Penyaji
Dr. Kgs. Irawan Satria Arjanggi
Pembimbing
Dr. Hadrians Kesuma Putra, SpOG(K)
Dr. Yusni Puspita, SpAn-KIC-KKV
Pemandu
Konsulen Penilai
Pembahas
Dr. Fitrah Tindar Atthaariq
Dr. Chaerannisa Akmelia
Dr. Adi Syahputra
I. REKAM MEDIS
A. Anamnesis
1. Identifikasi
Nama : Morina Hotmaida Manullang
Umur : 35 tahun (04 Februari 1984)
Agama : Kristen
Alamat : Ds. Gunung Raja Kec. Penukal Muara Enim
MRS : 7 Juni 2019 pukul 16.50 WIB
Med. Rec./ Reg : 1125072/RD19014429
2. Riwayat pernikahan
1x, lama 11 tahun
3. Riwayat reproduksi
Menarche 14 tahun, siklus 28 hari, hari, HPHT: lupa
6. Riwayat gizi/sosioekonomi
Sedang
3
2. Pemeriksaan Fisik
Kepala : Normocephali, Konjungtiva palpebra anemis(-/-), sklera ikterik (+/+)
Leher : JVP (5-2) cmH20, KGB dalam batas normal
Thoraks :Cor : BJ I-II normal reguler, murmur (-), gallop (-)
Pulmo : vesikuler (+/+), wheezing (-/-), rhonki (-/-)
Abdomen :FUT 3 1bpx(33 cm), memanjang, puki, kepala, his (-) DJJ (-) TBJ
3100 gram
4
Hasil:
- Tampak janin tunggal mati presentasi kepala
- Biometri janin:
BPD: 8,96 cm AC: 33,06 cm EF: 2843gr
HC: 31,02 cm FL: 6,75 cm FHR (-)
- Plasenta: di korpus anterior – fundus
- Cairan ketuban: cukup SDP: 2,25
Kesan: hamil 35 minggu JTM Preskep
Hematologi
Hb : 13,2 g/dL (11,4-15,0)
Eritrosit : 4.820.000/mm3 (4,00-5,70 x 106)
Leukosit : 46.390/mm3 (4,73-10,89 x103)
Trombosit : 31.000/mm3 (189-436 x103)
Hematocrit : 45 (35-45%)
RDW-CV : 16.00 (11-15%)
DC : 0/0/77/19/4 (0-1/1-6/50-70/20-40/2-8)
Faal Hemostasis
PT + INR
7
Kimia Klinik
Hati
Bilirubin total : 3.90 (0.1-1.0 mg/dL)
Bilirubin Direk : 3.00 (0-0.2 mg/dL)
Bilirubin Indirek : 0.90 (<0.8 mg/dL)
AST/SGOT : 6620 (0-32 U/L)
ALT/SGPT : 1417 (0-31U/L)
Albumin : 3.0 (3.5-5.0 g/dL)
LDH : 8523 (240-480 U/L)
Metabolisme karbohidrat
Glukosa sewaktu : 112 mg/dl (<200)
Analisa gas darah
Temperature : 37,5 C
FiO2 : 80.0%
pH : 6.887 (7.35-7.45 mmHg)
pCO2 : 36.9 (35-45 mmHg)
pO2 : 52.1 (83-108 mmHg)
SO2% : 58.6
Na+ : 133.7 (136-146 mmol/L)
+
K : 6.22 (3.5-5.1 mmol/L)
Ca++ : 1.26 (1.09-1.30 mmol/L)
Lactat : 18.8 (0.7-2.5 mmol/L)
pHtc : 6.881
pCO2tc : 37.7 mmHg
HCO3 : 7.1 mmol/L
TCO2 : 8.2 (22-29 mmol/L)
BEecf : -26.2 mmol/L
8
Ginjal
Ureum : 30 mg/dl (16,6-48,5)
Asam urat : 14.0 mg/dL (<5.7)
Kreatinin : 1.77mg/dl (0,5-0,9)
Elektrolit
Natrium : 131mEq/L (135-155)
Kalium : 7.0mEq/L (3,5-5,5)
Kalsium : 9.0mg/dL (8,8-10,2)
Magnesium : 3.10mg/dL (1.6-2.6)
Klorida : 102mmol/L (96-106)
Immunoserologi
Penanda infeksi
Dengue IgM : negatif
Dengue IgG : negative
Dengue NS 1 : negatif
4. Assesment Obgyn
- O2 10 l/m NRM
- MgSO4
- Evaluasi gestatif
5. Assesesment P1 Anestesi
A/Syok Septik ec G2P1A0 hamil 34 minggu JTM+total HELLP syndrome+ DIC+
hiperkalemi
P/
Sepsis bundle
NaCl 2L dalam 1 jam
AGD dan laktat
Kultur darah dan sputum
CVC
Norepinephrine target MAP ≥ 65
Koreksi kalium dengan ca gluconas 2gr +insulin 10 IU +D40 50 cc
Transfusi TC
Informed consent keluarga
FOLLOW UP
07/6/2019
11
Status Neurologis :
N. III, IV,VI, VII dbn
N. XII deviasi lidah bdd, disartria bdd
Fungsi motorik Lka Lki Tka Tki
Gerakan Lateralisasi negative
Kekuatan
Tonus Normal Normal Normal Normal
Klonus - -
RF Normal Normal Normal Normal
RP - - - -
A:
Obs penurunan kesadaran e.c susp CVD dd/ metabolic ensefalopati dd/
ensefalitis
P:
Saran CT scan kepala (lapor bila ada hasil)
12
07/6/2019 S: Pasien datang hamil kurang bulan denggan penurunan kesadaran 10 jam
19.30 WIB SMRS. Pasien datang dengan keluhan nyeri ulu hati, muntah lebih
P2 kurang tiga kali, keluar darah (-), R/ perut mules menjalar (-), R/ keluar
ANESTESI air-air (-), darah lendir (-)
R/ hipertensi TDH 140/? Sejak kapan tidak tahu, minum obat tidak tahu
P:
NPO
Perbaikan KU sesuai TS P1
Koreksi hiperkalemia dan hiponatremia dan hipoalbumin sesuai TS
P1
Koreksi trombositopenia sesuai TS P1
Saran CT scan kepala (lapor bila ada hasil)
O: sens: E3M5V3
TD : 104/47 HR: 78x/m T 36,5 RR 16x/m SpO2: 98%
Kepala : Normocephali, Konj. Palpebra anemis(-/-),sklera ikterik (-/-)
Leher : JVP (5-2) cmH20, KGB dalam batas normal
Thoraks :Cor : S1>S2, murmur (-), gallop (-)
Pulmo : vesikuler (+/+), wheezing (-/-), rhonki (-/-)
Abdomen : cembung, tegang, hepar dan lien sulit dinilai
13
A:
Penurunan kesadaran ec susp sepsis + DIC
G2P1A0 hamil 34 minggu JTM + PEB + HELLP Syndrome
Gastritis erosive
Hiperkalemia
Hiperuricemia
AKI stg I
P:
Omeprazole 2x40 mg IV
Pasang NGT
Inj meropenem 3x1 gr
Inj Ca glukonas 1 amp
Inj insulin 10U dalam D40% 2 fl
Cek kalium ulang 6 jam post koreksi
Allopurinol 1x300 mg
Trombopharese 1 unit
07/6/2019 S: Pandangan mata kabur sebelumnya (-), mata merah (-), mata berair (-),
20.00 WIB kotoran mata (-).
MATA Keluarga pasien mengatakan sebelumnya pasien tidak ada mengeluh
pandangan berbayang (-) pandangan ganda (-) pandangan seperti tertutup
sebagian (-) speerti melihat kilatan cahaya (-) seperti melihat benda-
benda terbang (-)
R/ HT saat hamil sebelumnya (-)
R/ HT saat tidak hamil (-)
R/ DM (-)
R/ Trauma (-)
R/ kacamata (-)
O:
14
KBM Orthoforia
GBM
Sulit dinilai
Sulit dinilai
A:
G2P1A0 hamil 34 minggu belum inpartu dengan penurunan
kesadaran ec sepsis + bekas sc 1x a.i. gemelli + PEB + HELLP
Syndrome + gastritis erosive + trombositopenia JTM preskep
Leukositosis
Hiperbilirubinemia
Peningkatan faal hepar
HELLP Syndrome
Hiperuricemia
Hipoalbuminemia
AKI stage I
DIC score 7
Hipermagnesium
Hiperkalemia
P:
stabilisasi
Obs. TVI, His
Kateter urin, catat input output
Terapi farmakologi sesuai kardek
R/ terminasi perabdominam setelah perbaikan KU
P:
Dilakukan RJP + kompresi jantung +adrenalin 5 siklus, respon tidak
ada.
Pk 23.55 pasien dinyatakan meninggal dihadapan keluarga dan
perawat
List control
Tgl/jam Sens TD N RR T Tindakan,
(mmHg) (x/mnt) (x/mnt) (ºC) cairan,obat-obatan
18.00 GCS 11 80/40 98 22 36,5 Drip norepinefrin
Drip vasopressin
Drip vasopressin
23.30 Coma Tidak Tidak - 34,0 Drip vasopressin
terukur teraba Drip norepinefrin
23.45 Coma Tidak Tidak - 34,0 Drip norepinefrin
terukur teraba Drip vasopressin
23.55 Pasien meninggal dihadapan dokter, bidan dan keluarga.
II. PERMASALAHAN
1. Apakah diagnosis dan tatalaksana pada pasien ini sudah adekuat?
2. Apa penyebab perburukan kondisi ibu pada kasus ini?
18
III.ANALISA KASUS
1. Apakah diagnosis tatalaksana pada pasien ini sudah adekuat?
2. Apa penyebab perburukan kondisi ibu pada kasus ini?
terjadinya peningkatan enzim hepar dan terdapatnya nyeri perut kuadran kanan atas..
Pada kasus yang berat dapat dijumpai adanya perdarahan intrahepatik dan hematom
subkapsular atau ruptur hepar. Perubahan histopatologis pada hepar yang terdapat
pada sindroma HELLP dapat dibedakan dari penyakit perlemakan hepar yang akut.
Hal ini dilaporkan oleh Usta dkk (1994) pada perlemakan hepar yang akut dengan
pemeriksaan mikroskop elektron didapatinya gambaran steatosi (perlemakan
mikrovaskular) derajat rendah yang difus pada daerah sentrilobular. Gambaran ini
berbeda bermakna terhadap perubahan histopatologi hepar pada sindroma HELLP.11
Penurunan jumlah trombosit pada sindroma HELLP disebabkan oleh
meningkatnya konsumsi atau destruksi dari trombosit. Meningkatnya konsumsi
trombosit disebabkan oleh agregasi trombosit. Hal ini akibat dari kerusakan endotel,
penurunan produksi prostasiklin, proses imunologis maupun peningkatan jumlah
radikal bebas. Penyebab dari destruksi trombosit sampai saat ini belum diketahui.
Dijumpainya peningkatan megakaryosit pada biopsi sumsum tulang menunjukkan
pendeknya life span dari trombosit dan cepatnya proses daur ulang. Beberapa peneliti
terdahulu beranggapan bahwa DIC merupakan proses primer yang terjadi pada
sindroma HELLP. Walaupun didapatinya gambaran histologis dari mikrotrombi yang
mirip antara sindroma HELLP dan DIC tetapi pada sindroma HELLP tidak dijumpai
koagulopati intravaskular. Pada sindroma HELLP terjadi mikroangiopati dengan
kadar fibrinogen yang normal.8,10 Jadi DIC yang terjadi pada sindroma ini bukan
merupakan proses primer tetapi merupakan kelanjutan dari proses patofisiologis
sindroma HELLP itu sendiri (sekunder).
Ada dua klasifikasi yang dipergunakan pada sindroma HELLP (Tabel 1) yaitu
klasifikasi Tennessee dimana sindroma HELLP diklasifikasikan sebagai partial dan
komplit, dan klasifikasi Misissisipi dimana sindroma HELLP dikualifikasikan
menjadi 3 tingkatan.
20
katalase yang bertanggung jawab terhadap proses oksidasi laktat menjadi piruvat.
Peningkatan LDH menggambarkan terjadinya kerusakan pada sel hepar,
walaupun peningkatan kadar LDH juga merupakan tanda terjadinya hemolisis.
LDH dapat dipergunakan untuk mendeteksi hemolisis dan kerusakan hepar. Oleh
sebab itu parameter ini sangat berguna dalam mendiagnosa sindroma HELLP.
Peningkatan bilirubin pada Preeklampsia sangat jarang, pada kasus eklampsia
hanya 4 – 20%. Dan peningkatan ini jarang sampai lima kali lipat.
Hiperbilirubinemia yang tidak terkonjugasi menunjukkan hemolisis intra
vaskuler. Hiperbilirubinemia yang terkonjugasi menunjukkan kerusakan pada
perenkhim hepar.8
SGOT dan SGPT pada pasien ini adalah 6620 U/L dan 1417 U/L.
c. Jumlah Trombosit yang Rendah
Pada kehamilan normal belum diketahui batasan jumlah trombosit yang
spesifik. Sebagian besar laporan mengatakan jumlah trombosit rerata menurun
selama kehamilan walaupun secara statistik tidak signifikan.9
Adanya sindroma HELLP ini tidak merupakan indikasi untuk melahirkan segera
dengan cara seksio sesarea. Yang harus dipertimbangkan adalah kondisi ibu dan bayi.
Ibu yang telah mengalami stabilisasi dapat melahirkan pervaginam, bila tidak ada
kontra indikasi obstetrik. Persalinan dapat diinduksi dengan oksitosin pada semua
kehamilan 32 minggu. Ataupun kehamilan < 32 minggu dengan serviks yang telah
matang untuk diinduksi. Pada kehamilan < 32 minggu dengan serviks yang belum
matang, seksio sesarea elektif merupakan pilihan.
Adanya PEB dengan sindroma HELLP akan membuat keadaan ibu semakin
memburuk. Isler dkk (1999) melaporkan penyebab kematian ibu pada sindroma
HELLP adalah perdarahan intra kranial atau stroke ( 45%), gagal jantung paru (40%),
DIC (39%), sindroma gagal nafas (28%), gagal ginjal (28%), perdarahan hepar atau
rupture (20%) dan hipoxic encephalopathy (16%). Dan 60% dari kematian ibu
dengan sindroma HELLP kelas I, yaitu kadar trombosit < 50.000/mm 3. Sedangkan
Morikawa dkk (2001) melaporkan komplikasi yang terbanyak pada kelompok SHM
(sindrom HELLP murni) dan SHP (sindrom HELLP parsial) adalah DIC sebanyak
24
59,3% dan 14,3%. Tingginya angka kematian ibu pada penelitian ini kemungkinan
diakibatkan oleh kondisi ibu yang sudah jelek waktu masuk rumah sakit.
Sindroma HELLP akan menyebabkan banyak sekali komplikasi yang akan
memperburuk keadaan jika tidak dilaksana secara cepat dan tepat, berikut ini
merupakan komplikasi pada sindroma HELLP yang memperberat kondisi ibu:17
Gangguan penglihatan
Pada preeklampsia berat, gangguan penglihatan yang sering muncul adalah
diplopia dan penglihatan kabur. Ablasio retina dapat terjadi pada ibu dengan
preeklampsia dalam bentuk gangguan penglihatan yang tidak total atau unilateral.
Sedangkan kebutaan lebih jarang terjadi, dan biasanya reversibel. Ibu yang
mengalami kebutaan oksipital biasanya mengalami edema vasogenik yang luas di
lobus oksipital. Infark pada retina maupun nucleus geniculatum juga dapat
menyebabkan kebutaan.
Edema serebri
Efek yang timbul dari edema serebri yang luas dapat berupa letargi hingga
koma. Ibu dengan preeklampsia adalah kelompok yang sangat rentan akan
peningkatan tekanan darah yang hebat dan mendadak, yang berakibat memburuknya
edema vasogenik tersebut.
Perdarahan serebral
Bahaya dari tingginya tekanan darah sistolik, terutama jika dikombinasikan
dengan rendahnya jumlah trombosit dalam morbiditas preeklampsia adalah adanya
risiko tinggi untuk terjadinya perdarahan serebral. Terlebih lagi jika adanya
kombinasi gangguan endotel, trombositopenia, dan perubahan tekanan darah yang
mendadak, maka risiko untuk terjadinya komplikasi intraserebral pada ibu dengan
preeklampsia akan semakin besar.
Edema Paru
Komplikasi preeklampsia berat dapat berupa payah jantung ventrikel kiri
akibat peningkatan afterload yang menyebabkan terjadinya edema paru. Selain
25
penyebab kardiogenik, edema paru juga dapat disebabkan oleh penyebab non-
kardiogenik akibat kerusakan sel endotel pembuluh darah kapiler paru.
Eklampsia
Periode kejang eklamptik sebagai komplikasi dari preeklampsia dapat
disebabkan oleh beberapa hal, seperti edema serebri, perdarahan intraserebral, infark
serebral, vasospasme serebral, dan ensefalopati hipertensi. Sedangkan periode koma
dapat disebabkan oleh kegagalan fungsi hati untuk memetabolisme substansi toksik
dalam tubuh, sehingga muncul asidosis. Penyebab koma yang lain adalah kerusakan
serebral berupa edema serebri, perubahan dan nekrosis di sekitar perdarahan, dan
hernia batang otak.
Systemic Inflammatory Response Syndrome (SIRS)
Sindrom preeklampsia muncul dikarenakan akumulasi dari gangguan sirkulasi
oleh disfungsi sel endotel maternal. Endotel merupakan salah satu bagian integral dari
jaringan inflamasi yang berarti bahwa aktivasi endotel akan mengaktivasi leukosit,
dan begitu juga sebaliknya. Kombinasi aktivasi endotel dan leukosit yang terjadi
menyebabkan systemic inflammatory response yang muncul lebih hebat dibandingkan
dengan yang terjadi pada kehamilan normal.
Mortalitas dan morbiditas perinatal
Preeklampsia memberikan pengaruh pada suplai darah dari ibu ke plasenta,
yang dapat menyebabkan buruknya pertumbuhan janin dalam kandungan ibu dan
dapat memicu terjadinya persalinan prematur. Preeklampsia adalah penyebab dari
12% bayi yang lahir dengan berat badan lahir rendah dan seperlima dari bayi yang
lahir prematur. Di negara dengan tingkat pendapatan tinggi, bayi yang dilahirkan
terlalu dini merupakan penyebab utama mortalitas dan morbiditas perinatal, dan
preeklampsia adalah faktor utama kelahiran premature.
Intra uterine growth restriction (IUGR)
Pertumbuhan janin dalam kandungan merupakan penanda yang baik akan
kondisi janin. Kehamilan dengan komplikasi intra uterine growth restriction
didefinisikan sebagai proses patologis reduksi pertumbuhan janinyang diasosiasikan
26
Berdasar pada algoritme diatas, didapatkan total skoring untuk penderita ini
adalah 7 dengan kesimpulan sesuai DIC
Sepsis adalah respon multifaset host terhadap patogen infeksius yang secara
respon tersebut secara signifikan diperkuat oleh faktor endogen host yang kemudian
menimbulkan berbagai perubahan fisiologi tubuh host. Saat ini sepsis dianggap suatu
aktivasi dini dari respon pro dan anti inflamasi, bersamaan dengan modifikasi mayor
pada jalur imunologi pada berbagai sistem organ meliputi kardiovaskular, neuronal
pusat, saraf automom, hormonal, metabolik, dan koagulasi seperti yang telah
dijelaskan sebelumnya, dan bahkan pada kasus berat, berhubungan dengan kematian
sel.21
Satgas Sepsis-3 pada tahun 2016 menerapkan sistem skoring Sequential
[Sepsis-related] Organ Failure Assessment (SOFA) yang telah diuji coba secara klinis
dan matematis sebagai kriteria prognostik dari sepsis. Skor SOFA dan qSOFA (quick
SOFA) bukanlah kriteria mutlak penegakan diagnosis dari sepsis, melainkan lebih
digunakan sebagai monitoring dan prognostik terhadap derajat kerusakan multiorgan
pada sepsis. Walaupun demikian Satgas Sepsis-3 menyatakan bahwa skor SOFA dan
qSOFA lebih valid digunakan untuk penegakan diagnostik sepsis dibanding kriteria
SIRS yang lama.21
Proses terjadinya sepsis dimulai dengan masuknya bakteri dan endotoksin yang
berasal dari bakteri gram negatif atau eksotoksin yang berasal dari pseudomonas atau
yang lain berupa virus, jamur, riketsia. Toksin pada sepsis mempunyai efek terhadap
faktor XII, sel endotel, monosit-makrofag, netrofil dan sistim komplemen yang
menyebabkan terjadinya syok septik. Kerusakan endotel akan menyebabkan
peningkatan permeabilitas kapiler dan cenderung memacu terjadinya Multiple organ
dysfunction syndrome (MODS), di paru-paru dengan manifestasi sindroma gagal
pernafasan akut (ARDS) disertai dengan kelelahan kontraksi otot diafragma. Pada
ginjal terjadi gagal ginjal akut (GGA). Organ jantung terjadi vasodilatasi pembuluh
darah tepi yang disebabkan oleh proses imunologik dan agen vasoaktif, usus terjadi
31
ulkus dan perdarahan sehingga akan terjadi gangguan perfusi jaringan, otak terjadi
sindroma otak organik akut dan delirium.
Berbagai organ tubuh mengalami perubahan fungsi pada syok septik
diantaranya Jantung, paru-paru, dan ginjal
Angka kematian sangat tinggi bila terjadi kerusakan pada tiga organ tersebut. Dalam
suatu penelitian dilaporkan angka kematian syok septik sebesar 72% dan 50%
meninggal bila terjadi syok lebih dari 72 jam.26-27
Tatalaksanan sepsis pasien pada kasus ini belum maksimal, hal ini
dikarenakan belum jelasnya sumber infeksi pada pasien, dan kultur darah baru
dilakukan pada hari ke 2 setelah MRS. Bilamana kondisi sepsis dapat secara dini
ditegakan, maka rangkaian terapi dapat dimulai secara agresif dan adekuat dalam
waktu <6 jam. Pendekatan terapi terdiri dari resusitasi cairan, peningkatan pemberian
oksigen, pemberian vasopressor, pemberian obat inotropik, transfusi darah, ventilasi
mekanik, dan pemakaian kateter arteri. Pendekatan ini bertujuan untuk melakukan
penyesuaian kembali preload, afterload, dan kontraktilitas jantung untuk tujuan akhir
yaitu tercapainya keseimbangan antara hantaran oksigen dan kebutuhan okigen.
Kondisi DIC dan sepsis berperan penting dalam perburukan kondisi pasien ini.
KESIMPULAN
37
1. Tatalaksana pada kasus ini sudah dilakukan sesuai prosedur pelayanan, penegakan
diagnosis yang cepat, tepat dan akurat, serta didukung dengan pemeriksaan
laboratorium dan tatalaksana awal yang tepat, dapat menghindarkan pasien dari
perburukan keadaan, namun prosedur pelayanan pada akhirnya kurang maksimal
karena pasien datang dalam keadaan yang sudah jelek sehingga sulit untuk
dilakukan tatalaksana secara adekuat. Kemudian riwayat ANC yang buruk, dan
evaluasi kemungkinan tiga terlambat dalam merujuk pasien harus dilakukan.
2. Hipotesa penyebab kematian pada kasus ini, pasien mengalami PEB kemudian
menyebabkan hipoperfusi uteroplasenter sehingga terjadi IUGR lalu IUFD,
kematian bayi yang sudah berlangsung lama disertai dengan kondisi PEB
menyebabkan kondisi gangguan pembekuan darah yang berujuung pada DIC,
perdarahan yang terjadi karena koagulopati memperburuk keadaan pasien dan
menyebabkan pasien rentan terhadap infeksi yang berujung pada kondisi sepsis,
pada akhirnya pasien dekompensasi , terjadi asidosis dan kegagalan multi organ.
38
RUJUKAN
1. Dekker GA, Sibai BM. Ethiology and Pathogenesis of Preeclampsia : Current
Concept. AmJ Obstet Gynecol 1998 ; 179 : 1359 – 75.
2. Lockwood CJ, Paidas MJ. Preeclampsia and Hypertensive Disorders. In : Cohen
WR. Complication in Pregnancy. Ed. 5th. Philadelphia : Lippicott Williams &
Wilkins. 2000 : 207 – 26.
3. Jayakusuma, AAN. 2004. Manajemen Resiko pada Pre Eklampsia (Upaya
Menurunkan Kejadian Pre Eklampsia dengan Pendekatan Berbasis Resiko).
Denpasar: Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan, Bagian/SMF Obstetri dan
Ginekologi FK Unud/RS. Sanglah
4. Lam, Chun, et al. “Circulating Angiogenic Factors in the Pathogenesis and
Prediction of Precelampsia”, Hypertension-Journal of the American Heart
Association, 2005;3(1)1-6.
5. Churchill D, Beevers DG. Hypetension in Pregnancy. London: BMJ Books. 1999.
Arbogast BW, Taylor RN. Molecular Mechanism of Preeclampsia. Germany :
Springer-Verlag. 1996.
6. Dekker GA, Walker JJ. Maternal Assesment in Pregnancy Induced Hypertensive
Disorder : Special Investigation and Their Pathophysiological Basis. In : Walker
JJ, Gant NF. Hypertension in pregnancy. London : Chapman&Hall. 1997 :107 –
62.5
7. Martin JN, Rinehart BK, May WL, etal. The Spectrum of Severe Preeclampsia :
Comparative Analysis by HELLP (hemolysis, elevated liver enzymes and low
trombosit counts) Syndrome Classification. AmJ Obstet Gynecol 1999 ; 180 :
1373 – 84.
8. Arias F. Practical Guide to Highrisk Pregnancy and Delivary. Ed.2 St. Louis :
Mosby Year Book. 1999 : 183 – 279.
9. Whelton PK, Carey RM, Aronow WS, et al. ACC / AHA / AAPA / ABC / ACPM
/ AGS / APhA / ASH / ASPC / NMA / PCNA Guideline for the Prevention,
Detection, Evaluation, and Management of High Blood Pressure in Adults: A
Report of the American College of Cardiology/American Heart Association Task
Force on Clinical Practice Guidelines. J Am Coll Cardiol 2018;71:e127-e248
10. Sibai BM. The HELLP Syndrome (hemolysis, elevated liver enzymes and low
trombosit counts) : Much ado About Nothing ?. AmJ Obstet Gynecol 1990 ; 162 :
311 – 6.
11. Walker J. Current Toughts on the Pathophysiology of Preeclampsia /Eclampsia.
In: Studd J. Progress in Obtetrics and Gynecology. London : Churchill
Livingstone.1998 : 177 – 89.
12. Oesterhof H, Voorhoeve P, Arnodudse JG. Enhancement of Hepatic Artery
Resistence to Blood Fflow in Preeclampia in ppresence or Absence of HELLP
Syndrome. AmJ Obstet Gynecol 1994; 171 : 526-30.
13. Harmon, Ashlyn Cornelius, Denise Amaral, Lorena Paige, Adrienne Herse,
Florian Ibrahim, Tarek Wallukat, Gerd Faulkner, Jessica Moseley, Janae Dechend,
39
30. Finfer SR, Vincent JR. Severe sepsis & sepsis shock. N Engl J Med
2013;369:840-51
31. Surviving sepsis campaign. International guidelines for management of severe
sepsis and septic shock 2012. Critical care med. 2013:580-620.
32. Umbro I, Gentile G, Tinti F, Muiesan P, Mitterhoer AP. Recent advances in
pathophysiology and biomarkers of sepsis-induced acute kidney injury. Jounal of
infection 2016;72:131-142.
41
KEMENTERIAN KESEHATAN
FORMULIR REKAM MEDIK MATERNAL (RMM)
RAHASIA
FORMULIR KETERANGAN KEMATIAN MATERNAL DI FASILITAS KESEHATAN
CATATAN:
1. Formulir ini harus dilengkapi untuk semua kasus kematian, termasuk kematian
yang terkait dengan abortus (termasuk abortus MOLA) dan hamil ektopik, wanita
hamil, melahirkan atau dalam 42 hari setelah terminasi kehamilan tanpa melihat
usia gestasi atau tempat terjadinya kehamilan tersebut
2. Bila kematian terjadi pada saat dalam perjalanan menuju fasilitas – bila pasien
masih dirujuk ke fasilitas kesehatan untuk memastikan kematian, maka form ini
diisi oleh petugas fasilitas kesehatan yang dituju – bila pasien kemudian dibawa
pulang dan tidak mencapai fasilitas kesehatan, maka form ini diisi oleh Bidan
Puksesmas/Koordinator di wilayah setempat.
3. Beri kode pada tempat yang sesuai
4. Lampirkan salinan resume kasus dari fasilitas kesehatan, otopsi verbal dan
partograf pada formulir ini
5. Lengkapi formulir (dan tindasannya) dalam 14 hari sejak terjadinya kematian
maternal. Formulir asli disimpan di institusi tempat terjadinya kematian dan
tindasannya dikirim ke Sekretariat AMP di kabupaten/kota.
Hiperbilirubinemia
Peningkatan faal hepar
HELLP Syndrome
Hiperuricemia
Hipoalbuminemia
AKI stage I
DIC score 7
Hipermagnesium
Hiperkalemia
4. ASUHAN ANTENATAL
No.
4.1 Apakah pasien mendapat asuhan 1. Ya
antenatal 2. Tidak
9. Tidak tahu/Tidak ada
informasi
4.2 Bila Ya, dimana? 1. RS
2. RB
3. PKM
4. Polindes
5. Posyandu
6. Bidan Praktek Swasta
7. Lainnya: _________
8. TIDAK SESUAI ( bila tidak
mendapat ANC)
9. Tidak tahu
4.3 Pemberi asuhan antenatal 1. Dokter spesialis kebidanan
2. Dokter umum
3. Bidan
4. Perawat
8. TIDAK SESUAI (bila tidak
mendapat ANC)
4.4 Jumlah kunjungan 1x terakhir 2 bulan SMRS
4.5 Apakah terdapat penyakit penyerta 1. Ya
2. Tidak
9. Tidak tahu/tidak ada
informasi
4.6 Bila Ya, sebutkan
4.7 Apakah terdapat penyulit/komplikasi 1. Tuberkulosis milier
2. Dyspnoe
3. Lupus Carditis
45
4. Lupus Nefritis
5. Syok Hemoragik
6. Lainnya : Eklampsia +
sindrome HELLP
7. Tidak ada
penyulit/komplikasi
8. Tidak tahu
4.8 Status HIV 1. Negatif
2. Positif
9. Tidak tahu/tidak diperiksa
3. Histerektomi
8. TIDAK SESUAI (bukan
infeksi)
9. Tidak tahu/tidak ada informasi
5.11 Emboli paru 1. Dirawat di ICU
2. Tidak dirawat di ICU
8. TIDAK SESUAI (bukan
emboli paru)
9. Tidak tahu/tidak ada informasi
5.12 Komplikasi anestesi 1. Resusitasi (Ya/Tidak)
2. Dirawat di ICU
8. TIDAK SESUAI (bukan
komplikasi anestesi)
9. Tidak tahu/tidak ada informasi
5.13 Untuk komplikasi 5.5 – 5.12 apakah 1. Ya
dirawat di ICU? 2. Tidak
9. Tidak tahu/tidak ada
informasi
5.14 Tanggal dan jam melahirkan/tindakan 1 Stabilisasi + medikamentosa
5.15 Tanggal dan jam tindakan 2 Pasang CVC dan RJP
5.16 Kondisi terburuk terjadi pada saat 1. Hamil
2. Melahirkan
3. Setelah melahirkan
9. Tidak diketahui/tidak ada
informasi
Tanda vital saat kondisi terburuk sebelum meninggal
5.17 Kesadaran terburuk 1. Compos Mentis
2. Apatis
3. Somnolen
4. Sopor
5. Koma
9. Tidak tahu/tidak ada informasi
5.18 Tekanan Darah 40/palpasi Tidak terukur
5.19 Respirasi Apnea
5.20 Nadi Tidak teraba
5.21 Syok 1. Ya
2. Tidak
9. Tidak diketahui/tidak ada
informasi
Kondisi neonatal
48
Notes: Jika ibu mengalami abortus, MOLA, kehamilan ektopik, maka isikan
pertanyaan pada bagian ini dengan Tidak Sesuai
5.22 Dilahirkan di 1. Institusi tempat ibu meninggal
2. Tempat/institusi lain
8. TIDAK SESUAI (ibu tidak melahirkan
bayi)
5.23 Berat lahir -
5.24 Penilaian nafas 1. Langsung menangis
2. Gangguan nafas yang memerlukan
resusitasi sederhana
3. Gangguan nafas yang memerlukan
resusitasi aktif
4. Tidak bernafas
8. TIDAK SESUAI (ibu tidak melahirkan
bayi)
9. Tidak tahu/tidak ada informasi
5.25 Luaran 1. Lahir hidup
2. Lahir mati
3. Lahir mati (maserasi)
4. Abortus
5. Ektopik
6. Belum dilahirkan
8. TIDAK SESUAI (ibu tidak melahirkan
bayi)
9. Tidak tahu/tidak ada informasi
7. TES LABORATORIUM
No
49
8. PENYEBAB KEMATIAN
Penyebab Obstetrik Primer (mendasari) Kematian: Gagal jantung akut ec MOF ec DIC +
HELLP syndrome + syok sepsis+asidosis metabolik