Hasan LK 1 FIX
Hasan LK 1 FIX
Disusun oleh :
dr. Hasan Adli Lubis
Pendamping :
dr. Sri Umaryani
1. Subjektif :
Anamnesis diperoleh melalui autoanamnesis dan alloanamnesis terhadap keluarga pasien
Keluhan Utama
Demam sejak 1 minggu SMRS
Keluhan Tambahan
Pusing, mual-muntah, perut kembung, BAB cair.
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien perempuan, 39 tahun datang ke IGD RS Muhammadiyah Selogiri dengan keluhan demam sejak 7 hari sebelum berobat ke RS,
pasien mengeluh demam yang dirasakan terus-menerus sepanjang hari, meningkat terutama pada malam hari dan tidak begitu panas pada
pagi dan siang hari. Menggigil tidak ada, berkeringat tidak ada, batuk pilek tidak ada. Pasien tampak lesu dan tidak nafsu makan. Lidah
terasa pahit. Pasien juga mengeluh nyeri di daerah ulu hati, mual, dan muntah dengan frekuensi 2 kali/hari, banyaknya ¼-½ gelas
belimbing, isi muntahan apa yang dimakan. Sejak 5 hari sebelum berobat, demam masih dirasakan. Pasien juga mengeluh buang air besar
dengan konsistensi cair, frekuensi 3x/hari, darah tidak ada, lendir tidak ada. Mual-muntah (+). Buang air kecil normal
Riwayat Penyakit Terdahulu
Pasien menyangkal memiliki penyakit Hipertensi, DM, Jantung, ataupun Asma.
2. Objektif :
1. Assesment awal :
Wanita 39 tahun dengan Observasi Febris Hari ke-8 susp. Thifoid Fever
2. Plan
a. Penatalaksanaan di IGD :
- IVFD Asering 20 tpm
- Inj. Cefotaxime 1g/12j (skin test)
- Inj. Ranitidin 50mg/12j
- Paracetamol tab 3x500mg
Tanggal S O A P
5 Keluhan : demam(+), KU : cukup Wanita 39 IVFD Asering 20 tpm
November pusing (+), mual-muntah TD : 120/80 tahun dengan Inj. Ceftriaxone 1g/12j (skin test)
2017 (+) N : 88x Observasi Inj. Ondancetron 4mg/12j
S : 38oC Febris Hari ke- Inj. Antalgin 500mg/8j
RR : 20x 8 ec Thifoid Inj.Ranitidin 50mg/12j
Fever Sukralfat 3x2cth
PCT tab 3x500mg
6. Assesment Akhir
Wanita 39 tahun dengan Observasi Febris Hari ke-11 ec Thifoid Fever.
Diagnosis ditegakkan berdasarkan demam ± 1minggu sebelum masuk rumah sakit. Demam terutama saat sore hari dan menurun di pagi ha
rinya. Demam disertai dengan gejala gastrointestinal seperti mual-muntah dan BAB cair. Pada pemeriksaan widal didapat titer O 1/320 yang
mendukung diagnosis Demam Tifoid.
TINJAUAN PUSTAKA
Definisi
Demam tifoid ( tifus abdominalis, demam enterik ) adalah suatu penyakit infeksi akut pada usus halus dengan gejala demam satu
minggu atau lebih, disertai gangguan pencernaan dengan atau tanpa gangguan kesadaran.
Etiologi
Penyakit ini disebabkan oleh infeksi kuman Salmonella typhi yang merupakan kuman batang Gram negatif, mempunyai flagela, motil,
berkapsul, tidak membentuk spora, tumbuh dengan baik pada suhu optimal (suhu tubuh manusia) 37⁰C (15⁰C-41⁰C), dan fakultatif anaerob. 2
Kuman ini mati pada pemanasan suhu 54,4⁰C selama satu jam dan 60⁰C selama 15 menit, serta tahan pada pembekuan dalam jangka
lama. Pada media yang selektif kuman ini memfermentasikan glukosa dan maltosa, namun tidak dapat memfermentasikan laktosa atau
sukrosa. Salmonella typhi mempunyai 3 macam antigen, yaitu :
- Antigen O = Ohne Hauch = antigen somatik (tidak menyebar)
Manifestasi Klinik
Masa inkubasi rata-rata bervariasi antara 7-20 hari, dengan masa inkubasi terpendek 3 hari dan terpanjang 60 hari tergantung pada
jumlah kuman yang ditelan, keadaan umum, status gizi serta status imunologis penderita. Manifestasi klinik pada anak umumnya bersifat
lebih ringan, lebih bervariasi bila dibandingkan dengan penderita dewasa. Bila hanya berpegang pada gejala atau tanda klinis akan lebih sulit
untuk menegakkan diagnosis demam tifoid pada anak, terutama pada penderita yang lebih muda, seperti tifoid pada bayi Secara garis besar
gejala-gejala yang timbul dapat dikelompokkan: 1
1. Demam
Berlangsung satu minggu atau lebih dengan pola remiten. Selama minggu pertama suhu tubuh berangsur-angsur meningkat setiap hari
menurun pada pagi hari dan meningkat lagi pada sore hari hingga malam hari. Setelah itu demam akan bertahan tinggi dan pada
minggu ke-3 demam turun perlahan.1
Gejala sistemik lain yang menyertai timbulnya demam adalah nyeri kepala, malaise, anoreksia, nausea, mialgia, nyeri perut dan
radang tenggorokan.3
2. Gangguan saluran pencernaan
Gejala sangat bervariasi. Pada mulut terdapat lidah yang tampak kering, dilapisi selaput tebal dengan putih di tengah sedangkan tepi
dan ujungnya kemerahan (coated tongue). Hal ini biasanya terjadi beberapa hari setelah panas meningkat. Pada perut pasien dapat
mengeluh diare, obstipasi atau obstipasi kemudian diikuti episode diare, banyak dijumpai meteorismus dan pada pemeriksaan fisik
dapat ditemukan hepatosplenomegali.3
2. TUBEX®TF
Tes TUBEX® merupakan tes aglutinasi kompetitif semi kuantitatif yang sederhana dan cepat (kurang lebih 2 menit) dengan
menggunakan partikel yang berwarna untuk meningkatkan sensitivitas. Spesifisitas ditingkatkan dengan menggunakan antigen O9 yang
benar-benar spesifik yang hanya ditemukan pada Salmonella serogrup D. Tes ini sangat akurat dalam diagnosis infeksi akut karena hanya
mendeteksi adanya antibodi IgM dan tidak mendeteksi antibodi IgG dalam waktu beberapa menit.
Walaupun belum banyak penelitian yang menggunakan tes TUBEX® ini, beberapa penelitian pendahuluan menyimpulkan bahwa tes
ini mempunyai sensitivitas dan spesifisitas yang lebih baik daripada uji Widal. Penelitian oleh Lim dkk (2002) mendapatkan hasil sensitivitas
100% dan spesifisitas 100%.15 Penelitian lain mendapatkan sensitivitas sebesar 78% dan spesifisitas sebesar 89%.9 Tes ini dapat menjadi
pemeriksaan yang ideal, dapat digunakan untuk pemeriksaan secara rutin karena cepat, mudah dan sederhana, terutama di negara berkembang.
5,7
Penatalaksanaan
Penderita yang dirawat dengan diagnosis praduga demam tifoid harus dianggap dan dirawat sebagai penderita demam tifoid yang secara garis
besar ada 3 bagian,yaitu: 1
Perawatan
Diet
Obat-obatan
Perawatan
Penderita demam tifoid perlu dirawat di rumah sakit untuk isolasi, observasi serta pengobatan. Penderita harus istirahat 5-7 hari bebas
panas, tetapi tidak harus tirah baring sempurna seperti pada perawatan demam tifoid di masa lalu. Mobilisasi dilakukan sewajarnya sesuai
dengan situasi dan kondisi pasien. Pada penderita dengan kesadaran yang menurun harus diobservasi agar tidak terjadi aspirasi serta tanda-
tanda komplikasi demam tifoid yang lain. Mengenai lamanya perawatan di RS sampai saat ini sangat bervariasi dan tidak ada keseragaman,
sangat tergantung pada kondisi penderita serta adanya komplikasi selama penyakit berjalan.1
Obat-obatan
Obat-obat antimikroba yang sering digunakan adalah: 1
Kloramfenikol
Kotrimoksasol
Ampisilin
Amoksisilin
Ceftriaxone
Cefixime
Ciprofloxacin
Digunakan pada pengobatan demam tifoid terutama pada kasus yang resisten terhadap kloramfenikol. Kemampuan obat ini menurunkan
demam lebih rendah dibandingkan dengan kloramfenikol, tetapi lebih efektif untuk mengobati karier. Kelemahannya dapat terjadi skin rash
dan diare. Dosis yang dianjurkan adalah : 1
Ceftriaxone
Dosis yang dianjurkan adalah 50-100mg/kgBB/hari, tunggal atau dibagi dalam 2 dosis IV (maksimal 4 gr/hari ) selama 5-7 hari. 1,3
Cefotaxime
Dosis yang dianjurkan adalah 50-200 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3-4 dosis iv. 1
Cefixime
Merupakan golongan sefalosporin generasi ketiga yang dapat diberikan peroral. Secara kimia cara kerja dan toksisitasnya hampir sama
dengan penisilin tetapi lebih stabil terhadap betalaktamase bakteri sehingga mempunyai spektrum aktifitas yang lebih luas. Cefixim
mempunyai waktu paruh yang panjang dibanding dengan sefalosporin oral lainnya, mempunyai spektrum antimikroba dan daya pemusnah
Fluorokuinolon
Fluorokinolon dilaporkan lebih superior daripada derivat sefalosporin diatas, dengan angka penyembuhan mendekati 100% dalam
kesembuhan kinis dan bakteriologis, di samping kemudahan pemberian secara oral. Namun pemberian obat ini masih kontroversial dalam
pemberian untuk anak mengingat adanya pengaruh buruk terhadap pertumbuhan kartilago. Siprofloksasin, 10 mg/kgBB/hari dalam 2 dosis,
sudah dipakai untuk pengobatan. Demam biasanya turun dalam 5 hari. Lama pemberian obat dianjurkan 2-10 hari. Penggunaan obat-obat ini
dianjurkan pada kasus demam tifoid dengan MDR. 2
Kortikosteroid
Hanya diberikan dengan indikasi yang tepat karena dapat menyebabkan perdarahan usus dan relaps, misalnya bila ditemukan status
kesadaran delirium, stupor, koma, ataupun syok. Deksametason diberikan dengan dosis awal 3 mg/kbBB, diikuti dengan 1 mg/kgBB setiap 6
jam selama 2 hari. 1,2
a. Perdarahan Usus
Pada plague Peyeri usus yang terinfeksi (terutama ileum terminalis) dapat terbentuk tukak/luka berbentuk lonjong dan memanjang
terhadap sumbu. Bila luka menembus lumen usus dan mengenai pembuluh darah maka terjadi perdarahan.Selanjutnya bila tukak menembus
dinding usus maka perforasi dapat terjadi.4
Kasus ini lebih jarang terjadi pada anak-anak. Diagnosis dapat ditegakkan dengan: 1
Penurunan tekanan darah
Denyut nadi bertambah cepat dan kecil
Kulit pucat
Penurunan suhu tubuh
Mengeluh nyeri perut
Sangat iritabel
Darah tepi : sering diikuti leukosit dalam waktu singkat
Sekitar 25% penderita demam tifoid dapat mengalami perdarahan minor yang tidak membutuhkan tranfusi darah. Perdarahan hebat dapat
terjadi hingga penderita mengalami syok. Secara klinis perdarahan akut darurat bedah ditegakkan bila terdapat perdarahan sebanyak 5
ml/kgBB/jam.
Terjadi pada sekitar 3% dari penderita yang dirawat. Biasanya timbul pada minggu ketiga namun dapat pula terjadi pada minggu
pertama. Penderita demam tifoid dengan perforasi mengeluh nyeri perut yang hebat terutama di daerah kuadran kanan bawah yang kemudian
meyebar ke seluruh perut. Tanda perforasi lainnya adalah nadi cepat, tekanan darah turun dan bahkan sampai syok.
Lebih jarang dibandingkan pada orang dewasa.Komplikasi ini sering terjadi pada minggu ketiga serta lokasi yang paling sering adalah di
ileum terminalis. Diagnosis ditegakkan berdasarkan adanya tanda dan gejala klinis serta pemeriksaan radiologis. Penderita demam tifoid
dengan perforasi mengeluh nyeri perut yang hebat terutama di daerah kuadran kanan bawah yang kemudian menyebar ke seluruh perut dan
disertai dengan tanda-tanda ileus.Bising usus melemah pada 50% penderita dan pekak hati terkadang tidak ditemukan karena adanya udara
bebas di abdomen.Tanda-tanda perforasi lainnya adalah nadi cepat, tekanan darah turun, dan bahkan dapat syok. Leukositosis dengan
pergeseran ke kiri dapat menyokong adanya perforasi.1
Pada gambaran foto polos abdomen 3 posisi ditemukan udara pada rongga peritonium merupakan tanda yang cukup untuk menentukan
terdapatnya perforasi usus. Beberapa faktor yang dapat meningkatkan kejadian perforasi adalah umur (biasanya berumur 20-30 tahun), lama
demam, modalitas pengobatan, beratnya penyakit, dan mobilitas penderita.4
Penatalaksanaan
Umumnya diberikan antibiotik sprektum luas dengan kombinasi kloramfenikol dan ampisilin intravena.Untuk kontaminasi usus dapat
diberikan gentamisin/metronidazol.Cairan usus harus diberikan dalam jumlah yang cukup serta penderita dipuasakan dan dipasang nasogastric
tube.Transfusi darah dapat diberikan bila terdapat kehilangan darah akibat perdarahan intestinal. Sebaiknya sebelum dilakukan tindakan
pembedahan maka keadaan umum penderita diperbaiki dahulu.4
2. Komplikasi Ekstraintestinal
a. Komplikasi kardiovaskuler : kegagalan sirkulasi perifer (syok, sepsis), miokarditis, trombosis dan tromboflebitis.
Pencegahan
Usaha terhadap lingkungan hidup 1
Penyediaan air minum yang memenuhi syarat.
Pembuangan kotoran manusia yang higienis.
Pemberantasan lalat.
Pengawasan terhadap penjual makanan.
Imunisasi
Vaksin yang digunakan ialah : 1,3
1. Vaksin yang terbuat dari Salmonella typhosa yang dimatikan.
Pada pemberian oral tidak memberikan perlindungan yang baik).
2. Vaksin yang dibuat dari strain Salmonella yang dilemahkan (Ty 21a)
pada pemberian peroral tiga kali dengan interval pemberian selang sehari memberikan perlindungan selama 6 tahun, dengan efek
samping 0-5% berupa demam atau nyeri kepala
diberikan pada anak berumur di atas 2 tahun
3. Vaksin polisakarida kapsular Vi (Typhi Vi)
disuntik secara SC atau IM 0,5 ml dengan booster 2-3 tahun, dengan efek samping demam 0-1%, sakit kepala 1,5-3% dan 7%
pembengkakan dan kemerahan pada tempat suntikan
memberikan perlindungan 60-70% selama 3 tahun.
Berbagai metode diagnostik baru untuk pengganti uji Widal dan kultur darah sebagai metode konvensional masih kontroversial dan
memerlukan penelitian lebih lanjut. Beberapa metode diagnostik yang cepat, mudah dilakukan dan terjangkau harganya untuk negara
berkembang dengan sensitivitas dan spesifisitas yang cukup baik, seperti uji TUBEX, sudah mulai dirintis penggunaannya di Indonesia.
Angka kesakitan demam tifoid di Indonesia masih tergolong tinggi, oleh karena itu, usaha pencegahan di Indonesia sebaiknya lebih
digalakkan untuk menekan angka kesakitan. Begitu pula angka kematian oleh karena demam tifoid di Indonesia, maka sebaiknya
penyuluhan tentang pentingnya berobat pada orang–orang dengan gejala tifus pada daerah endemik diperlukan untuk mempercepat
diagnosis.
.
b. Saran
Edukasi kepada pasien dan keluarga mengenai pengetahuan tentang penyakit, gejala, dan penatalaksanaannya, beserta komplikasinya.