Anda di halaman 1dari 43

PROFIL KESEHATAN

PUSKESMAS KARATUNG TAHUN


2016

Pemerintah Kabupaten Kepulauan Talaud


Puskesmas Karatung
Kecamatan Nanusa
Alamat : Desa Karatung Tengah, Kecamatan Nanusa Kode Pos 95884

0
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Tujuan bangsa Indonesia sebagaimana yang tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 alinea
4 adalah untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan
untuk memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Untuk mencapai
tujuan tersebut diselenggarakan program pembangunan nasional secara berkelanjutan, terencana dan
terarah. Pembangunan kesehatan merupakan bagian integral dan terpenting dari pembangunan
nasional. Untuk dapat memberikan kontribusi yang optimal, puskesmas dituntut untuk menunjukkan
kinerja optimal, disamping itu puskesmas adalah penanggung jawab penyelenggara upaya kesehatan
untuk jenjang tingkat pertama.

Sistem informasi dan manajemen kesehatan sangat memegang peranan penting dalam
menentukan kemajuan dan keberhasilan suatu program termasuk program – program kesehatan.
Dengan informasi dan data yang akurat serta kredibel akan menghasilkan suatu perencanaan dan
pelaksanaan program yang baik. Untuk meraih hal dimaksud maka Puskesmas Karatung telah
menyusun buku profil kesehatan Tahun 2016, yang merupakan bagian dari Sistem Informasi
Manajemen Kesehatan tersebut.
Buku profil kesehatan Puskesmas tahun 2016 ini adalah suatu gambaran yang tentang
situasi kesehatan di Puskesmas Karatung selama kurun waktu setahun. Profil ini juga menyajikan
data pendukung lain yang berhubungan dengan data kependudukan, data sosial ekonomi dan
lingkungan.
Sumber data dan informasi yang kami dapatkan dalam buku profil ini adalah dari berbagai
pihak, baik internal pada Puskesmas maupun dari luar Puskesmas seperti kantor Camat dan Kantor
Desa.
Tujuan utama diterbitkannya Profil Kesehatan ini dimaksudkan untuk memberikan
informasi/gambaran keadaan dan hasil pembangunan kesehatan di Puskesmas Karatung tahun
2016. Juga dimaksudkan sebagai alat monitoring dan evaluasi terhadap pelakanaan program
kesehatan serta sebagai alat pendukung dalam meningkatakan kemajuan manajemen kesehatan.
Profil ini memuat data tentang kesehatan, upaya kesehatan dan sumber daya kesehatan.

B. Visi
Visi pembangunan kesehatan yang diselenggarakan oleh Puskesmas Karatung adalah
terwujudnya Puskesmas yang eksis, proaktif terhadap kebutuhan masyarakat. Kecamatan
Nanusa adalah gambaran masyarakat kecamatan masa depan yang ingin dicapai melalui
pembangunan kesehatan, yakni masyarakat yang hidup dalam lingkungan dan dengan perilaku

1
sehat, memiliki kemampuan untuk menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil dan
merata serta memiliki derajat kesehatan yang setinggi-tingginya.

C. Misi
Misi Pembangunan Kesehatan yang diselenggarakan oleh Puskesmas Karatung adalah
mendukung tercapainya misi pembangunan kesehatan nasional. Misi tersebut adalah :

1. Menggerakkan pembangunan berwawasan kesehatan di wilayah kerja


Puskesmas Karatung.
2. Menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang paripurna dan
terjangkau
3. Memelihara dan meningkatkan kesehatan perorangan, keluarga dan
masyarakat beserta lingkungannya.
Untuk menguraikan lebih lengkap tentang apa yang menjadi harapan bersama. Sistematika
penulisan profil Puskesmas Karatung Tahun 2016 ini disusun sebagai berikut :

BAB I : PENDAHULUAN
BAB II : GAMBARAN UMUM
BAB III : SITUASI DERAJAT KESEHATAN
BAB IV : SITUASI UPAYA KESEHATAN
BAB V : SITUASI SUMBER DAYA KESEHATAN
BAB VI : PENUTUP
BAB VII :L A M P I R A N

2
BAB II
GAMBARAN UMUM
A. Keadaan Geografis
Pulau Karatung terbentang diantara 2,4 dan 5,25 lintang utara dan 127,10 bujur timur.
Kedudukan pulau ini membemtang dari arah timur laut melintang kearah barat yakni dari watu
marengke langi sampai tanduge dengan luas + 12 km.
Ibu kota Kecamatan Nanusa adalah Desa Karatung yang terletak di pulau dengan nama
yang sama. Mulai tahun 2007, Desa Karatung dimekarkan menjadi 3 buah desa yaitu Desa Karatung
Utara, Desa Karatung Tengah dan Desa Karatung Selatan. Pulau Karatung mempunyai 9 dusun
dengan jumlah penduduk 1257 jiwa. Di Pulau Marampit terdapat lima desa yaitu Desa Dampulis,
Desa Dampulis Selatan, Desa Laluhe, Desa Marampit dan Desa Marampit Timur. Di Pulau
Kakorotan hanya terdapat satu buah desa dengan nama yang sama yaitu Desa Kakorotan.
Puskesmas Karatung merupakan salah satu pusat kesehatan masyarakat yang ada di
Kabupaten Kepulauan Talaud, Kecamatan Nanusa.Puskesmas Karatung memiliki wilayah kerja
yang berada di kepulauan. Dengan luas wilayah Puskesmas 7,43 km2 dan memiliki koordinat lokasi
pada LU 4, 7264 dan BT 127,0874 dan Puskesmas Karatung berada dalam wilayah kerja perairan
tetapi tidak berbatasan langsung dengan laut.

Gambar 1 . Peta Kepulauan Talaud

3
B. Keadaan Klimatologi dan Topografi
Iklim di daerah ini dipengaruhi angin muson. Biasanya pada bulan Juli sampai dengan
September adalah musim kemarau sedangkan pada bulan September sampai Desember relatif terjadi
musim penghujan.
Topografi di Pulau Karatung umumnya rata, kecuali di pulau marampit, terdapat bukit
dan sumber air yang tertampung, sebagai salah satu potensial penyebab penyakit malaria. Pada
tahun 2016, kondisi air yang tertampung tergantung cuaca dan sepanjang tahun 2016 tidak
ditemukan kejadian malaria di wilayah kerja Puskesmas Karatung.

C. Demografis
a. Kependudukan
Secara administratif, Kecamatan Nanusa terdiri atas 9 desa namun dengan adanya
pemekaran Puskesmas menjadi tiga (3) Puskesmas ( Puskesmas Karatung, Puskesmas Marampit dan
Puskesmas Kakorotan ) maka berdasarkan data kependudukan oleh masing – masing desa dan
kantor camat Nanusa tahun 2016 jumlah penduduk tiga desa ( Desa Karatung, Desa Karatung
Tengah dan Desa Karatung Selatan ) berjumlah 1242 jiwa dengan pembagian berdasarkan jenis
kelamin laki-laki sebanyak 603 jiwa dan perempuan sebanyak 639 jiwa.

Gambar 2. Jumlah Penduduk di Wilayah Kerja Puskesmas Karatung Tahun 2016

4
b. Tingkat Pendidikan
Pendidikan merupakan aspek yang berkaitan dengan kualitas sumber daya manusia.
Selain sosial budaya, tingkat pendidikan turut berperan dalam membentuk pola sikap dan perilaku
suatu populasi masyarakat, utamanya dalam pembangunan kesehatan. Data tingkat pendidikan
terakhir di wilayah kerja Puskesmas Karatung diambil dari Data Desa Karatung per 31 Januari
2017, Desa Karatung Tengah per dan Desa Karatung Selatan per 31 Desember 2016. ( lihat gambar
3 ).

Gambar 3. Tingkat Pendidikan

5
BAB III
SITUASI DERAJAT KESEHATAN

Derajat kesehatan disuatu wilayah (masyarakat) ditentukan oleh besarnya kejadian penyakit
dan kematian, yang dipengaruhi oleh banyak faktor seperti keadaan ekonomi, tradisi setempat,
perilaku terhadap kesehatan, serta upaya pelayanan kesehatan. Angka kesakitan (morbiditas) dan
angka kematian (mortalitas) merupakan indikator outcome yang merupakan hasil akhir dari
rangkaian sistem yang saling berkaitan, meliputi indikator masukan (input), indikator proses, dan
indikator output. Angka kematian ibu selama masa hamil, bersalin dan nifas, serta angka kematian
bayi/balita masih menjadi tolok ukur derajat kesehatan suatu bangsa. Selain itu, Indonesia yang
berada di wilayah tropis juga masih dihadapkan pada beberapa penyakit menular seperti
tuberkulosis (TBC), kusta, demam berdarah dengue, malaria, dan diare.
Situasi derajat kesehatan di wilayah kerja Puskesmas Karatung juga dipengaruhi berbagai
faktor, seperti ekonomi, tradisi setempat perilaku dan juga cuaca. Beberapa penyakit yang ada akan
digambarkan pada 10 penyakit menonjol sepanjang tahun 2016. Berikut ini gambaran derajat
kesehatan di wilayah kerja Puskesmas Karatung.

A. Mortalitas
a. Angka Kematian Ibu (AKI)
Angka Kematian Ibu merupakan indikator keberhasilan pelayanan kesehatan di suatu
negara. Oleh karena itu berbagai upaya dilakukan untuk menunjang pelayanan kesehatan ibu agar
dapat tercapai pelayanan yang maksimal untuk menekan AKI. Angka pengukuran resiko kematian
wanita yang berkaitan dengan peristiwa kehamilan. Kematian ibu adalah kematian wanita dalam
masa kehamilan, persalinan dan dalam masa 42 hari (6 minggu) setelah berakhirnya kehamilan
tanpa memandang usia kehamilan maupun tempat melekatnya janin, oleh sebab apapun yang
berkaitan dengan atau diperberat oleh kehamilan atau pengelolaannya, bukan akibat tidak langsung :
kecelakaan atau trauma. Kematian ibu dikelompokkan menjadi kematian akibat langsung kasus
kebidanan dan kematian sebagai akibat tidak langsung kasus kebidanan yang disebabkan penyakit
yang sudah ada sebelumnya, atau penyakit yang timbul selama kehamilan dan bukan akibat
langsung kasus kebidanan tetapi diperberat oleh pengaruh fisiologi kehamilan.
Pada gambar 4 menunjukan tahun 2011 – 2016 Angka Kematian Ibu Nol ( 0 ) bahkan
sepuluh tahun terakhir tidak terdapat AKI di kecamatan Nanusa. Pada tahun 2015 AKI Nol.
Angka capaian ini akan tetap dipertahankan karena Indonesia menargetkan AKI sebesar 102 per
100.000 penduduk, atau 1 per 1000 penduduk terjadi di tahun 2015. Adapun kiat-kiat / strategi yang
diambil oleh Dokter, bidan, perawat serta seluruh stakeholder puskesmas mengadakan kerjasama
dan pendekatan dengan dukun/ kader untuk merujuk ibu bersalin ke fasilitas kesehatan agar
mendapat pertolongan persalinan sehingga dapat ditolong oleh tenaga kesehatan. Selain itu,
dilakukan rujukan terencana sehingga Ibu hamil resiko tinggi di trimester 3 sudah dirujuk. Tenaga
kesehatan juga melikuti pelatihan-pelatihan untuk meningkatkan pelayanan kesehatan ibu dan anak.

6
Gambar 4. Grafik Angka Kematian Ibu

b. Angka Kematian Bayi (AKB)


Angka kematian bayi adalah jumlah bayi sebelum usia 1 tahun dalam 1000 kelahiran
hidup.Angka kematian bayi (0 – 1 tahun) selang tahun 2010 – 2012 cenderung tetap. Namun, pada
tahun 2013 angka kematian bayi berjumlah dua (2) orang dan pada tahun 2014 angka kematian bayi
menurun yaitu satu (1) orang. Pada tahun 2015, Angka Kematian Bayi di Puskesmas Karatung
Nol (0). Begitu pula di tahun 2016 AKB tetap Nol (0). Hal ini akan tetap dipertahankan.

Gambar 5.Grafik Angka Kematian Bayi

7
B. Morbiditas
Morbiditas adalah angka kesakitan yang disebabkan oleh suatu penyakit tertentu pada suatu
wilayah dalam waktu tertentu. Angka kesakitan penduduk ini diperoleh dari data-data yang
bersumber dari masyarakat (Community based data) melalui pengumpulan dan pengolahan data
awal oleh puskesmas serta sarana kesehatan lainnya. Angka kesakitan diukur dengan satuan Insiden
dan prevalensi.
Sebagai daerah tropis dengan musim panas dan dingin, aliran sungai dan rawa yang relatif
banyak,maka Wilayah Puskesmas Karatung menghadapi permasalahan penyakit menular
diantaranya Tuberkulosis (TB), Malaria dan sebagainya. Namun, pada sepanjang tahun 2016 ini
lebih banyak ditemukan penyakit tidak menular. Hal ini karena mulai terjadi pergeseran pola hidup
dan pola makan penduduk, yaitu aktifitas fisik yang kurang, serta dari makanan dengan karbohidrat
kompleks dan berlemak tinggi menyebabkan penyakit seperti Hipertensi, Diabetes Melitus dan lain-
lain.Berikut ini gambaran 10 penyakit Paling Menonjol di 5 tahun terakhir dari tahun 2012-2016.
Serta grafik beberapa penyakit menular yang ada di wilayah kerja Puskesmas Karatung.

a. Sepuluh Penyakit Paling Menonjol


Penyakit kardiovaskuler, yaitu hipertensi menjadi penyebab utama kematian setelah usia
lanjut. Pada tahun 2016 penyakit yang menempati urutan pertama yaitu hipertensi. Hipertensi
merupakan penyakit tidak menular. Dibandingkanan dengan tahun-tahun sebelumnya, penyakit
influenza, comond cold dan ISPA yang merupakan penyakit infeksi menular berada di peringkat
teratas. Tetapi berbeda di tahun 2016 ini penyakit tidak menular lebih menonjol. Hal ini mungkin
saja disebabkan oleh pola hidup sehat masyarakat yang mulai menurun. Aktivitas fisik yang kurang
diterapkan, pola makan yang kurang sehat, merokok, dan penggunaan obat-obatan berlebihan bisa
saja menjadi beberapa faktor pencetus meningkatnya kasus penyakit tidak menular.

Gambar 6.10 Penyakit Menonjol di Tahun 2012

8
Gambar 7. 10 Penyakit Menonjol di Tahun 2013

Gambar 8. 10 Penyakit Menonjol di Tahun 2014

Gambar 9. 10 Penyakit Menonjol di Tahun 2015

9
Gambar 10. 10 Penyakit Menonjol di Tahun 2016

b. Diare
Penyakit diare merupakan suatu penyakit yang ditandai dengan meningkatnya frekuensi
buang air besar lebih dari tiga kali sehari yang disertai perubahan bentuk dan konsistensi tinja
penderita. Penyakit diare biasa berkaitan dengan sanitasi dan kebersihan perorangan serta
penggunanaan PASI (pengganti air susu ibu). Faktor-faktor yang dapat berpengaruh terhadap
kejadian diare antara lain: kebiasaan cuci tangan sebelum makan dan sesudah BAB, sanitasi air
minum, status gizi, dan ASI ekslusif. Berdasarkan data dapat digambarkan bahwa insidensi diare
dari tahun 2015 hingga tahun 2016 mengalami penurunan yakni dari 38 kasus (tahun 2015) turun
menjadi 25 kasus diare (tahun 2016).

Gambar 11. Insiden Diare

10
c. Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) dan Pneumonia
Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) merupakan penyakit infeksi yang menyerang
bagian fungsi pernafasan mulai dari hidung, telinga tengah, tenggorokan, kotak suara, dan paru-
paru. Seseorang bisa tertular infeksi saluran pernapasan akut ketika orang tersebut menghirup udara
yang mengandung virus atau bakteri. Virus atau bakteri ini dikeluarkan oleh penderita infeksi
saluran pernapasan melalui bersin atau ketika batuk.
Dari data dapat digambarkan bahwa pada tahun ini insiden ISPA juga mengalami
penurunan yakni dari 523 insiden pada tahun 2015 turun menjadi 138 insiden di tahun 2016.
Adapun kejadian ISPA yang terjadi di wilayah kerja Puskesmas Karatung, bukanlah kasus ISPA
dengan Pnemonia melainkan kasus ISPA bukan Pnemonia.

Gambar 12. Insiden ISPA


d. Malaria
Indonesia sebagai negara tropis memiliki wilayah-wilayah endemis malaria, termasuk
diantaranya Kecamatan Nanusa. Tempat-tempat potensial bagi perkembangbiakan nyamuk
Anopheles di Kecamatan Nanusa antara lain laguna, genangan-genangan air dangkal di sekitar
perdu/semak belukar, tempat penampungan air dan areal perkebunan. Indikator kesakitan malaria
menggunakan AMI (annual malaria incidence) dan API (annual parasitic incidence). Awalnya,
AMI lebih diandalkan karena jumlah puskesmas dengan fasilitas pemeriksaan laboratorium malaria
(DDR) masih terbatas. Namun, karena fasilitas laboratorium pemeriksaan DDR sudah ada di semua
puskesmas, jumlah petugas pemeriksa mikroskopis malaria satu orang, dan meningkatnya kasus
resistensi obat malaria, maka saat ini digunakan indikator API. Pengamatan API selama tiga tahun
menunjukkan penurunan, dapat kita lihat pada gambar (13). Penderita Positif Malaria sebanyak
dua orang tahun 2011, tahun 2013 satu orang dan dari tahun 2014 sampai dengan tahun
2016 tidak ada pendeita malaria positif.

11
Gambar 13. Insidensi Malaria

e. Demam Berdarah Dengue


Penyakit yang juga ditularkan oleh vektor nyamuk adalah demam berdarah dengue
(DBD). Demam berdarah dengue ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus.
Berbeda dengan nyamuk Anopheles, nyamuk jenis ini senang berkembangbiak di sekitar
pemukiman penduduk pada tempat-tempat penampungan air yang jernih baik di dalam maupun di
luar rumah.Pulau Karatung mengalami peningkatan populasi nyamuk sehingga dilakukanlah upaya
pencegahan seperti kegiatan Foging yang bersumber dari dana BOK Puskesmas tahun 2014.
Selama tahun 2014 tercatat ditemukan kasus DBD satu (1) orang tertular dari Manado.
Kejadian luar biasa (KLB) DBD tidak pernah terjadi di tahun 2014. Survei jentik tidak di
ditemukan larva A. aegypti, dengan demikian Pulau Karatung tidak menjadi tempat penularan
DBD. Sedangkan di tahun 2016 tidak ditemukan juga kasus DBD.

Gambar 14. Insiden DBD

12
f. Rabies
Rabies (Lysa) merupakan penyakit yang mematikan karena memiliki CFR 100%.
Penyakit ini ditularkan pada manusia melalui gigitan anjing yang terjangkit virus rabies. Selain
anjing, virus juga dapat menjangkiti kucing dan kera, namun anjing merupakan reservoir utama.
Lysa dapat dicegah jika seseorang yang tergigit hewan terjangkit rabies melakukan tindakan
pemusnahan virus rabies ditempat gigitan dengan mencuci luka menggunakan sabun/detergen serta
diberi vaksin antirabies (VAR). Sudah sepuluh tahun tidak terdapat rabies di kecamatan Nanusa,
khususnya pulau karatung. Jumlah gigitan anjing pada tahun 2014 sebanyak lima (5) orang dan
mengalami penurunan di tahun 2015 terdapat jumlah gigitan anjing sebanyak 2 orang, dan di tahun
2016 terdapat 3 orang yang terkena gigitan anjing.

Gambar 15. Jumlah Gigitan Anjing

g. Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I)


Setelah ditemukannya vaksin, penyakit-penyakit seperti Difteri, Campak, Hepatitis,
Pertusis, Tetanus dan Polio sudah jarang ditemukan. Di Pulau Karatung, tidak ditemukan kasus.
Data cakupan imunisasi Campak di Puskesmas Karatung yakni 100 persen.
Cakupan UCI Desa Karatung sebesar 100 Persen, Karatung Tengah 100 persen dan
Karatung Selatan 100 persen. Imunisasi lengkap pada bayi <1tahun (BCG 1 kali, DPT-HB 3 kali,
OPV 4 kali, campak 1 kali) sama dengan UCI pada tiap desa. Total untuk capaian Puskesmas
Karatung sebesar 94 persen. Hb 0-7 hari capaiannya sebesar 88persen. Cakupan pemeriksaan balita
terduga pneumonia 0 persen. Imunisasi BCG 100 persen, DPT-HB-HiB 100 persen.

13
Tabel 1. Laporan Hasil Pelaksanaan Vaksinasi di Wilayah Kerja Puskesmas Karatung Per 31 Desember 2016

JUMLAH SASARAN SASARAN CAKUPAN PEMAKAIAN VAKSIN PEMAKAIAN PEMAKAIAN


LAIN TOTAL CAMPAK DT Td TOTAL Td JUMLAH VIAL IP ALAT PELARUT
NO DESA KLS KLS KLS
SD MI LAIN TOTAL KLS KLS 1 KLS 1 KLS 2 KLS 3 KLS 2 + 3 CAM CAM ADS ADS ( 5 DOSIS )
1 2 3 DT Td DT Td 0,5 5
2+3 JML % JML % JML % JML % JML % PAK PAK
ML ML
2 2 2 2
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 24 27 28 29
2 3 5 6
1 KARATUNG 1 0 0 1 10 10 10 30 10 100 8 80 9 90 9 90 18 90 1 1 2 38 1 1
2 KARATUNG TENGAH 1 0 0 1 6 8 6 20 5 83 5 83 7 87 6 100 13 92 1,5 1 2 25 1 1
3 KARATUNG SELATAN 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
TOTAL 2 0 0 2 16 18 16 50 15 94 13 81 16 89 15 94 31 91 2,5 0 0 16 2 2

14
h. Tuberkulosis
Tuberkulosis masih merupakan masalah kesehatan di Indonesia. Tuberkulosis dapat
menyerang paru maupun diluar paru (tuberkulosis ekstra paru). Tuberkulosis paru didiagnosis
secara mikrobiologis melalui pemeriksaan mikroskopis sediaan apus dahak yang dilakukan tiga kali
(SPS : sewaktu-pagi-sewaktu) dan ditemukan bakteri tahan asam (BTA), yakni Micobacterium
tuberculosis. Dibanding Tuberkulosis ekstra paru, Tuberkulosis paru dengan dahak BTA positif
lebih memiliki arti epidemiologis karena merupakan sumber penularan yang potensial. Prevalensi
(PR) Tuberkulosis paru berdasarkan definisi WHO adalah angka penderita Tuberkulosis paru BTA
positif pada 100.000 populasi berusia 15 tahun keatas. Adapun batasan BTA positif adalah pasien
yang memiliki paling sedikit dua spesimen dahak dengan hasil BTA positif .

Gambar 16. Prevalence dan CDR TBC (%)

Dari gambar 16 memperlihatkan bahwa tinggi rendahnya Periode Prevalence


Tuberkulosis paru di suatu wilayah juga dipengaruhi oleh status ekonomi dan tingkat pengetahuan,
dimana pada kelompok status ekonomi rendah hingga menengah keatas memberikan angka
prevalensi tertinggi, dan kelompok yang tidak bersekolah memiliki prevalensi hampir dua kali lipat
dibandingkan dengan kelompok yang tamat SMA keatas. Tahun 2016 masih ada ditemukan
pasien TB dengan jenis satu pasien TB Paru dan satu pasien TB Ekstra paru.
Berdasarkan jenis kelamin, jumlah kasus Tuberkulosis paru lebih banyak pada laki-laki
dibanding perempuan (gambar 17).

15
Gambar 17. TBC Menurut Jenis Kelamin Tahun 2016

Anak dapat tertular Tuberkulosis melalui kontak dengan penderita Tuberkulosis paru
dewasa. Kebalikan dengan penderita dewasa, jumlah kasus Tuberkulosis pada anak laki-laki lebih
sedikit dari anak perempuan dan pada tahun 2015 ini terdapat satu kasus Tuberculosis . (gambar 18).
Tahun 2016 kejadian TB pada anak terdapat 1 kasus dengan jenis TB Ekstra paru

Gambar 18. TBC pada Anak


i. Kusta
Penyakit kusta terbanyak dijumpai di Asia Tenggara, diikuti regional Amerika, regional
Afrika, dan sisanya berada di regional lain di dunia. Prevalensi kusta di awal tahun 2007 adalah 0,7
per 10.000 penduduk, dengan angka penemuan kasus sebesar 10,5 per 100.000 penduduk.8di
Indonesia, jumlah penderita baru yang ditemukan di tahun 2006 sebesar 17.682 orang, merupakan
ketiga terbanyak setelah India dan Brazil.

16
Kejadian penyakit kusta menunjukkan adanya perbedaan distribusi dapat dilihat karena
faktor geografi. Penyebab adanya variasi geografi tersebut belum begitu jelas kecuali kemungkinan
menyangkut beberapa faktor diantaranya adalah kesempatan paparan dan predisposisi genetik.
Namun, jika diamati dala satu negara atau wilayah yang sama kondisi lingkungannya
ternyata perbedaan distribusi dapat terjadi karena faktor etnik, seperti etnik Madura dan Bugis lebih
banyak menderita kusta dibandingkan etnik Jawa atau Melayu. Faktor sosial ekonomi juga berperan
penting dalam kejadian kusta. Negara dengan sosial ekonomi meningkat, kejadian kusta sangat
cepat menurun bahkan hilang.8
Prevalensi penyakit kusta di Wilayah Puskesmas Karatung menunjukkan penurunan
dari tahun 2012 sampai tahun 2016, bahkan tidak ditemukan lagi. (gambar 19). Penyakit kusta
dapat terjadi pada semua umur. Saat timbulnya penyakit sangat sulit diketahui, sehingga kejadian
penyakit sering terkait pada umur saat diketemukan. Pada penyakit kronik seperti kusta, data
prevalensi dan data umur pada saat penyakit diketemukan mungkin tidak menggambarkan risiko
spesifik umur. Hal ini dapat terjadi bila penderita terlambat untuk ditemukan/didagnosis, baik
karena faktor penderita sendiri maupun faktor keaktifan petugas dalam menemukan. Secara umum,
keterlambatan diagnosis dapat diketahui dari banyaknya penderita cacat tingkat 2 saat ditemukan.

Gambar 19. Prevalence dan Kusta


Penyakit kusta sebenarnya memiliki banyak jenis klasifikasi. Tahun 1982, WHO
membagi kusta atas dua tipe yaitu tipe Pausibasiler (PB) dan tipe Multibasiler (MB) yang
didasarkan pada gambaran klinis dan hasil pemeriksaan BTA melalui skin smear.8 Pada tipe PB
bercak kusta berjumlah 1 s/d 5, penebalan saraf tepi yang disertai gangguan fungsi hanya pada satu
saraf, serta hasil sediaan apusan BTA negatif. Pada tipe MB bercak kusta berjumlah lebih dari 5,
penebalan saraf tepi yang disertai gangguan fungsi terjadi pada lebih dari satu saraf, serta hasil
sediaanapusan BTA positif. Tipe MB biasanya berkaitan dengan kecacatan dan juga membutuhkan
waktu pengobatan dan jumlah obat yang lebih banyak dibanding tipe PB. Oleh karena sediaan
apusan mengandung BTA positif, penderita tipe MB juga merupakan sumber penyebaran infeksi.
Dengan tingginya proporsi MB, maka hampir semua wilayah dengan kasus kusta memiliki potensi
penularan. (Gambar 20). Memperlihatkan lima tahun terakhir tidak terdapat penderita kusta.

17
Gambar 20. Jumlah Tipe MB

Gambar 21. Jumlah Tipe PB

18
j. HIV/AIDS
Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) disebabkan oleh human
immunodeficiency virus (HIV) yang menyebabkan melemahnya sistem kekebalan tubuh seseorang,
membuatnya lebih rentan terhadap berbagai penyakit, sulit sembuh dari berbagai penyakit infeksi
oportunistik dan bisa menyebabkan kematian. Hubungan heteroseksual, penggunaan jarum suntik
bersama pada pengguna narkoba suntik (Penasun), penularan dari ibu ke bayi selama periode
kehamilan, kelahiran dan menyusui, transfusi darah yang tidak aman dan praktek tattoo merupakan
cara penularan HIV pada umumnya. Pada akhir tahun 2013 di desa karatung ditemukan penyakit
HIV sebanyak satu orang dan tahun 2014 dua orang. Pada tahun 2015 terdapat dua orang yang
masih menderita HIV/AIDS dengan orang yang sama di tahun 2014. Dan Tahun 2016 , tidak
ditemukan penderita HIV/ AIDS di wilayah kerja Puskesmas Karatung.

Gambar 22. Penderita HIV/ AIDS

19
BAB IV
SITUASI UPAYA KESEHATAN

Bab ini mengupas berbagai hal terkait kegiatan pelayanan kesehatan dalam rangka
menurunkan angka kematian dan angka kesakitan penyakit serta perbaikan status gizi masyarakat.
Program–program kesehatan yang dilaksanakan di tahun 2016 sebagian besar merupakan
kelanjutan kebijakan yang sudah dilaksanakan di tahun – tahun sebelumnya. Tolok ukur hasil
kegiatan adalah berupa indikator output dan indikator proses.
Dari segi pendekatan sistem, besarnya outcome (hasil akhir) berupa angka kesakitan dan
kematian berkaitan dengan hasil output dan proses yang telah dilaksanakan. Indikator output(hasil
antara) antara lain indikator-indikator keadaan lingkungan, indikator-indikator perilaku hidup
masyarakat, serta indikator akses dan mutu pelayanan kesehatan. Indikator proses antara lain
indikator-indikator pelayanan kesehatan seperti cakupan pelayanan ANC, cakupan penimbangan
balita, cakupan imunisasi, cakupan pemberian Fe bumil, dan lain-lain. Besarnya indikator yang
harus dicapai mengacu kepada kesepakatan global yang tertuang dalam target SDGs 2020. Setiap
tahun diharapkan terjadi peningkatan nilai indikator-indikator sesuai tahapan yang direncanakan.

A. Pelayanan Kesehatan Dasar


Upaya pelayanan kesehatan dasar merupakan pelayanan kesehatan yang harus dilakukan
oleh setiap fasilitas kesehatan yang tersedia sebagai urusan wajib penyelenggaraan pelayanan
kesehatan. Pemberian pelayanan kesehatan dasar diharapkan perlu dilakukan secara cepat dan tepat
serta profesional agar mampu mengatasi berbagai permasalahan kesehatan yang semakin kompleks
dan cepat perkembangannya.
a. Pelayanan Neonatal
Masa bayi dan anak merupakan bagian fase kehidupan manusia yang perlu mendapat
perhatian khusus. Kesehatan bayi berkaitan dengan masa pertumbuhannya di dalam kandungan,
saat dilahirkan dan beberapa hari setelahnya. Kondisi-kondisi yang mengganggu di masa-masa
tersebut dapat berakibat gangguan kesehatan serta gangguan pertumbuhan/perkembangan di masa
bayi/anak. Setelah janin dilahirkan dan terpisah dari ibu, perawatan neonatal merupakan upaya
yang penting. Data dari petugas KIA menunjukkan bahwa kunjungan neonatal pertama kali (KN1)
dan kunjungan neonatal ketiga (KN3) oleh petugas kesehatan telah dilaksanakan dengan cukup baik
karena KN1 dan KN3 telah mencapai 42% . Angka ini turun dibandingkan dari tahun 2016. Hal ini
dikarenakan sedikitnya neonatus yang ada di wilayah kerja Puskesmas Karatung. Sebagian besar
berada di luar wilayah saat masih neonatus.

20
b. Status Imunisasi
Pada perkembangan usia 0-1 tahun, upaya yang penting dilakukan adalah memberi
imunitas tambahan untuk mencegah penyakit-penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi (PD3I)
seperti penyakit Tuberkulosis, Polio, Hepatitis, Difteri, Pertusis, Tetanus, dan Campak.
Program imunisasi untuk bayi adalah satu kali imunisasi BCG, tiga kali imunisasi
DPT-HB, empat kali imunisasi polio, dan satu kali imunisasi campak. Imunisasi BCG diberikan
pada bayi umur kurang dari tiga bulan; imunisasi HB-0 pada bayi baru lahir, dan tiga dosis
berikutnya diberikan dengan jarak paling cepat empat minggu; imunisasi DPT-HB-HiB pada bayi
umur dua, tiga, empat bulan dengan interval minimal empat minggu; dan imunisasi campak paling
dini umur sembilan bulan. Cakupan Puskesmas Karatung sebesar 100 persen.
Desa UCI (Universal Child Immunization) adalah desa/kelurahan yang minimal 80%
bayi telah mendapat imunisasi dasar lengkap (satu kali BCG, tiga kali DPT-HB-HiB, empat kali
Polio, dan satu kali Campak). Untuk mencapai desa UCI 100% maka ditetapkan target 100% pada
tahun 2014 melalui upaya percepatan yang disebut GAIN UCI (Gerakan Akselerasi Imunisasi
Nasional untuk mencapai UCI) 2010-2014. Ditargetkan pada tahun 2011 desa/kelurahan UCI
sebesar 85% dan persentase bayi usia 0-11 bulan yang mendapatkan imunisasi dasar lengkap 85%.
Adapun Cakupan Capaian UCI tahun 2012 80%, tahun 2013 sampai tahun 2014 mencapai 100 %.
Sedangkan pada tahun 2015 capaian UCI sebesar 94 %. Pada tahun 2016 tercapai UCI 100%.

Gambar 23. Cakupan UCI


Tabel 2. Capaian Imunisasi Polio tahun 2016

No Sasaran Polio 1 (%) Polio 2 (%) Polio 3 (%) Polio 4 (%)


1 Karatung 100 100 100 100
2 Karatung Tengah 100 100 100 100
3 Karatung Selatan 100 100 100 100
4 Puskesmas 100 100 100 100

c. Status Gizi
Status gizi balita menggambarkan tentang tingkat kesejahteraan masyarakat.
Demikian juga ting-ginya status gizi buruk akan berdampak pada generasi yang kurang cerdas dan

21
berkualitas atau disebut Loss Generation dimasa yang akan datang. Bayi dan anak sebaiknya
memiliki status gizi yang baik agar pertumbuhan dan perkembangannya dapat berjalan optimal.
Status gizi bayi/balita diukur berdasarkan umur, berat badan (BB) dan tinggi badan (TB). Berat
badan anak ditimbang menggunakan dacin atau timbangan, panjang badan diukur menggunakan
infantometer, dan tinggi badan diukur menggunakan microtoise. Dalam mengukur status gizi anak
ada empat indikator an-tropometri yang dipakai, yaitu berat badan menurut umur (BB/U), tinggi
badan menurut umur (TB/U), berat badan menurut tinggi badan (BB/TB), dan indeks massa tubuh
menurut umur (IMT/U).
Pemantauan pertumbuhan dan perkembangan anak umumnya dilakukan di posyandu.
Berdasarkan baku WHO Antropometri 2005, anak dengan berat badan dibawah garis merah (BGM)
biasanya dinilai memiliki status berat badan kurang sesuai dengan indikator BB/U, dengan nilai
Zscore <= -2SD s/d -3SD, dan berat badan sangat kurang dengan nilai Zscore < -3SD. Penilaian
status gizi indikator BB/U menggambarkan masalah gizi yang terjadi saat ini dan bersifat umum,
tidak dapat membedakan apakah masalah gizi yang terjadi bersifat kronis atau akut. Sejak tahun
2010 di wilayah kerja Puskesmas Karatung tidak ditemukan bayi berat badan lahir rendah (BBLR).
Persentase status gizi anak berdasarkan BB/U di wilayah kerja Puskesmas Karatung dapat dilihat
pada Gambar 24.
Grafik Persentase Status Gizi Anak berdasarkan BB/U

Gambar 24. Grafik Persentase Status Gizi Anak berdasarkan BB/U

22
Indikator penentu status gizi anak selanjutnya adalah tinggi badan menurut umur
(TB/U), untuk menentukan apakah anak stunting (pendek) atau memiliki tinggi badan normal,
dengan nilai Zscore <= -2SD s/d -3SD menandakan anak pendek, dan anak sangat pendek dengan
nilai Zscore < -3SD. Persentase status gizi anak berdasarkan TB/U di wilayah kerja Puskesmas
Karatung dapat dilihat pada Gambar 25.

Grafik Persentase Status Gizi Anak berdasarkan TB/U

Gambar 25. Grafik Persentase Status Gizi Anak berdasarkan TB/U

Indikator penentu status gizi anak selanjutnya adalah berat badan menurut tinggi badan
(BB/TB), dengan nilai Zscore >= 3SD anak sangat gemuk, > -2SD s/d 2SD menandakan
penampakan anak normal, <= -2SD s/d -3SD menandakan anak kurus, dan anak sangat kurus
dengan nilai Zscore < -3SD. Persentase status gizi anak berdasarkan BB/TB di wilayah kerja
Puskesmas Karatung dapat dilihat pada Gambar 26.

Grafik Persentase Status Gizi Anak Berdasarkan BB/TB

23
Gambar 26. Grafik Persentase Status Gizi Anak berdasarkan BB/TB

Indikator penentu status gizi anak selanjutnya adalah berat badan menurut tinggi badan
(IMT/U), dengan nilai Zscore >= 3SD anak sangat gemuk, Zscore 2SD menandakan penampakan
anak risiko gemuk, > -2SD s/d 1SD menandakan penampakan anak normal, <= -2SD s/d -3SD
menanndakan anak kurus, dan anak sangat kurus dengan nilai Zscore < -3SD. Persentase status gizi
anak berdasarkan IMT/U di wilayah kerja Puskesmas Karatung dapat dilihat pada gambar 27.

24
Grafik Persentase Status Gizi Anak Berdasarkan BB/TB

Gambar 27. Grafik Persentase Status GiziAnak Berdasarkan BB/TB

B. Kesehatan Ibu
a. Pelayanan Antenatal
Pelayanan antenatal adalah pelayanan kesehatan yang dilaksanakan oleh tenaga
kesehatan kepada ibu selama masa kehamilannya sesuai standar pelayanan antenatal yang
ditetapkan. Indikator pelayanan antenatal meliputi K1 (kunjungan ibu pertama kali ibu hamil) dan
K4 (kunjungan ibu hamil empat kali). Istilah kunjungan ibu hamil tidak mengandung arti bahwa ibu
hamil yang berkunjung ke fasilitas kesehatan, tetapi setiap kontak tenaga kesehatan/mendapat akses
(di Posyandu, Pondok Bersalin Desa, kunjungan rumah) dengan ibu hamil untuk memberikan
pelayanan antenatal sesuai standar. Indikator K4 adalah akses/kontak ibu hamil dengan tenaga
kesehatan dengan syarat minimal satu kali kontak pada triwulan I (usia kehamilan 0-3 bulan),
minimal satu kali kontak pada triwulan II (usia kehamilan 4-6 bulan) dan minimal dua kali kontak
pada triwulan III (usia kehamilan 7-9 bulan).

25
Gambar 28. Cakupan K1, K4, Fe1 dan Fe3
Sasaran ibu hamil di wilayah kerja Puskesmas Karatung sebesar 27 orang. Sasaran
tersebut berasal dan ditetapkan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten. Selama tahun 2016, ibu hamil
yang ada di wilayah kerja Puskesmas Karatung sebanyak 16 orang dan semua mendapat
kunjungan K1. Kunjungan K1 sebesar 59% dan K4 sebesar 56% tidak menggambarkan keadaan
real di lapangan. Kunjungan K1 merupakan kontak pertama kali ibu hamil dengan tenaga
kesehatan. Tiga desa mengalami cakupan K4. Komponen pelayanan antennal terdiri dari :
pengukuran berat badan dan tinggi badan, pemeriksaan tekanan darah, tinggi fundus, pemberian
tablet Fe, imunisasi TT serta pemeriksaan darah. Pada program pelayanan antenatal dikenal dengan
istilah “10 T”.

Gambar 29. Grafik Persentase Persalinan ditolong Tenaga Kesehatan

26
Pemeriksaan tekanan darah berguna untuk mendeteksi adanya hipertensi dalam
kehamilan yang dikenal sebagai Pre-eklamsia/Eklamsia. Pemeriksaan tinggi fundus bertujuan untuk
memperkirakan berat janin/memantau pertumbuhan janin. Pemberian tablet Fe selama hamil
bermanfaat bagi ibu karena kebutuhan akan darah yang meningkat selama hamil. Imunisasi TT
penting bagi ibu dan janin saat kelahiran unuk mencegah risiko terkena penyakit Tetanus.
Pemeriksaan darah merupakan pemeriksaan tambahan yang juga penting karena dapat mendeteksi
adanya anemia yang dapat berakibat pada janin maupun ibu.
Berdasarkan riwayat kehamilan saat ini serta pelayanan 10T pada semua ibu hamil
yang kontak dengan nakes, maka dapat diketahui risiko tinggi kehamilan dan komplikasi yang
terjadi. Resiko tinggi (resti) kehamilan yang dimiliki seorang ibu hamil meningkatkan
ancaman/bahaya yang dapat terjadi pada saat hamil, bersalin, ataupun nifas, baik bagi ibu hamil
sendiri maupun janin yang dikandungnya.
Jenis Resiko pada ibu hamil di wilayah kerja Puskesmas Karatung, meliputi : Riwayat
persalinan terdahulu dengan bayi besar dan lahir mati, Umur saat kehamilan <20 tahun dan atau >35
tahun, Ibu hamil dengan riwayat penyakit asma, KEK, Ibu hamil dengan riwayat SC pada persalinan
sebelumnya dan tinggi badan <145 cm.
Ibu hamil dapat mengalami komplikasi saat hamil, bersalin, maupun nifas.
Komplikasi yang dapat terjadi saat hamil antara lain: abortus, keracunan kehamilan (hiperemesis
gravidarum), pre-eklamsia/eklamsia, dan perdarahan antepartum. Komplikasi saat bersalin antara
lain: partus macet dan partus lama. Komplikasi saat nifas antara lain: perdarahan postpartum dan
infeksi postpartum.

b. Pelayanan Masa Nifas

Pelayanan nifas bagi ibu postpartum dilakukan dalam satu paket dengan pelayanan
neonatal/kunjungan neonatal. Kunjungan neonatal (KN1 dan KN3) sudah baik. Cakupan KN dan
KF sebsar 42 %

C. Pemanfaatan Fasilitas Kesehatan

Fasilitas kesehatan yang umum digunakan oleh masyarakat adalah Puskesmas.


Puskesmas melayani kesehatan dasar tingkat pertama, baik rawat jalan maupun rawat inap.
Pelayanan kesehatan lainnya meliputi pemeriksaan kesehatan ibu dan anak (KIA), KB, gizi,
imunisasi, P2PL, Kesehatan Lingkungan, UKS dan Pengobatan. Sarana Kesehatan rujukan
dikecamatan Nanusa terdapat dua ( 2 ) buah yaitu RSU Bergerak Gemeh dan RSU Mala. Jumlah
kunjungan pasien rawat jalan pada Puskesmas Karatung di tahun 2016 sebanyak 2.488 kunjungan.
Dari semua kunjungan dapat dirincikan sebagai berikut : kunjungan pasien yang merupakan
pengguna BPJS PBI sebanyak 1.149 kunjungan (46,18%), kunjungan pasien yang merupakan
pengguna BPJS non PBI sebanyak 684 kunjungan (27,4%) dan kunjungan pasien yang bukan
pengguna BPJS yang harus membayar retribusi sebanyak 655 kunjungan ( 26,32%).

27
Gambar 30. Diagram Jumlah Kunjungan Rawat Jalan Tahun 2016

D. Jaminan Kesehatan Nasional


Akses masyarakat untuk mendapatkan pelayanan kesehatan di fasilitas-fasilitas kesehatan
(Puskesmas) ditentukan oleh kemampuan ekonomi masyarakat setempat. Pemerintah berperan
penting dalam membantu masyarakat miskin untuk mendapatkan akses kesehatan, baik tingkat
pertama maupun rujukan. Bantuan pemerintah pusat untuk masyarakat miskin digulirkan dalam
bentuk Kartu Indonesia Sehat PBI yang didanai dari APBN dan APBD. Khusus golongan PNS
mendapat jaminan kesehatan melalui premi yang dibayarkan setiap bulan yaitu Non PBI. Berikut ini
Jumlah Peserta BPJS yang terdaftar di wilayah kerja Puskesmas Karatung per Desember 2016. Lihat
Gambar 31.

Gambar 31. Grafik Jumlah Peserta BPJS di wilayah kerja Puskesmas Karatung

28
E. PERBAIKAN GIZI MASYARAKAT
a. Pemberian Kapsul Vitamin A
Kapsul vitamin A diberikan setahun dua kali pada bulan Februari dan Agustus, sejak
anak berusia enam bulan. Kapsul biru (dosis 100.000 IU) diberikan untuk bayi usia 6-11 bulan dan
kapsul merah (dosis 200.000 IU) untuk anak usia 12-59 bulan. Cakupan pemberian vitamin A di
Puskesmas Karatung sudah sangat baik. Lihat Gambar 32.

Cakupan Pemberian Vitamin A


di Wilayah Kerja Puskesmas Karatung Tahun 2016

Gambar 32. Cakupan Pemberian Vitamin A di Wilayah Kerja Puskesmas Karatung Tahun 2016
b. ASI Eksklusif
ASI eksklusif adalah pemberian ASI (Air Susu Ibu) saja kepada bayi dari usia 0 sampai
dengan 6 bulan tanpa memberikan makanan atau minuman apapun seperti air putih, air tajin, air teh,
kopi, susu formula, madu, sari kurma, dan lain-lain. ASI memiliki kandungan yang tidak dapat
digantikan oleh formula apapun, contohnya seperti kolostrum, yaitu ASI yang pertama kali keluar
berwarna kekuningan dan bermanfaat untuk kekebalan tubuh bayi. Cakupan ASI eksklusif di
wilayah kerja Puskesmas Karatung sebesar 21.4% belum memenuhi target indikator pembinaan gizi
masyarakat tahun 2015-2019 yaitu pada tahun 2016 sebesar 42%.

29
Cakupan Asi Eksklusif Di Wilayah Kerja Puskesmas Karatung
Tahun 2016

Gambar 33. Cakupan ASI Eksklusif di Wilayah Kerja Puskesmas Karatung Tahun 2016

c. Penggunaan Garam Beryodium


Fortifikasi yodium didalam garam berguna perkembangan kemampuan anak dan
tingkat kecerdasan anak. Garam beryodium disarankan digunakan setiap memasak makanan
keluarga. Pemeriksaan garam beryodium hanya dilakukan pada bulan Agustus yang seharusnya
dilakukan juga pada bulan Februari, hal ini disebabkan karena pada bulan Februari belum ada
larutan iodida yang tersedia. Cakupan penggunaan garam beryodium di wilayah kerja Puskesmas
Karatung sudah baik yaitu sebesar 98.6%. Lihat pada gambar 34.

30
Cakupan Penggunaan Garam Beryodium
di Wilayah Kerja Puskesmas Karatung Tahun 2016

Gambar 34. Cakupan Penggunaan Garam Beryodium


Di Wilayah Kerja Puskesmas Karatung Tahun 2016
d. Pemberian Tablet Fe
Ibu dalam masa kehamilan merupakan ke.lompok rentan terhadap kekurangan
hemoglobin yang diperlukan untuk pembentukan sel darah merah. Dalam kehamilan terjadi
peningkatan kebutuhan akan sel darah merah untuk pertumbuhan janin. Bila intake zat-zat
mikronutrien yang dibutuhkan untuk pembentukan sel darah merah seperti zat besi (Fe), asam folat
dan vitamin B12 tidak seimbang dengan kebutuhan fisiologis, maka dapat timbul anemia. Anemia
pada ibu hamil dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan janin sehingga dapat menyebabkan
BBLR; dan bagi ibu bila terjadi perdarahan saat persalinan maka kondisinya dapat menjadi lebih
berat.

Gambar 35. Cakupan K1, K4, Fe1 dan Fe3


Tablet Fe pada ibu hamil dapat diberikan saat kunjungan ANC pertama kali (K1),
disebut pemberian Fe1. Jumlah yang diberikan saat kunjungan adalah 30 tablet, sehingga pada

31
pemberian Fe yang ke-3 (Fe3) total menerima 90 tablet. Gambar 30. memperlihatkan bahwa
dengan kunjungan K1 tinggi memiliki cakupan pemberian tablet Fe1 yang lebih tinggi. Itu artinya
sebagian besar ibu hamil saat kontak pertama kali dengan tenaga kesehatan tidak memperoleh
pemberian tablet Fe.

F. Kesehatan Lingkungan
a. Pengawasan TTU (Tempat-tempat Umum)
Berdasarkan tabel dapat dilihat bahwa tempat-tempat umum yang didata oleh petugas
kesling pada tahun 2016 ada sebanyak 12 tempat. TTU yang didata meliputi sarana pendidikan baik
TK, SD, SLTP, SMA, Gereja, dan BPM (Balai pertemuan masyarakat). Adapun tempat-tempat
umum yang memenuhi syarat kesehatan ada sebanyak 1 TTU (14,2). Cakupan ini tentu sangat
rendah, bahkan tidak mencapai 50% TTU yang memenuhi syarat kesehatan.
Tabel 3. Data Pengawasan Tempat-tempat Umum (TTU) di
Wilayah Kerja Puskesmas Karatung Tahun 2016

TTU yang TTU yang Memenuhi Persentase


No. Desa
didata diperiksa Syarat (%)
1. Karatung 4 4 0 0
2. Karatung
3 3 1 14,2
Tengah
3. Karatung
0 0 0 0
Selatan
Jumlah 7 7 1 14,2
Sumber : Laporan Program Kesehatan Lingkungan Tahun 2016

Pada sekolah, hal ini disebabkan kurangnya bahkan tidak adanya pemeliharaan dari
pihak sekolah terhadap sarana kesehatan lingkungan yang ada seperti toilet sekolah. Selain itu ada
beberapa sarana kesehatan lingkungan yang tidak ada di sekolah seperti wastafel dengan air
mengalir dan tempat sampah. Kurangnya pengawasan terhadap sanitasi lingkungan, bahkan di
sekolah SMP tidak adanya tenaga cleaning service. Jadi pembersihan sarana sanitasi dan lingkungan
hanya di lakukan oleh siswa pada waktu luang.
Hal ini perlu di tingkatkan sanitasi lingkungan di setiap sekolah. Di TK Kristen juga
tidak ada ketersediaan sarana sanitasi seperti tempat sampah yang kedap air, tidak ada wastafel
dengan air yang mengalir dan juga toilet yang tidak berfungsi, juga terdapat genangan air di bak
toilet yang sudah tidak layak untuk di gunakan. Sedangkan di SD Impres tidak memiliki tempat
sampah, sampah langsung di buang ke kebun. Dan di SMA ketersedian sarana sanitasi sudah
lumayan baik tapi masih ada yang tidak berfungsi, seperti toilet pria dan juga tidak adanya wastafel
dengan air yang mengalir, sedangkan untuk bangunan sekolah dan kebersihan lingkungan semuanya
sudah baik.
Pada sekolah SD Kristen di katakan memenuhi syarat TTU karena adanya ketersedian
sarana sanitasi seperti, toilet yang berfungsi dengan baik, adanya SPAL, tempat sampah, juga
kebersihan lingkungan yang baik. Selain itu juga bangunan sekolah yang sudah baik, bersih dan
juga adanya pencahayaan yang cukup. Sarana tempat ibadah (gereja) yang tidak memenuhi syarat
lebih banyak disebabkan karena tidak adanya SPAL dan Tempat sampah. Hal ini sangat berpengaruh

32
terhadap kesehatan lingkungan. Selain itu gedung gereja yang baik, dan setiap seminggu sekali di
adakan gotong royong di gereja.
Sarana umum lainnya adalah BPM ( Balai pertemuan masyarakat ) Salah satu tempat
perkumpulan masyarakat ini tergolong tempat yang sering di gunakan masyarakat di setiap ada
pertemuan masyarakat, di sini juga sering diadakan berbagai acara masyarakat, tetapi disamping itu
gedung BPM tidak memiliki toilet, sumur serta tempat sampah, biasanya setiap ada acara sampah
dikumpulkan di karung kemudian di buang ke kebun. Hal ini perlu di tingkatkan sanitasi lingkungan
dengan melakukan edukasi kepada masyarakat.

33
b. Pengawasan TPM ( Tempat Pengolahan Makanan)
TPM yang diamati meliputi kantin pengolahan mie, bubur, dan depot air minum (DAM).
TPM yang memenuhi syarat hanya 1 tempat (20%). Bila dibandingkan dengan TTU, capaian
sanitasi TPM jauh lebih rendah dan tentunya capaian ini masih sangat jauh dari target nasional. Hal
tersebut disebabkan karena fasilitas kesling di TPM, seperti wastafel, tempat sampah terbuka,
sehingga banyak vector seperti lalat yang hinggap di sampah dan WC tidak tersedia serta tempat
pencucian peralatan makan dan masak tidak dengan air yang mengalir. Sedangkan untuk DAM
sedang dilakukan proses pemeriksaan air di labolatorium dan belum ada sertifikat LAIK sanitasi.
Tabel 4. Data Pengawasan Tempat Pengelolaan Makanan (TPM)
Menurut Status Higiene Sanitasi di
Wilayah Kerja Puskesmas Karatung Tahun 2016

TPM yang TPM yang Memenuhi Persentase


No. Desa
didata diperiksa Syarat (%)
1. Karatung 3 3 0 0
2. Karatung
1 1 1 20
Tengah
3. Karatung
1 1 0 0
Selatan
Jumlah 5 5 1 20
Sumber : Laporan Program Kesehatan Lingkungan Tahun 2016
c. Tempat Pembuangan Limbah Rumah Tangga
Sarana/tempat pembuangan limbah rumah tangga masyarakat di desa Karatung
Kecamatan Nanusa dapat dilihat dalam Gambar 36.
Diagram Persentase Tempat Pembuangan Limbah Rumah Tangga Masyarakat di Wilayah
Kerja Puskesmas Karatung pada Tahun 2016

Sumber : Survey Kesehatan Lingkungan 2016


Gambar 36. Diagram Persentase Tempat Pembuangan Limbah Rumah Tangga Masyarakat di
Wilayah Kerja Puskesmas Karatung pada Tahun 2016

34
Berdasarkan hasil Survey Kesehatan Lingkungan tahun 2016, dari 296 SPAL yang ada
di desa Karatung, sebanyak 90% tempat pembuangan limbah rumah tangga responden
menggunakan penampungan SPAL dan sebanyak 5,4% tempat pembuangan limbah rumah tangga
responden tidak ada tempat penampungan dan langsung di buang ke pekarangan, Dan yang
membuang limbah di penampungan terbuka sebanyak 4,2%. Lingkungan yang tidak sehat akan
berpengaruh terhadap kesehatan masyarakat yang tinggal ditempat tersebut.
d. Surveillans Vektor
Diagram Surveillans Vektor di Wilayah Kerja Puskesmas Karatung
pada Tahun 2016

Sumber : Survey Kesehatan Lingkungan 2017


Gambar 37. Diagram Surveilans Vektor di Wilayah Kerja Puskesmas Karatung pada Tahun 2016

Pemeriksaan jentik dilakukan di tiga desa yang berada di Karatung dengan jumlah
seluruh rumah yang berpenghuni sebanyak 302 rumah. Dari hasil pemeriksaan, dari 290 buah
tempat penampungan air yang berada di dalam rumah responden, ditemukan 16 jentik (16%) dan
dari 296 buah penampungan yang berada di luar rumah responden (di genangan air sekeliling
SPAL), ditemukan 153 jentik (52%). Hal ini menunjukan bahwa Desa Karatung berisiko tinggi
terkena penyakit yang disebabkan oleh nyamuk. Kondisi lingkungan yang masih banyak terdapat
hutan mempertinggi risiko mewabahnya penyakit yang disebabkan oleh nyamuk.
Pada Tahun 2014 di desa Karatung sudah dilakukan pemeriksaan secara epidemiologi
serta fogging dan pemberian abate untuk mengatasi masalah tersebut. Pendidikan kesehatan dengan
penyuluhan juga gencar dilakukan untuk mengedukasi masyarakat mengenai malaria yang
disebabkan oleh nyamuk anopheles. Oleh karena itu, edukasi sangat dibutuhkan untuk mendeteksi
penyakit lebih dini guna menghindari terjadinya wabah yang lebih besar. Tidak hanya untuk malaria
saja, tetapi juga untuk semua jenis penyakit.
Penyakit lainnya dengan vektor pembawanya binatang adalah rabies. Di desa Karatung
banyak terdapat anjing liar. Pada 2016 terjadi 2 kasus gigitan anjing tetapi tidak terjadi rabies.
Upaya preventif yang dilakukan guna mencegah penularan rabies ialah dengan memberikan
pemahaman kepada masyarakat mengenai rabies dan bagaimana upaya pengobatan yang seharusnya

35
dilakukan. Untuk pemberian vaksin bagi anjing tidak memungkinkan karena anjing tersebut liar.
Oleh karena itu, edukasi sangat diperlukan guna menghindari terjadinya kasus rabies.
Hal lainnya yang harus menjadi perhatian adalah keberadaan ternak warga yang
berkeliaran di jalan. Kotoran dari ternak banyak tersebar di jalan utama maupun jalan desa. Selain
tidak sedap dipandang mata, kondisi ini jika dibiarkan terlalu lama juga dapat mengganggu
kesehatan masyarakat akibat lingkungan yang tidak bersih. Selain itu, zat metana yang keluar dari
kotoran binatang ternak, khususnya anjing juga berpengaruh terhadap estetika.

e. Survei Sumur Gali Terlindung


Diagram Hasil Survei Sumur Gali Terlindung di Wilayah Kerja Puskesmas Karatung
pada Tahun 2016

Gambar 38. Diagram Sumur Gali Terlindung di Wilayah Kerja Puskesmas Karatung pada Tahun
2016

Berdasarkan Hasil Survei Kesehatan Lingkungan Tahun 2016, dari 253 sarana sumur
gali di desa karatung hanya 100 sarana sumur gali yang di katakana terlindung atau jika di
persentasekan adalah 39,50 % yang terlindung, sedangkan yang tidak terlindung sebanyak 153
sarana sumur gali atau jika di persentasekan adalah 60,47 %,Capaian ini sangat rendah bahkan tidak
mencapai 50 % sumur yang terlindung, ini sangat beresiko karena sumur adalah tempat utama
sumber air bersih masyarakat desa karatung. data survey ini di ukur dari tiga variabel, yaitu
berdasarkan kontruksi bibir sumur minimal 60 cm dari permukaan lantai, memiliki lantai kedap air
dan memiliki tempat pembuangan air limbah atau SPAL.
Di Desa Karatung masih banyak sumur gali yang belum memiliki SPAL, hal ini sangat
beresik terhadap kesehatan masyarakat, karena resiko terhadap pencemaran sumur gali masyarakat
masih sangat tinggi, air dari luar sumur sangat mudah merembes atau masuk kembali kedalam
sumur, apalagi didesa karatung memiliki tanah pasir, oleh karena itu sangat rentan bakteri berbahaya
masuk ke dalam sumur, dan air sumur yang di gunakan untuk MCK atau untuk minum sangat
rentan tercemar sehingga beresiko terjadi penyakit gatal gatal, sakit perut dan lainnya.

36
Juga sumur yang berada tidak lebih dari 10 meter dari tempat pembuangan akhir tinja
(tangki septik), hal ini juga sangat tinggi kemungkinan tercemar bakteri e. coli, karena e. coli
mampu berkembang sampai minimal 10 meter, e. coli bisa menyebabkan diare jika terkonsumsi
oleh manusia. Oleh karena itu diperlukan edukasi terhadap masyarakat akan bahaya apabila sumur
gali sudah tercemar.
f. Depot Pengolahan Air Minum

Diagram Pengawasan Depot Pengolahan Air Minum di wilayah kerja Puskesmas Karatung
Tahun 2016

Gambar 39. Diagram Pengawasan Depot Pengolahan Air Minum di wilayah kerja Puskesmas
Karatung Tahun 2016

Berdasarkan survey dari puskesmas karatung tahun 2017 Di wilayah kerja puskesmas karatung
ada 1 ( satu ) depot air minum ( DAM ). Dari 1 ( satu ) Depot air minum ( DAM ) di wilayah kerja
puskesmas karatung telah memiliki sertifikat LAIK Sanitasi dan telah memenuhi standar kesehatan. Tim dari
Puskesmas Karatung tetap melakukan pengawasan terhadap Depot air minum ( DAM ) setiap tiga bulan atau
per triwulan dengan mengawasi dari proses pengambilan air dari sumber air yang akan di olah sampai
dengan proses penyajian dan distribusi.

37
BAB V
SITUASI SUMBER DAYA KESEHATAN

Pembangunan di bidang apapun, tentunya sangat membutuhkan sumber daya untuk


menggerakkan dan menggiatkan program kerja yang telah ditetapkan. Pembangunan Bidang
kesehatan juga, sangat ditentukan oleh kesiapan sumber daya kesehatan yang memadai dalam
jumlah maupun kualitasnya.
Di Puskesmas Karatung dari tahun ke tahun hingga tahun 2016, terus membenahi diri
melalui pemenuhan kebutuhan-kebutuhan sumber daya kesehatan yang cukup dan berkualitas demi
terwujudnya derajat kesehatan yang setinggi-tingginya. Sumber daya kesehatan tersebut adalah
Sarana kesehatan, Tenaga Kesehatan dan biaya kesehatan.
A. Tenaga Medis
Sumber daya Manusia (SDM) bidang kesehatan atau Tenaga Kesehatan adalah merupakan
faktor penentu utama dalam pembangunan kesehatan. Memiliki tenaga kesehatan yang berkualitas
dalam jumlah yang cukup akan berdampak strategis pada peningkatan hasil capaian program-
program yang dilaksanakan.
Untuk memenuhi tingkat kecukupan tenaga medis/paramedis, Departemen Kesehatan
menempatkan tenaga PNS, PTT dan Penugasan khusus berbasis Tim Nusantara Sehat Batch 2.
PNS 8 orang meliputi 4 perawat, 1 bidan dan 3 non paramedis. PTT 1 orang dokter yang berakhir
per 31 April 2016. Tim Nusantara Sehat sebanyak 5 orang meliputi 1 tenaga bidan, 1 tenaga gizi, 1
sanitarian, 1 tenaga promosi kesehatan dan 1 tenaga Analis Teknik Laboratorium Medik. Berikut
Grafik Jumlah Tenaga Kesehatan dapat dilihat pada Gambar 36.
Grafik Jumlah Tenaga Kesehatan

Gambar 36. Grafik Jumlah Tenaga Kesehatan

38
B. Sarana Dan Prasarana
Sarana kesehatan merupakan tempat pelayanan yang digunakan oleh stakeholder kesehatan
untuk melakukan berbagai aktivitas dan pelayanan kesehatan bagi masyarakat. Pada tahun 2016 di
wilayah kerja Puskesmas Karatung terdapat beberapa sarana dasar pelayanan kesehatan meliputi:
- Puskesmas Rawat Inap Inap 1 unit
- Rumah Dinas Dokter 2 unit
- Rumah Dinas Paramedis 2 unit
Untuk Kesehatan rujukan dikecamatan Nanusa terdapat dua ( 2 ) buah yaitu RSU Bergerak
Gemeh dan RSUD Mala. Selain sarana fasilitas kesehatan yang disediakan oleh pemerintah, ada
sarana yang diberdayakan oleh masyarakat untuk mendekatkan akses pelayanan kesehatan, yaitu
posyandu. Posyandu sudah lama dilaksanakan dan diharapkan semakin lama peran serta
masyarakat semakin meningkat.
Posyandu merupakan salah satu bentuk Upaya Kesehatan Bersumber Daya Masyarakat
(UKBM) yang dikelola dan diselenggarakan dari, oleh, untuk dan bersama masyarakat dalam
penyelenggaraan pembangunan kesehatan, guna memberdayakan masyarakat dan memberikan
kemudahan kepada masyarakat dalam memperoleh pelayanan kesehatan dasar untuk mempercepat
penurunan angka kematian ibu dan bayi.
Pengintegrasian layanan sosial dasar di Posyandu adalah suatu upaya mensinergikan
berbagai layanan yang dibutuhkan masyarakat meliputi perbaikan kesehatan dan gizi, pendidikan
dan perkembangan anak, peningkatan ekonomi keluarga, ketahanan pangan keluarga dan
kesejahteraan sosial.
Pelayanan kesehatan dasar di Posyandu adalah pelayanan kesehatan yang mencakup
sekurang-kurangnya 5 (lima) kegiatan, yakni Kesehatan Ibu dan Anak (KIA), Keluarga Berencana
(KB), imunisasi, gizi, dan penanggulangan diare. (Pedoman Umum Pengeolaan Posyandu, 2011)
Wilayah kerja Puskesmas Karatung memiliki 3 posyandu, yaitu Posyandu Karatung
Kategori Posyandu Purnama, Posyandu Karatung Tengah Kategori Posyandu Madya, dan
Posyandu Karatung Selatan Kategori Posyandu Purnama.

C. Pembiayaan Kesehatan
Pembiayaan kesehatan sangat dibutukan dalam pelaksanaan berbagai program yang telah
direncanakan demi mencapai tujuan yang diinginkan. Pembiayaan kesehatan di Kabupaten kota
biasanya di alokasikan berdasarkan skala prioritas program kerja daerah.
Sepanjang Tahun 2016, Puskesmas Karatung dibiayai dari Bantuan Operasional Kesehatan
(BOK) yang merupakan APBD/ DAK, JKN dan Anggaran Rutin (APBD/ DAU). Berikut ini
Anggaran dan realisasi di Tahun 2016.

39
Tabel 5. Anggaran dan Realisasi Bantuan Operasional Kesehatan Tahun 2016
Puskesmas Karatung

No Kegiatan Anggaran Realisasi


1 Peningkatan Kesehatan Masyarakat Rp 133.265.000,00 Rp 76.842.000,00
2 Pengembangan Media Promosi dan Informasi Rp 21.565.000,00 Rp 4.885.000,00
Sadar Hidup Sehat
3 Pelayanan Kesehatan Lingkungan Rp 5.125.000,00 Rp 2.245.000,00
4 Pelayanan Pencegahan dan Penanggulangan Rp 45.045.000,00 Rp 7.845.000,00
Penyakit Menular
TOTAL Rp 205.000.000,00 Rp 91.817.000,00

Tabel 6. Anggaran dan Realisasi Jaminan Kesehatan Nasional Tahun 2016


Puskesmas Karatung

No Kegiatan Anggaran Realisasi


1 Penyediaan Biaya Operasional dan Rp 114.459.000,00 Rp 66.981.000,00
Pemeliharaan
TOTAL Rp 114.459.000,00 Rp 66.981.000,00

Tabel 7. Anggaran dan Realisasi Anggaran Rutin (APBD/DAU) Tahun 2016


Puskesmas Karatung

No Kegiatan Anggaran Realisasi


1 Administrasi Perkantoran Rp 88.260.000,00 Rp 86.260.000,00
TOTAL Rp 88.260.000,00 Rp 86.260.000,00

40
BAB VI
KESIMPULAN
A. SIMPULAN
Puskesmas selaku ujung tombak pelayanan kesehatan diharapkan dapat mewujudkan visi
dan misi untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Dari hasil Kinerja Puskesmas Karatung
yang tergambar dalam Profil, secara umum dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Beberapa Program Kesehatan masih belum mencapai target yang diharapkan.
2. K1, K4 dan persalinan oleh Nakes belum 100 %
Hal – hal tersebut disebabkan karena masalah yang dihadapi seperti :
1. Sasaran yang diberikan terlalu tinggi sehingga mempengaruhi capaian program (Ibu
hamil dan ibu bersalin sedikit).
2. Ketenagaan yang masih kurang terutama tenaga Dokter.
B. SARAN
1. Pemberian sasaran KIA dan Imunisasi perlu dikaji dan dievaluasi
2. Perlu penambahan petugas kesehatan ( Sumber Daya ) sesuai bidang ilmu.
3. Dalam meningkatkan Sumber Daya Manusia kiranya diadakan pelatihan-pelatihan bagi
petugas kesehatan DTPK.

41
DAFTAR PUSTAKA

1. Depkes RI, ( 2003 ), Indikator Indonesia Sehat 2010 dan Pedoman Penetapan Indikator
Provinsi dan Kabupaten / Kota Sehat, Jakarta
2. Kabupaten Kepulauan Talaud, ( 2011 ), Profil Dinas Kesehatan Kabupaten Kepulauan
Talaud, Melonguane
3. Kecamatan Nanusa ( 2016 ), Data Kantor Camat
4. Desa ( 2016 ), Data tiga desa
5. Puskesmas Karatung ( 2016), Data Tiap Program
6. Kemenkes RI, (2011) Pedoman Pengelolaan Posyandu. Jakarta
7. SDG’s 2030

42

Anda mungkin juga menyukai