Pendahuluan
Saat ini Indonesia tengah menghadapi transisi demografi dan epidemiologi. Transisi
demografi yang terjadi menjadikan penduduk Asia Tenggara termasuk Indonesia di
kelompok usia produktif akan mencapai 70 persen lebih besar dibandingkan penduduk usia
lanjut. Hal itu diperkirakan terjadi pada tahun 2020-2030 (Badan Litbangkes Kementerian
Kesehatan RI, 2019).
Hasil riset Analisis Beban Penyakit Nasional dan Sub Nasional Indonesia Tahun 2017
yang dilakukan Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Badan Litbangkes)
bekerjasama dengan Institute For Health Metrics and Evaluation (IHME) mencatat telah
terjadi transisi epidemiologi PM ke PTM dari tahun 1990 menuju tahun 2017. Pada tahun
1990 penyakit terbesar adalah penyakit menular/kia/gizi sebesar 51.30%, diikuti penyakit
tidak menular (39.8%) dan cedera (8.9%). Namun di tahun 2017 penyakit terbesar adalah
penyakit tidak menular sebesar 69.9% diikuti penyakit menular/kia/gizi (23.6%) dan cedera
(6.5%). Yang perlu diwaspadai tentunya adanya DALY Lost (DALYs) atau disability
adjusted life year. DALYs merupakan jumlah tahun yang hilang untuk hidup sehat karena
kematian dini, penyakit atau disabilitas. Kewaspadaan ini diperlukan agar harapannya terjadi
peningkatan healthy life expectancy(HALE) bagi penduduk Indonesia yaitu harapan
seseorang untuk hidup dalam kondisi sehat sepenuhnya (Badan Litbangkes Kementerian
Kesehatan RI, 2019).
Hasil riset ini juga mencatat penyebab utama tahun yang hilang akibat beban penyakit
pada tahun 1990 adalah neonatal disorders, lower respiratory infection, diarrheal disease,
tuberculosis dan stroke. Pada tahun 2017, lima penyebab utama beban penyakit disebabkan
diabetes, stroke, ischemic hearth disease, neonatal disorders dan tuberkulosis. Perlu
diwaspadai tahun yang hilang akibat beban penyakit yang meningkat cukup tajam dari tahun
1990 ke tahun 2017 akibat diabetes (157,1%), ischemic heart disease/IHD (113,9%) dan lung
cancer(113,1%) (Badan Litbangkes Kementerian Kesehatan RI, 2019).
Menurut WHO (2014), penyakit tidak menular (PTM) menyebabkan lebih banyak
kematian dibanding penyebab lain, dan diproyeksikan angkaini akan terus bertambah dari 38
juta kematian di tahun 2012 menjadi 52 juta kematian di tahun 2030. Empat PTM utama,
yakni Diabetes Melitus (DM), penyakit kardiovaskuler, kanker, dan penyakit pernapasan
kronis, menjadi penyebab pada 82% kematian akibat PTM secara umum (Gerstman, B. Burt,
2013).
Selain itu hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 1995-2001 dan Riskesdas
2013 menunjukkan bahwa PTM seperti DM, stroke, hipertensi, tumor, dan penyakit jantung
merupakan penyebab kematian utama di Indonesia. Proporsi kematian akibat PTM meningkat
dari 41,7% tahun 1995 menjadi 49,9% tahun 2001, kemudian meningkat menjadi 59,5% pada
tahun 2007. Data berdasarkan data SKRT (Survei Kesehatan Rumah Tangga) 1995, 2001 dan
Riskesdas (Riset Kesehatan Dasar, 2007).
Salah satu PTM dengan proporsi yang cukup tinggi di Indonesia dan merupakan
penyebab kematian tertinggi ke enam di negara ini adalah DM. Kenaikan jumlah kasus DM
erat kaitannya dengan transisi demografi.Transisi demografi yang disebabkan oleh
peningkatan kualitas hidup berhubungan dengan peningkatan kasus DM. Hal ini dikarenakan
perubahan struktur pekerjaan penduduk, yang sebelumya didominasi sektor pertanian
menjadi sektor pabrik dan jasa menyebabkan berkurangnya aktivitas fisik sehingga energi
yang dikonsumsi lebih besar dari energi yang dikeluarkan.Hal tersebut ditengarai
menyebabkan obesitas yang merupakan salah satu faktor risiko DM ( Sarimawar, Djaja.
2012).
B. Transisi Demografi
Transisi demografi merupakan suatu kondisi yang menggambarkan perubahan
parameter demografi yaitu fertilitas, mortalitas dan migrasi. Zelinsky (1971), menyatakan
bahwa transisi fertilitas dan mortalitas sebagai transisi vital, sedangkan transisi demografi
terdiri dari transisi vital dan transisi mobilitas. Berbeda dengan Zelinski, Notenstein (1945)
menegaskan bahwa transisi demografi hanya memperhatikan perubahan fertilitas dan
mortalitas atau dengan kata lain disebut sebagai perubahan secara alamiah (Sonny Harry,
2011).
Transisi Demografi : Proses perubahan jumlah penduduk dari angka fertilitas dan
mortalitas yang tinggi ke jumlah penduduk dengan angka fertilitas dan mortalitas yang
rendah (Sarimawar, Djaja. 2012).
Transisi demografis, ditandai dengan meningkatnya proporsi usia lanjut, masih
tingginya kemiskinan, dan lain-lain (Jane Soepardi, 2012).
PBB (1989) membagi transisi demografi ke dalam 4 tahap, yaitu:
1. Pada tahap pertama angka fertilitas (kelahiran) masih sangat tinggi, ditandai dengan
indikator Total Fertility Rate (TFR) di atas 6, dan angka mortalitas (kematian) juga
tinggi. Sedangkan usia harapan hidup waktu lahir rendah yaitu kurang dari 45 tahun.
Pada tahap ini laju pertumbuhan penduduk sangat rendah. Jumlah kelahiran dan
kematian cenderung sangat tinggi dan tidak terkendali setiap tahunnya. Berbagai
faktor penyebab kematian ikut mempengaruhi di antaranya adanya peperangan, gagal
panen dan kelaparan sebagai akibat tingginya harga-harga pangan serta meluasnya
wabah penyakit menular.
2. Tahap kedua ditandai dengan mulai menurunnya angka mortalitas dengan cepat
karena penemuan obat-obatan antibiotik, revolusi industri dan kemajuan teknologi.
Angka kelahiran sudah menunjukkan penurunan tetapi sangat lambat. TFR pada tahap
ini berkisar antara 4,5-6, sedangkan usia harapan hidup waktu lahir berkisar antara 45-
55 tahun.
3. Tahap ketiga, ditandai dengan kematian yang terus menurun tetapi penurunannya
mulai melambat. Angka harapan hidup berkisar antara 55-65 tahun, sedangkan TFR
mengalami penurunan dengan cepat sebagai akibat adanya program keluarga
berencana dan tersedianya alat kontrasepsi secara luas. Pada tahap ini tingkat
pendidikan mulai meningkat.
4. Tahap keempat ditandai dengan angka kelahiran dan kematian yang sudah rendah
dan tingkat pertumbuhan penduduk yang juga rendah. Pada tahap ini usia atau angka
harapan hidup mencapai lebih dari 65 tahun dan TFR di bawah 3. Proses transisi
demografi dianggap berakhir ketika fertilitas mencapai NRR (net reproduction rate) =
1. Tahap ini biasanya dialami oleh negara yang sudah maju (Sonny Harry, 2011).
Proses transisi vital dimulai dengan adanya modernisasi dan industrialisasi serta
transformasi dalam berbagai segi kehidupan secara simultan. Jika pada awal transisi ditandai
dengan angka mortalitas yang tinggi, di mana disebabkan oleh: a) penyakit dan iklim, b)
teknik kedokteran belum maju, c) pangan kurang mencukupi; dan d) pendidikan dan standar
hidup rendah. Angka fertilitas pada masa ini juga tinggi yang disebabkan oleh: a) angka
kematian bayi tinggi sehingga menyebabkan orang ingin mempunyai anak lebih banyak, b)
nilai anak merupakan alat produksi dalam bidang pertanian, c) kepercayaan dan tradisi yang
bersifat pronatalis, d) anak menjadi investasi untuk mengurus orang tua di masa depan.
Ketika modernisasi dan industrialisasi berlangsung, terjadi penurunan angka mortalitas
karena ditemukannya vaksin dan obat-obatan antibiotika, serta penurunan angka fertilitas
karena pertumbuhan kesejahteraan dan ekonomi (Sonny Harry, 2011).
Transisi demografi pada dasarnya dimulai pada tahun 1929 sebagai perubahan
deskripsi demografis menggunakan klasifikasi populasi menjadi tiga kelompok sesuai dengan
kombinasi yang berbeda dari tingkat kematian dan kesuburan menghasilkan tiga kelompok
negara dengan tingkat pertumbuhan populasi yang berbeda. Landry menggambarkan
demografis revolusi yang ditandai oleh tiga rezim demografis yaitu rezim primitif yang
terkait dengan penghidupan ekonomi membatasi pengurangan angka kematian, rezim
perantara dengan penurunan kesuburan karena pernikahan terlambat, dan rezim modern di
mana kesuburan adalah objek sadar batasan. Formulasi klasik transisi demografis dianggap
berasal dari FrankW. Notestein sebuah konsep dasar dalam demografi modern. Transisi
demografi adalah deskripsi berbaur dengan penjelasan penurunan kematian dan kesuburan
dari tarif tinggi ke rendah seperti yang secara historis dialami oleh populasi di masyarakat
berpenghasilan tinggi di Eropa, Amerika Utara dan Australia, dan diperkirakan sebagai
prinsip universal diharapkan terjadi saat ini di populasi tengah dan negara berpenghasilan
rendah. Sebagai konsep deskriptif, transisi demografis adalah karakterisasi situasi jangka
panjang perubahan populasi dalam tiga transisi rezim: rezim pra-transisi dengan quasi-
equilibrium mortalitas tinggi dan berfluktuasi serta kesuburan tinggi, pertumbuhan atau
penurunan populasi yang sederhana.Ssebuah transisi rezim ditandai oleh disekuilibrium
sementara penurunan angka kematian diikuti oleh penurunan angka kelahiran yang memicu
pertumbuhan populasi; dan rezim pasca transisi dengan quasi-equilibrium kematian rendah,
rendah dan bisa dibayangkan fluktuasi kesuburan dan laju pertumbuhan populasi yang
menurun. Kenaikan diikuti oleh penurunan tingkat pertumbuhan populasi menghasilkan
transisi demografi berbentuk U terbalik. Dari perspektif penjelasan, perubahan teknologi dan
industrialisasi ketika kemajuan modernisasi berkembang dan membuka jalan menuju transisi
perkotaan atau perkembangan dari aliran ke tingkat urbanisasi yang tinggi, dilihat sebagai
wadah transisi demografis Definition (Barthe´ le´my Kuate Defo, 2014).
Gambar 3: Proporsi Kasus Baru Rawat Jalan Penyakit Menular, Penyakit Tidak Menular,
Penyakit Maternal/Perinatal dan Cedera di Rumah Sakit di Indonesia Tahun 2009 - 2010
Terhadap Total Kunjungan Seluruh Penyakit (Rawat Jalan)
Sumber: Sistem Informasi Rumah Sakit (SIRS) Tahun 2010-2011
Gambar 4: Persentase Rawat Jalan Kasus Baru Penyakit Tidak Menular Berdasarkan Jenis
Kelamin Tahun 2009 – 2010
Sumber: Sistem Informasi Rumah Sakit (SIRS) Tahun 2010-2011
Gambar 5 : Persentase Rawat Jalan Kasus Baru Penyakit Tidak Menular Berdasarkan
Kelompok Umur Tahun 2009 – 2010
Sumber: Sistem Informasi Rumah Sakit (SIRS) Tahun 2010-2011
Gambar 6: Persentase Rawat Jalan Kasus Baru Penyakit Tidak Menular Berdasarkan Provinsi
Tahun 2009 – 2010
Sumber: Sistem Informasi Rumah Sakit (SIRS) Tahun 2010-2011
Untuk kasus rawat inap, proporsi penyakit terhadap total pasien keluar hidup dan mati
(rawat inap) dari tahun 2009-2010 mempunyai pola yang sama yaitu penyakit rawat inap
yang terbanyak adalah penyakit tidak menular, kemudian penyakit menular, cedera dan yang
terakhir adalah penyakit maternal dan perinatal yang dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
Gambar 7 : Proporsi Kasus Rawat Inap Penyakit Menular, Penyakit Tidak Menular, Penyakit
Maternal/Perinatal dan Cedera di Rumah Sakit di Indonesia Tahun 2009 dan 2010 Terhadap
Jumlah Pasien Keluar Hidup dan Mati
Sumber: Sistem Informasi Rumah Sakit (SIRS) Tahun 2010-2011
Gambar 8 : Proporsi Kasus Mati Rawat Inap Penyakit Menular, Penyakit Tidak Menular,
Penyakit Maternal/Perinatal dan Cedera di Rumah Sakit di Indonesia Tahun 2009 dan 2010
Terhadap Jumlah Pasien Keluar Mati
Sumber: Sistem Informasi Rumah Sakit (SIRS) Tahun 2010-2011
Gambar 9 : Persentase Rawat Inap Penyakit Tidak Menular Berdasarkan Jenis Kelamin
Tahun 2009 – 2010
Sumber: Sistem Informasi Rumah Sakit (SIRS) Tahun 2010-2011
Gambar 10 : Persentase Rawat Inap Kasus Baru Penyakit Tidak Menular Berdasarkan
Kelompok Umur Tahun 2009 – 2010
Sumber: Sistem Informasi Rumah Sakit (SIRS) Tahun 2010-2011
Gambar 11 : Persentase Rawat Inap Penyakit Tidak Menular Berdasarkan Provinsi Tahun
2009 – 2010
Sumber: Sistem Informasi Rumah Sakit (SIRS) Tahun 2010-2011
Ilhan Satman, Temel Yilmaz, Ahmet Seng’ul, Serpil Salman, Fatih Salman, Sevil Uygur,
Irfan Bastar, Yildiz, Mehmet, Nevin, Kubilay, Sibel, and Cihangiro. 2002.
Population-Based Study of Diabetes and Risk Characteristics in Turkey. E p i d e m i
o l o g y / H e a l t h S e r v i c e s / P s y c h o s o c i a l R e s e a r c h . Diabetes Care
25:1551–1556.
Jane Soepardi. 2012. Buletin Jendela Data dan Informasi Kesehatan Penyakit Tidak
Menular. ISSN 2088-270X. Kementerian Kesehatan RI.
Ricardo Correa-Rotter, Sarala Naicker, Ivor J.Katz, Sanjay K, Agarwal, Raul Herrera Valdes,
Kaseje, Bernardo Rodriguez-Iturbe, Fissal Shaheen, and Chitr Sitthi-Amorn. 2004.
Demographic and epidemiologic transition in the developing world: Role of
albuminuria in the early diagnosis and prevention of renal and cardiovascular
disease. International Society of Nephrology .Vol. 66, Supplement 92. , pp. S32–S37.
Rohtman, KJ. 2008. Modern Epidemiology 3rd Edition. Lippincott Williams & Wilkins.h.10
Sarimawar, Djaja. 2012. Transisi Epidemiologi Di Indonesia Dalam Dua Dekade Terakhir
dan Implikasi Pemeliharaan Kesehatan Menurut Survei Kesehatan Rumah Tangga,
SURKESNAS, RISKESDAS (1986-2007). Vo!. 40, No.3 : 142 – 15.
Sonny Harry. 2011. Analisis Data Demografi. Modul Pengantar Demografi. ESPA4535.