mengalami cacar
air sebelumnya. Setelah episode cacar air telah sembuh, varicella zoster akan
bersifat laten di dalam badan sel saraf kemudia varicella menyebar secara
sentripetal ke sensori fiber dan sensori ganglia. Virus tesebut dorman dan tanpa
Virus dapat menyebar dari satu atau lebih ganglion mengikuti dermatum
saraf (daerah pada kulit yang disarafi oleh satu spinal nerve) yang menimbulkan
tanda dan gejala pada kulit berupa cluster atau gerombolan benjolan yang kecil
yang kemudian menjadi blister. Blister-blister tersebut akan terisi cairan limfa dan
imun akan mengeliminasi sebagian besar virus sehingga seseorang dapat dikatakan
sembuh. Meskipun tanda dan gejala telah tidak ada, namun virus akan tetap bersifat
laten pada ganglion saraf (ganglion dorsal root maupun ganglion gasseri) pada
dasar tengkorak. Apabila sistem imun menurun virus akan mengalami multiplikasi
Gejala awal herpes zoster yang tidak spesifik meliputi sakit kepala, demam,
dan malaise. Gejala-gejala tersebut lalu diikuti oleh sensasi nyeri terbakar, gatal,
hyperesthesia atau paresthesia pada dermatum yang terkena. Gejala yang timbul
ini bisa berkembang menjadi ringan maupun berat. Gejala herpes zoster pada anak-
anak lebih sering tidak menimbulkan rasa nyeri, sedangkan pada usia lanjut
cenderung lebih nyeri dan berkembang menjadi lebih parah. Sensasi yang sering
dirasakan pada dermatum dapat berupa rasa tersengat, tertusuk, nyeri, mati rasa,
Pada kebanyakan kasus, setelah satu sampai dua hari tetapi pada beberapa
kasus bisa sampai bermingu-minggu setelah gejala tersebut muncul akan diikuti
oleh munculnya tanda berupa lesi pada kulit. Rasa nyeri dan lesi pada kulit biasanya
muncul pada ekstrimitas, tetapi dapat juga muncul pada wajah, mata, maupun
bagian tubuh lain. Lesi awal terlihat mirip dengan lesi yang tampak pada cacar air,
namun lesi pada herpes zoster terbatas bada dermatum, yang biasanya akan tampak
seperti ikat pinggang atau berupa garis yang terletak unilateral dan tidak melewati
garis tengah tubuh. Lesi yang muncul bilateral biasanya terjadi pada kasus
immunocompromised. Zoster sine herpete (zoster tanpa herpes) adalah pasien yang
memiliki semua gejala herpes zoster tanpa penampakan lesi (Long MD dkk., 2013).
yang dipenuhi oleh eksudat serous, pada fase ini gejala berupa demam dan malaise
masih berlanjut. Pada akhirnya lesi berubah menjadi lebih gelap karena terisi darah,
dan menjadi krusta setelah 7-10 hari. Biasanya krusta akan lepas dengan sendirinya
dan penampakan kulit kembali normal. Namun pada beberapa kasus, setelah proses
blisterring yang lama, akan meninggalkan bekas berupa scar dan perubahan warna
kulit menjadi lebih gelap pada dermatum yang terkena (Kumano Y, 1995).
gambaran klinis tidak khas atau untuk menentukan status imun terhadap varicella
zoster virus (VZV) pada orang yang beresiko tinggi. Pemeriksaan yang dapat
dilakukan meliputi Tzank smear dimana untuk membedakan antara herpes simplex
virus (HSV) dan varicella zoster virus (VZV). Pemeriksaan laboratorium untuk
memeriksa IGM antibodi spesifik yang hanya muncul ketika seseorang mengalami
cacar air atau herpes zoster dan tidak muncul ketika virus dalam keadaan laten.
Pada pemeriksaan lebih canggih, dapat dilakukan dengan pemeriksaan DNA virus
Presentase komplikasi yang timbul dari kasus herpes zoster adalah 7,9%
zoster opthalmicus), 0,9% motor neuropati, dan 0,5% neuropati motorik, 0,5%
Komplikasi yang paling sering terjadi pada kasus herpes zoster adalah
postherpetic neuralgia. Lima puluh persen kasus tersebut berumur lebih dari 60
tahun. Postherpatic neuralgia adalah nyeri yang diakibatkan kerusakan saraf oleh
virus varicella zoster, yang menghasilkan sinyal elektrik ke otak. Pasien mengalami
rasa nyeri lebih dari 4 bulan dari onset awal munculnya lesi herpes zoster. Gejala
sensoris pada dermatum yang terkena berupa nyeri, mati rasa, dysesthesias dan
allodynia (nyeri yang dikarenakan gerakan). Gejala ini berlangsung atau muncul
kembali dalam jangka waktu bulanan, tahunan, ataupun seumur hidup (Pasqualucci
dkk., 2000). Pada beberapa kasus yang cukup jarang, pasien dapat mengalami
kelemahan otot, tremor, atau paralisis jika saraf yang terkena memiliki peranan
dalam mengontrol pergerakan otot. Tanda yang muncul dapat berupa cutaneous
scar pada area herpes zoster yang telah terkena sebelumnya (Zareba G, 2005).
tergantung letak dermatum yang terkena. Herpes zoster opthalmicus terjadi pada
orbit mata dan terjadi pada 10% sampai 25% kasus. Hal ini terjadi karena reaktifasi
virus pada saraf trigeminal bagian optalmikus. Pada beberapa pasien, gejala berupa
kemampuan penglihatan. Lesi vesikular pada hidung memiliki risiko tinggi herpes
zoster opthalmicus atau disebut dengan Hutchinson's sign (Karlin JD, 1993).
Gambar 2.2 Herpes zoster opthalmicus (Fitzpatrick,2012).
kebutaan apabila tidak segera ditangani dengan tepat. Oleh karena itu, untuk
meminimalkan morbiditas, diagnosis yang akurat dan tepat pada waktunya sangat
Secara klasik, HZO berawal dari gejala flu-liked symptom berupa demam,
myalgia, dan malaise dalam jangka waktu satu minggu. Pasien kemudian
sering terjadi pada dermatum bilateral) dengan distribusi satu atau lebih cabang
nervus V1 yaitu supraorbital, lakrimal, dan nasocilliary. Penemuan klinis pada kulit
biasanya dimulai dari lesi makular eritema yang berkembang dalam beberapa hari
menjadi papul, vesikel, dan pustul. Pada pasien dengan keterlibatan nervus
Pemeriksaan fisik terdiri atas pemeriksaan optalmologi yaitu inspeksi, visual acuity,
smear atau Wright stain untuk mengetahui adanya virus herpes-type pada lesi (walaupun
ini tidak bisa membedakan VZV dengan virus herpes lainnya). Kultur virus, direct
melibatkan telinga bagian dalam, tengah, atau luar. Sindroma ini terjadi karena
oticus berupa ostalgia berat dan berhubungan dengan erupsi vesikular kutaneus
pada eksternal cannal dan pinna. Apabila berkaitan dengan paralisis pada wajah,
infeksi ini disebut dengan Ramsay Hunt syndrome. Ramsay Hunt syndrome
menempati 12% facial paralysis dan sebagian besar memiliki prognosis dan gejala
Komplikasi lain juga dapat berupa superinfeksi bakteri pada kulit yang
disebabkan oleh karena rendahnya imunitas pasien dan ketika terdapat lesi terbuka.
mencegah terjadinya komplikasi lebih lanjut. Virus herpes zoster dan superinfeksi
bakteri dapat menyerang tidak hanya terbatas pada saraf spinalis, namun juga bisa
meningitis. Terkadang reaktifasi VZV dapat mengenai neuron motorik pada spinal
cord yang menyebabkan neuropati motorik. Pasien dengan satu atau lebih
Episode herpes zoster sebagian besar adalah self-limited dan dapat sembuh
tanpa intervensi. Namun penyakit ini menyebabkan kesakitan yang cukup tinggi
dan dapat menyebabkan komplikasi, oleh karena itu diperlukan penanganan yang
tepat. Penyakit ini cenderung memberikan gejala yang lebih ringan pada anak-anak
vesikel baru, jumlah hari yang diperlukan untuk menjadi krusta, dan perasaan tidak
nyaman atau nyeri akut. Semakin awal antiviral diberikan, semakin efektif untuk
jam setelah onset, selama 7-10 hari. Antiviral oral berikut direkomendasikan
antiviral dan analgesik dalam jangka waktu 2-3 minggu onset untuk mencegah
komplikasi postherpetic neuralgia. Pengobatan primer untuk nyeri akut herpes
2) NSAIDs
3) Opioid Analgesic
4) Antikonvulsan
2) Pesien imunocompressive
7) Keterlibatan optalmikus
8) Keterlibatan meningoensepalitis
Herpes zoster adalah penyakit yang dapat menular melalui cairan di dalam
vesikel. Vesikel pada pasien mudah pecah dan virus ini mudah tertular melalui
2010).
penyakit herpes zoster. Semakin rendah keadaan imunitas seseorang, semakin besar
direkomendasikan sebagai pencegahan primer kepada ibu hamil, infan yang lahir
prematur, infan yang memiliki berat lahir rendah, dan pasien dengan keadaan
immunocompromised, dan pada lanjut usia >60 tahun. Vaksin herpes zoster yang
proquad. Vaksin ini diberikan secara intramuskular dan memiliki efikasi selama 3