Anda di halaman 1dari 2

FAILURE ANALYSIS 01 : SELF TEST

PELITA MU’MINATUS SHOLIHAH


DTMM // 1606831376

1. Ciri yang dimiliki oleh “good” second phase particles ialah :


 Memiliki deformasi homogen
Deformasi homogen yang dimaksud ialah adanya dengan logam induk maupun partikel
lain. Apabila deformasi tidak homogen, ikatan kohesi dari interface matriks/partikel akan
hilang.
 Kekuatan bentuk dan ukuran sesuai
Kekuatan second phase haruslah baik karena adanya stress yang di distribusikan dari
logam induk menuju partikel. Partikel tidak mampu menahan stress dengan baik apabila
kekuatan yang dimiliki rendah. Hal ini akan menyebabkan inclusion failure. Sedangkan,
ukuran sesuai yang dimaksud ialah agar tidak menjadi penyebab inisiasi retak.
 Kekuatan adhesi dengan logam induk baik
Kekuatan yang baik membuat transfer tegangan dari logam induk ke partikel berjalan
dengan baik. Apabila adhesi buruk, tegangan yang diberikan tidak tersebar merata
sehingga rentan mengalami failure.

2. Salah satu ciri perpatahan brittle ialah adanya “River Pattern”


dimana pola ini terbentuk secara mikroskopis ketika retak
merambat sepanjang bidang patahan tempat adanya dislokasi.
Aliran dari “river pattern” sejajar dengan arah rambatan
pertumbuhan retak. Perpatahan brittle menyerap energi yang
sedikit, sehingga energi yang tersimpan dalam material
digunakan untuk timbulnya pertumbuhan retak. Pertumbuhan
retak yang cepat membentuk perpatahan instan.

3. Ciri ciri penampakan perpatahan brittle ialah yang bentuknya


seperti chevron mark dan cleavage. Kelompok logam yang mengalami perpatahan clevage seperti
ini ialah BCC (Body Centered Cubic). Cleavage itu sendiri merupakan mekanisme perpatahan
transgranular pada material brittle di mana terjadi
pembelahan kristal sepanjang bidang-bidang kristalografi.
BCC memiliki Ductile-to-Brittle-Transition-Temperature.
DBTT ini jarang terjadi pada FCC karena FCC memiliki banyak
sistem slip dengan energi aktivasi rendah untuk gerakan
dislokasi. Transisi tersebut terjadi dikarenakan fracture
toughness yang relatif tidak bergantung pada temperatur, tetapi energi yang dibutuhkan untuk
gerakan dislokasi menunjukkan ketergantungan pada temperatur. Dengan demikian, pada
temperature tinggi dislokasi mulai bergerak dan melepas stress sebelum patahan dapat terjadi,
yang berakibat pada deformasi plastis (perilaku ulet). Pada temperatur di bawah DBTT, fracture
toughness terlewati sebelum tegangan cukup untuk mendorong pergerakan dislokasi sehingga
terjadi patahan getas.

4. Jenis perpatahan yang dimaksud dalam soal adalah brittle. Material yang bersifat brittle akan
memiliki ciri perpatan yang dapat terlihat dengan jelas dimana pada bagian permukaan patahan
akan terang dan tampak kristalin. Hal ini dikarenakan perpatahan brittle memiliki deformasi
plastis yang kecil atau bahkan tidak memiliki sama sekali. Perpatahan ini terjadi sepanjang batas
butir dan kemampuan menyerap energinya pun rendah juga tidak stabil. Perpatahan brittle juga
mengalami perambatan retak yang sangat cepat tanpa adanya peningkatan beban yang diberikan.
Tidak adanya reduksi luas penampang patahan pada perpatahan ini, hal ini diakibatkan karena
adanya tegangan multiaksial. Pada perpatahan brittle, juga umumnya memiliki bentuk yang flat
dan perpendicular terhadap tegangan tarik.
Contoh. Mild steel ketika suhu rendah, keramik, beton, wortel.

Anda mungkin juga menyukai