Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dalam keadaan fisiologis normal, persalinan (persalinan normal) dapat berlangsung sediri
walau tanpa intervensi penolong. Ada 3 (tiga) factor “P” utama yang berpengaruh terhadap
kelancaran suatu persalinan. 3 (tiga) faktor “P” tersebut adalah Power, Passage, Passanger.
Power adalah kekuatan sang Ibu, Passage adalah keadaan jalan lahir dan Passanger adalah
keadaan janin. Disamping 3 faktor “P” masih ada faktor-faktor lain diantaranya Psikologi Ibu
(respon Ibu), penolong saat bersalin, dan juga posisi ibu saat persalinan. Jadi dalam hal ini
diperlukan adanya keseimbangan antara faktor “P” dengan faktor pendukung lainnya
sehingga persalinan normal diharapkan berlangsung dengan selamat. Jika faktor “P” tersebut
terjadi satu gangguan maka hal ini proses persalinan menjadi terganggu. Gangguan, kesulitan
atau kelambanan dalam persalinan ini disebut Distosia.

Distosia terjadi disebabkan karena adanya kelainan His (Power), hal ini menyebabkan
terhambatnya proses kelahiran sehingga proses persalinan menjadi terhambat atau terjadi
kemacetan. Distosia memberikan dampak atau pengaruh yang buruk bagi sang ibu maupun
janin. Pengenalan dini disertai penanganan yang tepat akan menentukan prognosis ibu
maupun janin.

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1 Bagaimanakah konsep Distosia karena kelainan His (Tenaga)?
1.2.2 Bagaimanakah konsep Distosia karena kelainan panggul ?
1.2.3 Bagaimanakah konsep Distosia karena kelainan letak dan bentuk janin ?
1.2.4 Bagaimana asuhan keperawtan Distosia ?

1.3 Tujuan Penulis


1.3.1 Mendeskripsikan konsep Distosia karena kelainan His (Tenaga)
1.3.2 Mendeskripsikan konsep Distosia karena kelainan panggul
1.3.3 Mendeskripsikan konsep Distosia karena kelainan letak dan bentuk janin
1.3.4 Mendiskripsikan Asuhan keperawatan pada pasien Distosia
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Dystocia

Persalinan yang normal (eutocia) ialah persalinan dengan presentasi belakang kepada
yang berlangsung spontan di dalam 24 jam, tanpa menimbulkan kerusakan yang berlebihan
pada ibu dan anak. Istila dystocia atau persalinan yang elit kita pergunakan kalau tidak ada
kemajuan dari persalinan.

Distosia adalah persalinan yang panjang, sulit atau abnormal yang timbul akibat
berbagai kondisi yang berhubungan dengan lima factor persalinan. (Bobak, 2004 : 784).

Distosia adalah persalinan yang sulit. Distosia adalah kesulitan dalam jalannya
persalinan. (Rustam Mukhtar, 1994).

Distosia adalah kelambatan atau kesulitan dalam jalannya persalinan (American


College of Obstretician and Gynaecologist)

Sebab-sebab dystocia dapat di bagi dalam 3 golongan besar:

1. Dystocia karena kekuata-kekuatan yang mendorong anak keluar kurang cepat.

a. Karena kelebihan his:inetia uteri atau kelemahan his merupakan sebab terpenting
dari dystocia.

b.karena kekuatan mengejam kurang kuat, misalnya karena cicatrix baru pada dinding
perut, hernia, diastase meskulus rektus abdominis atau karena sesak nafas.

2. Dystocia karena kelainan letak atau kelainan anak, misalnya letak lintang, letak dahi,
hydrocephalus atau monstrum.

3. Dystocia karena jalan lahir: tanggul sempit, tumor-tumor yang mempersempit jalan lahir.
2.2 Dystosia Karena Kelainan HIS (Kekuatan)

His yang tidak normal baik kekuatan atau sifatnya sehingga menghambat kelancaran
persalinan Faktor-faktor yang mempengaruhi antara lain kehamilan primi gravida tua atau
multi gravida, herediter, emosi dan kekuatan, kelainan uterus, kesalahan pemberian obat,
kesalahan pimpinan persalinan, kehamilan kembar dan post matur, dan letak lintang Kelainan
his dapat berupa inersia uteri hipotonik dan hipertonik.

 Inersia Uteri Hipotonik


Inersia uteri hipotonik adalah kelainan his dengan kekuatan yang lemah / tidak adekuat
untuk melakukan pembukaan serviks atau mendorong anak keluar. Disini kekuatan his lemah
dan frekuensinya jarang. Sering dijumpai pada penderita dengan keadaan umum kurang baik
seperti anemia, uterus yang terlalu teregang misalnya akibat hidramnion atau kehamilan
kembar atau makrosomia, grandemultipara atau primipara, serta pada penderita dengan
keadaan emosi kurang baik. Dapat terjadi pada kala pembukaan serviks (fase laten atau fase
aktif) maupun pada kala pengeluaran.Inersia uteri hipotonik terbagi dua,yaitu :
1) Inersia uteri primer, terjadi pada permulaan fase laten. Sejak awal telah terjadi his yang
tidak adekuat ( kelemahan his yang timbul sejak dari permulaan persalinan ), sehingga sering
sulit untuk memastikan apakah penderita telah memasuki keadaan inpartu atau belum.
2) Inersia uteri sekunder, terjadi pada fase aktif kala I atau kala II. Permulaan his baik,
kemudian pada keadaan selanjutnya terdapat gangguan / kelainan.
 Inersia Uteri Hipertonik (hypertonic uterin contraction)
Inersia uteri hipertonik adalah kelainan his dengan kekuatan cukup besar (kadang
sampai melebihi normal) namun tidak ada koordinasi kontraksi dari bagian atas, tengah dan
bawah uterus, sehingga tidak efisien untuk membuka serviks dan mendorong bayi keluar.
Disebut juga sebagai incoordinate uterine action. misalnya "tetania uteri" karena obat
uterotonika yang berlebihan. Pasien merasa kesakitan karena his yang kuat dan berlangsung
hampir terus-menerus. Pada janin dapat terjadi hipoksia janin karena gangguan sirkulasi
uteroplasenter. Faktor yang dapat menyebabkan kelainan ini antara lain adalah rangsangan
pada uterus, misalnya pemberian oksitosin yang berlebihan, ketuban pecah lama dengan
disertai infeksi, dan sebagainya.
Jadi secara ikhtisar perbedaan antara interia hypotonis dan hypertonis adalah sebagai berikut :

Hypotenis Hypertonis
Kejadian 4% dari persalinan 1% persalinan
Tingkat persalinan Fase aktip Fase latent
Nyeri Tidak nyeri Nyeri berlebihan
Fotal distres Lambat terjadi Cepat
Reaksi terhadap oxytocin Baik Tidak baik
Pengaruh sedativa Sedikit Besar

 Sebab-sebab :
Penggunaan analgesi terlalu cepat kesempitan panggul, letak defleksi, kelainan posisi,
regangan dinding rahim (hydramnion, gemelli) perasaan takut dari ibu.
 Penyulit :
1. Intertia uteri dapat menyebabkan kematian atau jejas kelahiran.
2. Kemungkinan infeksi bertambah, yang juga meninggikan kematian anak.
3. Kehabisan tenaga ibu dan dehidrasi : tanda-tandanya pals naik, suhu meninggi,
acetonuri, nafas cepat, meteorismus dan turgor berkurang.
Infus harus diberikan kalau fartus lebih lama dari 24 jam, untuk mencegah timbulnya
gejala-gejala diatas.
 Terapi
- Interia hyponis : kalau ketuban positif maka pengobatan ialah dengan pemecahan
ketuban terlebih dahulu dan kalau perlu kemudian diberi pitocin. Pada panggul sempit
absolut tentu terapinya SC. Sebelum pemberian pitocin drip, kandung kencing dan
rektum harus dikosongkan.
Pelvic score ditentukan karena pitocin kurang berhasil pada pelvic score yang rendah
sebaiknya ketuban dipecahkan dulu.
- Interia uteri hypertonis : pengobatan yang terbaik ialah morphin 10 mg atau pethidin
50 mg dengan maksud menimbulkan relaksasi dan istirahat dengan harapan bahwa
setelah pasien itu bangun kembali timbul his yang normal. Mengingat bahaya infeksi
intrapartum, kadang-kadang dicoba juga oxytocin tapi dalam larutan yang lebih lemah
tapi kalau his tidak menjadi baik dalam waktu yang tertentu lebih baik dilakukan SC.
 Partus Praeciptatus.

Kadang-kadang pada multipara dan jarang sekali pada primipara terjadi persalinan
yang terlalu cepat (partus praecipitatus) sebagai akibat his yang kuat dan tahanan yang
kurang dari jalan lahir.Yang dinamakan partus praecipitatus ialah persalinan yang lebih
pendek dari 3 jam.

Bahaya bagi anak meninggi karena oxygenasi kurang,sebagai akibat kontraksi rahim
yang terlalu kuat : mungkin juga bayi mengalami trauma karena lahir sebelum ada persiapan
yang cukup, misalnya jatuh ke lantai.

 Lingkaran Retraksi Dan Lingkaran Kontriksi

Kalau reaksi rahim berlebihan waktu persalinan misalnya karena rintangan jalan lahir
maka terjadilah lingkaran retraksi patologis, juga terkenal dengan nama lingkaran bandi.
Adanya lingkaran bandi merupakan gejala ancaman robekan rahim.

Jadi misalnya :

1. Kesempitan panggul.
2. Hydrocephalus.
3. Kelainan persentesi atau posisi : letak lintang atau letak dahi.
 Gejala ancaman robekan rahim ialah :
1. Lingkaran retraksi naik sampai sedikit dibawah pusat atau dahi tinggi.
2. His kuat sampai tetania uteri.
3. Ligamenta rofunda tegang juga diluar his hingga dapat diraba dari luar.
4. Nyeri spontan dan nyeri tekan diatas symphyse karena regangan SBR. Mula-mula
suatu his,kemudian juga diluar his.
5. Pasien gelisah dan nadi cepat.
6. Terdapat daerah dalam urine karena tekanan atau renggangan kandung kencing.
 Terapi
Lingkaran bandi merupakan indikasi untuk segera menyelesaikan persalinan menurut
kesadaran dengan SC, perforasi atau dekapitasi. Lingkaran kontriksi adalah kekejangan
melingkar dari sebagai otot rahim dan dapat terjadi pada skala I, II, dan III.

Pada letak kepala lingkaran ini menjepit anak antara kepala dan bahu. Lingkaran kontriksi
menghalangi turunnya anak jadi menyebabkan dystocia. Tempat lingkaran tidak berubah,
berlainan dengan lingkaran retraksi yang naik dengan majunya pesalinan. Lingkaran ini
tidak mengakibatkan ruptura uteri dan disebabkan karena kontraksi rahim yang tidak
terkoordinasi.

Pada umumnya hanya dapat diraba dengan pemeriksaan dalam walaupun ada kalanya
dapat diraba dari luar.

Perbedaan antara lain :

Lingkaran konstriksi Lingkaran retraksi patologis


- Merupakan kekejangan otot - Selalu terdapat pada batas antara
melingkar rahim pada suatu tempat. segmen bawah dan sekmen atas
- Tempat lingkaran lebih tebal dari rahim.
pada daerah di atas atau - Dinding rahim diatas linghkaran
dibawahnya. lebih tebal dari dinding rahim
- Dinding rahim dibawah lingkaran dibawah lingkaran.
tidak teregang. - Dinding rahim dibawah lingkaran
- Dapat terjadi dalam kala 1,2,3. sangat teregang.
- Tidak berubah tempat. - Selalu terjadi dalam kala 2.
- Jarang teraba dengan palpasi luar - Berangsur naik keatas.
- Keadaan umum pasien cukup baik. - Terasa dengan palpasi.
- Keadaan umum pasien buruk.
2.3 Dystocia Karena Kelainan Panggul

Yang penting dalam obstetri bukan panggul sempit secara anatomis, lebih penting lagi
ialah panggul sempit secara funsional artinya perbandinggan antara kepala dan panggul.

Kesempitan panggul di bagi sebagai berikut:


1.kesempitan pintu atas panggul
2.kesempitan bidang tengah panggul
3.kesempitan pintu bawah panggul
4.kombinasi kesempitan pintu atas panggul, bidang tengah dan pintu bawah panggul.

 Kesempitan pintu atas panggul


Pintu atas panggul dianggap sempit kalau conjugatar vera kurang dari 10 cm, atau
kalau diameter trasversa kurang dari 12 cm.

Conjugatar vera dilalui oleh diameter biparitaris yang kurang lebih 91/2 cm dan
kadang-kadang mencapai 10 cm, maka sudah jelas bahwa conjugatar vera yang kurang dari
10 cm dapat menimbulkan kesulitan, kesukaran bertambah lagi kalau kedua ukuran ialah
diameter antero posterior maupun diameter transversa sempit. Sebab-sebab yang dapat
menimbulkan kelainan panggul dapat di bagi sebagai berikut:

1. Kelainan karena pertumbuhan

a. Panggul sempit seluruh: semua ukuran panggul kecil

b. Panggul picak:ukuran muka belakang sempit, ukuran melintang biasa

c. Panggul sempit picak:semua ukuran kecil, tapi terlebih ukuran muka belakang

d. Panggul corong:pintu atas panggul biasa, pintu bawah panggul sempit

e. Panggul belah:symphyse terbuka

2. Kelainan karena penyakit tulang panggul atau sendi-sendinya.

a. Panggul rachitis:panggul picak,panggul sempit,seluruh panggul sempit picak dan


lain-lain
b. Panggul osteomalaci:panggul sempi melintang

c. Radang articulatio sacroiliaca:panggul sempit miring

3. Kelainan panggul disebabkan kelainan tulang belakang.

a. Kyphose didaerah tulang pinggang menyebabkan panggul corong.

b. Scoliose didaerah tulang panggul menyebabkan panggul sempit miring.

4. Kelainan panggul di sebabkan anggota bawah:

Coxitis

Loxiatio Salah satu anggota ,menyebabkan panggul sempit miring

Atrotia

Di samping itu mungkin pula ada exostose atau fractura dari tulang panggul yang menjadi
kelainan panggul

 Pengaruh panggul sempit pada kehamilan dan persalinan :


Panggul sempit mempunyai pengaruh yang besar pada kehamilan dan persalinan.
a) pengaruh pada kehamilan :
- Dapat menimbulkan retrofexio uteri gravidi incarcerata.
- Karena kepala tidak dapat turun, maka trauma pada primigravida fundus lebih tinggi
dari pada biasa dan menimbulkan sesak nafas atau gangguan peredaran darah.
Kadang-kadang fundus menonjol ke depan hingga perut menggantung. Perut yang
menggantung pada seorang primigravida merupakan tanda panggul sempit.
- Kepala tidak turun kedalam rongga panggul pada bulan terakhir.
- Dapat minimbulkan letak muka, letak sungsang dan letak lintang.
- Biasanya anak seorang ibu dengan panggul sempit lebih kecil dari pada ukuran bayi
pukul rata.
b) pengaruh pada persalinan
- Persalinan lebih lama dari biasa
a. Karena gangguan pembukaan
b. Karena banyak waktu di pergunakan untuk moulage kepala anak.
Kelainan pembukaan di sebabkan karena ketuban pecah sebelum waktunya,
karena bagian depan kurang menutup pintu atas panggul, selanjutnya setelah
ketuban pecah kepala tidak dapat menekan pada cervix karena tertahan pada pintu
atas panggul.
- Pada panggul sempit sering terjadi kelainan presentasi atau posisi misalnya:
a. Pada panggul picak sering terjadi letak defleksi supaya diameter binteporalis yang
lebih kecil dari diameter biparietalis dapat melalui conjugata vera yang sempit itu.
Asynclitismus sering juga terjadi, yang dapat di terangkan dengan “knopfloch
mechanismus” (mechanisme lobang kancing).
b. Pada panggul sempit seluruh kepala anak mengadakan hyperflaksi supaya ukuran-
ukuran kepala yang melalui jalan lahir sekecil-kecilnya.
c. Pada panggul sempit melintang sutura segittalis dalam jurusan muka belakang
(positio occipitalis directa) pada pintu atas panggul.
- Dapat terjadi suptura uteri kalau his menjadi terlalu kuat dalam usaha mengatasi
rintangan yang ditimbulkan oleh panggul yang sempit.
- Sebaliknya jika otot rahim menjadi lelah karena rintangan oleh panggul sempit dapat
terjadi infeksi intrapartum. Infeksi ini tidak saja membahayakan ibu tapi juga dapat
menyebabkan kematian anak di dalam rahim. Kadang-kadang karena infeksi dapat
terjadi tympania uteri atau physometra.
- Terjadi fistel : tekanan yang lama pada jaringan dapat menimbulkan ischamia yang
menyebabkan nekrose. Nekrose ini menimbulkan fistula vesicavaginalis atau fistula
rectovaginalis. Fistula vesicovaginalis lebih sering terjadi karena kandung kencing
tertekan antara kepala anak dan symphyse sedangkan rectum jarang tertekan dengan
hebat karena adanya rongga sacrum.
- Ruptur symphyse (symphysiolysis) dapat terjadi , malahan kadang-kadang ruptur dari
articulatio sacroiliaca. Kalau terjadi symphysiolysis maka pasien mengeluh tentang
nyeri di daerah symphyse dan tidak dapat mengangkat tungkainya.
- Parase kaki dapat menjelma karena tekanan dari kepala pada urat-urat saraf di dalam
rongga panggul, dan yang paling sering terjadi ialah kelumpuhan N.paroneus.
 Pengaruh pada anak:
- Partus yang lama misalnya : lebih lama dari 20 jam atau kala II yang lebih dari 3 jam
sangat menambah kematian perinatal apalagi kalau ketuban pecah sebelum waktunya.
- Prolapsus foeniculi dapat menimbulkan kematian anak.
- Moulage yang kuat dapat menimbulkan perdarahan otak, terutama kalau diameter
biparietal berkurang lebih dari ½ cm. Selain dari itu mungkin pada tengkorak terdapat
tanda-tanda tekanan, terutama pada bagian yang melalui promontorium (os parietale)
malahan dapat terjadi fracture impressi.
 Persangkaan panggul sempit:
Seorang harus ingat akan kemungkinan panggul sempit kalau
1. Pada primipara kepala belum turun setelah minggu ke 36.
2. Pada primipara ada perut menggantung.
3. Pada multipara persalinan yang dulu-dulu sulit.
4. Kelainan letak pada hamil tua
5. Kelainan bentuk badan (cebol, scoliose, pincang, dan lain-lain).
6. Osborn positip.
Prognosa
Prognosa persalinan dengan panggul sempit tergantung pada berbagai factor
antaranya:
- Bentuk panggul
- Ukuran panggul, jadi derajat kesempitan
- Kemungkinan pergerakan dalam sendi-sendi panggul
- Besarnya kepala dan kesanggupan moulage kepala
- Presentasi dan posisi kepala
- His
Di antara faktor-faktor tersebut di atas yang dapat diukur secara pasti dan sebelum
persalinan berlangsung hanya ukuran-ukuran panggul, karena itu ukuran tersebut
sering menjadi dasar untuk meramalkan jalannya persalinan.
Menurut pengalaman tidak ada anak yang cukup bulan yang dapat lahir dengan
selamat per vagina kalau CV kurang dari 8 ½ cm. Sebaliknya kalau CV 8 ½ cm atau
lebih persalinan pervagina dapat diharapkan berlangsung dengan selamat.
Secara kesimpulan maka kalau :

CV < 8 ½ kesempitan berat prognosa buruk

CV 8 ½ cm – 10 cm kesempatan ringan prognosa baik

Karena itu maka kalau CV < 8 ½ cm dilakukan SC primer (panggul demikian disebut
panggul sempit absolut). Sebaliknya pada CV antara 8,5 cm – 10 cm hasil persalinan
tergantung pada banyak factor :

- Riwayat persalinan yang lampau


- Besarnya presentasi dan posisi anak
- Pecahnya ketuban sebelum waktunya memburukkan prognosa
- His
- Lancarnya pembukaan
- Infeksi intrapartum
- Bentuk panggul dan derajat kesempitannya

Karena banyak faktor mempengaruhi hasil persalinan pada panggul dengan CV antara 8½
cm (sering tersebut panggul sempit relatip) maka pada panggul sedemikian dilakukan
persalinan percobaan.

 Persalinan percobaan
Yang disebut persalinan percobaan ialah percobaan untuk persalinan
pervagina pada wanita-wanita dengan panggul yang relatip sempit. Persalinan
percobaan hanya dilakukan pada letak belakang kepala, jadi tidak dilakukan pada
letak sungsang, letak dahi, letak muka, atau kelainan letak lainnya.
Persalinan percobaan di mulai pada permulaan persalinan dan berakhir setelah
kita mendapat keyakinan bahwa persalinan tidak dapat berlangsung pervagina atau
setelah anak lahir pervagina. Persalinan percobaan dikatakan berhasil kalau anak lahir
pervagina secara spontan atau dibantu dengan ekstraksi (forceps atau vakum) dan
anak serta ibu dalam keadaan baik.
Kita berhentikan persalinan percobaan kalau:
1. Pembukaan tidak atau kurang sekali kemajuannya
2. Keadaan ibu atau anak menjadi kurang baik
3. Kalau ada lingkaran retraksi yang patologis
4. Setelah pembukaan lengkap dan pecahnya ketuban, kepala dalam 2 jam tidak mau
masuk ke dalam rongga panggul walaupun hiscukup baik
5. Forceps yang gagal

Dalam keadaan-keadaan tersebut di atas dilakukan SC. Kalau SC dilakukan


atas indikasi tersebut dalam golongan 2(dua) maka pada persalinan berikutnya tidak
ada gunanya untuk melakukan persalinan percobaan lagi.

Dalam istilah inggris ada 2 macam persalinan percobaan:

1. Trial of labor : serupa dengan persalinan percobaan yang diterangkan di atas


2. Test of labor : sebetulnya merupakan fase terakhir dari trial of labor, karena test of
labor mulai pada pembukaan lengkap dan terakhir 2 jam sesudahnya.
 Kesempitan bidang tengah panggul
Bidang tengah panggul terbentang antara pinggir bawah symphyse dan spinae
ossis ischii dan memotong sacrum kira-kira pada pertemuan ruas sacral ke 4 dan ke 5.
Ukuran terpenting dari bidang ini ialah:
1. Diameter transversa (diameter antar spina) 10 ½ cm
2. Diameter anteroposterior dari pinggir bawah symphyse ke pertemuan
ruas sacral 4 dan 5 11 ½ cm
3. Diameter sagittalis posterior dari pertengahan garis antar spina
ke pertemuan sacral 4 dan 5 5 cm

Dikatakan bahwa bidang tengah panggul itu sempit kalau:

a. Jumlah diameter trasversa dan diameter sagittalis posterior 13,5 cm atau


kurang (normal 10,5 cm + 5 cm =15,5cm)
b. Diameter antara spina < 9 cm
Ukuran-ukuran bidang tengah panggul tidak dapat diperoleh secara klinis, harus di
ukur secara rontgenelogis, tetapi kita dapat menduga kesempitan bidang tengah
panggul kalau:
- Spine ischiadicae sangat menonjol
- Dinding samping panggul convergent
- Kalau diameter antara tuber ischi 8 ½ cm atau kurang
Prognosa :
Kesempitan bidang tengah panggul dapat menimbulkan gangguan putaran paksi.
Kalau diameter antara spina 9 cm atau kurang kadang-kadang di perlukan SC
Terapi :
Kalau persalinan terhenti karena kesempitan bidang tengah panggul maka baiknya
dipergunakan ekstraktor vacum, karena ekstraksi dengan forceps kurang memuaskan
berhubung forceps memperkecil ruangan jalan lahir.
 Kesempitan pintu bawah panggul
Pintu bawah panggul terdiri atas 2 segi tiga dengan jarak antar tuberum sebagai
dasar bersamaan. Ukuran-ukuran yang penting ialah:
1. Diameter transversa (diameter antar tuberum) 11 cm
2. Diameter antero posterior dari pinggir bawah symphyse
ke ujung os sacrum 11 ½ cm
3. Diameter sagittalis posterior dari pertengahan diameter
antar tuberum ke ujung os sacrum 7 ½ cm

Pintu bawah panggul dikatakan sempit kalau jarak antara tuberaossis ischii 8 atau
kurang. Kalau jarak ini berkurang dengan sendirinya arcus pubis meruncing, maka
besarnya arcus pubis dapat dipergunakan untuk menentukan kesempatan pintu bawah
panggul.

Kalau segi tiga depan dibatasi oleh arcus pubis, maka segi tiga belakang tidak
mempunyai batas tulang sebelah samping. Karena itu bahwa jarak antar tuberum
sempit kepala akan dipaksa keluar sebelah belakang dan mungkin tidaknya persalinan
tergantung pada besarnya segi tiga belakang. Lahirnya kepala pada segi tiga yang
belakang biasanya menimbulkan robekan perineum yang besar.
Maka menurut Thoms dystocia dapat terjadi kalau jumlah ukuran antar tuberum
dan diameter sagittalis posterior < 15 cm (normal 11 cm + 7,5 cm =18,5 cm). Kalau
pintu bawah panggul sempit biasanya bidang tengah panggul juga sempit. Kesempitan
pintu bawah panggul dapat menyebabkan gangguan putaran paksi. Kesempitan pintu
bawah panggul jarang memaksa kita melakukan SC biasanya dapat diselesaikan
dengan forceps dan dengan episiotomi yang cukup luas.

2.4 Dystosia Karena Kelainan Letak Dan Bentuk Janin


BAB III
ASUHAN KEPERWATAN

3.1 Pengkajian
1. Identitas Klien
2. Riwayat Kesehatan
a. RKD
Yang perlu dikaji pada klien, biasanya klien pernah mengalami distosia sebelumnya,
biasanya ada penyulit persalinan sebelumnya seperti hipertensi, anemia, panggul
sempit, biasanya ada riwayat DM, biasanya ada riwayat kembar dll.
b. RKS
Biasanya dalam kehamilan sekarang ada kelainan seperti : Kelainan letak janin
(lintang, sunsang dll) apa yang menjadi presentasi dll.
c. RKK
Apakah dalamkeluarga ada yang menderita penyakit kelainan darah, DM, eklamsi dan
pre eklamsi
3. Pemeriksaan Fisik
a. Kepala :
Rambut tidak rontok, kulit kepala bersihtidak ada ketombe.
b. Mata :
Biasanya konjungtiva anemis
c. Thorak :
Inpeksi pernafasan : Frekuensi, kedalam, jenis pernafasan, biasanya ada bagian paru
yang tertinggal saat pernafasan
d. Abdomen :
Kaji his (kekuatan, frekuensi, lama), biasanya his kurang semenjak awal
persalinan atau menurun saat persalinan, biasanya posisi, letak, presentasi dan sikap
anak normal atau tidak, raba fundus keras atau lembek, biasanya anak kembar/ tidak,
lakukan perabaab pada simpisis biasanya blas penuh/ tidak untuk mengetahui adanya
distensi usus dan kandung kemih.
e. Vulva dan Vagina :
Lakukan VT : biasanya ketuban sudah pecah atau belum, edem pada vulva/
servik, biasanya teraba promantorium, ada/ tidaknya kemajuan persalinan, biasanya
teraba jaringan plasenta untuk mengidentifikasi adanya plasenta previa
f. Panggul :
Lakukan pemeriksaan panggul luar, biasanya ada kelainan bentuk panggul dan
kelainan tulang belakang

3.2 Diagnosa Keperawatan


1. Nyeri b/d tekanan kepala pada servik, partus lama, kontraksi tidak efektif
2. Resiko tinggi cedera janin b/d penekanan kepala pada panggul, partus lama, CPD
3. Resiko tinggi kekurangan cairan b/d hipermetabolisme, muntah, pembatasan masukan
cairan
4.Resiko tinggi cedera maternal b/d kerusakan jaringan lunak karena persalinan lama,
intervensi penanganan lama
5. Resiko tinggi infeksi b/d rupture membrane, tindakan invasive SC atau VT
6. Kecemasan b/d persalinan lama

3.3 Intervensi
1. Nyeri b/d tekanan kepala pada servik, partus lama, kontraksi tidak efektif
Tujuan : Kebutuhan rasa nyaman terpenuhi/ nyeri berkurang
Kriteria : - Klien tidak merasakan nyeri lagi
- Klientampak rilek
- Kontraksi uterus efektif
- Kemajuan persalinan baik
Intervensi :
1. Kaji sifat, lokasi dan durasi nyeri, kontraksi uterus, hemiragic dan nyeri tekan
abdomen
R/ Membantu dalam mendiagnosa dan memilih tindakan, penekanan
kepala pada servik yang berlangsung lama akan menyebabkan nyeri
2. Kaji intensitas nyeri klien dengan skala nyeri
R/ Setiap individu mempunyai tingkat ambang nyeri yang berbeda, dengan skala
dapat diketahui intensitas nyeri klien
3. Kaji stress psikologis/ pasangan dan respon emosional terhadap kejadian
R/ Ansietas sebagai respon terhadap situasi darurat dapat memperberat derajat
ketidaknyamanan karena sindrom ketegangan takut nyeri
4. Berikan lingkungan yang nyaman, tenang dan aktivitas untuk mengalihkan
nyeri, bantu klien dalam menggunakan metode relaksasi dan jelaskan prosedur
R/ Teknik relaksasi dapat mengalihkan perhatian dan mengurangi nyeri
5. Berikan dukungan social/ dukungan keluarga
R/ Dengan kehadiran keluarga akan membuat klien nyaman, dan dapat mengurangi
tingkat kecemasan dalam melewati persalinan, klien merasa diperhatikan dan
perhatian terhadap nyeri akan terhindari
6. Kolaborasi dalam pemberian obat (narkotik dan sedatif) sesuai indikasi
R/ Pemberian narkotik atau sedative dapat mengurangi nyeri hebat
2. Resiko tinggi cedera janin b/d penekanan kepala pada panggul, partus lama, CPD
Tujuan : Cedera pada janin dapat dihindari
Kriteria : - DJJ dalam batas normal
- Kemajuan persalinan baik
IntervensI :
1. lakukan manuver Leopold untuk menentukan posis janin dan presentasi
R/ Berbaring tranfersal atau presensasi bokong memerlukan kelahiran sesarea.
Abnormalitas lain seperti presentasi wajah, dagu, dan posterior juga dapat
memerlukan intervensi khusus untuk mencegah persalinan yang lama
2. Kaji data dasar DJJ secara manual dan atau elektronik, pantau dengan sering
perhatikan variasi DJJ dan perubahan periodic pada respon terhadap kontraksi uterus
R/ DJJ harus direntang dari 120-160 dengan variasi rata-rata percepatan dengan
variasi rata-rata, percepatan dalam respon terhadap aktivitas maternal, gerakan janin
dan kontraksi uterus.
3. Catat kemajuan persalinan
R/ Persalinan lama/ disfungsional dengan perpanjangan fase laten dapat
menimbulkan masalah kelelahan ibu, stress berat, infeksi berat, haemoragi karena
atonia/ rupture uterus. Menempatkan janin pada resiko lebih tinggi terhadap hipoksia
dan cedera
4. Infeksi perineum ibu terhadap kutil vagina, lesi herpes atau rabas klamidial
R/ Penyakit hubungan kelamin didapat oleh janin selama proses melahirkan karena itu
persalinan sesaria dapat diidentifikasi khususnya klien dengan virus herpes simplek
tipe II
5. Catat DJJ bila ketuban pecah setiap 15 menit
R/ Perubahan pada tekanan caitan amnion dengan rupture atau variasi deselerasi DJJ
setelah robek dapat menunjukkan kompresi tali pusat yang menurunkan transfer
oksigen kejanin
6. Posisi klien pada posisi punggung janin
R/ Meningkatkan perfusi plasenta/ mencegah sindrom hipotensif telentang
3. Resiko tinggi kekurangan cairan b/d hipermetabolisme, muntah, pembatasan masukan
cairan
Tujuan : Kebutuhan cairan terpenuhi
Kriteria : Tidak ada tanda-tanda kekurangan volume cairan
Intervensi :
1. Observasi penyebab kekurangan volume cairan
R/ Sebagai data dasar dalam menetapkan intervensi
2. Kaji tanda-tanda dehidrasi
R/ Untuk mengetahui secara dini adanya tanda-tanda dehidrasi dan ditangani cesara
cepat dan tepat
3. Ukur intake dan output cairan
R/ Untuk mengetahui keseimbangan cairan
4. Kolaborasi pemberian terapi cairan sesuai indikasi
R/ Membantu untuk memenuhi kebutuhan cairan
4. Resiko tinggi cedera maternal b/d kerusakan jaringan lunak karena persalinan lama,
intervensi penanganan lama
Tujuan : Tidak terjadi cedera
Kriteria : - Persalinan adekuat untuk menghasilkan dilatasi
- Terjadi kelahiran tanpa komplikasi maternal
Intervensi :
1. Kaji frekuensi kontraksi uterus
R/ Memberikan data dasar untuk menentukan intervensi selanjutnya
2. Pantau kemajuan dilatasi servik dan pendataran
R/ Untuk mengetahui perkembangan dilatasi servik
3. Pantau masukan dan haluaran
R/ Untuk mengetahui keseimbangan cairan tubuh
4. Kaji adanya dehidrsi
R/ Untuk memberikan penanganan secara cepat dan tepat
5. Beri oksitosin sesuai program
R/ Oksitosin berperan untuk merangsang kontaksi
5. Resiko tinggi infeksi b/d rupture membrane, tindakan invasive SC atau VT
Tujuan : Infeksi tidak terjadi
Kriteria : - Tidak didapatkan tanda-tanda infeksi
- Integritas kulit mengalami peningkatan (jika dilakukan SC)
Intervensi :
1. Cuci tangan dengan sabun anti mikroba
R/ Untuk mencegah kontaminasi mikroba
2. Gunakan universal precaution dan sarung tangan steril jika melakukan Vaginal
Toucher
R/ Mengurangi transmisi mikroba sebagai pencegahan infeksi
3. Kaji suhu badan setiap 4 jam
R/ Peningkatan suhu tubuh merupakan tanda adanya infeksi
4. Kaji turgor, warna, dan tekstur kulit ibu setelah dilakukan SC
R/ Untuk mengetahui adanya tanda-tanda infeksi
5. Berikan perawatan luka yang tepat jika dilakukan SC pada ibu
R/ Perawatan luka yang tepat mengurangi resiko infeksi
6. Kolaborasi pemberian antibiotik sesuai indikasi
R/ Antibiotik berperan sebagai anti infeksi
6. Kecemasan b/d persalinan lama
Tujuan : Klien tidak cemas dan dapat mengerti tentang keadaannya.
Kriteria : Klien tidak cemas, penderita tenang, klien tidak gelisah.
Intervensi :
1. Anjurkan klilen untuk mengemukakan hal-hal yang dicemaskan.
R/ Untuk mengeksternalisasikan kecemasan yang dirasakan
2. Beri penjelasan tentang kondisi janin
R/ Mengurangi kecemasan tentang kondisi / keadaan janin.
3. Beri informasi tentang kondisi klien
R/ Mengembalikan kepercayaan dan klien.
4. Anjurkan untuk manghadirkan orang-orang terdekat
R/ Dapat memberi rasa aman dan nyaman bagi klien
5. Menjelaskan tujuan dan tindakan yang akan diberikan
3.4 Implementasi
Setelah rencana tindakan keperawatan disusun secara sistemik. Selanjutnya rencana tindakan
tersebut diterapkan dalam bentuk kegiatan yang nyata dan terpadu guna memenuhi kebutuhan
dan mencapai tujuan yang diharapkan.

3.5 Evaluasi
Akhir dari proses keperawatan adalah ketentuan hasil yang diharapkan terhadap perilaku dan
sejauh mana masalah klien dapat teratasi. Disamping itu perawat juga melakukan umpan
balik atau pengkajian ulang jika tujuan ditetapkan belum berhasil/ teratasi.
BAB IV
PENUTUP

4.1Kesimpulan

Persalinan tidak selalu berjalan lancar, terkadang ada kelambatan dan kesulitan yang
dinamakan distosia. Salah satu penyebab distosia itu adalah karena kelainan his yaitu suatu
keadaan dimana his tidak normal, baik kekuatannya maupun sifatnya sehingga menghambat
kelancaran persalinan. Kelainan his dapat diklasifikasikan menjadi Insersia uteri hipotoni
(disfungsi uteri hipotonik) yaitu kontraksi uterus terkoordinasi tetapi tidak adekuat. Disini
kekuatan his lemah dan frekuensinya jarang. Sering dijumpai pada penderita dengan keadaan
umum kurang baik seperti anemia, uterus yang terlalu teregang misalnya akibat hidroamnion
atau kehamilan kembar atau makrosomia, grandemultipara atau primipara, serta pada
penderita dengan keadaan emosi kurang baik. dan Insersia uteri hipertoni (disfungsi uteri
hipertonik / disfungsi uteri inkoordinasi) yaitu kontraksi uterus tidak terkoordinasi, kuat tetapi
tidak adekuat, kelainan his dengan kekuatan cukup besar (kadang sampai melebihi normal)
namun tidak ada koordinasi kontraksi dari bagian atas, tengah dan bawah uterus, sehingga
tidak efisien untuk membuka serviks dan mendorong bayi keluar.

4.2 Saran
1. Tenaga Kesehatan

Sebagai tenaga kesehatan agar lebih bisa meningkatkan pengetahuan tentang distosia dan
problem solving. Selain itu memberikan informasi atau health education mengenai distosia
kepada masyarakat.
2. Masyarakat

Masyarakat sebaiknya menghindari hal-hal yang dapat menyebabkan distosia dan


meningkatkan pola hidup sehat, dan perlu diketahui bahwa distosia yang tidak ditangani
dengan tepat dapat menyebabkan komplikasi yang fatal.
DAFTAR PUSTAKA

Bobak , dkk.2005. Buku Ajar Keperawatan Maternitas ed.4. Jakarta: EGC


http://yanuarparty333.blogspot.co.id/2012/12/asuhan-keperawatan-distosia_7.html

https://hayackg.wordpress.com/2013/12/09/asuhan-keperawatan-pada-ibu-hamil-dengan-
distosia/

Anda mungkin juga menyukai