Anda di halaman 1dari 73

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kecelakaan lalu lintas sering terjadi di negara-negara berkembang

seperti di Indonesia. Menurut World Health Organization (WHO, 2013)

Kecelakaan lalu lintas di Indonesia dinilai menjadi pembunuh ketiga

setelah penyakit jantung koroner dan Tuberculosis. Berdasarkan data

kepolisian lalu lintas tahun 2013, jumlah kecelakaan lalu lintas di tahun

2013 mencapai 100.106 kasus. Kasus itu menyebabkan kematian pada

26.416 orang, 28.438 orang mengalami luka berat dan 110.448 luka ringan

dan diperkirakan tiap tahunnya akan mengalami peningkatan.

Menurut Sujudi (2008) Trauma yang sering terjadi pada kasus

kecelakaan lalu lintas adalah trauma kepala, trauma dada dan fraktur.

Fraktur merupakan gangguan komplit atau tak komplit pada kontinuitas

struktur tulang dan didefiniskan sesuai dengan jenis dan keluasannya.

Fraktur terjadi ketika tulang mendapat tekanan yang lebih besar dari yang

dapat diserapnya (Bruner dan Sudart 2014).

WHO mencatat pada tahun 2012 sampai 2013 terdapat 5,6 juta

orang meninggal dunia dan 1,3 juta orang menderita fraktur akibat

kecelakaan lalu lintas. Sedangkan di Indonesia menurut Riset Kesehatan

Dasar 2013 (Rikesdas, 2013) kejadian fraktur akibat kecelakaan lalu lintas
2

secara keseluruhan mencapai 42,8%. Berdasarkan jenis kelamin pada laki-

laki mencapai 6,6% dan pada perempuan mencapai 4,6%.

Di provinsi Banten kejadian fraktur pada tahun 2013 mencapai

6,1%. Berdasarkan jenis kelamin pada laki-laki mencapai 7,1 % dan 4,5%

pada perempuan. Di Kabupaten Tangerang kejadian fraktur pada tahun

2013 mencapai 5,7% (Rikesdas Banten, 2013). Berdasarkan data dari

RSUD Kabupaten Tangerang pada bulan Desember 2017 sampai Februari

2018 terdapat 37 kasus pasien fraktur yang menjalani operasi.

Upaya untuk mengembalikan fungsi dan struktur tulang perlu

dilakukan berbagai terapi, tergantung dengan jenis fraktur yang dialami.

Salah satu penanganan fraktur bisa berupa tindakan konservatif ataupun

operasi. Konservatif dengan melakukan reduksi atau reposisi, imobilisasi,

dan rehabilitasi. Tindakan operasi sendiri terdiri dari reposisi terbuka,

fiksasi interna dan reposisi tertutup dengan kontrol radiologis diikuti

fiksasi interna (Black dan Hawks, 2014).

Tindakan operasi ini dapat menimbulkan kecemasan, bisa

diakibatkan oleh tingkat kesulitan operasi, kemampuan individu

menghadapi masalah, ekspetasi kultural dan pengalaman operasi

sebelumnya (Black & Hawks, 2014). Menurut Capernito (2002),

menyatakan bahwa 90% pasien yang akan menjalani operasi berpotensi

mengalami kecemasan.

Menurut Sulistiawati (2005) kecemasan merupakan respon

individu terhadap suatu keadaan yang tidak menyenangkan dan dialami


3

oleh semua makhluk hidup dalam kehidupan sehari-hari. Jika pasien yang

akan mengahadapi operasi tidak mampu mengontrol kecemasan maka

akan menjadi masalah dalam tubuh. Sebab jika tidak segera diatasi akan

meningkatkan tekanan darah dan pernapasan yang dapat menyebabkan

pendarahan baik pada saat pembedahan ataupun pasca operasi (Efendy,

2005).

Intervensi keperawatan yang tepat untuk menangani kecemasan

diperlukan untuk mempersiapkan klien baik secara fisik maupun psikis

sebelum dilakukan operasi (Efendy, 2005). Menurut Potter dan Perry

(2006) perawat sebagai pelaksana dalam memberikan asuhan keperawatan

pada pasien yang akan dilakukan tindakan operasi mempunyai tanggung

jawab besar dalam pemenuhan kebutuhan dasar manusia, salah satunya

penanganan rasa cemas.

Salah satu terapi penurunan cemas yang mulai berkembang di

dunia adalah terapi psikoreligius, salah satunya adalah menggunakan

Alquran sebagai terapi. Alquran dapat memberi manfaat dan obat yang

mujarab bagi seseorang yang mengalami kegundahan hati, keputusasaan

dan kecemasan (Syarbini & Jamhari, 2012). Alquran diturunkan sebagai

penyembuh (Asy-Syifa) dan petunjuk (Al-Huda) bagi orang-orang yang

beriman. Sebagaimana disebutkan dalam firman Allah, “dan kami

turunkan dari Alquran suatu penyembuh dan rahmat bagi orang-orang

yang beriman dan Alquran itu tidaklah menambah bagi orang-orang yang

dzalim selain kerugian.” (Al-isra’: 82).


4

Penggunaan Alquran sebagai terapi salah satunya dapat melalui

Murottal. Murottal Alquran merupakan bacaan Alquran yang dibacakan

oleh Qori’ atau Qori’ah sesuai dengan tartil dan tajwid yang mengalun

indah yang dikemas dalam media audio seperti kaset, Compact Disc (CD)

atau data digital (Syarbini & Jamhari, 2012). Lantunan Alquran secara

fisik mengandung unsur suara manusia. Menurut Heru (2008) suara dapat

menurunkan hormon-hormon stres, mengaktifkan hormon endorphin

alami, meningkatkan perasaan rileks, dan mengalihkan perhatian dari rasa

takut, cemas dan tegang. Selain itu juga suara dapat memperbaiki sistem

kimia tubuh sehingga menurunkan tekanan darah serta memperlambat

pernafasan, detak jantung, denyut nadi, dan aktivitas gelombang otak.

Terapi Murottal Alquran terbukti dapat menurunkan kecemasan.

Hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Maelina dkk (2014), tentang

“efektifitas pemberian murotal Alquran terhadap pasien preoperasi fraktur

di RSUP NTB didapatkan penurunan tingkat kecemasan. Hal ini juga

selaras dengan penelitian yang dilakukan Maulana dkk (2015), tentang

“pengaruh Murottal Alquran, terhadap kecemasan pasien preoperasi bedah

orthopedi” di RSI Muhammadiyah Pekajangan, pekalongan. Hasil

penelitian tersebut membuktikan bahwa pemberian murottal Alquran

berpengaruh dalam nilai kecemasan pasien preoperasi bedah.

Berdasarkan observasi peneliti di beberapa Rumah Sakit yang ada

di Tangerang, pasien fraktur belum mendapatkan terapi keperawatan yang

khusus untuk mengatasi kecemasan preoperasi. Maka peneliti tertarik


5

untuk melakukan penelitian pemberian Murottal Alquran terhadap

penurunan kecemasan pasien fraktur yang akan akan menjalani operasi di

RSU Tangerang.

B. Identifikasi Masalah

1. Meningkatnya kejadian kecelakaan yang mengakibatkan fraktur.

2. Teridentifikasi sebanyak 90% pasien yang akan dilakukan tindakan

operasi mengalami kecemasan.

3. Kecemasan preoperasi pada pasien fraktur dapat meningkatkan tekanan

darah dan pernapasan yang dapat menyebabkan pendarahan baik pada

saat pembedahan ataupun pasca operasi .

4. Berdasarkan penelitian sebelumnya terdapat pengaruh pemberian

Murottal Alquran terhadap penurunan rasa cemas pada pasien pre

operasi fraktur.

C. Pembatasan Masalah

Berdasarkan pertimbangan keterbatasan waktu, tempat dan biaya,

maka peneliti perlu membatasi masalah yang akan diteliti, antara lain

sample yang akan diteliti adalah pasien fraktur yang akan menjalankan

operasi di RSU Kabupaten Tangerang.

D. Rumusan masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang maka rumusan masalah

yang muncul adalah ”Apakah terdapat pengaruh terapi murottal Alquran


6

terhadap penurunan tingkat kecemasan pada pasien fraktur yang akan

menjalankan operasi?”.

E. Tujuan Penelitian

Tujuan Umum : Mengetahui pengaruh terapi murottal Alquran terhadap

tingkat kecemasan pasien fraktur yang akan dilakukan operasi.

Tujuan Khusus :

1. Mengetahui tingkat kecemasan sebelum pemberian terapi murattal

Alquran pada pasien fraktur yang akan dilakukan tindakan operasi di

RSU Kabupaten Tangerang.

2. Mengetahui tingkat kecemasan setelah pemberian terapi murattal

Alquran pada pasien fraktur yang akan dilakukan tindakan operasi di

RSU Kabupaten Tangerang.

3. Mengetahui pengaruh terapi murattal Alquran terhadap pasien fraktur

yang akan dilakukan tindakan operasi di RSU Kabupaten Tangerang.

F. Manfaat Penelitian

1. Bagi Institusi Pelayanan

Dapat menjadi sumber referensi dalam pemberian intervensi

keperawatan pada pasien yang mengalami kecemasan sebelum

dilakukan operasi.
7

2. Bagi Institusi Pendidikan

Penelitian ini dapat dijadikan bahan masukan dalam melakukan

penelitian yang serupa dengan penelitian di kemudian hari.

3. Bagi keilmuan

Dapat memperkaya keilmuan dalam keperawatan medikal bedah

yang berdasarkan bukti.


8

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Teori

1. Tinjauan Teori tentang Murottal

a. Pengertian Murottal

Murottal Alquran merupakan bacaan Alquran yang

dibacakan oleh Qori’ atau Qori’ah sesuai dengan tartil dan tajwid

yang mengalun indah yang dikemas dalam media audio seperti kaset,

Compact Dick atau data digital (Syarbini & Jamhari, 2012).

Menurut Anwar (2008) murottal berasal dari kata Ratlu As-

syaghiri (tumbuhan yang hangus dengan masaknya dan merekah)

sedangkan arti menurut istilah murottal adalah bacaan yang tenang,

makhrojil huruf sesuai dengan semestinya. Jadi murottal adalah

pelantunan Alquran dengan cara merekam dalam pita suara dengan

memperhatikan hukum-hukum bacaan, menjaga makhrojul huruf

serta memperhatikan tanda-tanda berhentinya (waqaf).

Murottal adalah ayat-ayat Alquran yang dilantunkan dengan

cara merekam bacaan Alquran. Dalam Alquran terdapat hukum-

hukum bacaan (tajwid) yang harus diperhatikan. Maka dari itu untuk

menguatkan kelestarian Alquran perlu dilakukannya perekaman

(Awad, 2010).
9

b. Manfaat murottal Alquran

Alquran memiliki fungsi sebagai penyembuh atau obat.

Sebagaimana Allah berfirman dalam Alquran surat Al-Isra ayat 82

yang artinya :

“dan kami turunkan Alquran (sesuatu) yang menjadi penawar dan

rahmat bagi orang yang beriman ….”

Menurut Heru (2008) Lantunan Alquran mengandung unsur-

unsur suara manusia, suara manusia merupakan instrument

menakjubkan dalam penyembuhan dan paling mudah dijangkau.

suara dapat menurunkan hormon-hormon stres, mengaktifkan

hormon endorphin alami, meningkatkan perasaan rileks, dan

mengalihkan perhatian dari rasa takut, cemas dan tegang. Selain itu

juga suara dapat memperbaiki sistem kimia tubuh sehingga

menurunkan tekanan darah serta memperlambat pernafasan, detak

jantung, denyut nadi, dan aktivitas gelombang otak. Laju pernafasan

yang lebih dalam tersebut sangat baik dan dapat menimbulkan

ketenangan, kendali emosi, pemikiran yang lebih dalam dan

metabolisme yang lebih baik.

c. Mekanisme Murottal terhadap kecemasan

Terapi murottal memiliki aspek yang sangat diperlukan

dalam mengatasi kecemasan, yakni kemampuannya dalam

membentuk koping baru untuk mengatasi kecemasan sebelum

operasi. Sehingga secara garis besar terapi murottal memiliki dua


10

peran penting, memiliki irama yang indah dan secara psikologis

dapat memotivasi dan memberikan dorongan semangat dalam

menghadapi problem yang sedang dihadapi (Faradisi, 2012).

Lantunan Alquran secara fisik mengandung unsur suara manusia.

Menurut Rizem (2016) suara dapat menurunkan hormon-hormon

stres, mengaktifkan hormon endorphin alami, meningkatkan

perasaan rileks, dan mengalihkan perhatian dari rasa takut, cemas

dan tegang. Selain itu juga suara dapat memperbaiki sistem kimia

tubuh sehingga menurunkan tekanan darah serta memperlambat

pernafasan, detak jantung, denyut nadi, dan aktivitas gelombang

otak.

Pedak (2009) menyatakan bahwa bacaan Alquran yang

paling baik digunakan untuk menurunkan kecemasan adalah bacaan

Surah Al Fatihah karena di dalamnya terkandung intisari dari

Alquran. Keseluruhan efeknya telah menjadikan Al-Fatihah sangat

selaras dengan nuansa sholat dan ibadah, surat alfatihah sangat

singkat dan jelas, serta kualitas nada huruf yang tinggi membuat Al-

fatihah mudah dibaca dan dihafal semua orang. Al-Fatihah juga ayat

yang paling sering dibaca oleh umat Islam karena Al-Fatihah harus

dibaca dalam setiap shalat. Ketika seseorang mendengarkan lantunan

Al-Fatihah, sinyal itu akan ditangkap oleh telinga sehingga

membuatnya bergetar. Getaran ini akan diteruskan ke tulang-tulang

pendengaran yang bertautan antara satu sama lainnya. Rangsangan


11

fisik tadi diubah oleh adanya perbedaan ion kalium dan natrium

menjadi aliran listrik yang melalui saraf Nervus VII (vestibule

cokhlearis) menuju ke otak, tepatnya di area pendengaran. Setelah

mengalami perubahan potensial aksi ke korteks auditoris (yang

bertanggung jawab untuk menganalisis suara yang kompleks,

ingatan jangka pendek, perbandingan nada, menghambat respon

motorik yang tidak diinginkan, pendengaran serius, dan sebagainya)

diterima oleh lobus temporal untuk mempersepsikan suara

(Sherword, 2011). Selanjutnya impuls bacaan Alquran diteruskan

sampai thalamus (bagian batang otak). Bila seseorang memamahami

arti atau makna Al-fatihah impuls akan diteruskan ke area auditorik

primer dan sekunder, lalu diolah di area wernickle untuk

diinterprestasikan makna-maknanya. Kemudian impuls akan

diasosiasikan ke area prefrontal agar terjadi perluasan pemikiran

atau pendalaman makna yang turut berperan dalam menentukan

respon hipotalamus terhadap makna-makna tersebut. Hasil yang

diperoleh di wernickle akan disimpan sebagai memori, lalu

dikirimkan ke amigdala untuk ditentukan reaksi emosionalnya. Oleh

karena itu jika meresapi makna Al-fatihah kita akan memperoleh

ketenangan jiwa.
12

2. Tinjauan umum tentang Kecemasan

a. Definisi kecemasan

Menurut Sulistiawati (2005) kecemasan merupakan respon

individu terhadap suatu keadaan yang tidak menyenangkan dan

dialami oleh semua makhluk hidup dalam kehidupan sehari-hari.

Kecemasan dikomunikasikan secara interpersonal dan merupakan

bagian dari kehidupan sehari-hari, menghasilkan peringatan yang

berharga dan penting untuk upaya memelihara keseimbangan diri

melindungi diri.

Menurut Murwani (2008) kecemasan digambarkan sebagai

suatu respon perasaan tidak berdaya dan tidak terkendali. Sumber

yang tidak jelas, samar-samar dan tidak diketahui bisa menyebabkan

kecemasan. cemas berbeda dengan rasa takut, yang mana merupakan

respon dari suatu ancaman yang jelas, diketahui, dan bukan bersifat

konflik.

Menurut Prabowo (2008) ansietas adalah kekhawatiran yang

tidak jelas dan menyebar, yang berkaitan dengan perasaan tidak pasti

dan tidak berdaya. Keadaan emosi ini tidak memliki objek yang

spesifik. Ansietas dialami secara subjektif dan dikomunikasikan

secara interpersonal.

b. Faktor-faktor yang mempengaruhi kecemasan

Faktor yang dapat menjadi penyebab seseorang merasa cemas

dapat berasal dari diri sendiri (faktor internal) maupun dari luar
13

(faktor eksternal). Menurut Stuart (2013), yang mempengaruhi

kecemasan pasien pre operasi adalah:

a) Faktor eksternal :

1) Ancaman integritas diri, meliputi ketidakmampuan fisiologis

atau gangguan terhadap kebutuhan dasar (penyakit, trauma

fisik, pembedahan yang akan dilakukan).

2) Ancaman sistem diri antara lain : ancaman terhadap identitas

diri, harga diri, dan hubungan interpersonal, kehilangan serta

perubahan status/peran.

b) Faktor internal antara lain :

1) Usia : usia menunjukkan ukuran waktu pertumbuhan dan

perkembangan seorang individu. Umur berkorelasi dengan

pengalaman, pengelaman berkorelasi dengan pengetahuan,

pemahaman dan pandangan terhadap suatu penyakit atau

kejadian sehingga akan membentuk persepsi dan sikap.

Kematangan dalam proses berfikir individu yang berumur

dewasa lebih memungkinkannya untuk menggunakan

mekanisme koping yang baik dibandingkan kelompok umur

anak-anak (Lukman, 2009).

2) Jenis kelamin : Gangguan panik merupakan gangguan cemas

yang ditandai oleh kecemasan yang spontan dan episodik,

gangguan ini lebih sering dialami oleh wanita dari pada pria.

Perempuan memiliki tingkat kecemasan yang lebih tinggi


14

dibandingkan subjek berjenis kelamin laki-laki. Dikarenakan

perempuan lebih peka terhadap dengan emosinya, yang pada

akhirnya peka juga terhadap perasaan kecemasan. Perbedan

ini juga bukan hanya dipengaruhi oleh faktor emosi, tapi juga

dipengaruhi oleh faktor kognitif. Perempuan cenderung

melihat hidup atau peristiwa yang dialaminya dari segi detail,

sedangkan laki-laki cara berfikirnya cenderung global atau

tidak detail. Individu yang melihat lebih detail, akan juga

lebih mudah dirundung oleh kecemasan karena informasi

yang dimiliki lebih banyak dan itu akhirnya bisa benar-benar

menekan perasaannya.

3) Pendidikan dan status ekonomi : tingkat pendidikan dan

status ekonomi yang rendah pada seseorang akan

menyebabkan orang tersebut mudah mengalami kecemasan,

tingkat pendidikan seseorang atau individu akan berpengaruh

terhadap kemampuan berfikir, semakin tinggi tingkat

pendidikan akan semakin mudah berfikir rasional dan

menangkap informasi baru termasuk dalam menguraikan

masalah yang baru

4) Potensi stressor : stressor psikososial merupakan setiap

keadaan atau peristiwa yang menyebabkan perubahan dalam

kehidupan seseorang sehingga itu terpaksa mengadakan

adaptasi.
15

5) Maturitas : individu yang memiliki kematangan kepribadian

lebih sukar mengalami gangguan kecemasan, karena individu

yang matur mempunyai daya adaptasi yang lebih besar

terhadap kecemasan.

6) Keadaan fisik : seseorang mengalami gangguan fisik seperti

cidera, operasi akan mudah mengalami kelelahan fisik

sehingga lebih mudah mengalami kecemasan.

c. Tingkat dan manifestasi kecemasan

Menurut Videbeck (2014) dan Stuart (2013) ada empat

tingkat kecemasan yaitu ringan, sedang, berat dan berat sekali atau

panik. Pada masing-masing individu yang mengalami kecemasan

memperlihatkan perubahan perilaku, kemampuan kognitif dan

respon emosional antara lain :

a) Kecemasan ringan

Kecemasan ringan dihubungkan dengan ketegangan

yang dialami sehari-hari. Individu masih waspada dan

kelapangan persepsinya masih luas, menajamkan indra. Dapat

memotivasi individu untuk belajar dan mampu untuk

memecahkan masalah secara efektif dan menghasilkan

pertumbuhan dan kreatifitas.

Respon fisiologis ditandai dengan sesekali nafas

pendek, nadi dan tekanan darah naik, gejala ringan pada

lambung, muka berkerut, bibir bergetar. Respon kognitif


16

merupakan lapang persepsi luas, mampu menerima rangsangan

yang kompleks, konsentrasi pada masalah, menyelesaikan

masalah secara efektif. Respon perilaku dan emosi seperti

tidak dapat duduk tenang, tremor halus pada tangan, suara

kadang-kadang meningkat.

b) Kecemasan sedang

Individu hanya berfokus pada pikiran yang menjadi

perhatiannya, terjadi penyempitan lapangan persepsi, masih

dapat melakukan sesuatu dengan arahan orang lain.

Respon fisiologis sering nafas pendek, nadi dan tekanan

darah meningkat, mulut kering, diare, gelisah. Respon kognitif

: lapang persepsi menyempit, rangsangan luar tidak mampu

diterima, berfokus pada apa yang menjadi fokus perhatiannya.

Respon perilaku dan emosi : meremas tangan, bicara banyak

dan lebih cepat, susah tidur dan perasaan tidak enak.

c) Kecemasan berat

Lapang persepsi individu sangat sempit. Pusat

perhatiannya pada detil yang kecil (spesifik) dan tidak dapat

berpikir tentang hal-hal lain. Seluruh perilaku dimaksudkan

untuk menghilangkan kecemasan dan perlu perintah.

Respon fisiologis : nafas pendek, nadi dan tekanan

darah meningkat, berkeringat, ketegangan dan sakit kepala.

Respon kognitif : lapang persepsi amat sempit, tidak mampu


17

menyelesaikan masalah. Respon perilaku dan emosi : perasaan

ancaman meningkat.

d) Panik

Pada kondisi panik individu kehilangan kendali diri dan

detil perhatian hilang. Karena hilangnya kontrol, maka tidak

mampu melakukan apapun meskipun dengan perintah. Terjadi

peningkatan aktivitas motorik, berkurangnya kemampuan

berhubungan dengan orang lain, penyimpangan persepsi dan

hilangnya pemikiran rasional, tidak mampu befungsi secara

efektif. Biasanya disertai dengan disorganisasi kepribadian.

Respon kognitif : lapang persepsi sangat sempit, tidak

dapat berfikir logis. Respon perilaku dan emosi : mengamuk,

marah, ketakutan dan kehilangan kendali.

d. Cara menilai kecemasan

Menurut Hawari (2007), untuk mengetahui untuk mengetahui

derajat kecemasan seseorang digunakan alat ukur (instrument) yang

disebut Hamilton Rating Scale for Anxiety (HRS-A), adapun hal-hal

yang dinilai dalam alat ukur tersebut adalah : 1) Ansietas yang

ditandai dengan cemas, firasat buruk, mudah tersinggung dan takut

akan pikiran sendiri. 2) Ketegangan, ditandai dengan tegang, lesu,

mudah terkejut, tidak bisa istirahat dengan tenang, gemetar,menangis,

gelisah. 3) Ketakutran yang ditandai dengan takut akan gelap, takut

ditinggal sendiri, takut pada orang asing, takut pada keramaian lalu
18

lintas, takut pada keramaian. 4) Gangguan tidur yang ditandai dengan

terbangun pada malam hari, tidak mampu tidur dengan nyenyak,

bangun tidur lesu, mimpi buruk. 5) Gangguan kecerdasan yang

ditandai dengan berkurangnya konsentrasi, daya ingat menurun. 6)

Perasaan depresi ditandai dengan kehilangan minat, sedih, bangun dini

hari, kesenangan pada hobi berkurang, perasaan labil. 7) Gejala

somatik ditandai dengan nyeri pada otot, kedutan otot, kaku, gigi

gemerutuk, suara tidak stabil. 8) Gejala sensorik ditandai dengan

tinnitus, penglihatan kabur, muka merah dan pucat, perasaan seperti

ditusuk-tusuk, lemah. 9) Gejala kardiovaskuler ditandai takikardi,

berdebar-debar, nyeri dada, denyut nadi mengeras, rasa ingin pingsan,

detak jantung hilang sekejap. 10) Gejala pernapasan ditandai dengan

rasa seperti tertekan di dada, perasaan tercekik, nafas pendek, sering

menarik napas panjang. 11) Gejala gastrointestinal ditandai dengan

sulit menelan, gangguan pencernaan, perut melilit, mual, nyeri

lambung setelah atau sebelum makan, rasa panas di perut, perut terasa

kembung, muntah, defekasi lembek, berat badan menurun, konstipasi.

12) Gejala urogenital ditandai dengan sering kencing, tidak dapat

menahan kencing, amenorrhoe, menorrhagia, ejakulasi dini, ereksi

melemah, ereksi hilang, impoten. 13) Gejala otonom ditandai dengan

mulut kering, muka merah, mudah berkeringat, pusing, sakit kepala,

kepala terasa berat, bulu-bulu berdiri. 14) Sewaktu diwawancarai


19

perilaku gelisah, tidak tenang, jari gemetar, mengerutkan dahi atau

kening, muka tegang, tonus otot meningkat, nafas pendek dan cepat.

Cara menilai kecemasan menurut Hawari (2007) adalah sebagai

berikut : a) Skor 0 : tidak ada gejala. b) Skor 1 : 1 dari gejala yang

ada. c) Skor 2 : separuh dari gejala yang ada. d) Skor 3 : lebih dari

separuh gejala yang ada. 4) Skor 4 : semua gejala ada.

Penilaian hasil yaitu dengan menjumlahkan nilai skor item 1

sampai dengan 14 dengan ketentuan sebagai berikut : a) Skor kurang

dari 14 = tidak ada kecemasan. b) Skor 14 sampai dengan 20 =

kecemasan ringan. c) Skor 21 sampai dengan 27 = kecemasan sedang.

d) Skor 28 sampai dengan 41 = kecemasan berat. e) Skor 42 sampai

dengan 56 = panik.

3. Tinjauan Teori tentang Fraktur

a. Definisi

Fraktur adalah hilangnya kontinuitas tulang, tulang rawan,

baik yang bersifat total maupun sebagian. Biasanya disebabkan

oleh trauma atau tenaga fisik (Muttaqin, 2008). Menurut Black dan

Hawks (2014) fraktur didefinisikan sebagai gangguan kontinuitas

dari suatu tulang. Menurut Bruner dan Sudart (2014) fraktur adalah

gangguan komplet atau tak komplet pada kontinuitas struktur

tulang dan didefiniskan sesuai dengan jenis dan keluasannya.

Fraktur terjadi ketika tulang menjadi subjek tekanan lebih besar

dari yang dapat diserapnya.


20

b. Etiologi

Penyebab fraktur menurut Wahid (2013) dan Brunner &

Suddarth (2014) :

a) Kekerasan langsung

Patah tulang dapat disebabkan oleh kekerasan

langsung, gerakan punter dan mendadak dan bahkan kontraksi

otot ekstrem yang terjadi pada titik tulang tersebut (Brunner

dan Suddarth, 2013).

b) Kekerasan tidak langsung

Kekerasan tidak langsung bisa menyebabkan fraktur

yang jauh dari tempat terjadinya kekerasan. Biasanya bagian

yang patah adalah bagian yang paling lemah dalam jalur

hantaran vektor kekerasan (Wahid, 2013).

c) Kekerasan akibat tarikan otot

Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadi.

Dapat berupa puntiran, penekukan dan penekanan, kombinasi

dari ketiganya dan penarikan (Wahid, 2013).

c. Klasifikasi fraktur

Klasifikasi fraktur menurut Lukman (2016) dan Black &

Hawks (2014) dibagi menjadi klasifikasi etiologis dan klinis :


21

a) Klasifikasi etiologis

1) Fraktur traumatik

Fraktur yang diakibatkan oleh hantaman benda keras atau

rudapaksa yang mengakibatkan otot fragmen tulang

bergeser atau merusak jaringan sekitar.

2) Fraktur patologis

Terjadinya kelainan atau penyakit pada tulang yang

menyebabkan kelmahan pada tulang bisa disebabkan oleh

infeksi, tumor, kelainan genetik. Dapat terjadi secara

spontan atau akibat trauma ringan.

3) Fraktur stress

Terjadi karena adanya stress yang kecil dan berulang-

ulang pada tulang yang menopang berat badan. Sering

terjadi pada tulang bagian bawah.

b) Klasifikasi klinis

1) Fraktur terbuka

Bila keluarnya fragmen tulang dari jaringan kulit. Karena

adanya perlukaan di kulit. Biasanya diakibatkan oleh

fraktur dengan komplikasi.

2) Fraktur tertutup

Bila fraktur yang terjadi masih dibagian dalam jaringan

kulit.
22

d. Manifestasi klinis

Manifestasi klinis fraktur menurut Black dan Hawks

(2014) dan Lukman (2016) adalah nyeri, deformitas, hilangnya

fungsi, pembengkakan, memar, spasme otot, syok, krepitasi,

perubahan neurovascular.

a) Deformitas

Deformitas adalah kelainan pada muskuloskleletal yang

bermanifestasi dari bentuk yang abnormal dari tulang,

diakibatkan oleh pembengkakan abnormal pada tulang akibat

fraktur. Bisa juga diakibatkan oleh kelainan penyembuhan

fraktur berupa mal-union atau non mal-union.

b) Pembengkakan

Edema atau pembengkakan dapat muncul segera, sebagai

akibat dari akumulasi cairan serosa pada lokasi fraktur serta

extravasasi darah ke jaringan sekitar.

c) Memar

Memar adalah suatu jenis cidera pada jaringan tubuh, yang

menyebabkan aliran darah mengendap pada jaringan

sekitarnya. Memar pad fraktur terjadi karena pendarahan

subkutan pada lokasi fraktur.

d) Spasme otot

Spasme adalah kekejangan otot yang berlangsung dalam

beberapa waktu akibat gangguan saraf akibat fraktur. Spasme


23

sering mengiringi fraktur, spasme otot involunter sebenarnya

dapat menjadi bidai alami untuk mengurangi gerakan lebih

lanjut dari jaringan sekitar fraktur.

e) Nyeri

Jika fungsi neurologis klien masih berfungsi, nyeri akan

timbul pada penderita fraktur. Intensitas keparahan nyeri bagi

setiap orang dapat berbeda-beda.

f) Kehilangan fungsi

Hilangnya fungsi dapat diakibatkan oleh nyeri yang dirasakan

maupun hilangnya fungsi pengungkit lengan maupun kaki

yang mengalami fraktur. Kehilangan fungsi dapat pula

diakibatkan karena cidera saraf.

g) krepitasi

krepitas tulang adalah suara yang dihasilkan oleh gesekan-

gesekan dari segmen-segmen tulang. Gejala ini bisa

diakibatkan oleh gesekan tulang antar fragmen fraktur yang

bisa menciptakan sensasi suara deritan.

h) Perubahan neurovaskular

Perubahan neurovaskular terjadi akibat kerusakan struktur

saraf perifer atau cidera vaskular yang terkena.


24

i) Syok

Fragmen tulang dapat merobek pembuluh darah, jika

pendarahan membesar bisa mengakibatkan banyaknya

kehilangan volume darah sehingga terjadinya syok.

e. Patofisiologi

Penyebab fraktur bisa diakibatkan oleh kekerasan

langsung, Kekerasan tidak langsung, dan kekerasan akibat tarikan

otot. Semua penyebab fraktur tersebut mengakibatkan tekanan

yang berlebih pada tulang melebihi batas kemampuan tulang

dalam menahannya.

Fraktur terbuka bisa menyebabkan kerusakan arteri,

infeksi, nekrosis avaskular. Sedangkan fraktur tertutup bisa

menyebabkan adanya emboli lemak dari fraktur tulang panjang

dan sindrom kompeten. Dua jenis fraktur ini bisa mengakibatkan

trauma penetrasi sehingga menyebabkan cedera pada vaskular dan

mengakibatkan pendarahan dan thrombosis pembuluh.

Pendarahan terjadi karena cidera jaringan lunak atau cidera pada

tulang itu sendiri.

Pada saluran sum-sum (medulla), hematoma terjadi

diantara figmen-figmen tulang dan dibawah periosteum. Jaringan

tulang di sekitar lokasi fraktur akan mati dan menciptakan respon

peradangan yang hebat. Akan terjadi vasoditasi, edema, nyeri,

kehilangan fungsi, edukasi plasma dan elektrolit, serta infiltrasi


25

sel darah putih. Respon patofisiologis ini juga merupakan

terhadap awal dari penyembuhan tulang (Black dan Hawks,

2014).

Pada saat terjadi patah tulang, terjadi juga kerusakan pada

pembuluh darah yang terletak pada canaliculi dari sistem

haversian, yang menyeberangi tempat patahan tulang. Kerusakan

pembuluh darah ini menyebabkan osteosit yang terdapat dalam

lakuna kehilangan supalai nutrisinya dan kemudian menjadi mati.

Dampak selanjutnya adalah terjadinya reabsorpsi dari ujung-

ujung patahan tulang sehingga terjadi pemendekan dari tulang.

Pada patah tulang diantara kedua ujung tulang ini akan diisi oleh

hematom. Proses penyatuan ujung-ujung tulang adalah

merupakan proses penyembuhan tulang. Penyembuhan patah

tulang bertujuan untuk mengembalikan jaringan tulang seperti

sifat-sifat fisik dan mekanik sebelum terjadi patah tulang dan

melibatkan faktor lokal dan sistemik.

Proses penyembuhan tulang terjadi melalui beberapa tahap

antara lain :1) tahap I (stadium hematoma atau stadium

inflamatoris). Pada tahap ini terjadi pembentukan hematoma pada

lokasi fraktur. Terajdi dilatasi vascular sebagai respon akumulasi

sel-sel mati dan debris pada lokasi fraktur, dan eksudai plasma

yang kaya akan fibrin akan mendorong sel-sel fagositisik ke area

cidera. 2) tahap II (tahap pembentukan fibrokartilago) : fibroblast,


26

osteoblast, dan kondroblas berpindah ke area fraktur akibat dari

inflamasi akut, dan kemudian membentuk fibrokotilago. 3) tahap

III (Pembentukan kalus) : pada tahap ini terjadi tahap pelurusan

tulang yang mana pro-kalus mengikat tulang dan berupaya

menjadi bidai alami tulang. 4) tahap IV (Penulangan) : pada tahap

ini kalus permanen dari tulang keras akan bergabung dengan

pragmen-pragmen tulang. 5) tahap V (konsolidasi dan

remodeling) : kalus yang tidak dibutuhkan akan direabsorbsi atau

terbuang dari lokasi penyembuhan tulang. Proses resorpsi dan

deposisi disepanjang tulang memungkinkan tulang menahan

beban yang diberiakn kepadanya (Black & Hawks, 2014).

f. Komplikasi Fraktur

Komplikasi fraktur digolongkan menjadi dua, yaitu

(Muttaqin, 2008 dan Lukman, 2016) :

a) Komplikasi awal

1) Kompartemen syndrome

Kompartemen syndrome merupakan komplikasi serius yang

terjadi karena terjebaknya otot, tulang, saraf dan pembuluh

darah dalam jaringan parut. Ini disebabkan oleh edema atau

perdarahan yang menekan otot, saraf dan pembuluh darah.

Selain itu karena tekanan dari luar seperti gips dan

pembedahan terlalu kuat.


27

2) Fat Embolism Syndrom

Fat Embolism Syndrom (FES) adalah komplikasi serius

yang sering terjadi pada kasus tulang panjang. FES terjadi

karena sel-sel lemak yang dihasilkan bone marrow kuning

masuk ke aliran darah dan menyebabkan tingkat oksigen

dalam darah rendah ditandai dengan gangguan pernafasan,

tachykardi, hipertensi, tachypnea dan demam.

3) Infeksi

Setelah pertahanan tulang rusak, bila ada trauma pada

jaringan. Pada trauma orthopedic infeksi dimulai pada kulit

(superficial) dan masuk kedalam. Ini biasanya terjadi pada

kasus fraktur terbuka, tapi bisa juga karena penggunaan

bahan lain dalam pembedahan seperti pin dan plat.

4) Syok

Syok terjadi karena kehilangan banyak darah dan

meningkatnya permeabilitas kapiler yang bisa menyebabkan

menurunnya oksigenasi.

b) Komplikasi dalam waktu lama :

1) Delayed union

Delayed Union merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi

sesuai dengan waktu yang dibutuhkan tulang untuk

menyambung. Ini disebabkan karena penurunan suplai darah

ke tulang.
28

2) Non Union

Non Union merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi dan

memproduksi sambungan yang lengkap, kuat dan stabil

setelah 6-9 bulan. Non union ditandai dengan adanya

pergerakan yang berlebih pada sis fraktur yang membentuk

sendi palsu atau pseudoaethosis. Ini juga disebabkan karena

aliran darah yang kurang.

3) Mal union

Mal union merupakan penyembuhan tulang ditandai dengan

meningkatnya tingkat kekuatan dan perubahan bentuk

(deformitas). Mal union dilakukan dalam pembedahan dan

remobilisasi yang baik.

g. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan pada fraktur yaitu (Muttaqin, 2008 dan

Brunner & Suddarth, 2014) :

a) Penatalaksanaan medis (Muttaqin, 2008)

1) Konservatif dengan indikasi yang sangat terbatas.

Konservatif dapat dengan melakukan reduksi atau

reposisi, imobilisasi, dan rehabilitasi.

2) Terapi operatif

Pengobatan operatif hampir selalu dilakukan pada

klien fraktur leher femur, baik orang dewasa maupun orang

tua karena perlu dilakukan reduksi untuk hasil yang akurat


29

dan stabil. Orang yang mengalami fraktur femur perlu di

mobilisasi dengan cepat untuk mencegah komplikasi. Jenis

operasi yang bisa dilakukan pada klien femur pemasangan

pin, pemasangan plate atau screw, herniatroplasti, serta

artoplasi dilakukan pada pasien usia 55 tahun yang berupa

eksisi artoplasti

b) Penatalaksanaan keperawatan

Penatalaksanaan keperawatan pada fraktur terdiri

dari penatalaksanaan fraktur tertutup dan fraktur tertutup

(Brunner dan Suddarth, 2014).

1) Penatalaksanaan fraktur tertutup

1. Informasikan klien tentang metode pengontrolan

edema dan nyeri yang tepat.

2. Ajarkan latihan untuk mempertahankan kesehatan

otot yang tidak terganggu dan memperkuat otot yang

diperlukan untuk berpindah tempat dan

menggunakan alat bantu.

3. Ajarkan pasien tentang cara menggunakan alat bantu

dengan aman.

4. Bantu pasien memodifikasi lingkungan sesuai

kebutuhandan mencari bantuan personil bila

diperlukan.
30

5. Berikan pendidikan kesehatan mengenai perawatan

diri, informasi medikasi, pemantauan kemungkinan

komplikasi, dan perlunya supervisi layanan

kesehatan yang berkelanjutan.

2) Penatalaksanaan fraktur terbuka

1. Sasaran penatalaksanaan adalah untuk mencegah

infeksi luka, jaringan lunak, dan tulang serta untuk

meningkatkan pemulihan tulang dan jaringan lunak.

2. Berikan antibiotic via IV dengan segera saat pasien

tiba di rumah sakit bersama dengan tetanus toksoid

jika diperlukan.

3. Lakukan irigasi luka.

4. Tinggikan ekstremitas untuk meminimalkan edema.

5. Kaji status neurovaskular dengan sering.

6. Ukur suhu tubuh pasien dalam interval teratur, dan

pantau tanda-tanda infeksi.

h. Pemeriksaan diagnostik

Pemeriksaan diagnostik pada pasien fraktur adalah sebagai

berikut (Wahid, 2013) :

a) Pemeriksaan radiologi

Pemeriksaan radiologi menentukan gambaran 3 dimensi

keadaan dan kedudukan tulang yang sulit, maka diperlukan 2

proyeksi yaitu Anterposterior (AP) atau Posterioranterior (PA)


31

dan lateral. Dalam keadaan tertentu diperlukan proyeksi

tambahan untuk memperlihatkan patologi yang dicari karena

super posisi. Perlu disadari bahwa x-ray harus atas dasar

indikasi kegunaan pemeriksaan penunjang dan hasilnya dibaca

sesuai dengan permintaan. Pemeriksaan laboratorium.

1) Kalsium serum dan fosfor serum meningkat pada tahap

penyembuhan tulang.

2) Alkalin fosfat meningkat pada kerusakan tulang dan

menunjukan kegiatan osteoblastik dalam membentuk

tulang.

3) Enzim otot seperti kreatinin kinase,laktat dehidrogenasee

(LDH-5), Asparat Amino Transferase (AST), aldolase

yang meningkat pada tahap penyembuhan tulang.

B. Penelitian Terkait

Penelitian yang dilakukan oleh Ariyanti dkk (2015) tentang

Efektivitas Pemberian Murottal Alquran Terhadap Penurunan Tingkat

Kecemasan pada Pasien Pre Operasi Fraktur di Ruang Kemuning RSUP

NTB. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas terapi murotal

terhadap penurunan tingkat kecemasan pasien pre operasi fraktur di

Rumah Sakit Umum Provinsi NTB. Desain penelitian ini menggunakan

observasional analitik model pra-eksperimen dengan One group pre post

test disigne. Populasi sampel penelitian ini adalah seluruh pasien pre
32

operasi fraktur yang ada dibangsal perawatan di RUSP NTB bulan Januari

sampai dengan bulan April 2015 sebanyak 30 0rang dengan teknik

pengambilan sampel purposive sampling. Analisis data yang digunakan

menggunakan Paired T-Test. Hasil pengkajian setelah diberikan terapi

murotal sebagian besar pasien mengalami cemas ringan. Uji beda tingkat

kecemasan diperoleh nilai t hitung, sebesar 5.288 (p= 0,000< 0,05)

sehingga Ho ditolak dan Ha diterima. Artinya pemberian terapi murotal

efektif menurunkan tingkat kecemasan pasien.

Penelitian yang dilakukan oleh Maulana dkk (2015) tentang

Pengaruh Pemberian Murotal Alquran terhadap Penurunan Kecemasan

pada Pasien Preoperasi Orthopedi. Tujuan pada penelitian ini adalah untuk

mengetahui pengaruh murottal Alquran terhadapa kecemasan pasien

preoperasi Orthopedi. Metode yang digunakan adalah quasy experiment

dengan pendekatan non equalipment control-group. Sampel penelitian ini

adalah pasien praoperasi bedah orthopedi sebanyak 40 responden.

Instrument pada penelitian ini adala lembar kuisoner State-Traite Anxiety

Index (STAI). Hasil penelitian ini menunjukan Pada kelompok eksperimen

terjadi penurunan nilai rata-rata kecemasan post test sebesar 29 angka.

Hasil analisis ini dengan menggunakan uji t dependen diperoleh hasil nilai

p value= 0,000 < α (0,05). Pada kelompok kontrol tidak terjadi penurunan

nilai rata-rata kecemasan, tetapi peningkatan nilai rata-rata kecemasan

sebesar 0,30 angka. Hasil analisis ini dengan menggunakan uji t dependen

juga diperoleh hasil nilai p value= 0,055 > α (0,05). Peneliti kemudian
33

membandingkan kedua kelompok ini dengan menggunakan uji t

independen diperoleh hasil p value= 0,000 < α (0,05). Dari hasil ini,

membuktikan bahwa pemberian murotal Alquran berpengaruh terhadap

nilai kecemasan pasien pre operasi bedah orthopedi.

Penelitian yang dilakukan oleh Faradisi (2012) tentang Efektivitas

Terapi Murotal dan Terapi Musik Klasik terhadap Penurunan Tingkat

Kecemasan Pasien Pra Operasi di Pekalongan. Tujuan penelitian untuk

mengetahui perbedaan efektivitas pada kedua terapi dalam menurunkan

kecemasan. Penelitian ini merupakan penelitian quasi eksperiment, tipe

pre test and post test design. Sample penelitian adalah pasien fraktur

ekstremitas di RSI Muhammadiyah Pekajangan. Teknik pengambilan

sampel menggunakan purposive sampling. Teknik pengambilan data

dengan cara observasi dan wawancara. Analisis data menggunakan uji t-

dependent (paired sample t test). Hasil pengkajian sebelum diberikan

terapi sebagian besar pasien mengalami cemas sedang. Uji beda tingkat

kecemasan dengan terapi music diperoleh nilai thitung sebesar 8,887 (p =

0,000 < 0,05) sehingga H0 ditolak. Artinya pemberian terapi musik efektif

menurunkan tingkat kecemasan pasien. Uji beda tingkat kecemasan

dengan terapi murotal diperoleh nilai thitung sebesar 10,920 (p = 0,000 <

0,05) sehingga H0 ditolak artinya pemberian terapi murotal efektif

menurunkan tingkat kecemasan pasien. Uji beda tingkat kecemasan

dengan terapi musik dan murotal diperoleh nilai thitung sebesar 2,946 (p =

0,000 < 0,05) sehingga H0 ditolak artinya pemberian terapi murotal lebih
34

efektif menurunkan tingkat kecemasan pasien dibandingkan dengan terapi

musik.

C. Kerangka teori

Skema 2.1 kerangka teori

Fraktur Etiologi
 Kekerasan langsung
 Kekerasan tidak langsung
Penatalaksanaan  Kekerasan akibat tarikan
otot
 Operasi

Menurunkan Menurunkan Hormon


Tingkat Tingkat Kecemasan ACTH
kecemasan

 Ringan
 Sedang Mengaktifkan Hormon
 Berat Endoprin Alami
 Panik

Terapi Murottal Menurunkan Hormon


Alquran stress

Sumber : Wahid (2013) dan Brunner & Suddarth (2014), Hawari (2007),

Rizem (2016).
35

D. Kerangka konsep

Skema 2.2 Kerangka konsep

TERAPI MUROTTAL

KECEMASAN (PRETEST) KECEMASAN (POST TEST)

E. Hipotesis penelitian

Hipotesis adalah pernyataan sementara yang masih diuji

kebenarannya atau pernyataan sementara yang masih membutuhkan

pembuktian secara empiris (Dharma, 2011). Adapun hipotesis dalam

penelitian ini adalah pengaruh pemberian murottal Alquran terhadap

tingkat kecemasan pada pasien fraktur yang akan dilakukan operasi.

Ho : Tidak terdapat pengaruh terapi murottal Alquran terhadap tingkat

kecemasan pasien fraktur yang akan menjalani operasi di RSU Kabupaten

Tangerang.

Ha : Terdapat pengaruh terapi murottal Alquran terhadap tingkat

kecemasan pasien fraktur yang akan menjalani operasi di RSU Kabupaten

Tangerang.
36

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian

1. Tempat

Penelitian tentang “pengaruh pemberian terapi murotal Alquran

terhadap tingkat kecemasan pasien fraktur yang akan menjalani

operasi”. Tempat penelitian ini dilakukan di RSU Kabupaten

Tangerang Tahun 2018.

2. Waktu

Pengambilan data awal penelitian diambil mulai bulan April tahun

2018, sedangkan penelitian ini di laksanakan pada bulan Mei sampai

bulan Juni 2018.

B. Metode Penelitian

a. Metode Penelitian

Penelitian ini adalah kuantitatif dengan jenis design Quasi

Ekperimental menggunakan pre and post without control group, pada

kelompok ini peneliti hanya melakukan intervensi pada satu kelompok

tanpa pembanding. Pengaruh perlakuan dinilai dengan cara

membandingkan nilai post test dengan pre test (Dharma, 2011).

Rancangan ini digambarkan sebagai berikut:

Skema 3.1. Pre and Post test without control

R ------- > 01 ------- > X1 ------- > 02


37

Keterangan :

R : Responden penelitian semua mendapat perlakuan atau intervensi

O1 : Pre test pada kelompok perlakuan

O2 : Post test setelah perlakuan

X1 : Uji coba atau intervensi pada kelompok perlakuan sesuai protocol

C. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi adalah unit dimana suatu hasil penelitian akan

diterapkan. Idealnya penelitian dilakukan pada populasi, karena dapat

melihat gambaran seluruh populasi sebagai unit dimana hasil penelitian

akan ditetapkan (Dharma, 2011).

Pengambilan populasi dalam penelitian ini yaitu pada wilayah

kerja RSU Kabupaten Tangerang. Populasi dalam penelitian ini adalah

seluruh responden pasien fraktur yang akan menjalani operasi pada

bulan April 2018 yang berjumlah 13 orang.

2. Sampel

Sampel adalah kelompok individu yang merupakan bagian dari

populasi terjangkau dimana peneliti langsung mengumpulkan data atau

melakukan pengamatan atau pengukuran pada unit ini. Pada dasarnya

penelitian dilakukan pada sampel yang terpilih dari populasi yang

terjangkau (Dharma, 2011).


38

Dalam pemilihan sampel, penelitian membuat kriteria bagi

sampel yang diambil. Sampel yang diambil berdasarkan pada beberapa

kriteria yaitu:

a. Besarnya sampel

Pengambilan sampel bertujuan untuk mengetahui sampel

minimal untuk dijadikan sebagai responden (Dharma, 2014).

Adapun estimasi besar sampel minimal untuk penelitian ini

menggunakan hasil dari penelitian sebelumnya yaitu penelitian dari

Ariyanti dkk (2015) dengan nilai mean sebelum intervensi adalah

1,90 sedangkan nilai mean setelah intervensi adalah 1,30.

Pada penelitian ini penentuan sampel menggunakan subjek

penelitian yang dihitung dengan rumus uji beda dua mean

(Dharma,2011)

𝜎2 (𝑍1−𝛼/2 +𝑍1−𝛽 )2
𝑛= (𝜇1 −𝜇2 )2

Keterangan :

𝑍1−𝛼/2 : Standar normal deviasi untuk 𝛼

𝑍1−𝛽 : Standar normal deviasi untuk 𝛽

𝜇1 : Nilai mean sebelum diberikan yang didapat dari

literature atau berdasarkan pengalaman peneliti

𝜇2 : Nilai mean sesudah diberikan intervensi yang

didapat dari pendapat peneliti


39

𝜇1 − 𝜇2 : Beda mean yang dianggap bermakna secara klinik

antara kedua kelompok

𝜎 :Estimasi Standar deviasi dari beda mean kedua

kelompok berdasarkan literature

𝜎2 : Estimasi varian kedua kelompok berdasarkan

literature yang dihitung dengan rumus 1⁄


2 (𝜇1 2 +

𝜇2 2 )

μ1-μ2 : Beda mean yang dianggap bermakna secara klinik

antara kedua kelompok

hasil :

0,535² (1,96+0,842)²
n=
(1,90−1,30)²

0,286225 .7,851204
=
0,36

2,247
= = 6,2 dibulatkan menjadi 6.
0,36

Berdasarkan hasil perhitungan tersebut maka jumlah

minimal responden yang harus didapatkan adalah sebanyak 6

responden. berdasarkan jumlah responden yang didapatkan

peneliti selama 1 bulan penelitian di RSU Kabupaten Tangerang

adalah sebanyak 10 responden.


40

b. Kriteria Sampel

1) kriteria Inklusi

a) Pasien yang beragama Islam

b) Pasien fraktur yang akan menjalani operasi

c) Pasien yang kooperatif

d) Pasien yang berumur >18 tahun

2) Kriteria eksklusi

a) Pasien yang memiliki gangguan pendengaran

b) Pasien yang dalam kondisi tidak sadarkan diri

c) Pasien yang mendapat terapi ansietas lain

3. Teknik Pengambilan Sampel

Peneliti menggunakan metode non probability sampling

merupakan suatu metode yang dilakukan secara acak dengan design

consecutive sampling metode pemilihan sampel ini dilakukan dengan

memilih semua individu yang ditemui dan memenuhi kriteria

pemilihan, sampai jumlah sampel yang diinginkan terpenuhi (Dharma,

2011).

D. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data adalah cara yang digunakan oleh peneliti

dalam pengumpulan data penelitian. Pengumpulan data penelitian

mengacu pada tahap yang di tetapkan pada prosedur di bawah ini:


41

1. Peneliti mendapatkan surat izin dari bagian akademik Universitas

Muhammadiyah Tangerang, kemudian peneliti mendapat izin dari

RSU Kabupaten Tangerang.

2. Peneliti mengidentifikasi pasien fraktur yang akan dilakukan operasi

dengan meminta data pada bagian rekam medis.

3. Peneliti menentukan responden dengan sesuai kriteria inklusi dan

eksklusi yang telah dibuat.

4. Peneliti melakukan pendekatan pada pasien fraktur yang akan

menjalani operasi agar bersedia menjadi responden.

5. Peneliti melakukan kontrak tempat dan waktu terkait pelaksanaan

penelitian.

6. Peneliti melakukan pretest pengukuran tingkat kecemasan

7. Peneliti menyiapkan data digital suara murottal Alquran surat Al-

Fatihah, MP3 player, earphone.

8. Peneliti memberikan intervensi terapi murotal Alquran selama 10

menit, 1 jam sebelum tindakan operasi.

9. Kemudian dilakukan post test dengan mengukur tingkat kecemasan

pasien.

10. Peneliti membandingkan hasil pretest-posttest dilakukan intervensi

terapi murotal Alquran.


42

E. Instrumen Penelitian

1. Alat Pengumpulan Data

a. Alat ukur kecemasan Hamilton Anxiety Rating Scale.

b. Lembar observasi table checklist

Mencatat karakteristik responden nama (insial), usia, jenis kelamin,

tingkat kecemasan sebelum dan sesudah intervensi.

2. Variabel Bebas : Terapi murottal Alquran

a. Definisi Konseptual

Murottal Alquran merupakan bacaan Alquran yang

dibacakan oleh Qori’ atau Qori’ah sesuai dengan tartil dan tajwid

yang mengalun indah yang dikemas dalam media audio seperti

kaset, Compact Disk atau data digital (Syarbini & Jamhari, 2012).

b. Definisi Operasional

Tabel 3.1

No Variabel Definisi Operasional Alat Ukur Hasil Ukur Skala

2 Independent Murottal Alquran Audio Responden -

: Terapi merupakan bacaan MP3 suara mampu

murottal Alquran yang murotal mendengarka

Alquran dibacakan oleh Qori’ Alquran n murottal

atau Qori’ah sesuai surat Al- Alquran surat

dengan tartil dan Fatihah Al-Fatihah

tajwid yang Cara Ukur dari sitasi

mengalun indah : Muzammil


43

No Variabel Definisi Operasional Alat Ukur Hasil Ukur Skala

yang dikemas dalam Mendenga selama 10

media audio seperti rkan suara menit sampai

kaset, CD atau data murotal selesai.

digital (Syarbini & surat Al-

Jamhari, 2012). Fatihah

dengan

sitasi dari

Muzammil

(8 irama

surat Al-

Fatihah)

selama 10

menit, 1

jam

sebelum

operasi,

mengguna

kan

earphone
44

3. Variabel Terikat : Kecemasan

a. Definisi Konseptual

kecemasan merupakan respon individu terhadap suatu

keadaan yang tidak menyenangkan dan dialami oleh semua

makhluk hidup dalam kehidupan sehari-hari. Kecemasan

dikomunikasikan secara interpersonal dan merupakan bagian dari

kehidupan sehari-hari, menghasilkan peringatan yang berharga dan

penting untuk upaya memelihara keseimbangan diri melindungi

diri (Sulistiawati, 2005).

b. Definisi Operasional

Tabel 3.2

No Variabel Definisi Operasional Alat Ukur Hasil Ukur Skala

1 Dependent : kecemasan Skala  Rentang ordinal

kecemasan merupakan respon pengukuran skor

individu terhadap HARS kurang

suatu keadaan yang (Hamilton dari 14

tidak menyenangkan Anxiety (Tidak

dan dialami oleh Rating ada

semua makhluk hidup Scale) kecemas

dalam kehidupan an)

sehari-hari.  Rentang

Kecemasan skor 14-

dikomunikasikan 20
45

No Variabel Definisi Operasional Alat Ukur Hasil Ukur Skala

secara interpersonal (Kecema

dan merupakan san

bagian dari ringan)

kehidupan sehari-  Rentang

hari, menghasilkan skor 21-

peringatan yang 27

berharga dan penting (Kecema

untuk upaya san

memelihara sedang)

keseimbangan diri  Rentang

melindungi diri skor 28-

(Sulistiawati, 2005). 41

(kecemas

an

ringan)

 Rentang

skor 42-

56

(panik)
46

c. Kisi-kisi instrument

Instrument yang akan digunakan pada penelitian ini adalah

Hamilton Anxiety Rating Scale (HARS). HARS merupakan

instrument untuk mengukur tingkat kecemasan yang diperkenalkan

oleh Max Hamilton Skala HARS merupakan pengukuran

kecemasan yang didasarkan pada munculnya symptom pada

individu yang mengalami kecemasan. Menurut skala HARS

terdapat 14 simptom yang nampak pada individu yang mengalami

kecemasan. Adapun cara menilai kecemasannya adalah sebagai

berikut : Skor 0 : tidak ada gejala. Skor 1 : 1 dari gejala yang ada.

Skor 2 : separuh dari gejala yang ada. Skor 3 : lebih dari separuh

gejala yang ada. Skor 4 : semua gejala ada

Tabel 3.3 kisi-kisi instrumen

No Gejala kecemasan No. soal Jumlah

1 Gejala kecemasan 1,2,3,4 4

2 Gejala ketegangan 5,6,7,8,9,10,11 7

3 Gejala ketakutan 12,13,14,15,16,17 6

4 Gejala gangguan tidur 18,19,20,21,22,23,24 7

5 Gejala gangguan 25,26 2

kecerdasan

6 Gejala perasaan depresi 27,28,28,29,30 5

7 Gejala somatic 31,32,33,34,35 5

8 Gejala sensorik 36,37,38,39,40 5


47

No Gejala kecemasan No. soal Jumlah

9 Gejala kardiovaskular 41,42,43,44,45,46 6

10 Gejala respiratori 47,48,49,50 4

11 Gejala gastrointestinal 51,52,53,54,55,56,57,58, 11

59,60,61

12 Gejala urogenital 62,63,64,65,66,67,68,69 8

13 Gejala otonom 70,71,72,73,74 5

14 Tingkah laku pada saat 75,76,77,78,79,80,81,82 8

wawancara

d. Uji validitas dan reabilitas

Uji validitas pada penelitian ini tidak dilakukan karena

HARS (Hamilton Anxiety Rating Scale) telah diuji validitas dan

reabilitasnya oleh Nursalam (2008) dalam penelitiannya mendapat

korelasi dengan Hamilton Anxiety Rating Scale (HARS) (r hitung

=0,57-0,84) dan (r table 0,349) terhadap 30 responden. Sedangkan

HRSA merupakan alat ukur tingkat kecemasan yang sudah baku

dan diterima secara internasional.

F. Etika Penelitian

Menurut (Dharma, 2011). Dalam melaksanakan penelitian ini,

peneliti terlebih dahulu mengajukan perizinan kepada kepala akademik

fakultas ilmu kesehatan universitas Muhammadiyah Tangerang. Pada


48

penelitian ini peneliti meyakinkan bahwa selama penelitian, responden

terlindungi dari hal-hal yang dapat merugikan. Dengan aspek-aspek

sebagai berikut :

1) Inform consent

Lembar persetujuan penelitian untuk memberikan prinsip etik

otonom yang diedarkan sebelum penelitian dilaksanakan agar

responden mengetahui maksud dan tujuan penelitian, serta dampak

yang akan terjadi selama pengumpulan data. Jika responden bersedia

diteliti, mereka harus menandatangi lembar persetujuan tersebut. Jika

tidak peneliti harus peneliti harus menghormati hak-hak responden

jika responden tidak ingin ikut serta menjadi responden.

2) Confidentiality

Peneliti berjanji untuk menjaga kerahasiaan responden,

peneliti tidak akan mencantumkan nama responden pada lembar

kuisoner melainkan menggunakan inisial atau dengan nomor kode dan

peneliti akan merahasiakan informasi yang didapatkan dan data yang

terkumpul hanya digunakan untuk penelitian.

3) Prinsip manfaat

Penelitian tidak akan memberikan penderitaan kepada subjek

penelitian, karena tidak ada tindakan khusus pada tubuh responden.

Penelitian hanya melibatkan stimulus dan respon pada terapi

mendengarkan murottal Alquran terhadap tingkat kecemasan pada

pasien preoperasi fraktur. Sebelum melakukan terapi peneliti


49

menjelaskan terkait manfaat terapi mendengarkan murottal Alquran

bagi responden.

4) Menghormati keadilan dan inklusivitas

Prinsip keadilan mempunyai makna keterbukaan dan adil.

Penelitian harus dilakukan secara jujur, hati – hati, profesional,

berperikemanusiaan, dan memperhatikan faktor-faktor ketepatan,

keseksamaan, kecermatan, intimitas, psikologis, serta perasaan

religius responden.

Prinsip keadilan menekankan sejauh mana kebijakan

penelitian membagikan keuntungan dan beban secara merata atau

menurut kebutuhan, kemampuan, kontribusi, dan pilihan bebas

masyarakat. Misalnya dalam prosedur penelitian, peneliti

mempertimbangkan aspek keadilan gender dan hak responden untuk

mendapatkan perlakuan yang sama, baik sebelum, selama, maupun

sesudah berpartisipasi dalam penelitian.

G. Hipotesis Statistika

Hipotesis adalah pernyataan awal peneliti mengenai hubungan

antar variable yang merupakan jawaban peneliti tentang kemungkinan

hasil penelitian (Dharma, 2011). Maka hipotesis dalam penelitian ini

adalah :
50

Ho : Tidak ada pengaruh pemberian terapi murottal Alquran terhadap

penurunan kecemasan pada pasien fraktur yang akan menjalani operasi di

RSU Kabupaten Tangerang.

P value ≥ 𝛼

Ha : ada pengaruh pemberian terapi murottal Alquran terhadap

penurunan kecemasan pada pasien fraktur yang akan menjalani operasi di

RSUD Kabupaten Tangerang.

P value ≤ 𝛼

H. Teknik Analisis Data

1. Analisis Univariat

Analisis univariat digunakan dalam melakukan analisis

terhadap distribusi frekuensi dari variabel - variabel yang terdapat

di penelitian ini. Analisis univariat dilakukan dengan mencari rata-

rata (Mean) tingkat kecemasan sebelum dan sesudah pemberian

terapi murottal Alquran.

2. Analisis Bivariat

Analisis bivariat dilakukan untuk membuktikan hipotesis yang

telah dirumuskan yaitu adanya pengeruh terapi nurottal Alquran

terhadap tingkat kecemasan pasien fraktur yang akan menjalani operasi

di RSU Kabupaten Tangerang Tahun 2018.

Pada penelitian ini data hasil penelitian tingkat kecemasan akan

dianalisis menggunakan Analisis bivariat. Pada bivariat ini dilakukan


51

uji normalitas untuk mengetahui distribusi data yang peneliti dapatkan

saat pengambilan data. Apabila data berdistribusi normal maka

menggunakan uji parametrik Uji T, sedangkan apabila data

berdistribusi tidak normal akan menggunakan uji nonparametrik

Wilcoxon Match Paired Test.

I. Pengolahan data

Data yang telah terkumpul dilakukan seleksi dan penelitian melalui

tahapan-tahapan yang harus dilalui, yaitu:

1. Editing

Pada tahap peneliti melakukan pengecekan pengisian kuisoner

apakah sesuai dengan hasil yang diharapkan oleh peneliti tentang

isian, kejelasan, relevansi dan konsistensi jawaban yang diberikan.

2. Coding

Kegiatan yang dilakukan pada tahap ini adalah merubah data

berbentuk huruf menjadi data berbentuk angka sehingga

mempermudah pada saat analisis data dan mempercepat pada saat

entry data. Pengkodean yang dilakukan adalah sebagai berikut:

jawaban 1=Tidak cemas, 2=cemas ringan, 3=cemas sedang, 4=cemas

berat, 5=panik. Lalu kuisoner dilakukan pengkodean.


52

3. Processing

Pada tahap ini data yang terisi secara lengkap dan telah

melewati proses pengkodean dilakukan premosesan data dengan

memasukkan data (entry data) dari seluruh kuisoner dan lembar

observasi yang terkumpul kedalam paket program computer.

4. Cleaning

Proses akhir dalam pengolahan data adalah dengan melakukan

pengecekan kembali data yang sudah di entry untuk melihat ada

tidaknya kesalahan terutama keseuaian pengkodean yang telah

ditetapkan dengan pengetikan melalui komputer.


53

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi Data

Pada bab ini akan diuraikan hasil data penelitian tentang “Pengaruh

Terapi Murottal Alquran Terhadap Tingkat Kecemasan Pada Pasien

Fraktur yang Akan menjalani operasi di Rumah Sakit Umum Kabupaten

Tangerang Pada Tahun 2018” penelitian ini dilakukan pada bulan Juni

2018. Proses pengumpulan data menggunakan insrumen berupa

pengukuran kecemasan HARS (Hamilton Anxiety Rating Scale) yang

diberikan kepada 10 responden untuk mengetahui tingkat kecemasan pada

klien fraktur.

Selanjutnya penelitian ini dianalisis dengan analisis univariat dan

analisis bivariat dengan menggunakan Analisis komputerisasi. Hasil

analisis data akan dimulai dari analisis univariat yang meliputi umur, jenis

kelamin, tingkat kecemasan pre test, dan tingkat kecemasan post test.

Sedangkan analisis bivariate penelitian ingin membandingkan apakah ada

pengaruh terapi murottal Alquran terhadap tingkat kecemasan pada klien

fraktur yang akan menjalani operasi.

1. Hasil Analisis dan Pembahasan Data Univariat

Analisis univariat dilakukan untuk menjelaskan atau

mendeskripsikan karakteristik setiap variabel penelitian (Notoatmodjo,

2010). Tujuan dari analisis univariat ini adalah untuk menjelaskan

karakteristik dari masing-masing variabel yang diteliti dan data yang


54

bersifat kategori. Analisis univariat secara deskriptif yaitu suatu

prosedur pengelolahan data dengan menggambarkan data dan

meringkas data secara alamiah dalam bentuk table atau grafik. Pada

kuesioner kecemasan analisis univariat digambarkan tentang frekuensi

karakteristik responden yang meliputi umur, jenis kelamin, tingkat

kecemasan. Sampel terdiri dari 10 responden di RSU Kabupaten

Tangerang. Pada analisis univariat akan melampirkan tingkatan

kecemasan sebelum dan sesudah terapi.

Tabel 4.1

Distribusi Frekuensi Pasien Berdasarkan Usia di RSU

Kabupaten Tangerang (n=10)

No Umur Jumlah Presentase (%)

1 16-25 tahun 4 40,0

2 26-35 tahun 2 20,0

3 36-45 tahun 1 10,0

4 46-55 tahun 3 30,0

Total 10 100,0

Berdasarkan tabel 4.1 diatas menunjukkan bahwa sebagian besar

responden berusia 16-25 tahun yaitu sebanyak 4 responden (40,0%).


55

Tabel 4.2

Distribusi Frekuensi Pasien Berdasarkan Jenis Kelamin di RSU


Kabupaten Tangerang (n=10)
No Jenis Kelamin Jumlah Presentase (%)

1 Laki-laki 4 40,0

2 Perempuan 6 60,0

Total 10 100,0

Berdasarkan tabel 4.2 diatas menunjukkan bahwa sebagian besar

responden berjenis kelamin perempuan yaitu sebanyak 6 orang (60.0%).

Tabel 4.3

Distribusi Frekuensi Kecemasan Pre Test dan Post Test Terapi


Murottal Alquran di RSU Kabupaten Tangerang (n=10)
Sebelum Sesudah

Kecemasan Perlakuan Mean Perlakuan Mean

Jumlah % Jumlah %

Tidak ada
0 0 2 20,0
cemas

Cemas
3 30,0 6 60,0
Ringan 2,80 2,00

Cemas
6 60,0 2 20,0
Sedang

Cemas 1 10,0 0 0,0


56

Berat

Panik 0 0,0 0 0,0

Jumlah 10 100,0 10 100,0

Berdasarkan tabel 4.3 diatas menunjukkan bahwa sebagian besar

responden saat sebelum dilakukan perlakuan mengalami kecemasan

sedang yaitu sebanyak 6 orang (60%). Sedangkan responden yang

sudah dilakukan perlakuan menunjukkan bahwa sebagian besar

mengalami cemas ringan yaitu sebanyak 6 responden (60%). Adapun

dari 10 responden terdapat penurunan tingkat kecemasan pada 8 orang

responden dengan persentasi (80%). Sedangkan responden yang tidak

mengalami penurunan sebanyak 2 responden dengan persentasi (20%).

2. Pengujian Pesyaratan Analisis Data

Pada penelitian ini menggunakan uji normalitas untuk

mengetahui adanya distribusi normal atau tidak normal serta

menggunakan hasil ukur mean dan median. Bila data yang terkumpul

tidak menunjukkan hasil nilai ekstrim (distribusi normal), maka

pengumpulan nilai mean merupakan hal yang tepat. Sedangkan bila

dijumpai nilai ekstrim (distribusi tidak normal), maka nilai median

lebih tepat digunakan dibandingkan nilai mean (hastono, 2006).

Sebelum dilakukan analisis bivariate perlu dilakukan uji normalitas data

untuk mengetahui penyebaran data normal atau tidak normal. Pada


57

penelitian ini menggunakan uji normalitas Shapiro-Wilk karena jumlah

responden <50.

Tabel 4.4
Uji Normalitas Shapiro Wilk (n=10)
Variabel Sig. Keterangan

Kecemasan sebelum
0,01 Tidak Normal
Intervensi

Kecemasan setelah
0,02 Tidak Normal
Intervensi

Berdasarkan tabel diatas menunjukkan data tingkat kecemasan

pre intervensi menunjukkan hasil Sig. 0,01 <0,05, Tingkat kecemasan

post intervensi menunjukkan hasil 0,02 <0,05. Didapatkan kesimpulan

bahwa tingkat kecemasan pre intervensi dan post intervensi

berdistribusi tidak normal. Sehingga uji statistik bivariate yang

digunakan adalah Wilcoxon Match Pair Test.

3. Pengujian Hipotesis

Hasil Analisis dan Pembahasan Data Bivariat digunakan untuk

mengetahui hubungan antara variabel dengan menggunakan prosedur

pengujian statistic atau uji hipotesis. Penelitian ini analisis bivariat

digunakan untuk menganalisis Pengaruh Terapi Murottal Alquran

Terhadap Tingkat Kecemasan Pada Pasien Fraktur yang Akan


58

melakukan operasi. Uji bivariat ini menggunakan Wilcoxon Match Pait

Test dan dikatakan berpengaruh apabila p value <0,05.

Tabel 4.5
Hasil Uji Statistik Wilcoxon Match Pair Test
Test Statistik Pre Test Tingkat Post Test Tingkat

Kecemasan Kecemasan

Z -2,530 -3,671

P value 0,01

Pada pengujian statistik menggunakan uji Non Parametrik

Wilcoxon Match Pair Test diperoleh P value sebesar 0,01. Untuk

menentukan hipotesis diterima atau ditolak dengan membandingkan

nilai taraf signifikan p value dengan taraf kesalahan 5% (0,05) jika p

value lebih besar dari 0,05 maka hipotesis ditolak dan jika p value lebih

kecil dari 0,05 maka hipotesis diterima. Hasil perhitungan didapatkan

nilai p value sebesar 0,01 <0,05 yang berarti Ha diterima maka dapat

disimpulkan bahwa ada perubahan yang signifikan sebelum dan

sesudah dilakukan terapi murottal Alquran terhadap tingkat kecemasan

pasien fraktur yang akan menjalani operasi di RSU Kabupaten

Tangerang Tahun 2018.


59

B. Pembahasan Penelitian

Pembahasan ini akan menguraikan makna hasil penelitian yang

dilakukan tentang Perngaruh Terapi Murottal Alquran Terhadap Tingkat

Kecemasan Pada Pasien Fraktur yang Akan melakukan operasi di RSU

Kabupaten Tangerang 2018. Bab ini juga akan menjelaskan tentang

ketebatasan penelitian yang telah dilaksanakan.

1. Analisis Univariat

a. Kategori Usia

Hasil pengolahan data dalam penelitian ini didapatkan

hasil sebagian besar responden yang mengalami kecemasan

berusia berusia 16-25 tahun sebanyak 4 responden (40%). Hal ini

sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Maulana (2015),

yang mana menyebutkan bahwa sebagian besar responden yang

mengalami kecemasan berusia 18-25 tahun.

Berdasarkan penelitian ini sebagian besar responden yang

mengalami kecemasan adalah yang berusia 16-25 tahun. Hal ini

dikarenakan pada dasarnya individu mulai menunjukkan

kematangan emosionalnya yaitu saat mulai memasuki usia

dewasa, yang mana kemampuan dan kognitif dan psikososialnya

berkembang pesat sehingga lebih mampu berfikir secara abstrak,

logis dan sistematis terutama saat menghadapi suatu masalah

yang bisa menimbulkan kecemasan. Usia juga menunjukkan

ukuran waktu pertumbuhan dan perkembangan seorang individu.


60

Umur berkorelasi dengan pengalaman, pengalaman berkorelasi

dengan pengetahuan, pemahaman dan pandangan terhadap suatu

penyakit atau kejadian sehingga akan membentuk persepsi dan

sikap. Kematangan dalam proses berfikir individu yang berumur

dewasa lebih memungkinkannya untuk menggunakan mekanisme

koping yang baik sehingga lebih mampu mengontrol stress dan

kecemasan (Lukman, 2009).

b. Jenis kelamin

Hasil pengolahan data dalam penelitian ini didapatkan

hasil sebagian besar responden yang mengalami kecemasan

adalah berjenis kelamin perempuan sebanyak 6 responden dengan

presentasi (60%). Hal ini sejalan dengan penelitian yag dilakukan

oleh Ariyanti dkk (2015), yang menyebutkan bahwa sebagian

besar responden yang mengalami kecemasan adalah perempuan.

Menurut Stuart (2013) gangguan panik merupakan

gangguan cemas yang ditandai oleh kecemasan yang spontan dan

episodik, gangguan ini lebih sering dialami oleh wanita dari pada

pria. Perempuan memiliki tingkat kecemasan yang lebih tinggi

dibandingkan subjek berjenis kelamin laki-laki. Dikarenakan

perempuan lebih peka terhadap dengan emosinya, yang pada

akhirnya peka juga terhadap perasaan kecemasan. Perbedan ini

juga bukan hanya dipengaruhi oleh faktor emosi, tapi juga

dipengaruhi oleh faktor kognitif. Perempuan cenderung melihat


61

hidup atau peristiwa yang dialaminya dari segi detail, sedangkan

laki-laki cara berfikirnya cenderung global atau tidak detail.

Individu yang melihat lebih detail, akan juga lebih mudah

dirundung oleh kecemasan karena informasi yang dimiliki lebih

banyak dan itu akhirnya bisa benar-benar menekan perasaannya.

2. Analisis Bivariate

Berdasarkan hasil pengolahan data pada penelitian ini

menunjukkan bahwa 8 dari 10 responden mengalami penurunan

kecemasan sedangkan 2 diantaranya tidak mengalami penurunan.

Dari seluruh responden yang mengalami penurunan tingkat

kecemasan sebagian besar mengalami cemas sedang yaitu sebanyak

6 responden dengan presentasi (60,0%) menjadi cemas ringan yaitu

sebanyak 6 responden (60,0%) setelah dilakukan perlakuan.

Sedangkan responden yang tidak mengalami penurunan keselurahan

memiliki jenis kelamin perempuan. Dari hasil uji statistik didapatkan

rata-rata tingkat kecemasan pada pengukuran pertama adalah 2,80.

Pada pengukuran kedua didapat rata-rata tingkat kecemasan adalah

2,00. Terlihat nilai mean perbedaan antara pengukuran pertama dan

kedua adalah 0,8.

Berdasarkan hasil diatas dapat disimpulkan bahwa sebelum

dilakukan intervensi sebagian besar mengalami kecemasan sedang.

Sedangkan setelah dilakukan intervensi sebagian besar responden

mengalami cemas ringan. Hal ini sesuai dengan penelitian lain yang
62

dilakukan oleh Faridah (2015), yang menunjukkan bahwa sebagian

besar responden mengalami cemas sedang dan menjadi cemas ringan

setelah dilakukan perlakuan.

Berdasarkan hasil uji normalitas menggunakan metode

Shapiro Wilk didapatkan hasil bahwa nilai probabilitas (p) untuk

tingkat kecemasan sebelum intervensi adalah 0,001 < 0,005 dan nilai

probabilitas (p) untuk tingkat kecemasan setelah intervensi adalah

0,002 < 0,005 artinya distribusi data tidak normal. Sehingga uji

statistic bivariate yang digunakan adalah uji Wilcoxon Match Pair

Test. Hasil uji Non Parametrik Wilcoxon Match Pair Test nilai P

value = 0,01 dengan nilai kepercayaan < 0,05 maka dapat

disimpulkan bahwa terdapat pengaruh terapi murottal Alquran

terhadap tingkat kecemasan pada pasien fraktur yang akan menjalani

operasi. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian lain yang

dilakukan oleh Kardiatun (2015), dengan hasil ada pengaruh terapi

murottal Alquran terhadap tingkat kecemasan pada pasien fraktur

yang akan menjalani operasi di RSUD dr. Soedarso Pontianak

Kalimantan Barat dengan P value 0,001 dengan nilai kepercayaan <

(0,05).

Berdasarkan hasil diatas terjadinya penurunan kecemasan ini

dikarenakan ketika seseorang mendengarkan lantunan Alquran,

sinyal itu akan ditangkap oleh telinga sehingga membuatnya

bergetar. Getaran ini akan diteruskan ke tulang-tulang pendengaran


63

yang bertautan antara satu sama lainnya. Rangsangan fisik tadi

diubah oleh adanya perbedaan ion kalium dan natrium menjadi aliran

listrik yang melalui saraf Nervus VII (vestibule cokhlearis) menuju

ke otak, tepatnya di area pendengaran. Setelah mengalami perubahan

potensial aksi ke korteks auditoris (yang bertanggung jawab untuk

menganalisis suara yang kompleks, ingatan jangka pendek,

perbandingan nada, menghambat respon motorik yang tidak

diinginkan, pendengaran serius, dan sebagainya) diterima oleh lobus

temporal untuk mempersepsikan suara (Sherword, 2011).

Selanjutnya impuls bacaan Alquran diteruskan sampai thalamus

(bagian batang otak). Lalu diteruskan ke area auditorik primer dan

sekunder dan diolah di area wernickle. Hasil yang diperoleh di

wernickle akan disimpan sebagai memori, lalu dikirimkan ke

amigdala untuk ditentukan reaksi emosionalnya (Pedak, 2009).

Adapun responden yang tidak mengalami penurunan

kecemasan bisa diakibatkan oleh beberapa faktor yaitu, kurangnya

kesadaran bahwa Agama merupakan sesuatu yang penting untuk

mengatasi problematika kejiwaan atau kesehatan mental. Menurut

Hamali (2014) Hubungan antara agama sebagai suatu keyakinan,

dengan terapi psikis manusia sangat signifikan untuk mencegah

timbulnya problematika kejiwaan manusia yaitu dengan jalan

“penyerahan” diri kepada sesuatu yang transcendetal. Sikap

penyerahan diri individu akan memberikan sikap optimis pada diri


64

seseorang sehingga timbul perasaan positif dalam bentuk rasa

bahagia, senang, puas dan sebagainya sehingga terhindar dari rasa

takut dan frustasi dalam hidup.

Faktor lainnya adalah faktor jenis kelamin, 2 responden yang

tidak mengalami penurunan seluruhnya adalah perempuan. Menurut

Stuart (2013) perempuan lebih peka terhadap emosinya, yang pada

akhirnya peka juga terhadap perasaan kecemasan. Perempuan

cenderung melihat hidup atau peristiwa yang dialaminya dari segi

detail, sedangkan laki-laki cara berfikirnya cenderung global atau

tidak detail. Individu yang melihat lebih detail, akan juga lebih

mudah dirundung oleh kecemasan karena informasi yang dimiliki

lebih banyak dan itu akhirnya bisa benar-benar menekan

perasaannya sehingga sulit untuk mengontrol kecemasan.

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa dengan

mendengarkan murottal Alquran dapat memberikan dampak

psikologis ke arah positif. Hal ini dikarenakan ketika murottal

didengarkan oleh responden suara tersebut akan sampai ke otak dan

akan diterjemahkan oleh otak sebagai keinginan, hasrat dan harapan

terbesar pasien agar operasi berjalan lancar. Maka dibutuhkan

dorongan yaitu kepasrahan akan sadar adanya tuhan. Sehingga ketika

diperdengarkan murottal maka kesadaran akan Tuhan meningkat

baik pasien mengerti makna Alquran maupun tidak. Pada saat inilah
65

otak mencapai kondisi yang optimal sehingga mampu mengontrol

stress dan kecemasan yang ada.

C. Keterbatasan Penelitian
Penelitian ini tentu tidak terlepas dari keterbatasan yang tidak

dapat dihindarkan. Berdasarkan keterbatasan pada penelitian ini antara

lain:

1. Ketika mencari responden menjadi tantangan tersendiri dalam

penelitian karena peneliti harus menginklusi dan mengeksklusi

responden sesuai dengan saran penelitian.

2. Pengumpulan data menggunakan kuisoner memungkinkan responden

mengisi dengan tidak jujur atau tidak mengerti dengan quisoner

tersebut, sehingga peneliti harus menjelaskan secara detail kepada

responden.

3. Kurangnya minat dari beberapa responden untuk mengikuti terapi

religi, sehingga peneliti perlu membujuk dan mengolah kata agar

responden tertarik dan membuat mereka bersemangat mengikuti

penelitian.

4. Harus bisa mengarahkan responden agar fokus ketika mendengarkan

murottal Alquran.

5. Sampel yang sangat terbatas karena jumlah pasien fraktur yang

sedikit.
66

6. Peneliti Tidak menentukan nilai Droup out pada jumlah sampel yang

akan diambil sehingga tidak ada antisipasi jika responden tidak

mampu mengikuti penelitian sampai akhir.

7. Peneliti tidak menjelaskan variable perancu yang lebih banyak

sehingga masih banyak faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi

kecemasan yang tidak dibahas pada penelitian ini.


67

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitan dan pembahasan yang dilakukan

mengenai terapi Murottal Alquran terhadap tingkat kecemasan pada pasien

fraktur yang akan menjalani operasi di RSU Kabupaten Tangerang tahun

2018. Dengan jumlah sampel 10 responden yang beragama islam yang

berumur >18 tahun. Dengan waktu pelaksanaan 1 bulan dengan

pelaksanaan pada setiap pasien selama 1 jam sebelum operasi.

1. Dari 10 responden menunjukkan distribusi frekuensi tingkat

kecemasan pasien preoperasi fraktur sebelum dilakukan perlakuan

terdapat tingkat kecemasan sedang yaitu sebanyak 6 orang (60%),

sedangkan yang mengalami kecemasan ringan sebanyak 3 orang

(30%), yang mengalami kecemasan berat 1 orang (10%). Dengan rata-

rata tingkat kecemasan pasien preoperasi fraktur sebelum dilakukan

intervensi adalah 2,80.

2. Dari 10 responden menunjukkan distribusi frekuensi tingkat

kecemasan pasien preoperasi fraktur setelah dilakukan perlakuan

terdapat tingkat cemas ringan yaitu sebanyak 6 responden (60%),

sedangkan yang tidak mengalami kecemasan sebanyak 2 orang (20%)

dan responden yang mengalami kecemasan berat sebanyak 0

responden (0%).
68

3. Dari hasil normalitas data pre test dan post test dapat disimpulkan

bahwa data terdistribusi tidak normal karena hasil yang didapat <

0,05. Dan hasil uji Non Parametrik Wilcoxon Match Pair Test didapat

nilai P value = 0,01. Maka ada perbedaan signifikan antara pre test dan

post test terapi murottal Alquran karena nilai tersebut < 0,05. Dan

dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh terapi murottal Alquran

terhadap tingkat kecemasan pasien fraktur yang akan menjalani

operasi.

B. Saran

Berdasarkan penelitian diatas maka terdapat saran yang dapat

peneliti berikan yaitu :

1. Bagi Rumah sakit

Hasil penelitian didapatkan terdapat pengaruh pemberian

terapi murottal Alquran terhadap tingkat kecemasan pada pasien pre

operasi fraktur. Maka, disarankan bagi pihak Rumah Sakit untuk dapat

menerapkan dan mengajarkan terapi relaksasi meditasi Alquran

terhadap penurunan kecemasan kepada mahasiswa praktek yang

berpraktek diruang pre operasi, serta mempelajari manfaat terapi

murottal Alquran sebagai terapi penurunan kecemasan.

2. Bagi Institusi pendidikan

Dapat menjadikan penelitian ini sebagai evidence based bagi

perkembangan ilmu keperawatan dan menjadi salah satu target


69

kompetensi agar dapat diaplikasikan saat mahasiswa melaksanakan

praklinik di rumah sakit.

3. Bagi peneliti selanjutnya

Apabila melakukan penelitian yang sama, alangkah baiknya

jumlah sampelnya diperbanyak sehingga bisa dijadikan dua grup

intervensi dan kelompok control, maka bisa dijadikan bahan

perbandingan.
70

DAFTAR PUSTAKA

Aizid, Rizem (2016). Tartil Al-Qur’an untuk Kecerdasan dan Kesehatanmu.

Yogyakarta : DIVA Press

Alquran dan terjemahan Departemen Agama Republik Indonesia

Anwar, Rosihon (2008). Ulum Alquran. Bandung : CV Pustaka Setia

Ariyanti, Maelina dkk (2015). Efektivitas Terapi Murotal terhadap Penurunan

Tingkat Kecemasan Pasien Pra Operasi Frakturdi Ruang Kemuning

RSUP NTB. https://scholar.google.co.id/. diakses pada tanggal 28 januari

2018

Awad (2010). The miracle of Alquran. http://www.islamichouse.com. Diakses

pada tanggal 23 februari 2018

Black & Hawks, 2014. Keperawatan Medikal Bedah. Singapura : Elsavier

Brunner & Suddarth, 2013. Keperawatan Medikal Bedah. Penerbit Buku

Kedokteran EGC

Dharma, Kusuma,K., (2011). Metodologi Penelitian Keperawatan. Jakarta : CV.

Trans Info Media

Efendy, Christantie 2005. Kiat Sukses Menghadapi Operasi. Yogyakarta : Sahabat

setia

Faradisi, Firman (2012). Efektifitas Terapi Murottal dan Terapi Musik Klasik

Terhadap Tingkat Kecemasan Pasien Pra Operasi di Pekalongan.

https://scholar.google.co.id/ diakses 3 Maret 2018

Faradisi, Firman (2012). Efektivitas Terapi Murotal dan Terap Musik Klasik

terhadap Penurunan Tingkat Kecemasan Pasien Pra Operasi di


71

Pekalongan. STIKES Muhammadiyah Pekajangan. Diakses dari

https://scholar.google.co.id/. diakses pada tanggal 29 januari 2018

Faridah, Nur Virgianti (2015). Terapi Murottal Al-Qurán Mampu Menurunkan

Tingkat Kecemasan pada Pasien Pre Operasi Laparotomi.

https://scholar.google.co.id/. diakses pada tanggal 30 januari 2018

Hamali, Syaiful. 2014. Terapi Agama Terhadap Problematika Psikis Manusia.

https://media.neliti.com. Diakses pada tanggal 5 Juli 2018

Hawari, Dadang (2007). Manajemen Stres Cemas dan Depresi. Jakarta : FKUI

Heru. (2008). Ruqyah syari’i berlandaskan kearifan lokal.

http://trainermuslim.com/feed/rss. Diakes pada tanggal 28 Februari 2018

Kardiatun, Tutur (2015). Pengaruh Terapi Murottal Surah Al-Fatihah Terhadap

Kecemasan Pasien Pre Operasi di RSUD dr. Soedarso Pontianak

Kalimantan Barat. https://scholar.google.co.id/. diakses pada tanggal 29

januari 2018

Kepolisian Republik Indonesia. Polantas Dalam Angka 2013.

http://korlantas.polri.go.id. Diakses pada tanggal 1 maret 2018

Lukman, Nurma Ningsih, 2016. Asuhan keperawatan Dengan Gangguan Sistem

Muskuloskeletal. Penerbit Buku Kedokteran EGC

Maulana, Reza dkk (2015). Pengaruh Murotal Al-Qur’an Terhadap Kecemasan

Pasien Pre Operasi Bedah Orthopedi. Program Studi Keperawatn

Universitas Riau. https://scholar.google.co.id/. diakses pada tanggal 29

januari 2018
72

Murwani dan Arita (2008). Pengatur Konsep Dasar Keperawatan. Yogyakarta.

Witramaya

Muttaqin, Arif, 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sistem

Muskuloskeleta. Penerbit Buku Kedokteran EGC

Notoatmodjo, S (2012). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta

Nursalam. (2008). Konsep dan metode penelitian Ilmu Keperawatan: pedoman

skrispsi, tesis, dan instrument penelitian keperawatan. Jakarta: Salemba

Medika

Pedak, Mustamir (2009). Mukjizat terapi Qur’an untuk Hidup Sukses. Jakarta : PT

Wahyu Media

Potter & Perry(2006). Buku Ajar Fundamental Keperawatan Edisi 4Vol 1.

Jakarta : EGC

Riset Kesehatan Dasar Indonesia (2013). http://www.depkes.go.id. Diakses pada

tanggal 28 Maret 2018

Riset Kesehatan Dasar Provinsi Banten (2013). http://www.depkes.go.id. Diakses

pada tanggal 28 Maret 2018

Sherword, Lauralee (2012). Fisiologi Manusia :dari Sel ke Sistem. Ed. 6. Jakarta:

EGC

Stuart, Gail W. (2013). Keperawatan Kesehatan Jiwa Stuart. Elsevier Singapore

Pte Ltd

Sujudi, A, 2008. Berita Kejadian Kecelakaan di Jalan. http://pusdiknakes.or.id

Syarbini & Jamhari. 2012. Kedahsyatan Membaca Al-Qur’an. Bandung: Ruang

Kata
73

Videbeck, Sheila (2014). Konsep dan Aplikasi Asuhan Keperawatan Jiwa.

Yogyakarta : Nuha Medika

Wahid, Abdul. 2013. Asuhan keperawatan Dengan Gangguan Sistem

Muskuloskeletal. Jakarta : Trans Info Media

World Health Organization (WHO, 2013). http://www.who.int/en/. Diakses pada

tanggal 2 maret 2018

Anda mungkin juga menyukai