Dalam berbahasa, baik ragam berita maupun ragam tulis lain, lebih-lebih ragam sastra, selalu dikenal
penggunaan majas/gaya bahasa. Hal mi dimaksudkan untuk memperoleh diksi!pilihan kata yang tepat
dalam menampilkan gagasannya.
Apalagi jika hendak mendeskripsikan kejadianlperistiwa secara efektif. Untuk keperluan tersebut,
pengarang harus memilih kata (diksi) dan menyusun kalimat-kalimat yang bergaya, yang memiliki daya
pelukisan. Daya pelukisan atau plastik bahasa dapat diciptakan melalui penggunaan kata-kata kiasan,
sindiran, perbandingan, dan sebagainya yang disebut gaya bahasa.
1. Metafora
Gaya bahasa yang membandingkan suatu benda dengan benda lain secara langsung. Misalnya:
2. Personifikasi
Sering juga disebut “pengorangan/penginsanan”, yaitu benda-benda mati digambarkan memiliki sifat
dan perbuatan seperti manusia. Misalnya:
3. Asosiasi
Gaya bahasa mi memberikan perbandingan antara suatu benda yang sudah disebutkan. Perbandingan
tersebut menimbulkan asosiasi terhadap benda tadi sehingga gambaran tentang benda atau hal yang
disebutkan itu menjadi lebih jelas. Misalnya:
— Mukanya pucat bagai bulan kesiangan. (Bulan yang kesiangan, bulan yang masih tampak ketika
matahari sudah terbit, warnanya kuning pucat, menimbulkan asosiasi terhadap muka orang yang
dilukiskan itu)
4. Alegori
Gaya bahasa mi memperlihatkan perbandingan utuh. Beberapa perbandingan yang bertaut satu dengan
yang lain membentuk satu kesatuan utuh. Misalnya: Hidup kita diumpamakan dengan biduk atau
bahtera yang terkatung katung di tengah lautan. Hidup yang harus ditempuh diumpamakan dengan
lautan yang harus diarungi.
Kesukaran yang mungkin kita temui dalam kehidupan diumpamakan dengan topan dan badai. Suami istri
yang harus menempuh hidup diumpamakan dengan nahkoda dan juru mudi yang harus mengemudikan
bahtera hidup tadi. Kebahagiaan atau tujuan hidup diumpamakan dengan tanah tepi yang harus dicapai.
Jika perbandingan tersebut dihubung-hubungkan menjadi satu, maka jadilah ia suatu perbandingan yang
utuh (alegori).
Dalam pesta perkawinan, kita dengar orang tua yang memberi wejangan kepada kedua mempelai
berkata,
“Hati-hatilah kamu mendayung bahtera hidupmu, mengarungi lautan penuh bahaya, batu karang,
gelombang, topan, dan badai. Apabila nahkoda dan juru mudi senantiasa seia sekata dalam melayarkan
bahteranya, niscaya akan tercapai tanah tepi yang menjadi idaman.”
5. Simbolik
Gaya bahasa kiasan yang melukiskan suatu keadaan dengan mempergunakan benda-benda lain sebagai
symbol atau perlambang.
6. Tropen
Gaya bahasa kiasan yang mempergunakan kata-kata yang tepat dan sejajar artinya dengan pengertian
yang dimaksud. Misalnya:
7. Metonimia
Gaya bahasa yang menggunakan nama merek yang mengasosiasikan sebuah benda yang memang sangat
dikenal dengan nama merek tersebut.
— Ayah selalu men gisap Commodore. (Commodore adalah merek rokok). Men gisap Commodore yang
dimaksud adalah mengisap rokok merek Commodore. Nama Commodore berasosiasi dengan rokok.
— Dia datang memakai Kijang (Kijang merupakan merck mobil, bukan nama binatang)
8. Litotes
Suatu cara mengemukakan sesuatu dengan maksud merendahkan din. Namun, hal yang dinyatakan tidak
sesuai dengan keadaan yang sebenarnya. Misalnya:
— Jika Anda tidak berkeberatan, silakan datang ke gubug saya! (Padahal rumah yang mewah)
— Terimalah barang yang tak berharga ini sebagai tanda mata. (Padahal barang yang mahal dan mewah)
9. Sinekdoke
Suatu cara mengemukakan sesuatu dengan menyebutkan bagian-bagiannya saja atau sebaliknya;
menyatakan suatu keseluruhan dengan maksud sebagian saja. Pertama, yaitu yang menyatakan sebagian
untuk keseluruhan disebut pars pro toto, sedangkan yang kedua, yaitu yang menyebutkan keseluruhan
tetapi dimaksudkan sebagian saja disebut totem pro parte.
— Dalam pertandingan kemarin petang, Jakarta berhasil mengungguli Balikpapan den gan 3-0 langsung.
10. Eponim
Suatu cara melukiskan sesuatu dengan mengambil sifat sifat yang dimiliki oleh nama-nama yang telah
terkenal.
Misalnya:
Nama Srikandi melambangkan gadis pemberani, sedangkan Pele (pemain sepak bola legendaris dan
Brazil) untuk menyatakan seseorang yang sangat pandai bermain sepak bola.
11. Hiperbola
12. Eufimisme
Ungkapan penghalus; suatu cara mengemukakan pikiran atau perasaan dengan menggunakan kata-kata
yang baik agar tidak menyinggung perasaan orang lain. Misalnya:
13. Alusio
Pernyataan atau maksud yang disampaikan secara kias, tetapi hanya sebagian saja karena masyarakat
dianggap sudah mengetahui kelanjutan dan maksud yang sebenarnya. Misalnya:
— Sudah selayaknya dalam setiap usaha kita harus selalu berakit-rakit ke hulu.
Gaya bahasa yang menggunakan ciri fisik seseorang untuk dipakai sebagai nama panggilan, seperti orang
gemuk yang dipanggil Si Gemuk, orang yang tinggi dinamai Si Jangkung, orang yang kepalanya botak
dinamai Si Botak, dan sebagainya.
15. Perifrasis
Gaya bahasa perifrasis ialah gaya bahasa penguraian. Sepatah kata diganti dengan serangkaian kata yang
mengandung arti yang sama dengan kata yang digantikan. Misalnya:
1. Ironi
Misalnya:
— Wah, pintar memang kau, mengerjakan soal semudah itu tidak satu pun yang betul.
2. Sinisme
Gaya bahasa sinisme juga gaya bahasa sindiran, tetapi lebih kasar daripada ironi. Perbedaannya terletak
pada nada sindiran yang kasar. Contohnya:
— Muntah aku melihat perangaimu yang tak juga pernah berubah ini!
— Jika dikatakan tertawanya tertawa sinis, artinya dalam nada tawanya terdengar nada ejekan.
3. Sarkasme
Misalnya:
1. Pleonasme
Suatu cara memperjelas maksud dengan menggunakan kata berlebih. Biasanya dengan memberi
keterangan di belakang kata atau bagian kalimat yang diperjelas maksudnya tersebut.
Misalnya:
2. Repetisi (pengulangan)
Suatu cara untuk memperkuat makna atau maksud dengan mengulang kata atau bagian kalimat yang
— Untuk mencapai cita-citamu itu, satu hal jangan kau lupakan ialah belajar, belajar, dan sekali lagi
belajar.
— Kita harus bersatu, bersatu, sekali lagi bersatu, seperti bersatunya kelima Jan dalam kepalan.
3. Pararelisme
Jika dalam bahasa prosa gaya pengulangan kata untuk penegasan dinamakan repetisi, maka dalam pulsi
hal tcrsebut dinamakan paralelisme. Bila kata yang diulang terdapat pada awal kalimat disebut anafora
dan jika pada akhir kalimat disebut epifora.
Contoh anafora:
Junjunganku,
Apatah kekal
Apatah tetap
Amir Hamzah
Contoh epifora:
4. Tautologi
Gaya bahasa penegasan dengan mengulang beberapa kali kata dalam sebuah kalimat. Dapat juga dengan
mempergunakan beberapa kata bersinonim berturut-turut dalam sebuah kalimat, yang seperti mi
disebut gaya bahasa sinonimi karena mempergunakan kata-kata yang bersinonim. Misalnya:
— Disuruhnya aku bersabar, bersabar, dan sekali lagi aku bersabar, tetapi aku tak tahan lagi.
— Tidak, Lidj,jk mungkin dia akan melakukan perbuatan yang dapat menjatuhkan nama baik keluarga.
Tautologi/sinonimi:
— Kehendak dan keinginan kami ialah supaya dia menjadi seorang yang berguna juga kelak.
— Siapa orang takkan tertarik kepada orang yang ramah. baik hati, serta berbudi seperti dia.
5. Klimaks
Gaya bahasa yang mengandung urutan-urutan pikiran yang setiap kali semakin meningkat
kepentingannya dan gagasan-gagasan sebelumnya. Misalnya:
— Bukan hanya beratus, beribu, malah berjuta orang yang telah menderita akibat peperangan.
— Dan kecil sampai dewasa, malah sampai ini engkau belajar, tapi tak juga pandai-pandai?
6. Antiklimaks
Gaya bahasa yang mengandung gagasan-gagasan yang diurutkan dan yang terpenting berturut-turut ke
gagasan yang kurang penting. Contoh:
— Kakeknva. ayahnya. dia sendiri, dan kini anaknya semuanya tak ada yang luput dan penyakit turunan
itu.
— Gedung-gedung. rumah-rumah, dan gubug-gubug semuanya mengibarkan Sang Saka Merah Putih
7. Inversi
Gaya bahasa inversi dipergunakan bila predikat kalimat hendak lebih dipentingkan daripada subjeknya,
lalu ditempatkan di depan subjek. Misalnya:
Kalimat elipsis ialah kalimat yang subjeknya atau predikatnya tak lagi disebutkan karena dianggap sudah
diketahui. Misalnya:
— Pergilah!
Kata pergilah lebih mendapat tekanan dari pada bila kalimat itu bersubjek: Pergilah engkau!
9. Retoris
Gaya bahasa penegasan mi mempergunakan kalimat tanya yang sebenarnya tidak membutuhkan
jawaban. Seringkali, kalimat retoris menyatakan kesangsian atau bersifat mengejek.
Dalam bahasa pidato, kalimat retoris digunakan bukan dimaksudkan untuk bertanya, melainkan untuk
menegaskan.
10. Koreksio
Gaya bahasa koreksio dipakai bila akan membetulkan kembali hal yang sudah diucapkan baik yang
diucapkan dengan sengaja ataupun tidak. Contohnya:
11. Asindeton
Beberapa hal, keadaan, atau benda disebutkan berturut turut tanpa mempergunakan kata penghubung.
Contohnya:
— Kain-kain. barang pecah-belah. mainan anak-anak semua ada dijual di toko itu.
12. Polisindeton
Jika gaya asindeton tidak mempergunakan kata penghubung, maka gaya bahasa polisindeton
mempergunakan banyak kata penghubung dalam sebuah kalimat. Contohnya:
Setelah pekerjaannya selesai, maka berkemas-kemaslah dia akan pulang karena han sudah mulai gelap,
lagipula mendung-mendung tanda han akan hujan.
13. Interupsi
Gaya bahasa penegasan yang mempergunakan sisipan (kata atau frasa) di tengah-tengah kalimat pokok
dengan maksud untuk menjelaskan sesuatu.
Biasanya bagian yang merupakan interupsi dituliskan di antara tanda kurung atau garis tanda pisah.
Contohnya:
14. Eksklamasio
15. Enumerasio
Beberapa peristiwa yang membentuk satu kesatuan dilukiskan satu per satu supaya tampak jelas.
Contohnya:
Laut tenang. Di atas permadani biru itu tampak satu perahu nelayan berlayar perlahan-lahan.An gin
berhembus sepoi-sepoi. Bulan bersinar dengan terangnya. Di sana-sini bintang gemerlapan. Semuanya
berpadu membentuk suatu lukisan yang harmonis. Itulah keindahan sejati.
16. Preterito
Dalam gaya bahasa ini, pengarang seolah-olah menyembunyikan atau merahasiakan sesuatu. Pembaca
dibiarkan mengungkapkan sendiri hal yang sengaja dihilangkan atau tidak disebutkan. Contohnya:
— Tentang ramainya pasar malam itu, tak usahlah kuceritakan dulu. Biarlah engkau sendiri
menyaksikannya.
— Saya takkan berpanjang kalam lagi tentang peristiwa itu. Nasi sudah menja4i bubur, apa hendak
dikata.
Gaya Bahasa Pertentangan
1. Paradoks
Gaya bahasa yang mengandung pertentangan yang nyata dengan fakta-fakta yang ada. Paradoks dapat
juga berarti semua hal yang menarik perhatian karena kebenarannya.
Contohnya:
(uang cukup, tetapi jiwa menderita karena suatu yang dialami dalam hidupnya)
2. Antitesis
Gaya bahasa pertentangan yang mempergunakan paduan kata yang berlawanan arti. Contohnya:
— Tua muda. besar kecil. pria wan ita hadir dalam keramaian itu.
3. Kontradiksio in terminis
Gaya bahasa ini memperlihatkan sesuatu yang bertentangan dengan hal yang sudah diungkapkan
semula. Contohnya:
(kalau masih ada yang belum hadir, mengapa dikatakan ‘semua’ sudah hadir?)
— Di dalam kamar itu hening. Tiada seorangpun di antara kami yang berkata-kata, masing-masing
berdiam diri dengan pikirannya sendiri-sendiri. Hanya jam di dinding yang terus kedengaran berdetak-
detik.
(kalau sudah dikatakan hening, tentu tak ada satu bunyi pun yang kedengaran)
4. Anakronisme
Gaya bahasa mi menunjukkan dalam uraian ada sesuatu yang tak scsuai dengan sejarah. Sesuatu yang
disebutkan dalam sebuah cerita sebenarnya belum ada pada masa itu. Hal ini dapat terjadi karena
ketidaktelitian pengarang menempatkan sesuatu tidak pada tempatnya.