Anda di halaman 1dari 10

Perkembangan Moral

Berdasarkan ulasan yang telah diutarakan di atas dapatlah diasumsikan bahwa perkembangan
social, emosional, dan personal menjadi dasar bagi pemaknaan pemahaman anak terhadap nilai
moral yang dapat dijadikan acuan dalam berperilaku sebagai individu baik itu dalam
lingkungan sekolah, masyarakat, sebagai warna negara, dan dalam komunitas lainnya yang
telah ada dalam tatanan kehidupan masyarakat. Anak normative dalam menjalani kehidupan
sebagai manusia yang sedang berkembang menuju manusia dewasa. Mungkin terdpat guru
yang tidak sengajan berujar, “ Si A tidak bermoral padahal ia anak yang pandai”, atau “ Si B
perilakunya arogan padahal ayahnya seorang pejabat!”. Apa sebetulnya yang dimaksud moral?
Guru perlu mengetahui pedoman normative agar dapat memilah dan kemudian menempatkan
makna social serta mengembangkan perilaku yang disebut bermoral bagi anak didik dalam
tatanan yang proposional. Hal ini penting, karena salah satu tugas Pendidikan yang diembannya
adalah membangun karakter anak didik yang sekaligus akan berimplikasi terhadap
pembangunan moral bangsa.

Moral

Moral sebetulnya mengacu pada sebuah konsep tentang yang dikatakan baik atau buruk yang
disepakati dan menjadi komitmen, yang sifatnya indivisual dan juga dalam koteks kehidupan
social kemasyakatan. Ada tekanan moral yang sifatnya individual, ada pula tatanan moral yang
sidatnya social dalam konteks hidup bermasyarakat yang oleh oleh dalam camp dan Barry
(2008) disebut individual morality dan social morality. Moral yang sifatnya individual merujuk
pada komitmen tentang hal yang baik menurut ukuran pribadi misalnya kejujuran, kemurahan
hati, loyalitas, keterbukaan, kebaikan dan sejenisnya yang menunjuk pada nilai – nilai yang
telah disepakati suatu kebaikan. Moral yangsifatnya social dalam koteks kehidupan masyarakat
baik itu dalam koteks budaya, bernegara, kepercayaan dan kehidupan beragama ternyata belum
tentu disepakati sebagai hal yang baik oleh komunitas lainnya.

Terkadang terjadi pergesekan antara apa yang dipahami sebagai hal yang baik oleh
individu, namun ternyata hal itu tidak baik oleh komunitas tertentu dan antarkomunitas. Namun
persamaannya adalah niat baik, jujur, dan murah hati, yang menjadi kesepakatan diam – diam
secara universal tetapi implementasinya dapat berbeda.

Contoh yang paling mudah seperti membunuh sesame manusia, ada kesepakatan bahwa
hal ini tergolong perbuatan biadab dan disepakati oleh semua manusia di muka bumi. Secara
individual, konsep itu adalah konsep moral serta diyakini salah dan tidak dibenarkan.
Pertanyaannya adalah, apakah membunuh itu tidak dibenarkan jika terjadi dalam peperangan
anatar bangsa? Membunuh musuh dan memenangkan peperangan disebut pahlawan.

Inilah perdebatan menyangkut moral di mana setiap orang dan komunitas tertentu
mencari pembenaran sehingga dapat sidahkan sebagai perbuatan yang bermoral. Dapat
dikatakan, moral bersifat relatif dan senantiasa direlevansiakan dengan pemaksaan hidup
dalam komunitas.

Pemahaman akan Penalaran Moral

Mengamati perdebatan moral, makan sebagai guru tentulah tidak berfilsafat tentang masalah
moral, tetapi justru mengembangkan karakter anak didik agar memiliki pemahaman penalaran
moral. Pengembangan penalaran moral bagi anak didik akan memberi makna yang sangat
berarti bagi mereka dalam memaknai kehidupan.

Anak tidak seperti robot yang hanya mengikuti perintah sekalipun itu dikatakan baik,
tetapi anak tahu benar bahwa hal yang disebut benar itu memang benar dan yang salah itu
memang benar salah. Anak didik memiliki kemampuan bernalar tentang apa yang disebut
moral dan perbuatan bermoral. Inilah salah satu kajian yang disebut dengan Pendidikan
karakter dan sekaligus pendikan karakter dan sekalias Pendidikan moral.

Eggen dan Kauchak yang dikutib dari Milson (2001) mengemukakan bahwa “character
education emphasizes the transmission of these values into character traits or behaviour.”.
makna yang ditekankan di sini bukanlah sekedar penyampaian nilai, tetapi lebih menekankan
pada transformasi dan pengmbangan nilai – nilai mengacu pada norma kehidupan masyarakat
yang berbudaya dan beradab yang menjunjung tinggi kebenaran, keadilan, harkat dan martabat
manusia, kesetaraan, tidak diskriminatif, dan bersifat universal. Sifat dan perilaku yang
diharapkan adalah yang bermoral dan menjunjung tinggi norma – norma yang telah disepakati
dalam kehidupan masyarakat yang berbudaya dan beradab.

Sementara itu, “ moral education, by contrast, emphasizes the development of students


moral reasoning rather than the transmission of specific values.” Penekanan pada Pendidikan
moral adalah upaya pemahaman dan kemampuan menganilisis nilai – nilai moral dari berbagai
perpspektif, sehingga anak didik memiliki pedoman normative dalam dirinya. Anak didik dapat
memilah apa yang baik dan apa yang buruk serta mana yang benar dan mana yang salah dengan
alasan yang objektif, anak didik dapat menentukan perilaku yang sesuai dengan kaidah –
kaidah moral yang terdapat dalam dirinya dan juga sesuai dengan kaidah – kaidah yang
disepakati oleh masyarakat yang berbudaya dan beradab.

Dalam rangka itulah diperlukan pengembangan spiritual dan kecerdasan emosional.


Kes]cerdasan spiritual bukanlah soal kepercayaan seperti agaman. Tony Buzan menyatakan
bahwa kecerdasan spiritual bersifat esensial bagi manusia, yang berkaitan dengan
perkembangan manusia sebagai manusia makhluk yang memiliki hati Nurani, cinta kasih,
kebaikan, kemurahan, sukarela, keteguhan hati, kedamaian, kesejukan dan sejenisnya.

Table 3.2 Perbedaan Pendidikan Moral dengan Pendidikan karakter (eggen dan Kauchak 2004)

Indicator Pendidikan Karakter Pendidikan Moral


Tujuan 1. Mengajarkan nilai – 1. Pengembangan
nilai moral kemampuan tentang
2. Mengajarkan dana penalaran moral
menerjemahkan nilai 2. Mendorong anak
moral dalam perilaku dalam upaya
mengambil
keputusan berkenaan
dengan masalah
moral
Model pengajaran 1. Membaca dan 1. Anak didorong untuk
menganalisis nilai memecahkan
moral tertentu masalah moral dan
2. Anak mengambil
mempraktikkan, dan keputusan
hadiah diberikan bagi 2. Mendiskusikan dan
anak yang melakukan menganalisis
sesuatu yang baik masalah moral dari
berbagai perspektif
Peranan guru pandangan Penceramah/ model peran Fasilitator/ pemberian
anak didik masalah
Pandangan anak didik Warga masyarakat yang Tidak adanya
tidak dapat bersosialisasi perkembangan, dan perlu
menggunakan informasi
membutuhkan pengarahan dalam upaya
moral dan bimbingan mengembangkan struktur
moral yang kompleks.

Teori perkembangan moral Kohlberg

Dalam memahami perkembangan pemahaman moral yang dapat dijadikan acuan penalaran
moral bagi anak didik, perlu dipahami tentang teori perkembangan moral yang dirumuskan
oleh Lawrence Kohlberg (1929 – 1987).

Kohlberg adalah seorang pendidik dan psikolog di Harvard University yang melakukan
penelitian tentang penalaran moral. Ketika ia bekerja bersama dengan para remaja, ia
mengamati adanya perkembangan penalaran moral. Penelitiannya mengambil subjek pada
masyarakat perkotaan dan masyarakat perdesaan, diantaranya di inggris raya, Malaysia,
Meksiko, Thailand, dan Turki. Kohlberg berkesimpulan bahwa perkembangan penalaran moral
mendekati persamaan pada berbabagai budaya. Sebenarnya acuan Kohlberg ini berangkat dari
penelitian piaget tentang perkembangan moral. Kohlberg merumuskan perkembangan
penalatran moral menjadi tiga tingkatan, dan setiap tingkatan memiliki dua tahapan
perkembangan seperti yang diuraikan di

Table 3.3

Tingkatan Rentang Usia Tahapan Hakikat Penalaran Moral


Tingkat 1 Tampak pada Tahap 1 Seseorang membuat keputusan
Prakonvensio anak TK, awal Hukuman berdasarkan apa yang terbaik untuk
nal SD, sedikit pada penolakan mereka tanpa memperhatikan
anak SMP, dan dan kebutuhan dan perasaan orang lain.
hanya sedikit pada kepatuhan Aturan yang ditaati hanya didasarkan
SMA pada kehendak pribadi, dan perbuatan
salah senantiasa dikaitkan dengan
perolehan hokuman.

Seseoramg mengakui dan menghargai


orang lain didasarkan atas saling
membutuhkan. Idividu yang berupaya
Tahap 2 memberi perhatian dan pemenuhan
Kebaikan keinginan individu lain, karena individu
diganti lain pula telah memperlakukan
dengan demikian. Konsep benar ataupun salah
kebaikan, akan dipahami berdasarkan apa yang
dan dipandang/ dialami sendiri sebagai
sebaliknya benar dan salah, tidak didasarkan pada
ukuran objektif tentang ukuran benar
ataupun salah.
Tingkat II Tampak pada Tahap 3 Seseorang membuat keputusan untuk
beberapa anak SD Anak laki – melakukan sesuatu dengan tujuan
dan anak SMP, laki yang menyenangkan orang lain, khususnya
banyak pada anak baik atau bagi seseorang yang memiliki figure
SMA (Tahap ke – anak atau kewenangan tertentu, misalmya
4 belum tampak perempuan guru, teman yang dianggap
pada anak yang baik. berpengaruh, dan paman. Maksudnya
sebelum masuk agar senantiasa terjadi hubungan baik
SMA) dan menjaga loyalitas/ kepercayaan, di
mana pertimbangannya adalah apa yang
dilakukannya atas dasar penilaian orang
lain.

Perilaku baik atau buruk yang dilakukan


didasarkan pada apa yang berlangsung
dan sdiseoakati dalam masyarakat

Tahap 4
Hukum dan
perintah
Tingkat III Tampak sebelum Tahap 5 Seseorang mengakui bahwa aturan yang
pascakonvens anak memasuki Kontak berlaku dalam masyarakat adalah
ional bangku kuliah social representasi kesepakatan setiap individu
dan dijadikan acuan berprilaku. Hokum
dan aturan berlaku secara mekanis,
dalam upaya melindungi hak – hak dan
kewajiban masyarakat. Setiap warga
masyarakat mengakui bahwa hokum
juga berlaku secara fleksibel, dan
hokum juga diakui keterbatasannya di
mana tidak mungkin dapat melayani
kebutuhan masyarakat secara sempurna.

Tahap 6 Tahap keenam ini diasumsikan masih


Prinsip – bersifat hipotesis dan merupakan
prinsip etis tahapan yang ideal, dan hanya sedikit
secara yang mampu mencapainya. Individu
universal yang mencapai tahapan ini telah
memiliki kelekatan/komitmen terhadap
nilai – nilai universal (menghargai
mertabat manusia tanpa diskriminatif,
menghargai keadilan dan persamaan
hak, serta komitmen terhadap keadilan)
dan memegang teguh prinsip yang
didasarkan pada pedoman normative
yang telah terinternalisasi dalam diri
pribadi.

Teori penalaran moral Kohlberg menjadi dasar dalam upaya mengembangkan


pemahaman terhadap nilai moral dalam berbagai perppektif, sehingga anak didik memiliki
pedoman dalam menjalankan tugas – tugas perkembangannya. Diharapkan, pemahaman
terhadap nilai moral dapat mendorong anak didik memiliki kepekaan terhadap masalah –
masalah social yang berkembang dalam masyarakat. Ormrod (2011) mengutip dari berbagai
sumber berkenaan dengan implementasi teori Kohlberg berdasarkan tingkatan sekolah,
karakteristik, dan upaya yang dapat dilakukan untuk mengembangkan penalaran moral dan
perilaku prososial, yang terangkum dalam Tabel 3.4

Tabel 3.4 Implementasi Teori Kohlberg berdasarkan Tingkatan Sekolah, Karakteristik dan
Upaya yang Dapat Dilakukan untuk Mengembangkan Penalaran Moral dan Perilaku Prososial
(Ormrod, 2011)

Tingkatan Usia dan Karakteristik Usaha yang Dapat Dilakukan


K-2  Kemampuan anak  Buat standar yang jelas
membedakan antara untuk dijadikan acuan
kesewenang – wenangan perilaku
terhadap hak asasi manusia  Jika anak didik melakukan
dengan menghargai martabat kekeliruan dalam
manusia, dan siapa yang berperilaku, beri
melanggar hak – hak sipil kesempatan untuk
dalam masyarakat mengemukakan alasan
 Memiliki kesadaran tentang mengapa perbuatan itu
dampak kekerasan fisik dan dilakukan, apalagi bila ia
psikologis, dan secara moral telah menyakiti hati orang
perlakuan tersebut salah lain.
 Kesalahan dan rasa malu  Beri dorongan pada anak
tentang tindakan yang keliru agar mampu bersosialisasi
dan jelas berdampak buruk secara nyaman dengan
 Ungkapan empati dan berupaya orang lain, sekalipun pada
memberi ketenangan bagi waktu yang tidak
seseorang yang mengalami menyenangkan
tekanan, secara khusus bagi  Menunjukkan dan
orang yang dikenal dengan melakukan perilaku
baik. simpatik, dengan alasan
 Sangat memperhatikan mengapa hal itu perlu atau
kebutuhan pribadi tidak perlu dilakukan
dibandingkan dengan  Mengakui secara sadar
kebutuhan orang lain. bahwa perilaku yang
 Menghargai/ menghormati berpusat untuk kepentingan
keadilan dan kesamaan hak diri sendiri seharunya hanya
namun masih berpusat pada diri berlaku dalam kelompok,
sendiri. dan mendidik anak didik
untuk mengembangkan
perilaku prosocial dengan
secara sadar memahami
suatu perbuatan
3–5  Memahami kesepakatan social  Diskusikan tentang
yang dijadikan acuan peraturan yang mungkin
berperilaku dapat diterapkan di kelas
 Mengembangkan perilaku dan juga dalam kelompok
empati bagi orang yang tidak tertentu agar proses
terkenal, khususnya bagi pembelajaran berlangsung
mereka yang mengalami dengan lancer.
masalah  Jelaskan bagaimana anak
 Mengakui bahwa setiap orang didik dapat memenuhi
harus berusaha mengetahui kebutuhannya sementara ia
kebutuhan orang lain, seperti dapat membantu
upaya mengtahui kebutuhan pencapaian kebutuhan
diri sendiri, serta berupaya orang lain.
mengembangkan kemampuan  Gunakan kata sifat dalam
bekerja sama dan mampu mengekspresikan dan
berkompromi. melakukan kegiatan
 Berkembangnya kemampuan prososial. Anak diarahkan
untuk memahami prinsip untuk agar konsep berpikir dan
memahami prinsip keadilan perilaku altruistiknya
sekalipun tidak berlaku sama, berkembang.
karena terdapat kebutuhan
khusus bagi individu yang
mengalami masalah fisik juga
psikologis.
 Berkembangnya keinginan
untuk membantu orang lain
sesuai dengan persepsinya
6–8  Berkembangnya kesadaran  Peragakan perilaku
bahwa hokum dan aturan prososial ( memberikan
merupakan kesepakatan social, suatu benda, membagi
dan dalam kasus tertentu terjadi pengalaman, dan
perlawanan terhadap aturan dan memperhatikan orang lain),
kesepakatan social terutama bagi sesame di
 Berkembangnya perhatian dalam kelas
untuk menyengkan dan  Libatkan anak didik dalam
membantu orang lain, namun proyek kelompok untuk
ada kecenderungan menangani masalah social
menyederhanakan apa yang yang akan memberi manfaat
selayaknya menjadi pesyaratan bagi sekolah dan juga
dalam memberi bantuan masyarakat
 Kecenderungan mempercayai  Jika ada pelanggaran
bahwa orang dalam situasi yang terhadap disiplin, beri
menakutkan (orang yang tidak sanksi dan diikuti dengan
berpengharapan) merupakan penjelasan mengapa
nasib yang harus dipikulnya perbuatan tersebut tidak
diperbolehkan. Empati anak
didik perlu dikembangkan,
begitu pula penalaran
moralnya.
9 - 12  Memahami bahwa hukum dan  Galilah isu – isu moral yang
aturan serta hasil kesepakatan berkaitan dengan ilmu
social akan membantu social, ilmu pengetahuan
memelihara kehidupan alam, dan juga kajian
masyarakat kehidupan kepustakaan
masyarakat yang harmonis
 Berkembangnya perhatian  Kembangkan kinerja yang
untuk melaksanakan tugas dapat dijadikan pijakan
sesuai dengan aturan yang untuk melayani masyarakat
berlaku dalam masyarakat dan komitmen yang
secara keseluruhan sungguh – sungguh untuk
 Berkembangnya perasaan menolong orang lain yang
empati secara tulus bagi mereka membutuhkan. Lakukan
yang mengalami masalah social pengabdian nyata pada
 Berkembangnya kepercayaan masyarakat, dan
bahwa masyarakat memiliki pengalaman yang diperoleh
kewajiban untuk membantu didiskusikan di dalam kelas
kebutuhan individu yang  Anak diminta membaca
mebutuhkan otobiografi dan literatur
lainnya yang
menggambarkan kehidupan
pribadi yang menjadi
teladan dalam membangun
masyarakat atau pribadi
yang mengabdikan diri
untuk membantu
masyarakat mikin dan tidak
berdaya atas perlakuan tidak
adil

Anda mungkin juga menyukai