Oleh :
KELOMPOK 2
Nama Anggota :
KEMENTERIAN KESEHATAN RI
POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR
JURUSAN ANALIS KESEHATAN
2018
KATA PENGANTAR
Puja dan puji syukur penulis panjatkan ke hadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa, Tuhan
Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga kami mampu
menyelesaikan paper ini tepat pada waktunya, dengan paper yang berjudul “Upaya Pencegahan
Korupsi”.
Penulis dibantu oleh banyak pihak. Melalui kesempatan ini penulis mengucapkan terima
kasih yang sebesar- besarnya kepada pihak yang selalu memberi dukungan sehingga penulis
dapat menyelesaikan paper ini.
Penulis menyadari, bahwa tidak ada sesuatu yang sempurna. Begitu pula dengan paper
ini, tentu masih ada hal-hal yang kurang dan masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis
mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat konstruktif demi kesempurnaan
paper ini.
Akhir kata, penulis berharap agar karya tulis ini bermanfaat bagi kita semua.
Penulis
i
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI................................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
2.6 Peran Serta Pemerintah dan Masyarakat dalam Memberantas Korupsi ............ 9
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
1.2 Rumusan Masalah
1) Apa itu korupsi?
2) Apa saja bentuk dan jenis tindak pidana korupsi di Indonesia?
3) Bagaimana keseriusan pemerintah dalam upaya memberantas korupsi?
4) Bagaimana gambaran umum tindak pidana korupsi di Indonesia?
5) Apa saja jenis – jenis korupsi?
6) Bagaimana awal mulanya munculnya korupsi di Indonesia?
7) Bagaimana persepsi masyarakat tentang korupsi?
8) Apa saja faktor – faktor penyebab korupsi?
9) Bagaimana peran pemerintah serta masyarakat dalam memberantas korupsi?
1.3 Tujuan
1) Untuk mengetahui serta memahami pengertian korupsi
2) Untuk mengetahui serta memahami bentuk dan jenis tindak pidana korupsi di Indonesia
3) Untuk mengetahui serta memahami keseriusan pemerintah dalam upaya memberantas
korupsi
4) Untuk mengetahui serta memahami gambaran umum tindak pidana korupsi di Indonesia
5) Untuk mengetahui serta memahami jenis – jenis korupsi
6) Untuk mengetahui serta memahami awal mulanya munculnya korupsi di Indonesia
7) Untuk mengkritik serta memberi tanggapan tentang persepsi korupsi dalam lingkungan
masyarakat
8) Untuk mengetahui serta memahami faktor – faktor penyebab korupsi
9) Untuk mengetahui serta memahami peran pemerintah dan ikut serta dalam lingkungan
masyarakat untuk memberantas korupsi
1.4 Manfaat
1) Manfaat Praktis
Menginformasikan kepada khalayak umum bagaimana upaya pencegahan tindak pidana
korupsi.
2) Manfaat Teoritis
Menambah wawasan penulis mengenai upaya pencegahan tindak pidana korupsi.
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
1. Kerugian keuangan negara
2. Suap menyuap
3. Penggelapan dalam jabatan
4. Pemerasan
5. Perbuatan curang
6. Benturan kepentingan dalam pengadaan
7. Gratifikasi
Korupsi adalah penyalahgunaan amanah untuk kepentingan pribadi. Masyarakat pada
umumnya menggunakan istilah korupsi untuk merujuk kepada serangkaian tindakan-tindakan
terlarang atau melawan hukum dalam rangka mendapatkan keuntungan dengan merugikan
orang lain. Hal yang paling mengidentikkan perilaku korupsi bagi masyarakat umum adalah
penekanan pada penyalahgunaan kekuasaan atau jabatan publik untuk keuntungan pribadi.
Dalam mewujudkan keseriusan pemerintah dalam upaya memberantas korupsi, Telah
di keluarkan berbagai kebijakan. Di awali dengan penetapan anti korupsi sedunia oleh PBB
pada tanggal 9 Desember 2004, Presiden susilo Budiyono telah mengeluarkan instruksi
Presiden Nomor 5 tahun 2004 tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi, yang
menginstruksikan secara khusus Kepada Jaksa Agung Dan kapolri :
4
2. Memperkuat transparasi, pengawasan, dan sanksi pada kegiatan pemerintah yg
berhubungan Ekonomi dan sumber daya manusia.
3. Meningkatkan pemberdayaan pangkat–pangkat pendukung dalam pencegahan korupsi.
Korupsi di Indonsia dimulai sejak era Orde Lama sekitar tahun 1960-an bahkan
sangat mungkin pada tahun-tahun sebelumnya. Pemerintah melalui Undang-Undang Nomor
24 Prp 1960 yang diikuti dengan dilaksanakannya “Operasi Budhi” dan Pembentukan Tim
Pemberantasan Korupsi berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 228 Tahun 1967 yang
dipimpin langsung oleh Jaksa Agung, belum membuahkan hasil nyata.
Pada era Orde Baru, muncul Undang-Undang Nomor3 Tahun 1971 dengan
Operasi Tertib yang dilakukan Komando Operasi Pemulihan Keamanan dan Ketertiban
(Kopkamtib), namun dengan kemajuan iptek, modus operandi korupsi semakin canggih dan
rumit sehingga Undang-Undang tersebut gagal dilaksanakan. Selanjutnya dikeluarkan
kembali Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999.
Jenis korupsi yang lebih operasional juga diklasifikasikan oleh tokoh reformasi, M.
Amien Rais yang menyatakan sedikitnya ada empat jenis korupsi, yaitu:
1. Korupsi ekstortif, yakni berupa sogokan atau suap yang dilakukan pengusaha kepada
penguasa.
5
2. Korupsi manipulatif, seperti permintaan seseorang yang memiliki kepentingan ekonomi
kepada eksekutif atau legislatif untuk membuat peraturan atau UU yang menguntungkan
bagi usaha ekonominya.
3. Korupsi nepotistik, yaitu terjadinya korupsi karena ada ikatan kekeluargaan, pertemanan,
dan sebagainya.
4. Korupsi subversif, yakni mereka yang merampok kekayaan negara secara sewenang-
wenang untuk dialihkan ke pihak asing dengan sejumlah keuntungan pribadi.
Diantara model-model korupsi yang sering terjadi secara praktis adalah: pungutan
liar, penyuapan, pemerasan, penggelapan, penyelundupan, pemberian (hadiah atau hibah)
yang berkaitan dengan jabatan atau profesi seseorang. Jeremy Pope (2007: xxvi) mengutip
dari Gerald E. Caiden dalam Toward a General Theory of Official Corruption menguraikan
secara rinci bentuk-bentuk korupsi yang umum dikenal, yaitu:
1. Berkhianat, subversif, transaksi luar negeri ilegal, penyelundupan.
2. Penggelapan barang milik lembaga, swastanisasi anggaran pemerintah, menipu dan
mencuri.
3. Penggunaan uang yang tidak tepat, pemalsuan dokumen dan penggelapan uang,
mengalirkan uang lembaga ke rekening pribadi, menggelapkan pajak, menyalahgunakan
dana.
4. Penyalahgunaan wewenang, intimidasi, menyiksa, penganiayaan, memberi ampun dan
grasi tidak pada tempatnya.
5. Menipu dan mengecoh, memberi kesan yang salah, mencurangi dan memperdaya,
memeras.
6
kesempatan untuk memenuhinya semakin terbatas. Sejak saat itu moralitas dikesampingkan.
Orientasi hidup yang mengarah pada keadilan berubah menjadi kehidupan saling menguasai
dan mengekploitasi. Di dalam sejarah, kita dapat menemukan banyak catatan yang terkait
dengan kondisi tersebut.
Di Indonesia, korupsi mulai terjadi sejak jaman kerajaan. Bahkan VOC bangkrut
pada awal abad 20 akibat korupsi yang merajalela di tubuhnya. Setelah proklamasi
kemerdekaan, banyak petinggi Belanda yang kembali ke tanah airnya, posisi kosong mereka
kemudian diisi oleh kaum pribumi pegawai pemerintah Hindia Belanda yang tumbuh dan
berkembang di lingkungan koruptor. Kultur korupsi tersebut berlanjut hingga masa
pemerintah Orde Lama. Di awal pemerintahan Orde Baru, Presiden Soeharto melakukan
berbagai upaya untuk memberantas korupsi. Terlepas dari upaya tersebut, Presiden Soeharto
tumbang karena isu korupsi. Perjalanan panjang korupsi telah membuat berbagai kalangan
pesimis akan prospek pemberantasan korupsi, baik di Indonesia maupun di berbagai belahan
dunia.
Dalam dua dekade terakhir, dunia mulai memandang korupsi sebagai isu
penting. Berbagai inisiatif untuk memerangi korupsi dilakukan mulai dari tingkat nasional,
regional hingga level internasional. Pandangan bahwa korupsi mendorong pertumbuhan
ekonomi mulai ditinggalkan banyak kalangan. Korupsi dipandang bukan hanya sebagai
permasalahan moral semata, tetapi sebagai permasalahan multidimensional (politik,
ekonomi, social dan budaya).Perubahan cara pandang dan pendekatan terhadap korupsi, yang
diikuti dengan menjamurnya kerjasama antar bangsa dalam isu ini menyemai optimisme
bahwa perang melawan korupsi adalah perang yang bisa kita menangkan.
7
Hal ini cukup berhasil terutama saat gerakan reformasi tahun 1998. Mereka tidak puas
terhadap perbuatan manipulatif dan koruptif para pejabat. Oleh karena itu, mereka ingin
berpartisipasi dalam usaha rekonstruksi terhadap masyarakat dan sistem pemerin-tahan
secara menyeluruh, mencita-citakan keadilan, persamaan dan kesejahteraan yang merata.
2) Penyalahgunaan kekuasaan dan wewenang karena takut dianggap bodoh bila tidak
menggunakan kesempatan.
7) Konsekuensi bila ditangkap lebih rendah daripada keuntungan korupsi : saat tertangkap
bisa menyuap penegak hukum sehingga dibebaskan atau setidaknya diringankan
hukumannya. Rumus: Keuntungan korupsi > kerugian bila tertangkap.
9) Gagalnya pendidikan agama dan etika : ada benarnya pendapat Franz Magnis
Suseno bahwa agama telah gagal menjadi pembendung moral bangsa dalam mencegah
8
korupsi karena perilaku masyarakat yang memeluk agama itu sendiri. Pemeluk agama
menganggap agama hanya berkutat pada masalah bagaimana cara beribadah saja.
Sehingga agama nyaris tidak berfungsi dalam memainkan peran sosial. Menurut Franz,
sebenarnya agama bisa memainkan peran yang besar dibandingkan insttusi lainnya.
Karena adanya ikatan emosional antara agama dan pemeluk agama tersebut jadi agama
bisa menyadarkan umatnya bahwa korupsi dapat memberikan dampak yang sangat buruk
baik bagi dirinya maupun orang lain.
Bentuk – bentuk peran serta mayarakat dalam pemberantasan tindak pidana korupsi menurut
UU No. 31 tahun 1999 antara lain adalah sebagai berikut :
1. Hak Mencari, memperoleh, dan memberikan informasi adanya dugaan tindak pidana
korupsi
2. Hak untuk memperoleh layanan dalam mencari, memperoleh, dan memberikan informasi
adanya dugaan telah tindak pidana korupsi kepada penegak hukum
9
3. Hak menyampaikan saran dan pendapat secara bertanggung jawab kpada penegak hukum
yang menangani perkara tindak pidana korupsi
4. Hak memperoleh jawaban atas pertanyaan tentang laporan yg di berikan kepada penegak
hukum waktu paling lama 30 hari
5. Hak untuk memperoleh perlindungan hukum.
2.7 Upaya yang Dapat Ditempuh dalam Pemberantasan Korupsi
Ada beberapa upaya yang dapat ditempuh dalam memberantas tindak korupsi di Indone-
sia, antara lain sebagai berikut :
1. Strategi Preventif.
Strategi ini harus dibuat dan dilaksanakan dengan diarahkan pada hal-hal yang menjadi
penyebab timbulnya korupsi. Setiap penyebab yang terindikasi harus dibuat upaya
preventifnya, sehingga dapat meminimalkan penyebab korupsi. Disamping itu perlu dibuat
upaya yang dapat meminimalkan peluang untuk melakukan korupsi dan upaya ini melibatkan
banyak pihak dalam pelaksanaanya agar dapat berhasil dan mampu mencegah adanya
korupsi.
2. Strategi Deduktif.
Strategi ini harus dibuat dan dilaksanakan terutama dengan diarahkan agar apabila suatu
perbuatan korupsi terlanjur terjadi, maka perbuatan tersebut akan dapat diketahui dalam
waktu yang sesingkat-singkatnya dan seakurat-akuratnya, sehingga dapat ditindaklanjuti
dengan tepat. Dengan dasar pemikiran ini banyak sistem yang harus dibenahi, sehingga
sistem-sistem tersebut akan dapat berfungsi sebagai aturan yang cukup tepat memberikan
sinyal apabila terjadi suatu perbuatan korupsi. Hal ini sangat membutuhkan adanya berbagai
disiplin ilmu baik itu ilmu hukum, ekonomi maupun ilmu politik dan sosial.
3. Strategi Represif.
Strategi ini harus dibuat dan dilaksanakan terutama dengan diarahkan untuk memberikan
sanksi hukum yang setimpal secara cepat dan tepat kepada pihak-pihak yang terlibat dalam
korupsi. Dengan dasar pemikiran ini proses penanganan korupsi sejak dari tahap
penyelidikan, penyidikan dan penuntutan sampai dengan peradilan perlu dikaji untuk dapat
disempurnakan di segala aspeknya, sehingga proses penanganan tersebut dapat dilakukan
secara cepat dan tepat. Namun implementasinyaharus dilakukan secara terintregasi. Bagi
10
pemerintah banyak pilihan yang dapat dilakukan sesuai dengan strategi yang hendak
dilaksanakan.
Adapula strategi pemberantasan korupsi secara preventif maupun secara represif antara lain :
1. Gerakan “Masyarakat Anti Korupsi” yaitu pemberantasan korupsi di Indonesia saat ini
perlu adanya tekanan kuat dari masyarakat luas dengan mengefektifkan gerakan rakyat anti
korupsi, LSM, ICW, Ulama NU dan Muhammadiyah ataupun ormas yang lain perlu
bekerjasama dalam upaya memberantas korupsi, serta kemungkinan dibentuknya koalisi dari
partai politik untuk melawan korupsi. Selama ini pemberantasan korupsi hanya dijadikan
sebagai bahan kampanye untuk mencari dukungan saja tanpa ada realisasinya dari partai
politik yang bersangkutan. Gerakan rakyat ini diperlukan untuk menekan pemerintah dan
sekaligus memberikan dukungan moral agar pemerintah bangkit memberantas korupsi.
2. Gerakan “Pembersihan” yaitu menciptakan semua aparat hukum (Kepolisian, Kejaksaan,
Pengadilan) yang bersih, jujur, disiplin, dan bertanggungjawab serta memiliki komitmen yang
tinggi dan berani melakukan pemberantasan korupsi tanpa memandang status sosial untuk
menegakkan hukum dan keadilan.
3. Gerakan “Moral” yang secara terus menerus mensosialisasikan bahwa korupsi adalah
kejahatan besar bagi kemanusiaan yang melanggar harkat dan martabat manusia. Melalui
gerakan moral diharapkan tercipta kondisi lingkungan sosial masyarakat yang sangat
menolak, menentang, dan menghukum perbuatan korupsi dan akan menerima, mendukung,
dan menghargai perilaku anti korupsi. Langkah ini antara lain dapat dilakukan melalui
lembaga pendidikan, sehingga dapat terjangkau seluruh lapisan masyarakat terutama generasi
muda sebagai langlah yang efektif membangun peradaban bangsa yang bersih dari moral
korupsi.
4. Gerakan “Pengefektifan Birokrasi” yaitu dengan menyusutkan jumlah pegawai dalam
pemerintahan agar didapat hasil kerja yang optimal dengan jalan menempatkan orang yang
sesuai dengan kemampuan dan keahliannya. Dan apabila masih ada pegawai yang melakukan
korupsi, dilakukan tindakan tegas dan keras kepada mereka yang telah terbukti bersalah dan
bilamana perlu dihukum mati karena korupsi adalah kejahatan terbesar bagi kemanusiaan dan
siapa saja yang melakukan korupsi berarti melanggar harkat dan martabat kehidupan.
11
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Berdasarkan uraian di atas maka dapat ditarik simpulan sebagai berikut:
1) Korupsi memberikan dampak negatif yang sangat besarbagi kehidupan masyarakat.
Korupsi merupakan perbuatan curang yang merugikan Negara dan masyarakat luas
dengan berbagai macam modus. Adapun jenis tindak pidana korupsi, yang di
kelompokkan menjadi :
1. Kerugian keuangan negara
2. Suap menyuap
3. Penggelapan dalam jabatan
4. Pemerasan
5. Perbuatan curang
6. Benturan kepentingan dalam pengadaan
7. Gratifikasi
2) Jenis korupsi yang lebih operasional juga diklasifikasikan oleh tokoh reformasi, M.
Amien Rais yang menyatakan sedikitnya ada empat jenis korupsi, yaitu:
1. Korupsi ekstortif, yakni berupa sogokan atau suap yang dilakukan pengusaha kepada
penguasa.
2. Korupsi manipulatif, seperti permintaan seseorang yang memiliki kepentingan
ekonomi kepada eksekutif atau legislatif untuk membuat peraturan atau UU yang
menguntungkan bagi usaha ekonominya.
3. Korupsi nepotistik, yaitu terjadinya korupsi karena ada ikatan kekeluargaan,
pertemanan, dan sebagainya.
4. Korupsi subversif, yakni mereka yang merampok kekayaan negara secara sewenang-
wenang untuk dialihkan ke pihak asing dengan sejumlah keuntungan pribadi.
3) Adapun Faktor-Faktor yang menyebabkan terjadinya Korupsi adalah :
a. Penegakan hukum tidak konsisten
12
b. Penyalahgunaan kekuasaan dan wewenang karena takut dianggap bodoh bila tidak
menggunakan kesempatan.
e. Kemiskinan, keserakahan
4) Oleh sebab itu, upaya pencegahan dan penindakan korupsi di Indonesia memiliki arti dan
peranan yang sangat penting.Untuk menjamin konsistensi dan efektifitas implementasi
Desain Pencegahan dan Penindakan Korupsi, diperlukan komitmen yang tinggi dari
pimpinan instansi-instansi pemerintah terkait, serta dukungan serta elemen-elemen
masyarakat.
5) Ada beberapa upaya yang dapat ditempuh dalam memberantas tindak korupsi di Indone-sia,
antara lain sebagai berikut :
1. Strategi Preventif.
2. Strategi Deduktif.
3. Strategi Represif.
3.2 Saran
Adapun hal-hal yang perlu penulis sarankan melalui makalah ini, yaitu seperti dibawah ini:
1) Masyarakat luas khususnya mahasiswa sebaiknya lebih memahami apa itu korupsi dan
bagaimana upaya pencegahan korupsi.
2) Perlunya dilakukan pengembangan lebih lanjut melalui makalah ini dengan cara
memperbaiki atau menambahkan teori-teori mengenai korupsi dan bagaimana dampak
serta upaya pencegahan tindak pidana korupsi.
13
DAFTAR PUSTAKA
Atmaja, Ripto. 2014. Tindak Pidana Korupsi dan Upaya Untuk Memberantasnya. Didapat dari :
https://www.academia.edu/8707355/makalah_tentang_korupsi . Diakses pada 30 Maret
2018
Utami, Margii. 2014.Makalah Pendidikan Budaya Anti Korupsi. Bali. Didapat dari :
https://www.academia.edu/6911326/Makalah_Pendidikan_Anti_Korupsi . Diakses pada
30 Maret 2018
14