Anda di halaman 1dari 16

Halm

Daftar Isi .................................................................................................................. 1

BAB 1 .............................................................................................................................. 2
Abstrak .................................................................................................................. 2

A. Pendahuluan ...................................................................................................... 2
1. Sikap .................................................................................................................. 2
2. Tindakan ...................................................................................................... 3
3. Waktu .................................................................................................................. 3

BAB 2 ............................................................................................................................. 4
A. Tinjauan Alkitabiah ......................................................................................... 4

B. Intropeksi Diri ..................................................................................................... 5


1. Hubungan dengan Orang Lain ................................................................. 7

C. Kasih terhadap Orang Lain ............................................................................. 7

D. Menerima Diri Sendiri ........................................................................................ 10

E. Mencapai Kebahagiaan Pribadi ............................................................................ 11


1. Apa kebahagiaan itu? ........................................................................................ 11
2. Kebahagiaan Dimulai dari Memberi ................................................................ 12

F. Dasar untuk Pertumbuhan ............................................................................ 13


1. Zona Kenyamanan ........................................................................................ 14

BAB 3 ............................................................................................................................ 15

A. Kesimpulan .................................................................................................... 15
B. Daftar Pustaka .................................................................................................... 16

1
BAB 1
Abstrak
Pengembangan sikap dan perilaku yang sesuai dengan kehendak Tuhan memerlukan
waktu yang panjang. Ini berlaku untuk aspek (sudut pandang) fisik, mental, sosial, rohani dan
yang lainnya. Proses alamiah waktu mengharuskan orang untuk bersabar dan bekerja
menghadapi perkembangan yang berlangsung terus menerus secara bertahap dan sistematis
(teratur / tersusun).
Tuhan tidak mengharapkan orang Kristen mencapai kedewasaan rohani segera setelah ia
mengalami pertobatan ( 1 Korintus 3:2 ). Kita masing-masing bertanggung jawab untuk
bertumbuh secara konsisten setiap hari, dan pertumbuhan yang diharapkan adalah
pertumbuhan karakter yang didasari oleh iman kristiani.

Kata kunci: sikap dan perilaku, karakter, bertumbuh, iman kristiani

A. Pendahuluan

Orang yang bagaimanakah yang dipakai Tuhan?


Orang-orang biasa –
yang memiliki karakter sesuai dengan yang dikehendaki-Nya,
orang-orang dengan seluruh pergumulan hidupnya,
juga dengan kekuatan dan kelemahannya.
Yang terpenting adalah bukan siapa anda, tetapi yang menjadi permasalahannya adalah
Mau jadi apa anda kelak?
-- Samuel P. Butarbutar

Sikap
Nilai, kepercayaan, kecurigaan dan sejarah pribadi seseorang pasti mempengaruhi
sikapnya. Kemauan untuk menerima ide-ide baru dan keterbukaan terhadap tuntunan Tuhan
sangatlah penting. Bila unsur ini ada, maka prinsip-prinsip yang disajikan disini dapat lebih
siap dimengerti dan disesuaikan dengan kehidupan pribadi orang tersebut.
Proses perbaikan diri yang sistematis akan menuntun kita untuk mengerti lebih baik
mengenai diri kita sendiri ke arah yang dikehendaki Tuhan bagi kita untuk bertumbuh.

2
Kerja keras sangat penting, tetapi hasil pertumbuhan bersama Kristus akan menghasilkan
kehidupan yang lebih berkarakter. Kehidupan ini juga telah diisi dengan berkat melimpah
yang menjadi milik kita, melalui Kristus sang penebus.

Tindakan ( perilaku )
Seorang pelawak bernama Tom Smothers (American comedian, composer, and
musician) pernah berkata bahwa “Kehidupan adalah apa yang terjadi sementara orang-orang
membuat rencana-rencana lain.”
Bagi banyak orang Kristen, defenisi (pengertian) ini merupakan deskripsi (penjelasan) yang
tepat, walaupun kebanyakan orang mempunyai keinginan yang baik, hanya orang-orang yang
benar-benar menindaklanjuti rencananya disertai perbuatanlah yang memperoleh hasil.
Setiap hari Tuhan memberikan waktu 86.400 detik kepada anak-anak-Nya. Orang
Kristen menggunakan waktunya secara efektif bagi Yesus Kristus dengan tidak
meninggalkan pelayanan keluarga dan masa depannya hanya untuk mencoba meraih
keberuntungan. Kehidupan yang sukses berasal dari hari-hari yang dipenuhi aktivitas
terarah/teratur. Setiap hari harus ada komitmen (perjanjian) yang dibarui untuk menyerahkan
diri kepada Kristus dan mengambil tindakan apa pun yang perlu untuk memenuhi komitmen
itu.
Orang yang tidak melakukan apa-apa setiap hari untuk membuat dirinya menjadi orang yang
dikehendaki Tuhan akan membiarkan kehidupannya berlangsung sia-sia, walaupun ia
‘membuat berbagai rencana yang lain.’

Waktu
Sebagai anak-anak dalam kerajaan Allah, kita bertanggung jawab kepada Allah. Kita
harus mengembangkan kehidupan yang telah dianugerahkan-Nya kepada kita, sehingga Ia
dimuliakan. Pertumbuhan merupakan proses yang teratur dan alami dan membutuhkan waktu
yang cukup panjang. Ada orang bijaksana mengatakan, “Saya bukanlah saya yang seharusnya
seperti ini dan saya bukanlah saya yang akan terlihat seperti ini, tetapi saya bukanlah yang
dulu.”
Sebagai orang Kristen kita pastinya tidak mengetahui segala sesuatu yang berkaitan
dengan setiap aspek kehidupan. Akan tetapi, kita dapat terus berusaha keras untuk berlari-lari
kepada tujuan untuk memperoleh hadiah, yaitu panggilan sorgawi dari Allah dalam Kristus
Yesus ( Filipi 3:14 ). Pertumbuhan kita secara konsisten dan sistematis memang penting,
kalau kita ingin menjadi sosok yang dikehendaki Tuhan.

3
BAB 2

A. Tinjauan Alkitabiah
Karena kita diberkati dengan segala berkat rohani ( Efesus 1:3 ), maka orang Kristen
telah dipilih untuk menampakkan Tuhan dan membawa kehormatan serta kemuliaan bagi Dia
( Efesus 1:11-12 ).
Firman Tuhan tersebut menunjuk pada setiap peranan yang sangat menarik yang telah
Tuhan berikan kepada manusia. Meskipun manusia dilahirkan didalam dosa, ia mempunyai
kesempatan yang unik untuk memuliakan Tuhan. Bahkan melalui tindakan yang sederhana
yaitu masuk kedalam persekutuan dengan Tuhan ( Efesus 1:4-7 ).
Matius 25:14-30 menyajikan ilustrasi yang sangat baik mengenai citra diri yang tepat.
Yesus menceritakan tentang tiga orang hamba. Kepada setiap hamba itu dipercayakan
sejumlah uang yang sama banyaknya. Mereka harus mengembangkan uang itu bagi
majikannya selama majikannya tidak berada dirumah dalam waktu yang lama. Sewaktu sang
majikan pulang, dua orang diantara para hamba itu telah menggandakan modal mereka dua
kali lipat. Sedangkan yang seorang lagi menguburkan uangnya didalam tanah. Dua orang
hamba yang menunjukkan keuntungan itu mendapat hadiah, sedangkan yang satunya lagi
dihukum. Dua orang hamba itu telah mengetahui secara pasti apa yang sudah dipercayakan
kepada mereka. Mereka bekerja untuk mengembangkan apa yang dipercayakan itu sehingga
menghasilkan potensi yang lebih besar. Hamba yang lainnya menunjukkan bahwa ia
dilingkupi oleh tanggung jawab itu dan gagal meningkatkan sumber penghasilan yang
dipercayakan kepadanya.
Sebagai orang Kristen, kita telah diberi sumber-sumber yang dirancang untuk
membawa kemuliaan bagi Tuhan. Jika kita gagal mengetahui sumber-sumber tersebut dengan
penilaian yang seadanya saja, maka kita tidak akan dapat mengembangkannya bagi Tuhan.
Orang Kristen yang terus memikirkan kelemahan-kelemahannya, yang tidak peduli dan tidak
mau mengembangkan kualitas-kualitas berharga yang telah dianugerahkan Tuhan kepadanya,
berarti dia berusaha menyingkirkan Tuhan, sang pemilik kualitas-kualitas berharga tersebut.
Ia seharusnya bertanggung jawab mengembangkan kualitas-kualitas itu.

4
B. Intropeksi Diri
Orang yang tidak memiliki pemahaman yang lengkap
tentang dirinya sendiri
tidak akan pernah bisa memahami orang lain dengan benar.
-- Samuel P. Butarbutar

Sebagai orang Kristen yang memiliki kualitas unik, kita dibedakan dengan orang lain.
Ciri fisik, latar belakang pribadi, kemampuan mental dan kepribadian yang menyediakan
suatu kemungkinan yang tidak terhitung banyaknya yang menjadi pola tampilan diri kita
secara keseluruhan. Orang selalu berubah. Dengan perubahan-perubahan ini, muncullah
sejumlah variabel (perubahan) tambahan pada tampilan diri kita yang khusus. Tidak
mengherankan bila seseorang sering bertanya, “Siapakah aku?” dan berusaha keras untuk
membuat pengertian-pengertian tertentu dari esksistensinya.
Pertanyaaan “Siapakah aku?” adalah pertanyaan yang mendasar bagi manusia.
Jawaban atas pertanyaan ini memberntuk dasar dari proses yang didalamnya perkembangan
kepribadian dibangun. Tanpa pengertian yang jelas mengenai apa talenta-talentanya,
seseorang tidak akan dapat menentukan arah perbaikan dirinya.
Pemahaman yang benar mengenai “Siapakah aku?” memberikan kepada orang
Kristen landasan untuk berputar haluan. Kemudian ia dapat merngarahkan dirinya agar
menjadi lebih mirip seperti Kristus, baik secara batiniah (jiwa) maupun dalam hubungannya
dengan orang lain. Orang yang tidak mempunyai pegangan yang mantap mengenai siapa
dirinya bagaikan orang yang tenggelam. Korban yang tenggelam itu terlalu mementingkan
keselamatan dirinya sendiri, sehingga ia tidak mampu keluar untuk menolong dan
menyelamatkan orang lain. Orang yang belum menemukan siapa dirinya akan sukar
bertumbuh, baik dalam karakternya maupun dalam hubungannya dengan orang lain.
Pembahasan ini dirancang untuk mengarahkan kita kepada penyelidikan yang singkat
tetapi bermanfaat mengenai siapa diri kita. Penilaian terhadap diri sendiri ini harus berpijak
pada dasar yang benar, yang ada didalamnya juga dapat menangkap dengan lebih baik
potensi yang dikehendaki Allah bagi kita.

Kata-kata Socrates (470 – 399 S.M.) “Kenalilah Dirimu Sendiri” ditulis dengan tinta
emas pada kuil Yunani di Delphos. Pendeta berkebangsaan Inggris, Caleb Bolton yang hidup
pada abad ke-18 berkata, “Orang yang mengenal dirinya sendiri, mengenal orang lain; dan

5
orang yang kurang mengenal dirinya sendiri tidak dapat menuliskan nasihat yang sangat
mendalam kedalam pikiran orang lain.”
Selama berabad-abad, dua pertanyaan yang mengusik orang adalah, “Bagaimana saya
memahami diri saya sendiri?” dan “Bagaimana saya memahami orang lain?” Ketika
seseorang memerlukan landasan, yang diatasnya ia membangun program untuk pertumbuhan
dan pengembangan pribadi, ia perlu mengetahui apa yang diharapkannya dari dirinya sendiri
sebelum ia dapat memusatkan perhatiannya pada perbuatan dan keadaan lingkungan orang
lain. Orang Kristen harus mempelajari dirinya sendiri, siapa dirinya, dan apa yang
diperlukannya supaya ia dapat mengulurkan tangan untuk memenuhi kebutuhan orang lain
secara efektif. Pepatah Kuno mengatakan, bahwa seorang yang sedang tenggelam terlalu
sibuk untuk menyelamatkan dirinya sendiri, sehingga tidak dapat menolong orang lain untuk
bertindak dengan tepat.
Mengenali diri sendiri dapat menjadi kendala bagi orang-orang tertentu dan mungkin
menuntut berbagai macam upaya. Namun, orang Kristen harus melepaskan dirinya dari
dalam air dan membantu menyelamatkan orang lain. Beberapa unsur penting untuk mengenal
diri sendiri meliputi keterbukaan, kejujuran, kehidupan pribadi dan perubahan.
Agar seseorang memahami dirinya sendiri, ia harus mau menyelidiki batinnya. Bukan
hal yang aneh jika seseorang memutuskan bahwa lebih baik ia tidak mengenal lebih banyak
tentang dirinya sendiri. Sikap semacam ini sering muncul dari rasa “takut” pada apa yang
mungkin dialaminya. Banyak orang tidak “siap” untuk memperlajari siapa diri mereka
sebenarnya.
Kejujuran yang tebuka dan total (keseluruhan) juga memainkan peranan penting
didalam pengenalan terhadap diri sendiri. Dengan demikian, setiap orang harus memandang
dirinya dengan jujur. Orang-orang yang memiliki kejujuran dan kesadaran yang realistis
(nyata) tentang siapa dirinya dapat menghindari perangkap berupa talenta-talenta yang salah
arah, dan tidak terlalu menyalahkan orang lain atas keadaannya. Mereka dapat memilih arah
kemana mereka akan memusatkan tenaga mereka.
Setiap individu terdiri dari banyak bagian. Perasaan, emosi, pengalaman di masa lalu,
harapan di masa yang akan datang, kehidupan keluarga, kesehatan rohani, latar belakang
sosial, sejarah kesehatan, kestabilan jiwa dan kualitas mental, semua itu memberikan
kontribusi bagi tampilan diri kita seutuhnya. Orang Kritsten perlu menyadari kualitas-kualitas
yang sangat banyak jumlahnya yang mempengaruhi tampilan dirinya dan memberinya
keunikan yang membedakan dia dari orang lain.

6
Manusia yang memiliki keunikan tersebut terus-menerus berubah. Begitu ia
menemukan pengalaman-pengalaman hidup yang baru, ia memperoleh wawasan dan
pengetahuan. Dengan pengetahuan tambahan, dunia menerima dimensi (ruang/alam) baru.
Akibatnya manusia menemukan pengalaman hidup yang baru dan begitulah perputaran itu
mulai lagi. Seluruh kehidupan berada di bawah perubahan yang terus-menerus. Supaya
seseorang memperoleh pemahaman siapa dirinya, ia harus menempatkan dirinya sendiri di
dalam lingkungan yang terjaga dari perubahan yang cepat atau ia harus tetap waspada
terhadap dampak-dampak perubahan itu, yang di dalamnya pertumbuhan pribadinya telah
melebihi pemahaman tentang dirinya sendiri.

Hubungan dengan Orang Lain


Mintalah nasihat teman Anda terutama mengenai diri Anda sendiri.
Nasihatnya mungkin bermanfaat, dan pendapat orang lain
sangat penting terhadap perubahan diri anda sendiri,
maka
kecintaan terhadap diri Anda sendiri akan mengalahkan penilaian Anda.
-- Samuel P. Butarbutar

Komunikasi antar-pribadi mencakup banyak fungsi. Salah satunya adalah proses


“membicarakan hal-hal secara mendalam” untuk memperoleh pemahaman yang lebih baik
mengenai hal-hal tersebut.
Banyak ahli komunikasi menyatakan bahwa tujuan utama berbicara dengan orang lain ialah
mengurangi frustasi. Kita berbicara supaya dapat menata kembali keadaan kita yang kacau,
dan juga agar masa depan kita lebih mudah diduga.

C. Kasih Terhadap Orang Lain


Saudara-saudara, memang kamu telah dipanggil untuk merdeka.
Terapi janganlah kamu mempergunakan kemerdekaan itu
sebagai kesempatan untuk kehidupan dalam dosa,
melainkan layanilah seorang akan yang lain oleh kasih.
Sebab seluruh hukum Taurat tercakup dalam satu firman ini,
yaitu: “Kasihliah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri!”
-- Galatia 5:13-14

7
Ayat di atas adalah gambaran yang jelas mengenai prinsip (pendirian) yang dapat
ditelusuri di seluruh Kitab Suci. Prinsip ini ialah, bahwa orang yang beriman seharusnya
mempunyai kasih dan respek (kepedulian) terhadap diri sendiri dan orang lain. Mengasihi diri
sendiri berarti memandang diri kita sendiri sebagai makhluk yang berguna, dihargai dan
dikasihi Allah, dan juga sebagai anggota keluarga kerajaan Allah yang bertalenta.
Sebagai anak-anak Allah, orang Kristen tidak boleh egois (mementingkan diri
sendiri), tidak boleh juga membenci diri sendiri. Agar konsisten (tetap) dengan firman Tuhan,
“Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri!” ( Galatia 5:14 ), maka ia harus
menghargai dan menerima dirinya sendiri sebagai orang yang berharga. Prinsip-prinsip ini
sama dengan perintah Paulus pada suratnya untuk jemaat Roma yaitu Roma 12:10
“Hendaklah kamu saling mengasihi sebagai saudara dan saling mendahului dalam memberi
hormat!” (dan juga bisa dibandingkan dengan Filipi 2:1-4).
Orang-orang yang dapat memikirkan keprihatinan orang lain diatas keprihatinannya
sendiri adalah orang-orang yang tidak khawatir dan kekurangan kasih di dalam hidup mereka.
Orang yang kebutuhan-kebutuhannya belum terpenuhi perlu mengurus kebutuhan-
kebutuhannya sendiri sebelum ia melayani orang lain.
Anggota pasukan kesehatan digaris depan medan peperangan yang terluka, pasti akan
merawat dirinya sendiri terlebih dahulu sebelum ia menyelamatkan kawan-kawannnya yang
terluka secara efektif.
Kebutuhan batin yang sama ditunjukkan orang dengan berbagai cara. Sikap suka
mengkritik, tampil berlebihan, mementingkan diri sendiri, menjengkelkan dan selalu merasa
menjadi pemimpin atau pusat perhatian adalah cara-cara yang menggambarkan kebutuhan
seseorang untuk mendapatkan pengakuan atau perhatian dari orang-orang lain.
Orang yang telah menerima diri mereka sendiri dan belajar menyayanginya tidak
perlu mencari perhatian orang lain. Ia bertindak berdasarkan asumsi (pendapat yang nyata)
bahwa orang lain akan memperhatikan dia pada waktu yang tepat. Sebaliknya, mereka dapat
memusatkan diri pada kegiatan yang di dalamnya mereka terikat atau menjangkau orang lain.
Dalam suatu penelitian psikologis, tes diberikan kepada murid-murid sekolah dasar.
Tes itu dirancang untuk mengukur tingkat penerimaan dan kasih mereka terhadap diri sendiri.
Yang menyelenggarakan tes tersebut mengharapkan siswa yang paling banyak berbicara,
paling pandai, dan betul-betul siswa yang unggul, yaitu seorang anak laki-laki di bangku
paling depan yang akan meraih nilai tertinggi. Yang mengherankannya, ternyata nilai siswa
tersebut justru yang terndah. Anak yang mendapatkan nilai tertinggi adalah seorang gadis
kecil sederhana yang tampaknya sangat pemalu, tetapi ia selalu ditemani oleh seseorang yang

8
berdiri didekat bangkunya untuk mengajaknya berbincang-bincang. Setelah tes itu, bila jam
istirahat tiba, maka anak-anak perempuan di kelasnya ingin bermain dengannnya. Saat makan
siang, mereka makan bersama dia. Ketika gadis kecil itu pulang, dua orang kawannya
setengah berlari mengejar dia dari seberang jalan lalu berjalan dengan dia. Anak kecil ini
merasa senang dengan dirinya sendiri, bahwa kini dia sudah memiliki banyak teman.
Bila orang senang dengan dirinya sendiri, menerima diri mereka sendiri, dan
mengharigai siapa diri mereka, maka mereka akan bebas memberikan dirinya kepada orang
lain. Karena telah mengetahui kasih mereka yang terbatas, maka mereka dapat menghargai
orang lain melebihi dirinnya sendiri.
Agar dapat mencapai tingkat mengasihi diri sendiri yang memadai, orang perlu
merasa dikasihi oleh orang lain. Ini tidak berarti bahwa setiap orang harus menyukai mereka.
Maksudnya, mereka harus merasa dikasihi dan diterima apa adanya oleh seseorang yang
“penting” bagi mereka. Orang yang tidak merasa berharga bagi orang lain akan sukar
mengembangkan penghargaan terhadap dirinya. Penghargaan terhadap diri sendiri tumbuh
sampai tahap seseorang dapat percaya bahwa orang lain yang penting baginya itu
mengasihinya. Kalau orang-orang merasa bahwa mereka kurang berharga bagi orang lain,
maka mereka akan kekurangan kasih, dan mereka akan berusaha mengisinya dengan hal-hal
lain.
Bila seseorang merasa berharga karena dikasihi orang lain, maka ia akan dapat menghormati,
menghargai dan memberikan kasihnya yang sesungguhnya kepada dirinya sendiri.
Kasih terhadap diri sendiri yang benar-benar seimbang adalah penting sebelum
seseorang dapat berkonsentrasi untuk menyerahkan dirinya kepada orang lain. Orang-orang
Kristen perlu berhati-hati agar tidak salah mengerti bahwa bentuk apapun dari mengasihi diri
sendiri adalah dosa. Yesus tidak berkata, “Jangan mengasihi dirimu sendiri.” Tetapi Ia
berkata, “Kasihilah sesamamu seperti dirimu sendiri.” Mengasihi dirimu sendiri dalam
perspektif (gambaran/sudut pandang) yang tepat sebenarnya penting.
Orang-orang Kristen yang secara tulus ingin menjangkau kehidupan orang-orang lain
perlu menyadari nilai (arti) mereka bagi Allah. Akibatnya, mereka dapat mengembangkan
sikap menerima dan menghargai yang sehat terhadap diri merka sendiri. Bila kebutuhan
(yang terbatas) ini terpenuhi, maka mereka dapat menjangkau orang lain di dalam kasih.

9
D. Menerima Diri Sendiri
Yang terpenting bukanlah
apa yang dipikirkan orang mengenai diri kita,
atau apa yang diharapkan orang lain dari diri kita.
Tetapi yang perlu mereka ketahui adalah,
bahwa kita telah menerima diri kita sendiri sebagaimana adanya.
-- Samuel P. Butarbutar

Banyak orang Kristen membuktikan, bahwa mereka sukar menghargai diri mereka
sendiri. Mereka tetap saja mencari pengakuan dari orang-orang lain dan seakan-akan mereka
berkata, “Pandangan Anda tentang diri saya lebih penting dibanding pendapat saya tentang
diri saya sendiri.” Sikap semacam ini tidak perlu dikembangkan, karena pasti akan memicu
permasalahan. Orang yang tergantung kepada orang lain untuk menetapkan nilai (arti) diri
mereka sendiri, ternyata belum mengembangkan sikap menghargai dirinya sendiri secara
layak. Situasi ini merupakan suatu fenomena yang kita sebut penghargaan orang lain.
Penghargaan orang lain berpangkal dari dasar yang sama dengan “mengasihi diri
sendiri.” Orang yang menghargai “pribadi” yang diciptakan oleh Allah akan menghargai
pendapatnya sendiri dengan tepat. Ia tidak memerlukan pengakuan orang lain. Tentu,
normallah kalau kita mengiginkan pengakuan orang lain, tetapi tidaklah sehat kalau kita
memerlukan penerimaan mereka.
Pendapat ini tidak bertentangan dengan prinsip bahwa manusia memerlukan
pengakuan dan penerimaan dari orang lain yang begitu berarti baginya. Perbedaannya adalah
tidak seharusnya kita mempunyai kebutuhan untuk diterima oleh setiap orang, hanya oleh
orang yang berarti saja. Bagaimana pun, kita semua menikmati sambutan, pujian dan
penghargaan. Kita merasa senang bila kita diakui sebagai orang yang istimewa dan penting.
Mencari pengakuan orang lain adalah tidak sehat jika hal itu menjadi kebutuhan, bukan
keinginan.
Bila orang-orang menerima dan menghargai diri mereka sendiri, maka mereka tidak
perlu tergantung pada pengakuan orang lain. Mereka bebas berpikir dan berprilaku
sedemikian rupa, yang mereka rasakana sebagai menghargai Tuhan. Ini tidak memberi
kebebasan untuk berbuat ceroboh. Prinsip-prinsip yang berkaitan dengan pengaruh orang
Kristen terhadap sesamanya yang disebutkan di dalam 1 Korintus ayatnya yang ke-8
meningkat, tetapi ikatan psikologis dan kebutuhan akan pengakuan orang lain harus
dihilangkan.

10
Seorang pendeta yang melayani sebuah gereja di pinggiran kota tampak seperti
seorang pemimpin yang alami. Penampilan dan sikapnya yang sopan hampir tidak mungkin
diragukan sehingga orang-orang lain cenderung untuk mengikuti dia. Namun, ternyata
didalam batinnya, pendeta itu mempunyai perasaan rendah diri yang sngat kuat dan ia
memerlukan pengakuan orang lain hampir dalam setiap hal yang dilakukannya. Meskipun
mula-mula ia meminta saran dari anggota majelis dan para pekerja lainnya didorong oleh
keinginannya untuk melibatkan mereka, namun hal itu menunjukkan kekurangmampuannya
dalam mengambil keputusan untuk menentukan pilihan, bahkan setelah beberapa waktu
pelayanannya berlalu. Kemudian muncullah peraturan, bahwa yang mengambil keputusan
adalah kelompok dan orang-orang yang ikut ambil bagian. Perencanaan program menjadi
lamban, waktu yang diperlukan oleh para pekerja untuk bekerja di gereja bertambah dan
kepercayaan diri yang menyertai kepemimpinan yang kuat mulai hilang. Seandainya ia telah
belajar menerima dirinya sendiridan mengatasi kebutuhannya akan pengakuan orang lain
yang terus-menerus itu, mungkin pelayanannya sudah berkembang pesat. Walaupun rasa
rendah dirinya dapat menjadi penyakit yang melumpuhkan, ternyata hampir semua orang
menderita penyakit ini, sampai tingkat tertentu.

E. Mencapai Kebahagiaan Pribadi


Aku datang, supaya mereka mempunyai hidup,
dan mempunyainya dalam segala kelimpahan.
-- Yohanes 10:10

Apa Kebahagiian Itu?


Kebahagiaan mempunyai arti berbeda bagi orang-orang yang berbeda pula. Sebagian
orang memandang kebahagiaan sebagai sukacita dan kegirangan yang mengembirakan.
Sedangkan orang lain memandangnya sebagai kedamaian semu, namun menentramkan dalam
jiwa mereka.
Variasi merupakan dasar pemikiran untuk hidup aktif. Hal-hal yang rutin dapat
menimbulkan kebosanan terhadap diri sendiri, takut dan tertekan. Siklus (pergantian) yang
wajar dari perubahan suasana hati menunjukkan bahwa orang membutuhkan perubahan.
Kalau perubahan-perubahan itu tidak berlebihan, maka perubahan-perubahan tersebut akan
melengkapi sebagian dari tampilan seseorang yang wajar.
Kalau seseorang tidak bahagia dalam hidupnya, ketidakbahagiaannya itu adalah
kesalahannya sendiri.

11
Kebahagiaan Bermula dari Memberi
Akar kebahagiaan sesungguhnya berpangkal pada sikap memberi yang bertanggung
jawab, yang langsung berasal dari diri sendiri, kecuali fisik seseorang sakit, mengalami
tekanan jiwa yang sangat besar atau berbagai sebab lainnya.
Jika kita memperhatikan sejenak orang-orang yang dianggap berbahagia, maka kita
akan melihat bahwa mereka adalah orang yang bernar-benar telah belajar melupakan diri
mereka sendiri dan memusatkan perhatian mereka pada kebutuhan orang-orang lain.
Misalnya, ada dua orang profesional Kristen mempunyai bidang usaha yang hampir mirip.
Keduanya mendapat latihan yang setara, latar belakang yang serupa, dan mempunyai
kedudukan yang hampir sama, tetapi skala (ukuran) kebahagiaan mereka bertolak belakang.
Sang profesional yang pertama sepenuhnya mencurahkan waktunya untuk
kepentingan keluargannya. Dengan berpura-pura mementingkan diri keluarganya, ia tidak
mau berusaha secara khusus menjummpai orang-orang sekalipun waktunya sesuai dengan
jadwal mereka. Ia hanya sebentar saja melaksanakan pekerjaannya dan terus-menerus
mengeluh tentang kondisi keuangannya. Tanpa persiapan, ia memberi perhatian yang kurang
layak kepada pelanggan-pelanggannya, namun demikian ia bermain golf beberapa ronde
setiap minggu.
Sang profesional yang kedua memberikan waktu dan tenaganya untuk para
nasabahnya tanpa mementingkan dirinya. Orang-orang yang suka memilih dia tahu bahwa ia
selalu dapat mereka jumpai kapan saja dan bahwa apa yang dipunyainya menjadi milik
mereka juga. Dengan minat yang sangar besar untuk menolong orang, ia mendengarkan
kebutuhan mereka, berdoa bersama mereka, dan membantu mereka dengan cara apapun yang
dapat dilakukannya. Karena visi dan kepekaannya, maka usahanya menjamur dan ia
memperlihatkan dampak dari kebahagiaan dan kepuasannya.
Ketika profesional yang tidak bahagia itu memperihatkan pertumbuhan usaha
temannya yang tidak mementingkan dirinya sendiri, minatnnya bukan untuk belajar agar ia
mungkin tampak tidak baik lantaran usahanya mundur, sedangkan usaha temannya itu
berkembang. Kenalan-kenalan mereka merasakan betul siapa diantara orang ini yang
dipenuhi gejala ketidakbahagiaan dan mana yang tidak.
Maksud Yesus dalam ( Yohanes 10:10 ) adalah untuk menyediakan hidup yang
berkelimpahan ini juga meliputi memberikan diri sendiri melalui kesiapan rohani, disiplin
terhadap diri sendiri, dan perhatian terhadap orang lain.
Orang Kristen yang ingin hidup berbahagia dan penuh kedamaian di dalam Kristus,
pertama-tama harus menyadari bahwa kebahagiaan jauh melebihi kegembiraan. Kebahagiaan

12
adalah kedamaian batin, yang diakibatkan bukan hanya oleh lingkungan eksternal (luar),
melainkan pada hubungan yang benar dengan Tuhan, penyediaan waktu dan tenaga yang
memadai, dan peduli pada orang-orang di luar dirinya.

F. Dasar untuk Pertumbuhan


“Pikiran seseorang yang diperluas oleh suatu ide baru
tidak akan pernah kembali ke ukurannya yang semula.”
-- Oliver Wendell Holmes

Dasar pemikiran saya membuat makalah ini adalah bahwa orang-orang Kristen
dianugerahi talenta-talenta dan kemampuan tertentu. Tanggung jawab mereka adalah
menggunakan talenta ini untuk memuliakan Tuhan, dan penggunaan talenta ini secara luas
didasarkan pada tingserta arah perkembangan mereka.
Manuia diciptakan beserta kebutuhan untuk menggunakan talenta-talentanya. Bahkan
Adam, ketika ditempatkan di taman Eden, diberi kewajiban-kewajiban untuk menunjukkan
apa yang menggairahkan tubuh dan pikirannya. Di dalam Kejadian 2:15, ia disebutkan
sebagai orang yang ditunjuk untuk mengolah tanah di taman Eden yang indah itu. Di dalam
ayat 19, ia diperintahkan selanjutnya untuk menamai binatang-binatang. Baik tubuh maupun
pikiran Adam tetap waspada dan diperkaya oleh tugas-tugas yang Tuhan berikan kepadanya.
Aspek-aspek tertentu dari proses ini perlu dimengerti. Salah satunya adalah bahwa
memperkaya kepribadian merupakan proses yang terus-menerus bagi orang yang aktif dan
bersemangat. Kapasitas pertumbuhan fisik dan mental (kognitif) mencapai puncaknya pada
umur sekitar dua puluh tahun. Orang yang membentuk pola untuk mengolah kedewasaannya
akan terus mengolah kemampuan yang telah Tuhan anugerahkan kepadanya, sedangkan
keadaan orang yang tidak melakukannya akan mulai memburuk. Bahkan pada usia muda,
orang dewasa yang tidak dapat tetap berjaga-jaga akan semakin sukar mendisiplinkan
kembali pikiran dan tubuh mereka, kalau mereka ingin kembali ke sifat yang sehat. Pepatah
kuno yang mengatakan, bahwa “Anda tak dapat mengajarkan kepandaian baru kepada anjing
tua” akan lebih tepat dikatakan, “Anda dapat mengajarkan tipu muslihat baru kepada seekor
anjing tua, tetapi memerlukan waktu lebih lama.” Menurut dugaan, seekor anjing tua telah
berhenti belajar sehingga proses peremajaan disiplin ini menjadi sukar dilakukan.
Rasul Paullus di dalam 1 Timotius 4:14 menyatakan, “Jangan lalai dalam
mempergunakan karunia yang ada padamu, yang telah diberikan kepadamu oleh nubuat dan
dengan penumpangan tangan sidang penatua.” Paulus sendiri memastikan pertumbuhan

13
pribadinya secara terus-menerus dengan tetap waspada dan aktif di sepanjang hidup
kekristenannya. Bahkan selama berada di penjara, ia terus memperlajari firman Tuhan,
mengajarkan firman itu, menyurati jemaat-jemaatnya, dan bersaksi kepada orang-orang
disekelilingnya.
Telah dikatakan bahwa “Jalan menuju keberhasilan selalu berada di bawah
pembentukan tertentu.” Orang Kristen, yang kekristenannya efektif akan tetap berjaga-jaga,
berusaha keras untuk kreatif, mengembangkan kesiapan untuk menyelamatkan orang-orang
sesat, memperkaya hubungannya dengan Tuhan, dan memelihara kesehatan fisiknya. Dengan
pengertian ini, orang Kristen yang efektif pastilah orang Kristen yang bertumbuh.
Sebagaimana teladan Paulus, orang percaya seharusnya tidak mengharapkan pengakuan
istimewa karena pertumbuhannya. Pertumbuhan ini harus lah merupakan bagian yang
menyatu dengan perjalanan hidup kekristenannya.

Zona Kenyamanan
Pertumbuhan pribadi hanya akan tercapai bila seseorang mengalami
ketidaknyamanan. Sering kali seseorang merasa nyaman dan hampir puas dengan hidupnya
sendiri. Tahun berganti tahun, pengetahuan dasar, struktur dan jadwal yang sama diikuti.
Rutinitas setiap tahun menjadi semakin kurang menantang dan pertumbuhan pribadi yang
menyertainya pun hilang. Setiap tahun jadwal dasar yang sama diikuti seperti sebelumnya.
Orang yang berada dalam keadaan ini sudah merasa tenang di dalam apa yang disebut “Zona
Kenyamanan.” Zona ini meliputi kehidupan keluarga, teman-teman sosial, pemahaman
teologi, bahkan batas-batas geografis seseorang.
Salah satu tujuan lain dari makalah ini adalah menolong orang percaya yang berminat
mengembangkan cara yang tepat dan tertib terhadap “Zona Kenyamanan” yang berkembang
secara sehat. Ada dua motivasi dasar untuk mengembangkan zona kenyamanan, yakni
motivasi mengurangi dan motivasi bertumbuh.
Motivasi pengurangan lebih umum dan berasal dari suatu kebutuhan. Orang gemuk
mungkin memprihatinkan kesehatannya dan karena itu ia mengembangkan zona
kenyamananya dengan berdisiplin melalui diet yang seimbang dan olah raga yang ketat.
Orang Kristen baru sadar, bahwa ia kurang mengerti mengenai segala sesuatu tentang Kristus
dan juga firman Tuhan, sehingga ia dapat mengisi pengetahuannya yang terbatas tentang
kebenaran alkitabiah yang mendasar.
Motivasi pertumbuhan berasal dari akar yang berbeda-beda. Usaha untuk
memperkaya kepribadian bukan merupakan akibat dari kebutuhan yang dirasakan, melainkan

14
lebih berasal dari keinginan untuk meningkatkan diri ketimbang kekurangan yang dirasakan.
Orang yang berolah raga sekaligus berdiet dengan motivasi pertumbuhan akan melakukannya
untuk meningkatkan kesehatan fisik dan mentalnya, bukan karena ia gemuk. Orang Kristen
yang memanfaatkan waktunya untuk memperlajari firman Tuhan harus melakukannya begitu
juga, bukan lantaran perlu mengisi kekosongan rohaninya, melainkan karena ia ingin
meningkatkan pengertiannya tentang dan hubungannya dengan Tuhan.
Sebagai pembara makalah ini, Anda akan menjadi dewasa melalui dua faktor ini.
Sasaran Anda seharusnya adalah membuat, memelihara atau meningkatkan pertumbuhan
kedewasaan Anda dengan cara berpartisipasi.

BAB 3
A. Kesimpulan
Pengembangan pribadi memang tidak mudah. Pengembangan ini memerlukan proses
yang sistematis, termasuk introspeksi yag seimbang dan sehat, penyusunan tujuan-tujuan
jangka panjang dan jangka pedek, serta ketekunan untuk melaksanakan tugas-tugas yang
diperlukan demi mencapai setiap sasaran (objektif). Tujuan akhir dari semua yang kita
lakukan harus untuk memuliakan Tuhan melalui kehidupan dan kedalaman pribadi yang di
seimbangkan secara tepat.
Sebab Tuhan tidak memperhitungkan amal dan perbuatan kita,
Tetapi oleh imanlah kita dibenarkan.
Dan imanlah yang menjadi landasan kita untuk masuk kedalam Kerajaan Allah.
-- Samuel P. Butarbutar

Pengembangan kepribadian tidak dapat dicapai dalam semalam. Pengembangan ini


merupakan proses jangka panjang yang bisa diibaratkan dengan perlari jarak cepat yang
berlari untuk mencapai sasarannya dan selesai dalam waktu singkat. Pelari maraton memulai
pertandingan dengan langkah yang seimbang. Langkahnya cukup cepat untuk meyakinkan
diri berkompetisi dan mengendalikan diri, sehingga ia tidak akan lelah dan dapat mencapai
garis akhir. Mil demi mil ia melangkah, sambil menjaga agar tetap mantap.
Pengembangan kepribadian ialah suatu proses yang mecakup seluruh kehidupan
orang Kristen. Saat itu maju dalam hidupnya, muncullah masa-masa sulit. Orang yang belajar
untuk bekerja melalui setiap situasi dengan melangkah secara baik dan dalam proses yang
wajar akan mengalami sebagaimana pelari maraton, yakni ia dapat menjaga langkahnya
sampai akhir pertandingan . Orang yang mencoba berlari cepat dalam lomba maraton akan

15
cepat kehabisan tenaga dan tidak pernah mencapai finis (garis akhir). Jenis pengembangan
yang sistematis dan jangka panjang ini adlah maksud uraian buku ini.
Jika perlu, pertumbuhan pribadi memerlukan disiplin dan petunjuk. Disiplin memberi
kesabaran yang diperlukan untuk melanjutkan perjalanan malalui banyak kesulitan, yang
mengiringi pertumbuhan itu. Arah lari menyalurkan tenaga ke dalam saluran yang produktif.
Tantangan dan kesulitan adalah bagian hakiki dan pertumbuhan pribadi. Karena
pengembangan karakter yang diakibatkan keadaan seperti itu, maka Paulus mendorong
orang-orang percaya supaya bersikap baik terhadap diri mereka sendiri. Ia menulis, “Dan
bukan hanya itu saja. Kita malah bermegah juga dalam kesengsaraan kita, karena kita tahu
bahwa kesengsaraan itu menimbulkan ketekunan dan ketekunan menimbulkan tahan uji dan
tahan uji menimbulkan pengharpan” (Roma 5:3-4)
Pertumbuhan dan pengembangan pribadi dilambangkan dalam kedua ayat tersebut. Itu
hanya terjadi sebagai hasil dari kerja keras yang dituntun dalam petunjuk yang sehat. Hasil
akhir dari penekanan seperti ini harus berupa peningkatan buah roh (Galatia 5:22-23) dan
akhirnya pemuliaan Tuhan.
Makalah ini disusun dengan tujuan seperti diuraikan di atas. Tanggung jawab akhir,
walau bagaimanapun terletak pada setiap pribadi yang berpartisipasi di dalam program ini.
Membaca bahan ini saja tidak cukup. Perenungan dan penerapan di dalam kehidupan
seseorang memperbesar efektivitasnya (keberhasilan) di dalam kehidupan pribadinya,
kehidupan keluarganya dan bidang -bidang pelayanannya.

B. Daftar Pustaka

Bartruff, B. D. 2005. Become the person you’re meant to be. Scotland: Christian Focus
Publications Ltd.

16

Anda mungkin juga menyukai